28
EPIDEMIOLOGI • BPH adalah tumor jinak yang paling umum pada pria. • Angka kejadian berhubungan dengan usia – usia 41-50 tahun angka kejadian 20% – usia 51-60 tahun 50% – usia lebih dari 80 tahun 90%

BPH

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BPH

EPIDEMIOLOGI

• BPH adalah tumor jinak yang paling umum pada pria.

• Angka kejadian berhubungan dengan usia– usia 41-50 tahun angka kejadian 20%– usia 51-60 tahun 50%– usia lebih dari 80 tahun 90%

Page 2: BPH

ETIOLOGI• Belum diketahui dengan pasti, diduga

pengaruh keturunan dan kontrol hormonal.• Adanya korelasi positif antara level

testosteron bebas dan estrogen dengan ukuran BPH.

• penelitian mengungkapkan hubungan penuaan dengan BPH yaitu:

Page 3: BPH

PATOLOGI• BPH berkembang pada zona transisi, terjadi

peningkatan jumlah sel.• Terdiri dari bermacam jenis sel stroma dan

epitelium• Berbagai macam tampilan dan komponen

histologis pada BPH dapat menunjukkan potensial respon terapi.– Terapi alfa blocker: untuk BPH dengan komponen

otot polos signifikan– Terapi penghambat 5-alfa-reduktase untuk BPH

dengan komponen sel epitelium

Page 4: BPH

Gambaran keseluruhan prostat pada bagian tengah uretra pars prostatika. Tampak

verumontanum (v) dan area kanker prostat (CAP) pada zona perifel dan area BPH pada

zona transisi.

Page 5: BPH

PATOFISIOLOGI

Page 6: BPH

Gejala BPH

• Dibagi menjadi 2:1. Gejala obstruksi

Hesitansi Berkurangnya tenaga dan pancaran urin Perasaan belum tuntas Mengejan sebelum berkemih Kencing masi menetes

2. Gejala iritatif Urgensi Frekuensi nokturia

Page 7: BPH

Skor Simptom American Urology Association / IPSS

• Ringan: 0-7• Sedang: 8-19• Berat: 20-35

• Ringan: 0-7• Sedang: 8-19• Berat: 20-35

Page 8: BPH

Tanda BPH• Dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan

rektal, dan pemeriksaan neurologis• Menentukan ukuran dan konsistensi prostat• Pemeriksaan rektal penting. Untuk

menentukan pembesaran, konsistensi, dan menentukan ada tidaknya nodul sebagai kemungkinan keganasan.

• Pemeriksaan neurologis: status mental pasien secara umum, tonus sfingter ani, dan refleks bulbokavernosus

• Dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan rektal, dan pemeriksaan neurologis

• Menentukan ukuran dan konsistensi prostat• Pemeriksaan rektal penting. Untuk

menentukan pembesaran, konsistensi, dan menentukan ada tidaknya nodul sebagai kemungkinan keganasan.

• Pemeriksaan neurologis: status mental pasien secara umum, tonus sfingter ani, dan refleks bulbokavernosus

Page 9: BPH

Laboratoris

• Urinalisis mengeksklusi adanya infeksi atau hematuria

• Kreatinin serum mengukur fungsi renal• Prostat Spesifik Antigen serum untuk

mendeteksi adanya keganasan.

• Urinalisis mengeksklusi adanya infeksi atau hematuria

• Kreatinin serum mengukur fungsi renal• Prostat Spesifik Antigen serum untuk

mendeteksi adanya keganasan.

Page 10: BPH

Diagnosis Banding• Kondisi yang menyerupai gejala obstruksi

saluran kencing bawah:– Striktur uretra– Kontraktur leher kandung kemih– Batu kandung kemih– Kanker prostat

• Kondisi yang menyerupai gejala iritatif saluran kencing bawah:– Infeksi saluran kemih– Kelainan neurologis pada kandung kemih

Page 11: BPH

PENATALAKSANAAN

• Pasien harus mendapatkan informasi mengenai berbagai pilihan terapi pada BPH

• Rekomendasi disesuaikan dengan hasil skor simptom pasien.

Page 12: BPH

A. Watchful Waiting (Penundaan terapi dengan kewaspadaan)

• Terutama disarankan pada pasien dengan skor simptom ringan 0-7. Dapat juga dilakukan pada pasien dengan gejala menengah-berat, jika mereka memilih pilihan tersebut.

• Suatu penelitian membandingkan finasterida dengan plasebo pada laki-laki dengan keluhan menengah sampai berat dari gejala BPH dan pembesaran prostat melalui pemeriksaan rektal. – Pasien dengan plasebo pada penelitian memiliki

resiko sebesar 7% berkembangnya retensi urin dalam 4 tahun.

• Terutama disarankan pada pasien dengan skor simptom ringan 0-7. Dapat juga dilakukan pada pasien dengan gejala menengah-berat, jika mereka memilih pilihan tersebut.

• Suatu penelitian membandingkan finasterida dengan plasebo pada laki-laki dengan keluhan menengah sampai berat dari gejala BPH dan pembesaran prostat melalui pemeriksaan rektal. – Pasien dengan plasebo pada penelitian memiliki

resiko sebesar 7% berkembangnya retensi urin dalam 4 tahun.

Page 13: BPH

B. Terapi Medis

1. Alfa Blocker2. Penghambat 5-alfa-reduktase3. Terapi kombinasi4. Fitoterapi

Page 14: BPH

1. Alfa blocker• Blokade alfa memperlihatkan perbaikan derajat gejala

objektif and subjektif pada tanda dan gejala BPH pada beberapa pasien.

• Obat-obatan alfa blocker memiliki keamanan dan efikasi yang baik.

• Penghambat alfa diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan juga waktu paruh masing-masing.

• alfa-1, kerja singkat : Prazosin: 2 mg 2 x sehari• alfa-1, kerja panjang Terazosin 5 atau 10 mg perhariDoxazosin 4 atau 8 mg perhari

• Blokade alfa memperlihatkan perbaikan derajat gejala objektif and subjektif pada tanda dan gejala BPH pada beberapa pasien.

• Obat-obatan alfa blocker memiliki keamanan dan efikasi yang baik.

• Penghambat alfa diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan juga waktu paruh masing-masing.

• alfa-1, kerja singkat : Prazosin: 2 mg 2 x sehari• alfa-1, kerja panjang Terazosin 5 atau 10 mg perhariDoxazosin 4 atau 8 mg perhari

Page 15: BPH

2. Inhibitor 5-alfa-reduktase

• menghambat perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron.

• mempengaruhi komponen epitel dari prostat: berkurangnya ukuran kelenjar dan perbaikan gejala.

• Dibutuhkan waktu 6 bulan untuk melihat efek maksimal pada ukuran prostat (berkurangnya ukuran sebesar 20%) dan perbaikan gejala simtomatis.

• menghambat perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron.

• mempengaruhi komponen epitel dari prostat: berkurangnya ukuran kelenjar dan perbaikan gejala.

• Dibutuhkan waktu 6 bulan untuk melihat efek maksimal pada ukuran prostat (berkurangnya ukuran sebesar 20%) dan perbaikan gejala simtomatis.

Page 16: BPH

3. Terapi kombinasi

• Penelitian Mc Connell tahun 2003 membandingkan efek plasebo, obat-obatan tunggal, dan kombinasi.– hasilnya: berkurangnya resiko perkembangan

penyakit dengan terapi kombinasi sebesar 66%, dibandingkan penggunaan tunggal alfa-blocker (39%) dan inhibitor 5-alfa-reduktase (34%).

• Penelitian Mc Connell tahun 2003 membandingkan efek plasebo, obat-obatan tunggal, dan kombinasi.– hasilnya: berkurangnya resiko perkembangan

penyakit dengan terapi kombinasi sebesar 66%, dibandingkan penggunaan tunggal alfa-blocker (39%) dan inhibitor 5-alfa-reduktase (34%).

Page 17: BPH

4. Fitoterapi• Penggunaan tanaman atau ekstrak tanaman

untuk tujuan pengobatan.

• Penggunaan fitoterapi memperlihatkan keuntungan dibandingkan plasebo dalam perbaikan pancaran urin.

• Beberapa ekstrak tanaman yang telah digunakan: Serenoa repens, kulit dari Pygeum africanum, akar dari Echinacea purpurea dan Hypoxis rooperi, ekstrak serbuk sari, dan daun dari trembling poplar.

Page 18: BPH

C. Terapi Pembedahan Konvensional

1. Reseksi Prostat Transuretra (TURP)2. Insisi Prostat Transuretral3. Prostatektomi Sederhana Terbuka

Page 19: BPH

1. Reseksi Prostat Transuretra (TURP)

• 95% prosedur pembedahan pada BPH.• Resiko dari TURP: ejakulasi retrograd (75%),

impotensi (5-10%) dan inkontinensia urin (<1%)• Komplikasi dari TURP meliputi perdarahan,

striktur uretra atau kontraktur leher kandung kemih, perforasi kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan jika parah, Trans uretra reseksi sindrom meliputi mual, muntah, kebingungan, hipertensi, bradikardia, dan gangguan penglihatan.

Page 20: BPH

2. Insisi Prostat Transuretral• Pria dengan gejala menengah-berat dan prostat

dengan ukuran kecil sering mengalami hiperplasia posterior komisura.

• Dilakukan insisi menggunakan pisau Collins pada posisi jam 5 dan jam 7, dimulai pada distal orifisium uretra dan diperluas keluar menuju verumontanum kemudian insisi diperdalam hingga kapsula prostat.

• Keuntungan: waktu lebih singkat, angka morbiditas lebih kecil dibandingkan TURP

• Pria dengan gejala menengah-berat dan prostat dengan ukuran kecil sering mengalami hiperplasia posterior komisura.

• Dilakukan insisi menggunakan pisau Collins pada posisi jam 5 dan jam 7, dimulai pada distal orifisium uretra dan diperluas keluar menuju verumontanum kemudian insisi diperdalam hingga kapsula prostat.

• Keuntungan: waktu lebih singkat, angka morbiditas lebih kecil dibandingkan TURP

Page 21: BPH

3. Prostatektomi Sederhana Terbuka

• Indikasi: – ukuran prostat terlalu besar ( >100 gram) untuk

pembedahan endoskopik. – jika bersamaan adanya divertikel VU atau batu

ginjal.

• Indikasi: – ukuran prostat terlalu besar ( >100 gram) untuk

pembedahan endoskopik. – jika bersamaan adanya divertikel VU atau batu

ginjal.

Page 22: BPH

D. Terapi Invasif Minimal

1. Terapi Laser2. Elektrovaporasi Prostat Transuretra3. Hipertermia4. Ablasi Jarum Prostat Transuretral5. Ultrasonografi Terfokus dengan Intensitas

Tinggi6. Pemasangan Stent Intrauretral

1. Terapi Laser2. Elektrovaporasi Prostat Transuretra3. Hipertermia4. Ablasi Jarum Prostat Transuretral5. Ultrasonografi Terfokus dengan Intensitas

Tinggi6. Pemasangan Stent Intrauretral

Page 23: BPH

1. Terapi laser• Dapat menggunakan berbagai macam teknik.• Keuntungan

(1) kehilangan darah minimal(2) jarang terjadi transuretra reseksi sindrom(3) dapat mengobati pasien dengan terapi antikoagulasi(4) dapat dilakukan sebagai prosedur rawat jalan.

• Kekurangan(1) tidak adanya jaringan yang didapat untuk pemeriksaan

patologi(2) waktu pemasangan kateter yang lebih panjang post

operasi(3) keluhan berkemih iritatif yang lebih sering(4) tingginya biaya untuk serat laser dan pembangkit listrik.

Page 24: BPH

2. Elektrovaporasi Prostat Transuretra

• Menggunakan resektoskopi standar, dengan variasi roller ball yang memiliki alur.

• Penggunaan densitas tinggi yang mengakibatkan penguapan panas dari jaringan, sehingga terbentuk rongga atau kavitas.

Page 25: BPH

3. Hipertermia

• Menggunakan gelombang mikro suhu tinggi melalui kateter transuretra.

• Didapatkan perbaikan skor simptom dan aliran urin, tetapi belum ada penelitian menentukan daya tahan dan efektivitas biayanya.

Page 26: BPH

4. Ablasi Jarum Prostat Transuretral

• Ablasi jarum transuretra menggunakan kateter uretra yang didisain khusus yang dimasukkan ke dalam uretra.

• Jarum dengan frekuensi radio intersisial kemudian ditembakkan dari ujung kateter, menusuk mukosa uretra prostatika.

• Akan terjadi panas jaringan, sehingga berakibat nekrosis koagulatif.

Page 27: BPH

5. Ultrasonografi Terfokus dengan Intensitas Tinggi

• Bentuk lain dari penggunaan ablasi jaringan menggunakan suhu.

• Alat ultrasonografi diletakkan pada rektum, memberikan gambaran prostat secara transrektal, dan memberikan energi intensitas tinggi dalam waktu singkat yang memanaskan jaringan sehingga timbul nekrosis koagulasi.

Page 28: BPH

6. Pemasangan Stent Intrauretral

• Stent intrauretral adalah alat yang diletakkan menggunakan endoskopik pada fossa prostatika dan didesain untuk menjaga patensi uretra prostatika.

• Digunakan pada pasien dengan harapan hidup yang terbatas, yang tidak dapat menjalani pembedahan.

• Penerapan teknik ini masih terbatas.