Upload
gonmartandu
View
78
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Teh merupakan minuman yang sudah dikenal sangat luas di dunia, terlebih
lagi di Indonesia. Minuman berwarna cokelat ini umumnya menjadi minuman
penjamu tamu. Aromanya yang harum serta rasanya yang khas membuat teh
banyak dikonsumsi. Selain kelebihan tadi, berdasarkan hasil penemuan ilmu
kesehatan terkini telah dibuktikan bahwa teh memiliki kandungan polyfenol yang
memiliki khasiat medis, yaitu senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan untuk
menangkal radikal bebas dalam tubuh, juga ampuh mencegah berkembangnya sel
kanker dalam tubuh. Teh juga memiliki kandungan vitamin E yang berfungsi
menjaga kesehatan jantung dan membuat kulit menjadi halus, serta kandungan
vitamin C yang berfungsi sebagai imunitas atau daya tahan bagi tubuh manusia.
Studi kesehatan di Boston, USA, menemukan bahwa subyek yang minum satu
cangkir (200-250 ml) atau lebih teh hitam per hari memiliki kira-kira setengah
risiko dari penyakit serangan jantung (kardiovaskuler) dibanding dengan orang
yang tidak minum teh (sumber: http://www.kompas.com/).
Ironisnya, berkaitan dengan dua alasan utama di atas, fakta menunjukkan
terjadi adalah sebaliknya. Dimana AC Nielsen, pelopor konsep “pangsa pasar”
sebagai alat manajemen praktis, melaporkan bahwa produk teh termasuk salah
satu produk yang tingkat pembeliannya paling sedikit dari hampir semua
konsumen di seluruh dunia pada tahun 2005 (sumber :
http://id.nielsen.com/news/20051128.shtml).
2
Indonesia sendiri, mendapat predikat negara produsen teh curah pada urutan
kelima di dunia setelah India, Cina, Sri Lanka, dan Kenya, bahkan pada tahun
2002 total produksi teh Indonesia mencapai 172.790 ton atau 5,7 persen dari total
produksi teh dunia yang mencapai 3.062.632 ton. Namun, sebagian besar produksi
teh Indonesia (65%) ditujukan untuk pasar ekspor (International Tea
Committee/ITC, 2003). Pada tahun 2000, konsumsi teh per kapita per minggu
pernah mengalami peningkatan sampai tahun 2002 menjadi 14,80 gram
perminggu (http://pujinantoro.blogspot.com/2010/04/teh-tanaman-teh-umumnya-
ditanam- di.html).
Kemudian hingga tahun 2009, apresiasi konsumen domestik terhadap teh
sebagai minuman kesehatan relatif masih rendah, yakni rata-rata baru 330 gram
per kapita per tahun, amat jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan konsumsi
per kapita negara-negara produsen lainnya. Seperti Srilangka 1.290 gram per
kapita per tahun, Maroko 1.220 gram per kapita per tahun, India 660 gram per
kapita per tahun, Irlandia 3.230 gram per kapita per tahun, dan Qatar 2.220 gram
per kapita per tahun. Sumber:
(http://www.disbun.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/
detailberita/36/4).
Hal di atas membuktikan bahwa meskipun jumlah konsumsi teh Indonesia
mengalami kenaikan tiap tahunnya, namun belum memberikan kontribusi yang
signifikan bagi penjualan domestik komoditi teh. Salah satu penyebab rendahnya
tingkat konsumsi teh dalam negeri adalah kurangnya edukasi pasar yang
dilakukan dari berbagai pihak, baik itu dari pemerintah maupun perusahaan
3
swasta dalam rangka memberikan informasi mengenai manfaat teh bagi kesehatan
tubuh dalam jangka waktu yang panjang melalui perubahan gaya hidup masa kini
(http://www.csrreview-online.com/lihatartikel.php?id=24).
Industri kemasan Teh dalam botol adalah salah satu industri yang tidak luput
dari persaingan. Banyak diantara mereka yang menawarkan keunggulan
berlomba-lomba melakukan inovasi mengeluarkan produk baru sejenis yang lebih
banyak mempunyai variasi dalam rasa. Kemasan pada dasarnya adalah segala
material yang digunakan untuk mengemas suatu benda atau produk agar dapat
diterima oleh konsumen dalam keadaan baik. Fungsi yang paling mendasar dari
kemasan adalah mempertahankan dan melindungi isi produk. ( Nugroho Ari
Wibowo, 2005 ) mengutip jurnal penelitian.
Berbicara tentang produk teh dalam kemasan, selama hampir satu dekade
ada satu nama yang diingat dan melekat kuat dibenak konsumen, yaitu Sosro.
Konstribusi terbesar Sosro datang dari penjualan teh botolnya. Merek teh Botol
Sosro merupakan sebuah merek yang telah dikenal oleh banyak konsumen dan
sudah bertahan puluhan tahun. Seiringnya waktu, merek-merek minuman botol
yang lain bermunculan. Persaingan yang ketat terlihat dari banyaknya teh dalam
kemasan botol yang beredar di pasaran.
Teh Botol Sosro adalah pionir dibisnis teh botol. Sosro diperkenalkan pada
tahun 1974. Pada waktu itu minum teh dalam botol masih merupakan hal yang
baru. Budaya minum teh tanpa cangkir atau gelas belum muncul ketika itu, dan
merupakan tugas berat untuk membudidayakan kebiasaan tersebut. Dengan
mengawali serbuannya diwarung kaki lima. Sosro ingin merebut konsumen yang
4
kehausan. Cara itu terbukti sukses. Pada akhirnya Sosro tak Cuma berhasil
membudidayakan minum teh dalam botol, tapi juga menguasai pasar. Tentu saja
sukses Sosro segera memancing pengusaha lain masuk kebisnis teh botol. Saat ini
tidak kurang dari 30 merek teh botol beredar dipasar.
Pada masa-masa awal peluncurannya, Teh Botol Sosro tidak banyak dilirik
oleh konsumen, tapi kemudian perlahan tapi pasti produk Teh Botol Sosro mulai
mendapatkan tempat di hati konsumen Indonesia. Terlebih ketika slogan “Apapun
makannya, minumnya Teh Botol Sosro” dimunculkan. Slogan ini tidak saja
mengguncang sesama produk teh namun juga produk minuman secara
keseluruhan. Keunikan dapat dilihat dari metode pemasaran Teh Botol Sosro
adalah pada kekakuan dari produk itu sendiri. Semenjak diluncurkan pada tahun
1974, produk Teh Botol Sosro baik rasa, kemasan, logo maupun penampilan tidak
mengalami perubahan sama sekali, bahkan ketika perusahaan multinational Pepsi
dan Coca-cola masuk melalui produk teh Tekita dan Frestea, Sosro tetap tidak
bergeming.
Bertahannya produk minuman kemasan “Teh Botol Sosro" hingga saat ini,
menunjukkan bahwa produk tersebut mempunyai keunikan tersendiri sehingga
tetap diminati konsumen.
Konsumen Teh Botol Sosro tetap memutuskan membeli Teh Botol Sosro,
yang terutama berasal dari dalam diri konsumen itu sendiri ditengah banyaknya
tawaran produk-produk baru dengan aneka rasa dan kemasan yang unik-unik.
Faktor-faktor perilaku konsumen tersebut diantaranya dapat diuraikan pada faktor
5
psikologis, meliputi: motivasi, persepsi, pembelajaran dan sikap konsumen dalam
melakukan pengambilan keputusan pembelian.
Sejak tahun 1990-an Teh Botol Sosro juga dikemas dalam kotak 200 ml dan
250 ml.
Dari latar belakang yang dikemukakan maka penelitian ini mencoba untuk
meneliti hal tersebut yaitu dengan mengambil topik yang berkaitan dengan
“PENGARUH KEMASAN PRODUK TERHADAP PEMBELIAN ULANG
PRODUK TEH SOSRO DI KOTA KENDARI” .
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan
pokok dalam penelitian ini adalah apakah kemasan produk berpengaruh terhadap
pembelian ulang.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: untuk
mengetahui pengaruh kemasan produk terhadap pembelian ulang produk Teh
Sosro di Kota Kendari.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti dapat memberikan tambahan wawasan dan lebih mengerti tentang
pengaruh kemasan produk terhadap pembelian ulang produk.
2. Bagi perusahaan dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk mengambil
keputusan dalam melakukan desain kemasan.
6
3. Bagi pembaca sangat berguna sebagai bahan informasi yang diperoleh dari
penelitian ini dapat dijadikan bahan literatur atau referensi untuk penelitian
selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Kendari dan dibatasi pada pengaruh
kemasan produk terhadap pembelian ulang, untuk menguji ada-tidaknya pengaruh
signifikan diantara kedua variabel tersebut. Dalam hal ini yang mencakup
indikator kemasan produk menurut Shimp (2000:308), yaitu terdiri dari : 1.
Warna, 2. Desain, 3. Bentuk, 4. Ukuran, 5. Material fisik, 6. Informasi dalam
label. Sedangkan variabel pembelian ulang berdasarkan penelitian Waldi &
Santosa (2001) meliputi : 1. Keinginan untuk menggunakan produk, 2. Rencana
menggunakan produk di masa yang akan datang, 3. Kebutuhan untuk
menggunakan produk.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan kemasan telah dilakukan oleh Hanna
Sormin (2008) dengan judul Pengaruh Kemasan Sunsilk Terhadap Minat
Pembelian Ulang Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist
Indonesia.
Hasil analisis data dengan analisis regresi linier berganda menunjukkan
bahwa variabel warna, desain, bentuk, ukuran, material fisik, informasi dalam
label secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat
pembelian ulang pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist
Indonesia dengan Fhitung diperoleh 6,867 lebih besar dari nilai Ftabel (2,68).
Penelitian mengenai kemasan juga dilakukan oleh Mandasari (2004) dengan
judul “Pengaruh Kemasan Cup Produk Susu KPBS terhadap Proses Keputusan
Pembelian di Wilayah Pangalengan (Studi Kasus Pada Konsumen Produk Susu
KPBS Kemasan Cup di Wilayah Pangalengan)”. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kemasan cup produk susu KPBS
melalui dengan proses keputusan pembelian di wilayah pangalengan.
8
Penelitian yang juga berkaitan dengan kemasan telah dilakukan oleh Manaf
(2005) dengan judul “Pengaruh Kemasan terhadap Proses Keputusan Pembelian
Konsumen Extra Joss pada PT.Bintang Toedjoe (Studi Kasus Pada Mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung, Angkatan 2001-
2004)”. Berdasarkan hasil penelitian ini variabel kemasan yang diukur
berdasarkan ukuran, label, bentuk, bahan, warna, gambar, dan merek dagang
berpengaruh positif dan signifikan terhadap proses keputusan pembelian
konsumen extra joss pada PT.Bintang Toedjoe dengan koefisien determinasi
sebesar22,56%.
9
Tabel 2.1 Maping penelitian penelitian terdahulu
No Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Hanna Sormin
(2008)Pengaruh Kemasan Sunsilk Terhadap Minat Pembelian Ulang Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia.
Hasil analisis data dengan analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel warna, desain, bentuk, ukuran, material fisik, informasi dalam label secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat pembelian ulang pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia dengan Fhitung
diperoleh 6,867 lebih besar dari nilai Ftabel (2,68).
Adapun persamaan dengan penelitian ini yaitu terdapat pada variabel kemasan, dimana indikator yang digunakan memiliki kesamaan.
Perbedaan dengan penelitian ini yaitu terletak pada obyek penelitian serta lokasi penelitian
10
2. Manaf (2005) Pengaruh Kemasan terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen Extra Joss pada PT.Bintang Toedjoe (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung, Angkatan 2001-2004)
variabel kemasan yang diukur berdasarkan ukuran, label, bentuk, bahan, warna, gambar, dan merek dagang berpengaruh positif dan signifikan terhadap proses keputusan pembelian konsumen extra joss pada PT.Bintang Toedjoe dengan koefisien determinasi sebesar 22,56%.
Keduanya sama-sama meneliti tentang kemasan produk. Dan terdapat kesamaan beberapa indikator kemasan yang digunakan.
Manaf melakukan penelitian tentang pengaruh kemasan terhadap proses keputusan pembelian, sedangkan peneliti melakukan penelitian tentang pengaruh kemasan terhadap pembelian ulang. Perbedaan juga terletak pada obyek penelitian.
3. Mandasari (2004) Pengaruh Kemasan Cup Produk Susu KPBS terhadap Proses Keputusan Pembelian di Wilayah Pangalengan (Studi Kasus Pada Konsumen Produk Susu KPBS Kemasan Cup di Wilayah Pangalengan)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kemasan cup produk susu KPBS melalui dengan proses keputusan pembelian di wilayah pangalengan.
Keduanya sama-sama meneliti tentang kemasan produk.
Mandasari melakukan penelitian tentang pengaruh kemasan terhadap proses keputusan pembelian, sedangkan peneliti melakukan penelitian tentang pengaruh kemasan terhadap pembelian ulang. Perbedaan juga terletak pada obyek penelitian.
11
2.2 KEMASAN
2.2.1 Pengertian Kemasan
Menurut Kotler (1995 : 200) pengemasan adalah kegiatan merancang dan
memproduksi wadah atau bungkus sebagai sebuah produk.
Swatha mengartikan (1980 : 139) pembungkusan (packaging) adalah
kegiatan-kegiatan umum dan perencanaan barang yang melibatkan penentuan
desain pembuatan bungkus atau kemasan suatu barang.
Menurut Saladin (1996 : 28) kemasan adalah wadah atau bungkus. Jadi
beberapa pendapat para ahli tersebut dapat di simpulkan kemasan adalah suatu
kegiatan merancang dan memproduksi bungkus suatu barang yang meliputi desain
bungkus dan pembuatan bungkus produk tersebut.
Menurut Saladin (1996 : 25) wadah atau bungkus terdiri dari :
a. Kemasan dasar (primer Package) yaitu bungkus langsung dari suatu produk
b. Kemasan tambahan (Secondary Package) yaitu bahan yang melindungi
kemasan dasar dan di buang bila produk tersebut di gunakan.
c. Kemasan pengiriman (shipping package) yaitu setiap kemasan yang di perlukan
waktu penyimpanan dan pengangkutan.
2.2.2 Fungsi Kemasan
Menurut Winardi (1993 : 203) fungsi kemasan adalah :
a. Untuk melindungi benda perniagan yang bersangkutan terhadap kerusakan-
kerusakan dari saat di produksinya sampai saat benda tersebut di konsomsi
12
b. Untuk memudahkan pengerjaan dan penyimpanan benda-benda perniagaan
tersebut oleh para perantara dan para konsumen, guna menjual produk yang
bersangkutan.
2.2.3 Syarat-Syarat Kemasan
Menurut Winardi (1993 : 204) pertanyaan yang perlu di pertimbangkan
dalam hubungannya dengan pengemasan antaranya adalah :
a. Dari sejumlah besar bahan kemasan yang tersedia bahan manakah yang paling
baik di gunakan untuk menonjolkan wajah produk yang dihasilkan.
b. Warna, desain, bentuk serta ukuran-ukuran kemasan yang harus digunakan.
c. Rancangan sebuah kemasan yang dapat mempermudah penggunaan produk
oleh konsumen.
d. Apakah dapat di rancang sebuah kemasan di lihat dari fungsi sehingga
kemasasn itu dapat dipakai untuk tujuan lain setelah barang yang ada dalam
kemasan itu habis di konsumsi.
e. Pertimbangan perancangan kemasan untuk momen tertentu misalnya untuk
hadiah ulang tahun dan momen tertentu lainnya.
2.2.4 Bahan Kemasan
Bahan yang dipergunakan untuk membuat kemasan akan sangat
berpengaruh terhadap desain dan bentuk kemasan yang akan dibuat sekaligus
berpengaruh terhadap kemasan produk yang dikemas, misalnya: suatu produk
yang berupa cairan tidak akan aman atau dapat dikemas dalam bentuk kertas,
produk-produk yang tidak tahan terhadap sinar ultra violet, tidak akan baik bila
dikemas dalam plastik atau kaca transparan.
13
Menurut Syarief dan Irawati (1988:35) membagi kemasan menjadi beberapa
golongan sebagai berikut:
a. Gelas
Mudah pecah, transparan (sehingga tidak cocok untuk produk yang tidak
tahan pada sinar ultra violet).
b. Metal
Biasanya dibuat dari alumunium. Kemasan dari logam mempunyai kekuatan
yang tinggi sehingga cocok untuk mengemas produk-produk yang membutuhkan
kemasan yang muat, misalnya: untuk mengemas produk yang membutuhkan
tekanan udara yang cukup ini untuk pendorong keluarnya produk tersebut dari
kaleng kemasannya.
c. Kertas
Kemasan dari kertas ini tidak tahan terhadap kelembaban dan air jadi mudah
rusak, jadi kemasan kertas tidak cocok untuk mengemas produk-produk yang
memiliki kadar air tinggi atau dalam keadaan cair.
d. Plastik
Kemasan ini dapat berbentuk film, kantung, wadah dan bentuk lainnya
seperti botol kaleng, stoples dan kotak. Penggunaan plastik sebagai kemasan
semakin luas karena ongkos produksinya relatif murah, mudah dibentuk dan
dimodifikasi.
14
2.2.5 Daya Tarik Kemasan
Daya tarik kemasan sangat penting guna tertangkapnya stimulus oleh
konsumen yang di sampaikan ke produsen sehingga diharapkan konsumen tertarik
pada produk tersebut.
Menurut Wirya (1999:10) daya tarik visual kemasan dapat digolongkan
menjadi dua yaitu: daya tarik visual dan daya tarik praktis.
a. Daya Tarik Visual
Daya tarik visual mengacu pada penampilan kemasan atau lebel suatu
produk mencakup warna, bentuk, merk, ilustrasi, teks, tata letak (Wirya, 1999:28-
30)
1. Warna
Warna adalah suatu mutu cahaya yang dapat dipantulkan dari suatu objek ke
mata manusia. Warna terbagi dalam kategori terang (mudah), sedang, gelap (tua).
Fungsi dari pemilihan warna :
a. Untuk identifikasi produk sehingga berbeda dengan produk pesaing.
b. Untuk menarik perhatian, warna terang atau cerah kan memantulkan cahaya
lebih jauh dibandingkan dengan warna gelap.
c. Untuk menimbulkan pengaruh, misalnya untuk meningkatkan selera konsumen
terhadap produk makanan.
d. Untuk mengembangkan asosiasi tertentu terhadap produknya.
e. Untuk menciptakan suatu citra dalam mengembangkan produknya.
f. Untuk menghiasi produk.
15
g. Untuk memastikan keterbacaan yang maksimum dalam penggunaan warna
kontras.
h. Untuk mendorong tindakan.
i. Untuk proteksi terhadap cahaya yang membahayakan.
j. Untuk mengendalikan temperatur barang didalamnya.
k. Untuk membangkitkan minat dalam mode.
2. Bentuk
Bentuk kemasan disesuaikan dengan produknya pertimbangan yang
digunakan adalah pertimbangan mekanis, kondisi penjualan, perkembangan
penjualan, pemejangan dan cara-cara penggunaan kemasan tersebut.
a. Bentuk yang sederhana lebih disukai daripada yang rumit
b. Bentuk yang teratur memiliki daya tarik lebih
c. Bentuk harus seimbang agar menyenangkan
d. Bentuk bujur sangkar lebih disukai dari pada persegi panjang
e. Bentuk cembung lebih disukai daripada bentuk cekung
f. Bentuk bulat lebih disukai wanita, sedang pria lebih menyukai
bentuk siku
g. Bentuk harus mudah terlihat bila dipandang dari jauh.
3. Merk/logo
Tanda-tanda identifikasi seperti merek dengan logo perusahaan adalah
meningkatkan daya tarik konsumen. Merek atau logo ini di pandang dapat
menaikkan gengsi atau status seorang pembeli.
16
Syarat-syarat logo yang baik adalah :
a. Mengandung keaslian
b. Mudah dibaca atau di ucapkan
c. Mudah di ingat
d. Sederhana dan ringkas
e. Tidak mengandung konotasi yang negatif
f. Tidak sulit digambarkan
4. Ilustrasi
Merupakan alat komunikasi sebuah kemasan bahasa universal yang dapat
menembus rintangan perbedaaan bahasa. Ilustrasi ini termasuk fotografi dan
gambar-gambar untuk menarik konsumen.
5. Topografi
Topografi adalah teks pada kemasan yang berupa pesan-pesan kita untuk
menjelaskan produk yang di tawarkan sekaligus menyerahkan konsumen untuk
bersikap dan bertindak sesuai dengan harapan produsen.
6. Tata letak
Tata letak adalah paduan semua unsur garfis meliputi warna, bentuk, merek
ilustrasi, topografi, menjadi suatu kesatuan baru yang disusun dan di tempatkan
pada halaman kemasan. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pengaturan tata
letak adalah :
a. Keseimbangan
b. Titik pandang dengan menjadikan satu unsur yang paling menarik
c. Perbandingan ukuran yang serasi
17
d. Tata urutan alur keterbatasan yang sesuai
b. Daya Tarik Praktis
Daya tarik praktis ini merupakan efektifitas efesiensi suatu kemasan yang
ditujukan kepada konsumen maupun distributor atau pengecer. Daya tarik
kemasan menurut Wirya (1999 : 15) antara lain :
1) Kemasan yang menjamin dapat melindungi produk
2) Kemasan yang mudah di buka atau di tutup kembali untuk disimpan
3) Kemasan dengan porsi yang sesuai
4) Kemasan yang dapat di gunakan kembali
5) Kemasan yang mudah di bawah, di pegang dan dijinjing.
6) Kemasan yang memudahkan pemakaian dalam menghabiskan dan mengisinya
kembali.
Menurut Shimp (2000:308), suatu kemasan mengkomunikasikan makna
tentang merek melalui beragam simbolik yaitu:
1. Warna
Warna memiliki kemampuan mengkomunikasikan pada para pembeli
tentang suatu produk. Warna berperan dalam mempengaruhi panca indera dan
emosional seseorang.
2. Desain
Desain memberi informasi dan membawa makna pada konsumen tentang
apa yang tersirat dalam kemasan.
18
3. Bentuk
Bentuk yang unik dan memudahkan identifikasi konsumen terhadap suatu
produk yang nantinya akan memperkuat identifikasi merek tersebut.
4. Ukuran
Ukuran ditujukan untuk memuaskan kebutuhan konsumen dari beragam
segmen pasar, untuk mewakili suatu pemanfaatan yang berbeda dan juga untuk
memperoleh ruang pajang di gerai-gerai eceran.
5. Material fisik
Mareial fisik atau bahan dapat membangkitkan emosi konsumen, khususnya
emosi bawah sadar. Berbagai kemasan dikonstruksi dari bahan yang dapat
menimbulkan perasaan tertentu dibenak konsumen.
6. Informasi dalam label
Informasi merujuk pada kata-kata kunci pada kemasan, informasi pada
panel/ permukaan dibagian belakang, bahan-bahan, peringatan, gambar-gambar
serta ilustrasi.
2.2.6 Etika Kemasan
Dalam menentukan kebijakan dalam pengemasan suatu produk produsen
hendaknya memperhatikan etika pemasaran McCharty (1993 :199-202) yaitu
dengan membuat kemasan yang dapat di pertanggung jawabkan secara sosial
misalnya dengan membuat kemasan yang dapat di daur ulang atau kemasan yang
dapat dipakai kembali sehingga tidak merusak lingkungan. Disamping itu
produsen dalam kemasannya harus mencantumkan tanggal kadaluwarsa produk
tersebut agar konsumen tidak di rugikan oleh barang-barang yang tidak ia
19
perlukan dan berbahaya bagi merek dan perlu juga di cantumkan tentang
informasi harga barang tersebut pada konsumen produk tersebut.
Kemasan (packaging): aktivitas atau kegiatan dalam merancang dan
memproduksi wadah atau bungkus suatu produk (Kotler, 2004; Keller, 1998).
Kemasan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menarik perhatian
konsumen, karena hal yang pertama kali dilihat oleh konsumen untuk
mendeskripsikan suatu produk yaitu kemasan. Secara umum kemasan dapat
dihubungkan dengan perilaku konsumen terutama pada penciptaan kualitas yang
menarik (attractive quality) dari sebuah produk, keputusan pembelian (purchase
decision) serta niat membeli (purchase intention)
2.3 Minat Membeli Ulang
Minat beli ulang pada dasarnya adalah perilaku pelanggan dimana
pelanggan merespons positif terhadap kulitas pelayanan suatu perusahaan dan
berniat melakukan kunjungan kembali atau mengkonsumsi kembali produk
perusahaan tersebut (Cronin, dkk. 1992). Niat berkaitan dengan keinginan
terhadap suatu hal yang biasanya diikuti oleh tingkah laku yang mendukung
keinginan tersebut. Menurut Fishbein dan Kotler (www.digilib.petra.ac.id, 2010),
niat adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan atau perilaku atau sesuatu
yang segera mendahului tingkah laku pembelian yang sebenarnya. Peneliti lainnya
juga menyatakan bahwa kepuasan pelanggan akan mempengaruhi intensi perilaku
untuk membeli jasa dari penyedia jasa yang sama (Woodside dkk. 1989).
Sementara itu Fornell (1992) menyatakan bahwa konsumen atau pelanggan yang
20
puas akan melakukan kunjungan ulang pada waktu yang akan datang dan
memberitahukan kepada orang lain atas jasa yang dirasakannya.
Sementara itu minat beli ulang pada dasarnya adalah perilaku pelanggan
dimana pelanggan merespon positif terhadap kulitas pelayanan suatu perusahaan
dan berniat melakukan kunjungan kembali atau mengkonsumsi kembali produk
perusahaan tersebut (Cronin, dkk. 1992). Peneliti lainnya juga menyatakan
bahwa kepuasan pelanggan akan mempengaruhi intensi perilaku untuk membeli
jasa dari penyedia jasa yang sama (Woodside dkk. 1989). Sementara itu Fornell
(1992) menyatakan bahwa konsumen atau pelanggan yang puas akan melakukan
kunjungan ulang pada waktu yang akan datang dan memberitahukan kepada
orang lain atas jasa yang dirasakannya.
Model lain dikemukakan oleh Bentler dan Spencer (dalam Heru 1999) yaitu
adanya perilaku masa lampau yang dapat mempengaruhi minat secara langsung
dan perilaku mengkonsumsi ulang pada waktu yang akan datang. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Howard dan Sheth (dalam Heru 1999) memperlihatkan
adanya variabel tanggapan (response variabel) yaitu keputusan untuk membeli,
dimana konsumen yang puas akan melakukan konsumsi ulang pada waktu yang
akan datang dan memberitahukan orang lain atas kinerja produk atau jasa yang
dirasakannya.
Oliver dkk. (1993) mengatakan bahwa dalam banyak penelitian yang
membahas mengenai kepuasan konsumen atau pelangan terlihat adanya
hubungan yang positif antara kepuasan dan pembelian ulang, dimana apabila
21
konsumen memperoleh kepuasan akan pelayanan dan jasa yang dikonsumsi maka
akan cenderung untuk melakukan konsumsi ulang.
Penelitian sebelumnya dari Howard dan Sheth (1969) pun menyatakan
bahwa jika suatu merek mampu memberikan kepuasan, maka potensi merek
dalam memenuhi alasan keinginan membeli tersebut pasti akan meningkat,
dengan demikian kemungkinan pembeli membeli merek tersebut juga akan
meningkat. Dengan pembelian yang berulangkali terhadap satu atau lebih merek
dan merek tersebut memuaskan maka kemungkinan besar pembeli tersebut akan
menunjukkan satu proses keputusan pembelian yang rutin, yang dalam tahap
tahap pembelian selanjutnya akan terstruktur dengan baik, sehingga mendorong
percepatan proses pengambilan keputusan membeli.
Pembelian yang dilakukan oleh konsumen, menurut Schiffman-Kanuk dalam
Suwandi (2007:3) terdiri dari dua tipe, yaitu pembelian percobaan dan pembelian
ulang. Jika konsumen membeli suatu produk dengan merek tertentu untuk pertama
kalinya, maka disebut pembelian percobaan. Jadi, pembelian percobaan merupakan
tahap penyelidikan dari perilaku pembelian dimana konsumen berusaha mengevaluasi
produk dengan langsung mencoba. Jika suatu produk dibeli dengan percobaan
ternyata memuaskan atau lebih memuaskan dari merek sebelumnya; maka konsumen
berkeinginan untuk membeli ulang, tipe pembelian semacam ini disebut pembelian
ulang.
2.3.1 Variabel Pembelian Ulang
Dimensionalisasi variabel pembelian ulang dalam penelitian ini mengacu
pada penelitian dari Grewal dkk. (1998) dan Waldi & Santosa (2001). Ada tiga
indikator yang digunakan untuk mengukur pembelian ulang ini, yaitu: keinginan
22
untuk menggunakan produk, rencana menggunakan produk di masa yang akan
datang, dan kebutuhan untuk menggunakan produk.
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelian Ulang
Thamrin, (2003) menyatakan bahwa minat beli ulang suatu produk
dipengaruhi langsung oleh kepuasan pelanggan pada merek yang diakumulasikan
melalui waktu.
Anderson et al (1994) menyatakan bahwa apabila pelanggan puas terhadap
produk atau layanan yang diberikan,akan menimbulkan kesetiaan pelanggan
sehingga membuat pelanggan melakukan pembelian ulang (repurchase) di masa
yang akan datang, menurunkan elastisitas harga, menghambat pesaing menarik
pelanggan karena pelanggan enggan berpindah (switching), menurunkan biaya
dan waktu transaksi berikutnya, menurunkan biaya penanganan ketidaksesuaian
produk/jasa, menurunkan biaya pencarian pelanggan baru karena pelanggan akan
cenderung menginformasikan kepada calon pelanggan lainnya, karena
perusahaan memiliki produk dan layanan yang memuaskan, sehingga reputasi
perusahaan turut terangkat.
Menurut Winkel (www.digilib.petra.ac.id, 2010), niat beli seseorang juga
dapat timbul karena adanya perasaan senang yang diperkuat oleh sikap positif.
Hal ini berarti bila seseorang senang dengan suatu produk maka niat beli
konsumen dapat meningkat. Proses timbulnya niat ini dapat dilihat dalam urutan
psikologis sebagai berikut:
Perasaan senang → Sikap positif → Niat
23
Jadi, proses terjadinya niat beli dipahami sebagai proses yang didahului oleh
adanya kesadaran akan kebutuhan, adanya perhatian terhadap suatu produk yang
disertai dengan perasaan tertarik dan adanya perasaan senang atau sikap positif
terhadap suatu produk yang diperoleh melalui proses sensasi dan persepsi.
Dalam konsep pembelian kembali ada dua konsep yang banyak dibahas
yaitu intensitas membeli ulang (repurchase intentions) dan perilaku membeli
ulang yang aktual (actual repurchase behavior) (www.digilib.petra.ac.id)
Perilaku pembelian ulang seringkali dihubungkan dengan loyalitas. Menurut
Tjiptono (2005:386), perbedaannya adalah, loyalitas mencerminkan komitmen
psikologis terhadap merek atau produk tertentu, sedangkan perilaku pembelian
ulang semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara
berulang kali. Pembelian ulang bisa merupakan hasil dominasi pasar oleh suatu
perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif
yang tersedia. Konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki peluang untuk memilih.
Pembelian ulang dapat pula merupakan hasil dari upaya promosi terus-
menerus dalam rangka memikat dan membujuk palanggan untuk membeli
kembali merek yang sama. Bila tidak ada dominasi pasar atau usaha promosi
intensif tersebut, maka pelanggan bersangkutan mungkin beralih merek.
Sebaliknya, pelanggan yang setia pada merek tertentu cenderung “terikat” pada
merek tersebut dan akan membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia
banyak alternatif lainnya. (Hanna Sormin: 2008)
Menurut Schiffman dan Lanuk dalam www.dspace.widyatama.ac.id,
pembelian ulangan biasanya menandakan bahwa produk memenuhi persetujuan
24
konsumen dan bahwa ia bersedia memakainya lagi dan dalam jumlah yang lebih
besar.
2.4 Keputusan Pembelian
Komponen keputusan pembelian menurut Swastha DH dan Irwan
(2003:118) adalah :
1. Keputusan tentang jenis produk
Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk
atau menggunakan uangnya untuk tujuan lain. Dalam hal ini, perusahaan
harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang berminat
membeli sebuah produk serta alternatif lain yang mereka pertimbangkan.
2. Keputusan tentang bentuk produk
Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli bentuk produk
tertentu. Keputusan tersebut menyangkut ukuran, mutu, corak, dan
sebagainya. Dalam hal ini perusahaan harus melakukan risetpemasaran
untuk mengetahui kesukaan konsumen tentang produk bersangakutan, agar
dapat memaksimumkan daya tarik mereknya.
3. Keputusan tentang merek
Konsumen harus mengambil keputusan tentang merek mana yang akan
dibeli. Setiap merek memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal
ini perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah
merek.
25
4. Keputusan tentang penjualannya
Konsumen harus mengambil keputusan dimana produk tersebut akan
dibeli. Dalam hal ini, produsen harus mengetahui bagaiman monsumen
memilih penjual tertentu.
5. Keputusan tentang jumlah produk
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak produk
yang akan dibelinya pada suatu saat. Dalam hal ini perusahaan harus
mempersiapkan banyaknya produk sesuai dengan keinginan yang berbeda-
beda dari para pembeli.
6. Keputusan tentang waktu pembelian
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang kapan ia harus melakukan
pembelian. Oleh karena itu, perusahaan mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan konsumen dalam waktu pembelian. Dengan
demikian, perusahaan dapat mengatur produksi dan kegiatan
pemasarannya.
7. Keputusan tentang cara pembayarannya
Konsumen harus megambil keputusan tentang metode pembayaran produk
yang dibeli, apakah secara tunai atau dengan cicilan. Keputusan tersebut
akan mempengaruhi keputusan tentang penjual dan jumlah pembelian.
Tahap-tahap proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh
konsumen dapat digambarkan seperti dibawah ini :
26
Skema 2.1 Tahap-tahap Proses Keputusan Pembelian
Sumber : Kotler (2002 :204)
Adapun penjelasan skema tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau
kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal
dan eksternal.
2. Pencarian Informasi
Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak. Sumber informasi konsumen dapat
digolongkan ke dalam empat kelompok :
a. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, dan kenalan.
b. Sumber komersial : iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di
toko.
c. Sumber publik : organisasi penentu peringkat konsumen.
d. Sumber pengalaman : penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk.
3. Evaluasi Alternatif
Beberapa konsep dasar akan membentuk dalam memahami proses evaluasi
konsumen. Pertama, konsumen berusaha untuk memenuhi suatu
kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk.
Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai
Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pasca Pembelian
27
sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam
memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu.
4. Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian untuk memodifikasi, menunda atau menghindari
suatu keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang dirasakan.
Besarnya resiko yang dirasakan berbeda-beda menurut besarnya uang
yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut dan besarnya
kepercayaan diri konsumen. Dalam melaksanakan niat pembelian,
konsumen dapat membuat lima sub keputusan pembelian : keputusan
merek, keputusan pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu, dan
keputusan metode pembayaran.
5. Perilaku Pasca Pembelian
Setelah melakukan pembelian, konsumen akan mengalami level kepuasan
atau ketidakpuasan tertentu. Tugas pemasar tidak berakhir saat produk
dibeli, melainkan berlanjut hingga periode pasca pembelian. Pemasar
harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian,
dan pemakaian produk pasca pembelian.
a. Kepuasan pasca pembelian
Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan
pembeli atau suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas
produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan,
pelanggan akan kecewa. Jika ternyata sesuai harapan, pelanggan akan
puas. Jika melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.
28
b. Tindakan pasca pembelian
Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan
mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan
menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali
produk tersebut. Para peanggan yang tidak puas, akan bereaksi
sebaliknya.
c. Pemakaian dan pembuangan pasca pembelian
Pemasar juga harus memantau bagaimana pembeli memakai dan
membuang produk. Jika konsumen menyimpan produk tersebut
kedalam lemari, produk tersebut mungkin tidak begitu memuaskan dan
kabar dari mulut tidak akan gencar. Jika konsumen menjual atau
mempertukarkan produk tersebut, penjualan produk baru akan
menurun. Jika konsumen membuang produk, pemasar harus
mengetahui bagaimana mereka membuangnya, terutama jika produk
tersebut dapat merusak lingkungan.
2.5 Kerangka Pikir
Kerangka pemikiran yang dibangun dalam penelitian ini adalah pembelian
ulang produk Teh Sosro yang dilakukan konsumen pada suatu produk yang
dipengaruhi oleh kemasan produk yang ditawarkan produsen dan akan
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keputusan konsumen dalam
pembelian ulang produk tersebut. Sehingga pada akhirnya kemasan merupakan
salah satu keputusan atau pertimbangan orang dalam memilih dan membeli ulang
produk tersebut.
29
Variabel terikat adalah Pembelian Ulang (Y) dan variabel bebasnya yaitu
variabel Kemasan Produk (X). Alat analisis yang digunakan adalah uji regresi
sederhana dengan uji t untuk mengetahui pengaruh secara parsial variabel bebas
terhadap variabel terikat.
Sedangkan untuk mendapatkan suatu keyakinan tentang sejauh mana alat
ukur yang digunakan sesuai dengan apa yang diukur, maka perlu dilakukan uji
kesahihan butir pertanyaan dengan uji validitas serta uji reabilitas untuk
mengetahui sampai sejauh mana hasil dari pengukuran tersebut diandalkan
kemantapan, ketepatan dan homoginitasnya.
30
Skema 2.2
Kerangka Pikir Penelitian
Kesimpulan
Regresi Sederhana
Pembelian Ulang (Y) :
1. Keinginan untuk
menggunakan produk.
2. Rencana menggunakan
produk di masa yang
akan datang.
3. Kebutuhan untuk
menggunakan produk.
Waldi & Santosa (2001)
Kemasan (X) :
1. Warna
2. Desain
3. Bentuk
4. Ukuran
5. Material fisik
6. Informasi dalam label
Shimp (2000:308)
KonsumenTeh Sosro
31
2.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut diatas hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah kemasan produk berpengaruh signifikan terhadap
pembelian ulang produk Teh Sosro di Kota Kendari.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Obyek Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kota Kendari.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau sesuatu
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh
penelitian untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya
(Sugiono.1999.57). Sedangkan menurut Arikunto populasi adalah keseluruhan
dari obyek penelitian atau sasaran penelitian.
Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah masyarakat Kota
Kendari dengan karakteristik pendidikan minimal SMA, telah mencapai umur 17
tahun ke atas, serta pernah menggunakan produk Teh Sosro.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiono.2001).
Karena penelitian ini jumlah populasi tidak diketahui secara pasti (invinite),
maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti.
Karena dalam penelitian ini memiliki lima indikator maka jumlah anggota sampel
= 10 x 5 = 50. Oleh karena itu jumlah sampel dalam penelitian ini ditetapkan 50
orang. (Roscoe dalam Sugiyono,2001)
33
Tehnik sampling yang digunakan adalah Accidental sampling karena
keterbatasan waktu, biaya dan tenaga. Tehnik Accidental sampling yaitu tehnik
penentuan sampel calon responden berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang
secara kebetulan bertemu dengan peneliti, dapat dijadikan sebagai sampel.
(Sugiyono, 2006:96)
Adapun kriteria responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Pendidikan minimal SMA dengan alasan memahami apa yang dimaksud dalam
pertanyaan yang diajukan.
b. Telah mencapai umur ≥ 17 tahun dengan asumsi mereka sudah dapat
menentukan keputusan yang akan diambilnya.
c. Pernah menggunakan produk Teh Sosro
3.3 Jenis Dan Sumber Data
1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Dalam penelitian
ini, data primer diperoleh dari jawaban responden yang disebar melalui kuesioner
mengenai persepsi terhadap kemasan dalam melakukan pembelian ulang produk
Teh Sosro.
2. Data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber literatur-literatur yang ada
hubungannya dengan penelitian ini, yang berupa media cetak dan media online.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Adapun metode yang digunakan dalam melakukan pengumpulan data yaitu :
1. Kuesioner, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan lembaran pertanyaan
sesuai kebutuhan penelitian.
34
2. Wawancara, yaitu dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan atau tanya
jawab kepada responden pengguna produk Teh Sosro.
3. Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang telah didokumentasikan oleh
berbagai sumber yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.5 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistika
inferensial dengan regresi linear sederhana, dengan rumus regresi populasi
(Supranto J., 1986:244) sebagai berikut :
Y = a + bX + e
Di mana :
Y = Pembelian ulang
b = Koefisien regresi
a = Constanta
X = Kemasan produk
e = Kesalahan penganggu
Hasil perhitungan regresi selanjutnya di uji dengan menggunakan uji t pada
tingkat keyakinan 0,95 atau taraf nyata α = 0,05 derajat kebebasan n – 2. Kriteria
pengujian ditetapkan sebagai berikut :
Jika t hitung > t tabel maka hipotesis pertama diterima
Jika t hitung < t tabel maka hipotesis pertama ditolak
35
3.6 Uji validitas Dan Uji Reabilitas
3.6.1 Uji Validitas
Pengujian validitas item-item pertanyaan dalam kuesioner bertujuan
mengetahui apakah item-item tersebut benar-benar mengukur konsep-konsep yang
dimaksudkan dalam penelitian ini dengan tepat. Butir-butir pengukuran yang
digunakan dalam penelitian ini dari kuesioner yang digunakan dalam penelitian
ini dan dipadukan dengan penjabaran atas definisi teoritis dari variabel yang
digunakan dalam penlitian ini. Hal ini memberikan dukungan bahwa butir-butir
pengukuran yang dijadikan indikator konstruk terbukti memiliki validitas isi
(content validity) yaitu butir-butir pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang
mencukupi dan representative yang telah sesuai dengan konsep teoritis (Cooper
dan Schindler, 2006: 318).
Dalam penelitian ini, variabel laten (konseptual) yang akan di ukur adalah
kemasan dan pembelian ulang produk. Uji validitas dalam penelitian ini
digunakan taraf kepercayaan (significance level) sebesar α = 0,05. Uji validitas
digunakan model analisis korelasi product moment person. Sedangkan untuk
menghasilkan indeks atau angka koefisien validitas akan digunakan program
SPSS versi 13,0. Suatu instrumen dikatakan valid jika telah memenuhi syarat
minimal atau sebesar 0,3 (Solimun. 2002:26).
3.6.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah instrumen memiliki indeks
kepercayaan yang baik jika diujikan berulang. Dalam penelitian ini uji reabilitas
sehubungan dengan pertanyaan apakah alat ukur (instrumen) yang digunakan
36
dalam mengukur kemasan dan pembelian ulang dapat digunakan oleh peneliti lain
secara berulang-ulang dengan hasil pengukuran yang sama. Uji realibilitas
instrumen dalam penelitian ini digunakan taraf kepercayaan (significance level)
sebasar α = 0,05. Uji reabilitas instrumen menggunakan model analisis korelasi
product moment person. Sedangkan untuk menghasilkan indeks atau angka
koefisien validitas akan digunakan program SPSS 13,0. Suatu instrumen
dikatakan reliabel, jika telah memenuhi syarat alpha minimal 0,6 (Malhotra.
1999:282).
3.7 Definisi Oprasioanal Variabel
a) Variabel Kemasan (X), adalah suatu kegiatan merancang dan
memproduksi bungkus suatu barang yang meliputi desain bungkus dan pembuatan
bungkus produk tersebut.
Dimana dalam penelitian ini, diukur dengan menggunakan skala likert
melalui indikator menurut Shimp (2000:308) :
1. Warna
Warna memiliki kemampuan mengkomunikasikan pada para pembeli
tentang suatu produk. Warna berperan dalam mempengaruhi panca indera dan
emosional seseorang.
2. Desain
Desain memberi informasi dan membawa makna pada konsumen tentang
apa yang tersirat dalam kemasan.
37
3. Bentuk
Bentuk yang unik dan memudahkan identifikasi konsumen terhadap suatu
produk yang nantinya akan memperkuat identifikasi merek tersebut.
4. Ukuran
Ukuran ditujukan untuk memuaskan kebutuhan konsumen dari beragam
segmen pasar, untuk mewakili suatu pemanfaatan yang berbeda dan juga untuk
memperoleh ruang pajang di gerai-gerai eceran.
5. Material fisik
Mareial fisik atau bahan dapat membangkitkan emosi konsumen, khususnya
emoi bawah sadar. Berbagai kemasan dikonstruksi dari bahan yang dapat
menimbulkan perasaan tertentu dibenak konsumen.
6. Informasi dalam label
Informasi merujuk pada kata-kata kunci pada kemasan, informasi pada
panel/ permukaan dibagian belakang, bahan-bahan, peringatan, gambar-gambar
serta ilustrasi.
b) Variabel Pembelian Ulang (Y)
Dalam penelitian ini, diukur dengan menggunakan skala likert melalui
indikator menurut Waldi & Santosa (2001) : 1. keinginan untuk menggunakan
produk, 2. rencana menggunakan produk di masa yang akan datang, dan 3.
kebutuhan untuk menggunakan produk.