167
LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2 15 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

Buku Laporan SLHD 2015

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 1/167

LAPORAN

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PROVINSI SULAWESI BARAT

TAHUN 2 15

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

Page 2: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 2/167

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH SLHD) 2015

@2015 Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat

Diterbitkan Oleh :

Bidang Penaatan dan Komunikasi Lingkungan

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi BaratKomp. Perkantoran Gubernur Sulawesi Barat Wings 6 Lt. 2,

Jl. Abd. Malik Pattana Endeng, Rangas-Mamuju, Sulbar

Telp./Fax : 0426 – 2325098

Website : http://blh.sulbarprov.go.id; email : [email protected]

Pelindung :

Gubernur Sulawesi Barat

Pengarah :

Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Barat

Penanggung Jawab :

dr. Hj. Fatimah, MM (Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat)

Ketua Pelaksana :

Irvan, ST, MM (Kabid. Penaatan dan Komunikasi Lingkungan BLH Prov. Sulbar)

Tim Penyusun :

1.  Yohanis, ST, MM (Kasubid. Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat)

2. Desiana Malino, S.Si

3. Fransiscus Pakiding, SE

Tim Sekretariat :

1. Syahrun, SH

2. Hariani, A.Md.Kom

3. Elmi, ST

4. Firman Mathias Pinantik, SE

5. Nurhana

6. Mulyanti

Page 3: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 3/167

Tim Pengumpul Data :

1. Nicolas Torano, SH, M.Sc (Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi 

Sulawesi Barat)

2. Jamaluddin Tahir, ST (Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Barat)

3. Maman Suparman (Badan Kesbangpol dan Linmas Provinsi Sulawesi Barat)

4. Kalsum Basri, ST (UPTD Balai Sungai KKM, Dinas PU Provinsi Sulawesi Barat)5. Halijah Syam, SH (Dinas PU Provinsi Sulawesi Barat)

6. Menzy Ganofa, S.ST (Kanwil Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat)

7. Syarifuddin Said, SE (Dinas Koperindag Provinsi Sulawesi Barat)

8. Robertus Paliling, ST (Bappeda Provinsi Sulawesi Barat)

9. Andi Rudi H. (Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat)

10. Adi Rudi (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Barat)

11. Syamsyucri, A.Md.Kl (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat)

12. Sulaiman, S.TP (Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat)

13. Amri Sulo, S.Sos, M.Si (Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Barat)

14. Raodah, SH, MH (Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat)

15. Rahyati Rauf, SP (Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Barat)16. Timotius Tangnga, A.Md.Pi (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat)

17. Ardi Anugerah Said (Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Barat)

Editor :

Fransiscus Pakiding, SE

Design/Layout :

Fransiscus Pakiding, SE

Page 4: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 4/167

Peta dministratif Provinsi Sulawesi Barat

Page 5: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 5/167

Pengantar an aftar Isi

D

I

Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena

dengan perkenaan-Nya sehingga Laporan Status

Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2015 ini dapat tersusun dan terselesaikan. Didalam

penyusunan buku SLHD ini terdiri dari dua buku yaitu Buku I

merupakan Laporan dan Buku II berisi tentang data-data.

Adapun ruang lingkup yang disajikan dalam Laporan SLHD

ini meliputi; kualitas lingkungan hidup berdasarkan media

air, udara, lahan, kualitas dan kuantitas sumber daya alam termasuk

keanekaragaman hayati dan kualitas penduduk serta sosial ekonomi.

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) ini pada dasarnya disusun

dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlidungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup khusunya pada pasal 62 yang mengatakan bahwa

Pemerintah dan Pemerintah Daerah Wajib mengembangkan Sistem Informasi Daerah

yang sekurang-kurangnya memuat tentang Status Lingkungan Hidup, Peta Kerusakan

Lingkungan dan Informasi Lingkungan Hidup Lainnya.

Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI telah menyusun

sebuah panduan secara sistematika dalam buku Pedoman Umum Penyusunan Status

Lingkungan Hidup Daerah yang menjadi bahan acuan bagi setiap Provinsi dan

Kabupaten Kota dalam menyusun Status Lingkungan Hidup Daerah dengan model

PSR (Pressure-State-Response).

Buku Laporan SLHD ini memberikan informasi untuk memenuhi kewajiban

menyediakan dan menerbitkan informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik,

sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dengan informasi lingkungan hidup yang 

baik dan benar serta terus-menerus akan menjadikan pembangunan yang 

berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Dengan kehadiran buku laporan SLHD ini

 juga diharapkan dapat membangkitkan semangat untuk peduli lingkungan hidup.

Page 6: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 6/167

Pengantar an aftar Isi

D

II

Demikian laporan ini disusun untuk menjadi bahan pertimbangan dalam

pengambilan kebijakan daerah khususnya di bidang lingkungan hidup. Disadari bahwa

apa yang disajikan masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu kritik dan saran sangat

diharapkan untuk perbaikan pada masa yang akan datang. Semoga Tuhan Yang Maha

Esa senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita sekalian.

Mamuju, Desember 2015

GUBERNUR SULAWESI BARAT,

H. ANWAR ADNAN SALEH

Page 7: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 7/167

Pengantar an aftar Isi

D

III

  aftar Isi

KATA PENGANTAR ………………………..……………………...……………………………………… D - I

DAFTAR ISI…………………………………….……………………..…………………….……………….. D - III

DAFTAR TABEL ………………………………….…………………………………………………………. D - V

DAFTAR GRAFIK

........................................................................................................ D - VII

DAFTAR GAMBAR DAN PETA ………………………..……………….……………..………………. D - IX

BAB I PENDAHULUAN

I.A Latar Belakang ……….………………………..…….………....……………………….. P - 1

I.B Gambaran Umum Daerah ……………….….…………..……..……………………. P - 3

I.C Visi Dan Misi ………………………………..………………………..…………………… P - 5

I.D Tujuan Penulisan Laporan …………….…..………..…..……….…………………. P - 7

I.E Issu Lingkungan Hidup Utama ……………………..…..……….………………… P - 8

I.F Analisa Status, Tekanan dan Respon Dari Issu Utama …………..……… P - 8

I.G Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup ……………….….…….… P - 16

I.H Manfaat SLHD dalam Pengambilan Kebijakan Daerah …………..…….. P - 25

I.I Agenda Pengelolaan Lingkungan …………………………………………………. P - 25

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

II.A Lahan dan Hutan …………………………………………….………………………….. K - 1

II.B Keanekaragaman Hayati ……………….…………….……………..……………….. K - 15

II.C Air …………………………………………………………………………….………………… K - 24

II.D Udara………………………………………………………………………..………………… K - 37

II.E Laut, Pesisir dan Pantai………………………………….………..………………….. K - 41

II.F Iklim ……………………………………………………..…….……………………………… K - 50

II.G Bencana Alam …………………………………………..….…………………………….. K - 53

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

III.A Kependudukan ………………………….………………..……………………………… T - 1

III.B Permukiman ……………………………………………………………..………………… T - 8

III.C Kesehatan …………………………..………………….………………………………….. T - 15

III.D Pertanian ……………………………..……..……………………………….…………….. T - 18

Page 8: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 8/167

Pengantar an aftar Isi

D

IV

III.E Industri ……………………………………..……………………………………………….. T - 25

III.F Pertambangan …………………………….…………..…………………………………. T - 26

III.G Energi …………………………………………….………..…………………………………. T - 30

III.H Transportasi …………………………………..…………………………………………… T - 33

III.I Pariwisata ……………………………………….………..………………………………… T - 37

III.J Limbah B3 ……………………………………………………..……………..……………. T - 44

BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

IV.A Rehabilitasi Lingkungan …………………..………………………………………….. U - 1

IV.B Amdal, UKL/UPL ……………………………………………..………………………….. U - 4

IV.C Penegakan Hukum ………………………….……………..…………………………… U - 7

IV.D Peran Serta Masyarakat …………………………………...………………………… U - 9

IV.E Kelembagaan ………………………………………………….………………………….. U - 13

Page 9: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 9/167

Pengantar an aftar Isi

D

V

  aftar Tabel

Bab I

Tabel 1.1 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Provinsi Sulawesi Barat P - 4Tabel 1.2 Nilai Indeks Pencemaran Air P - 17

Tabel 1.3 Perbandingan nilai IPA 2013-2015 P - 18

Tabel 1.4 Nilai Indeks Pencemaran Udara P - 19

Tabel 1.5 Perbandingan Indeks Kualitas Udara 2013-2015 P - 20

Tabel 1.6 Nilai Indeks Tutupan Lahan P - 21

Tabel 1.7 Perbandingan Indeks Tutupan Hutan 2013-2015 P - 22

Tabel 1.8 Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Per Kabupaten P - 23

Tabel 1.9 Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Sulbar Tahu 2015 P - 25

Tabel 1.10 Perbadigan Anggaran Lingkungan Hidup Tahun 2013 - 2015 P - 26

Bab II

Tabel 2.1 Luas Penggunaan Lahan Utama Provinsi Sulawesi Barat K - 3

Tabel 2.2 Luas Lahan Kritis Provinsi Sulawesi Barat K - 8

Tabel 2.3 Evaluasi Kerusakan Lahan di Tanah Kering Akibat Erosi K - 10

Tabel 2.4 Pelepasan Kawasan Hutan Yang Dapat Dikonversi Menurut

Peruntukannya

K - 1 4

Tabel 2.5 Beberapa Tumbuhan Daratan Yang Teridentifikasi K - 16

Tabel 2.6 Beberapa Satwa Daratan Yang Teridentifikasi K - 17

Tabel 2.7 Beberapa Tumbuhan Agroekosistem Yang Teridentifikasi K - 18

Tabel 2.8 Beberapa Jenis Satwa Pesisir dan Laut Yang Teridentifikasi K - 20

Tabel 2.9 Pembagian Wilayah Sungai Di Sulawesi Barat K - 25

Tabel 2.10 Indeks Pecemaran Air Sulbar 2015 K - 29

Tabel 2.11 Hasil Uji Kualitas Air Waduk di Kab. Majene K - 33

Tabel 2.12 Hasil Uji Kualitas Air Sumur K - 36Tabel 2.13 Lokasi dan Metode Pengambilan Sampel Kualitas Udara K - 38

Tabel 2.14 Tabel Indeks Pencemaran Udara Sulbar 2015 K - 39

Tabel 2.15 Hasil Perhitungan Kualitas Air Hujan K - 41

Tabel 2.16 Kualitas Air Laut K - 44

Tabel 2.17 Persentase Luas Terumbu Karang K - 45

Tabel 2.18 Luas Lokasi, Persentase Tutupan dan Kerapatan Mangrove K - 50

Tabel 2.19 Bencana Banjir, Korban dan Kerugian K - 55

Tabel 2.20 Data Bencana Kekeringan, Luas Dan Kerugian K - 56

Page 10: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 10/167

Pengantar an aftar Isi

D

VI

Bab III

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk T - 2

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir dan Pantai T - 5

Tabel 3.3 Tabel Jumlh Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat BAB T - 14

Tabel 3.4 Perkiraan Timbulan Sampah Per Hari T - 15

Tabel 3.5 Data Rumah Sakit dan Jumlah Limbah Yang Dihasilkan T - 18

Tabel 3.6 Jumlah Hewan Ternak Per Kabupaten di Sulawesi Barat T - 23

Tabel 3.7 Data Industri di Sulawesi Barat T - 26

Tabel 3.8 Jumlah Perusahaan Penambang dan Jenis Bahan Galian di

Sulawesi Barat

T - 2 7

Tabel 3.9 Jumlah Kendaraan Menurut Jenisnya dan Bahan Bakar Yang 

Digunakan

T - 3 1

Tabel 3.10 Nilai Pemakaian Bahan Bakar Berdasarkan Klasifikasi

Industri

T - 3 2

Tabel 3.11 Data Penggunaan Bahan Bakar Untuk Memasak T - 33

Tabel 3.12 Sarana Angkutan Darat, Air dan Udara Beserta Data Volume

Limbah Padat

T - 3 4

Tabel 3.13 Jumlah Objek Wisata Di Sulawesi Barat di Rinci Per

Kabupaten

T - 3 8

Tabel 3.14 Perusahaan Yang Mendapat Izin Mengelolah Limbah B3 T - 45

Bab IV

Tabel 4.1 Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi U - 2

Tabel 4.2 Kegiatan Fisik Perbaikan Lingkungan U - 3

Tabel 4.3 Dokumen Izin Lingkungan U - 5

Tabel 4.4 Hasil Pengawasan Izin Lingkungan U - 6

Tabel 4.5 Status Pengaduan Masyarakat U - 8

Tabel 4.6 Lembaga Swadaya Masyarakat Lingkungan Hidup U - 9

Tabel 4.7 Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi

Barat

U - 1 0

Tabel 4.8 Pelaksanaan Sosialisasi dan Bimtek TA. 2015 U - 12

Tabel 4.9 Produk Hukum Bidang Lingkungan Hidup U - 14

Tabel 4.10 Perbandingan Anggaran Lingkungan Hidup Tahun 2013-2015 U - 15

Tabel 4.11 Anggaran Lingkungan Hidup untuk Kegiatan SPM U - 16

Page 11: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 11/167

Pengantar an aftar Isi

D

VII

  aftar Grafik

Bab I

Grafik 1.1 Grafik Persentase Luas Wilayah Kabupaten di Sulawesi

Barat

P - 3

Bab II

Grafik 2.1 Persentase Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan Lahan

Utama Di Provinsi Sulawesi Barat

K - 4

Grafik 2.2 Perbandingan Luas Hutan Menurut Fungsinya K - 5

Grafik 2.3 Luas Kerusakan Hutan Provinsi Sulawesi Barat K - 12

Grafik 2.4 Pelepasan Kawasan Hutan Yang Dapat Dikonversi K - 14Grafik 2.5 Luas dan Persentase Kerusakan Padang Lamun Provinsi

Sulawesi Barat

K - 4 8

Grafik 2.6 Persentase Curah Hujan Rata-Rata Bulanan K - 52

Grafik 2.7 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Provinsi Sulawesi Barat K - 53

Grafik 2.8 Data Bencana Kebakaran Hutan Tahun 2015 K - 57

Bab III

Grafik 3.1 Grafik Perbandingan Jumlah Penduduk Laki-Laki dan

Perempuan

T - 3

Grafik 3.2 Perbandingan Penduduk Menurut Umur di Sulawesi Barat T - 7

Grafik 3.3 Perbandingan Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Menurut

Tingkat Pendidikan

T - 8

Grafik 3.4 Grafik Perbandingan jumlah Penduduk Miskin Per

Kabupaten

T - 9

Grafik 3.5 Persentase Jumlah Keluarga Miskin Terhadap Jumlah

Kepala Keluarga Menurut Kabupaten

T - 1 0

Grafik 3.6 Grafik Perbandingan Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air

Minum Per Kabupaten se-Sulawesi Barat

T - 1 2

Grafik 3.7 Perbandingan Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat

BAB

T - 1 4

Grafik 3.8 Jenis Penyakit Utama Yang Diderita Penduduk T - 17

Grafik 3.9 Luas Lahan Sawah dan Frekuensi Penanaman T - 19

Grafik 3.10 Produksi Perkebunan Besar Rakyat Menurut Jenis Tanaman T - 20

Grafik 3.11 Penggunaan Pupuk Untuk Tanaman Padi dan Palawija T - 21

Grafik 3.12 Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian T - 23

Grafik 3.13 Jumlah Hewan Unggas Menurut Jenisnya T - 24

Page 12: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 12/167

Pengantar an aftar Isi

D

VIII

Grafik 3.14 Daftar hotel/penginapan dan beban pencemaran di

Sulawesi Barat dirinci Per Kabupaten

T - 4 4

Bab IV

Grafik 4.1 Perbandingan Lingkungan Hidup Tahun 2013-2015 U - 15

Grafik 4.2 Jumlah Personil Institusi Lingkungan Hidup U - 17

Page 13: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 13/167

Pengantar an aftar Isi

D

IX

Gambar an Peta

Bab I

Gambar 1.1 Bajir Beberapa Daerah di Sulawesi Barat P - 9

Gambar 1.2 Kebakaran Hutan dan Lahan di Sulbar P - 11

Bab II

Gambar 2.1 Beberapa Contoh Jenis Tanaman Yang Teridentifikasi K - 21

Gambar 2.2 Beberapa Jenis Hewan Yang Diketahui K - 21

Peta 2.1 Peta Rawan Gempa dan Resiko Gempa di Sulawesi Barat K - 54

Page 14: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 14/167

 end hulu n

P - 1

BAB I

PENDAHULUAN

I-A. LATAR BELAKANG

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (pasal 61 ayat 1-3), pemerintah baik nasional

maupun provinsi atau kabupaten/kota, wajib menyediakan informasi lingkungan

hidup dan menyebarluaskannya kepada seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan

Lingkungan hidup adalah bagaimana mengelola lingkungan sesuai dengan

tempatnya, maksudnya bahwa menjaga kelestarian, keutuhan dan

mempertahankan daya dukung serta daya tampung lingkungan harga mati untuk

kejayaaan lingkungan dimasa depan. Maka dari itu perlu dilakukan pengelolaan

lingkungan hidup secara terpadu oleh instansi pemerintah, masyarakat serta

pelaku pembangunan lainnya, sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab

masing-masing, dengan tetap memperhatikan keterpaduan perencanaan dan

pelaksanaan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup.

Sebaliknya kegiatan pembangunan juga mengandung resiko terjadinya

pencemaran dan kerusakan lingkungan yang mengakibatkan daya dukung, dayatampung dan produktifitas lingkungan hidup menurun yang menyebabkan beban

sosial, oleh karena itu pencemaran tersebut harus dikelola dengan baik

berdasarkan asas tanggung jawab, asas keberlanjutan dan asas keadilan. Selain

itu, pengelolaan lingkungan hidup harus dapat memberikan manfaat ekonomi,

sosial dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-kehatian,

demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan

terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan.

Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan

Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and

Development–UNCED) di Rio de Janeiro, tahun 1992, telah menghasilkan

strategi pengelolaan lingkungan hidup yang dituangkan ke dalam Agenda 21.

Untuk melaksanakan itu semua telah terdapat dalam Bab 40, disebutkan

perlunya kemampuan pemerintahan dalam mengumpulkan dan memanfaatkan

data dan informasi multisektoral pada proses pengambilan keputusan untuk

melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut menuntut

Page 15: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 15/167

 end hulu n

P - 2

ketersediaan data, keakuratan analisis, serta penyajian informasi lingkungan

hidup yang informatif.

Pada pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa setiap orang 

berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan

pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh,

memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang 

Perlindungan dan Pengelolaan masyarakat. Salah satunya adalah Status

Lingkungan Hidup Daerah (SLHD).

Selain itu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

telah melimpahkan kewenangan pengelolaan lingkungan hidup kepada

pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan meningkatnya

kemampuan pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota dalam

penyelenggaraan pemerintahan yang baik ( good governance) diharapkan akan

semakin meningkatkan kepedulian kepada pelestarian lingkungan hidup.

Berkaitan dengan akses informasi kepada publik, telah ditetapkan Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Sebagai Badan Publik pemerintah wajib menyediakan, memberikan dan atau

menerbitkan informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik. Informasi

yang wajib disediakan dan diumumkan tersebut antara lain adalah informasi

yang diumumkan secara berkala, dengan cara yang mudah dijangkau dan dan

dalam bahasa yang mudah dipahami.

Keakuratan suatu analisis sangat ditentukan oleh tersedianya data yang 

memadai baik kualitas maupun kuantitasnya. Dimensi data lingkungan dan

sumberdaya alam yang luas dan kompleks tidak memungkinkan penyediaannya

hanya mengandalkan pada satu sumber data saja akan tetapi akan melibatkan

berbagai sumber data dan informasi yang luas. Data pengukuran umumnya

adalah hasil pemantauan, misalnya pemantauan kualitas air sungai, Kualitas air

laut, kualitas air hujan, kualitas udara dan kualitas limbah industri.

Latar belakang penulisan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi SulawesiBarat merupakan bagian dari Program peningkatan kualitas dan akses informasi

Page 16: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 16/167

 end hulu n

P - 3

sumber daya alam dan lingkungan hidup. Selain itu Buku Data dan Laporan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Barat menjadi acuan dan

pedoman kondisi lingkungan hidup daerah saat ini dan ini merupakan suatu

tantangan untuk menjadi lebih baik lagi.

I-B. GAMBARAN UMUM DAERAH

Provinsi Sulawesi Barat adalah daerah yang terletak pada sisi barat Pulau

Sulawesi yang merupakan pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi ini

terbentuk pada tanggal 5 Oktober 2004 berdasarkan Undang-Undang Nomor 26

tahun 2004 tentang pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara

tahun 2004 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4422), Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat menjalankan

pemerintahannya yang mencakup 6 Kabupaten 69 Kecamatan dan 649

Kelurahan/Desa sebagai satuan pemerintahan terendah.

Secara geografis, Provinsi Sulawesi Barat yang beribukota di Mamuju terletak

antara 0012' – 3038’ Lintang Selatan dan 118043'15’’ – 119054'3’’ Bujur Timur,

yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah utara dan Selat

Makassar di sebelah barat. Batas sebelah selatan dan timur adalah Provinsi

Sulawesi Selatan.

Grafik 1 1 : Persentase Luas Wilayah Kabupaten di Sulawesi Barat

Berdasarkan tabel diatas, luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat tercatat

16.916,72 kilometer persegi. Kabupaten Mamuju merupakan kabupaten terluas

dengan luas 4.832,70 kilometer persegi atau 28,57 persen dari seluruh wilayah

Sulawesi Barat. Sedangkan Kabupaten Majene merupakan kabupaten terkecil

Page 17: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 17/167

 end hulu n

P - 4

dengan luas wilayah 900,20 kilometer persegi atau sekitar 5,32 persen dari luas

wilayah Provinsi Sulawesi Barat.

Jarak ibukota provinsi ke ibukota kabupaten cukup beragam. Kota kabupaten

yang paling jauh adalah Kabupaten Mamasa yakni sekitar 292 km dan Mamuju

Utara (Pasangkayu) sekitar 276 km.

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat

tersebut dari permukaan air laut dan jaraknya dari pantai. Berdasarkan laporan

dari Stasiun Meteorologi Kabupaten Majene pada tahun 2015 suhu udara di

Sulawesi Barat berkisar antara 26,7°C hingga 29,1°C dengan rata-rata suhu

udara sekitar 27,8°C. Sedangkan kelembapan udara rata-ratanya berkisar

antara 73,33 persen sampai dengan 82,0 persen. Untuk lebih jelasnya, dapat

dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 1 1 : Suhu udara rata-rata bulanan

Nama dan

Lokasi

Stasiun

Suhu Udara Rata-Rata Bulanan

0

C)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

BMKG Kab.

Majene

27,5 27,8 27,6 28 tad 26,7 27,1 27,2 27 29 29,1 28,4

Sumber : Tabel SD-23 Buku Data

Kecepatan angin yang bertiup di Sulawesi Barat berdasarkan pemantauan dariBMKG Kabupaten Majene, selama tahun 2015 sekitar 4,1 km/jam. Nilai ini lebih

tinggi dari tahun 2014 yang bertiup dengan kecepatan 3,9 km/Jam.

Untuk penyinaran matahari yang dipantau pada jam 06.00-18.00 terlihat

intensitas yang beragam pada tiap bulannya di tahun 2014. Penyinaran

matahari dengan intensitas tertinggi terjadi pada bulan Oktober, yaitu sebesar

76 persen. Sedangkan intensitas terendah terjadi dibulan Januari sekitar 34

persen. Rata-rata intensitas penyinaran matahari selama tahun 2014 adalahsebesar 59,8 persen.

Pada tahun 2015, Sulawesi Barat tergolong daerah yang memiliki intensitas

hujan yang rendah yakni rata-rata hanya mencapai 135,13 mm serta rata-rata

hari hujan sekitar 11,6 hari. Jumlah hari hujan tertinggi terjadi di bulan

November di Kabupaten Polewali Mandar sedangkan pada beberapa bulan

lainnya di Kabuaten Majene dan Mamuju Tengah, sama sekali tidak ada curah

hujan.

Page 18: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 18/167

 end hulu n

P - 5

I-C. VISI DAN MISI

Dalam rangka menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan

hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia sebagaimana amanah dari pasal

(3) huruf g Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Visi Pemerintah Sulawesi Barat 2012 –

2016 sebagaimana tertuang dalam RPJMD yakni :

“Terwujudnya Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Dan Kesejahteraan

Masyarakat Sulawesi Barat”

Dala mendukung terwujudnya visi tersebut, maka Pemerintah Provinsi Sulawesi

Barat merumuskan arah kebijakan sebagai berikut :

1. Penguatan dan perluasan cakupan infrastruktur, bertujuan untuk menunjang 

berkembangnya aktivitas ekonomi masyarakat guna mendorong 

pertumbuhan ekonomi daerah.

2. Peningkatan akases dan kualitas pelayanan dasar khususnya di bidang 

penddikan dan kesehatan.

3. Peningkatan produktivitas dan pengolahan hasil pertanian yang bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Barat melalui

penciptaan dan penyediaan lapangan kerja di sub-sub : pertanian,perkebunan, perikanan, kehutanan dan pertambangan (mengacu pada

Prioritas Koridor ekonomi Sulawesi 2012 – 2025), serta mendorong 

percepatan eksploitasi sumber-sumber energy terbarukan.

4. Pengentasan kemiskinan masyarakat melalui upaya kebijakan terpadu guna

pemebuhan kebutuhan standar kehidupan minimum maupun dalam

peningkatan pendapatan masyarakat.

5. Keberlanjutan pengelolaan SDA dan lingkungan sebagi bentuk kepedulian

dan tanggung jawab pada generasi mendatang ( sustainability development

Green Government).

Mengacu pada arah kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada pont ke

lima, maka Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat sebagai Instansi

Pemerintah Daerah di yang berkarya di bidang pembangunan berwawasan

lingkungan, merumuskan arah kebijakan melalui visi dan misi yang telah

dirumuskan sebagai berikut :

Page 19: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 19/167

 end hulu n

P - 6

VISI

“Mendukung Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan yang Berwawasan

Lingkungan di Provinsi Sulawesi Barat”

MISI

1. Mewujudkan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup

yang terintegrasi, guna mendukung tercapainya pembangunan

berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau berbasis kearifan

lokal masyarakat Sulawesi Barat;

2. Mewujudkan koordinasi antar stakeholder dalam mensinkronisasikan

kebijakan ekonomi dengan nilai ekologi guna pembangunan berkelanjutan.

3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pegelola sumber daya alam dan

lingkungan hidup di daerah.

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat yang telah dibentuk

berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 07 Tahun 2012

tentang Perubahan Ketiga Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja

Inspektorat, Badan Perencanaan Pebangunan, Penelitian dan Pengembangan

Daerah Serta Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sulawesi Barat dalam

menjalankan kinerjanya sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur

Sulawesi Barat Nomor 25 Tahun 2013 mempunyai tugas pokok dan fungsi

sebagai berikut :

a. Tugas pokok

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat mempunyai tugas pokok

menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang lingkungan hidup,

berdasarkan asas otonomi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

b. Fungsi

Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya sebagaimana dimaksud tersebut

diatas, Badan Lingkungan Hidup mempunyai fungsi :

1. Perumusan dan penetapan kebijakan teknis di bidang pengelolaan

lingkungan hidup daerah;

2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah bidang 

kepegawaian daerah meliputi kesekretariatan, tata kelola lingkungan,

pengendalian pencemaran lingkungan, konservasi SDA dan mitigasi

Page 20: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 20/167

 end hulu n

P - 7

bencana serta panaatan hukum, kemitraan dan pengembangan

kapasitas lingkungan;

3. Pengkoordinasian dan pembinaan UPTB.

Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, Badan Lingkungan Hidup ProvinsiSulawesi Barat dipimpin oleh seorang Kepala Badan dan dibantu oleh perangkat

susunan organisasi sebagai berikut:

a. Sekretaris Badan

1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

2. Sub Bagian Keuangan

3. Sub Bagian Program dan Pelaporan

b. Bidang Tata Lingkungan dan AMDAL

1. Sub Bidang Kelembagaan dan Tata Lingkungan

2. Sub Bidang Pengkajian Lingkungan dan AMDAL

c. Bidang Pengendalian Pencemaran dan Pengelolaan Limbah

1. Sub Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan

2. Sub Bidang Pengelolaan LB3 dan B3

d. Bidang Pengendalian Kerusakan dan Konservasi SDA

1. Sub Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan

2. Sub Bidang Konservasi SDA dan Lingkungan

e. Bidang Penaatan dan Komunikasi Lingkungan

1. Sub Bidang Penegakan Hukum dan Pengawasan Lingkungan

2. Sub Bidang Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat

I-D. TUJUAN PENULISAN LAPORAN

a. Mengumpulkan data dan informasi terbaru tentang kualitas lingkungan

hidup daerah Provinsi Sulawesi Barat yang berasal dari pelaksanaan

kegiatan pembangunan yang menjaga kelestarian dan daya dukung 

lingkungan.

b. Melakukan analisis terhadap kondisi lingkungan hidup daerah dengan

menggunakan rumus Status Presure Respon.

c. Memfasilitasi pengukuran kondisi lingkungan hidup demi kemajuan menuju

pembangunan yang keberlanjutan di daerah.

d. Menyediakan informasi tentang kondisi lingkungan terkini dan prospeknya di

masa mendatang yang akurat, berkala, dan terjangkau bagi publik,

pemerintah, organisasi non-pemerintah, serta pengambil keputusan.

Page 21: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 21/167

 end hulu n

P - 8

e. Memfasilitasi pengembangan, penilaian dan pelaporan himpunan indikator

dan indeks lingkungan yang disepakati pada tingkat nasional.

f. Melaporkan keefektifan kebijakan dan program yang dirancang untuk

menjawab perubahan lingkungan, termasuk kemajuan dalam mencapai

standar dan target lingkungan.

I-E ISU LINGKUNGAN HIDUP UTAMA

Isu lingkungan hidup yang dikemukakan pada bagian ini adalah isu strategis

yang terkait dengan perkembangan wilayah dan dampaknya terhadap

lingkungan daerah, sedangkan isu kritis masing-masing komponen lingkungan

akan dibahas pada masing-masing komponen lingkungan dan

kecenderungannya. Isu strategis tersebut adalah :

1. Banjir

2. Abrasi Pantai

3. Kebakaran Hutan dan Lahan

4. Tambang Galian C.

I-F ANALISIS STATUS, TEKANAN DAN RESPON DARI ISU UTAMA

Secara topografi Sulawesi Barat merupakan daerah pegunungan sehingga

memiliki banyak aliran sungai yang cukup besar dan berpotensi untuk

dikembangkan. Jumlah sungai yang tergolong besar mengaliri wilayah Sulawesi

Barat sebanyak delapan aliran sungai.

Di antara sungai-sungai tersebut terdapat terdapat dua aliran sungai terpanjang 

yakni Sungai Saddang yang mengaliri Kabupaten Tana Toraja, Enrekang, Pinrang 

dan Polewali Mandar serta Sungai Karama yang berada di wilayah Kabupaten

Mamuju. Panjang kedua sungai tersebut masing-masing sekitar 150 km.

Selain itu, di Sulawesi Barat terdapat 193 buah gunung. Gunung tertinggi adalah

Gunung Ganda Dewata dengan ketinggian 3.037 meter diatas permukaan laut

yang menjulang tegak di Kabupaten Mamasa. Namun demikian, dari 6

Kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Barat, 5 diantaranya berada di daerah

pesisir. Dari kelima kabupten tersebut, tiga dintaranya menjadi lokasi pusat

pengembangan perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan keadaan topografi tersebut diatas, maka issu lingkungan hidup

utama di Sulawesi Barat dapat dijabarkan sebagai berikut :

Page 22: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 22/167

 end hulu n

P - 9

a. Status

Banjir

Kondisi wilayah Provinsi Sulawesi Barat yang meliputi daerah

pengunungan dan dilintasi oleh sungai besar dan kecil yang sangat rawan

terhadap bencana banjir khususnya banjir bandang akibat meluapnya

aliran sungai.

Curah hujan yang cukup tinggi pada penghujung tahun 2015

menyebabkan terjadinya banjir di beberapa daerah. Berdasarkan

informasi yang dihimpun, banjir terparah berada di Desa Lembah Hopo,

Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju Tengah. Banjir bandang yang 

terjadi ini, selain mengakibatkan rusaknya infrastruktur daerah juga

menyebabkan kerusakan rumah warga. Dari keterangan yang terhimpun,

terdapat 5 warga yang terseret banjir, dan tiga diantaranya ditemukan

dalam keaadaan sudah meninggal.

Gambar 1 1 Banjir beberapa daerah di Sulawesi Baratbam

Genangan air di Jalan Poros Banjir Bandang di Mamuju Tengah

Sampah yang menyumbat saluran air Sampah yang menyumbat saluran air 

Untuk Kabupaten Mamuju, banjir yang terjadi dalam kota di sekitar

Karema Utara akibat kurang berfungsinya drainase serta saluran air

lainnya. Hujan Deras yang turun beberapa jam megakibatkan genangan

air akibat drainase yang tersumbat dengan sampah-sampah yang 

menyumbat saluran air. Selain itu, beberapa ruas jalan di Kota Mamuju

Page 23: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 23/167

 end hulu n

P - 10

yang jauh lebih rendah dibandingkan saluran pembuangan air sehingga

drainase tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Abrasi Pantai

Kondisi geografis Provinsi Sulawesi Barat yang sebagian besar berada diwilayah pesisir, dimana dari keenam kabupaten di wilayah Provinsi

Sulawesi Barat, lima diantaranya berada di daerah pantai yakni

Kabupaten Mamuju, Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali Mandar dan

Kabupaten Mamuju Utara dan Kabupaten Mamuju Tengah

Tingginya aktifitas laut yang mengakibatkan gelombang air laut yang 

seringkali mencapai ketinggian empat meter, sangat berpengaruh di

daerah pantai yang seringkali mengakibatkan terjadinya abrasi pantaiyang berkepanjangan dan mengakibatkan kerugian baik materil dan in

materil.

Tahun 2015 ini, abrasi pantai terjadi di Kabupaten Majene Abrasi pantai

ini terjadi di Kecamatan Banggae Timur yang merupakan kawasan

pasang surut. Selain itu banjir juga terjadi di kecamatan Malunda

sepanjang ± 600 meter yang terbagi di tiga wilayah.

Kebakaran Hutan dan Lahan.

Lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri dari struktur relief, tanah,

vegetasi, air dan iklim serta benda yang ada datasnya sepanjang ada

pengaruhnya terhadap penggunaan lahan termasuk di dalamnya hasil

kegiatan manusia di masa lalu dan masa sekarang (FAO dalam Arsyad

1989)

Pengertian hutan atau definisi hutan yang diberikan Dengler adalah suatu

kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan menutup

areal yang cukup luas sehingga akan dapat membentuk iklim mikro yang 

kondisi ekologi yang khas serta berbeda dengan areal luarnya

(Anonimous 1997).

Salah satu issu yang cukup mengemuka akhir-akhir ini adanya kebakaran

hutan yang melanda hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Kebakaran hutan terparah berada di Kepulauan Sumatera dan

Kalimantan yang menjadi perbincangan dunia di tahun 2015.

Page 24: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 24/167

 end hulu n

P - 11

Untuk wilayah Sulawesi Barat, kebakaran hutan dan lahan terjadi hampir

di seluruh wilayah Sulawesi Barat yang tersebar di beberapa desa dan

kecamatan. Untuk wilayah kabupaten Mamuju Utara, Mamuju Tengah

dan Mamuju, kebakaran hutan dan lahan terjadi di beberapa perkebunan

sawit milik masyarakat. Kebakaran ini sempat menjadi issu bagi

perusahaan khusunya di Mamuju Tengah dalam program Penilaian

Peringkat Kinerja Perusahaan. Untuk wilayah Mamuju Tengah, kebakaran

hutan dan lahan yang terjadi pada bulan Agustus 2015 menyebabkan 1

rumah ikut terbakar dan beberapa lahan perkebunan masyarakat hangus

terbakar. Penyebab kebakaran hingga saat ini masih belum diketahui.

Untuk wilayah Kabupaten Polewali Mandar dan Mamasa, kebakaran

hutan dan lahan terjadi di kawasan hutan lindung dan beberapa lahan

perkebunan warga. Di kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar,

kebakaran hutan yang terjadi di wilayah hutan lindung dan lahan

perkebunan hanya berjarak ± 200 meter dari pemukiman warga.

Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Mamasa dapat ditemukan di

sepanjang jalan poros Polewali Mamasa, mulai dari Kecamatan

Sumarorong sampai di Kecamatan Mamasa. Sebagian dari lokasi

kebakaran yang terjadi di Kabupaten Mamasa bahkan sudah sangat

dengat dengan pemukiman warga.

Gambar 1 2 :

Kebakaran Hutan dan Lahan di Sulbar 

Kebakaran Lahan di Mamasa Kebakaran Lahan di Mamuju Tengah

Kebakaran hutan Lindung di Mamasa Kebakaran lahan dekat pemukiman wargaSumber : Dokumentasi Pengawasan, BLH Sulbar

Page 25: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 25/167

 end hulu n

P - 12

Tambang Galian C

Salah satu issu yang mengemuka di Sulawesi Barat dari tahun ke tahun

adalah maraknya penambangan galian C, baik yang memiliki izin

lingkungan maupun yang tidak memiliki izin lingkungan. Kegiatan ini

dilakukan oleh orang perorangan maupun oleh kelompok usaha.

Selain penambangan tanpa izin, juga terdapat beberapa usaha yang 

menjalankan aktivitasnya tidak sesuai dengan izin lingkungan yang 

dimiliki. Kegiatan ini sebagian besar tidak lepas dari akibat

pembangunan infrastruktur jalan di Sulawesi Barat yang membutuhkan

material dalam proses pengerjaan.

Kontraktor pelaksana dalam melakukan pekerjaan mencari kemudahandi sekitar lokasi untuk mengambil material tanpa memperhitungkan

dampak yang ditimbulkan. Dilain pihak, aktivitas masyarakat dalam

pengerukan material untuk dijual, tidak dapat dipungkiri mengingat

bahwa kegiatan tersebut menjadi satu-satunya sumber penghidupan dari

masyarakat sekitar.

b. Tekanan

Banjir

Penyebab banjir yang menghantam sejumlah daerah di wilayah Provinsi

Sulawesi Barat, salah sat penyebab utamanya adalah maraknya

penebangan liar, kebakaran hutan, dan adanya kemarau panjang. Saat

musim penghujan tiba, tanah-tanah yang sudah retak tidak mampu

menahan derasnya arus air sehingga menimbulkan peningkatan volume

air di badan sungai sebagai penyebab utama banjir bandang.

Banjir bandang ini mengakibatkan korban jiwa dan rusaknya pemukiman

warga yang berada di sekitar daerah aliran sungai khususnya yang terjadi

di Kabupaten Mamuju Tengah. Menurut catatan dari Badan

Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Barat, jumlah korban

yang meninggal sebanyak 3 orang dan yang mengungsi sebanyak 107

 jiwa. Selain kerugian materi, dampak dari banjir bandang ini juga

membawa kerugian moril dari masyarakat sekitar, khususnya bagi

Page 26: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 26/167

 end hulu n

P - 13

keluarga yang anggota keluarganya meninggal dunia dan kehilangan

tempat tinggal.

Untuk kota Mamuju, sebagian besar genangan air pada musim

penghujan diakibatkan tidak berfungsinya sebagian besar drainasedalam kota Mamuju. Lebih diperparah lagi dengan perilaku masyarakat

yang membuang sampah ke drainase sehingga menyumbat aliran air. Di

lain pihak, permukaan daratan di Kota Mamuju lebih rendah dari

permukaan air laut, sehingga sering terjadi banjir rob ketika air laut

pasang.

Abrasi Pantai

Penyebab terjadinya abrasi pantai disebabkan oleh faktor manusia dan

faktor alam pada posisi geografis yang berada pada garis pantai. Faktor

manusia yang melakukan pembangunan pemukiman di daerah pesisir

pantai yang tidak memperhatikan kondisi alam sehingga terjadi

pengrusakan pada hutan mangrove yang bisa berfungsi untuk mengatasi

abrasi pantai.

Kondisi lain adalah adanya aktifitas laut yang tinggi di perairan Sulawesi

Barat, yang mengakibatkan terjadinya gelombang laut yang sering 

mencapai empat sampai enam meter, mengakibatkan terjadinya abrasi

pantai yang merusak pemukiman warga, kerusakan mangrove dan juga

berdampak pada kerugian materil dan moril.

Kebakaran hutan dan lahan

Pada tahun 2015, issu nasional bahkan menjadi issu dunia adalah

banyaknya peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Di

Sulawesi Barat sendiri, dari enam kabupaten, lima diantaranya

mengalami kebakaran hutan dan lahan. Selain merusak lahan pertanian

warga, kebakaran hutan ini juga merusak ekosistem hutan khususnya

yang berada dalam kawasan hutan lindung.

Dari catatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Majene

menerangkan bahwa terdapat 57 titik api di Sulawesi Barat, di antaranya

Kabupaten Mamasa, di Kecamatan Mamasa (6 titik panas), Kecamatan

Messawa (2 titik panas). Kecamatan Nosu (6 titik panas), Kecamatan

Page 27: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 27/167

 end hulu n

P - 14

Pana (1 titik panas), Kecamatan Sesena Padang (5 titik panas),

Kecamatan Tabang (3 titik panas) dan Kecamatan Tanduk Kalua 1 titik

panas, Kecamatan Tawalian (4 titik panas). Kemudian Kabupaten

Mamuju, Kecamatan Bonehau (1 titik panas), Kecamatan Kalumpang (3

titik panas), Kecamatan Tommo (3 titik panas). Kabupaten Mamuju

Tengah, Kecamatan Budong-budong (3 titik panas), Kecamatan Karossa

(1 titik panas) dan Kabupaten Polman, Kecamatan Anreapi (2 titik panas),

Kecamatan Binuang (2 titik panas) Kecamatan Polewali (1 titik panas).

Tambang Galian C

Hampir seluruh wilayah di Sulawesi Barat melakukan kegiatan tambang 

galian C dengan jenis kegiatan pegambilan material pasir dan batu, baikdi sungai-sungai maupun di tebing-tebing perbukitan yang dekat dengan

pemukiman warga.

 Yang menjadi keprihatinan adalah maraknya tambang galian C illegal

yang dilakukan baik oleh pihak swasta maupun oleh kelompok

masyarakat. Hal ini tentunya tidak lepas dari kurangnya pengawasan dari

pemerintah daerah. Di sisi lain, pada sebagian daerah usaha tambang 

galian yang dilakukan oleh kelompok masyarakat menjadi sumber utama

dalam menunjang ekonomi keluarga.

Usaha tambang galian yang cukup memprihatinkan adalah pengambilan

pasir dan batu di sungai-sungai yang menjadi sumber utama bahan baku

air minum. Dari hasil pengukuran kualitas air sungai di Sulawesi Barat,

sungai-sungai ini hanya memenuhi kualitas air pada kelas dua. Artinya

bahwa sungai-sungai ini tidak layak untuk dijadikan bahn baku untuk

sumber air minum.

Untuk tambang galian yang menguras sisi tebing perbukitan, sebagian

besar terjadi di Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Majene dan

Kabupaten Mamasa. Untuk Kabupaten Mamasa sendiri, kegiatan seperti

ini dapat ditemui di sepanjang jalan dari Kecamatan Balla sampai Kota

Mamasa. Kegiatan ini, selain membahayakan pengguna jalan yang 

melintas, juga sewaktu-waktu jika terjadi longsor mengakibatkan

terputusnya satu-satunya akses jalan menuju kota Kabupaten Mamasa.

Page 28: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 28/167

 end hulu n

P - 15

c. Respon

Sebagai bentuk perhatian pemerintah pada setiap peristiwa bencana yang 

terjadi di Provinsi Sulawesi Barat, maka pemerintah daerah baik provinsi dan

kabupaten bersama dengan masyarakat sekitar langsung memberikanrespon pada setiap kejadian dengan mengunjungi lokasi dan memberikan

batuan.

Banjir

Daerah-daerah yang sering dilanda banjir telah dilakukan rehabilitasi

antara lain :

1. Pelaksanaan program normalisasi sungai

2. Reboisasi di daerah hilir untuk hutan-hutan yang gundul akibatpenebangan liar

3. Bekerja sama dengan pemerintah kabupaten melaksanakan

sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya banjir sebagai akibat

dari penggundulan hutan.

4. Memberikan sanksi kepada perusahaan-perusahaan penebangan

kayu yang tidak memperhatikan perbaikan kualitas lingkungan.

Abrasi Pantai

Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan untuk menanggulangi terjadinya

abrasi pantai antara lain :

1. Penanaman mangrove di wilayah yang terkena dampak abrasi.

2. Pembangunan tanggul-tanggul penahan ombak di daerah pesisir

khususnya di sekitar daerah pemukiman.

3. Pembangunan tanggul pemecah ombak di daerah-daerah yang 

berpotensi aktifitas laut yang tinggi.

Kebakaran Hutan dan Lahan

Sebagai respon dari Kebakaran Hutan dan lahan di Sulawesi Barat,

Gubernur Sulawesi Barat meminta kepada pihak kepolisian untuk

mengusut dugaan adanya unsur kesengajaan dalam pembakaran hutan

di beberapa tempat. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar

kebakaran hutan di Sulawesi Barat juga dipengaruhi oleh kemarau yang 

berkepanjangan.

Page 29: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 29/167

 end hulu n

P - 16

Gubernur sudah memerintahkan kepada Badan Penanggulangan

Bencana Daerah dan Kepala Bandara Tampapadang untuk membuka

posko siaga 24 jam dalam menanggapi kejadian kebakaran hutan dan

lahan di Sulawesi Barat.

Untuk perbaikan kawasan hutan dan lahan yang telah terbakar

sepanjang tahun 2015, Pemerintah Daerah melakukan peningkatan

reboisasi dan penghijauan kembali dalam penganggaran tahun 2016.

Tambang Galian C

Untuk menanggulangi maraknya kegiatan usaha dan/atau kegiatan

penambangan galian C di Sulawesi Barat, maka dilakukan koordinasi

lintas sektor dalam melakukan pegawasan, khususnya sektor

pertambangan. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang 

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ditegaskan bahwa

setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap

lingkungan hidup wajib memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan yang 

dimaksudkan adalah dasar untuk menerbitkan izin usaha lainnya.

Namun pada kenyataannya, sering terjadi bahwa izin-izin usaha

pertambangan yang dikeluarkan oleh Dinas Pertambangan tidak memiliki

izin atau rekomendasi dari lingkungan hidup.

Untuk kegiatan-kegiatan pertambangan yang tidak memiliki izin

lingkungan, dalam pengawasan lapangan telah dilakukan upaya-upaya

untuk menghentikan kegiatan dan melakukan koordinasi dengan pihak

terkait.

I-G PERHITUNGAN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

Indeks Pencemaran Air

Indeks pencemaran air Provinsi Sulawesi Barat untuk tahun 2015 dihitung 

berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai di 5 (lima) kabupaten.

Pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Mamuju Utara, Mamuju, Polewali

Mandar dan Kabupaten Mamasa di laksanakan oleh Bidang Pengendalian

Pencemaran dan Pengelolaan Limbah BLH Provinsi Sulawesi Barat sedangkan

untuk pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Majene dilaksanakan olehBLHP Kabupaten Majene.

Page 30: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 30/167

 end hulu n

P - 17

Pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Mamuju Utara dilakukan di sungai

lariang, di Kabupaten Polewali Mandar di sungai Mandar dan di Kabupaten

Mamasa dilakukan di sungai Mamasa. Periode pemantauan ketiga sungai

tersebut 5 kali dalam setahun dengan jumlah titik sampling 6 titik sampling.

Pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Mamuju dilakukan di dua sungai

yaitu sungai karama dan sungai kali mamuju dengan periode pemantauan 2 kali

dalam setahun dengan jumlah titik sampling masing-masing sungai sebanyak 3

titik sampling.

Pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Majene dilaksanakan di 5 sungai,

yaitu sungai Mangge, Sungai Abaga, Sungai Tammero’do, Sungai Deking dan

Sungai Tinambung, dari kelima sungai tersebut hanya dilakukan satu kali

pemantauan dalam setahun. Untuk sungai Deking dilakukan di 2 titik sampling,

yaitu hulu dan hilir dan untuk sungai yang lain hanya dilakukan di satu titik

sampling.

Dari pelaksanaan pemantaun yang dilaksanakan oleh Provinsi maupun

Kabupaten masih kurang baik dari periode pemantauan maupun dari titik

sampling sehingga masih kurang menggambarkan kondisi kualitas air sungai

secara merata seperti dilaksanakan oleh kabupaten Majene yang hanya

melakukan periode pemantauan hanya sekali dalam setahun dengan jumlah titik

sampling setiap sungai hanya satu titik. Jumlah sungai yang dipantau sebanyak

10 sungai dengan jumlah titik sampling sebanyak 102 titik sampling. Tabel

berikut merupakan hasil perhitungan Indeks Pencemaran air per Kabupaten.

Tabel 1.2 :

Nilai Indeks Pencemaran Air

No. Provinsi/Kabupaten Nilai IPA

1

Mamuju Utara 55,33

2 Mamuju/Mamuju Tengah 66,67

3 Majene 50,00

4 Polewali Mandar 64,00

5

Mamasa 50,00

6 Sulawesi Barat 57,20

Sumber : Data IKLH 2015

Berdasarkan hasil perhitungan, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas air

sungai dengan tingkat pencemaran paling tinggi adalah Kabupaten Majene dan

Kabupaten Mamasa dengan nilai IPA hanya 50.00. Kualitas air sungai yang masih

Page 31: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 31/167

 end hulu n

P - 18

dinyatakan cukup baik adalah Kabupaten Mamuju/Mamuju Tengah dengan nilai

IPA 66,67. Secara keseluruhan kondisi kualitas air sungai di Provinsi Sulawesi

Barat Tahun 2015 sangat kurang dengan nilai IPA 57,20.

Perbandingan nilai IKLH Provinsi Sulawesi Barat selama tiga tahun terakhir dapatdilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.3 : Perbandingan Nilai IPA 2013-2015

No. Provinsi/Kabupaten 2013 2014 2015

1 Kabupaten Mamuju Utara 46.67 30.00 55,33

2 Kabupaten Mamuju/Mamuju Tengah 58.33 88.89 66,67

3 Kabupaten Majene 100.00 33.33 50,00

4

Kabupaten Polewali Mandar 96.67 96.67 64,00

5 Kabupaten Mamasa 90.00 100.00 50,00

6 Provinsi Sulawesi Barat 78.33 69.78 57,20

Sumber : Data IKLH 2015

Berdasarkan tabel tersebut diatas, nilai indeks pencemaran air beberapa

Kabupaten diantaranya Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Majene pada

Tahun 2015 mengalami kenaikan dibandingkan Tahun 2014 dari kondisi

waspada menjadi sangat kurang akan tetapi kondisi ini masih mengkhawatirkan.

Untuk Kabupaten Polewali Mandar, Mamuju/Mamuju Tengah dan Kabupaten

Mamasa meskipun nilai indeks pencemaran air di tiga kabupaten tersebut lebih

tinggi dari kabupaten Mamasa dan Majene akan tetapi mengalami penurunan

nilai indeks pencemaran air dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dengan adanya penurunan kondisi kualitas sungai di beberapa kabupaten

mengakibatkan nilai indeks pencemaran air di Tahun 2015 menurun

dibandingkan dengan Tahun 2014, yaitu dari nilai 69,78 menurun menjadi nilai

57,20. Rendahnya indeks pencemaran air di provinsi Sulawesi Barat diakibatkan

karena dari 102 titik sampling yang ada 66 titik sampling yang tercemar ringan

dan satu titik sampling di Kabupaten Mamasa yaitu di Jembatan Malabo Desa

Malabo Kecamatan Tandukkalua Kabupaten Mamasa pada periode pemantauan

ke lima mengalami kondisi cemar sedang. Kondisi cemar sedang ini dipengaruhi

oleh nilai parameter BOD yaitu 24   μg/lt jauh melebih baku mutu air sesuai

dengan PP 82 Tahun 2001 yaitu 3  μg/lt.

Page 32: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 32/167

 end hulu n

P - 19

Indeks Pencemaran Udara

Pemantauan kualitas udara ambien dilaksanakan oleh bidang Pengendalian

Pencemaran dan Pengelolaan Limbah BLH Provinsi Sulawesi Barat. Pengambilan

sampel udara ambien dilaksanakan di 6 Kabupaten se - Sulawesi Barat dengan

tiga titik sampling setiap kabupaten. Di Kabupaten Mamuju Utara pengambilan

sampel udara ambien dilakukan di lokasi Jl. Ir. Soekarno, Jl. H. Andi Depu

(Lapangan Sepakbola) dan Jl. Urip Sumoharjo Pasangkayu.

Di Kabupaten Mamuju Tengah sampling dilakukan di 3 lokasi, antara lain :

Perumahan Mamuju Tengah, Jl. Tumbu Topoyo dan Jl. Poros Mamuju Utara. Untuk

Kabupaten Mamuju sampling udara ambien dilakukan di Jl. Poros Mamuju Utara,

Jl. Pongtiku (komp. BTN Axuri) dan Jl. Gatot Subroto (depan terminal Simbuang). Di

Kabupaten Majene pengaambilan sampel dilakukan di lokasi Jl. Ahmad Yani, Jl.

Jend. Sudirman dan Jl. Ammana Wedang Majene.

Pengambilan sampel di Kabupaten Polewali Mandar dilaksanakan 3 lokasi dalam

kota, yaitu Jl. H. Andi Depu, Jl. Jend. Ahmad Yani (Lampu Merah polewali) dan Jl.

Poros Pinrang Polewali, sedangkan di Kabupaten Mamasa pengambilan sampel

dilakukan di Jl. Poros Mamasa, Jl. Demmajannang dan Jl. Poros Mamasa (Komp.

Perkantoran). Pengambilan sampel udara yang dilakukan oleh Bidang 

Pengendalian Pencemaran dan Pengelolaan Limbah dilaksanakan pada Bulan

Juni.

Berikut rekap tabel mengenai rerata konsentrasi NO2 dan SO2 tiap kabupaten dan

perhitungan IP dan IPU.

Tabel 1.4 : Nilai Indeks Pencemaran Udara

No. Provinsi/Kabupaten Kon.NO

2

Kon.SO

2

IPNO2 IPSO2 IPU

1 Kabupaten Mamuju Utara 25,20 50,20 99,11 93,72 96,42

2

Kabupaten Mamuju, Mamuju

Tengah12,00 69,17 99,58 91,35 95,46

3

Kabupaten Majene 12,00 31,00 99,58 96,1397,85

4 Kabupaten Polewali Mandar 12,00 31,00 99,58 96,13 97,85

5 Kabupaten Mamasa 12,00 43,67 99,58 94,54 97,06

6 Provinsi Sulawesi Barat

14,20 49,03 99,50 93,8796,68

Sumber : Data IKLH 2015

Page 33: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 33/167

 end hulu n

P - 20

Berdasarkan tabel tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai indeks

pencemaran udara Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2015 ini masih cukup

bagus yakni mencapai nilai 96,68. Jika ditinjau berdasarkan masing-masing 

kabupaten, maka Kabupaten Majene dan Polewali mandar masih menduduki

peringkat pertama sebagai Kabupaten dengan tingkat pencemaran udara

terendah, sedangkan Kabupaten Mamuju/Mamuju tengah pada peringkat

terakhir.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat pencemaran udara masih sangat

didominasi dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Kesimpulan ini diambil

berdasarkan hasil perhitungan kualitas udara pada lokasi padat kendaraan. Nilai

ini juga ditunjukkan dari indeks per kabupaten yang menempatkan Kabupaten

Mamuju pada posisi terendah yang secara data adalah kabupaten dengan jumlah

kepadatan kendaraan bermotor paling tinggi.

Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, indeks pencemaran udara pada

tahun 2015 Provinsi Sulawesi Barat mengalami penurunan dibandingkan dengan

Tahun 2014. Penurunan Indeks Kualitas Udara ini dipengaruhi oleh Penurunan

kualitas udara secara menyeluruh disemua kabupaten. Indeks kualitas udara

terendah di Kabupaten Mamuju dan Mamuju Tengah. Hal ini dipengaruhi oleh

banyaknya peningkatan jumlah kendaraan bermotor.

Berikut perbandingan nilai indeks kualitas udara untuk tahun 2014 dan 2015.

Tabel 1.5 : Perbandingan Indeks Kualitas Udara 2014-2015

No. Provinsi/Kabupaten 2013 2014 2015

1

Kabupaten Mamuju Utara 99.51 97.71 96,42

2

Kabupaten Mamuju, Mamuju

Tengah

98.18 97.36 95,46

3

Kabupaten Majene 99.28 98.28 97,85

4 Kabupaten Polewali Mandar 99.44 97.88 97,85

5 Kabupaten Mamasa 99.58 98.59 97,06

6 Provinsi Sulawesi Barat 99.20 97.43 96,68

Sumber : Data IKLH 2015

Indeks Tutupan Hutan

Pada hakekatnya tutupan hutan dan lahan secara tidak langsung memiliki

kontribusi besar dalam perubahan kualitas air sungai dan pencemaran udara. Jika

Page 34: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 34/167

 end hulu n

P - 21

persentase luas hutan masih lebih besar dari total luas wilayah suatu daerah,

dapat disimpulkan bahwa kualitas lingkungan di daerah tersebut masih cukup

baik. Jika kualitas hutan masih terjaga, maka secara tidak langsung ikut menjaga

kualitas air sungai dan tingkat pencemaran udara. Sebaliknya, jika semakin

banyak alih fungsi hutan akan menimbulkan pencemaran air sungai dan udara.

Untuk perhitungan indeks tutupan hutan maka diperlukan data hutan primer dan

hutan sekunder yang kemudian dijumlahkan. Data hutan primer dan hutan

sekunder per Kabupaten se-Provinsi Sulawesi Barat yang diperoleh dari Dinas

Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat (SK. Menhut No. SK.862/MENHUT.II/2014)

yang kemudian dibandingkan dengan luas wilayah administrasi setiap kabupaten

maka dapat diperoleh persentase tutupan hutan setiap kabupaten. Dari hasil

perhitungan persentase Tutupan Hutan maka dapat diperoleh Indeks Tutupan

Hutan per-Kabupaten dengan melakukan konversi persentase yang merupakan

perbandingan luas tutupan hutan dengan luas wilayah menggunakan rumus

perhitungan sebagai berikut :

   

  

 

3,5 4

5 01 0 03,8 41 0 0   xT H x I T H 

Berdasarkan rumus diatas, maka Indeks Tutupan Hutan Sulawesi Barat untuk

tahun 2015 menurut kabupaten dan Provinsi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.6 :

Nilai Indeks Tutupan Hutan

No

Kabupaten

ITH

1 Mamuju Utara 65,07

2 Mamuju, Mamuju Tengah 77,27

3 Majene 53,17

4 Polewali Mandar  36,56

5 Mamasa 66,79

6 Provinsi Sulawesi Barat

66,96

Sumber : Data IKLH 2015

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai indeks tutupan hutan

untuk semua daerah di Provinsi Sulawesi Barat mengalami penurunan. Hal ini

ditandai dengan nilai indeks tutupan hutan masih mencapai rata-rata 66,96. Nilai

ini dipengaruhi oleh Indeks Tutupan Hutan di Kabupaten Majene dan Polewali

Mandar yang sangat rendah. Nilai indeks tutupan hutan tertinggi berada di

Page 35: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 35/167

 end hulu n

P - 22

Kabupaten Mamuju/Mamuju Tengah mencapai 77,27, sedangkan nilai indeks

tutupan hutan terendah berada di Kabupaten Polewali Mandar yakni hanya

mencapai 36.56.

Berikut perbandingan Indeks Tutupan Hutan Sulawesi Barat di rinci perKabupaten untuk tiga tahun terakhir :

Tabel 1.7 : Perbandingan Indeks Tutupan Hutan 2013-2015

No. Provinsi/Kabupaten 2013 2014 2015

1

Kabupaten Mamuju Utara 99.51 82.33 65,07

2

Kabupaten Mamuju, Mamuju

Tengah98.18 82.97 77,27

3

Kabupaten Majene 99.28 58.55 53,17

4 Kabupaten Polewali Mandar 99.44 34.37 36,56

5 Kabupaten Mamasa 99.58 71.75 66,79

6 Provinsi Sulawesi Barat 99.20 75.44 66,96

Sumber : Data IKLH 2015

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk Kabupaten Polewali

Mandar dan Kabupaten Majene mengalami penurunan indeks tutupan lahan yang 

sangat signifikan. Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2013 mencapai 99.44

sedangkan pada Tahun 2015 mengalami penurunan mencapai 36.56. Di

Kabupaten Majene pada Tahun 2013 indeks tutupan hutannya 99.28 sedangkan

pada Tahun 2015 mengalami penurunan mencapai 53.17. Adanya penurunan

indeks tutupan hutan yang signifikan di semua Kabupaten di Provinsi Sulawesi

Barat mengakibatkan indeks tutupan hutan Provinsi Sulawesi Barat mengalami

penurunan di Tahun 2013 mencapai 99.20 sedangkan di Tahun 2015 turun

menjadi 66,96.

Dari gambaran terebut diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kekritisan

kawasan hutan di Sulawesi Barat makin meningkat. Untuk itu, kegiatan reboisasi

dan penghijauan untuk pemulihan lahan kritis perlu digalakkan.

Indeks Kualitas Lingkungan

Perhitungan Indeks kualitas lingkungan memiliki sifat komparatif yang berarti nilai

satu kabupaten relatif terhadap kabupaten lainnya. Hasil perhitungan indeks

kualitas lingkungan bukan semata-mata untuk melihat peringkat IKLH per-

Kabupaten akan tetapi bagaimana setiap kabupaten saling bersinergi untuk

Page 36: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 36/167

 end hulu n

P - 23

memperbaiki kualitas lingkungan sehingga dapat mengangkat kualitas lingkungan

Provinsi Sulawesi Barat.

Indeks kualitas lingkungan hidup Provinsi Sulawesi Barat dihitung berdasarkan

hasil perhitungan Indeks Pencemaran Air, Indeks Pencemaran Udara dan IndeksTutupan Hutan yang masing-masing kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat maka di

peroleh IKLH setiap Kabupaten, dan setiap kabupaten memberikan konstribusi

berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayahnya terhadap total jumlah Provinsi

sehingga diperoleh nilai IKLH Provinsi Sulawesi Barat. Nilai indeks kualitas

lingkungan masing-masing kabupaten diperoleh dengan rumus perhitungan

sebagai berikut :

Dari rumus perhitungan tersebut diatas, maka Indeks Kualitas Lingkungan untuk

Provinsi Sulawesi Barat dan masing-masing kabupaten dapat dilihat melalui tabel

berikut :

Tabel 1.8 :

Nilai Indeks Kualitas Lingkungan Per Kabupaten

No. Provinsi/Kabupaten IPA IPU ITH IKLH

1 Mamuju Utara 16,60 28,92 26,03 71,57

2 Mamuju dan Mamuju Tengah 20,00 28,64 30,9179,53

3 Majene 15,00 29,36 21,27 65,62

4 Polewali Mandar 19,20 29,36 14,62 63,18

5 Mamasa 15,00 29,12 26,72 70,83

Sumber : Data IKLH 2015

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Indeks Kualitas Lingkungan

di Kabupaten Mamuju/Mamuju Tengah menempati peringkat pertama dengan

nilai IKLH 79,53, sedangkan peringkat terakhir adalah Kabupaten Polewali

Mandar dengan nilai IKLH 63,18. Rendahnya nilai IKLH Kabupaten Polewali

Mandar dipengaruhi oleh indeks tutupan hutan yang sangat rendah dibandingkan

dengan luas wilayah kabupaten Polewali Mandar.

Perubahan nilai IKLH setiap kabupaten di pangaruhi oleh perubahan nilai IPA, IPU

da ITH. Penurunan nilai IKLH paling signifikan terdapat di Kabupaten Mamasa, hal

ini dipengaruhi oleh penurunan nilai Indeks Pencemaran Air yang sangat

30% IPA x 30% IPU x 40% ITH

IKLH =

3

Page 37: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 37/167

 end hulu n

P - 24

signifikan. Dari hasil perhitungan IPA untuk sungai Mamasa, dari 30 titik

pemantauan hanya 1 titik yang memenuhi baku mutu, 28 titik tercemar ringan

dan 1 titik cemar sedang. Di Kabupaten Polewali Mandar penurunan nilai IKLH

 juga dipengaruhi oleh turunnya nilai IPA. dari hasil perhitungan nilai IPA

Kabupaten Polman dari 30 titik pemantauan 21 titik yang memenuhi baku mutu,

9 titik cemar ringan.

Selain dari nilai IPA yang rendah, Indeks tutupan hutan di Kabupaten Polewali

Mandar mempunyai nilai yang terendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya

di Provinsi Sulawesi Barat. Meskipun ITH di Polman mengalami kenaikan

dibandingkan dengan Tahun 2014 akan tetapi tutupan hutan di Kabupaten

Polewali Mandar masih kurang dibandingkan dengan luas administrasinya. Di

Kabupaten Mamuju/Mamuju Tengah penurunan nilai IKLH dipengaruhi oleh

semua indikator baik air, udara dan tutupan hutan. Untuk Kabupaten Mamuju

Utara dan Majene sedikit mengalami kenaikan karena dipengaruhi oleh naiknya

nilai IPA dibandingkan dengan tahun 2014.

Dari rentang nilai IKLH maka Kabupaten Majene dan Polewali berada pada

kategori kurang. Untuk Kabupaten Mamuju Utara dan Mamasa masuk dalam

kategori cukup dan Kabupaten Mamuju masuk dalam kategori baik. Dengan

melihat hasil ini seharusnya setiap kabupaten yang masuk kategori cukup bahkan

kurang untuk berbuat sesuai dengan proporsi dalam memperbaiki kualitas

lingkungan hidup dan Kabupaten yang sudah masuk dalam kategori baik untuk

tetap mempertahankan kondisi lingkungannya dan juga selalu berupaya untuk

meningkatkan kualitas pada posisi yang unggul.

Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan masing-masing 

Kabupaten, maka diperoleh hasil perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan

Provinsi Sulawesi Barat dengan rumus :

 

  

  

  

 

  5

1   2

P rP rP r_

i

ov i ns i L u a s

te n L u a s K ab u p a

ov i ns iP o p u l a s i

b u p a t e nPo pul as i K a

 xK abu pat e n

 I K L H ov i ns i I K L H 

Berdasarkan rumus tersebut diatas, maka diperoleh nilai Indeks Kualitas

Lingkungan Provinsi Sulawesi Barat untuk tahun 2015 sebagai berikut :

Page 38: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 38/167

 end hulu n

P - 25

Tabel 1.9 : Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Sulbar Tahun 2015

No. Kabupaten

IKLH

Kab

Populasi

Kab/Populasi

Prov.

Luas

Kab/Luas

Prov.

NILAI IKLH

Prov.

1 Mamuju Utara 71,55 0,121 0,177 10,658

2Mamuju / Mamuju

Tengah79,55 0,299 0,469 30,592

3 Majene 65,62 0,128 0,053 5,948

4 Polewali Mandar 63,18 0,332 0,123 14,372

5 Mamasa 70,83 0,119 0,178 10,508

IKLH Provinsi Sulbar Tahun 2015 72,08

I-H MANFAAT SLHD DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN DAERAH

Selain menjadi kegiatan wajib yang harus dilaksanakan untuk setiap tahunnya

sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang 

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 63 ayat (1) sampai

dengan ayat (3), penyusunan SLHD memiliki peranan dalam pengambilan

kebijakan pembangunan daerah pada tahun berikutnya.

Beberapa manfaat dalam pengambilan kebijakan daerah pada tahun 2015 yang 

bersumber dari hasil penyusunan SLHD tahun sebelumnya adalah sebagai

berikut :

1. Sebagai bahan dasar dalam penyusunan Peraturan Gubernur Sulawesi Barat

Tentang Baku Mutu Air dan Peraturan Gubernur tentang Jenis Usaha

dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL/UPL.

2. Kebijakan pengalokasian dana untuk penanggulangan abrasi pantai melalui

penanaman mangrove dan bambu.

3. Pengambilan kebijakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan akibat kebakaran

hutanI-I AGENDA PEGELOLAAN LINGKUNGAN

Kebijakan pembangunan Provinsi Sulawesi Barat tahun 2015 dituangkan dalam

arah kebijakan umum tahun 2015 di bidang lingkungan hidup yang antara lain

berisikan :

1. Peningkatan pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan dan

keanekaragaman hayati yang mendorong sumber pencemaran memenuhi

standar baku mutu;

Page 39: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 39/167

 end hulu n

P - 26

2. Penguatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia pengelola

lingkungan hidup;

3. Membangun kemampuan dalam pelaksanaan koordinasi kebijakan dan

perencanaan pembangunan di bidang lingkungan hidup;

4. Peningkatan partisipasi dan peran serta masyarakat;

5. Peningkatan upaya penegakan hukum lingkungan;

6. Penguatan akses masyarakat terhadap informasi lingkungan hidup.

Pada tahun 2015 ini melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah,

pemerintah daerah telah mengalokasikan anggaran untuk bidang pengelolaan

lingkungan hidup sebesar Rp. 21.079.938.500,- serta anggaran pendapatan

dan belanja nasional melalui dana dekonsentrasi bidang lingkungan hidup

sebesar Rp. 1.300.000,-. Dengan demikian, total anggaran pemerintah Provinsi

Sulawesi Barat dalam bidang lingkungan hidup untuk tahun 2015 sebesar Rp.

22.379.938.500,-

Anggara tersebut jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mengalami

peningkatan yang cukup signifikan, dimana anggaran sebelumnya dari total

dana APBN dan APBD untuk bidang lingkungan hidup hanya sebesar Rp.

10.361.050.000,- atau mengalami peningkatan sebesar Rp. 1.650.643.650,-

Perbandingan anggaran kegiatan di bidang lingkungan hidup untuk tahun 2013

sampai dengan tahun 2015 dapat dilihat pada table berikut ini :

Tabel 1.10 : Perbandingan Anggaran Lingkungan Hidup Tahun 2013 – 2015

No. Sumber Anggaran

Jumlah Anggaran

Tahun 2015 Tahun 2014 Tahun 2013

1 APBD 21.079.938.500 7.947.000.000 4.210.406.350

2

APBN 1.300.000.000 2.414.050.000 4.500.000.000

3 Bantuan Luar Negeri*) - - -

Total 22.379.938.500 10.361.050.000 8.710.406.350

Sumber : tabel UP-10A Buku Data

Program kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup

Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2015 untuk menunjang pembangunan di bidang 

lingkungan hidup antara lain :

Page 40: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 40/167

 end hulu n

P - 27

1. Kegiatan yang bersumber dari dana APBD :

Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan

Bimbingan teknis persampahan

Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup.

Koordinasi penilaian kota sehat Adipura

Pengelolaan B3 dan Limbah B3

Pengkajian Dampak Lingkungan

Inventarisasi Usaha Kegiatan Wajib AMDAL/UKL/UPL

Koordinasi Pengawasan Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Pos P3SLH

Kegiatan Pembinaan dan Pengawasan Kualitas Udara Skala Provinsi

Penetapan Baku Mutu Air Provinsi Sulawesi Barat

Updating Draf Peraturan Bidang AMDAL dan Sistem Informasi Data Base

(Aplikasi Data Base Dokumen AMDAL UPL-UKL)

Penyusunan Pergub Baku Mutu Air

Penyusunan Pergub tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib

dilengkpi dengan UKL/UPL

Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Konservasi Sumber Daya Air dan Pengendalian Kerusakan Sumber-

Sumber Air

Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan dan Konservasi

SDA

Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan

Lingkungan Hidup

Pengembangan Data dan Informasi Lingkungan

Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daeah (SLHD) dan IKLH

Program Pengelolaan dan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut

Pengelolaan dan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut

Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan

Lingkungan Hidup.

Pengembangan Program – Program ADIWIYATA (Sekolah Peduli

Lingkungan)

Penyusunan PDRB Hijau Sulawesi Barat

Page 41: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 41/167

 end hulu n

P - 28

2. Kegiatan yang bersumber dari dana APBN yakni Program Pengelolaan

Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Peningkatan Pengelolaan

Lingkungan Hidup Daerah, antara lain :

Pengawasan dan Pemantauan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan

Limbah Berbahaya dan Beracun

Pemantauan Kualitas Air Pada Sumber Air Skala Nasional Dan Atau

Merupakan Lintas Batas Negara Dan Atau Prioritas Nasional

Pemantauan Kualitas Udara Lintas Provinsi Dan Atau Lintas Batas Negara

Dan/Atau Prioritas Nasional

Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagaimana yang telah diagendakan

dalam program kerja Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat untuk

tahun 2015, harus dibarengi dengan ketersediaan sumber daya manusia

pengelola lingkungan hidup. Berdasarkan data yang dihimpun dari Sekretariat

Badan lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat, Jumlah pegawai negeri di BLH

Provinsi Sulawesi Barat untuk tahun 2015 ini baru sekitar 47 orang yang terdiri

dari 23 laki-laki dan 24 perempuan. Jumlah ini mengalami pertabahan dari

tahun sebelumnya yakni hanya 43 orang.

Page 42: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 42/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 1

BAB II

KONDISI LINGKUNGAN HIDUP

DAN KECENDERUNGANNYA

II-A. LAHAN DAN HUTAN

Provinsi Sulawesi Barat merupakan pengembangan dari Provinsi Sulawesi Barat

yang dibentuk pada tahun 2004 berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2004 tentang pembentukan Provinsi Sulawesi Barat. Sebagian besar luas daratan

Sulawesi Barat masih tertutupi oleh kawasan hutan, sekitar 69,53 persen atau

sekitar 11.241,05 Km2 dari luas Sulawesi Barat yang mencapai 16.916,72 Km2.

Kondisi ini memberi gambaran jika sub sektor kehutanan di Sulawesi Barat masih

cukup potensial untuk dikembangkan.

Secara filosofis, wilayah Provinsi Sulawesi Barat termasuk dalam Mandala Geologi

Sulawesi Barat atau merupakan bagian tengah dari Busur Volkanik Sulawesi Barat

yang didominasi oleh batuan-batuan plutonik volkanik Paleogen-Kuarter serta

batuan sedimen dan metamorfik Mezoik tersier.

Sejarah geologi daerah penyelidikan Provinsi Sulawesi Barat dimulai pada zaman

kapur dengan pengendapan Formasi Latimojong (Kls) yang terdiri dari batu sabak,

kuarsit, filit, batu pasir, kuarsa malih, batu lanau malih dan pualam setempat serta

batu lempeng malih.

Formasi Mandar (Tmm) terdiri dari batu pasir, batu lanau dan serpih berlapis baik

serta mengandung lensa lignit yang berumur Miosen Akhir. Tebalnya mencapai

400 meter dan diendapkan dalam lingkungan laut dangkal sampai delta.

Pada lembar Mamuju, formasi ini disebut Formasi Mamuju (Raman dan

Atmawinata 1993) didominasi oleh napal dan batu gamping dengan sisipan tuf,

batu pasir dan konglomerat. Formasi Mamuju diendapkan bersamaan dengan

Anggota Tapalang Formsi Mamuju (Tmmt) yang terdiri dari batugamping terumbu,

batugamping kepingan dan napal. Keduanya menjemari dengan Batuan

Gunungapi Talaya (Tmtv) disusul oleh Formasi Lariang (Tmpl) yang terdiri dari

perselingan antara konglomerat dan batupasir, sisipan dari batu lempung dan

setempa tuf berumur Miosen Akhir – Pliosen.

Jenis jenis tanah yang ada di wilayah Sulawesi Barat terdiri dari tanah inceptisol

dan tanah ultisol. Jenis tanah inceptisol terdapat di hampir seluruh wilayah

Sulawesi Barat yakni merupakan tanah muda dengan tingkat perkmbangan lemah

Page 43: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 43/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 2

yang dicirikan oleh horizon penciri kambik. Tanah ini terbentuk dari berbagi

macam bahan induk yaitu luvium (fluvitil dan marin), batu pasil, batu liat dan batu

gamping. Penyebaran tanah ini terutama di daerah dataran antara erbukitan,

tanggul sungai, rawa belakang sungai, dataran luvial, sebagaian dataran structural

berelief datar, landform structural/tektonik dan dataran/perbukitan volkanik.

Tanah inceptisol memiliki horizon cambic pada horizon B yang dicirikan dengan

adanya kandungan liat yang belum terbentuk dengan baik akibat proses basah

kering dan proses penghanyutan pada lapisan tanah.

Jenis tanah utisol merupakan tanah berwarna kemerahan yang banyak

mengandung lapisan tanah liat dan bersifat asam. Warna tersebut terjadi akibat

kandungan logam, terutama besi dan aluminum yang teroksidasi (weathered soil).

Tanah ini umumnya terdapat di daerah topis pada hutan hujan dan secara alamiah

sangat cocok untuk kultivasi atau penanaman hutan. Selain itu juga merupakan

material yang stabil digunakan dalam konstruksi bangunan. Parameter yang 

menentukan persebaran jenis tanah di wilayah Sulawesi Barat adalah jenis

batuan, iklim dan geomorfologi local, sehingga perkebangannya ditentukan oleh

tingkat pelapukan batuan pada kawasan tersebut. Kulaitas tanah mempunyai

pengaruh yang sangat besar terhadap intensitas penggunaan lahannya. Tanah-

tanah yang sudah berkembang horizonnya akan semakin intensif digunakan,

terutama untuk kegiatan budidaya.

Lahan dan hutan merupakan sumber perekonomian bagi masyarakat, karena

daerah Provinsi Sulawesi Barat mempunyai kawasan hutan yang cukup luas. Oleh

sebab itu, sumber daya hutan yang berlimpah diharapkan menjadi potensi yang 

memiliki nilai ekonomi dan pembangunan bagi semua pihak, sepanjang tetap

memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan untuk pelestarin fungsi hutan.

Produksi hasil hutan non kayu yang cukup banyak di Sulawesi Barat adalah rotan

dan getah pinus masing-masing sebesar 2.566 ton dan 132.359 ton. Luas hutan

di Sulawesi Barat selama ini terpantau di 16 titik pos kehutanan yang tersebar

disemua kabupaten.

Pembahasan lahan dan hutan dilakukan dengan analisis statistik sederhana

dengan perbandingan dengan baku mutu, perbandingan nilai antar lokasi dan

antar waktu serta analisis statistik sederhana dengan membandingkan frekuensi,

maksimum, minimum dan rata-rata melalui pendekatan-pendekatan sebagai

berikut :

Page 44: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 44/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 3

1. Mengidentifikasi kondisi lahan dan hutan yang terparah untuk dijadikan subjek

utama

2. Mengidentifikasi lahan kritis dibeberapa kabupaten

3. Mengukur tingkat percepatan kerusakan dan perbaikan lahan.

4. Menelaah lebih lanjut aktifitas utama yang menyebabkan perubahan alih

fungsi lahan, seperti :

Konversi lahan dan hutan akibat ekspansi perkebunan

Konversi lahan dan hutan akibat ekspansi pertambangan

Konversi lahan dan hutan akibat ekspansi Galian C

Konversi lahan dan hutan akibat ekspansi Penebangan liar.

Luas wilayah menurut penggunaan lahan utama.

Tutupan lahan merupakan sesuatu yang bersifat dinamis. Perubahan tutupan

lahan baik yang terjadi oleh faktor manusia maupun yang disebabkan faktor alam,

hal ini menjadi dinamika terhadap tutupan lahan. Bentuk dari dinamika tutupan

lahan yang paling sering terjadi adalah penggunaan lahan yang belum

terpakai/lahan kosong, dan juga perubahan fungsi lahan dari fungsi yang satu

menjadi fungsi lainnya atau biasa yang disebut dengan konversi. Pertambahan

penduduk yang semakin tinggi dapat ,mengakibatkan tutupan lahan semakin

tinggi.

Pembagian luas lahan di Provinsi Sulawesi Barat berdasarkan masing-masing 

kabupaten dapat dilihat melalui tabel berikut :

Tabel. 2.1 : Luas Penggunaan Lahan Utama Provinsi Sulawesi Barat

No. Kabupaten

Luas Lahan (Ha)

NonPertanian

  Sawah  Lahan

Kering  Perkebunan Hutan Badan Air Total

1  Mamuju

Utara  3.391,00 20.347,00 0,00 88.818,00 181.090,00 5.245,00   298.891,00

2   MamujuTengah   733,00 39.244,00 0,00 49.048,00 219.423,00 2.344,00   310.792,00

3   Mamuju 2.480,00 40.293,00 0,00 65.738,00 371.409,00 3.317,00   483.237,00

4   Majene 1.183,00 6.671,00 0,00 29.987,00 51.472,00 707,00   90.020,00

5  Polewali

Mandar   6.427,00 24.747,00 0,00 72.361,00 97.837,00 6.907,00   208.279,00

6   Mamasa 437,00 4.504,00 0,00 91.345,00 202.874,00 1.293,00   300.453,00

Total 14.651,00 135.806,00 0,00 397.297,00 1.124.105,00 19.813,00 1.691.672,00

Sumber : Tabel SD-1 Buku Data

Berdasarkan Tabel diatas, luas lahan berdasarkan peruntukannya di Provinsi

Sulawesi Barat adalah 1.691.672 hektar. Jika dilihat dari jenis kawasan, maka

Page 45: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 45/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 4

kawasan hutan menempati urutan tertinggi untuk luas kawasan yakni sekitar

66,45 % dan yang terendah adalah lahan sawah yakni sekitar 0,87 %. Untuk luas

kawasan hutan tertinggi sendiri berada di Kabupaten Mamuju yakni sekitar

371.409 hektar sedangkan yang terendah berada di Kabupaten Majene yakni

sekitar 51.472.00 hektar. Kawasan perkebunan didominasi oleh Kabupaten

Mamasa yakni seluas 91.345 hektar sedangkan yang terkecil adalah Kabupaten

Majene yakni sebesar 29.987

Lahan non pertanian yang terluas berada di Kabupaten Polewali Mandar yakni

seluas 6.427 hektar sedangkan yang terendah berada di Kabupaten Mamuju

Tengah yakni seluas 733 hektar.

Untuk lahan sawah sendiri, yang terluas berada di Kabupaten Mamuju yakni

seluas 40.293 hektar sedangkan di yang terkecil berada di Kabupaten Mamasa

yakni sekitar 4.504 hektar. Perbandingan luas kawasan hutan menurut

pembagian lahan dapat dilihat pada grafik berikut;

Grafik 2.1 : Persentase Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan Lahan Utama di Provinsi

Sulawesi Barat

Sumber : Hasil perhitungan luas lahan.

Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi Atau Statusnya

Berdasarkan data dari materi teknis Perda RTRW Provinsi Sulawesi Barat Tahun

2015-2034, total luas kawasan hutan untuk provinsi Sulawesi Barat adalah

1.124.105 hektar. Berdasarkan pembagian kawasan hutan menurut fungsinya,

hutan lindung merupakan yang terluas yakni mencapai 450.639 hektar disusul

oleh hutan produksi terbatas seluas 334.393 hektar, suaka margasatwa seluas

Page 46: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 46/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 5

214.099 hektar, hutan produksi seluas 76.910 hektar, hutan produksi konservasi

27.424 hektar serta kawsan wisata seluas 149 hektar.

Luas kawasan hutan tersebut dihitung dari luas kawasan hutan yang berada di

enam Kabupaten yang masuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat. Penentuan

tapal batas dan pengawasan isi kawasan serta fungsi dan statusnya menjadi

sangat penting guna mengetahui prospek ketahanan tutupan vegetasi Provinsi

Sulawesi Barat terhadap bencana alam.

Grafik 2.2 : Perbandingan luas hutan menurut fungsinya

Sumber : Hasil olah data buku data tabel SD-2

Luas kawasan lindung menurut RTRW dan Tutupan Lahannya.

Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Wilayah Provinsi meliputi kawasan

lindung yang ditetapka dalam RTRWN yang terkait dengan wilayah provinsi dan

rencana pengembangan kawasan lindung provinsi yang merupakan kewenangan

provinsi. Kawasan lindung yang ditetapkan dalam RTRWN disebut Kawasan

indung Nasional, kawasan yang tidak diperkenankan dan/atau dibatasi

pemanfaatan ruangnya dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian

lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

Dalam RTRW, penentuan kawasan lindung di Sulawesi Barat di dasarkan pada

Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 726 tahun 2012 tentang kawasan

hutan dan konservasi perairan. Melengkapi peta tersebut, juga dilakukan analisi

penentuan peruntukan kawasan hutan dalam skala yang lebih detail (1:50000)

berdasarkan data evaluasi, kemiringan lereng, sebaran kawasan rawan banjir

serta kawasan rawan longsor dan gempa.

Page 47: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 47/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 6

Keberadaan dan terpeliharanya kawasan lindung di Sulawesi Barat diniliai sangat

vital. Pada wilayah dengan curah hujan yang tinggi seperti di kebanyakan wilayah

di Sulawesi Barat, kawasan lingkung menjadi penyangga bencana banjir, longsor

dan erosi. Sementara pada wilayah dengan curah hujan yang relatif rendah,

seperti di Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju Utara bagian Utara,

kawasan lindung enjadi penyangga bagi ketersediaan air untuk berbagai

kepentingan.

Meskipun demikian, ada sebagian kecil wilayah yang tersebar di semua

kabupaten di Sulawesi Barat yang secara legalitas-formalnya tercatat sebagai

hutan lindung, akan tetapi dalam kenyataannya sudah sejak lama menjadi

kawasan pemukiman. Jika ditinjau dari bio-geofisik, kawasan-kawasan tersebut

tidak cocok untuk dijadikan hutan lindung karena tidak memberikan fungsi

sebagai kawasan lindung.

Berdasarkan data yang tertuang dalam Perda RTRW Provinsi Sulawesi Barat, luas

kawasan lindung di Sulawesi Barat adalah 1.557.229,50 hektar yang terdiri atas

kawasan perlindungan terhadap kawasan seluas 668.375,10 hektar, kawasan

perlindungan setempat seluas 675.041 hekar dan kawasan suaka alam seluas

213.813,40 hektar. Pembagian kawasan berdasarkan tutupan lahan belum dapat

dihitung secara terperinci baik dari data Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat

maupun penjabaran dari Perda RTRW Provinsi Sulawesi Barat.

Luas Tutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan

Data luas tutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan dirinci

menurut kabupaten berdasarkan data yang tertuang dalam lapiran II-Lapiran IV

Perda Provinsi Sulawesi Barat Nomor 1 Tahun 2015 tentang RTRW Provinsi

Sulawesi Barat Tahun 2015-2034, yang dapat dihitung adalah luas kawasan

hutan yang dirinci sebagai berikut :

Kabupaten Mamuju Utara

Luas tutupan lahan KSA-KPA sebesar 161,31 Ha

Luas tutupan lahan HL sebesar 103.313,49 Ha

Luas tutupan lahan HPT sebesar 55.002,76 Ha

Luas tutupan lahan HP sebesar 2.107,09 Ha

Luas tutupan lahan HPK sebesar 8.998,35 Ha

Page 48: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 48/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 7

Kabupaten Mamuju Tengah

Luas tutupan lahan KSA-KPA sebesar 50.923,18 Ha

Luas tutupan lahan HL sebesar 16.633,52 Ha

Luas tutupan lahan HPT sebesar 95.944.40 Ha

Luas tutupan lahan HP sebesar 30.019,73 Ha

Luas tutupan lahan HPK sebesar 6.000,25 Ha

Kabupaten Mamuju

Luas tutupan lahan KSA-KPA sebesar 93.698,09 Ha

Luas tutupan lahan HL sebesar 132.707,97 Ha

Luas tutupan lahan HPT sebesar 101.981,13 Ha

Luas tutupan lahan HP sebesar 44.782,69 Ha

Luas tutupan lahan HPK sebesar 11.988,74 Ha

Kabupaten Majene

Luas tutupan lahan HL sebesar 44.649,75 Ha

Luas tutupan lahan HPT sebesar 7.553,33 Ha

Kabupaten Polewali Mandar 

Luas tutupan lahan KSA-KPA sebesar 733,9 Ha

Luas tutupan lahan HL sebesar 69.613,21 Ha

Luas tutupan lahan HPT sebesar 24.016,44 Ha

Kabupaten Mamasa

Luas tutupan lahan KSA-KPA sebesar 68.582,04 Ha

Luas tutupan lahan HL sebesar 83.721,19 Ha

Luas tutupan lahan HPT sebesar 49.894,66 Ha

Luas tutupan lahan HPK sebesar 437,10 Ha

Luas Lahan Kritis.

Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif. Meskipun dikelola, produktivitas

lahan kritis sangat rendah, bahkan dapat terjadi hasil produksi yang diterima jauh

lebih sedikit daripada biaya produksinya. Lahan kritis bersifat tandus, gundul, dan

tidak dapat digunakan untuk kegiatan perkebunan dan pertanian, karena tingkat

kesuburannya sangat rendah. Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang 

mengalami proses kerusakan fisik, kimia dan biologi karena tidak sesuai

penggunaan dan kemampuannya, yang akhirnya membahayakan fungsi

hidrologis, orologis, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial

ekonomi dan lingkungan.

Page 49: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 49/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 8

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis, adalah sebagai berikut.

1. Genangan air yang terus-menerus seperti di daerah pantai dan rawa-rawa.

2. Kekeringan, biasanya terjadi di daerah bayangan hujan.

3. Erosi tanah atau masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi,

pegunungan, dan daerah miring lainnya.

4. Pengelolaan lahan yang kurang memerhatikan aspek-aspek kelestarian

lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi baik di dataran tinggi, pegunungan,

daerah yang miring maupun di dataran rendah.

5. Masuknya material yang dapat bertahan lama ke lahan pertanian, misalnya

plastik. Plastik dapat bertahan 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat

mengganggu kelestarian lahan pertanian.

6. Terjadinya pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan

yang sangat tinggi.

7. Masuknya zat pencemar (misal pestisida dan limbah pabrik) ke dalam tanah

sehingga tanah menjadi tidak subur.

Berikut tabel luas lahan kritis di Sulawesi Barat dirinci per Kabupaten berdasarkan data

dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat.

Tabel 2.2 : Luas Lahan Kritis Provinsi Sulawesi Barat

No. Kabupaten Kritis Ha) Sangat Kritis Ha) Jumlah Total Ha)

1 Mamuju Utara 1067,00 45,00   1112,00

2 Mamuju Tengah 0,00 0,00   0,00

3 Mamuju 71533,83 0,00  71533,83

4 Majene 19814,00 0,00   19814,00

5 Polewali Mandar 21970,00 0,00  21970,00

6 Mamasa 64033,00 0,00   64033,00

Total 178417,83 45,00 178462,83

Sumber : Tabel SD-5 Buku Data

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa luas lahan kritis di Provinsi

Sulawesi Barat untuk tahun 2015 adalah 178.462, 83 hektar dengan wilayah

terluas berada di Kabupaten Mamuju yakni seluas 71.533,83 hektar. Jumla ini

mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni

mencapai 246.517 hektar.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis, adalah sebagai berikut.

1. Genangan air yang terus-menerus seperti di daerah pantai dan rawa-rawa.

Page 50: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 50/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 9

2. Kekeringan, biasanya terjadi di daerah bayangan hujan.

3. Erosi tanah atau masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi,

pegunungan, dan daerah miring lainnya.

4. Pengelolaan lahan yang kurang memerhatikan aspek-aspek kelestarian

lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi baik di dataran tinggi, pegunungan,

daerah yang miring maupun di dataran rendah.

5. Masuknya material yang dapat bertahan lama ke lahan pertanian, misalnya

plastik. Plastik dapat bertahan 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat

mengganggu kelestarian lahan pertanian.

6. Terjadinya pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan

yang sangat tinggi.

7. Masuknya zat pencemar (misal pestisida dan limbah pabrik) ke dalam tanah

sehingga tanah menjadi tidak subur.

Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air

Kerusakan tanah untuk produksi biomassa dapat disebabkan oleh sifat alami

tanah, dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menyebabkan tanah

tersebut terganggu/rusak hingga tidak mampu lagi berfungsi sebagai media untuk

produksi biomassa secara normal. Tata cara pengukuran kriteria baku kerusakan

tanah untk produksi biomassa ini hanya berlaku untuk pengukuran kerusakan

tanah karena tindakan manusia di areal produksi biomassa maupun karena

adanya kegiatan lain diluar areal produksi biomassa yang dapat berdampak

terhadap terjadinya kerusakan tanah untuk produksi biomassa.

Pengukuran kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa dilakukan

pada areal yang telah ditetapkan dalan rencana RTRW Kabupaten Kota sebagai

kawasan produksi biomassa. Selanjutnya kawasan untuk produksi biomassa

tersebut diidentifikasi untuk mengetahui areal-areal yang berpotensi mengalami

kerusakan tanah berdasarkan dat-data sekunder (peta tematik) atau informasi

yang ada.

Perbandingan dengan baku mutu

Untuk pengukuran erosi dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan oleh

BLHP Kabupaten Majene, untuk melihat pengurangan tebal tanah selama paling 

sedikit ± 1 tahun untuk analisa kerusakan tanah dilahan kering akibat erosi air

sementara hanya dilakukan dengan tebal tanah <20 cm di lokasi Kelurahan

Page 51: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 51/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 10

Tande, pada kemiringan > 450 dengan estimasi hasil pengukuran sepuluh tahun ±

1,5 mm atau melebihi baku mutu ambang kritis erosi (>0,2 - <1,3) dan 20 – <50

cm di lokasi Lingk. Puawang pada kemiringan >450 dengan estimasi hasil

pengukuran sepuluh tahun ± 4,2 mm melebihi baku mutu ambang kritis erosi

(1,3-< 4).

Tabel 2.3 : Evaluasi kerusakan lahan di tanah kering akibat erosi

No. Tebal Tanah  Ambang Kritis Erosi(PP 150/2000) (mm/10 tahun)

Besaran erosi(mm/10 tahun)

  Status Melebihi/Tidak

1   < 20 cm 0,2- 1,3   ± 1,5 melebihi

2   20- < 50 cm 1,3- < 4   ± 4,2 melebihi

3   50- < 100 cm 4,0 - < 9,0 tad tad

4   100–150 cm 9,0–12 tad tad

5   > 150 cm > 12 tad tad

Sumber : Tabel SD-6 Buku Data

Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering

Kriteria baku yang digunakan untuk menentukan status kerusakan tanah untuk

produksi biomassa didasarkan pada parameter kunci sifat dasar tanah, yang 

mencakup sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah. Sifat dasar tanah ini

menentukan kemampuan tanah dalam menyediakan air dan unsur hara yang 

cukup bagi kehidupan (pertumbuhan dan perkembangan) tumbuhan. Dengan

mengetahui sifat dasar suatu tanah maka dapat ditentukan status kerusakan

tanah untuk produksi biomassa.

Kriteria baku ini dapat digunakan untuk produksi biomassa tanaman semusim

maupun tanaman keras (perkebunan dan kehutanan). Khusus untuk parameter

ketebalan solum nilai ambang kritis hanya berlaku untuk tanaman semusim,

sedangkan untuk tanaman keras (perkebunan dan kehutanan) nilai ambang kritis

harus disesuaikan dengan kebutuhan jenis tanaman keras tersebut (berdasarkan

evaluasi kesesuaian lahan).

Perbandingan dengan baku mutu

Pada periode pemantauan kualitas tanah tahun 2015 pada Lahan Kering 

dilakukan oleh Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar. Untuk

Kabupaten Majene dilakukan di tiga lokasi yakni berada di Desa Lambe, Desa

Pangaleroang dan Desa Talongga. Dari hasil pemantauan di Kabupaten Majene

dapat dijabarkan bahwa parameter yang melebihi baku mutu sesuai dengan

Page 52: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 52/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 11

ketentuan dalam PP 150 tahun 2000 ada tiga parameter yakni Kebatuan

Permukaan, Derajat Peluusan Air dan Jumlah Mikroba. Pada parameter Kebatuan

Permukaan parameter yang melebihi baku mutu berada di Desa Pangaleroang,

untuk parameter Jumlah Mikroba melebihi baku mutu di Desa Lambe dan Desa

Talongga, sedangkan untuk Parameter Derajat Pelulusan Air melebihi baku mutu

di Tiga Desa yang dilakukan pemantauan.

Untuk pemantauan kualitas tanah pada lahan kering di Kabupaten Polewali

Madar, dilakukan di tiga kecamatan yakni Kecamatan Luyo, Tapango dan

Binuang. Pada pemantauan yang di lakukan di Kabupaten Polewali Mandar ada

satu parameter yang melebihi baku mutu sesuali ketentuan dalam PP 150 tahun

2000 yakni parameter redoks yang terjadi di semua lokasi.

Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah.

Pelaksanaan evaluasi kerusakan tanah di lahan kering akibat erosi, berdasarkan

data yang dikumpulkan dari Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan baik di

tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten bahwa sampai saat ini belum pernah

dilakukan pengukuran sehingga belum ada data yang tersedia sebagaimana

standar baku mutu yang telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor

150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi

Biomassa.

Perkiraan Luas Kerusakan Hutan menurut Penyebabnya

Tidak bisa dipungkiri bahwa kerusakan hutan terjadi setiap hari, informasi

tersebut seringkali kita dapatkan dari berbagai macam media seperti televisi,

internet, radio, dan media-media lainnya. Padahal kita tahu semua bahwa

keberadaan hutan sangatlah penting bagi kehidupan didunia ini dianataranya

sebagai paru-paru dunia, mengendalikan bencana alam, rumah bagi flora fauna,

dan masih banyak lagi.

Dan dibawah ini akan dijelaskan secara singkat penyebab kerusakan hutan serta

dampaknya bagi kehidupan dimuka bumi ini.

1. Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan

hutan. Kebakaran hutan sangalah susah untuk diatas, untuk itu kita semua harus

Page 53: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 53/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 12

dapat mengantisipasi agar kejadian tersebut tidak terjadi. Penelitian menunjukan

bahwa sebagian besar kebakaran hutan yang terjadi dikarenakan ulah manusia.

2. Penebangan Hutan Secara Liar

Penyebab kerusakan hutan lainnya yang memilidi andil yang sangat besar adalah

penebangan hutan secara liat atau yang biasa disebut illegal logging . Umumnya

kejadian seperti ini dilatarbelakangi oleh permasalahan ekonomi, untuk itu

Pemerintah diharapkan bisa memberikan solusi dalam permasalahan ini.

3. Penegakan Hukum Yang Lemah

Lemahnya supremasi hukum di Indonesia menjadi penyebab lain dari kerusakan

hutan, hal ini yang membuat pelaku kerusakan hutan tidak jera dan melakukan

perbuatan illegal logging lagi setelah mendapatkan hukuman. Ini juga merupakan

pekerjaan rumah bagi Pemerinta untuk membuat hukum yang baik.

4. Mentalitas Manusia

Sebenarnya penyebab kerusakan hutan yang terjadi selama ini adalah karena

mantalitas sebagian manusia yang menganggap dirinya paling berhak untuk

mengelola hutan. Padahal kenyataan dilapangan banyak amanah yang 

disalahgunakan sehingga menjadikan hutan yang semakin hari semakin rusak.

Grafik 2.3 : Luas kerusakan hutan Provinsi Sulawesi Barat.

Sumber : Tabel SD-9 Buku Data

Berdasarkan data yang dihimpun dari masing-masing kabupaten di Provinsi

Sulawesi Barat, Kerusakan hutan di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2015 yang 

paling besar disebabkan oleh Perambahan Hutan yakni mencapai 27.505 hektar

Page 54: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 54/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 13

disusul oleh kegiatan penebangan liar, kebakaran hutan dan peladangan

berpindah.

 Analisis statistik sederhana

Pada tahun 2015 ini, hampir semua daerah di seluruh Indonesia dilanda

kebakaran hutan yang berkepanjangan. Jika ditelusuri secara mendalam, sebagin

besar kebakaran hutan diakibatkan oleh perambahan hutan untuk alih fungsi

lahan yang tidak mempertimbangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Pengaruh kemarau panjang yang terjadi pada tahun 2015 ini menjadi salah satu

penyebab kebakaran hutan dari akibat perambahan hutan dan penebangan liar.

Pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi menurut peruntukkannya

Tata Cara Pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi menurut

peruntukannya sebagaimana diatur dala Peraturam Menteri Kehutanan RI Nomor

P-33/Menhut-II/2010 dalam pasal 2 dijelaskan bahwa pelepasan kawasan hutan

untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat

dilakukan pada Hutan Produksi yang dapat Dikonversi. Lebih jauh lagi dijabarkan

dalam Pasal 3 ayat (1) dikatakan bahwa kegiatan pembangunan yang bukan

kegiatan kehutanan antara lain : a. penempatan korban bencana alam; b. waduk

dan bendungan; c. fasilitas pemakaman; d. fasilitas pendidikan; e. fasilitas

keselamatan umum; f. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; g.

kantor Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; h. permukiman dan/atau

perumahan; i. transmigrasi; j. bangunan industri; k. pelabuhan; l. bandar udara; m.

stasiun kereta api; n. terminal; o. pasar umum; p. pengembangan/pemekaran

wilayah; q. pertanian tanaman pangan; r. budidaya pertanian; s. perkebunan; t.

perikanan; u. peternakan; atau v. sarana olah raga.

Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan di berbagai sektor akan

berdampak pada perubahan fungsi hutan. Perubahan fungsi hutan pada

umumnya dipengaruhi oleh perluasan pembangunan akibat dampak dari

pertambahan jumlah penduduk serta perkembangan pada sektor industri,

pertanian, perkebunan, pertambangan dan lain sebagainaya. Untuk menghindari

semakin bertambahanya konversi hutan, maka perlu ditetapka rencana tata ruang 

wilayah untuk menentukan luas kawasan hutan yang ditidak dapat dikonversi lagi

untuk peruntukan lainnya. Berdasarkan data yang tertuang dalam Perda Provinsi

Sulawesi Barat Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Provinsi

Page 55: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 55/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 14

Sulawesi Barat Tahun 2015-2034 pada lampiran XVII, perubahan peruntukan

kawasan hutan dibagi menjadi 8 kawasan dengan umlah total 9.295,10 hektar.

Adapun rician pembagian perubahan peruntukan kawasan hutan sebagai berikut :

Grafik 2.4 : Pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi

Sumber : Hasil olah data tabel SD-10 Buku Data

Berdasarkan grafik diatas, pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi yang 

terbesar adalah untuk kawasan pertanian yakni seluas 7.314,44 hektar,

sedangkan untuk kawasan industry dan pertambangan, belum mendapatkan

ruang untuk pengembangan kawasan.

 Analisis statistik sederhana

Tabel 2.4 : Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat dikonversi menurut

peruntukannya.

No. Peruntukan Luas (Ha)

1   Pemukiman 512,51

2   Pertanian 7314,44

3   Perkebunan 9,67

4   Industri 0,00

5   Pertambangan 0,00

6   Lainnya 1458,48

Sumber : Tabel SD-10 Buku Data

Pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi menutut peruntukannya

sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata

Page 56: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 56/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 15

Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Barat tahun 2014 – 2034 dibagi dalam kategori

sebagai berikut :

• Untuk kawasan pemukiman seluas 512,51 hektar

• Untuk kawasan pertanian seluas 7.314,44 hektar

• Untuk kawasan perkebunan seluas 9,67 hektar

• Untuk kawasan lainnya seluas 1.458,48 hektar

II-B. KEANEKARAGAMAN HAYATI

Keanekaragaman hayati adalah istilah yang di gunakan secara umum untuk

derajat keanekaragaman sumberdaya alam hayati, meliputi jumlah maupun

frekuensi dari ekosistem, spesies, maupun gen di suatu daerah.

Pada dasarnya keanekaragaman melukiskan keadaan yang bermacam-macam

terhadap suatu benda yang terjadi akibat adanya perbedaan dalam hal, ukutan,

bentuk, tekstur maupun jumlah, Sedangkan kata hayati itu sendiri berarti sesuatu

yang hidup, jadi Keanekaragaman Hayati bisa di artikan sebagai keanekaragaman

atau keberagaman dari mahluk hidup yang bisa terjadi akibat adanya Perbedan-

perbedaan, di antaranya perbedaan bentuk, ukuran, warna, jumlah tekstur,

penampilan dan juga sifat-sifatnya.

Keanekaragaman Hayati terkadang sering di kenal dengan

sebutan biodiversitas (bahasa Inggris: biodiversity). Aspek yang berbeda dari

keanekaragaman hayati semua memiliki pengaruh yang sangat kuat antara satu

dengan yang lainnya, Kita mulai akan memahami hubungan antara makhluk

hidup dan lingkungan mereka melalui artikel ini dan penjelasan di website

genggaminternet.com. Keanekaragaman juga dapat membantu kita dalam

kehidupan kita sehari-hari. akan tetapi taukah kamu jika gas rumah kaca yang 

dihasilkan oleh aktivitas manusia yang menumpuk di atmosfer akan

menyebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan ancaman besar bagi

keanekaragaman hayati di seluruh Dunia.

Keadaan flora dan fauna yang dilindungi

.

Provinsi Sulawesi Barat memiliki beragam ekosistem baik yang merupakan

ekosistem buatan maupun ekosistem alami. Keanekaragaman hayati di seluruh

ekosistem yang ada juga sangat tinggi, baik keanekaragaman hayati yang masih

liar maupun yang telah dibudidayakan.

Page 57: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 57/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 16

Untuk memuahkan dalam menggambarkan kekayaan sumberdaya hayati, maka

keanekaragaman hayati di Provinsi Sulawesi Barat dikelompokkan menjadi empat

kelompok ekosistem yaitu : Ekosistem hutan, agroekosistem, ekosistem lahan

basah dan ekosistem pessisir dan laut.

Ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati yang berada di dalamnya.

Luas wilayah Provinsi Suawesi Barat yang didominasi oleh sebagian besar wilayah

hutan tropis sangat memungkinkan untuk perkembangan keanekaragaman hayati

yang tedapat di dalamnya.

Jenis tubuhan yang mendominasi pada hutan rimba antara lain : kayu alo (litsea

ampala), rambutan hutan (Nephelium lamppaceum), lemo (Ilex pleibrachiata),

Lepto-lepto (Litsea sp), kelong  (Artocarpus dosyphyllus), bulieng  (Diospyros

buxifolia), kayu bado (Scleichera oleorsa), kayu rita (Alstonia scholaris), jati

(Tectona grandis), Campagi (dalbergia latifolia), sugimanae (Antocephalus

cambada), durian hutan (Durio sp), kasea (Eucalyptus sp), bambo (Bambossa sp),

kayu hitam (Diospyros celebica), dan jenis-jenis lainnya.

Di dalam ekosistem hutan ini, terdapat berbagai jenis tumbuhan yang dapat

menghasilkan berbagai jenis hasil hutan nirkayu seperti : terpentin, getah damar,

madu, rotan dan sebagainya. Selain itu juga terdapat berbgai jenis tumbuhan

yang berkhsiat untuk pengobatan tradisional seperti : berbagi jenis empon-empon

(jahe, kunyit, laos, lempuyang temulawak) dan berbagai jenis tumbuhan lainnya.

Ekosistem hutan di daerh ini juga menjadi habitat berbagai jenis satwa liar, baik

dari jenis mamalia, burung, reptilian maupun serangga.

Tabel 2.5 : Beberapa Tumbuhan Daratan Yang Teridentifikasi

Nama

Lokal

Nama Ilmiah Persebaran Geografi Status Habitat

Pohon

Lontar

Borassus

Flabilifer

Majene, Polewali Mandar Endemik Daerah kering  

Eboni Diospyros

Celebia

Mamuju, Mamuju Utara Endemik,

terancam

Hutan Tropis

Pinus

Pinus

Merkusii

Mamasa Tidak tahu Daerah

Pegunungan

Jati Tectona

Grandis

Mamuju, Majene, Polman Terancam Daerah Kering  

Meranti Shorea sp Mamuju, Mamuju Utara Terancam Hutan Tropis

Bintagur Challophilumspp Mamuju, Mamuju Utara,Mamasa Terancam Hutan Tropis

Page 58: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 58/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 17

Nama

Lokal

Nama Ilmiah Persebaran Geografi Status Habitat

Durian Durio

zibethinus

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Melimpah Hutan Tropis

Kecapi Sandoricum

Koetjapee

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Tidak tahu Hutan Tropis

Kemiri

Aleurites

Moluccana

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Melimpah Hutan Tropis

Nyatoh Palaquium sp Mamuju, Mamuju Utara,

Mamasa

Terancam Hutan Tropis

Pulai Alstonia sp Mamuju, Mamuju Utara Terancam Hutan Tropis

Gaharu

Gonystylus

Bancanus

Mamuju, Mamuju Utara Terancam Hutan Tropis

Kapuk Gossampinus

Malabarica

Mamuju, Majene, Poleman Melimpah Lahan

Masyarakat

Pinang PantaceTriptera Provinsi Sulbar. Tidak tahu LahanMasyarakat

Tabel 2.6 : Beberapa Satwa Daratan yang Teridentifikasi

Nama

Lokal

Nama Ilmiah Persebaran Geografi Status Habitat

Anoa Bubalus

Quarlesi

Mamuju, Mamasa, Mamuju

Utara

Terancam dan

Endemik

Hutan

Burung

Maleo

Megachepalon

Maleo

Mamuju, Mamuju Utara Terancam dan

Endemik

Pantai

Babi

Hutan

Babarusa

Babirusa

Mamuju, Mamasa, Mamuju

Utara, Polman

Terancam dan

Endemik

Hutan

Kutul

Besar

Anhinga

Melanogaster

Provinsi Sulbar Terancam Hutan

Monyet Mecaca

Tongkeana

Provinsi Sulbar Terancam Hutan

Rusa

Cervus sp Provinsi Sulbar Terancam Hutan

Burung

Puyuh

costumis sp Provinsi Sulbar Melimpah Hutan

Burung

Gereja

Passer

Montanus

Provinsi Sulbar Melimpah Pinggir hutan

Burung

Hantu

Tyto sp Provinsi Sulbar Terancam Pinggir hutan

Burung

Tekukur

Stertopela

Chinensis

Provinsi Sulbar Terancam Pinggir hutan

Burung

Rangkong

Buce Otidae Mamuju, Mamuju Utara Terancam dan

Endemik

Hutan

Ular Sanca Phyton sp Provinsi Sulbar Terancam Pinggir hutan

dan Hutan

Kadal

Hydrosaurus

sp

Provinsi Sulbar Melimpah Pinggir hutan

dan Hutan

Tokek

Hutan

Gecko sp Provinsi Sulbar Melimpah Pinggir hutan

dan Hutan

Kakaktua

Raja

ProbosccigerAterimus

Mamuju, Mamuju Utara Terancam danEndemik

Hutan

Page 59: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 59/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 18

Nama

Lokal

Nama Ilmiah Persebaran Geografi Status Habitat

Monyet

Hitam

Cynoptecus

Nigar

Provinsi Sulbar Terancam Hutan

Monyet

Sulawesi

Bumesceus sp Provinsi Sulbar Terancam dan

Endemik

Hutan

Kerbau

Belang

Bubalus

Bubalis

Mamuju, Mamasa Endemik Dpelihara

dan liar di

hutan

 Agroekosistem dan Keanekaragaman Hayati di Dalamnya.

Agroekosistem di Provinsi Sulawesi Barat terdiri dari sawah, lading/huma,

kebun/tegalan, dan pekarangan. Tumbuhan yang berada di dalam agroekosistem

ini sebagian besar merupakan tanaman budidaya, meskipun erdapat pula

tumbuhan liarnya.

Dari berbagai jenis tanaman budidaya yang terdapat atau diusahakan oleh

masyarakat, beberapa jenis tanaman terutama dari tanaman buah-buahan,

keanekaragaman varietas/spesies yang terdapat di daam agroekosistem ini

cukup banyak. Jenis tanaman manga (Mangifera sp) yang terdapat di dalam

agroekosistem ini lebih dari sepuluh jenis. Pisang  (Musa sp)  juga terdiri atas

banyak varietas/spesies, demikian pula dengan rambutan, durian dan jambu.

Selain itu, terdapat pula jenis tanaman yang berada pada dataran tinggi seperti

markisa yang menjadi identitas wilayah tesebut.

Tabel 2.7 : Beberapa Tumbuhan Agroekosistem yang Terindentifikasi.

Nama

Lokal

Nama Ilmiah Persebaran Geografi Status Habitat

Asam Tamarindus

Indicus

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Tidak Tahu Lahan

Masyarakat

Durian Durio

Zibethinus

Mamuju, Mamuju Utara,

Polman, Mamasa

Melimpah Lahan

Masyarakat

Cempedak Arthocarpus

Integer

Mamuju, Mamuju Utara Tidak Tahu Lahan

Masyarakat

Jambu Biji Psidium

Guajava

Provinsi Sulbar Melimpah Lahan

Masyarakat

Kuini Mangifera

Odorata

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Tidak Tahu Lahan

Masyarakat

Langsat Aglaia

Eusiderox

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Melimpah Lahan

Masyarakat

Lobi-Lobi Flacourtia

Inermis

Mamuju, Mamuju Utara,

Polman

Melimpah Lahan

Masyarakat

Mangga Mangifera

Indica

Provinsi Sulbar Melimpah Lahan

Masyarakat

Mengkudu MorindaCitrifolia

Provinsi Sulbar Melimpah LahanMasyarakat

Page 60: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 60/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 19

Nama

Lokal

Nama Ilmiah Persebaran Geografi Status Habitat

Nangka Arthocarpus

Interophilus

Provinsi Sulbar Melimpah Lahan

Masyarakat

Palapi Phylantus

Indicus

Mamuju, Mamuju Utara Terancam Lahan

MasyarakatRambutan Nephellum

Lappaceum

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Melimpah Lahan

Masyarakat

Sirsak Annona

Muricata

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Melimpah Lahan

Masyarakat

Selain jenis tumbuhan, terdapat pula berbagai jenis ternak yang diusahakan dan

dipelihara oleh masyarakat antara lain :  sapi, kambing, kuda, babi dan jenis

unggas. Jenis ternak ini, selain diternakkan di lading yang kosong juga sebagian

besar dikandangkan di habitat pekarangan masyarakat.

Ekosistem Lahan Basah dan Keanekaragaman Hayati di Dalamnya

Lahan basah atau wetland (Ingg.) adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh

dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu

sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal.

Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa

bakau), paya, dan gambut. Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke

dalam air tawar, payau atau asin.

Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman

hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem. Di atas lahan

basah tumbuh berbagai macam tipe vegetasi (masyarakat tetumbuhan),

seperti hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan bakau, paya rumput dan

lain-lain. Margasatwa penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai

dari yang khas lahan basah sepertibuaya, kura-kura, biawak, ular, aneka

 jenis kodok, dan pelbagai macam ikan; hingga ke ratusan jenis burung 

dan mamalia, termasuk pula harimau dan gajah.

Pada sisi yang lain, banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan yang 

subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi lahan-

lahan pertanian. Baik sebagai lahan persawahan, lokasipertambakan, maupun --

di Indonesia-- sebagai wilayah transmigrasi. Mengingat nilainya yang tinggi itu, di

banyak negara lahan-lahan basah ini diawasi dengan ketat penggunaannya serta

dimasukkan ke dalam program-program konservasi dan rancangan pelestarian

keanekaragaman hayati semisal Biodiversity Action Plan.

Page 61: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 61/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 20

Ekosistem lahan basah yang dimaksud adalah ekosistem perairan tawar umum

dan air payau yang terdiri dari danau, waduk dan rawa. Di wilayah Provinsi

Sulawesi Barat, terdapat sebuah waduk dari hasil bendungan yakni Dam Sekka-

Sekka. Untuk ekosistem sungai yang paling besar adalah ekosistem sungai

Lariang dan Sungai Mamasa. Di dalam ekosistem lahan basah ini, juga terdapat

berbagai jenis ikan dan udang antara lain : ikan mas, tawes, nilem, nila, gabus,

sepat, sidat, wader, udang air tawar dana beberapa jenis lainnnya. Beberapa jenis

ikan air tawar lainnya yang endemic belum dikaji.

Ekosistem Pesisir dan Laut serta Keanekaragaman Hayati di dalamnya.

Di ekosistem pesisir ini masih dapat dijumpai jenis burung pantai seperti bluwok,

bangau tontong, dan cangak laut. Untuk keanekaragaman hayati jenis ikan laut diselat Makassar yang masuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat antara lain :

ikan perepek, ikan bambangan, ikan kerapuh, ikan lencam, ikan kurisi, gulama,

cucut, pari, layang, selar, kuwe, ikan terbang, belanak, teri, japuh, tembang,

lamuru, kembung, cakalang, udang putih, cumi-cumi, tenggiri dan lain sebagainya.

Jenis-jenis ikan ini dapat teridentifikasi berdasarkan hasil tangkapan nelayan di

wilayah ini.

Tabel 2.8 : Beberapa Jenis Satwa Pesisir dan Laut yang Teridentifikasi

Nama Lokal

Nama Ilmiah Persebaran Geografi Status Habitat

Burung

Cangak Laut

Pledagis

Falcinellus

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Endemik Pantai

Biawak Varanus sp Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Endemik Pantai

Bangau Putih Bulbucus

ibis

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Terancam Hutan Pantai

Bangau

Tontong

Leptotilos

Javanicus

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Terancam Hutan Pantai

Bebek Laut EsacusMagnirostris

Mamuju, Majene, Polman,Mamuju Utara

Terancam Pantai

Buaya Muara Crocodillus

Sianensis

Mamuju, Mamuju Utara Terancam Muara Sungai

Duyung Dugong 

Dugong 

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Terancam Laut

Lumba-

Lumba

Delphinedae Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Melimpah Laut

Ibis Roko-

Roko

Cervis

Timorensis

Mamuju, Majene, Polman,

Mamuju Utara

Terancam Pantai

Berikut ini adalah beberapa contoh jenis flora dan fauna yang berhasil diidentifiasi

di Sulawesi Barat :

Page 62: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 62/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 21

Gambar 2.1 : Beberapa contoh jenis Tanaman yang teridentifikasi

Challophilum spp Borassus Flabilifer  

Sandoricum Koetjapee Shorea sp

Gambar 2.2 : Beberapa contoh jenis hewan yang diketahui

Megachepalon Maleo Cervis Timorensis

Varanus sp Crocodillus Sianensis

Page 63: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 63/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 22

Perbandingan Dengan Baku Mutu

Sulawesi Barat untuk melestarikan keanekaragaman hayatinya, maka dilakukan

konservasi terhadap keanekaragaman hayati. Konservasi keanekaragaman hayati

bertolak pada pegelolaan konservasi di tiga level keanekaragaman hayati yaitu :1. Level ekosistem

2. Level Jenis dan

3. Level Genetik secara terintegrasi dan komprehensip.

Untuk itu tujuan jangka panjang Konservasi Keanekaragaman Hayati harus dapat

menjamin kelestarian fungsi ekosistem esensi sebagai penyangga kehidupan

terutama di luar kawasan konservasi. Pada level speies, konservasi dalam jangka

panjang bertujuan untuk mencegah terjadinya kepunahan jenis yang diakibatkan

oleh penyebab utama terancamnya jenis dari kepunahan yaitu kerusakan habitat

dan pemanfaatan yang tidak terkendali. Bagi jenis-jenis yang populasinya sudah

dalam kondisi kritis, maka pengelolaannya harus diarahkan pada pemulihan

populasi (population recovery) dengan berbagai cara termasuk perbaikan habitat,

rehabilitasi satwa hasil sitaan serta penangkaran untuk dilepas kembali kealam

(conservation breeding). Pada level genetik, konservasi keanekaragaman hayati

genetik diarahkan pada konservasi insitu di dalam dan di luar konservasi, maupun

konservasi eksitu. Arah pengelolaan sumber daya genetik untuk mendukung 

pengembangan budidaya tanaman maupun ternak melalui pengembangan

kultivar-kultivar unggul.

Pemulihan tanaman saat ini ditujukn pada tanaman budidaya seperti pad,

anggrek serta kultivar lainnya. Untuk hewan, upaya penangkaran dan persilangan

dilaukan pada berbagai jenis hewan peliharaan seperti sapi, kambing, kuda dan

ayam. Kebun koleksi plasma yang ada di Indonesia saat ini belum menghasilkan

banyak kultivar unggul baru. Sebenarnya secara tradisional masyarakat Indonesia

telah memiliki pola pelestarian alam yang ekologis, misalnya tidak boleh

menebang pohon beringin, mengambil ikan di lubuk danlain sebagainya. Namun

karena kemajuan teknologi, warisan tradisional tersebut perlahan-lahan mulai

memudar bahkan hilang.

Perbandingan Nilai Antar Lokasi dan Antar Waktu

Ancaman terhadap keanekaragaman hayati di Provinsi Sulawesi Barat diakibatkan

oleh konversi lahan yang tidak mengindahkan tata ruang untuk kegiatan

Page 64: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 64/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 23

pembangunan. Penting diketahui bahwa kehilangan keanekaragaman hayati kan

merugikan bangsa ini, dan masyarakat Sulawesi Barat pada khususnya mengingat

masih banyak jenis keanekaragaman hayati yang belum diketahui. Jika

keanekaragaman hayati ini rusak, maka peluang untuk memanfaatkan nilai-nilai

tersebit akan hilang, padahal banyak yang bernilai tinggi. Misalnya obat-obatan,

sumber makanan, sumber minyak dan lain sebagainya.

Upaya penyelamatan keanekaragaman hayati bergantung pada inisiatif dan tindak

nyata yang dilakukan oleh masyarakat dan komitmen dari pemerintah untuk

upaya pelestarian. Komitmen ini secara konkrit dapat dituangkan dalam

kebijakan, kegiatan umum, pemanfaatan dan pelestarian.

Beberapa faktor penyebab kepunahan dari keanekaragaman hayati adalah

adanya aktifitas manusia yang tidak bertanggung jawab serta mementingkan diri

sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Perubahan fungsi lahan oleh masyarakat setempat menjadi tempat

pemukiman.

2. Penangkapan dan koleksi tanpa izin dan alasan yang tidak jelas.

3. Terjadinya perubahan sempadan/morfologi sungai

4. Berkurangnya ekosistem mangrove.

 Analisis Statistik Sederhana.

Indonesia memiliki kekayaan jenis-jenis keanekaragaman hayati. Tafsiran jumlah

kelompok utama makhluk hidup antara lain : hewan menyusui sebanyak 300

 jenis; burung sebanyak 7.500 jenis; reptile sebanyak 2.000 jenis; amfibi sebanyak

1.000 jenis; ikan sebanyak 8.500 jenis; keong sebanyak 20.000 jenis; dan

sebagainya. Beberapa pulau di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang 

endemik terutama di Pulau Sulawesi dan Irian. Untuk jenis burung, terdapat

kurang lebih 420 jenis burung yang endemik dan tersebar di 244 lokasi.

Keanekaragaman hayati ini terus menurun dari tahun ke tahun akibat kegiatan

manusia yang tidak mampu menjaga kelestarian keanekarahaman hayati. Hutan

sebagai habitat dari hewan dan tumbuh-tumbuhan sebagian besar telah dialih

fungsikan sebagai lahan perkebunan dan pembangunan. Untuk mengantisipasi

hilangnya beberapa flora dan fauna yang endemic dan terancam punah,

diperlukan kebijakan yang harus dimulai dari pihak pemerintah khsusnya dalam

pembuatan aturan-aturan yang tegas.

Page 65: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 65/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 24

Olehnya itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat sebaiknya melakukan rencana

perlindungan keanekaragaman hayati yang sistematik dengan membuat atau

menetapkan daerah-daerah kawasan lindung yang mewakili setiap habitat yang 

ada di Sulawesi Barat.

Pada umumnya masyarakat mengharapkan potensi jenis flora dan fauna dapat

dipertahankan karena merupakan sumber pemenuhan kebutuhan dan

pendapatan masyarakat jika dikelola dengan baik. Hal sederhana yang dapat

dilakukan adalah rehabilitasi areal yang telah mengalami perubahan fungsi

dengan mengembangkan jenis keanekaragaman hayati lokal yang bernilai

ekonomi.

II-C. AIR

Air merupakan elemen yang sangat signifikan bagi kehidupan mahluk hidup baik

hewan, tumbuhan, dan manusia. Semua memerlukan air untuk membantu

metabolism yang ada didalam tubuh karena hapir tiga perempat dari tubuh

manusia adalah air. Jadi bisa dibayangkan betapa susahnya jika tidak ada air

didunia ini. Air juga penting bagi lingkungan dan kelestarian alam beserta isinya.

Apabila keberadaan air tidak seimbang dengan keberadaan alam maka tidak

akan tercipta keselarasan yang indah. Misalnya air tidak bisa memenuhi

kebutuhan hutan, maka manfaat hutan tidak akan bisa dirasakan oleh mahluk

hidup yang lainnya.

Keberadaan manfaat air bagi kesehatan tubuh sangat penting dimana air adalah

sumber kehidupan. Kemampuan air bisa memperbaiki daya tahan tubuh karena

air dapat menaikkan simpanan glycogen, suatu bentuk dari karbohidrat yang 

tersimpan dalam otot dan digunakan sebagai energi saat manusia sedang 

beraktifitas atau pun bekerja.

Inventarisasi Sungai.

Provinsi Sulawesi Barat memiliki potensi sumber daya air yang sangat besar

khusunya air sungai. Dari sekian banyak sungai yang berada di Sulawesi Barat,

ada lima sungai yang merupakan sungai besar yakni : Sungai Lariang, Sungai 

Karama, Sungai Mandar, Sungai Mamasa dan Sungai Mapilli. Dari kelima sungai

tersebut, tiga diantaranya merupakan sungai lintas provinsi yang bermuara di

Provinsi Sulawesi Barat yakni :

Page 66: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 66/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 25

1. Sungai Lariang (Sungai terpanjang dan terbesar di Pulau Sulawesi). Sungai ini

berhulu di Provinsi Sulawesi Tengah dan bermuara di Kabupaten Mamuju

Utara, Provinsi Sulawesi Barat.

2. Sungai Karama ( Sungai terbesar kedua di Pulau Sulawesi). Sungai ini hulunyaberada di Kabupaten Luwu-Provinsi Sulawesi Selatan, dan bermuara di

Kabupaten Mamuju-Provinsi Sulawesi Barat. Pengelolaan sungai tersebut

sedang dalam proses kerjasama dengan Pemerintah Cina untuk dijadikan

sebagai sumber Pembangkit Listrik bertenaga Air yang terbesar di Indonesia

3. Sungai Mamasa. Sungai ini hulunya berada di Kabupaten Mamasa-Provinsi

Sulawesi Barat dan Bermuara di Provinsi Sulawesi Selatan. Sungai ini juga

menjadi Sumber Pembangkit Listrik Tenaga Air di PLTA Bakaru dan sekaligusmenjadi pengairan bagi Areal Persawahan di Kabupaten Pinrang dan

Kabupaten Sidrap, Provinsi Sulawesi Selatan.

Selain kelima sungai besar tersebut diatas, masih ada beberapa anak sungai yang 

tersebar di masing-masing kabupaten yang menjadi sumber air minum dan

pengairan bagi lahan persawahan. Sebagai contoh : Sungai Kali Mamuju (Sebagai

sumber air PDAM); sungai Madatte, Kabupaten Polewali Mandar (sebagai sumber

air PDAM dan Pengairan untuk persawahan)

Dari sekian banyak sungai yang mengalir di Sulawesi Barat, jumlah sungai

tersebut dibagi kedalam 4 wilayah sungai berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi

Barat sebagaimana tercantum dalam tabel berikut :

Tabel 2.9 : Pembagian Wilayah Sungai di Sulawesi Barat

No. Nama WS Nama DAS Nama Kabupaten

1 WS Palu-Lariang Lariang Mamuju Utara, Sulbar-Sulteng  

Minti Mamuju Utara, Sulbar-Sulteng  

Rio Mamuju Utara, Sulbar-Sulteng  

Letawa Mamuju Utara, Sulbar-Sulteng  

Bambaira Mamuju Utara, Sulbar-Sulteng  

Surumana Mamuju Utara, Sulbar-Sulteng  

2

WS Kalukku-

KaramaSaddang Mamasa, Sulbar-Sulsel

Karama Mamuju

Malunda Majene

Page 67: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 67/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 26

No. Nama WS Nama DAS Nama Kabupaten

Mandar Majene

Babalalang Mamuju

Mapilli Polewali Mandar

3 WS Saddang Saddang Mamasa, Sulbar-Sulsel

Mamasa Mamasa

Galanggang Polewali Mandar

Bone-Bone Mamuju

4

WS Karama Karama Mamuju

Budong-Budong Mamuju Tengah

Karossa Mamuju Tengah

Mamuju Mamuju

Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung

.

Air tawar yang tersimpan dalam kolam, tambak dan persawahan sifatnya hanya

sementara saja, pada musim kemarau umumnya sudah mengalami kekeringan.

Untuk meningkatkan keterseiaan air tawar pada daerah-daerah yang iklimnya

relatif kering atau mengalami musim kemarau lebih darii enam bulan, maka

pembuatan embung adalah salah satu alternatif untuk mengatasinya. Salah satu

daerah yang menerapkan system ini adalah Kabupaten Majene. Salah satu

kelebihan dari embung jika dibandingkan dengan danau, waduk atau bendungan

adalah airnya tidak mengalir sehingga hanya akan surut oleh peristiwa penguapan

dan perembesan kedalam tanah.

Dari beberapa sungai yang ada di Sulawesi Barat, hanya sebahagian kecil saja

yang dibendung. Bendungan yang terbesar adalah Bendungan Sekka-Sekka yang 

berada di Kabupaten Polewali Mandar. Jumlah air yang ditampung pada

umumnya digunakan untuk sumber air minum, pengairan dan perikanan. Selain

beberapa sungai, juga terdapat Chekdam yang fungsinya pada umumnya juga

untuk mengendalikan debit air agar tidak menimbulkan sedimentasi dan banjir.

Selain itu, juga dapat dimanfaatkan untuk hal lain seperti pengairan dan

pengembangan bududaya perikanan.

Berdasarkan data yang terhimpun dari masing-masing kabupaten, jumlah waduk

di Sulawesi Barat mencapai 7 buah yang semuanya berada di Kabupaten Majene,

Page 68: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 68/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 27

sedangkan jumlah embung sebanyak 21 buah yang sebagian besar berada di

Kabupaten Mamasa.

Kualitas Air Sungai.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan sesuai dengan ketentuan yang 

terdapat pada Pasal 9, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki

kewenangan untuk menetapkan kelas air pada sumber-sumber air (sungai,

danau, waduk) yang ada sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam peraturan

Perundang-Undangan yang ada. Penentuan Staus Mutu Air ini merupakan aspek

yang penting dalam pengelolaan DAS secara berkelanjutan. Dengan penetapan

kelas air secara bersama-sama, maka setiap stakeholder yang terkait akan turutpula dalam program konservasi yang harus dibuat terhadap suatu sumberdaya air

yang bersangkutan.

Deskripsi tentang kondisi kualitas air sungai sangat diperlukan dalam

hubungannya dengan peruntukan air sungai. Secara umum, terdapat tiga

komponen yang berpengaruh dalam menentukan standar kualitas air yaitu :

parameter fisik air, kimia air dan mikrobiologi air.

Perbandingan dengan Baku Mutu

Perhitungan indeks untuk indikator kualitas air sungai dilakukan berdasarkan

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang 

Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Dalam pedoman tersebut dijelaskan antara

lain mengenai penentuan status mutu air dengan metoda indeks pencemaran

(Pollution Index – PI).

Menurut definisinya PIj adalah indeks pencemaran bagi peruntukan j yang 

merupakan fungsi dari Ci/Lij, dimana Ci menyatakan konsentrasi parameter

kualitas air i dan Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i yang 

dicantumkan dalam baku peruntukan air j. Dalam hal ini peruntukan yang akan

digunakan adalah klasifikasi mutu air kelas II berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air.

Page 69: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 69/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 28

Formula penghitungan indeks pencemaran adalah :

dimana:

(Ci/Lij)M adalah nilai maksimum dari Ci/Lij

(Ci/Lij)R adalah nilai rata-rata dari Ci/Lij

Evaluasi terhadap PIj adalah sebagai berikut:

a. Memenuhi baku mutu atau kondisi baik jika 0 ≤ PIj ≤ 1,0

b. Tercemar ringan jika 1,0 < PIj ≤ 5,0

c. Tercemar sedang jika 5,0 < PIj ≤ 10,0

d. Tercemar berat jika PIj > 10,0.

Pada prinsipnya nilai PIj > 1 mempunyai arti bahwa air sungai tersebut tidak

memenuhi baku peruntukan air j, dalam hal ini mutu air kelas II. Penghitungan

indeks kualitas air dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Setiap lokasi dan waktu pemantauan kualitas air sungai dianggap sebagai satu

sampel;

b. Hitung indeks pencemaran setiap sampel untuk parameter TSS, DO, COD, BOD,

Total Phospat, Fecal Coli dan Total Coli;

c. Hitung persentase jumlah sampel yang mempunyai nilai PIj > 1, terhadap total

 jumlah sampel pada tahun yang bersangkutan.

d. Melakukan normalisasi dari rentang nilai 0% - 100% (terbaik – terburuk)

 jumlah sampel dengan nilai PIj > 1, menjadi nilai indeks dalam skala 0 – 100

(terburuk – terbaik).

Untuk pengambilan sampel air sungai dipilih dari masing-masing Kabupaten

dengan kriteria bahwa sungai tersebut merupakan sungai lintas kabupaten atau

merupakan sungai prioritas yang akan dikendalikan pencemarannya.

Pemantauan untuk setiap sungai dilakukan 5 kali dalam satu tahun dengan 6 titik

lokasi pengambilan sampel sehingga dihasilkan paling tidak 30 sampel kualitas

air sungai untuk setiap sungai dalam setahun.

Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Pencemaran Air (IPA) Sulawesi Barat, maka

dapat disimpulkan bahwa kualitas air sungai dengan tingkat pencemaran paling 

tinggi adalah Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamasa dengan nilai IPA hanya

50.00. Kualitas air sungai yang masih dinyatakan cukup baik adalah Kabupaten

Page 70: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 70/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 29

Mamuju/Mamuju Tengah dengan nilai IPA 66,67. Secara keseluruhan kondisi

kualitas air sungai di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2015 sangat kurang dengan

nilai IPA 57,20.

Berikut hasil perhitungan indeks Pencemaran Air di Sulawesi Barat di rinci perKabupaten :

Tabel 2.10 : Indeks Pencemaran Air Sulbar 2015

No. Provinsi/Kabupaten Nilai IPA

1 Mamuju Utara 55,33

2 Mamuju dan Mamuju Tengah 66,67

3 Majene 50,00

4 Polewali Mandar 64,00

5 Mamasa 50,00

6 Sulawesi Barat 57,20

Sumber : Laporan IKLH Prov. Sulbar 2015

Berdasarkan data-data pada tabel diatas, maka hasil pengujian kualitas air

sungai di sungai yang dipantau dapat dijabarkan sebagai berikut :

Bahan buangan padat

 Yang dimaksud bahan buangan padat adalah adalah bahan buangan yang 

berbentuk padat, baik yang kasar atau yang halus, misalnya sampah. Buangan

tersebut bila dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan

pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidalTerjadinya endapan di

dasar perairan akan sangat mengganggu kehidupan organisme dalam air, karena

endapan akan menutup permukaan dasar air yang mungkin mengandung telur

ikan sehingga tidak dapat menetas. Selain itu, endapan juga dapat menghalangi

sumber makanan ikan dalam air serta menghalangi datangnya sinar matahari.

Pembentukan koloidal terjadi bila buangan tersebut berbentuk halus, sehingga

sebagian ada yang larut dan sebagian lagi ada yang melayang-layang sehingga air

menjadi keruh. Kekeruhan ini juga menghalangi penetrasi sinar matahari,

sehingga menghambat fotosintesa dan berkurangnya kadar oksigen dalam air.

Bahan buangan organik dan olahan bahan makanan

Bahan buangan organik umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau

terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang ke perairan akan

Page 71: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 71/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 30

menaikkan populasi mikroorganisme. Kadar BOD dalam hal ini akan naik. Tidak

tertutup kemungkinan dengan bertambahnya mikroorganisme, dapat

berkembang pula bakteri pathogen yang berbahaya bagi manusia. Demikian pula

untuk buangan olahan bahan makanan yang sebenarnya adalah juga bahan

buangan organic yang baunya lebih menyengat. Umumnya buangan olahan

makanan mengandung protein dan gugus amin, maka bila didegradasi akan

terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk (misal. NH3).

Bahan buangan anorganik 

Bahan buangan anorganik sukar didegradasi oleh mikroorganisme, umumnya

adalah logam. Apabila masuk ke perairan, maka akan terjadi peningkatan jumlah

ion logam dalam air. Bahan buangan anorganik ini biasanya berasal dari limbahindustri yang melibatkan penggunaan unsure-unsur logam seperti timbal (Pb),

Arsen (As), Cadmium (Cd), air raksa atau merkuri (Hg), Nikel (Ni), Calsium (Ca),

Magnesium (Mg) dll.

Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah.

Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan

yang terbuat dari besi melalui proses pengkaratan (korosi). Juga dapat

menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan. Apabila ion-ion logam berasal

dari logam berat maupun yang bersifat racun seperti Pb, Cd ataupun Hg, maka air

yang mengandung ion-ion logam tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia,

air tersebut tidak layak minum.

Bahan buangan cairan berminyak 

Bahan buangan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung dan

amenutupi permukaan air. Jika bahan buangan minyak mengandung senyawa

yang volatile, maka akan terjadi penguapan dan luas permukaan minyak yang 

menutupi permukaan air akan menyusut. Penyusutan minyak ini tergantung pada

 jenis minyak dan waktu. Lapisan minyak pada permukaan air dapat terdegradasi

oleh mikroorganisme tertentu, tetapi membutuhkan waktu yang lama.

Bahan buangan berupa panas (polusi thermal)

Perubahan kecil pada temperatur air lingkungan bukan saja dapat menghalau

ikan atau spesies lainnya, namun juga akan mempercepat proses biologis pada

tumbuhan dan hewan bahkan akan menurunkan tingkat oksigen dalam air.

Page 72: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 72/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 31

Akibatnya akan terjadi kematian pada ikan atau akan terjadi kerusakan

ekosistem. Untuk itu, polusi thermal inipun harus dihindari. Sebaiknya industri-

industri jika akan membuang air buangan ke perairan harus memperhatikan hal

ini.

Bahan buangan zat kimia

Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi dalam bahan pencemar air ini

akan dikelompokkan menjadi :

a. Sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya),

b. Bahan pemberantas hama (insektisida),

c. Zat warna kimia,

d. Zat radioaktif 

Deterjen yang berlebihan di dalam air ditandai dengan timbulnya buih-buih sabun

pada permukaan air. Sebenarnya ada perbedaan antara sabun dan deterjen serta

bahan pembersih lainnya. Sabun berasal dari asam lemak (stearat, palmitat atau

oleat) yang direaksikan dengan basa Na(OH) atau K(OH), berdasarkan reaksi

kimia berikut ini : C17H35COOH + Na(OH) → C17H35COONa + H2O

 Asam stearat basa sabun

Sabun natron (sabun keras) adalah garam natrium asam lemak seperti pada

contoh reaksi di atas. Sedangkan sabun lunak adalah garam kalium asam lemak

yang diperoleh dari reaksi asam lemak dengan basa K(OH). Sabun lemak diberi

pewarna yang menarik dan pewangi (parfum) yang enak serta bahan antiseptic

seperti pada sabun mandi. Beberapa sifat sabun antara lain adalah sebagai

berikut :

1. Larutan sabun mempunyai sifat membersihkan karena dapat mengemulsikan

kotoran yang melekat pada badan atau pakaian

2. Sabun dengan air sadah tidak dapat membentuk busa, tapi akan membentuk

endapan (C17H35COO)2Ca) dengan reaksi :

3. 2 (C17H35COONa) + CaSO4 → (C17H35COO)2Ca + Na2SO4

4. Larutan sabun bereaksi basa karena terjadi hidrolisis sebagian.

Sedangkan deterjen adalah juga bahan pembersih sepeti halnya sabun, akan

tetapi dibuat dari senyawa petrokimia. Deterjen mempunyai kelebihan

dibandingkan dengan sabun, karena dapat bekerja pada air sadah. Bahan

deterjen yang umum digunakan adalah dedocylbenzensulfonat. Deterjen dalam

Page 73: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 73/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 32

air akan mengalami ionisassi membentuk komponen bipolar aktif yang akan

mengikat ion Ca dan/atau ion Mg pada air sadah.

Komponen bipolar aktif terbentuk pada ujung dodecylbenzen-sulfonat. Untuk

dapat membersihkan kotoran dengan baik, deterjen diberi bahan pembentuk

yang bersifat alkalis. Contoh bahan pembentuk yang bersifat alkalis adalah

natrium tripoliposfat. Bahan buangan berupa sabun dan deterjen di dalam air

lingkungan akan mengganggu karena alasan berikut :

a) Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat menggangg kehidupan

organisme di dalam air. Deterjen yang menggunakan bahan non-Fosfat akan

menaikkan pH air sampai sekitar 10,5-11

b) Bahan antiseptic yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga

mengganggu kehidupan mikro organisme di dalam air, bahkan dapat

mematikan

c) Ada sebagian bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat dipecah

(didegradasi) oleh mikro organisme yang ada di dalam air. Keadaan ini sudah

barang tentu akan merugikan lingkungan.

Namun akhir-akhir ini mulai banyak digunakan bahan sabun/deterjen yang dapat

didegradsi oleh mikroorganisme

Bahan pemberantas Hama

Pemakaian bahan pemberantas hama (insektisida) pada lahan pertanian

seringkali meliputi daerah yang sangat luas, sehingga sisa insektisida pada

daerah pertanian tersebut cukup banyak. Sisa bahan insektisida tersebut dapat

sampai ke lingkungan perairan melalui pengairan sawah, hujan yang jatuh pada

daerah pertanian kemudian mengalir ke sungai atau danau di sekitarnya. Seperti

halnya pada pencemaran udara, semua jenis bahan insektisida bersifat racun

apabila sampai ke dalam lingkungan perairan.

Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk

dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Pembagian kelas air didasarkan pada

gradasi tingkatan baiknya mutu air, dan kemungkinan kegunaanya. Tingkatan

mutu air kelas satu merupakan tingkatan terbaik.

Kualitas Air Danau/Waduk/Situ/Embung.

Waduk adalah tempat penampungan air yang sangat besar yang dibuat dengan

cara membendung aliran sungai. Air yang sudah ditampung dalam waduk lantas

Page 74: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 74/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 33

dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, untuk irigasi pertanian, pembangkit

listrik, dan budidaya perikanan. Sedangkan tempatnya yang indah dimanfaatkan

untuk kegiatan pariwisata. Embung adalah kolam buatan untuk menampung air

hujan, sehingga bisa dimanfaatkan pada saat musim kemarau. Embung bisanya

dibuat di daerah pegunungan. Danau adalah cekungan besar yang digenangi oleh

air, dimana seluruh cekungan dikeliling oleh daratan sehingga airnya tidak bisa

mengalir keluar dari danau. Air danau ini berasal dari sungai-sungai di sekitarnya.

Wilayah Sulawesi Barat merupakan daerah yang melintang dan melintasi garis

pantai sebelah Barat di Pulau Sulawesi. Namun demikian, kontur permukaan

tanah di Sulawesi Barat sebagian besar berbukit dan pegunungan. Hanya

beberapa daerah saja yang berada pada daerah datar walaupun secara geografis,

dari enam kabupaten di Sulawesi Barat hanya satu Kabupaten yang tidak berada

di daerah pantai.

Dari data yanag diperoleh dari Bidang Pelestarian Sumber Daya Air pada Dinas

Pekerjaan Umum di Sulawesi Barat serta data yang dihimpun dari masing-masing 

kabupaten, untuk wilayah Sulawesi Barat tidak terdapat danau baik danau

alamiah maupun danau buatan, demikian pula dengan waduk. Untuk wilayah

Sulawesi Barat hanya terdapat beberapa Situ dan Embung yang dibuat untuk

menampung cadangan air yang tersebar di beberapa kabupaten.

Dari beberapa waduk yang ada di Provinsi Sulawesi Barat, hanya Kabupaten

Majene yang melakukan analisis kualitas air waduk. Berdasarkan hasil

perhitungan dari uji parameter, dari kedua waduk yang dianalisis semuanya

masih dalam ambang batas dan tidak melebihi baku mutu yang telah ditetapkan

sesuai dengan ketentuan pertauran yang berlaku. Hasil uji analisis kualitas air

waduk di Kabupaten Majene dapat diihat melalui tabel berikut :

Tabel 2.11 : Hasil Uji Kualitas Air Waduk di Kab. MajenePameter/Koordinat/ Waktu

Sampling Nama Waduk Nama Waduk

Nama Lokasi Waduk Tunda Waduk Kalambangan

Koordinat03.32'53,1"

118.58'60,0"

03.59'23,1"

118.52'86,0"

Waktu Sampling 28/12/2015 21/01/2015

Tempelatur (ºc) 25 26,7

pH 8,61 9,17

DHL (mg/ L) 21,02 0

Page 75: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 75/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 34

Pameter/Koordinat/ Waktu

Sampling Nama Waduk Nama Waduk

TDS (mg/ L) 1070 94

TSS (mg/ L) 22 31

DO (mg/ L) 5,6 8,2

BOD (mg/ L) 5,2 1,63

COD (mg/ L) 48 80

NO2 (mg/ L) 0,06 0,05

NO3 (mg/ L) 7,4 0,9

NH3 (mg/ L) 0,53 0,01

Klorin bebas (mg/ L) 0,01 0,01

Fecal coliform (jmlh/100 ml) 93 0

Total coliform (jmlh/100 ml) 93 43

Sumber : Tabel SD-15 Buku Data

Perbandingan dengan baku mutu

Berdasarkan keteentuan yang diatur dalam Permen LH Nomor 1 Tahun 2010

tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air, jika baku mutu air dan tropic

air belum diatur, maka dapat menggunakan baku mutu air kelas II yang diatur

dalam PP 82 Tahun 2001 tentang Penetapan Kelas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air.

Berdasarkan ketentuan dalam PP 82 Tahun 2001 pada baku mutu air kelas II,

untuk Waduk Tunda terdapat parameter yang melebihi baku mutu yang 

ditetapkan yakni parameter TDS yang mencapai 1070 sedangngkan baku mutu

yang dipersyaratkan maksimal 1000 mg/L. Untuk Waduk Kalambangan, juga

terdapat satu parameter yang melebihi baku mutu yakni pada pH yang mencapai

9,17 sedangkan baku mutu yang dipersyaratkan adalah 6 – 9.

Kualitas Air Sumur.

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah

permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber daya air Selain air

sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting 

terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk

kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri.

Page 76: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 76/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 35

Dibeberapa daerah, ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah

mencapai ± 70%.

Perbandingan dengan Baku Mutu

Kualitas air sumur tidak ada yang melewati ambang batas baku mutu kelas I,sehingga air tanah layak dimanfaatkan. Untuk air minum kandungan total

coliform seharusnya 0, jadi air terlebih dulu diolah sebelum dimanfaatkan.

Residu terlarut tertinggi ditemukan di Desa Kumasari, tingginya hasi residu

dikawatirkan karena adanya pencampuran dengan air laut sehingga membuat

air sumur menjadi payau. Semua air sumur ditemukan dalam keadaan tidak

berbau dan tidak berwarna.

Kandungan Besi masih dibawah angka baku mutu 0.3 mg/L. sementara itu

nilai tertinggi didapatkaan dengan angka 0.286 mg/L di Desa Babana dan di

Desa Gunung Sari 0.267 mg/L. nilai ini menunjukkan bahwa kedua sumur

tersebut mengandung besi dan perlu mendapat perhatian untuk komsumsi

oleh karena adanya besi walaupun masih dibawah ambang batas. Daerah

Motu tempat pengambilan sampel merupakan daerah perkebunan dan potensi

genangan tinggi terutama ketika air hujan. Hal ini mengakibatkan adanya

pengelupasan dan pencucian terhadap zat hara dari tanah yang dapat

meresap kedalam sumur.

Kandungan BOD dalam air sumur masih dibawah ambang batas. Kandungan

BOD tertinggi juga ditemukan di Desa Gunung Sari 1.096 mg/L namun masih

dibawah ambang batas. Faktor genangan dan kurang terlindungnya sumur

mempengaruhi nilai BOD

Hasil pemeriksaan terhadap DO juga mengindikasikan air tanah layak

dimanfaatkan karena DO rata rata diatas dari 6 mg/L hal ini mengindikasikan

bahwa tidak ada pengayaan hara yang menyebabkan air menjadi berbau atau

berwarna.

Nilai fosfat satu satunya hanya terdapat di Motu, dimana faktornya adalah

karena sumur kurang terlindungi dan merupakan daerah genangan air

Total Coliform didefinisakan indikator bakteri pertama yang digunakan untuk

menentukan aman tidaknya air untuk dikonsumsi. Bila Total Coliform dalam air

ditemukan dalam jumlah yang tinggi maka kemungkinan adanya bakteri

patogenik seperti Giardia, dan Cryptosporidium di dalamnya. Menurut

Kepmenkes RI No: 907/Menkes/VII/2002 kadar maksimum Total Coliform

Page 77: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 77/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 36

yang diperbolehkan dalam air minum adalah 0 MPN/100Ml, yang artinya

bahwa keberadaan bakteri ini dalam air minum benar-benar tidak diizinkan.

Dari hasil diatas dimana semua air tanah mengandung total coliform yang 

tertinggi 10 mpn/100ml dan terendah 2 mpn/100 ml, terlihat bahwa meskipun

secara baku mutu masih dibawah ambang batas, namun untuk komsumsi air

tanah untuk air minum tidak dapat digunakan secara lansung, melainkan

harus di olah untuk menghilangkan bakteri patogenik.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tebel berikut ini ;

Tabel 2.12 : Hasil Uji Kualitas Air Sumur

Nama LokasiDesa

GunungSari

DesaGunung

Sari

DesaMakmur Jaya I

DesaMakmur Jaya II

DusunBulili

DesaBabana

DesaKumasari

Koordinat  01.14’23,7”

119.29’26,2”01.14’23,7”119.29’26,2”

01.19’87,0”119.25’50,9”

01.19’37,6”119.25’41,8”

01.31’39,7”119.25’55,6”

02.07’10,1”119.15’17,7”

01.41’20,8”119.21’01,0”

WaktuPemantauan

  07/03/2015 31/08/2015 02/03/2015 02/03/2015 27/02/2015 24/02/2015 21/08/2015

Residu Terlarut(mg/ L)

  152 152 172 96 194 114 270

pH 8 7,52 6,48 6,44 7,03 7,22 7,17

BOD (mg/L) 0,949 1,096 1,011 0,953 0,978 1,075 1,001

COD (mg/L) 4,993 5,77 5,318 5,016 5,149 5,658 5,271

DO (mg/L) 7,47 6,256 6,951 7,563 7,086 6,111 7,159

Total Fosfat sbg P(mg/L)

  0,174 0 0,153 0,196 0,185 0,19 0

NO3 sebagai N(mg/L)

  6,23 2,193 5,378 2,044 9,563 9,785 5,23

NH3-N (mg/L) 0 0 0 0 0 0,099 0,5

Kadmium (mg/L) 0,0003 0,0003 0,0086 0,0018 0,0003 0,006 0,0139

Tembaga (mg/L) 0,0151 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,019 0,0001

Besi (mg/L) 0,0349 0,267 0 0 0,168 0,286 0,014

Timbal (mg/L) 0,0074 0,0074 0,0074 0,0074 0,0074 0,0074 0,0074

Seng (mg/L) 0,0349 0,0001 0,0231 0,0045 0,0002 0,0044 0,0001

Khlorida (mg/L) 26,412 11,076 20,448 9,798 9,798 19,17 25,134

Fecal coliform(jml/100 ml)

  0 0 0 0 0 0 0

Total coliform(jml/100 ml)

  31 172 49 7 10 57 33

Sumber : Tabel SD-17 Buku Data

Page 78: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 78/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 37

Mengingat tingginya penderita diare tiap tahunnya, maka salah satu penyebab

Penyakit diare adalah menyebarnya mikroorganisme penyebab yang masuk ke

badan air yang dipakai oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,

penyebaran penyakit diare dipengaruhi oleh perilaku masyarakat atau sosiosfer.

Penyebaran penyakit ini, seperti penyakit menular saluran pencernaan dapat juga

disebabkan karena tidak terbiasanya mencuci tangan setelah buang air, dan

komunitas masyarakat tidak mementingkan penyediaan fasilitas cuci ini.

Penularan lewat media air, tanah, makanan, dan vektor juga ditentukan oleh

perlakuan dan etik masyarakat terhadap lingkungan disekitarnya

II-D. UDARA

Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat

memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan

antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan

tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke

udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai

kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll.

Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan

kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.

Berdasarkan meningkatnya tekanan tersebut, maka dilakukan pengukuran

kwalitas udara untuk Provinsi Sulawesi Barat. Kualitas udara di pengaruhi oleh

kendaraan bermotor, pembakaran baik dilahan perkebunan maupun sampah, gas

buang indistri perkebunan sawit dan sumber alami lainnya.

Kualitas Udara Ambien Menurut Lokasi

Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat pencemaran udara adalah upaya

untuk menggalakkan penanaman pohon yang akhir-akhir ini dikenal dengan istilah

penanaman satu milyar pohon. Beberapa komponen zat pencemar yang dapat

menimbulkan pencemaran udara antara lain; Particulate Matter (PM10 ) yaitu

padatan atau likuid udara dalam bentuk asap, debu dan uap yang dapat tinggal

dalam admosfir dalam waktu yang cukup lama; Ozone (O3 ) adalah bahan

pencemar sekunder yang terbentuk di admosfer dari reaksi fotokimia NOx dan HC;

Carbon Monoxide (CO) adalah gas yang dihasilkan dari proses oksidasi bahan

bakar yang tidak sempurna; Carbon Dioxide (CO2 ) adalah gas yang diemisikan dari

sumber-sumber alamiah dan antropogenik; Nitrogen Oxide (NOx) adalah kontributir

Page 79: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 79/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 38

utama smog dan deposisi asam; Sulfur Dioxide (SO2 ) adalah gas yang tidak berbau

bila berada pada konsentrasi rendah akan tetapi akan memberikan bau yang 

tajam pada konsentrasi pekat; Volatile Organic Compounds (VOCs) adalah

senyawa organic yang mudah menguap dan Timbal (Pb) adalah logam yang sangat

toksik dan menyebabkan berbagai dampak kesehatan terutama pada anak-anak.

Pada tahun 2015, pengukuan kualitas udara dilaksanakan di enam Kabupaten di

Provinsi Sulawesi Barat, 4 diantaranya menggunakan metode Roadside sesaat (1

 jam) dan untuk Kabupaten Mamuju menggunakan metode Roadside 24 jam.

Berikut lokasi-lokasi pengukuran kualitas udara di Provinsi Sulawesi Barat.

Tabel 2.13 :

Lokasi dan metode pengambilan sampel kualitas udara

No. Kabupaten Lokasi Sampling Keterangan

1

Mamuju 1. Perumahan BTN Axuri – Mamuju

2. Depan Lapangan Merdeka

3. Terminal Simbuang 

Metode

Roadside

sesaat (1 jam)

2

Mamuju

Utara

1. Jl. Poros – Mamuju Utara

2. Depan Bank Mandiri

3. Jl. Urip Sumoharjo

Metode

Roadside

sesaat (1 jam)

3 Mamuju

Tengah

1. Kompleks Perumahan

2. Terminal Penumpang 

3. Jl. Poros Topoyo Mamuju Tengah

Metode

Roadside

sesaat (1 jam)

4 Majene 1. Jl. Jend. Sudirman – Majene

2. Kompleks Perkantoran

3. Sekitar Pelabuhan

Metode

Roadside

sesaat (1 jam)

5 PolewaliMandar

1. Jl. H. Andi Depu - Polewali Mandar2. Jl. Trans Sulawesi - Polewali Mandar

3. Jl. Jend. A. Yani - Polewali Mandar

MetodeRoadside

sesaat (1 jam)

6 Mamasa 1. Jl. Poros Mamasa – Toraja

2. Jl. Lapangan Pasar Mamasa

3. Depan Kantor Bupati Mamasa

Metode

Roadside

sesaat (1 jam)

Sumber : Laporan Pemantauan Kualitas Udara

Perbandingan dengan Baku Mutu

Kualitas udara, terutama di kota-kota besar dan metropolitan, sangat dipengaruhi

oleh kegiatan transportasi. Pada tahun 2008 kegiatan transportasi di Indonesia

diperkirakan mengemisikan CO2, CH4, dan N2O masing-masing sebesar 83 juta

ton, 24 ribu ton, dan 3,9 ribu ton.

Data kualitas udara didapatkan dari pemantauan di 5 ibukota kabupaten dengan

menggunakan metoda passive sampler pada lokasi-lokasi yang mewakili daerah

permukiman, industri, dan padat lalulintas kendaraan bermotor. Sedangkan

parameter yang diukur adalah SO2 dan NO2.

Pengukuran kualitas udara yang dilakukan pada lokasi tersebut dianggap mewakili

kualitas udara tahunan untuk masing-masing parameter. Selanjutnya nilai

Page 80: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 80/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 39

konsentrasi rata-rata tersebut dikonversikan menjadi nilai indeks dalam skala 0 –

100 untuk setiap ibukota provinsi. Formula untuk konversi tersebut adalah :

Perhitungan nilai indeks pencemaran udara (IPU) dilakukan dengan formula

sebagai berikut:

dimana:

IPU = Indeks Pencemaran Udara

IPNO2 = Indeks Pencemar NO2

IPSO2 = Indeks Pencemar SO2

Tabel 2.14 :

Tabel Indeks Pencemaran Udara Sulbar 2015

No. Provinsi/Kabupaten Kon.NO

2

Kon.SO

2

IPNO

2

IPSO

2

IPU

1 Kabupaten Mamuju Utara 25,20 50,20 99,11 93,72   96,42

2 Kabupaten Mamuju,Mamuju Tengah

12,00 69,17 99,58 91,35   95,46

3 Kabupaten Majene 12,00 31,00 99,58 96,13   97,85

4

Kabupaten Polewali

Mandar12,00 31,00 99,58 96,13   97,85

5

Kabupaten Mamasa 12,00 43,67 99,58 94,54  97,06

6 Provinsi Sulawesi Barat 14,20 49,03 99,50 93,87   96,68

Sumber : Laporan IKLH Sulbar 2015

Berdasarkan tabel tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai indeks

pencemaran udara Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2015 ini masih cukup

bagus yakni mencapai nilai 96,68. Jika ditinjau berdasarkan masing-masing 

kabupaten, maka Kabupaten Majene dan Polewali mandar masih menduduki

peringkat pertama sebagai Kabupaten dengan tingkat pencemaran udara

terendah, sedangkan Kabupaten Mamuju/Mamuju tengah pada peringkat

terakhir.

Page 81: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 81/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 40

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat pencemaran udara masih sangat

didominasi dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Kesimpulan ini diambil

berdasarkan hasil perhitungan kualitas udara pada lokasi padat kendaraan. Nilai

ini juga ditunjukkan dari indeks per kabupaten yang menempatkan Kabupaten

Mamuju pada posisi terendah yang secara data adalah kabupaten dengan jumlah

kepadatan kendaraan bermotor paling tinggi.

Kualitas Air Hujan

Peningkatan gas buang seperti NH3, NO2, SO2 dan aerosol akan mempengaruhi

kadar keasaman air hujan. Arosol dan gas-gas tersebut yang larut dalam udara

dapat dibersihkan dari admosfer melalui proses pembersihan secara kering (dry

deposition) atau secara basah (wet deposition). Menurut Seinfeld J.H. (1986) garisbatas keasaman air hujan adalah 5,6 yang berada dalam garis kesetimbangan

dengan konsentrasi CO2 atmosfer 330ppm. Jika jika kadar keasaman air hujan

dibawah 5,6 maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi hujan asam.

Di samping memantau kualitas udara ambient, salah satu indikator untuk

mengetahui gambaran kualitas udara adalah dengan melihat kualitas air hujan.

Jika di atmosfir banyak terdapat polutan udara seperti gas SO4, maka PH air hujan

akan menjadi lebih rendah dan bersifat asam. Hal ini akan mengakibatkan

terjadinya hujan asam. Polutan SO4 bersumber dari arang, minyak bakar gas, kayu

dan sebagainya. Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan

hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Sedangkan dua

pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber alam seperti vulkano dan terdapat

dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan oleh bahan pencemar

yang dibuat oleh manusia adalah distribusinya tidak merata sehingga

terkosentrasi pada daerah tertentu.

Data pemantauan kualitas air hujan berasal dari data sekunder dari Kabupaten

Majene. Data kualitas air hujan ini menggambarkan kualitas udara pada wilayah

yang terbebas dari pencemaran udara karena jauh dari sumber pencemar, jauh

dari areal padat transportasi dan industri.

Untuk parameter pH cenderung stabil selama tahun 2015 yaitu berkisar antara

6.35-7,56 dan nilai rata-rata pH adalah 6,92. Untuk keseluruhan parameter yang 

diukur hanya pada bulan Januari, Februari, Oktober, Nopember, dan Desember

(Pada awal musim hujan). Berdasarkan pH normal air hujan yaitu 4-8, maka

Page 82: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 82/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 41

kualitas air hujan pada Kec.Banggae berada dalam kondisi baik. Normalnya nilai

pH menunjukkan bahwa kualitas atmosfer di wilayah ini masih baik, yaitu tidak

terjadinya hujan asam yang disebabkan oleh polutan terutama SO4 . Nilai pH

terendah tercatat pada bulan Oktober yaitu 6.35, sedangkan nilai PH tercatat

tertinggi pada bulan November yaitu sebesar 7,56.

Untuk parameter daya hantar listrik (DHL), hasil pengukuran selama tahun 2015

berkisar yaitu 0,26-0,68 µs/cm dengan nilai rata-rata DHL selama tahun 2015

adalah 0,40. Nilai DHL yang tertinggi adalah pada Bulan Februari, yaitu 0,68

µs/cm. sedangkan nilai terendahnya adalah pada Bulan Nopember 2015, yaitu

sebesar 0,26 µs/cm. Sesuai dengan literatur, daya hantar listrik sangat

dipengaruhi oleh besarnya intensitas air hujan yang turun. Untuk lebih jelasnya,

berikut disajikan tabel dan grafik hasil pemeriksaan kualitas air hujan di

Kabupaten Majene.

Tabel 2.15 : Hasil perhitungan kualitas air hujan

Bulan

pH DHL SO

4

NO

3

Cr NH

4

Na Ca

2+

Mg

2+

Jan 6,75 0,37 tad 0,9 tad 0,03 tad 0,02 0,04

Feb 6,82 0,68 tad 0,7 tad 0,02 tad 0,02 0,03

Mar N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Apr

N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Mei N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Jun N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Jul N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Ags N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Sep N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Okt 6,35 0,3 tad 0,8 tad 0,01 tad 0,03 0,05

Nop 7,56 0,26 tad 0,5 tad 0,01 tad 0,01 0,03

Des 7,11 0,39 tad 6 tad 0,02 tad 0,01 0,05

Sumber : Data SLHD Kab. Majene

II-E. LAUT, PESISIR DAN PANTAI

Secara geografis, Provinsi Sulawesi Barat sebagian besar berada di daerah pesisir

pantai yang berbatasan langsung dengan Selat Makassar. Dari enam Kabupaten

yang ada dalam wilayah Pemerintahan Provinsi Sulawesi Barat, lima diantaranya

berada pada daerah pesisir pantai. Hanya Kabupaten Mamasa yang berda di

daerah pegunungan.

Page 83: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 83/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 42

Salah satu potensi yang dapat dikembangkan dengan kondisi geografis Provinsi

Sulawesi Barat adalah budi daya hasil laut. Salah satunya adalah pengembangan

sub sektor perikanan. Pengembangan perikanan di Sulawesi Barat terdiri dari

perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Pada tahun 2014, produksi perikanan

budidaya mencapai 67.548,70 ton dengan nilai produksi sebesar 720.333,68 juta

rupiah.

Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang cukup unik karena merupakan

tempat pencampuran pengaruh antara darat, laut dan udara yang disebut iklim.

Pada umumnya wilayah pesisir dan estuaria pada khusunya mempunyai tingkat

kesuburan yang tinggi, kaya akan unsur hara dan menjadi sumber zat organik yang 

penting dalam rantai makanan laut. Namun demikian, perlu dipahami bahwa

sebagai tempat peralihan antara darat dan laut, wilayah pesisir ditandai oleh

adanya gradient perubahan sifat ekologi yang tajam, dan karenanya merupakan

wilayah yang peka terhadap gangguan akibat adanya perubahan lingkungan

dengan fluktuasi di luar normal.

Untuk mendukung pengembangan produksi perikanan, sangatlah didukung oleh

terpeliharanya ekositem perikanan dan kelautan. Salah satunya adalah menjaga

kelestrian kualitas air laut khusunya dari pencemaran akibat usaha dan atau

kegiatan manusia baik perorangan maupun kelompok bahkan dunia usaha serta

ditambah lagi dengan rusaknya terumbu karang dan padang lamun yang menjadi

habitat utama perkembangan perikanan dalam laut.

Kualitas Air Laut.

Sebagian besar permukaan bumi di Indonesia adala perairan. Di antaranya adalah

laut. Laut adalah kumpulan air asin yang luas dan berhubbungan dengan

samudera. Air di aut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material

lainnya seperti garam, gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak

terlarut. Sifat-sifat fisik air laut ditentukan oleh 96,5% air murni. Air laut dapat

dibedakan antara wilayah laut satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut

dapat di lihat dari suhu, kecerahan dan salinitas.

Perbandingan nilai antar waktu dan antar lokasi 

Suhu air laut

Keadaan suhu perairan laut banyak ditentukan oleh penyinaran matahari yang 

disebut isolation. Pemanasan di daerah tropic/khatulistiwa akan berbeda dengan

Page 84: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 84/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 43

hasil pemanasan di daerah lintang tengah atau kutub. Oleh karena bentuk bumi

bulat, di daerah tropis sinar matahari jatuh hampir tegak lurus, sedangkan di

daerah kutub umumnya menerima sinar matahari dengan sinaar yang condong.

Sinar jatuh condong bidang jatuhnya akan lebih luas dari pada sinar yang jatuh

tegak. Selain karena faktor kemiringan, di daerah-daerah kutub, banyak sinar yang 

dipantulkan kembali ke admosfer sehingga semakin menambah dingin keadaan

suhu di daerah kutub.

Pola suhu di perairan laut pada umumnya makin ke kutub makin dingin dan makin

ke bawah makin dingin. Pada permukaan samudera, umumnya dari khatulistiwa

berangsur-angsur dingin sampai ke laut-laut kutub, di khatulistiwa ± 280C, pada

laut-laut kutub antara 00 sampai 20 C. panas matahari anya berpengaruh di

lapisan atas saja. Di dasar samudera rata-rata mencapai 20C. Air dingin yang 

berasal dai daerah kutub akan mengalir ke daerah khatulistiwa. Laut yang tidak

dipengaruhi arus dingin suhunya akan tinggi.

Kecerahan Air Laut

Kecerahan air laut ditentukan oleh tingkat kekeruhan air itu sendiri yang berasal

dari kandungan sedimen yang dibawa oleh aliran sungai. Pada laut yang keruh,

radiasi sinar matahari yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis tumbuhan laut

akan kurang dibandingkan dengan air laut jernih. Pada perairan laut yang dalam

dan jernih, fotosintesis tumbuhan itu mencapai 200 meter, sedangkan jika keruh

hanya mencapai 15 – 40 meter. Laut yang jernih merupakan lingkungan yang baik

intuk tumbuhnya terumbu karang dari cangkang binatang atau koral. Air laut juga

menampakkan warna yang berbeda-beda, tergantung pada zat-zat organik

maupun anorganik yang ada.

Salinitas Air Laut

Salinitas atau kadar garam ialah banyaknya garam-garaman yang terdapat dalam

air laut, yang dinyatakan dengan 0 /00 atau perseribu. Salinitas umumnya stabil,

walaupun di beberapa tempat terjadi fluktuasi. Laut Mediterania dan Laut merah

dapat mencapai 300 /00 - 400 /00 yang disebabkan banyak penguapan, sebaliknya

dapat turun dengan drastic jika turun hujan. Laut yang memiliki kadar garam

rendah banyak di jumpai di daerah-daerah yang banyak muara sungainya. Tinggi

rendahnya kadar garam dalam air laut dipengaruhi oleh faktor penguapan, curah

hujan dan banyaknya muara sungai di laut tersebut.

Page 85: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 85/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 44

Perbandingan dengan baku mutu

Berdasarkan hasil uji kualitas air laut yang dilakukan pada 7 titik yang tersebar di

dua kabupaten, maka dapat dijabarkan sebagai berikut :

Sampah terdapat pada Pelabuhan Pangali-Ali, Pantai Barane, Pelabuhan Palipi

dan Pantai Malunda.

Parameter TSS di Pantai Malunda melebihi baku mutu yakni mencapai 127

dari 80 maksimal yang dipersyaratkan.

Untuk parameter pH di Pantai Malunda melebihi baku mutu yakni mencapai

9,15 dari baku mutu 6,6 – 8,5.

Parameter DO di Pantai Pangali-Ali, Barane dan Pasangkayu dibawah ambang 

batas yakni <5.

Tabel 2.16 : Kualitas air laut

Nama Lokasi Baku Mutu  Pantai

Mampie  TPI Polman

  PantaiMalunda

PelabuhanPalipi

PantaiPangali-Ali

PantaiBarane

PantaiPasangkayu

Koordinat  03.27’16,3”

119.16’46,4”03.26’01,7”119.20’18,8”

02.56’12,0”118.52’44,1”

03.18’76,9”118.51’20,3”

  tad tad  01.10’51,2”

119.20’18,3”

Waktu sampling 09/09/2015 09/09/2015 21/01/2015 21/01/2015 24/7/2015 24/7/2015 03/8/2015

Lokasi Sampling Wonomulyo Polewali Sasende Palipi Pangali-Ali Barane Pasang-kayu

Warna (CU) - Alami Alami Alami Alami Alami Alami Alami

Bau tdk berbau tdk berbau tdk berbau tdk berbau tdk berbau tdk berbau tdk berbau tdk berbau

Kecerahan (M) >3 tad tad jernih jernih jernih jernih 0

Kekeruhan(NTU)   <5 1,82 tad 1,78 1,91 1,64 1,14 3,5

TSS (mg/l) 80 1,2 4 127 13 10 5 tad

Sampah nihil tad tad ada sampah ada sampah  ada

sampahada

sampah  nihil

Lapisan Minyak nihil tad tad nihil nihil nihil nihil nihil

Temperatur (ºC)

  alami 29 28 31,7 29,3 30,2 31 29

pH (mg/l) 6,6-8,5 7,81 7,76 9,15 7,93 7,2 7,5 8,8

Salinitas (mg/l) alami 34,23 33,44 2,1 2,7 3,48 4,92 3,5

DO (mg/l) >5 6,04 tad 8,57 5,8 3,21 2,6 4,35

BOD5(mg/l) 20 4,03 tad 0,81 3,35 5,5 6,7 2,52

COD (mg/l) nihil tad tad tad tad tad tad 5,84

 Amonia total(mg/l)

  0,3 0,206 0,214 2,98 0,03 0,05 0,15 0

NO2-N (mg/l) 5 tad tad 0,06 0,01 0,02 0,01 0,01

NO3-N (mg/l) 1 0,21 tad 0,3 0,4 0,3 0,4 0,2

PO4-P (mg/l) nihil 0,022 tad 0,15 0,1 0,2 0,3 tad

Sianida (CN-)(mg/l)

  0,5 tad tad tad tad tad tad tad

Sulfida (H2S)(mg/l)

  nihil 0,042 0,042 tad tad tad tad tad

Klor (mg/l) nihil tad tad tad tad tad tad tad

Minyak bumi(mg/l)

  1 0,9 tad tad tad tad tad tad

Fenol (mg/l) 0,002 tad tad tad tad tad tad tad

Pestisida (mg/l) nihil tad tad tad tad tad tad tad

PCB (mg/l) nihil tad tad tad tad tad tad tad

Sumber : Tabel SD-17 Buku Data

Page 86: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 86/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 45

Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang.

Terumbu karang sangat penting untuk keberadaan keberlangsungan ikan atau

lebih sering disebut sebagai rumah ikan, jika rumah ikan sudah rusak, dimanakah

ikan tersebut akan tinggal? Tingginya kerusakan terumbu karang disebabkan oleh

penangkapan ikan oleh nelayan dengan menggunakan putas/bom serta

pengambilan terumbu karang untuk dijual dan dijadikan hiasan dinding rumah

yang dijual dan bahan dasar kosmetik serta tingginya aktifitas laut.

Padahal jika dipandang dari letak geografis, Wilayah Provinsi Sulawesi Barat

beradah di wilayah Pesisir. Oleh karena itu, sektor perikanan merupakan sektor

prospektif dalam peningkatan perekonomian masyarakat. Untuk menunjang minat

masyarakat dalam pengelolaan sektor perikanan, maka diperlukan upaya-upaya

yang dapat mendorong pengembangan pada sektor perikanan.

Produksi dari perikanan yang ada saat ini, masih dapat ditingkatkan dan akan

memberikan penerimaan dan penyerapan tenaga kerja yang maksimal. Saat ini,

manajemen/pengelolaan produksi perikanan belum optimal, yang ditunjukkan

dengan kontribusi ekonomi yang relatif rendah (berbanding terbalik dengan

potensi yang dimiliki). Sehingga untuk menunjang dan meningkatkan produksi

perikanan maka diperlukan program pengembangan yang memperhatikan

dukungan alam bagi setiap jenis perikanan.

Perbandingan nilai antar lokasi 

Tabel 2.17 Persentase Luas Terumbu Karang 

No. Kabupaten/KotaLuas

Tutupan(Ha)

SangatBaik

  Baik Sedang Rusak

1 Mamuju Utara 1084,73 18,44 31,92 23,09 26,55

2 Mamuju Tengah 50,00 tad tad 70,00 30,00

3 Mamuju 7735,00 7,76 13,78 25,00 tad

4 Majene 408,53 tad tad 29,52 70,48

5 Polewali Mandar 849,23 tad 56,23 tad 43,77

Sumber : Tabel SD-19 Buku Data

Dari tabel diatas menggambarkan bahwa, persentase kerusakan terumbu karang 

pada tahun 2015 berada di Kabupaten Majene yakni sebesar 70,48 persen

terhadap luas tutupannya sedangkan yang paling sedikit berada di Kabupaten

Mamuju Utara yakni hanya sekitar 26,55 persen terhadap luas tutupannya.

Page 87: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 87/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 46

Untuk luas tutupan lahan pada terumbu karang paling tinggi berada di Kabupaten

Mamuju yakni mencapai 7.735,00 hektar sedangkan paling sedikit berada di

Kabupaten Majene yang hanya mencapai 408,53 hektar

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka pengelolaan kawasan perikanan yang dapat dikembangkan antara lain :

a) Pemberian penguatan modal bagi usaha perikanan dalam rangka menunjang 

kesinambungan usaha perikanan.

b) Menggalakkan program penggunaan bibit unggul.

c) Menggalakkan sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak menggunakan

perlatan yang dapat merusak lingkungan ekosistem laut dalam proses

penangkapan ikan.

d) Memperluas wilayah pemasaran produksi perikanan, baik lokal maupun pasar

ekspor.

e) Pengembangan pusat pengumpul dan distribusi bagi usaha perikanan dengan

memperhatikan jarak minimum (mudah dijangkau).

Luas dan Kerusakan Padang Lamun

Padang lamun merupakan salah satu ekosistem yang terletak di daerah pesisir

atau perairan laut dangkal. Keunikan dari tumbuhan lamun dari tumbuhan laut

lainnya adalah adanya perakaran yang ekstensif dan system rhizome. Karena tipe

perakaran ini menyebabkan daun-daun tumbuhan lamun menjadi lebat, dan ini

besar manfaatnya dalam menopang keproduktivan ekosistem padang lamun

(Supriharyono, 2007).

Seperti pada tanaman air lainnya, maka faktor pembatas yang menentukan

kehidupan lamun, secara fisiologis adalah faktor-faktor yang membatasi proses

fotosintesis, yaitu penetrasi cahaya matahari, unsure hara, dan difusi anorganik

karbon. Di samping itu ada faktor lain, seperti suhu air, salinitas, pergerakan air,

 juga pentingnya peranannya terhadap kebanyakan tumbuhan makrofita

(Supriharyono, 2007).

Dari 12 jenis lamun yang dikena di Indonesia, 5 jenis diantaranya dijumpai di

pesisir Provinsi Sulawesi Barat. Kelima jenis tersebut adalam Enhalus Acoroides,

Thalassia Hemprichii, Halophila Ovalis, Halodule Uninervis dan Syringodium

Isoetifolium. Meskipun demikian jenis E. Acoroides, T. Hemprichii dan S.

Isoetifolium merupakan jenis yang dominan dengan sebaran yang luas.

Page 88: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 88/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 47

Perbandingan Nilai Antar Lokasi 

Luas total padang lamun di Indonesia semula diperkirakan 30.000 km 2, tetapi

diperkirakan kini telah menyusut sebanyak 30 – 40 %. Menyusutnya luas total

padang lamun menunjukkan status dari ekosistem padang lamun ini di Indonesiawajib konservasi dan segera dilakukan pelestarian. Kerusakan ekosistem lamun

antara lain karena reklamasi dan pembangunan fisik di garis pantai, pencemaran,

penangkapan ikan dengan cara destruktif (bom, sianida, pukat dasar), dan tangkap

lebih (over-fishing).

Pembangunan pelabuhan dan industri di Teluk Banten misalnya, telah

melenyapkan ratusan hektar padang lamun. Tutupan lamun di Pulau Pari (DKI

Jakarta) telah berkurang sebanyak 25 % dari tahun 1999 hingga 2004. Kerusakanlamun juga dapat disebabkan oleh natural stress dan anthrogenik stress.

Kerusakan-kerusakan ekosistem lamun yang disebabkan oleh natural stress

biasanya disebabkan oleh gunung meletus, tsunami, kompetisi dan predasi.

Sedangkan anthrogenik stress bisa disebabkan :

1. Perubahan fungsi pantai untuk pelabuhan atau dermaga.

2. Eutrofikasi (Blooming mikro alga dapat menutupi lamun dalam memperoleh

sinar matahari).

3. Aquakultur (pembabatan dari hutan mangrove untuk tambak memupuk

tambak).

4. Water polution (logam berat dan minyak).

5. Over fishing (pengambilan ikan yang berlebihan dan cara penangkapannya yang 

merusak).

Untuk Provinsi Sulawesi Barat, berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan

Perikanan, persentase kerusakan padang lamun terbesar berada di Kabupaten

Mamuju Utara yakni sebesar 41,92 persen, menyusun Kabupaten Mamuju seluas

33,25 persen, Kabupaten Mamuju Tengah 24,06 persen, Kabupaten Majene 6,75

persen dan yang paling rendah di Kabupaten Polewali Mandar yang hanya

mencapai 1,10 persen. Luas padang lamun secara keseluruhan untuk Sulawesi

Barat adalah 2.094,61 Ha atau sekitar 0,06 persen dari total luas padang lamun

di Indonesia.

Perbandingan dengan Baku Mutu

Page 89: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 89/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 48

Grafik 2.5 : Luas dan Persentase Kerusakan Padang Lamun Provinsi Sulawesi Barat

Sumber : Tabel SD-20 Buku Data

Pengelolaan lamun sebagai salah satu ekosistem sangat penting karena manfaat

yang ada sangat beragam, mulai dari sedimentasi, hingga aspek perikanan. Lamun

yang sepertinya tidak begitu produktif dalam bidang pengolahan atau sebagai

bahan mentah industri, belakangan ini kurang diperhatikan, lalu berdampak

kerusakkan pada padang lamun yang tersebar di pesisir. Salah satu upaya

pengelolaan lamun yang sudah ada adalah terbentuknya Undang-Undang No. 27

tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil juga telah

mengamanatkan perlunya penyelamatan dan pengelolaan padang lamun sebagai

bagian dari pengelolaan terpadu ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.

Bentuk pengelolaan lamun yang bisa dilakukan secara nyata adalah mengawasi

pembangunan yang ada di pesisir dan tetap mengelola dengan baik limbah yang 

mengalir langsung ke laut. Selain itu, perawatan ekosistem padang lamun yang 

bisa dilakukan yaitu membudidayakan dan memonitoring setiap kegiatan

masyarakat yang memerlukan padang lamun sebagai matapencaharian. Lamun,

walaupun tidak terlihat begitu produktif, namun mempunyai manfaat yang lebih

dari yang diperkirakan, karena alam yang terjaga adalah untuk masa depan.

Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove

Mangrove hidup di daerah antara level pasang naik tetinggi (maximum spring tide)

sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level).

Komunitas (tumbuhan) hutan mangrove hidup di daerah pantai terlindung di

Page 90: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 90/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 49

daerah tropis dan subtropis. Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang 

mempunyai produktivitas hayati yang tinggi.

Mangrove diketahui mempunyai daya adaptasi fisiologis yang sangat tinggi.

Mereka tahan terhadap lingkungan dengan suhu perairan yang tinggi, fluktuasisalinitas yang luas dan tanah yang anaerob. Salah satu faktor yang penting dalam

adaptasi fisiologis adalah system pengudaraan di akar-akarnya. Tidak semua

tumbuhan yang memperoleh oksigen untuk akar-akarya dari tanah yang 

mengandung oksigen, mangrove tumbuh di tanah yang tidak mengandung oksigen

dan harus memperoleh hampir seluruh oksigen untuk akar-akar mereka dari

atmosfer.

Jenis mangrove di Sulawesi Barat : Jenis tumbuhan ini didominasi oleh generaRhizophora, Avicenia, Brugueira, Sonneratia. Mangrove ikutan (Associated

Mangrove); merupakan kelompok tumbuhan yang ditemukan tumbuh bersama-

sama komunitas mangrove, tetapi tidak termasuk mangrove karena tumbuhan ini

bersifat lebih kosmopolrt dan memiliki kisaran toleransi yang besar terhadap

perubahan faktor fisik lingkungan seperti suhu, salinitas dan substrat. Jenis

tumbuhan yang tergolong mangrove ikutan adalah waru laut, pandan, ketapang,

 jeruju dan Iain-Iain.Vegetasi pantai non Mangrove; merupakan kelompok

tumbuhan yang memiliki ciri adanya zona bentuk pertumbuhan (habitus) secara

horizontal dari daerah intertidal ke arah darat yang terdiri dari tumbuhan menjalar,

semak belukar, perdu, pohon, dimana semakin kearah darat, keragaman jenis dan

habitus pohon akan semakin besar. Jenis vegetasi pantai non mangrove umumnya

terdiri dari tapak kambing, rumput angin, santigi, ketapang, cemara, laut dan

kelapa.egetasi pantai di Kabupaten Mamuju Utara dicirikan dengan tumbuhan

peralihan yang dapat hidup pada kondisi tergenang air laut dan darat.

Tumbuhan mangrove di Sulawesi Barat menyebar di semua pesisir. Jenis

mangrove yang ditemukan ada 7 jenis yaitu Rhizopora Stylosa, R. Mucronata,

 Avicennia Alba, Sonneratia Alba, Nypa Fruticans, Bruguiera sp. dan Ceriops sp.

 Jenis R. Stylosa, R. Mucronata dan A. Alba merupakan jenis yang dominan dengan

sebaran yang luas, ciri utama dari vegetasi ini adalah memiliki struktur daun yang 

rapat, tidak bergetah dan warna dominan hijau pada daun.

Page 91: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 91/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 50

Tabel 2.18 : Luas Lokasi, Persetase Tutupan dan Kerapatan Mangrove

No Lok as i Luas Lokasi (Ha) Persen tas e tu tupan (%) Kerapat an (pohon /Ha)

1 Mamuju Utara 402,87 tad 5451,50

2 Mamuju Tengah 64,50 tad tad

3 Mamuju 685,58 5,00 10013,33

4 Majene 168,93 68,00 60,38

5 Polewali Mandar 317,33 55,00 2829,00

Sumber : Tabel SD-21 Buku Data

Perbandingan dengan baku mutu

a. PP RI Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau

Perusakan Laut

b. Kepmen LH Nomor 45 Tahun 1996 tentang Program Pantai Bersih.

c. Kepmen LH Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman

Penentuan Kerusakan Mangrove.

d. Kepmen LH Nomor 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara

Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut

Tumbuhan mangrove dapat berkembang pada kondisi lingkungan buruk, akan

tetapi setiap tumbuhan mangrove mempunyai kemampuan yang berbeda untuk

mempertahankan diri terhadap kondisi lingkungan fisik-kimia di lingkungannya.

Ada empat faktor utama yang menentukan penyebaran tumbuhan mangrove yaitu

(a) frekuensi arus pasang, (b) salinitas tanah, (c) air tanah, dan (d) suhu.

Untuk data tahun 2015, diperkirakan bahwa sekitar 1,8 juta hektar hutan

mangrove di Indonesia mengalami kerusakan atau sekitar atau sekitar 58 persen

dari total 3,1 juta hektar hutan mangrove. Dari 1,8 juta hektar mangrove yang 

rusak, 1,4 juta diantaranya berada di luar kawasan hutan dan 400 ribu hektar

lainnya berada dalam kawasan hutan.

II-F. IKLIM

Iklim di Sulawesi Barat memiliki tipe A (Sangat Basah) dan tidak terdapat bulan

kering. Penentuan tipe iklim wilayah digunakan metode dari Schmidt- Ferguson

(1951). Schmidt-Ferguson mengklasifikasikan iklim berdasarkan jumiah rata-rata

bulan kering dan jumlah rata-rata bulan basah. Suatu bulan disebut bulan kering,

 jika dalam satu bulan terjadi curah hujan kurang dari 60 mm disebut bulan basah,

Page 92: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 92/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 51

 jika dalam satu bulan curah hujannya lebih dan 100 hari Schmidt-Ferguson sering 

disebut juga Q model karena didasarkan atas nilai Q. Nilai Q merupakan

perbandingan jumlah rata-rata bulan kering dengan jumlah rata-rata bulan basah

dikalikan dengan 100%.

Curah Hujan Rata-Rata Bulanan.

Hujan di Indonesia ada beberapa macam yang terdiri atas faktor-faktor yang 

berbeda, yaitu:

a. Hujan orografis

b. Hujan muson

c. Hujan zenith

Hujan orografis adalah hujan yang terjadi di daerah pegunungan karena awan yang mengandung banyak uap air mengalami pengembunan ketika tertiup dari laut ke

pegunungan sehingga hujan turun di lereng pegunungan itu. Hujan jenis ini

menghasilkan daerah tangkapan hujan dan daerah bayangan hujan. Contoh

 jelasnya adalah Pulau Jawa, yang mana daerah tangkapan hujannya adalah Jawa

bagian utara dan daerah bayangan hujannya adalah Jawa bagian selatan.

Hujan muson adalah hujan yang terjadi karena angin muson yang bertiup rata-rata

enam bulan sekali karena adanya perbedaan tempratur antara daratan dan

lautan. Hujan muson biasanya datang bersamaan dengan bertiupnya angin muson

barat yang banyak mengandung uap air.

Hujan zenit adalah hujan yang penyebabnya adalah suhu yang panas pada garis

khatulistiwa sehingga memicu penguapan air ke atas langit bertemu dengan udara

yang dingin menjadi hujan. Hujan zenit terjadi di sekitar daerah garis khatulistiwa

saja.

Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan di

Indonesia adalah:

1. Letak geografis Indonesia (di antara dua samudera dan dua benua, pengaruh

pada hujan muson);

2. Letak astronomis Indonesia (pengaruh pada hujan zenith);

3. Banyaknya pegunungan di Indonesia (pengaruh pada hujan orografis); dan

4. Lama tidaknya penyinaran matahari (pengaruh pada penguapan)

Page 93: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 93/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 52

Grafik 2.6 : Persentase Curah Hujan Rata-Rata Bulanan

Sumber : Olah data Tabel SD-22 Buku Data

Perbandingan nilai antar waktu

Sulawesi Barat terletak pada jalur katulistiwa sehingga memiliki curah hujan yang 

cukup tinggi. Namun demikian intesitas hujan pada tahun 2015 dan hampir di

seluruh wilayah Indonesia sangat kurang. Bahkan untuk tahun 2015 ini, terjadi

kemarau panjang yang mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di

berbagai tempat. Berdasarkan grafik diatas, dapat dikatakan bahwa curah hujan

yang tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember yang juga

menyebabkan terjadinya banjir di beberapa tempat.

Untuk bulan Januari 2015, curah hujan yang tinggi masih dipengaruhi oleh

keadaan cuaca dari tahun 2014 sampai dengan April 2015. Untuk bulan Mei

sampai dengan bulan Oktober 2015 merupakan hari waktu terpanjang terjadinya

kemarau. Hanya pada bulan juni saja yang masih terjadi hujan denga intensitas

yang agak tinggi.

Suhu Udara Rata-Rata Bulanan.

Suhu udara di Sulawesi Barat bervariasi tiap bulannya dengan interval yang tidak

berbeda jauh. Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi

rendahnya tempat tersebut dari permukaan air laut dan jaraknya dari pantai.

Berdasarkan laporan dari Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika

Page 94: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 94/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 53

Majene pada tahun 2015 suhu udara di Sulawesi Barat berkisar antara 26,7°C

hingga 29,1°C dengan rata-rata suhu udara sekitar 27,8°C.

Perbandingan nilai antar waktu

Grafik. 2.7 : Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Provinsi Sulawesi Barat

Sumber : Hasil perhitungan Tabel SD-23 Buku Data

Perbandingan suhu udara rata-rata bulanan di Sulawesi Barat untuk tahun 2015

hampir sama dari bulan Januari sampai dengan Desember. Suhu udara tertinggi di

Bulan Oktober, November dan Desember yakni yakni berkisar antara 28,4 0C

sampai dengan 29,10C sedangkan yang terendah pada bulan Juni 2015. Untuk

bulan lainnya hanya sekitar 270C. untuk bulan Mei 2015, data suhu udara rata-

rata bulanan tidak dapat dideteksi karena adanya kebakaran pada stasiun

meteorologi, klimatologi kelas II Majene.

II-G. BENCANA ALAM

Berdasarkan kondisi geologi wilayah, jenis tanah, dan kondisi fisik lingkungan yang 

mempengaruhinya, Sulawesi Barat mempunyai potensi kerawanan bencana, baik

yang disebabkan oleh alam maupun akibat dari pembangunan. Selain itu,

Sulawesi Barat merupakan daerah yang rawan banjir hal ini disebabkan karena

empat dari lima kabupaten yang ada di Sulawesi Barat berada pada daerah pesisir

pantai. Selain bahaya banjir, Provinsi Sulawesi Barat juga berpotensi bahaya

tsunami khusunya di Kabupaten Mamuju, Majene dan Polewali Mandar dengan

kategori run-up 2-5 (berbahaya) seperti yang pernah terjadi di Nanggoro Aceh

Darussalam.

Page 95: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 95/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 54

Peta 2.1 : Peta Rawan Gempa dan Resiko Gempa di Sulawesi Barat

Sumber : BPBD Prov. Sulbar

Bencana Banjir Korban dan Kerugian.

Kondisi wilayah Provinsi Sulawesi Barat yang meliputi daerah pengunungan dandilintasi oleh sungai besar dan kecil yang sangat rawan terhadap bencana banjir

khususnya banjir bandang akibat meluapnya aliran sungai.

Curah hujan yang cukup tinggi pada penghujung tahun 2015 menyebabkan

terjadinya banjir di beberapa daerah. Berdasarkan informasi yang dihimpun, banjir

terparah berada di Desa Lembah Hopo, Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju

Tengah. Banjir bandang yang terjadi ini, selain mengakibatkan rusaknya

infrastruktur daerah juga menyebabkan kerusakan rumah warga. Dari keteranganyang terhimpun, terdapat 5 warga yang terseret banjir, dan tiga diantaranya

ditemukan dalam keaadaan sudah meninggal.

Berdasarkan data yang dihimpun dari masing-masing kabupaten, bencana banjir

di Sulawesi Barat pada tahun 2015 ini terdapat di tiga kabupaten yakni Kabupaten

Mamuju Utara, Mamuju Tengah dan Kaupaten Mamuju. Sedangkan untuk ketiga

kabupaten lainnya tidak terdapat kejadian banjir sepanjang tahun 2015. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 96: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 96/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 55

Tabel 2.19 : Bencana Banjir, Korban dan Kerugian

No Kabupaten/Kota  Total Area

Terendam (Ha)Jumlah Korban

MengungsiJumlah Korban

MeninggalPerkiraan

Kerugian (Rp.)

1 Mamuju Utara 852 30 N/A 2.400.000.000

2 Mamuju Tengah 21 0 0 145.000.000

3 Mamuju 19 107 0 590000

4 Majene N/A N/A N/A N/A

5 Polewali Mandar N/A N/A N/A N/A

6 Mamasa N/A N/A N/A N/A

Sumber : Tabel BA-1 Buku Data SLHD

 Analisis statistik sederhana.

Berdasarkan data yang dihimpun dari masing-masing kabupaten, bencana banjir

terluas berada di kabupaten Mamuju Utara dengan total area yang terendan

mencapai 852 hektar, jumlah penduduk yang mengungsi diperkirakan mencapai

30 keluarga dengan perkiraan kerugian mencapai 2,4 milyar. Bencana banjir di

Kabupaten Mamuju Utara ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain

drainase yang kurang lancar serta adanya penebangan liar sehingga

meningkatkan laju air pada saat musim penghujan tiba.

Untuk di Kabupaten Mamuju, banjir yang terjadi dalam kota di sekitar Karema

Utara akibat kurang berfungsinya drainase serta saluran air lainnya. Hujan Deras

yang turun beberapa jam megakibatkan genangan air akibat drainase yang 

tersumbat dengan sampah-sampah yang menyumbat saluran air. Selain itu,

beberapa ruas jalan di Kota Mamuju yang jauh lebih rendah dibandingkan saluran

pembuangan air sehingga drainase tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Bencana Kekeringan Luas dan Kerugian.

Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam

masa yang berkepanjangan. Biasanya kejadian ini muncul bila suatu wilaah secara

terus-menerus mengalami curah hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau yang 

panjang akan menyebabkann kekeringan karena cadangan air tanah akan habis

akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia.

Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu

wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertaian dan

ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan ekologi keeringan

Page 97: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 97/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 56

merupakan suatu proses sehingga batasan kekeringan dalam setiap bidang dapat

berbeda-beda. Namun, suatu kekeringan yang singkat tetapi intensif dapat pula

menyebabkan kerusakan uang signifikan.

Perbandingan dengan baku mutu

Kekeringan menyangkut neraca air antara inflow dan outflow atau antara

presipitasi dan evaportranspirasi. Kekeringan tidak hanya dilihat sebagai

fenomena fisik cuaca saja, tetapi hendaknya juga dilihat sebagai fenomena alam

yang terkait erat dengan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap air.

Bertambahnya jumlah penduduk telah megakibatkan terjadinya tekanan

penggunaan lahan dan air serta menurunnya daya dukung lingkungan. Akibatnya

kekeringan semakin sering terjadi dan semakin meluas. Kekeringan dapatmenimbulkan dampak yang amat luas, kompleks dan juga rentang waktu yang 

panjang setelah berakhirnya kekeringan. Dampak yang luas dan berlangsung lama

tersebut disebabkan karena air merupaka kebutuhan pokok dan vital bagi seluruh

makhluk hidup yang tidak dapat digantikan oleh sumberdaya lainnya.

 Analisis statiskitk sederhana

Tabel 2.20 : Data Bencana Kekeringan, Luas dan Kerugian

No Kabupaten/Kota Total Area (Ha) Perkiraan Kerugian (Rp)

1 Mamuju Utara 145 tad

2 Mamuju Tengah tad tad

3 Mamuju tad tad

4 Majene 79 394.921.875

5 Polewali Mandar 1.738,42 101.905.200.000

6 Mamasa tad tadSumber : Tabel BA-2 Buku Data

Berdasarkan data yang dihimpun dari masing-masing kabupaten, bencana

kekeringan terluas terdapat di Kabupaten Polewali Mandar. Kondisi ini dipengaruhi

oleh kemarau yang berkepanjangan yang terjadi sepanjang tahun 2015. Di

samping itu, Kabupaten Polewali Mandar sebagai kabupaten dengan luas lahan

pertanian yang terluas di Sulawesi Barat. Kekeringan yang berkepanjangan ini

mengakibatkan gagal panen di beberapa daerah di Sulawesi Barat. Untuk

kabupaten Polewali Mandar luas kekeringan mencapai 1.738,42 hektar dengan

Page 98: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 98/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 57

perkiraan kerugian mencapai 101, 9 milyar. Untuk kabupaten Mamuju Utara total

area yang dilanda kekeringan mencapai 145 hektar dan Kabupaten Majene

mencapai 79 hektar.

Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan Luas dan Kerugian.

Salah satu issu yang cukup mengemuka akhir-akhir ini adanya kebakaran hutan

yang melanda hampir di sebagian besar wilayah Indonesia. Kebakaran hutan

terparah berada di Kepulauan Sumatera dan Kalimantan yang menjadi

perbincangan dunia di tahun 2015.

Untuk wilayah Sulawesi Barat, kebakaran hutan dan lahan terjadi hampir di

seluruh wilayah Sulawesi Barat yang tersebar di beberapa desa dan kecamatan.

Untuk wilayah kabupaten Mamuju Utara, Mamuju Tengah dan Mamuju, kebakaran

hutan dan lahan terjadi di beberapa perkebunan sawit milik masyarakat.

Kebakaran ini sempat menjadi issu bagi perusahaan khusunya di Mamuju Tengah

dalam program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan. Untuk wilayah Mamuju

Tengah, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada bulan Agustus 2015

menyebabkan 1 rumah ikut terbakar dan beberapa lahan perkebunan masyarakat

hangus terbakar. Penyebab kebakaran hingga saat ini masih belum diketahui.

Grafik 2.8 : Data Bencana Kebakaran Hutan Tahun 2015

Sumber : Olah Data Tabel BA-3 Buku Data

Bencana Tanah Longsor dan Gempa Bumi Korban Kerugian.

Berdasarkan data dari masing-masing daerah, di wilayah Provinsi Sulawesi Barat

sepanjang tahun 2015 bencana gempa bumi yang terjadi sebagai akibat dari

Page 99: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 99/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 58

pengaruh kejadian gempa yang berpusat di Kabupaten Tana Toraja, namun

menimbulkan dampak sampai di Kabupaten Mamuju. Namun demikian,

berdasarkan data yang dihimpun, kejadian ini tidak menimbulkan korban jiwa

tetapi berdampak pada korban materil yakni adanya beberapa rumah yang rusak

di Kecamatan Kalumpang yang berbatasan langsung dengan Tana Toraja.

Untuk bencana tanah longsor, terjadi di dua kabupaten yakni Kabupaten Majene

dan Kabupaten Mamasa. Bencana tanah longsor ini pada umumnya disebabkan

oleh penurunan kualitas tanah serta kountur tanah yang labil sehingga mudah

bergeser saat terjadi hujan lebat. Peristiwa ini lebih diperparah lagi dengan adanya

proyek pelebaran jalan yang kurang memperhatikan kondisi dan struktur tanah

serta kemiringan tanah saat melakukan pengerukan. Untuk Kabupaten Mamasa,

bencana tanah longsor yang terjadi di sebagian jalan poros menuju kota Mamasa,

selain diakibatkan oleh pelebaran jalan, juga sebagian besar akibat pengambilan

material batuan oleh sekelompok masyarakat.

Selain bencana alam yang telah dipaparkan diatas, dari data yang dihimpun dari

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Barat, beberapa

kejadian bencana alam lainnya yang terjadi di Provinsi Sulawesi Barat dalam tahun

2015 antara lain abrasi pantai dan angin puting beliung.

Perbandingan dengan baku mutu.

Banjir dan tanah longsor sudah menjadi sesuatu yang sangat akrab di telinga kita.

Betapa tidak, hampir setiap tahunnya pada saat musim penghujan tiba, sebagian

besar wilayah di Indonesia dilanda banjir dan tanah longsor. Kota metropolitan

seperti kota Jakarta justru menjadi kota langganan banjir setiap tahunnya.

Selain bahaya bajir, bencana yang sering mengancam Indonesia adalah bencana

tsunami. Peristiwa tsunami terbesar di Indonesia masih terngiang jelas bagi kita

dimana pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi tsunami di Nanggoro Aceh

Darussalam yang mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia dan kerusakan

material yang tidak terhitung jumlahnya. Hal yang tidak kalah mengerikannya

adalah trauma bagi keluarga-keluarga yang selamat dalam peristiwa tersebut. Hal

ini diakibatkan karena Indonesia berada pada pertemuan dua lempeng benua

(Australia dan Asia) yang merupakan daerah rawan bencana dan berpotensi

tsunami.

Page 100: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 100/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 59

Provinsi Sulawesi Barat termasuk dalam daerah rawan banjir berdasarkan sejarah

tsunami di Indonesia. Pada bagian barat Provinsi Sulawesi Barat khusunya

Kabupaten Mamuju, Majene dan Polewali Mandar termasuk dalam daerah rawan

tsunami dengan kategori run up 2-5 (berbahaya).

Perbandingan Nilai Antar Waktu dan Antar Lokasi.

Provinsi Sulawesi Barat merupakan provinsi ke-33 provinsi dari 34 provinsi di

Indonesia. Pada usianya yang baru akan mencapai sebelas tahun ini, tentunya

memerlukan berbagai bentuk perbaikan dan pembangunan untuk mengejar

kesejajaran dengan provinsi-provinsi lainnya. Proses pembangunan tentu saja

menjadi salah satu faktor pendukung perkembangan ekonomi suatu daerah.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses pembangunan tersebut

seringkali tidak memperhitungkan perubahan pada lingkungan hidup. Misalnya

perubahan fungsi hutan dan lahan menjadi lahan untuk pembangunan

pemukiman, perkantoran dan lain sebagainya.

Berdasarkan fakta dan data yang terjadi di lapangan bahwa sebagian besar

bencana alam yang terjadi di Indonesia dan di Sulawesi Barat pada khusunya

diakibatkan karena human eror. Dari catatan bencana banjir dan tanah longsor

yang terjadi sepanjang tahun 2015 ini, sebagian besar diakibatkan oleh

penggundulan hutan dan pengerukan lahan.

Banjir bandang pada tahun 2013 yang terjadi di Kecamatan Sumarorong,

Kabupaten Mamasa adalah akibat dari penggundulan hutan di daerah hulu sungai

sehingga pada saat musim penghujan tiba terjadi longsor dan banjir bandang yang 

tentu saja berakibat pada kerugian manusia.

 Analisis Statik Sederhana

Bencana alam tampaknya sudah menjadi hal biasa dan tak terpisahkan dalam

kehidupan peduduk Indonesia. Berbagai bencana alam seperti banjir, tanah

longsor, kebakaran hutan dan lahan, serta kekeringan mewarnai kehidupan kita

belakangan ini. Bencana-bencana tersebut pada umumnya mencapai wilayah yang 

cukup luas yang tentu saja menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan

yang cukup besar.

Beberapa tahun terakhir ini, bahkan hampir setiap tahun, Provinsi Sulawesi Barat

sering dilanda banjir khusunya banjir bandang ketika musim penghujan tiba.

Seiring dengan berbagai peristiwa tersebut, berbagai persoalan muncul seperti

perubahan pla hidup masyarakat sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan,

Page 101: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 101/167

Kondisi Lingkungan idup dan Kecenderungannya

K - 60

penurunan kualitas lingkungan karena adanya perubahan keseimbangan system

alam, penurunan kualitas air dimana masyarakat sulit mencapatkan air bersih,

gangguan habitat keanekaragaman hayati, terganggunya kegiatan ekonomi,

gangguan transportasi serta gangguan kesehatan dengan munculnya berbagai

macam penyakit.

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi

Barat, bencana alam yang terjadi di Provinsi Sulawesi Barat sepanjang tahun 2015

ini didominasi oleh bencana banjir yang diikuti dengan tanah longsor dan

kebakaran hutan. Komponen penyebab terjadinya bencana bajir adalah berkaitan

dengan sikap dan perilaku masyarakat dalam kehidupan kesehariannya yang 

kurang memperhatikan keseimbangan alam dan lingkungannya. Dampak dari

sikap dan perilaku tersebut adalah akibat dari kurangnya pemahaman dan

pengetahuan serta kesadaran masyarakat dalam menjaga dan melestarikan

fungsi-fungsi lingkungan hidup.

Faktor lain adalah adanya pemanfaatan dan pengalihfungsian hutan dan lahan

yang tidak terkontrol seperti pembangunan perumahan pada daerah resapan air,

pembukaan lahan-lahan perkebunan, reklamasi pantai dan faktor-faktor lain yang 

disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah

lingkungan. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah disebabkan oleh

pertambahan jumlah penduduk sehingga menimbulkan tekanan terhadap

lingkungan.

Untuk mencegah semakin meningkatnya bencana alam khusunya banjir dan tanah

longsor, maka dibutuhkan suatu pola pendekatan integralistik dan menyeluruh.

Peristiwa banjir dan tanah longsor terjadi bukan hanya karena satu sebab dan oleh

satu orang pelaku melainkan berbagai faktor penyebab akibat aktivitas manusia

yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu system meta konsep dan

meta disiplin, dimana formalitas dan proses keseluruhan disiplin ilmu dan

pengetahuan sosial dapat dipadukan untuk memecahkan masalah.

Langkah awal yang harus ditempuh adalah mengadakan identifikasi faktor-faktor

penyebab peristiwa bencana banjir dan tanah longsor yang akan dijadikan dasar

pertimbangan dalam menentukan solusi pencegahan dan pemecahan masalah

tersebut.

Page 102: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 102/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

1

BAB III

TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

III-A. KEPENDUDUKAN

Penduduk adalah warga Negara yang tinggal dan berdiam di suatu daerah.

Penduduk di Indonesia adalah warga Negara Indonesia dan orang asing yang 

tinggal di Indonesia. Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan

 jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan,

kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas serta ketahanannya yang 

menyangkut politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Pengelolaan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya terencana

untuk mengarahkan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga

untuk emwujudkan penduduk yang tumbuh seimbang dan mengembangkan

kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk. Perkembangan

kependudukan adalah kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan

kependudukan yang berpengaruh serta dipengaruhi oleh keberhasilan

pembangunan yang berkelanjutan.

Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang 

meliputi derajat kesehatan, pendidikan, ekerjaan, produktifitas, tingkat social,

ketahanan, kemandirian dan kecerdasan sebagai ukuran dasar untuk

mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang 

beriman, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup secara layak.

Luas Wilayah Jumlah Peduduk Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk

Sebagai daerah yang baru dengan sejumlah potensi yang dimilikinya, Sulawesi

Barat memiliki daya tarik tersendiri bagi sejumlah imigran untuk memilih daerah

ini sebagai tempat tinggal baru. Setelah hampir 12 tahun sejak dibentuk pada

tahun 2004, Jumlah penduduk Sulawesi Barat sampai dengan tahun 2015

mencapai 1.258.090 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki sebanyak 630.903

 jiwa dan selebihnya adalah penduduk perempuan sebanyak 627.187 jiwa.

Penduduk Usia Kerja (PUK) didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15

tahun ke atas. Penduduk Usia Kerja terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan

Angkatan Kerja. Mereka yang termasuk dalam Angkatan Kerja adalah penduduk

yang bekerja atau yang sedang mencari pekerjaan, sedangkan Bukan Angkatan

Page 103: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 103/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

2

Kerja adalah mereka yang bersekolah, mengurus rumah tangga atau melakukan

kegiatan lainnya.

Pada tahun 2015, tingkat pengangguran terbuka di tingkat Sulawesi Barat sebesar

2,14 persen. Jika dirinci menurut kabupaten, tingkat pengangguran terendah

berada di Kabupaten Mamuju, sekitar 1,02 persen sebaliknya TPT tertinggi di

Kabupaten Mamasa sebesar 3,37 persen. Pada tahun yang sama, jika dilihat dari

segi lapangan usaha, sebagian besar penduduk Sulawesi Barat bekerja disektor

pertanian berjumlah 314.290 orang atau sekitar 57,27 persen dari jumlah

penduduk yang bekerja.

Tabel 3.1 : Jumlah Penduduk, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk

No. Kabupaten Luas (km2)

Jumlah

Penduduk

Pertumbuhan

Penduduk ( )

Kepadatan

Penduduk ( )

1 Mamuju Utara 2988,91 152505 3,15 51

2

Mamuju Tengah 3107,92 118188 2,78 38

3

Mamuju 4832,37 258984 2,80 54

4

Majene 900,20 161132 1,59 179

5

Polewali Mandar 2082,79 417472 1,29 200

6

Mamasa 3004,53 149809 1,66 50

Total 16916,72 1258090 13,27 571,94

Sumber : Tabel DE-1 Buku Data

 Analisis statistik sederhana

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa penduduk terbesar di Provinsi

Sulawesi Barat berada di Kabupaten Polewali Mandar yakni sebanyak 417.472

 jiwa atau sekitar 33,18 persen dari total jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Barat,

disusul oleh Kabupaten Mamuju sebanyak 258.984 jiwa, Kabupaten Majene

sebesar 161.132 jiwa, Kabupaten Mamuju Utara sebesar 152.505 jiwa,

Kabupaten Mamasa sebesar 149.809 jiwa dan paling terkecil berada di

Kabupaten Mamuju Tengah yakni hanya sekitar 118.188 jiwa atau sekitar 9,39

persen.

Jika dilihat dari laju pertumbuhan penduduk, Kabupaten Mamuju Utara justru

menempati urutan pertama yakni sebesar 3,15 persen disusul oleh Kabupaten

Mamuju dan Mamuju Tengah masing-masing sebesar 2,8 persen Kabupaten

Mamasa sebesar 1,66 persen, Kabupaten Majene sebesar 1,59 persen dan

terakhir adalah Kabupaten Polewali Mandar yakni hanya sekitar 1,29 persen.

Page 104: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 104/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

3

Dari segi kepadatan penduduk, maka Kabupaten Polewali Mandar menjadi

kabupaten terpadat yakni terdapat sekitar 200 jiwa per kilometer persegi, disusul

oleh Kabupaten Majene yakni sekitar 179 jiwa per kilometer persegi, Kabupaten

Mamuju sekitar 54 jiwa per kilometer persegi, Kabupaten Mamuju Utara sekitar 51

 jiwa per kilometer persegi, Kabupaten Mamasa sekitar 50 jiwa perkilometer

persegi, sedangkan yang terkecil adalah Kabupaten Mamuju Tengah yakni hanya

terdapat sekitar 38 jiwa per kilometer persegi.

Penduduk Laki-Laki dan Perempuan

Jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki di Kabupaten Mamuju Utara,

Mamuju Tengah, Mamuju, Polewali Mandar dan Mamasa lebih banyak dari jumlah

penduduk perempuan, namun di Kabupaten Majene dan Polewali Mandar, jumlah

penduduk perempuan jauh lebih banyak. Jika dihitung secara keseluruhan, rasio

 jumlah penduduk di Sulawesi Barat di atas 100, yakni jumlah penduduk laki-laki

lebih banyak dari penduduk perempuan, walaupun hanya seleisih sedikit.

Grafik 3.1 :Grafik perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan

Sumber : Olah Data Tabel DE-2 Buku Data

 Analisis statistik sederhana

Menurut data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat pada hasil

intercept data 2014, jumlah penduduk laki-laki di Sulawesi Barat sebanyak

630.090 jiwa sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak 627.187 jiwa.

Jika dilihat per kabupaten, jumlh penduduk laki-laki terbanyak berada di

Kabupaten Mamuju Utara, Mamuju Tengah, Mamuju dan Mamasa sdangkan untuk

Kabupaten Majene dan Polewali Mandar justru sebaliknya. Perbandingan jumlah

Page 105: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 105/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

4

penduduk laki-laki dan perempuan yang paling signifikan berada di Kabupaten

Polewali Mandar yakni mencapai 9.510 jiwa sedangkan yang terendah berada di

kabupaten Mamasa yakni haya mencapai 2005 jiwa. Namun demikian, jika dilihat

dari segi persentase perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan, Kabupaten

Mamuju Utara mencapai 3,93 persen, Mamuju Tengah 3,33 persen, Majene 2,43

persen, Polewali Mandar 2,28 persen, Mamuju 2,01 persen dan Mamasa 1,43

persen.

Provinsi Sulawesi Barat dalam program nasional sejak dulu menjadi salah satu

wilayah yang dijadikan tujuan transmigrasi. Hal ini disebabkan karena luas wilayah

 jika dibandingkan dengan jumlah penduduk masih tergolong daerah yang belum

terlalu padat. Perkembangan yang tidak sepesat Provinsi Induknya yakni Sulawesi

Selatan ‘seolah-olah’ tidak menjadi tujuan utama bagi sebagian besar penduduk di

luar Sulawesi Barat untuk mengadu nasib dan berinvestasi di wilayah ini. Dilain

pihak, Sulawesi Barat yang baru dimekarkan dari Sulawesi Selatan, juga menjadi

tujuan untuk mencari lapangan pekerjaan

Migrasi penduduk Sulawesi Barat cukup sigifikan berada di Kabupaten Mamuju

disusul oleh Kabupaten Mamuju Utara, Polewali Mandar, Majene Mamasa dan

Mamuju Tengah. Menyadari hal tersebut, maka pemerintah mulai melakukan

pembangunan infrastruktur yang dapat meningkatkan sumber daya daerah dan

sekaligus menarik para inverstor lokal, nasional bahkan inverstor asing untuk

berinvestasi. Pembangunan infrastruktur dan perbaikan sarana jalan, perbaikan

 jembatan dan pembangunan sekolah-sekolah tinggi semakin digalakkan sehingga

penduduk Sulawesi Barat dalam melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi

tidak perlu lagi jauh-jauh keluar dari Sulawesi Barat. Salah satu perguruan tinggi

yang sedang digalakkan di Provinsi Sulawesi Barat adalah Universitas Sulawesi

Barat (Unsulbar)

Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut

Pola pemukiman yang ada di Provinsi Sulawesi Barat mempengaruhi jumlah

penduduk yang bermukim di suatu daerah. Pada umumnya pola pemukiman di

Provinsi Sulawesi Barat menganut sistem pemukiman memanjang atau linear

yakni mengikuti jalan, sungai dan garis pantai. Hal ini disebabkan karena

penduduk Sulawesi Barat sebagian bersar bermukim di daerah pesisir pantai

mengingat garis pantai yang cukup panjang yakni mencapai 677 kilometer. Dari

Page 106: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 106/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

5

enam kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Barat, lima diantaranya berada di

daerah pesisir. Hanya Kabupaten Mamasa saja yang berada pada daerah dataran

tinggi dan pegunungan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tana Toraja

dan Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan.

Tabel 3.2 :

Jumlah Penduduk di wilayah pesisir dan pantai

No. Kabupaten Jumlah Desa Jumlah Penduduk  Jumlah Rumah

Tangga

1 Majene 48 101640 17744

2 Polewali Mandar 28 104867 22792

3 Mamuju 32 tad tad

4 Mamuju Utara 29 10452 2422

5 Mamuju Tengah 46 56266 12947

Sumber : Tabel DE-3 Buku Data

Berdasarkan tebel tersebut diatas, jumlah penduduk terbanyak yang bermukim di

daerah pesisir berada di Kabupaten Polewali Mandar yakni mencapai 22.792

rumah tangga. Hal ini tidak lepas dari komposisi jumlah penduduk di Sulawesi

Barat yang mayoritas berada di Kabupaten Polewali Mandar dan sebagian besar

berada di daerah pesisir. Sedangkan untuk Kabupaten Mamuju Utara, dari 29

Desa dan Kelurahan yang berada di daerah pesisir hanya sekitar 2.422 keluarga

yang bermukin di daerah pesisir. Hal ini dipegaruhi oleh pola hidup masyarakat

lokal yang masih tergantung pada kehidupan dengan system peladangan

berpindah yang menempati sebagian besar hutan lindung, khususnya kepada

masyarakat Suku Binggi yang merupakan penduduk asli di Kabupaten Mamuju

Utara.

Perbandingan dengan Baku Mutu

Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun semakin

meningkat, namun tidak dibarengi dengan peperataan jumlah penduduk di

masing-masing daerah. Berdasarkan data statistik saat ini adalah jumlah

penduduk terpadat di Indonesia berada di Jakarta sebagai pusat ibukota

sedangkan jumlah penduduk paling sedikit berada di Provinsi Papua dan Papua

Barat. Venomena ini diakibatkan karena terjadinya proses urbanisasi pada setiap

tahunnya. Proses urbanisasi ini sendiri diakibatkan karena pemerataan

pembangunan di Indonesia pada umunya tidak seimbang. Jika dibandingkan

Page 107: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 107/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

6

peningkatan pembangunan di wilayah timur dan barat Indonesia, maka dapat

dikatakan bahwa pembangunan di wilayah timur Indonesi kurang di perhatikan

baik dari segi pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana maupun dari segi

peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Provinsi Sulawesi Barat sebagai Provinsi termuda di Indonesia masih tergolong 

wilayah dengan jumlah penduduk yang masih relatif kurang jika dibandingkan

dengan provinsi lainnya khusunya dari Provinsi induknya yaitu Sulawesi Selatan.

Perbandingan Nilai Antar Waktu dan Antar Lokasi 

Badan Pusat Statistik telah membuat beberapa skenario proyeksi penduduk

Indonesia (Tahun 2000-2025) mulai dari yang paling rendah sampai yang paling 

tinggi dengan berdasar pada hasil sensus penduduk pada tahun 2000. Proyeksi ini

dibuat dengan metode komponen berdasarkan asumsi tentang kecenderungan

fertilitas, moraltas serta perpindahan penduduk antar provinsi yang paling 

memungkinkan untuk 25 tahun kedepan (dihitung sejak tahun 2000). Untuk

proyeksi penduduk perkotaan dilakukan dengan metode Urban Rural Growth

Difference (URGD) yaitu dengan menggunakan selisih pertumbungan penduduk di

daerah perkotaan dan pedesaan.

Tahap pertama adalah dengan melalukan proyeksi jumlah penduduk Indonesia

kemudian proyeksi jumlah penduduk per provinsi. Jika proyeksi jumlah penduduk

per provinsi ini dijumlahkan, maka hasilnya tidak akan sama dengan proyeksi

penduduk di Indonesia. Oleh karena itu, untuk menyamakannya perlu dilakukan

literasi dengan jumlah penduduk Indonesia sebagai patokan. Jika hasil proyeksi

tersebut telah dicapai, maka harus dibarengi dengan pemerataan pembangunan

sehingga proses pemerataan penduduk antar Provinsi dapat tercapai.

 Analisis Statistik Sederhana

Jika dianalisis menurut metode statistik, maka jumlah penduduk di Provinsi

Sulawesi Barat berdasarkan pengelompokan umur, didapatkan bahwa penduduk

terbanyak berada pada kelompok umur 15-39 tahun yakni sebanyak 528.044 jiwa

dan paling sedikit perada pada kelompok umur 65 tahun keatas yakni sebanyak

50.082 jiwa. Jika melaihat data statistic berdasarkan kelompok umur tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa potensi sumber daya manusia di Sulawesi Barat

untuk masa yang akan datang sangat besar jika dapat di kembangkan melalui

Page 108: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 108/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

7

peningkatan sumber daya manusia yang dapat bersang dengan provinsi- provinsi

lain yang sudah berkembang.

Grafik 3.2 : Perbandingan penduduk menurut umur di Sulawesi Barat

Sumber : Olah Data Tabel DE-2B dan DE-2C

Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Menurut Tingkat Pendidikan

Perkembangan penduduk di suatu daerah dapat dipengaruhi oleh kualitas

penduduk yaitu pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi dan keamanan. suatu

wilayah yang mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat pesat tanpa

diimbangi dengan perkembangan ilmu pengetahuan atau pendidikan akan

berdampak pada kehidupan perekonomian penduduk, selain itu dapat

menurunkan produktifitas pangan yang dapat menimbulkan krisis lingkungan

hidup yang meliputi krisis air, krisis pangan, krisis tempat tinggal dan krisis

terhadap lahan produksi pangan.

Selain itu, suatu wilayah dengan pertambahan penduduk yang sangatpesat dapat

menyebabkan timblnya masalah-masalah pendidikan, pengangguran, kesenjangan

social dan masalah-masalah lainnya. Dengan pertambahan penduduk, maka

fasilitas penunjang juga harus ikut meningkat semisal pendidikan. Jika di suatu

wilayah, fasilitas pendidikan kurang terpenuhi, maka akan menyebabkan tingkat

pendidikan rendah yang secara tidak langsung menjadi sumber dampak

pengangguran. Jika pengangguran semakin meningkat, maka tingkat

perekonomian akan semakin menurun yang secara tidak langsung berpengaruh

pula terhadap peningkatan kemiskinan.

Page 109: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 109/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

8

Grafik 3.3 : Perbandingan Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Menurut Tingkat

Pendidikan

Sumber : Olah Data Tabel DS-1 Buku Data

Penduduk Provinsi Sulawesi Barat tercatat sebanyak 1.258.090 jiwa yang tersebar

di enam kabupaten dengan populasi terbanyak berada di Kabupaten Polewali

Mandar. Berdasarkan hasil analisa data Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi

Barat, mayoritas jumlah penduduk di Provinsi Sulawes Barat berada pada tingkat

pendidikan dasar dan menengah, disusul oleh penduduk yang tidak sekolah dan

selebihnya yang tingkat pendidikan diploma sampai Strata Tiga menempati urutan

terakhir. Berdasarkan data ini, menunjukkan bahwa animo masyarakat di Sulawesi

Barat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi masih sangat

kurang.

III-B. PERMUKIMAN

Pengertian dasar permukiman dalam UU No.1 tahun 2011 adalah bagian dari

lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang 

mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang 

kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Permukiman merupakan suatu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam

kehidupan manusia. Dari deretan lima kebutuhan hidup manusia pangan,

sandang, permukiman, pendidikan dan kesehatan, nampak bahwa permukiman

menempati posisi yang sentral, dengan demikian peningkatan permukiman akan

meningkatkan pula kualitas hidup.

Page 110: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 110/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

9

Saat ini manusia bermukim bukan sekedar sebagai tempat berteduh, namun lebih

dari itu mencakup rumah dan segala fasilitasnya seperti persediaan air minum,

penerangan, transportasi, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Pengertian ini

sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sumaatmadja (1988) sebagai berikut:

“Permukiman adalah bagian permukaan bumi yang dihuni manusia meliputi

segala sarana dan prasarana yang menunjang kehidupannya yang menjadi satu

kesatuan dengan tempat tinggal yang bersangkutan”.

Pola permukiman dibagi dalam beberapa bentuk antara lain pola memanjang 

(linear), pola terpusat dan pola tersebar. Untuk provinsi Sulawesi Barat, pola

pemukiman yang paling banyak di jumpai adalah pola memanjang atau linear. Pola

ini sejalan dengan kondisi geografis Sulawesi Barat yang berada pada garis pantai

dengan panjang pantai mencapai 677 kilometer, dengan peta wilayah memanjang 

dari utara ke selatan pulau Sulawesi. Hanya sebagian kecil saja yang 

menggunakan pola terpusat khusunya yang tinggal di daerah pegunungan seperti

Kabupaten Mamasa. Pola pemukiman tersebar pada umumnya pada daerah-

daerah transmigrasi seperti di sebagian wilayah Kabuaten Mamuju dan Mamuju

Utara

Jumlah Rumah Tangga Miskin

Grafik 3.4 : Grafik Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin per Kabupaten

Sumber : Olah data tabel SE-1 Buku Data

Page 111: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 111/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

10

Kemakmuran suatu daerah dapat diukur dati tingkat kesejahteraan penduduk

yang tinggal di dalamnya. Tingkat kesejahteraan penduduk dapat diukur dari

persentase total jumlah penduduk berbanding jumlah penduduk miskin dalam

daerah tersebut. Dari data yang dihimpun dari Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Barat

diketahui bahwa Jumlah Penduduk Miskin terbanyak berada di Kabupaten

Polewali Madar.

Perbandingan antara jumlah penduduk dengan jumlah penduduk miskin untuk

masing-masing Kabupaten dapat dilihat lebih rinci melalui grafik di bawah ini :

 Analisis Statistik Sederhana

Berdasarkan tabel diatas, jumlah keluarga miskin di Kabupaten Polewali Mandar

mencapai 37.231 keluarga atau sekitar 39,76 persen dari total jumlah kepala

keluarga di Polewali Mandar. Jika dibandingkan dengan jumlah kepala keluarga di

Sulawesi Barat, maka Jumlah keluarga miskin di Polewali Mandar mencapai 13,25

persen. Jumlah keluarga miskin terendah berada di Kabupaten Mamuju Tengah

yakni hanya mencapai 2.722 keluarga atau sekitar 10,40 persen dari total jumlah

kepala keluarga di Mamuju Tengah. Jika dibandingkan dengan jumlah keluarga di

Sulawesi Barat, jumlah keluarga miskin di Mamuju Tengah hanya mencapai 0,97

persen.

Grafik 3.5 : Persetase Jumlah Keluarga Miskin Terhadap Jumlah Kepala Keluarga

Menurut Kabupaten

Sumber : Tabel SE-1D Buku Data

Page 112: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 112/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

11

Perbandingan Nilai Antar Lokasi 

Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Mamuju Utara sebanyak 6.319 jiwa atau

sekitar 17,64 persen dari total jumlah KK di Mamuju Utara.

Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Mamuju Tengah sebanyak 2.722 jiwa atausekitar 10,40 persen dari total jumlah KK di Mamuju Tengah.

Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Mamuju sebanyak 8.319 jiwa atau sekitar

14,46 persen dari total jumlah KK di Mamuju.

Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Majene sebanyak 9.666 jiwa atau sekitar

29,48 persen dari jumlah KK di Majene.

Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 37.231 atau

sekitar 39,76 persen dari jumlah KK di Polewali Mandar.

Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Mamasa sebanyak 11.033 atau sekitar

31,56 persen dari jumlah KK di Mamasa.

Jika dihitung secara keseluruhan, maka jumlah keluarga miskin di Provinsi

Sulawesi Barat sebanyak 75.290 jiwa atau sekitar 26,80 persen dari jumlah KK di

Sulawesi Barat.

Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum

Menurut WHO, jumlah pemakaian air bersih rumah tangga per kapita sangat

terkait dengan resiko kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan higienis.

Rerata pemakaian air bersih per individu adalah rerata pemakaian air bersih per

rumah tangga dalam sehari dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga. Rata-

rata pemakaian individu ini kemudian dikelompokkan menjadi : <5 liter per orang 

per hari; 5-19,9 liter per orang per hari; 20 – 49,9 liter per orang per hari; 50 –

99,9 liter per orang per hari dan ≥ 100 liter per orang per hari. Berikut adalah

grafik perbandingan penggunaan air bersih per rumah tangga untuk masing-

masing Kabupaten di Sulawesi Barat.

Keadaan geografis Provinsi Sulawesi Barat yang berada pada daerah tropis

mengakibatkan sebagian besar penduduk yang bermukim di satu wilayah

menggunakan air sumur. Penggunaan air sumur tertinggi khususnya berada di

Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamuju. Berdasarkan data tersebut

diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk wilayah Provinsi Sulawesi Barat pada saat

musim kemarau tiba maka sebagian besar penduduk kesulitan untuk

mendapatkan air bersih karena sumur-sumur yang selama ini dimanfaatkan

mengalami kekeringan.

Page 113: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 113/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

12

Untuk penggunaan air dari sarana PDAM pada umumnya hanya di daerah

perkotaan. Menurut catatan dari Badan Pusat Statistik dalam buku Sulbar Dalam

Angka 2015 masih ada kabupaten yang belum menggunakan sarana air bersih

dari PDAM yaitu Kabupaten Mamuju Utara.

Grafik 3.6 :

Grafik perbandingan Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum Per

Kabupaten se-Sulawesi Barat

Sumber : Tabel SE-2 Buku Data

Menurut WHO, jumlah pemakaian air bersih rumah tangga per kapita sangat

terkait dengan risiko kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan higiene.

Rata-rata pemakaian air bersih individu adalah rata-rata jumlah pemakaian air

bersih rumah tangga dalam sehari, dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga.

 Analisis Statistik Sederhana

Kabupaten Mamuju Utara :

o Pengguna air ledeng 0 KK

o Pengguna air sumur 18.858 KK

o Pengguna air sungai 3.259 KKo Pengguna air hujan 994 KK

o Pengguna air kemasan 10.797 KK

o Lainnya 1.908 KK

Kabupaten Mamuju :

o Pengguna air ledeng 3.238 KK

o Pengguna air sumur 37.309 KK

o Pengguna air sungai 5.065 KK

o Pengguna air hujan 3.183 KK

o Pengguna air kemasan 19.355 KK

o Lainnya 15.568 KK

Page 114: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 114/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

13

Kabupaten Majene :

o Pengguna air ledeng 6.512 KK

o Pengguna air sumur 9.337 KK

o Pengguna air sungai 1.568 KK

o Pengguna air hujan 0 KK

o Pengguna air kemasan 6.767 KKo Lainnya 8.604 KK

Kabupaten Polewali Mandar :

o Pengguna air ledeng 9.422 KK

o Pengguna air sumur 43.635 KK

o Pengguna air sungai 10.414 KK

o Pengguna air hujan 224 KK

o Pengguna air kemasan 9.402 KK

o Lainnya 20.550 KK

Kabupaten Mamasa :o Pengguna air ledeng 1.751 KK

o Pengguna air sumur 1.698 KK

o Pengguna air sungai 7.906 KK

o Pengguna air hujan 252 KK

o Pengguna air kemasan 522 KK

o Lainnya 22.828 KK

Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat BAB

Menurut hasil riset dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, sebagian besar

penduduk Provinsi Sulawesi Barat memiliki fasilitas buang air besar (BAB). Hanya

saja bentuk dan model yang bermacam-macam tergantung dari lokasi tempat

tinggal dan tingkat kesejahteraan penduduk itu sendiri. Menurut join monitoring 

program WHO/Unicef, akses sanitasi dapat dikatakan baik bila rumah tngga

menggunakan sarana pembuangan air besar dengan jenis sarana jamban leher

angsa. Dari kriteria tersebut diatas, Provinsi Sulawes Barat dengan akses sanitasi

baik baru mencapai 30%. Angka tersebut masih jauh di bawah angka nasional

yang mencapai 46%. Jika ditinjau menurut kabupaten, maka seluruh kabupatan di

Sulawesi Barat masih di bawah angka nasional.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat,

penggunaan tempat BAB sendiri, persentase terbesar berada di Kabupaten

Polewali Mandar namun dibarengi dengan persentase rumah tangga yang tidak

memiliki tempat BAB dengan jumlah yang cukup tinggi. Data ini tidak terlepas dari

persentase jumlah penduduk di Sulawesi Barat pada masing-masing Kabupaten.

Page 115: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 115/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

14

Grafik 3.7 : Perbandingan jumlah rumah tangga dan fasilitas tempat BAB

Sumber : Tabel SP-8 Buku Data

 Analisis statistik sederhana

Dari data statistik dapat dijabarkan bahwa jumlah rumah tangga yang tidak

memiliki fasilitas tempat BAB di Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 30.695

rumah tangga, Kabupaten Mamasa sebanyak 16.069 Rumah Tangga, Kabupaten

Mamuju sebanyak 19.902 Rumah Tangga, Kabupaten Mamuju Utara sebanyak

15.293 rumah tangga dan Kabupaten Mamuju Tengah sebanyak 8.462 rumah

tangga.

Untuk lebih jelasnya dapat dijabarkan melalui tabel berikut :

Tabel 3.3 : Tabel jumlah rumah tangga dan faslitas tempat BAB

No. Kabupten Sendiri Bersama Umum Tidak Ada

1 Mamuju Utara 17.937 1.212 0 15.293

2 Mamuju Tengah 17.057 944 0 8.462

3 Mamuju 34.797 110 5 19.902

4 Majene 20.811 6.110 133 10.395

5 Polewali Mandar 62.680 5.855 0 30.695

6 Mamasa 2.0852 1.919 569 16.069

Sumber : Tabel SP-8 Buku Data

Page 116: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 116/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

15

Perkiraan Timbulan Sampah Per Hari

Masalah sampah bukan hanya melanda Kota Besar, akan tetapi juga daerah dan

kota kecil. Masalahnya adalah upaya untuk mewujudkan pengelolaan sampah

terpadu dari tempat sampah, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir

terkendala pada kemampuan Pemerintah dalam Menyediakan infrastruktur

persampahan.

Tabel 3.4 : Perkiraan timbulan Sampah Per Hari

No Kabupaten Jumah Penduduk Timbulan Sampah

1 Mamuju Utara 152.505 16,95

2 Mamuju Tengah 118.188 13,13

3 Mamuju 258.984 28,78

4 Majene 161.132 17,90

5 Polewali Mandar 417.472 46,39

6 Mamasa 149.809 16,65

Sumber : Tabel SP-9 Buku Data

Perkiraan jumlah timbulan sampah rumah tangga per hari sangat dipengaruhi oleh

aktifitas dalam rumah tangga itu sendiri. Semakin banyak konsumsi terhadappenggunaan barang/material rumah tangga, maka jumlah timbulan sampah yang 

dihasilkan akan semakin banyak.

Untuk wilayah Provinsi Sulawesi Barat, Perkiraan timbulan sampah per hari paling 

banyak di Kabupaten Polewali Mandar, disusul oleh Mamuju, Majene, Mamuju

Utara, Mamasa dan Mamuju Tengah. Perbandingan ini sangat dipengaruhi oleh

 jumlah penduduk dan aktifitas harian dari masyarakat khususnya yang hidup di

daerah perkotaan.

III-C. KESEHATAN

Keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan sampai pada daerah terpencil masih

sangat dibutukan sehingga mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat

termasuk bagi yang kurang mampu, disampaing itu keberadaannya sangat

diperlukan untuk menunjang program pembangunan di bidang kesehatan.

Status kesehatan menjadi salah satu indikator tingkat kesejahteraan suau

masyarakat. Berbagai faktor dapat mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat

antara lain program pelayanan kesehatan dan perilaku pola hidup sehat., faktor

Page 117: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 117/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

16

keturunan dan lingkungan. Faktor yang sangat mempengaruhi derajat kesehatan

manusia adalah faktor lingkungan manusia itu sendiri (HL. Blume). Kenyataan ini

menunjukkan bahwa diperlukan upaya untuk penyehatan lingkungan hidup

manusia yaitu dengan menggalakkan program sanitasi lingkungan. Sanitasi

lingkungan ini terutama yang berhubungan dengan air, tanah dan udara. Kegiatan

ini dapat berupa penyehatan air minum, pembuangan dan engolahan air limbah

serta sampah rumah tangga, pemberantasan penyakit, sanitasi dan penyehatan

lingkungan.

Indikator derajat kesehatan masyarakat ini pula sangat berpengaruh terhadap

angka kesakitan (morbidity), pola penyakit yang menonjol, tingkat kematian

(mortality), penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan yang tentu saja

berpengaruh terhadap usia harapan hidup.

Jenis Penyakit Utama Yang Diderita Penduduk

Pertumbuhan penduduk yang tinggi sebenarnya membawa beberapa keuntungan,

di antaranya adalah ketersediaan tenaga kerja yang melimpah. Namun, jika

pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak dibarengi oleh kebijakan pemerintah

yang baik dalam menghadapi masalah ini, maka pertumbuhan penduduk yang 

tinggi hanya akan membawa dampak yang buruk bagi suatu Negara. Adapun

dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari pertumbuhan penduduk yang tinggi

adalah tingkat kesehatan masyarakat. Jika pertumbuhan penduduk tidak

dibarengi dengan fasilitas layanan kesehatan yang memadai, maka akan berakibat

terhadap meningkatnya penyakit utama yang dapat diderita penduduk. Jika angka

kesehatan semakin berkurang, maka akan berdampak terhadap meningkatnya

angka kematian penduduk.

Demikian pula sebaliknya, angka kematian dalam suatu wilayah dapat dipengaruhi

oleh jenis penyakit yang diderita oleh penduduk dalam wilayah tersebut, khusunya

pada penyakit yang tegolong penyakit kronis dan menular.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, penyakit utama

yang diderita penduduk paling banyak adalah penyakit ISPA, dibarengi dengan

infeksi akut lain pada saluran pernafasan bagian atas, grastitis, penyakit alergi dan

diare.

 Analisis Statistik Sederhana

Berdasarkan data diatas, setelah diakumulasi maka dapat dihitung perentase

penyakit utama yang diderita penduduk di Sulawesi Barat sebagai berikut :

Page 118: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 118/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

17

o ISPA 28, 27 %

o Infeksi akut lain pada saluran pernapasan atas 19,33 %

o Grastitis 14,61 %

o Penyakit kulit alergi 9,98 %

o Diare 9,28 %

o Hypertensi 6,28 %o Penyakit Cacingan 4,78 %

o Luka akibat kecelakaan 3,98 %

o Penyakit lain pada saluran pernapasan atas 3,32 %

o Gangguan gigi dan jaringan penyangga lainnya 0,18 %

Grafik 3.8 : Jenis penyakit utama yang diderita penduduk

Sumber : Tabel DS-2 Buku Data

Perkiraan Volume Limbah Padat dan Limbah Cair dari Rumah Sakit.

Berbagai aktifitas yang diakukan dalam kegiatan rumah sakit tentunya berdampak

pada limbah yang dihasilkan, baik limbah padat maupun limbah cair. Semakin

banyak aktifitas dari kegiatan rumah sakit tersebut, maka volume limbah yang 

dihasilkan akan semakin meningkat. Limbah padat dan limbah cair yang 

dihasilkan, selain ditimbulkan oleh kegiatan rumah sait itu sendiri, juga

ditimbulkan oleh para pengunjung dan penjaga pasien di setiap rumah sakit.

Untuk Provinsi Sulawesi Barat, dari delapan rumah sakit yang tersebar di lima

Kabupaten, baru empat rumah sakit yang memiliki data lengkap tentang jumlah

limbah padat dan limbah cair yang dihasilkan sedangkan rumah sakit lainnya belu

dapat diperoleh data yang maksimal.

Data yang diperoleh dari masing-masing Kabupaten, timbulan sampah dan

perkiraan limbah cair dari rumah sakit hanya didapatkan dari RSUD Kabupaten

Mamuju, RS Mitra Manakarra Mamuju, RSUD Provinsi Sulawesi Barat dan RSUD

Page 119: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 119/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

18

Kabupaten Majene. Untuk kabupaten lainnya, data-data limbah rumah sakit belum

dilakukan pendataan secara terperinci, baik oleh instansi yang bersangkutan,

maupun dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten.

Tabel 3.5 : Data rumah sakit dan jumlah limbah yang dihasilkan

No. Nama Rumah Sak it  Tipe/Kelas

Rumah Sakit

VolumeLimbahPadat

(m3/hari)

VolumeLimbah

Cair (m3/hari)

VolumeLimbah

Padat B3(m3/hari)

VolumeLimbah B3

Cair (m3/hari)

1 RSU Regional Mamuju C 0,45 12,60 1,50 0,90

2RSUD Kabupaten MamujuUtara

D tad tad tad tad

3 RSUD Kabupaten Mamuju D 12,88 16,44 1,22 1,00

4RS Mitra Manakarra-

MamujuD 0,03 0,60 0,20 1,00

5 RSUD Kabupaten Majene C 1,56 2,00 0,45 0,60

6RSUD Kabupaten PolewaliMandar 

C tad tad tad tad

7Rumah Sakit BanuaMamase-Mamasa

D tad tad tad tad

8 RSUD Minake-Mamasa D tad tad tad tad

Sumber : Tabel SP-10 Buku Data

 Analisis statistik sederhana

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah volume limbah yang 

dihasilkan di setiap rumah sakit sangat dipengaruhi oleh jumlah pasien yang 

dilayani oleh rumah sakit tersebut. Baik sebagai pasien yang berstatus rawat

nginap maupun rawat jalan. Dari data kunjungan pasien di Sulawesi Barat, rumah

sakit terpadat adalah RSUD Polewali dan RSUD Mamuju. Hal ini disebabkan

karena lokasi dari kedua rumah sakit tersebut menjadi titik rujukan dari berbagai

daerah. Berdasarkan data yang terhimpun dari statistik Sulawesi Barat, jumlah

pasien yang berkunjung di RSUD Polewali pada tahun 2015 yakni 11.733 pasien

rawat nginap dan 39.361 pasien rawat jalan. Jumlah ini sedikit meningkat dari

tahun sebelumnya yakni 10.383 pasien rawat nginap dan 31.777 pasien rawat

 jalan.

III-D. PERTANIAN

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan

manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber

energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan

Page 120: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 120/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

19

sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai

budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta

pembesaran hewan ternak (raising ), meskipun cakupannya dapat pula berupa

pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan,

seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekadar ekstraksi semata, seperti

penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.

Sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang cukup besar

dalam kegiatan perekonomian di Sulawesi Barat. Sekitar setengah perekonomian

Sulawesi Barat didominasi oleh sektor pertanian khususnya pada tanaman

pangan.

Dalam beberapa tahun terakhir, produksi tanaman pangan Provinsi Sulawesi Barat

terus meningkat. Produksi padi khususnya, jika dibandingkan dengan tahun-tahun

sebelumnya produksi padi mengalami peningkatan. Berbeda dengan produksi

padi, tanaman palawija kurang memperlihatkan peningkatan yang cukup baik. Dari

beberapa komoditas di Sulawesi Barat, hanya tanaman jagung yang mengalami

peningkatan produksi.

Bila dilihat berdasarkan lapangan pekerjaan utama, sektor pertanian merupakan

sektor yang paling dominan dalam menyerap tenaga kerja. Hal ini menunjukkan

bahwa perekonomian Sulawesi Barat masih bercirikan agraris.

Luas lahan sawah menurut frekuensi penanaman dan hasil produksi per hektar.

Grafik 3.9 : Luas Lahan Sawah dan Frekuensi Penanaman

Sumber : Tabel SE-7 Buku Data

Frekuensi penanaman padi di Sulawesi Barat dipengaruhi oleh intensitas curah

hujan, mengingat rata-rata persawahan di Sulawesi Barat masih tergolong sawah

Page 121: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 121/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

20

tadah hujan. Sawah irigasi yang dapat dikelola dan berfungsi dengan baik berada

di Kabupaten Polewali Mandar.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi

Sulawesi Barat, Luas lahan dengan frekuensi penanaman 2 kali setahun jika

dibandingkan dengan 1 kali setahun jauh lebih banyak. Untuk penanaman dengan

frekuensi 2 kali setahun mencapai 38.830 hektar sedangkan untuk yang hanya

sekali setahun sebanyak 31.849 hektar. Mengingat system pengairan pertanian

yang ada di Sulawesi Barat, maka untuk frekuensi penanaman 3 kali tidak dapat

dilaksanakan di Sulawesi Barat. Selaun faktor pengairan, juga dipengaruhi oleh

faktor jenis bibit yang digunakan.

Luas lahan dan produksi perkebunan besar dan rakyat menurut jenis tanaman.

Dari data yang dihimpun dari dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat, lahan

produksi perkebunan besar di Sulawesi Barat didominasi oleh perkebunan Kelapa

Sawit yang tersebar di tiga Kabupaten yakni Kabupaten Mamuju, Kabupaten

Mamuju Tengah dan Kabupaten Mamuju Utara. Komoditi lainnya yang saat ini

menjadi kebanggan Provinsi Sulawesi Barat adalah pengembangan perkebunan

kakao yang lebih dikenal dengan istilah Gernas Kakao.

Grafik 3.10 : Produksi perkebunan besar dan rakyat menurut jenis tanaman

Sumber : Olah Data Tabel SE-3

 Analisis statistik sederhana

Berdasarkan data dari dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat, komoditas hasil

perkebunan didominasi oleh Perkebunan Kelapa Sawit yang tahun 2015 ini

Page 122: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 122/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

21

mencapai 289.841 ton/ha setiap tahunnya. Produksi perkebunan selanjutnya

adalah komoditas kakao yang mencapai 88.462 ton/ha per tahun, kelapa dalam

40.188 ton/ha per tahun serta komoditas kopi sebesar 6.361 ton/ha per tahun.

Untuk komoditas lainnya rata-rata di bawah lima ribu ton/ha per tahunnya.

Penggunaan pupuk untuk tanaman padi dan palawija menurut jenis pupuk.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Barat, penggunaan

pupuk terbanyak menurut jenis tanaman untuk tahun 2015 adalah pupuk urea

dan NPK untuk tanaman padi. Selain penggunaan pupuk urea pada tanaman padi,

penggunaan yang cukup banyak juga pada tanaman jagung. Jenis pupuk yang 

paling sedikit dgunakan adalah pupuk organik. Untuk meningkatkan produktifitas

tanaman yang mendukung program peyelamatan lingkungan adalah meningkatnya

penggunaan pupuk organik, selain meningkatkan kesuburan tanah juga sangat

baik untuk kesehatan. Namun pada kenyataan, bahwa penggunaan pupuk organik

tersebut pada tahun 2015 justru pengalami penurunan dibandingkan dengan

tahun sebelumnya.

Grafik 3.11 :

Penggunaan Pupuk untuk tanaman padi dan palawija

Sumber : Olah data tabel SE-4 Buku Data

 Analisis statistik sederhana

o Penggunaan pupuk urea selama tahun 2015 sebanyak 27.885 ton atau naik

dibandingkan dengan tahun 2014 yakni 24.169 ton untuk komoditas padi,

 jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar dengan penggunaan

terbanyak pada tanaman padi yakni sebesar 17.566 ton atau sekitar 69,03%dari total penggunaan.

Page 123: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 123/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

22

o Penggunaan pupuk SP.36 selama tahun 2015 sebanyak 8.189 ton mengaami

peningkatan drastis jika dibandingkan dengan tahun sebelunya yakni hanya

mencapai 1.793 ton untuk komoditas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi

kayu dan ubi jalar dengan penggunaan terbanyak pada tanaman padi yakni

sebesar 3.531 ton atau sekitar 69,77% dari total penggunaan.

o Penggunaan pupuk ZA selama tahun 2015 sebanyak 4.075 ton untuk

komoditas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar dengan

penggunaan terbanyak pada tanaman padi yakni sebesar 3.337 ton atau

sekitar 81,88% dari total penggunaan.

o Penggunaan pupuk NPK selama tahun 2015 sebanyak 27.304 ton atau

mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yakni hanya sekitar 14.133 ton

untuk komoditas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar

dengan penggunaan terbanyak pada tanaman padi yakni sebanyak 17.566 ton

atau sekitar 88,54% dari total penggunaan.

o Penggunaan pupuk organik selama tahun 2015 sebanyak 1.021 ton untuk

komoditas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar dengan

penggunaan terbayak pada tanaman padi yakni sebesa 417 ton atau sekitar

40,84% dari total penggunaan.

Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian.

Perubahan lahan pertanian di Sulawesi Barat didasarkan pada Peraturan Daerh

Provinsi Sulawesi Barat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang 

Wilayah Sulawesi Barat Tahun 2014 – 2034. Berdasarkan grafik perhitungan,

dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2015 ini, perubahan penggunaan lahan

pertanian menjadi lahan tanah kering menempati posisi paling tinggi yakni

mencapai 57.535 hektar sedangkan untuk perkebunan seluas 52.303 hektar.

Perubahan lahan pertanian menjadi lokasi indstri menempati urutan paling sedikit

yakni hanya sekitar 3 hektar disusul oleh fasilitas umum dan sekolah yakni seluas

12 hektar.

Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, perubahan lahan pertanian pada

tahun 2015 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Keadaan ini

diakibatkan oleh peralihan kegiatan masyarakat dari pertanian menjadi

perkebunan khusunya di wilayah Kabupaten Mamuju dan Mamuju Tengah.

Page 124: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 124/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

23

Grafik 3.12 : Perubahan penggunaan lahan pertanian

Sumber : Olah data tabel SE-5 Buku Data

Jumlah hewan ternak menurut jenis ternak.

Pembangunan peternakan di Provinsi Sulawesi Barat dapat digambarkan secara

makro dengan jumlah populasi ternak saat ini, seperti grafik diatas. Untuk lebih

meningkatkan jumlah populasi ternak dapat dilaksanakan dengan program

Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit ternak dan program peningkatan

produksi hasil peternakan. Berdasarkan grafik diatas, jumlah hewan ternak

didominasi oleh ternak kambing yakni sebanyak 223.963 ekor dengan jumlah

terbanyak berada di Kabupaten Polewali Mandar yakni sebanyak 160.663 ekor.

Ternak yang paling sedikit adalah sapi perah yakni hanya mencapai 55 ekor saja,

sedangkan untuk ternak domba, menurut data yang tercantum dalam Buku Sulbar

Dalam Angka 2015 belum ada di Sulawesi Barat.

Tabel 3.6 : Jumlah Hewan Ternak Per Kabupaten di Sulawesi Barat

No. Kabupaten  Sapi

Perah

Sapi

Potong

  K erbau Kuda Kambing Domba Babi

1 Mamuju Utara 0 8538 33 109 6512 N/A 3802

2MamujuTengah

0 6156 104 32 5856 N/A 23997

3 Mamuju 0 17090 622 87 10981 N/A 27401

4 Majene 0 14609 139 187 39008 N/A 0

5PolewaliMandar 

14 33242 472 1799 157774 N/A 2307

6 Mamasa 0 5926 6293 2329 635 N/A 71978

Sumber : Tabel SE-8 Buku Data

Page 125: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 125/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

24

Jika dibandingkan dengan pertumbuhan hewan ternak di Sulawesi Barat dari

tahun 2014, semua jenis hewan ternak mengalami peningkatan jumlah pada

tahun 2015 khususnya pada ternak babi dan kerbau.

Jumlah hewan unggas menurut jenis unggas.

Unggas (bahasa Inggris: poultry ) adalah jenis hewan ternak kelompok burung yang 

dimanfaatkan untuk daging dan telur atau bulunya. Umumnya merupakan bagian

dari ordo Galliformes (seperti ayam dan kalkun), dan Anseriformes (seperti bebek).

Kata unggas juga umumnya digunakan untuk burung pedaging seperti di atas.

Lebih luasnya, kata ini juga dapat digunakan untuk daging burung jenis lain

seperti merpati. Bagian paling berdaging dari burung adalah otot terbang 

pada dada, serta otot jalan pada segmen pertama dan kedua pada kakinya.

Grafik 3.13 : Jumlah hewan unggas menurut jenisnya

Sumber : Tabel SE-9 Buku Data

Berdasarkan data yang tercantum dalam tabel diatas, tercatat bahwa hewan

unggas di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2015 yang terbanyak adalah ayam

kampung yakni mencapai 4.593.907 ekor dengan jumah terbanyak di Kabupaten

Polewali Mandar. Angka ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang 

mencapai 5.041.197 ekor. Posisi kedua adalah ternak ayam pedaging sebanyak

1.900.007 ekor dengan jumlah terbanyak berada di Kabupaten Polewali Mandar.

Untuk ternak itik dan ayam petelur masing-masing 411.770 ekor dan 134.544

ekor.

Berdasarkan data tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa konsumsi kebutuhan

daging unggas di Sulawesi Barat masih dominan memilih ayam kampung dibandingkan dengan ayam pedaging dan unggas lainnya. Namun demikian,

Page 126: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 126/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

25

 jumlah hewan ternak untuk tahun 2015 mengalami penurunan jika dibandingkan

dengan tahun 2014.

III-E. INDUSTRI

Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan

sehingga menjadi barang jadi/ setengah jadi,dan atau barang yang kurang nilainya

menjadi barang menjadfi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat

kepada pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa industri dan

pekerjaan perakitan (assembling).

Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang 

melakukan kegiatan ekonomi,bertujuan menghasilkan barang dan jasa, terletak

pada suatu bangunan atau bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai

catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada

seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut. Industri

Pengolahan dikelompokkan ke dalam 4 golongan berdasarkan benyaknya pekerja

yaitu:

1) Industri Besar (100 orang pekerja atau lebih),

2) Industri Sedang/ Menengah (20-99 orang pekerja),

3) Industri Kecil (5-19 orang pekerja),

4) Industri Mikro (1-4 orang pekerja).

Jumlah Jenis Industri/Kegiatan Usaha.

Sektor industri dapat dibedakan atas industri besar, sedang dan kecil. Nilai output

dari indusrti skala besar dan sedang pada tahun 2007 yang tercatat sebesar

258.321.000.000 rupiah dengan nilai tambah atas harga pasar sebesar

319.063.000.000 rupiah. Perkembangan industri dengan usaha bisnis yang 

cukup pesat di Sulawesi Barat merupakan salah satu sumber pendapatan asli

daerah, yang juga berpotensi untuk mengurangi angka pengangguran. Salah satu

potensi terbesar untuk mengurangi tingkat pengangguran adalah pengembangan

industri skala kecil yang berorientasi pada industri rumah tangga.

Pengumpulan data industri besar dan sedang dilakukan melalui Survei Industri

Besar dan Sedang dilaksanakan setiap tahun secara lengkap ( sensus). Survei

Industri Besar dan Sedang mencakupsemua perusahaan industri yang mempunyai

tenaga kerja 20 orang atau lebih.

Page 127: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 127/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

26

Berikut klasifikasi industri di Sulawesi Barat yang dapat diidentifikasi :

Tabel 3.7 : Data industri di Sulawesi Barat

No. Jen is Indust ri  Produksi

(Ton/Tahun)

BebanLimbah

BOD(Ton/Tahun)

BebanLimbah

COD(Ton/Tahun)

BebanLimbah TSS

(Ton/Tahun)

BebanLimbah

Minyak dan

Lemak(Ton/Tahun)

1 Aneka Industri 3875043 7872,91 60514,45 0,03 332,56

2 Industri Kecil N/A N/A N/A N/A N/A

3Industri Mesin danLogam Dasar 

N/A N/A N/A N/A N/A

4 Industri Kimia Dasar N/A N/A N/A N/A N/A

Sumber : Tabel SP-1 Buku DataBerdasarkan data tersebut diatas, pengelompokan industri menurut SK Menteri

Perindustrian Nomor 19/M/I/1986 untuk wilayah Sulawesi Barat tergolong kedalam

aneka industri. Dari data yang dihimpun, jumlah beban limbah BOD yang terakumulasi

selama satu tahun mencapai 7.872,91 ton per tahun sedangkan CODnya mencapai

60.514,45 ton per tahun. Data ini bersumber dari hasil perhitungan beban pencemaran

untuk industri pabrik kelapa sawit.

III-F. PERTAMBANGAN

Pertambangan sangat berpengaruh pada lingkungan alam dan komunitas lokal.

Keuntungan secara ekonomi biasanya akan datang seiring dengan biaya untuk

kepeningan lokal dan biaya lingkungan di sekitar area pertambangan.

Keseimbangan ekonomi, lingkungan dan sosial menjadi pokok pembicaraan dalam

pembangunan berkelanjutan di pertambangan. Para ahli tertarik di bidang ini

karena banyak aktivitas pertambangan yang tidak berkelanjutan dan membuat

kerusakan secara sosial maupun lingkungan.

Pertambangan berkelanjutan meruapakan usaha pertambangan yang menjaga

dan mempertahankan kelestarian alam. Pertambangan berkelanjutan dapat

menjadi solusi bagi kerusakan lingkungan yang terjadi akibat praktek

pertambangan konvensional. Kearifan lokal dalam pertambangan adalah

penggunaan teknik ekstraksi bahan-bahan tambang yang tidak merusak dan tidak

mencemaari lingkungan.

Provinsi Sulawesi Barat memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah.

Keadaan inilah yang banyak menarik investor untuk menanamkan investasinya di

Page 128: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 128/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

27

Sulawesi Barat, baik investo lokal, nasional maupun mancanegara. Salah satu

sektor yang menjadi tujuan para investor di Sulawesi Barat adalah dari segi

potensi pertambangan.

Kegiatan pertambangan di Sulawesi Barat, berdasarkan hasil pendataan daridinass Pertambangan, Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Barat

menggambarkan bahwa potensi sumber daya alam dari bahan galian atau

pertambangan di Sulawesi Barat memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Jika

potensi sumber daya alam ini dapat dikembangkan, maka tentu saja akan

berpengaruh terhadap peningkatan perekonomian di Sulawesi Barat. Namun yang 

harus menjadi perhatian dalam pembuakaan suatu tambang adalah dampak yang 

ditimbulkan terhadap lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Luas Areal dan Produksi Pertambangan menurut jenis bahan galian.

Tabel 3.8 : Jumlah Perusahaan Penambang dan Jenis Bahan Galian di Sulawesi Barat

No. Nama Perusahaan Jen is Bahan Gal ian Luas Areal (Ha)  Produksi

(Ton/Tahun)

1 PT. Aneka Tambang Emas 6547,00 tad

2 PT. Egi Zeolit Indonesia Zeolit 7800,00 tad

3 PT. Monazite Two Zirkon 8288,00 tad

4 PT. Celebes MineralResources

Kaolin 14752,00 tad

5 PT. Pritifindo Dwikridatama Mika 25000,00 tad

6PT. Manakrra MineralResources

Batuan tad tad

7 CV. Karya Bersama Batuan 1,00 tad

8 PT. Tambang Sekarsa Adaya Batubara 9690,00 tad

9 PT. Kreative Jaya Batubara 9120,00 tad

10 PT. Rumaju Energi Utama Batubara 9120,00 tad

11PT. Surya SanjagoBersaudara

Batubara 7500,00 tad

12 PT. Pelopor Lestari Jaya Mineral Logam 7235,00 tad

13 PT. Hasta Krida Mega Buana Emas 6404,00 tad

14 PT. Aphasko Utama Jaya Batuan 25,00 tad

15PT. PertambanganMembangun Pasangkayu

Batuan 12,50 tad

16 CV. Maju Bersama Batuan tad tad

Page 129: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 129/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

28

No. Nama Perusahaan Jen is Bahan Gal ian Luas Areal (Ha)  Produksi

(Ton/Tahun)

17 PT. Putra Harapan Matra Batuan 25,00 tad

18 IPR Rahmat Saleh Batuan 0,50 tad

19PT. Garismas MultiManunggal

Batuan 25,00 tad

20 CV. Ratri Kencana Batuan 5,00 tad

21 IPR Amir Fatta Batuan 1,00 tad

22 PT. Randomayang Batuan 25,00 tad

23 CV. Merlina Jaya Batuan 15,00 tad

24 PT. Mamuang Batuan 5,00 tad

25 PT. Letawa Batuan 5,00 tad

26 PT. Pasangkayu Batuan 5,00 tad

27 PT. Surya Raya Lestari I Batuan 5,00 tad

28 PT. Tanjung Sarana Lestari Batuan 11,00 tad

29 CV. Sarudu Jaya Batuan 2,00 tad

30

PT. Sumber Pelita Timur 

Nusantara Batuan 4107,00 tad

31PT. Bosowa TambangIndonesia

Batuan 25,00 tad

32 PT. Bumi Karsa Batuan 2,04 tad

33 PT. Bukit Bahari Indah Batuan 1,97 tad

34 PT. Nindiya Karya Batuan 2,16 tad

35 PT. Bumi Karsa Batuan 0,50 tad

36 PT. Aneka Tambang Mineral Logam 24926,00 tad

37 PT. Agung Jaya Kencana Sirtu 8,00 tad

38 CV. Batu Indah Sirtu 5,00 tad

39 CV. Karya Mandala Lestari Sirtu 20,00 tad

40 PT. Passokkorang Sirtu 5,00 tad

41 PT. Mamuju Indah Perkasa Sirtu 20,00 tad

42 PT. Bintang Gunung SentosaMandiri Sirtu 20,00 tad

Page 130: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 130/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

29

No. Nama Perusahaan Jen is Bahan Gal ian Luas Areal (Ha)  Produksi

(Ton/Tahun)

43 PT. Karya Mandala Putra Sirtu 20,00 tad

44 PT. Hutama Surya Perdana Sirtu 5,00 tad

45 PT. Dwitri Sapta Karya Sirtu 20,00 tad

46 CV. Diana Jaya Sirtu 6,00 tad

47 PT. Isco Polman Resources Bijih Besi 943,00 tad

48PT. Hendrix InternasionalMineral

Bijih Besi 1790,00 tad

49 PT. Risda Utama Bersatu Bijih Besi 764,00 tad

50 PT. Bumi Pertiwi Makmur Bijih Besi 4475,00 tad

51 PT. Isco Polman Resources Galena 199,00 tad

52 PT. Inti Karya Polman Galena 830,00 tad

Sumber : Olah Data Tabel SE-6 Buku Data

Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Provinsi Sulawesi Barat, tercatat sebanyak 52 Perusahaan Penambang yang masih

beroperasi dan tersebar di enam Kabupaten dengan bahan galian terdiri dari

Emas, Mineral Logam, Bijih Besi, Bijih Mangan, Logam Dasar, Batubara, Biji

Tembaga, Batuan Dasit, Timbal dll. Salah satu sumber mata pencaharian untuk

meningkatkan taraf ekonomi masyarakat yang paling banyak dilakukan saat ini

adalah usaha pertambangan rakyat. Jenis pertambangan yang diklola oleh rakyat

antara lain; penambangan pasir, penambangan batu gunung, penambangan batu

kali, galian urugan tanah, galian tanah liat, penambangan pasir batu dan batu

pecah (cipping) dan lain sebagainya. Mengingat lokasi penambangan yang tersebar

dan cukup luas serta berpindah-pindah, maka data mengenai luasan lokasi

penambangan yang dilakukan oleh masyarakat didak dapat dirinci secara jelas.

Perbandingan Nilai Antar Waktu dan Antar Lokasi 

Dari hasil olah data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi

Barat, tercatat bahwa dari 126 perusahaan pertambangan yang masih beroperasi

pada tahun 2013 mengalami penurunan pada tahun 2015 yakni hanya sekitar 52

perusahaan saja. Hal ini dipengaruhi oleh pembangunan di Sulawesi Barat,

khususnya pembangunan infrastruktur jalan yang sudah semakin berkurang 

karena sebagian besar jalan sudah diselesaikan. Dengan sendirinya, usaha

Page 131: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 131/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

30

pertambangan untuk jenis bahan galian pasir batu, dan batu pecah (cipping)

menjadi berkurang.

 Analisis Statistik Sederhana

Untuk lebih mengetahui kandungan potensi sumber daya alam di Provinsi Sulawesi

Barat, maka dibutuhkan penelitian yang lebih dalam, mengingat daerah ini banyak

yang belum dieksplorasi. Informasi dari adanya penelitian akan menjadi informasi

awal untuk melakukan kajian terhadap kandungan sumber daya alam yang dimiliki

oleh Sulawesi Barat. Penelitian tersebut wajib dilakukan baik untuk mengetahui

potensi sumber daya alam itu sendiri namun yang terpenting adalah dapat

mengetahui peringatan dini terhadap dampak yang akan ditimbulkan dari hasil

pengelolaan sumber daya alam tersebut.

Potensi dampak yang ditimbulkan dari sebuah kegiatan pertambangan adalah

adanya perubahan fungsi llingkungan hidup, dampak ekonomi, dampak sosial, dan

yang terpenting adalah dampak kesehatan masyarakat yang bemukim di sekitar

lokasi pertambangan. Oleh karena itu diperlukan persyaratan yang tegas dalam

setiap kegiatan dan atau usaha yang berdapak terhadap lingkungan hidup

sebagaimana yang telah damanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 tentng Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang 

mempersyaratkan tentang izin lingkungan, yang kemudian dijabarkan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan.

Dari total luas Provinsi Sulawesi Barat yakni 16.916,71 kilometer persegi, 411,15

hektar diantaranya dikelola sebagai lahan tambang yang berskala besar. Besarnya

luasan lokasi eksplorasi pertambangan saat ini dapat menjadi acuan bagi

pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dalam penentuan kebijakan umum pada

sektor pertambangan khusunya dalam hal dampak yang akan ditimbulkan dari

setiap kegiatan dan atau usaha pertambangan. Berdasarkan data dan peristiwa

yang terjadi bahwa rata-rata kasus wilayah konsensi tambang adalah sumbangan

angka kemiskinan bagi penduduk lokal, kekerasan dan pelanggaran HAM serta

ancaman kerusakan lingkungan hidup.

III-G. ENERGI

Berdasarkan hasil proyeksi Badan Pusat Statistik tahun 2015 bahwa penduduk

Provinsi Sulawesi Barat hingga akhir tahun 2013 berjumlah 1.234.251 jiwa yang 

tersebar di lima kabupaten. Dari total jumlah penduduk terdapat sekitar 275.568

kepala keluarga. Dari total jumlah kepala keluarga di Sulawei Barat ini bermukim

Page 132: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 132/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

31

secara tersebar di enam kabupaten. Pemukiman pada enam kabupaten di

Provinsi Sulawesi Barat yang tersebar dan bervariasi berakibat pada status sosial

masyarakat yang bermukim di suatu tempat. Kondisi ini secara tidak langsung 

berpengaruh pada penggunaan energi dari sumber daya alam yang dimiliki.

Jumah kendaraan menurut jenis kendaraan dan bahan bakar yang digunakan.

Transportasi adalah kegiatan memindahkan atau mengangkut orang dan atau

barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, dengan menggunakan sarana

pembantu berupa kendaraan. Dalam pengembangan wilayah, transportasi

mempunyai peranan sangat penting, yaitu untuk mempermudah terjadinya

interaksi antar wilayah. Dengan semakin mudahnya proses interaksi antar wilayah

akan memberikan dampak terhadap kondisi ekonomi, sosial dan kewilayahan

(membuka keterisolasian suatu wilayah).

Tabel 3.9 : Jumlah Kendaraan Menurut Jenis dan Bahan Bakar yang digunakan

No Jenis Kendaraan Bensin Solar  

1 Beban 15 25

2 Penumpang pribadi 10235 tad

3 Penumpang umum 1628 355

4 Bus besar pribadi N/A N/A

5 Bus besar umum N/A tad

6 Bus kecil pribadi 25 9

7 Bus kecil umum 53 185

8 Truk besar N/A 105

9 Truk kecil tad 255

10 Roda tiga 515 N/A

11 Roda dua 55401 N/A

Sumber : Tabel SP-2 Buku Data

Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Barat bahwa hingga

tahun 2015 jumlah kendaraan di Sulawesi Barat saat ini mencapai 68.806 unit

yang dibagi dalam beberapa jenis kendaraan. Dari jumlah total kendaraan tersebut

diatas jika ditinjau dari jenis kendaraan, maka kendaraan roda dua (motor)menempati urutan pertama terbanyak yankni sekitar 80,52% dari total jumlah

Page 133: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 133/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

32

kedaraan atau sekitar 55.401 unit, dan yang paling sedikit adalah kendaraan bus

kecil pribadi yang hanya mencapai 0,05% atau sekitar 34 unit saja.

Jika dilihat dari segi penggunaan bahan bakar, maka dapat dismpulkan bahwa

98,64% kendaraan di Sulawesi Barat berbahan bakar Bensin sedangan selebihnya1,36% berbahab bakar solar.

Konsumsi BBM untuk sektor Industri menurut BBM yang digunakan.

Pada bulan November 2015, pemerintah telah melakukan beberapa kali

melakukan perubahan terhadap harga Bahan Bakar Minyak. Pengaruh perubahan

harga BBM ini tidak berdampak bagi kinerja sektor industri di Indonesia. Pengaruh

perubahan harga bahan bakar minyak hanya sekitar 2,5 sampai tiga persen

terhadap biaya produksi.Berdasarkan olah data yang tertuang dalam Buku Sulbar Dalam Angka 2015,

klasifikasi industri dibagi dalam enam sektor. Nilai pemakaian bahan bakar yang 

dapat dihimpun hanya pada penggunaan jenis BBM solar dengan penggunaan

terbanyak pada jenis industry berkode 10. Jika dijumlah secara keseluruhan,

pemakaian BBM jenis solar untuk sektor industri selama satu tahun dapat

mencapai harga 2,8 milyar.

Untuk jenis bahan bakar lainnya seperti LPG, Minyak Bakar, Minyak Tanah, Gas,

Batubara dan Biomassa belum ada catatan penggunaan. Hal ini dipengaruhi oleh

penggunaan LPG dan Minyak Tanah lebih banyak digunakan oleh sektor industri

skala kecil dan industri rumahan.

Tabel 3.10 : Nilai Pemakaian Bahan Bakar berdasarkan Klasifkasi Industri

No.  Klasifikasi

Industri  LPG

  MinyakBakar 

MinyakDiesel

  Solar   Minyak

Tanah  Gas Batubara Biomassa

1Kimiadasar 

N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

2

Mesin dan

LogamDasar 

N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

3IndustriKecil

N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

4 AnekaIndustri

N/A N/A N/A 2827008,09 N/A N/A N/A N/A

Sumber : Tabel SP-3 Buku Data

Konsumsi BBM untuk keperluan rumah tangga.

Berdasarkan kebijakan pemerintah secara nasional dengan konversi penggunaan

bahan bakar minyak tanah ke LPG 3 kilogram, untuk provinsi Sulawesi Barat dapat

dikatakan cukup berhasil. Hal ini dapat digambarkan melalui penggunaan bahan

Page 134: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 134/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

33

bakar untuk memasak yang saat ini mencapai 35,05 persen dari total penggunaan

bahan bakar. Penggunan bahan bakar yang terbanyak pada jenis kayu bakar yakni

mencapai 61,12 persen. Hal ini diakibatkan jumlah penduduk di Sulawesi Barat,

sebagian besar bermukim di daerah pedesaan dengan tingkat perekonomian

menengah kebawah.

Tabel 3.11 : Data penggunaan Bahan Bakar untuk Memasak

No. Kabupaten LPG  Minyak

Tanah  Briket Kayu Bakar lainnya

1 Mamuju Utara 15015 1465 N/A 15198 3088

2 Mamuju Tengah tad tad N/A tad tad

3 Mamuju 32074 633 N/A 47105 1266

4 Majene 13607 332 N/A 17233 900

5 Polewali Mandar 33583 707 N/A 57866 841

6 Mamasa 2313 1225 N/A 31030 87

Sumber :Olah Data Tabel SP-4 Buku Data

Untuk pengembangan bahan bakar briket di Sulawesi Barat sampai saat ini belum

dikembangkan. Potensi lainnya yakni jenis bahan bakar biomassa yang ada di

Kabupaten Mamuju Utara saat ini dikembangkan untuk pebangkit tenaga listrik

dengan menggunakan limbah cangkang kelapa sawit untuk konsumsi perusahaan

kelapa sawit.

III-H. TRANSPORTASI

Dalam rangka memberikan pelayanan umum transportasi kemasyarakat,

Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat telah melakukan perbaikan serta

pembangunan jalan dan jembatan. Demikian juga dengan sarana dan prasarana

lainnya yang berkaitan dengan lalu lintas dijalan raya. Hal ini sesuai dengan

Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

Dalam pengembangan jaringan transportasi darat, pemerintah Provinsi Sulawesi

Barat telah melakukan penetapan kelas jalan dan pembangian jalan menurut

kewenangannya. Demikian pula dengan pembangunan sarana transportasi

perairan, saat ini Provinsi Sulawesi Barat sedang melaksanakan pembangunan

Pelabuhan Internasional Domestik dan Pelabuhan Perikanan.

Untuk pengembangan jaringan transportasi udara, saat ini Pemerintah Provinsi

Sulawesi Barat sedang melakukan perbaikan dan perluasan bandar udara Tampa

Page 135: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 135/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

34

Padang sebagai Bandara Utama dan membangun Bandar Udara Alternatif di

Kecamatan Sumarorong, Kabupaten Mamasa yang saat ini sedang dalam proses

pembangunan.

Perkiraan volume limbah padat berdasarkan sarana transportasi.

Sarana transportasi merupakan salah satu sumber limbah padat yang cukup besar

 jumlahnya. Selain karena jumlah penumpang yang datang dan pergi di setiap

terminal angkutan, juga diakibatkan oleh adanya pedangang kaki lima yang 

menyediakan berbagai macam kebutuhan para calon penumpang di setiap

terminal angkutan.

Berdasarkan hasil pantauan lapangan, sarana transportasi yang menghasilkan

limbah cukup banyak adalah transportasi darat. Hal ini disebabkan oleh sebagian

besar terminal di Sulawesi Barat berda di sisi lain dari pasar tradisional setempat.

Tabel 3.12 : Sarana angkutan Darat,Air dan Udara beserta data volume limbah padat

No.  Nama Tempat Sarana

TransportasiTipe/Jenis/Klasifikasi

  Lokasi  Luas

Kawasan (Ha)

VolumeLimbah Padat

(m3/hari)

1 Terminal induk BLembang Baurung-Majene

1 3

2 Terminal induk B Lutang - Majene 1 3

3 Terminal pembantu TP Battayang - Majene 0,5 2

4 Terminal Regional A Simbuang 2 0,1

5 Terminal Pasar Baru C Mamuju 1 1

6 Terminal Pasar Tarailu TP Sampaga 0,25 tad

7 Terminal Topoyo C Topoyo-Mamuju 0,25 tad

8 Terminal Pasangkayu CPasangkayu-Mamuju Utara

5,5 tad

9 Terminal induk A Tipalayo-Polewali 3 tad

10 Terminal Wonomulyo TPWonomulyo-Polewali

tad tad

11 Terminal Polewali C Polewali tad tad

12 Terminal Mamasa B Mamasa 1,35 tad

13 Pelabuhan Feri Penyebrangan Simboro-Mamuju 3 0,3

14 Pelabuhan Mamuju Regional Mamuju 1 0,1

15 Pelabuhan Belang-Belang Utama Kalukku 9 116 Pelabuhan Tappalang Lokal Mamuju tad tad

17 Pelabuhan Kalukku Lokal Mamuju tad tad

18 Pelabuhan Sampaga Lokal Mamuju Tengah tad tad

19Pelabuhan Budong-Budong

Lokal Mamuju Tengah 2 tad

20 Pelabuhan Ambo Lokal Mamuju Tengah tad tad

21 Pelabuhan Pompongan Lokal Mamuju Tengah tad tad

22 Pelabuhan Salissingan Lokal Mamuju Tengah tad tad

23 Pelabuhan Tanjung Bakau Regional Pasangkayu 22 0,95

24 Pelabuhan Bonemanjeng Lokal Sarudu 5,04 0,584

25

Pelabuhan lokal desa

Sarudu Lokal Sarudu 0,5 0,426 Pelabuhan Palipi pengumpan Majene 1 0,1

Page 136: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 136/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

35

No.  Nama Tempat Sarana

TransportasiTipe/Jenis/Klasifikasi

  Lokasi  Luas

Kawasan (Ha)

VolumeLimbah Padat

(m3/hari)

27 Pelabuhan Pamboang Lokal Majene tad tad

28 Pelabuhan Malunda Lokal Majene tad tad

29 Pelabuhan Sendana Lokal Majene tad tad

30 Pelabuhan Majene Penyebrangan Majene 0,4 tad

31 Pelabuhan Silopo pengumpul Polewali Mandar 2,30 tad

32 Pelabuhan Labuang Lokal Polewali Mandar tad tad

33 Pelabuhan Tinambung Lokal Polewali Mandar tad tad

34 Bandara Tampa Padang Kelas II Kalukku 235 1

35 Bandara Sumarorong Perintis Sumarorong 96 0,03

Sumber : Tabel SP-5 Buku Data

Sarana Terminal Kendaraan Penumpang Umum. (darat)

Terminal angkutan darat di Provinsi Sulawsi Barat berjumlah 12 terminal.

Berdasarkan pembagian tipe terminal, Terminal Simbuang dan Terminal Tipalayo

digolongkan dalam terminal Tipe A yakni terminal angkutan yang dapat melayani

angkutan umum lintas daerah dan lintas provinsi. Untuk terminal lutang, terminal

Mamasa, terminal Wonomulyo dan terminal Lembang Baurung dikategorikan

sebagai terminal Tipe B, Terminal Topoyo Tipe E dan terminal Tarailu dan Pasar

Sentral Mamuju sebagai terminal pembantu.

Sarana Pelabuhan Laut, Sungai dan Danau

Provinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi yang sebagian besar wilayahnya berada di

pesisir pantai dengan panjang garis pantai 677 kilometer, tentu saja memiliki

saranan pelabuhan laut sebagai ala transportasi khususnya untuk

menghubungkan Provinsi Sulawesi Barat dengan Provinsi lain di pulau-pulau

maupun sebagai sarana perhubungan antar pulau-pulau kecil di Sulawesi Barat.

Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Barat, terdapat 21

sarana pelabuhan laut dan sungai.

Dari ke 21 sarana pelabuhan tersebut, 1 diantaranya merupakan pelabuhan

internasional namun masih dalam tahap pembangunan. Selain sarana pelabuhan

internasional, terdapat pula sarana pelabuhan ikan sebagai pelabuhan nasional.

Sarana Pelabuhan Udara

Saat ini Provinsi Sulawesi Barat sedang mengembangakan pembangunan di sektor

perhubungan khususnya perhubungan udara. Pembangunan dan perluasan

bandara Tampa Padang menjadi prioritas utama pemerintah dalam

Page 137: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 137/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

36

pengembangan infrastruktur perhubungan udara dengan luas mencapai 40

hektar.

Untuk kondisi saat ini, Bandara Tampa Padang baru bisa digunakan untuk

pesawat boeing dengan kapasitas penumpang maksimal 100 orang. Untukaktivitas penerbangan, Bandara Tampa Padang saat ini baru melayani 1 kali

penerbangan dalam satu hari mengingat jumlah penumpang yang masih kurang.

Selain Bandar udara Tampa Padang, saai ini juga sedang dibangun Bandar udara

alternative di Kabupaten Mamasa yang berlokasi di Kecamatan Sumarorong.

Pembangunan bandara ini sejalan dengan program pemerintah daerah untuk

menjadikan Kabupaten Mamasa sebagai daerah tujuan wisata di Sulawesi Barat.

Untuk mempermudah akses bagi para wisatawan baik lokal, domestik maupunmancanegara maka diperlukan sarana yang memadai dan mudah untuk bisa

sampa di tujuan.

Perbandingan Nilai Antar Waktu dan Antar Lokasi 

Sarana transportasi merupakan sarana pendukung utma dalam proses

pembanguan di suatu wilayah khusunya bagi daerah yang sedang dalm tahap

perkembangan di berbagai sektor. Pembangunan di berbagai sektor tidak dapat

berjalan dengan efektif jika tidak didukung oleh sarana infrastruktur jalan,

transportasi laut/perairan dan transportasi udara.

Provinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi termuda di Indonesia saat ini sedang 

dalam proses pembangunan dan perbaikan sarana trnsportasi. Berdasarkan data

dari Dinas Perhubungan, Komuniksi dan Informatika Provinsi Sulawesi Barat

bahwa saat ini Pemerintah Daerah sedang mlakukan pembangunan dan perluasan

Bandar Udara Tampa Padang sebagai saranan utama dalam transportasi udara.

Selain Bandar Udara Tampa Padang, saat ini juga sedang dikembangkan Bandar

Udara Sumarorong di Kabupaten Mamasa yang proyek pembangunannya baru

dimulai pada tahun 2012.

Untuk sektor perhubungan laut, saat ini sedang dilakukan pembangunan dan

perluasan Pelabuhan Belang-Belang di Kecamatan Papalang Kabupaten Mamuju

yang akan dijadikan sebagai sarana pelabuhan Internasional. Untuk sarana

transportasi darat, pembangunan jalan dan jembatan untuk tahun 2015

khususnya jalan trans Sulawesi sudah mencapai 90%. Jika dibandingkan dengan

tahun-tahun sebelumnya jauh lebih baik. Sebagai contoh bahwa jalur transportasi

Page 138: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 138/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

37

darat dari Kabupaten Mamuju ke Mamuju Utara yang selama ini ditempuh 8-10

 jam, saat ini sudah dapat ditempuh dalam waktu 4-5 jam saja.

 Analisis Statistik Sederhana

Pertambahan jumlah penduduk suatu daerah harus diibangan dengan

pembangunan infrastruktur yang memadai. Salah satunya adalah sarana

transportasi. Untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat di suatu wilayah

maka diperlukan akses yang mudah untuk memperlancar pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, pembangunan sarana transportasi darat, laut dan udara menjadi

sangat penting.

Jika dihitung berdasarkan analisa sederhana, dapat dikatakan bahwa

pembangunan infrastruktur sarana transportasi di Sulawesi Barat sudah cukup

memadai. Dan untuk pengembangannya pada tahun 2013 yang akan dating akan

dibuka akses jalan untuk menghubungkan antara Provinsi Sulawesi Barat dengan

Provinsi Sulawesi Selatan melalui jalur Kabupaten Mamasa yang berbatasan

langsung dengan Kabupaten Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan.

Untuk sarana transportasi udara, pada tahun 2013 ini Bandar Udara Tampa

Padang sudah dapat melayani pesawat boeing dengan kapasitas penumpang 

sampai 150 orang. Ini dapat dibuktikan dengan adanya perluasan bandara dan

penambahan panjang landasan pacu.

III-I. PARIWISATA

Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomipenting di Indonesia. Pada

tahun 2009, pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal

penerimaan devisasetelah komoditi minyak dan gas bumi serta minyak kelapa

sawit.[1] Berdasarkan data tahun 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang 

datang ke Indonesia sebesar 9,4 juta lebih atau tumbuh sebesar 7.05%

dibandingkan tahun sebelumnya.

Sekitar 59% turis berkunjung ke Indonesia untuk tujuan liburan, sementara 38%

untuk tujuan bisnis. Singapura dan Malaysia adalah dua negara dengan catatan

 jumlah wisatawan terbanyak yang datang ke Indonesia dari wilayah ASEAN.

Sementara dari kawasan Asia(tidak termasuk ASEAN) wisatawan RRC berada di

urutan pertama disusul Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan India. Jumlah

pendatang terbanyak dari kawasan Eropa berasal dari Negara Britania Raya

disusul oleh Belanda, Jerman dan Perancis

Page 139: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 139/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

38

Pengelolaan kepariwisataan, kebijakan nasional, urusan pemerintahan di bidang 

kebudayaan dan kepariwisataan di Indonesia diatur oleh Kementerian

Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia.

Perkiraan volume limbah padat berdasarkan lokasi objek wisata Jumlah

Pengunjung dan luas kawasan.

Salah satu daya tarik wisatawan baik mancanegara maupun dalam negeri adalah

poteni pariwisata yang dimiliki oleh suatu daerah. Selain menjadi suatu

kebanggaan tersendiri bagi daerah tersebut, juga menjadi salah satu sumber

pendapatan asli daerah. Provinsi Sulawesi Barat dengan luas wilayah mencapai

16.916,71 kilometer persegi memiliki potensi pariwisata yang cukup banyak.

Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Provinsi Sulawesi

Barat, terdapat kurang lebih 139 lokasi objek wisata yang tersebar di enam

Kabupaten yang terbagi dalam berbagai jenis objek wisata.

Tabel 3.13 :

Jumlah Objek Wisata di Sulawesi Barat di Rinci Per Kabupaten

No. Nama Obyek Wisata  Jenis Obyek

Wisata

JumlahPengunjung(orang per 

tahun)

LuasKawasan

(Ha)

VolumeLimbah Padat

(m3/Hari)

1 Kuburan Tua Pasa'buPeninggalanSejarah

243 0,004 12,15

2 Pasir Putih Tanjung Ngalo Wisata Bahari 2140 2,000 107,00

3 Gua Dungkait Wisata Alam 541 1,000 27,05

4 Air Terjun Lebani Wisata Alam 3641 tad 182,05

5 Kuburan Tua Raja DungkaitPeninggalanSejarah

214 0,004 10,70

6 Air Panas Pangsiangang Wisata Alam 2461 tad 123,05

7 Pemandian Alam So'do Wisata Alam 325 tad 16,23

8 Bone Tanga Wisata Alam 251 1,000 12,55

9 Rumah AdatWisataBudaya

364 5,000 18,20

10 Air Terjun Tamasapi Wisata Alam 5426 1,000 271,30

11 Anjoro Pitu Wisata Alam 13687 3,000 684,35

12 Kuburan Tua TosalamaPeninggalanSejarah

4568 0,001 228,40

13 Kuburan Tua LasalagaPeninggalanSejarah

2412 0,002 120,60

14 Kuburan Tua TonileoPeninggalanSejarah

3117 0,003 155,85

15 Kuburan Puatta KaramaPeninggalanSejarah

4637 0,0025 231,85

Page 140: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 140/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

39

No. Nama Obyek Wisata  Jenis Obyek

Wisata

JumlahPengunjung(orang per 

tahun)

LuasKawasan

(Ha)

VolumeLimbah Padat

(m3/Hari)

16 Kuburan Tua Langga Turu'PeninggalanSejarah

1745 0,0045 87,25

17 Air Panas Padang Panga' Wisata Alam 8698 2,000 434,90

18 Gua Padang Panga' Wisata Alam 4354 2,000 217,70

19 Pantal Rangas Wisata Alam 12687 3,000 634,35

20 Gua Saletto Wisata Alam 2105 1,000 105,25

21 Pantai Lombang -Lombang Wisata Bahari 112647 4,000 5632,35

22 Gua Belang - Belang Wisata Alam 524 1,000 26,20

23 Benteng Kassa'PeninggalanSejarah

617 0,5 30,85

24 Kayu Eboni RaksasaKeunikan Alam

585 1,000 29,25

25 Air Terjun Panao/Sondoang Wisata Alam 5381 1,000 269,05

26 Pantai Samalon Wisata Bahari 2734 1,000 136,70

27 Tambang Emas TradisionalKeunikan Alam

1612 1,000 80,60

28 Pantai Dato Wisata Bahari 5645 2,000 282,25

29 Air Terjun Biolo Wisata Alam 6725 tad 336,25

30 Air Terjun Salu Ma'dinging Wisata Alam 4532 tad 226,60

31 Perkebunan Kelapa Sawit Agro Wisata 1125 35,000 56,25

32 Situs Minangga SipakkoWisataBudaya

935 tad 46,75

33 Kuburan PrasejarahPeninggalanSejarah

2115 1,000 105,75

34Danau Kawah GunungPanasuan

Wisata Alam 247 1,000 12,35

35 Penyimpanan Mayat PeninggalanSejarah

135 1,000 6,75

36 Air Terjun Taranusi Wisata Alam 7575 1,000 378,75

37 Air Panas Maiso Wisata Alam 9642 1,000 482,10

38 Gua Nenek Pulao Wisata Alam 258 tad 12,90

39 Gua Tambulan Wisata Alam 173 tad 8,65

40 Polo Pantai Wisata Bahari 12 2,000 0,60

41 Pantai Pangkang Wisata Bahari 3612 tad 180,60

Page 141: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 141/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

40

No. Nama Obyek Wisata  Jenis Obyek

Wisata

JumlahPengunjung(orang per 

tahun)

LuasKawasan

(Ha)

VolumeLimbah Padat

(m3/Hari)

42 Pantai Kombiling Wisata Bahari 17 tad 0,85

43 Perkebunan Jeruk Agro Wisata 421 tad 21,05

44 Benteng Kayu MangiwangPeninggalanSejarah

263 1,000 13,15

45 Rumah Adat TopoyoWisataBudaya

145 tad 7,25

46 Air Terjun Batu Parigi Wisata Alam 3275 tad 163,75

47 Pantai Kambunong Wisata Bahari 7345 tad 367,25

48 Pantai Kire Wisata Bahari 5434 tad 271,70

49 Benteng TowaniPeninggalanSejarah

2170 0,5 108,50

50 Kuburan Raja LanggaPeninggalanSejarah

315 0,5 15,75

51 Tanjung Batu Oge Wisata Bahari 1025 tad 51,25

52 Pulau Karampuang Wisata Bahari 302205 2,000 15110,25

53 Pulau Bakengkeng Wisata Bahari 121635 1,000 6081,75

54 Air Terjun Arjuna Wisata alam tad 2,000 tad

55 Air Terjun Nagaya Wisata alam tad 1,000 tad

56 Batu Kapal Wisata alam tad 1,000 tad

57 Goa Gambalusu Wisata alam tad tad tad

58 Goa Lawa Wisata alam tad 5,000 tad

59 Goa Martasari Wisata alam tad tad tad

60 Gua Ape Wisata alam tad 2,000 tad

61 Pantai Baliri Wisata bahari tad 1,500 tad

62 Pantai Batu Oge Wisata bahari tad 3,000 tad

63 Pantai Cinoki Wisata bahari tad 6,000 tad

64 Pantai Kasalai Wisata bahari tad tad tad

65 Pantai Labuang Wisata bahari tad tad tad

66 Pantai Salukaili Wisata bahari tad 4,000 tad

67 Pantai Sarjo Wisata bahari tad 2,000 tad

Page 142: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 142/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

41

No. Nama Obyek Wisata  Jenis Obyek

Wisata

JumlahPengunjung(orang per 

tahun)

LuasKawasan

(Ha)

VolumeLimbah Padat

(m3/Hari)

68 Perkebunan Kelapa Sawit Wisata Agro tad tad tad

69 Situs Suku BungguWisatabudaya

tad tad tad

70 Tanjung Bakau Wisata bahari tad 2,000 tad

71 Tanjung Kaluku Wisata bahari tad 3,000 tad

72 Permandian sungai Teppo Wisata Alam 240 0,5 Ha 12,00

73 Permandian Udhuhun Pokki Wisata Alam 200 0,5 Ha 10,00

74 Permandian Sungai Tubo WisataAlam 700 ± 2 Ha 35,00

75Permandian air PanasMakula Limboro

Wisata Alam 210 0,5 Ha 10,50

76 Air terjun Mario dan Takulilia Wisata Alam 220 1 Ha 11,00

77 Air Terjun Orongan Puawang Wisata Alam 350 0,5 Ha 17,50

78 Wai Makula Tinggas Wisata Alam 220 0,5Ha 11,00

79 Pantai Pasir Putih Leppe Wisata Bahari 370 1 Ha 18,50

80 Pantai Pasir Putih Tamo Wisata Bahari 340 1 Ha 17,00

81 Pantai Pasir Putih Barane Wisata Bahari 810 1,5 Ha 40,50

82 Pantai Pasir Putih Dato Wisata Bahari 340 0,5 Ha 17,00

83 Pantai Luaor Wisata Bahari 345 1,5 Ha 17,25

84 Pantai Rewataa tara ujung Wisata Bahari 260 2 Ha 13,00

85 Pantai Baluno Wisata Bahari 235 1,5 Ha 11,75

86Pantai Pasir Putih Bonde-bonde

Wisata Bahari 240 3 Ha 12,00

87 Makam Raja-raja Ondongan WisataSejarah

90 0,5 Ha 4,50

88 Makam Syekh Abdul MannanWisataSejarah

70 0,25 Ha 3,50

89 Makam SuryodilogoWisataSejarah

70 0,25 Ha 3,50

90 Benteng Ammana wewangWisataSejarah

80 0,25 Ha 4,00

91 Makam Puang TobaraniWisatabudaya

1454 0,576 72,70

92 Makam Syekh Al Ma'aruf Wisatabudaya

10969 0,500 548,45

93 Makam Todilaling Wisatabudaya

5442 0,250 272,10

Page 143: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 143/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

42

No. Nama Obyek Wisata  Jenis Obyek

Wisata

JumlahPengunjung(orang per 

tahun)

LuasKawasan

(Ha)

VolumeLimbah Padat

(m3/Hari)

94 Makam Tosalama BeluwuWisatabudaya

2155 192,000 107,75

95 Pantai Mampie Wisata bahari 38705 3,600 1935,25

96 Pantai Palippis Wisata bahari 830 3,000 41,50

97Permandian Alam LimbongSitido

Wisata alam 2300 1,500 115,00

98 Pulau Tangnga Wisata bahari 5000 2,000 250,00

99Permandian Alam WisataBiru

Wisata bahari 5255 500,000 262,75

100Makam KH. Muh. Tahir ImamLapeo

Wisatabudaya

6478 0,030 323,90

101 Makam tosalama LampokoWisatabudaya

410 0,290 20,50

102 Air Terjun dan Panorama Alam Gunung Mambulilling

Wisata alam tad tad tad

103 Air Terjun Liawan Wisata alam tad 2,000 tad

104 Air Terjun Parak Wisata alam tad tad tad

105 Air Terjun Sambabo Wisata alam tad tad tad

106 Arung Jeram SungaiMamasa

Wisata alam tad tad tad

107 Batu KumilaWisatabudaya

tad 0,075 tad

108 Batu Laledong Wisata alam tad 0,010 tad

109Kuburan Tua PaladanDemmatande

Wisatabudaya

tad 0,050 tad

110Kuburan Tua Tedong-Tedong

Wisatabudaya

tad 0,050 tad

111 MummiWisatabudaya

tad tad tad

112Pemandangan Alam BuntuMussa

Wisata alam tad 1,250 tad

113 Perkampungan TradisionalBalla Peu

Wisatabudaya

157 tad 7,85

114 Permandian Air Panas Kole Wisata alam tad 0,060 tad

115Permandian Air PanasMalimbong

Wisata alam tad 0,250 tad

116Permandian Air Panas RanteKatoan

Wisata alam tad 0,060 tad

117Permandian Air PanasRante-Rante

Wisata alam tad 0,140 tad

118Permandian Air PanasUhailanu

Wisata alam tad 0,030 tad

119 Rumah Adat Buntu Kasisi Wisatabudaya

tad tad tad

Page 144: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 144/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

43

No. Nama Obyek Wisata  Jenis Obyek

Wisata

JumlahPengunjung(orang per 

tahun)

LuasKawasan

(Ha)

VolumeLimbah Padat

(m3/Hari)

120 Rumah Adat Indona OrobuaWisatabudaya

tad 0,500 tad

121 Rumah Adat RambusaratuWisatabudaya

150 0,500 7,50

122Rumah Adat TomakakaMakuang

Wisatabudaya

tad tad tad

123 Tondok SirendenWisatabudaya

tad 0,000 tad

Sumber : Tabel SP-6 Buku Data

Objek wisata terbanyak berada di Kabupaten Mamuju yakni sebanyak 53 objek

wisata. Dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Polewali Mandar yakni hanya

sebanyak 11 lokasi. Dari berbagai jenis objek wisata di Sulawesi Barat, padaumumnya didominasi oleh objek wisata alam dan bahari. Hal ini dipengaruhi oleh

luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat yang cukup luas serta panjang pantai yang 

mencapai 677 kilometer dengan berbagai pulau-pulau kecil yang berpotensi

sebagai daerah tujuan wisata. Untuk Kabupaten Mamuju Tengah, objek wisata

yang tercantum dan dapat didentifikasi masih bergabung dengan Kabupaten

Mamuju Tengah.

Perkiraan beban limbah padat dan cair berdasarkan Sarana Hotel/ Penginapan.

Sebagai daerah baru yang sedng berkembang, maka Provinsi Sulawesi Barat saat

ini sedang membangunan berbagai sarana prasarana penunjang di berbagai

aspek dan salah satunya adalah industri perhotelan. Selain sebagai sarana untuk

kegiatan-kegiatan internal Provinsi Sulawesi Barat, juga sebagai saran penginaan

bagi tamu-tamu yang berkunjung di Sulawesi Barat. Dengan ketersediaan sarana

perhotelan di setiap kabupaten, maka dengan sendirinya akan menambah minat

orang untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.

Salah satu sarana sektor pariwisata adalah tersedianya penginapan bagi para

wisatawan luar yang datang berkunjung di daerah tujuan wisata. Ketersediaan

 jumlah sarana hotel atau penginapan dalam suatu wilayah sangat ditentukan oleh

persentase tingkat hunian setiap tahunnya. Jika jumlah hotel/penginapan jauh

lebih banyak dari tingkat hunian, tentu saja akan berdampak pada kerugian pihak

pengelola.

Tersedianya sarana objek wisata dan hotel/penginapan di suatu daerah, tentu saja

mamberikab kontribusi yang sagat besar bagi daerah tersebut. Hal positif daeri

Page 145: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 145/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

44

banyaknya objek wisata serta sarana hotel dan penginapan adalah pertambahan

 jumlah pendapatan asli daerah. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa semakin

banyak jumlah objek wisata dan hotel/penginapan akan berdampak pula terhadap

limbah yang dihasilkan yang akan mengakibatkan pencemaran di lokasi tersebut

 jika tidak dikelolah dengan baik.

Oleh karena itu, pemerintah daerah harus menetapkan kebijakan-kebijakan terkait

pengelolaan sarana dan prasarana pariswisata sehingga tidak menimbulkan

persalan baru. Salah satunya adalah semua kegiatan dan atau usaha di sektor

paariwisata harus memiliki dokumen pengelolaan lingkungan sehingga dalam

pengelolaannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan yang diraih tetapi juga

dapat memperhatikan pengelolaan di sekitarnya.

Grafik 3.14 : Daftar grafik hotel/penginapan dan beban pencemaran di Sulawesi Barat

dirinci per Kabupaten

Sumber : Tabel SP-7 Buku Data

III-J. LIMBAH B3

Salah satu dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pembangunan di berbagai

sektor adalah limbah yang tergolong dalam kategori berbahaya dan beracun.

Untuk mengendalikan dampak pencemaran dari linbah bahan berbahaya dan

beracun, Kementerian Lingkungan Hidup telah melakukan berbagai upaya dalam

menangani masalah tersebut.

Selain dari segi regulasi, juga digalakkan berbagai program yang dapat

meminimalisir terjadinya pencemaran dari limbah bahan berbahaya dan beracun.

Salah satunya adalah program penilaian peringkat kinerja perusahaan yang kini

Page 146: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 146/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

45

menjadi salah satu program unggulan pemerintah dalam meningkatkan kinerja

perusahaan khususnya untuk meminimalisir penyalahgunaan limbah bahan

berbahaya dan beracun yang dihasilkan.

Perusahaan yang mendapat izin untuk mengelola Limbah B3

Tabel 3.14 :

Perusahaan yang mendapat izin mengelolah Limbah B3

No. Nama Perusahaan Jenis Kegiatan/Usaha Jenis Izin Nomor  

1 PT. PasangkayuPerkebunan dan PabrikPengolahan KelapaSawit

Izin penyimpanansementara

Nomor 692 Tahun2012

2 PT. LetawaPerkebunan dan PabrikPengolahan KelapaSawit

Izin penyimpanansementara

Nomor 691 Tahun2012

3 PT. Unggul WTLPerkebunan dan PabrikPengolahan Kelapa

Sawit

Izin penyimpanansementara

Nomor 214 Tahun2013

4PT. Unggul WTL,PMKS Agribaras

Perkebunan dan PabrikPengolahan KelapaSawit

Izin penyimpanansementara

Nomor 431 Tahun2012

5PT. Suryaraya LestariI

Perkebunan dan PabrikPengolahan KelapaSawit

Izin penyimpanansementara

Nomor 690 Tahun2012

6PT. Suryaraya LestariII

Perkebunan dan PabrikPengolahan KelapaSawit

Izin penyimpanansementara

188.45/203/KPTS/IV/2013

7PT. ManakarraUnggul Lestari

Perkebunan dan PabrikPengolahan KelapaSawit

Izin penyimpanansementara

188.45/307/KPTS/V/2013

Sumber : Tabel SP-11 Buku Data

Dari berbagai macam dan jenis perusahaan yang ada di Sulawesi Barat, hanya

beberapa perusahaan saja yang sudah mendapatkan izin untuk mengelola limbah

bahan berbahaya dan beracun yang dihasilkan. Namun dari semua izin yang 

dikeluarkan baik oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun oleh Pemerintah

Kabupaten masing-masing, perusahaan yang ada di Sulawesi Barat ini baru

mendapatkan izin untuk penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan

beracun.

Provinsi Sulawesi Barat sampai saat ini belum ada satu pun perusahaan yang 

diberikan kewenangan untuk mengolah, mengumpul atau memusnahkan limbah

bahan berbahaya dan beracun yang dihasilkan. Oleh karena itu, untuk mencegah

adanya pencemaran lB3 yang dihasilkan, maka seluruh limbah B3 yag dihasilkan

dikirmkan kepada perusahaan-perusahaan yang sudah mendapatkan izin dari

Kementerian Linkgungan Hidup untuk mengolah, memanfaatkan, mengumpul

atau memusnahkan LB3 tersebut.

Page 147: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 147/167

Tekanan Terhadap ingkungan

T -

46

Dalam pengangkutan limbah B3 yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dan atau

usaha, maka peruashaan pengangkut juga harus mendapatkan izin dari

Kementerian Perhubungan atas rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup

dengan jumlah dan jenis kendaraan yang digunakan beserta nomor plat

kendaraan telah dicantumkan dalam izin yang diberikan.

Untuk Provinsi Sulawesi Barat, sampai saat ini belum ada perusahaan yang 

mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk

mengangkut LB3 dari Sulawei Barat. Oleh karena itu, perusahaan yang digunakan

dalam pengangkutan LB3 adalah PT. Multazam yang berdomisili di Makassar

Sulawesi Selatan yang telah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian

Lingkungan Hidup serta Izin dari Kementerian Perhubungan.

Page 148: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 148/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

1

BAB IV

UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

IV-A. REHABILITASI LINGKUNGAN

Pembangunan berwawasan lingkungan adalah suatu keharusan yang harus

dilaksanakan unuk mewujudkan lingkungan hidup yang bersih, hijau, nyaman dan

produktif untuk mempertahankan fungsi lingkungan demi generasi di masa

mendatang. Yang tak kalah pentingnya adalah untuk mengimbangi kekhawatiran

terhadap issu global warming yang saat ini sedang mengemuka. Oleh karena itu,

pembangunan berwawasan lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam

menetukan kebijakan suatu daerah.

Provinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi baru yang saat ini kondisi lingkungannya

masih tergolong baik harus diertahankan bahkan ditingkatkan. Hal ini dapat

terwujud apabila didukung dengan komitmen dari semua pihak baik pemerintah,

swasta maupun masyarakat di Sulawesi Barat pada umumnya.

Lingkungan tidak semata-mata sebatas penghijauan yang terkait rehabilitasi hutan

dan taman kota, namun dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan

berwawasan lingkungan, harus diseimbangkan dengan pembangunan lainnya di

berbagai sektor antara lain, sektor industri, pertambangan, pertumbuhan ekonomi

dan yang paling pokok adalah pertumbuhan penduduk.

Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi

Mengingat persoalan lingkungan yang saat ini semakin kompleks akibat

perkebangan zaman, maka program rehabilitasi dan perbaikan kondisi lingkungan

sangat diperlukan. Salah satu program yang dapat dilaksanakan adalah

rehabilitasi lingkungan melalui kegiatan penghijauan dan reboisasi khususnya

pada wilayah-wilayah yang tergolong sebagai lahan kritis.

Berdasarkan data yang dihimpun dari dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat,

 jumlah realisasi kegiatan penghijauan sebanyak 1.254.737 pohon dengan luas

sebaran sebanyak 1.727,9 hektar. Jumlah ini sangat jauh dari jumlah tahun

sebelumnya yang mencapai 2.454.561 pohon dengan luas 5.527,48 hektar.

Untuk kegiatan reboisasi pada lokasi sekitar 4.990 hektar namun tidak dapat

diperoleh data jumlah pohon yang ditanam

Page 149: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 149/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

2

Tabel 4.1 : Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi

No Kabupaten

LuasRealisasi

Penghijauan(Ha)

Realisasi JumlahPohon

LuasRealisasiReboisasi

(Ha)

RealisasiJumlah Pohon

1 Mamuju Utara 335,90 224611,00 1175,00 tad

2 Mamuju Tengah 120,00 48000,00 75,00 tad

3 Mamuju 82,00 66500,00 540,00 tad

4 Majene 205,00 47000,00 300,00 tad

5 Polewali Mandar 220,00 80600,00 800,00 tad

6 Mamasa 765,00 788026,00 2100,00 tad

Sumber : Tabel UP-1 Buku Data

Perbandingan antar waktu dan antar lokasi 

Berdasarkan tabel diatas, Wilayah terluas dalam program penghijauan untuk

tahun 2015 adalah Kabupaten Mamasa yakni seluas 765 hektar, jika dibandingkn

dengan tahun sebelumnya sedikit mengalami peningkatan yakni hanya mencapai

106,16 hektar. Untuk wilayah yang paling kecil berada di Kabupaten Mamuju

yakni hanya sekitar 82 hektar saja. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya,

 jumlah ini mengalami penurunan yang sangat signifikan dimana pada tahun 2014

mencapai 3.534 hektar dengan jumlah pohon sebanyak 1.525.201.

Selain kegiatan penghijauan, maka program reboisasi juga menjadi salah satu

bentuk kegiatan untuk pemulihan kondisi lingkungan khususnya bagi hutan yang 

telah mengalami kerusakan. Kegiatan reboisasi untuk tahun 2015 ini mencapai

4.990 hektar.

Kegiatan Fisik Lainnya oleh instansi dan masyarakat.

Selain pemulihan lingkungan melalui program penghijauan dan reboisasi khusunya

bagi hutan-hutan yang sudah mengalami pengundula dan kerusakan, maka perlu

dilakukan perbaikan dan pemulihan lingkungan pada wilayah lainnya. Antara lain

adalah kegiatan penanaman mangrove untuk wilayah pesisir yang mengalami

abrasi pantai dengan tujuan untuk perlindungan dan konservasi sumber daya

alam serta pencegahan kerusakan wilayah pesisir.

Berikut beberapa kegiatan fisik perbaikan kualitas lingkungan untuk tahun 2015

sebagaimana tercantum dalam tabel berikut :

Page 150: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 150/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

3

Tabel 4.2 : Kegiatan Fisik Perbaikan Lingkungan

No. Nama Kegiatan Lokasi Kegiatan Pelaksana Kegiatan

1 Pengadaan tong sampahsebanyak 70 unit

Pasangkayu, Kab. MamujuUtara

CV. Ardan Matra

2 Tutupan Lahan denganMangrove Pada KegiatanPengelolaan dan RehabilitasiEkosistem Pesisir dan Laut

Kabupaten Mamuju(Kecamatan Mamuju,Tapalang Barat, Kalukkudan Papalang)

CV. Tamamaung Jaya, CV. Dimas AlGala, CV. Empat Tujuh, CV. HasanFamili, CV. Masaleh Putra, CV. MetroManakarra, CV. BantayaKamangkasarang, CV. KarampuangLestari

3 Tutupan Lahan denganMangrove Pada KegiatanPengelolaan dan RehabilitasiEkosistem Pesisir dan Laut

Kabupaten Mamuju Tengah(Kecamatan Budong-Budong, Karossa, Topoyodan Pangale)

CV. Arya Tiga Putra, CV. Sumber Pratama, CV. Telaga Biru, CV. RiyaGlobal Solution, CV. Pandora Perkasa,CV. Padang Mawalle Group.

4 Tutupan Lahan denganMangrove Pada KegiatanPengelolaan dan Rehabilitasi

Ekosistem Pesisir dan Laut

Kabupaten Mamuju Utara(Kecamatan Dapurang,Sarudu, Baras, Lariang,

Tikke Raya, Pedongga,Pasangkayu, Bambalamotu,Bambaira dan Sarjo)

CV. Karya Tiga Putra, CV. GadingKamangkasarang, CV. Badai Pratama,CV. Zamrud Oryza, CV. Gading Savana,

CV. Rely Mulia, CV. Bangun Persada,CV. CK Sari, CV. Tiga Putra, CV.Cappaga Putra Kire, CV. Bumi Tipalayo,CV. Jaya Buana, CV. Iankidi Abadi, CV.Karya Sulindo, CV. Mattapa, CV. Fajar,CV. Antara 99, CV. Dafid, CV. Mattoari,CV. Anugerah Permata Aqilah, CV.Polewari Mannasa

5 Tutupan Lahan denganMangrove Pada KegiatanPengelolaan dan RehabilitasiEkosistem Pesisir dan Laut

Kabupaten Majene(Kecamatan Malunda, TuboSendana, Tammerodo,Sendana, Pamboang,Banggae, Banggae Timur)

CV. Rimuku Bhakti, CV. Matoari, CV. Antara 99, CV. Dafid, CV. Dimas Al Gala,CV. Fajar, CV. Empat Tujuh.

6 Tutupan Lahan denganMangrove Pada KegiatanPengelolaan dan RehabilitasiEkosistem Pesisir dan Laut

Kabupaten Polewali Mandar (Kecamatan Binuang danCampalagian)

CV. Sumber Pratama dan CV GoldenMariase)

7 Tutupan Lahan denganBambu daerah sumber-sumber air Pada KegiatanKonservasi Sumber Daya Air dan PengendalianKerusakan Sumber-sumber  Air 

Kabupaten Mamuju(Kecamatan Tapalang,Tommo dan Sinyonyoi)

CV. Hasan Famili, CV. PaleworiMannassa dan CV. Indra Cipta Sarana)

8 Tutupan Lahan dengan

Bambu daerah sumber-sumber air Pada KegiatanKonservasi Sumber Daya Air dan PengendalianKerusakan Sumber-sumber  Air 

Kabupaten Majene

(Kecamatan Malunda, Tubo,Tammerodo, Sendana danPamboang)

CV. Fadillah, CV. Golden Mariase, CV.

Rafli, CV. Cahaya Halim, CV. RetnoBhakti Persada, CV. Dafid, CV. Dimas AlGala, CV. Antara 99, CV. Bumi Tipalayo,CV. Mutiara Biru, CV. Jaya Buana, CV.Iankidi Abadi, CV. Sumber Pratama, CV.Panca Niaga, CV. Zamrud Oryza, CV. Anugerah Permata Aqilah dan CV.Mattapa

9 Tutupan Lahan denganBambu daerah sumber-sumber air Pada KegiatanKonservasi Sumber Daya Air dan Pengendalian

Kerusakan Sumber-sumber  Air 

Kabupaten Polewali Mandar (Kecamatan Tinambung,Limboro, Balanipa,Campalagian, Mapilli,Wonomulyo, Luyo dan

Tubbi Taramanu)

CV. MasalehPutra, CV. Karya TigaPutra, CV. Matoari, CV. Rifqi Putra, CV.Fajar, CV. Empat Tujuh, CV. NurfadilahKonstruksi dan CV. Tamamaung Jaya

Page 151: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 151/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

4

No. Nama Kegiatan Lokasi Kegiatan Pelaksana Kegiatan

10 Tutupan Lahan denganBambu daerah sumber-sumber air Pada KegiatanKonservasi Sumber Daya Air 

dan PengendalianKerusakan Sumber-sumber  Air 

Kabupaten Mamasa(Kecamatan Mamasa,Tawalian, Sesena Padang,Sumarorong dan

Tandukalua')

CV. Asri Sejahtera Mandiri, CV. CahayaGunung, CV. Rafara, CV. RadithyaRezky Gemilang, CV. Admi Karya, CV.Fatihah dan CV. Sinar Muda Mandiri

11 Pembuatan Demplot Kehati Desa Adolang, KecamatanPamboang, KabupatenMajene

CV. Zamrud Oryza

12 Stimulus Tanaman KayuEboni

Desa Ako, KecamatanPasangkayu, KabupatenMamuju Utara

CV. Jaya Buana

13 Pemicuan Jamban Sehat(PJS)

6 kabupaten Tim PJS Kabupaten dan Propinsi (DinasKesehatan Provinsi Sulawesi Barat)

Sumber : Tabel UP-2 Buku Data

Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan perbaikan fisik

lingkungan untuk tahun 2015 ini di titik beratkan pada penutupan lahan baik

lahan-lahan yang sudah kritis maupun untuk pencadangan sumber daya air.

IV-B. AMDAL UKL/UPL

Implikasi akibat eksploitasi sumber daya alam oleh kegiatan dan atau usaha

adalah kerusakan lingkungan hidup sementara instrument kebijakan lingkungan

hidup terutama aspek kelembagaan dan sumber daya manusia belum memadai

untuk mengimbangi tingginya intesitas kerusakan lingkungan. Salah satu alternatif 

yang dapat dilakukan adalah penerapan istrumen AMDAL-UKL/UPL secara lebih

tegas khusunya bagi rencana kegiatan dan atau usaha yang berdampak terhadap

lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun tidak jarang 

penerapan AMDAL-UKL/UPL untuk setiap rencana dan atau kegiatan malah

dijadkan komoditi ungglan bagi beberapa perusahaan konsultan sebagai suatu

sumber penghasilan.

Dokumen izin lingkungan

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang 

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 36 ayat (1) dan pasal 40

ayat (1) serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin

Lingkungan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 yang pada intinya memuat bahwa setiap

kegiatan dan atau usaha yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup,

wajib memiliki izin lingkungan sebagai dasar untuk menerbitkan izin-izin lainnya.

Page 152: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 152/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

5

Adapun jenis usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki izin lingkungan

termasuk skala dan besaran kapasitasnya dapat lebih jelasnya diatur dalam

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 5 Tahun 2010.

Pada tahun 2015 ini, Badan Hidup Provinsi Sulawesi Barat berkonsentrasi untuk

menyelesaikan pembahasan dokumen dari beberapa jenis usaha dan/atau

kegiatan yang telah beroperasi sebelum dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2009

tentang PPLH. Berikut beberapa dokumen lingkungan yang ditetapkan pada tahun

2015 yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat.

Tabel 4.3 :

Dokumen Izin Lingkungan

No.  Jenis

Dokumen  Kegiatan Pemrakarsa

1 UKL-UPL Pembangunan T/L 150 kV Mamuju-Pasangkayu danGardu Induk Terkait, di Kabupaten Mamuju (KecamatanMamuju, Kalukku, Papalang dn Kecamatan Sampaga);Kabupaten Mamuju Tengah (Kecamatan Pangale,Budong-Budong, Tobadak, Topoyo,dan KecamatanKarossa); Kabupaten Mamuju Utara (KecamatanDapurang, Sarudu, Baras, Lariang, Tikke Raya,Pedongga dan Kecamatan Pasangkayu) ProvinsiSulawesi Barat

PT. PLN (Persero) UIPXIII

2 DELH Pembangunan Ruas Jalan Nasional di Provinsi SulawesiBarat Sepanjang 669,49 Kilo Meter.

Balai Besar PelaksanaanJalan Nasional VIMakassar.

3 DELH Kegiatan Operasional Pelabuhan PenyeberanganMamuju

PT. ASDP IndonesiaFerry Cabang Balikpapan.

4 DELH Kegiatan Operasional Pelabuhan Pulau Ambo Mamuju Kantor UnitPenyelenggaraPalabuhan Kelas IIIMamuju DitjenPerhubungan LautKementerianPerhubungan RI

5 DELH Kegiatan Operasional Pelabuhan Pulau PoponganMamuju

Kantor UnitPenyelenggaraPalabuhan Kelas IIIMamuju DitjenPerhubungan Laut

KementerianPerhubungan RI

Sumber : Tabel UP-3 Buku Data

Pengawasan Izin Lingkungan Amdal, UKL/UPL, SPPL)

Dalam pasal 71 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup dikatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah

Daerah sesuai dengan kewenangannya, berkewajiban melakukan pengawasan

terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap

ketentuan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang 

berlaku. Dalam hal melakukan pengawsan lingkungan, maka Gubernur selaku

Page 153: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 153/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

6

kepala pemerintahan di tingkat provinsi dapat mendelegasikan kewenangannya

dalam melakukan pengawasan kepada pejabat atau instansi yang bertanggung 

 jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Merujuk pada ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, maka pemerintah daerah

Provinsi Sulawesi Barat melalui Badan Lingkungan Hidup melakukan pengawasan

terhadap usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh

Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Berikut hasil pengawasan pada beberapa

perusahaan yang berada dalam wilayah Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat :

Tabel 4.4 :

Hasil Pengawasan Izin Lingkungan

No.Nama

Perusahaan/Pemrakarssa

Waktu (tgl/bln/thn) Hasil Pengawasan

1 PT. TanjungSarana Lestari 24 Agustus 2015 Berdasarkan hasil pemantauan RKL-RPL dilapangan PT.Tanjung Sarana Lestari, dianggap telah taat hukum danketentuan yang berlaku.

2 PT. UnggulWidya TeknologiLestari

28 Agustus 2015 Berdasarkan hasil pemantauan RKL-RPL dilapangan PT.Unggul Widya Teknologi Lestari, dianggap telah taathukum dan ketentuan yang berlaku.

3 PT. Pasangkayu 20 Agustus 2015 Berdasarkan hasil pemantauan RKL-RPL dilapangan PT.Pasangkayu, dianggap telah taat hukum dan ketentuanyang berlaku.

4 PT. Mamuang 25 Agustus 2015 Berdasarkan hasil pemantauan RKL-RPL dilapangan PT.Mamuang, dianggap telah taat hukum dan ketentuan yangberlaku.

Sumber : Tabel UP-5 Buku Data

Berdasarkan tabel tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam rangka

melakukan pengawasan terhadap setiap usaha dan atau kegitan yang berdampak

terhadap lingkungan hidup baik secara langsung maupun tidak langsung, maka

Pemerintah Provinsi Suawesi Barat melalui Badan Lingkungan Hidup secara rutin

melakukan pengawasan bagi perusahaan.

Dari hasil pengawasan oleh bidang Amdal dan Tata Lingkungan, Badan

Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat, secara umum dapat dikatakan bahwa

semua perusahaan yang telah dipantau telah menerapkan ketentuan yang 

tercantum dalam dokumen Amdal-UKL/UPL yang telah ditetapkan.

Selain pengawasan aktif yang dilakukan oleh Bidang Amdal dan Tata Lingkungan,

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat melalui program Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara rutin setiap tahunnya melakukan

pengawasan terhadap penaatan perusahaan dalam mengelola lingkungan melalui

kegiatan penilaian peringkat kinerja perusahaan (Proper).

Page 154: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 154/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

7

IV-C. PENEGAKAN HUKUM

Dalam proses penegakan hukum lingkungan, ada dua prinsip dasar yang 

diterapkan oleh pemerintah yakni Command and Control (atur dan awasi) dan self 

monitoring (awasi diri sendiri). Pada proses command and control, pemerintahmenetapkan dan mengawasi pelaksanaan dari peraturan-peraturan dan standar

yang harus dipatuhi. Pada self monitoring, pelaku kegiatan wajib untuk melakukan

pengawasan dan pemantauan dalam pengelolaan kegiataan yang dilakukan

khusunya dampak yang ditimbulkan dan melaporkannya kepada pihak

pemerintah.

Untuk megatasi permasalahan-permasaah lingkungan baik yang ditimbulkan oleh

kegiatan dan atau usaha yang berdampak terhadap lingkungan dan masyarakatsekitarnya, maka selaun aturan yang telah ditetapkan, pemerintah Provinsi

Sulawesi Barat melalui Badan Lingkungan Hidup telah membentuk Pos Pelayanan

Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sejak tahun 2008.

Namun disadari bahwa daam pelaksanaan dan pengelolaannya belum dapat

berjalan maksimal. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya

manusia dalam pengelolaan Pos P3SLH tersebut. Disamping itu, adanya

kecenderungan masuarakat untuk enggan melaporkan setiap indikasi terjadinya

pengrusakan dan atau pencemaran lingkungan.

Status Pengaduan Masyarakat

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2010 telah diatur

tentang mekanisme dan tata cara penyelesaian pengaduan dan sengketa

lingkungan hidup yang mempersyaratkan bahwa pejabat yang melakukan

pengawasan terhadap ketaatan setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak

penting terhadap lingkungan hidup adalah pejabat PPLH. Namun hingga saat ini, di

Provinsi Sulawesi Barat belum ada pejabat PPLH yang telah ditetapkan oleh

Gubernur walaupun sudah ada beberapa orang yang telah mengikuti diklat.

Untuk mengantisipasi kekosongan dalam melakukan pengawasan dan

penanganan pengaduan lingkungan hidup, mengacu pada Undang-Undang nomor

32 Tahun 2009 pada pasal 71 ayat (2); dalam hal melakukan pengawasan,

Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota dapat melimpahkan kewenangannya kepada

pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perindungan dan atau

pengelolaan lingkungan hidup.

Page 155: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 155/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

8

Berikut beberapa pengaduan masyarakat yang dapat dihimpun sepanjang tahun

2015 dan sebagian besar telah diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.

Tabel 4.5 : Status Pengaduan Masyarakat

No. Masalah Yang Diadukan Status1 Pengambilan Sirtu di Gentungan, Kabupaten Mamuju Sudah Diselesaikan dengan

musyawarah

2 Penambangan Pasir di Dusun Martajaya, Kabupaten Mamuju Utara Kegiatan dihentikan

3 Pemotongan Hewan di Pasangkayu, Mamuju Utara Kegiatan dihentikan

4 Pengerukan Sungai di Desa Wulai, Mamuju Utara Kegiatandihentikan

5 Pengerukan Tanah dan Pembuatan Jetty di Desa Doda, Mamuju Utara Kegiatan dihentikan

6 Pembuatan arang dari batok kelapa di Keluarahan Pasangkayu,Mamuju Utara

Kegiatan dihentikan

7 Penambangan liar di Desa Randomayang, Mamuju Utara Kegiatandihentikan

8 Penimbunan Saluran Air Pembuangan Drainase, samping hotel

d'Maleo Mamuju

Diselesaikan dengan

musyawarah dan mufakat9 Pembuangan tanah Urugan ke Sungai Mamasa Dibuatkan rekomendasi

tindak lanjut

10 Kebakaran hutan dan lahan di Kecamatan Pangale, Mamuju Tengah Dibuatkan rekomendasitindak lanjut

11 Kebakaran hutan dan lahan di Polewali Mandar Dibuatkan rekomendasitindak lanjut

12 Pengambilan Pasir di Kecamatan Tikke, Mamuju Utara Diselesaikan denganmusyawarah

13 Pembukaan Pertambangan Pasir di Kecamatan Tikke, Mamuju Utara Dibuatkan rekomendasi

14 Pengambilan Sirtu di Sungai Tinambung, Polewali Mandar Dibuatkan rekomendasitindak lanjut

15 Pengambilan Sirtu di Sungai Adolang, Kabupaten Majene Kegiatan Dihentikan

16 Penambangan Pasir di Desa Tubo, Kabupaten Majene Kegiatan dihentikan

17 Penambangan sirtu di Kecamatan Mambi, Kabupaten Mamasa Disarankan untuk menjagakualitas lingkungan

Sumber : Tabel UP-5 Buku Data

Jika ditinjau dari segi status pengaduan masyarakat, dari sebelas jenis kasus yang 

diadukan oleh masyarakat di masing-masing Kabupaten, semuanya dapat

dinyatakan selesai. Sebagaiman tahun-tahun sebelumnya, dari 17 kasus yang 

diterima sepanjang tahun 2015, kasus yang paling banyak menyita perhatian

publik adalah pengambilan sirtu di sungai-sungai untuk pembangunan

infrastruktur yang kurang memperhatikan kondisi lingkungan setempat.

Dalam rangka mengoptimalisasikan pelaksanaan pengeloaan Pos Pelayanan

Pengaduan dan Penyelesaian Lingkungan Hidup, maka diperlukan sarana dan

prasarana yang memadai serta peningkatan sumber daya manusia dalam

pengelolaan lingkungan hidup. Di lain pihak, partisipasi masyarakat, LSM dan

stakeholders lainnya sangat dibutuhkan dalam mendukung terciptanya lingkungan

Page 156: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 156/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

9

hidup yang nyaman produktif dan berkelanjutan untuk masa depan generasi

mendatang.

IV-D. PERAN SERTA MASYARAKAT

Dalam meningkatkan perlindungan dan pegelolaan lingkungan hidup, diperlukan

partisipasi dari semua pihak khusunya peran serta masyarakat dalam mendukung 

program pemerindah dalam upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup. Dengan

diterapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah,

maka permasalahan lingkungan hidup di daerah sebahagian besar menjadi

tanggung jawab pemerintah daerah. Oleh karena itu, pemerintah dalam

menjalankan pembangunan harus membangun kerjasama yang sinergi dengan

pihak swasta, dan masyarakat. Tanpa dukungan dan partisipasi dari pihak luar,

maka program pemeritah tidak akan bias berjalan dengan baik.

Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM) Lingkungan Hidup

Tabel 4.6 :

Lembaga Swadaya Masyarakat Lingkungan Hidup

No. Nama LSM Alamat

1 Forum Daerah Aliran Sungai Jl. Abd. Syakur Mamuju

2 Forum Kajian Lingkungan Hidup Manakarra(FKLM)

Jl. Andi Maksum Dai No. 30 Mamuju

3 GEMPAR Mamuju

4 Green World Jl. Pendidikan, Tatoa-Mamasa5 Hijau Hitam Institute Desa Kabiraan, Kecamatan Ulumanda Kabupaten

Majene

6 Kelompok Kerja Peduli Lingkungan (KKLPH) Jl. Ahmad Yani No. 66 Majene

7 Lembaga Indonesia Bangkit (Gesit) Jl. Dr. Ratulangi No. 98 Mamuju

8 Lembaga Pemerhati Sosial Masyarakat danLH (LPSM-LH)

Jl. Abd. Waris dg Tompo No. 12 Majene

9 Lembaga Rakyat Pro Demokrasi (LR Prodem) Jl. Emmy Saelan Mamuju

10 Lingkar Study Demokrasi (LSD) Jl. Emmy Saelan Mamuju

11 LSM Pedul Lingkungan dan Kelautan (LSM-PLK)

Komp. BTN Pelopor Leppe Indah Blok M8 No. 6Majene

12 LSM Pemerdayaan Sosial dan LingkunganHidup

Jl. Nelayan No. 110 Mamuju

13 LSM Pesisir BTN Graha Pelabuhan Mamuju

14 LSM Bumi Hijau Jl. Maccerinnae Mamuju

15 Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup sertaPengelolaan dan Pengembangan Pertanian(MPL-P3)

Jl. Yonggang Majene

16 Walhi Sulbar Jl. WR Monginsidi No. 32 Majene

17 Yanmarindo Jl. Abd. Waris dg Tompo No. 5 Majene

18 Yayasan Gunung Sahara Jl. Abd. Syukur Rahim Majene

19 Yayasan Pemerhati PembangunanIndonesia Jl. Syamsuddin No. 6 Majene

20 Yayasan Salili Mandar Jl. Jend. Sudirman Majene

21 YPMMD Desa Puttada, Kecamatan Sendana, KabupatenMajeneSumber : Tabel UP-6 Buku Data

Page 157: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 157/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

10

Untuk mendukung program pemerintah dalam perbaikan kualitas lingkungan,

salah satu unsur yang mempunyai peranan penting dalam pengelolaannya adalah

Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Untuk

Provinsi Sulawesi Barat, Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang 

lingkungan hidup masih sangat terbatas.

Berdasarkan data yang dihimpun dari masing-masing Kabupaten, LSM Lingkungan

hidup di Kabupaten Mamuju Utara sebagai Kabupaten yang memiliki perusahaan

yang cukup besar dari sektor perkebunan dan industri pengolahan kelapa sawit,

belum memiliki LSM lingkungan hidup. Untuk Kabupaten Mamasa, terdata hanya

satu LSM Lingkungan Hidup.

Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup

Sebagai wujud apresiasi pemerintah kepada orang atau kelompok yang telah

berjasa di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Maka

pemerintah berkewajiban memberikan penghargaan sesuai dengan jasa-jasa yang 

telah disumbangkan terhadap perbaikan kualitas lingkungan hidup.

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat

memberikan penghargaan kepada mereka yang telah berjasa dalam perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup yang secara seremonial diserahkan dalam

rangka memperingati hari lingkungan hidup seduani di tingkat Provinsi Sulawesi

Barat. Selai itu, kepada mereka yang dinyatakan layak untuk diajukan ke tingkat

Nasional, juga diajukan untuk dapat memperoleh penghargaan lingkungan hidup.

Kegiatan ini dimaksudkan bukan sekedar memberikan apresiasi, akan tetapi

untuk mendorong masyarakat lain baik secara individu maupun kelompok untuk

terlibat aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Berikut beberapa penerima penghargaan lingkungan hidup tahun 2015 baik di

tingkat provinsi maupun nasional.

Tabel 4.7 : Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat

No.  Nama Orang/Kelompok/Organisasi

  Nama Penghargaan Pemberi Penghargaan  Tahun

Penghargaan

1 PT. Pasangkayu Peringkat Proper HijauMenteri Lingkungan Hidupdan Kehutanan RI

2015

2 PT. Letawa Peringkat Proper HijauMenteri Lingkungan Hidupdan Kehutanan RI

2015

3 PT. Unggul Agribaras Peringkat Proper BiruMenteri Lingkungan Hidup

dan Kehutanan RI2015

Page 158: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 158/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

11

No.  Nama Orang/Kelompok/Organisasi

  Nama Penghargaan Pemberi Penghargaan  Tahun

Penghargaan

4 PT. Unggul WTL Peringkat Proper BiruMenteri Lingkungan Hidupdan Kehutanan RI

2015

5 PT. Surya Raya Lestari Peringkat Proper HijauMenteri Lingkungan Hidup

dan Kehutanan RI2015

6 PT. Surya Raya Lestari II Peringkat Proper BiruMenteri Lingkungan Hidupdan Kehutanan RI

2015

7PT. Manakarra UnggulLestari

Peringkat Proper BiruMenteri Lingkungan Hidupdan Kehutanan RI

2015

8 SMP PT. Pasangkayu Adiwiyata Nasional Menteri LHK dan Mendiknas 2015

9 SD Negeri 01 Pasangkayu Adiwiyata Nasional Menteri LHK dan Mendiknas 2015

10SD Negeri 029 InpresSumberjo

 Adiwiyata Nasional Menteri LHK dan Mendiknas 2015

11 Pemerintah KabupatenMajene

Penyusun SLHDTerbaik Pertama

Gubernur Sulawesi Barat 2015

12Pemerintah KabupatenPolewali Mandar 

Penyusun SLHDTerbaik Kedua

Gubernur Sulawesi Barat 2015

13Pemerintah KabupatenMamuju

Penyusun SLHDTerbaik Ketiga

Gubernur Sulawesi Barat 2015

14 SMP PT. PasangkayuSekolah AdiwiyataProvinsi

Gubernur Sulawesi Barat 2015

15 SMA Neg. 1 SendanaSekolah AdiwiyataProvinsi

Gubernur Sulawesi Barat 2015

16SD Negeri 02 Kampung

Baru

Sekolah Adiwiyata

Provinsi

Gubernur Sulawesi Barat 2015

17 SMKN 3 MajeneSekolah AdiwiyataProvinsi

Gubernur Sulawesi Barat 2015

18SD Negeri 029 InpresSumberjo

Sekolah AdiwiyataProvinsi

Gubernur Sulawesi Barat 2015

19 SMA Negeri 3 PolewaliSekolah AdiwiyataProvinsi

Gubernur Sulawesi Barat 2015

20 SMP Negeri 3 PolewaliSekolah AdiwiyataProvinsi

Gubernur Sulawesi Barat 2015

21 MAN PolmanSekolah AdiwiyataProvinsi

Gubernur Sulawesi Barat 2015

22 SD Negeri 066 Pekkabata Sekolah AdiwiyataProvinsi

Gubernur Sulawesi Barat 2015

23 SMA Negeri 1 PolewaliSekolah AdiwiyataProvinsi

Gubernur Sulawesi Barat 2015

Sumber : Tabel UP-7 Buku Data

Kegiatan Sosialisasi Lingkungan Hidup

Dalam mendorong partisipasi masyarakat serta meningkatkan kemampuan

aparatur dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka

diperlukan penyuluhan dan sosialiasi kepada masyarakat serta pelatihan-

pelatihan kepada aparatur pengelola lingkungan. Dalam tahun 2015, pemerintah

Page 159: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 159/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

12

Provinsi Sulawesi Barat melalui Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat

dan beberapa Instansi Terkait Lingkungan Hidup telah melakukan berbagai

kegiatan sosialisasi baik kepada masyarakat maupun terhadap aparat

pemerintah sebagai pengambil kebijakan mengenai pentingnya perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup.

Berikut beberapa kegiatan sosialiasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi

Sulawesi Barat dalam tahun anggaran 2015 baik yang bersumber dari Anggaran

Belanja Daerah maupun melalui dana Dekonsetrasi.

Tabel 4.8 :

Pelaksanaan Sosialisasi Tahun Anggaran 2015

No. Nama Kegiatan Instansi Penyelenggara Kelompok SasaranWaktu

Penyuluhan

(Bulan/tahun)1 Sosialisasi dan

pembinaan LisensiKomisi Penilai Amdal diKabupaten PolewaliMandar 

BLH Provinsi Anggota Komisi Penilai Amdal,Tim Teknis Komisi Penilai Amdal dan Sekretariat KomisiPenilai Amdal KabupatenPolewali Mandar 

 April 2015

2 Sosialisasi danpembinaanLisensiKomisi Penilai Amdal diKabupaten Majene

BLH Provinsi Anggota Komisi Penilai Amdal,Tim Teknis Komisi Penilai Amdal dan Sekretariat KomisiPenilai Amdal KabupatenPolewali Mandar 

 April 2015

3 Pelatihan Fasilitator 

STBM (SanitasiTotal BerbasisMasyarakat)

Dinas Kesehatan Propinsi

Sulawesi Barat

Dinas Kesehatan Kabupaten

dan Puskesmas di 6 kabupaten

 April 2015

4 PelatihanPengawasanKualitas Air 

Dinas Kesehatan PropinsiSulawesi Barat

Dinas Kesehatan Kabupatendan Puskesmas

Juni 2015

5 Sosialisasi Proper Bid. PengendalianPencemaran danPengelolaan Limbah BLHProv. Sulbar 

Perusahaan dan Rumah Sakit Juli 2015

6 SosialisasiPembinaan Petani

pemakai Air 

Disbun Provinsi Poktan Kakao di Desa Ako kec.Pasangkayu Kab. Mamuju

Utara

 Agustus 2015

7 Sosialisasi / BimtekPengelolaan B3dan LB3

Bid. PengendalianPencemaran danPengelolaan Limbah BLHProv. Sulbar 

Hotel, Rumah Sakit/Puskesmas, Bengkel, InstansiTerkait,Perusahaan/Wiraswasta

November 2015

8 Sosialisasi RendahEmisi Karbon

Disbun Provinsi Poktan Kakao di Desa BebangaKec. Kalukku Kab. Mamuju

Nopember 2015

9 Advokasi danSosialisasi Pasar Sehat

Dinas Kesehatan PropinsiSulawesi Barat

Lintas Sektor (Kelautan &Perikanan, Perdagangan,Perindustrian & Koperasi,Bappeda, PMD)

Nopember 2015

Page 160: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 160/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

13

No. Nama Kegiatan Instansi Penyelenggara Kelompok SasaranWaktu

Penyuluhan(Bulan/tahun)

10 OrientasiPengelolaanLimbah Medis di

Fasiltas PelayananKesehatan

Dinas Kesehatan PropinsiSulawesi Barat

Pengelola Program KeslingDinkes Kab, RSUD Kabupatendan Propinsi, BLH Kabupaten

dan Propinsi

Desember 2015

11 PelatihanPenyusunanRencana KerjaPengamanan Air Minum (RK-PAM)

Dinas Kesehatan PropinsiSulawesi Barat

Dinas Kesehatan Kabupaten Desember 2015

12 Evaluasi HygieneSanitasi Pangan

Dinas Kesehatan PropinsiSulawesi Barat

Dinas Kesehatan Kabupatendan Puskesmas

Desember 2015

Sumber : Tabel UP-8 Buku Data

IV-E. KELEMBAGAAN

Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014, maka pemerintah daerah diberikan kewenangan dalam mengatur

dan mengelola daerah masing-masing. Agar pelaksanaan pembangunan daerah

dapat berjalan optimal, maka diperlukan penguatan kelembagaan baik dari segi

kapasitas maupun dari segi sumber daya manusia yang mengelolanya.

Produk hukum bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Provinsi Sulawesi Barat yang terbentuk sejak Tahun 2004 berdasarkan Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2004 telah menetapkan berbagai kebijakan daerah

untuk meberikan proteksi terhadap kegiatan pembangunan. Salah satunya adalah

di bidang lingkungan hidup. Berdasarkan amanah yang tercantum dalam undang-

undang bahwa setiap daerah berhak untuk mengatur daerah masing-masing 

melalui peraturan-peraturan daerah yang lebih spesifik menurut keadaan daerah

masing masing.

Di bidang lingkungan hidup, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat telah menetapkan

berbagai peraturan daerah terkait kebijakan pembangunan yang mengarah

terhadap pengelolaan linkgungan. Salah satunya adalah Peraturan Daerah Nomor

4 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagai

tindak lanjut dari penyusunan Peraturan Daerah tersebut, maka sesuai dengan

ketentuan, maka pemerintah wajib segera menyusun peraturan pelaksanaannya.

Untuk itu, pada tahun 2015 ini, Pemerintah Provinsi melalui Badan Lingkungan

Hidup menetapkan dua Peraturan Gubernur.

Page 161: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 161/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

14

Berikut daftar produk hukum yang telah ditetapkan dalam kaitannya dengan

pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Sulawesi Barat :

Tabel 4.9 : Produk Hukum Bidang Lingkungan Hidup

No.   Jenis ProdukHukum   Nomor Tahun Tentang

1 PeraturanGubernur 

25 Tahun 2015 2015 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang wajibdilengkapi dengan Dokumen UKL/UPL

2 PeraturanGubernur 

34 Tahun 2015 2015 Baku Mutu Air  

3 KeputusanGubernur 

98/HK.SB/30/II/2015 2015 Pelimpahan sebagian kewenanganpengenaan sanksi administratif terhadappelanggaran izin lingkungan kepada KepalaBLH Provinsi Sulawesi Barat

4 KeputusanGubernur 

101/HK.SB/30/III/2015 2015 Pembentukan Tim Pembina dan Penilai Adiwiyata Provinsi Sulawesi Barat

5 KeputusanGubernur 

285/HK.SB/30/III/2015 2015 Pembentukan tim penyusun rancanganpergub tentang jenis usaha dan/ataukegiatan yang wajib dilengkapi dengandokumen UKL/UPL

6 KeputusanGubernur 

478/HK.SB/30/V/2015 2015 Izin lingkungan rencana kegiatanpembangunan gardu T/L 150 KV Mamujudan gardu induk terkait oleh PT. PLN IUPXIII

7 KeputusanGubernur 

188.4/580/Sulbar/VIII/2015 2015 Pembentukan tim penilai profil pengelolaantutupan vegetasi kabupaten danlam rangkaprogram MIH Provinsi Sulawesi BaratTahun 2015

8 KeputusanGubernur  188.4/629/Sulbar/IX/2015 2015 Pembentukan Tim Penyusun StatusLingkungan Hidup Daerah ProvinsiSulawesi Barat Tahun 2015

Sumber : Tabel UP-12 Buku Data

Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup

Untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan,

maka dibutuhkan dukungan dana yang memadai untuk memperbaiki kualitas

lingkungan hidup. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan anggaranyang cukup untuk pengelolaan lingkungan hidup.

Anggaran pengelolaan lingkungan hidup bersumber dari Anggaran Pendapatan

Belanja Daerah dan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional pada Pos Anggaran

Lingkungan Hidup yang diaokasikan untuk kegiatan Standar Pelayanan Minimal

mendapatkan porsi yang cukup tinggi.

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa anggaran pengelolaan

linkgungan hidup yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Page 162: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 162/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

15

mengalami peningkatan yang cukup signifikan akan tetapi anggaran yang 

bersumber dari APBN untuk tahun 2015 ini mengalami penirunan yang sangat

signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Tabel 4.10 : Perbandingan Anggaran Lingkungan Hidup Tahun 2013 – 2015

No. Sumber AnggaranJumlah Anggaran

Tahun 2015 Tahun 2014 Tahun 2013

1 APBD 21079938500 7947000000 4210406350

2 APBN 1300000000 2414050000 4500000000

3 Bantuan Luar Negeri*) N/A N/A N/A

Total 22379938500 10361050000 8710406350

Sumber : tabel UP-10A Buku Data

Berdasarkan tabel tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa anggaran di bidang 

pengelolaan lingkungan hidup dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,

khususnya pada alokasi anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan

belanja daerah. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi di tahun 2015 ini yakni

hampir mencapai 150 persen. Namun demikian, pada anggaran yang bersumber

dari anggaran pendapatan dan belanja nasional mengalami penurunan lebih dari

100 persen.

Berikut grafik perbandingan anggaran pengelolaan di bidang lingkungan hidup

dalam tiga tahun terakhir.

Grafik 4.1 :

Perbandingan anggaran pengelolaan lingkungan tahun 2013 – 2015

Sumber : Olah Data Tabel UP-10 Buku Data

Page 163: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 163/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

16

Sebagai wujud dari bentuk pelayanan keada masyarakat, pelaksanaan kinerja

pemerintahan dapat diukur dari standar pelayanan minimal yang dilakukan dalam

setiap kegiatan. Sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan, maka

dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, terdapat empat

komponen yang harus dilaksanakan sebagai wujud dari standar pelayanan

minimal bidang lingkungan hidup antara lain : Kualitas Air, Kualitas Udara, Tutupan

Lahan dan Penegakan Hukum Lingkungan.

Untuk anggaran Lingkungan Hidup tahun 2015 yang dialokasikan untuk kegiatan

Standar Pelayanan Minimal dapat dijabarkan melalui tabel berikut :

Tabel 4.11 : Anggaran Lingkungan Hidup untuk kegiatan SPM

No. Sumber Anggaran Peruntukan Anggaran  Jumlah Anggaran

SebelumnyaJulah AnggaranTahun Berjalan

1 APBD Pemantauan Kualitas Air Sungai 43000000 41230000

 APBD Pemantauan Kualitas Udara 90000000 90320000

 APBD Pengelolaan Pos P3SLH 104710000 64900000

 APBD SPM Bidang Lingkungan Hidup 140678000 N/A

2 APBN Pemantauan Kualitas Air Sungai 290979000 310800000

 APBN Pemantauan Kualitas Udara 461952000 411945000

3 Bantuan Luar Negeri N/A N/A N/A

Sumber : Tabel UP-10 Buku Data

Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup menurut Tingkat

Pendidikan

Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan di bidang lingkungan hiudp, maka

diperlukan tenaga yang memadai. Hingga saat ini, jumlah personil institusi

lingkungan hidup belum memadai. Untuk memenhi standar pelayanan

sebagaimana diatur dalam proporsional jumlah pegawai negeri sipil pada setiap

instansi bahwa setiap seksi membawahi 3 orang staf, maka jumlah personil Badan

Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat seharusnya berjumlah minimal 50

orang, namun hingga tahun 2015 jumlah personil Badan lingkungan hidup baru

mencapai 45 orang.

Jika ditinjau dari segi kualitas pendidikan, aparatur pengeelola lingkungan hidup di

Provinsi Sulawesi Barat, sebanyak 62,22 persen berpendidikan S1, 17,78 persen

berpendidikan SLTA dan sederajat, 13,33 persen berpendidikan S2 dan 6,67

Page 164: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 164/167

Upaya Pengelolaan ingkungan

U -

17

persen berpendidikan diploma, sedangkan untuk pendidikan S3 untuk jumlah

seluruh pegawai aparatur di Provinsi Sulawesi Barat masih sangat terbatas.

Berikut komposisi personil institusi pengelola lingkungan hidup di Sulawesi Barat

hingga akhir tahun 2015.

Grafik 4.2 :

Jumlah Personil Institusi Lingkungan Hidup

Sumber : BLH Prov. Sulbar

Jumlah staf Fungsional Bidang Lingkungan Hidup dan staf yang telah mengikuti

diklat.

Berdasarkan struktur organisasi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat,

sampai saat ini belum ada staf Lingkungan Hidup yang menduduki jabatan

fungsional. Hal ini disebabkan karena belum adanya panduan untuk penetapan

staf fungsional di bidang lingkungan hidup.

Untuk PPNS dan PPLH dari jumlah staf yang ada, beberapa diantaranya sudah

mengikuti beberapa pendidikan dan pelatihan, khusunya PPLH namun belum

secara resmi dilantik menjadi pejabat PPLH. Dari data yang terhimpun, sudah ada

9 Staf yang telah mengikuti diklat PPLH dan PPNS namun belum ada yang 

ditetapkan sebagai pejabat fungsional.

Page 165: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 165/167

Daftar Pustaka

Kementerian Lingkungan Hidup. (2013). Panduan Penyusunan Status Lingkungan

Hidup Daerah 2013-2015. Jakarta: Sekretariat Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Daniel C. Esty, C. K. (2008). Environmental Performance Index. New Haven: Yale

Center for Environmental Law and Policy.

VCU Center for Environmental Studies. (2000, December 6). Virginia Environmental

Quality Index. Dipetik March 10, 2009, dari Virginia Commonwealth

University: http://www.veqi.vcu.edu/index.htm

Supriharyono. (2007). Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir 

dan Laut Tropis. Penerbit Pustaka Pelajar Jakarta.

Gupta, T.R. & Foster, J.H. (1975). Economic Criteria for Freshwater Wetland Policy 

in Massachusetts. American Journal of Agricultural Economics.

Dahuri, dkk. (2001). Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara

Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta.

Gufron & Kordi, (2011). Ekosistem Padang Lamun, Fungsi Potensi dan

Pengelolaan. Rineka Cipta, Jakarta.

Himnasurai Untama, (2012). Pengelolaan Padang Lamun. Himpunan Mahasiswa

Manajemen Sumberdaya Perairan (Himnasurai), UniversitasAntakusuma Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Santoso Budi, (1999). Ilmu Lingkungan Industri, Universitas Guna Darma, Depok :

https://agungborn91.wordpress.com/2010/11/05/dampak-

pertumbuhan-penduduk-terhadap-pendidikan-anak-anak/

Kementerian Lingkungan Hidup. (2009). Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009

Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup RI. Jakarta:

Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Kementerian Lingkungan Hidup. (1999). Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta: Sekretariat

Negara Republik Indonesia.

Kementerian Lingkungan Hidup. (2001). Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun

2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran

 Air . Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Kementerian Lingkungan Hidup. (2003). Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status

Mutu Air . Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Page 166: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 166/167

Bappeda Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Perda Provinsi Sulawesi Barat Nomor 1

Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi 

Barat 2015-2034. Mamuju: Bidang Fisik dan Sarana Prasaranan

Wilayah.

BPS Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Sulawesi Barat Dalam Angka 2015. Mamuju :Sekretariat BPS Provinsi Sulawesi Barat.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. (1997). Keputusan Kepala Bapedal

Nomor 107 Tahun 1997 Tentang Perhitungan dan Pelaporan serta

Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. Jakarta: Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan.

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. (2012). Profil Kehati Provinsi 

Sulawesi Barat. Mamuju: Bidang Pengendalian Kerusakan dan

Konservasi SDA

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Laporan Pelaksanaan

Pos P3SLH Provinsi Sulawesi Barat. Mamuju: Bidang Penaatan dan

Komunikasi Lingkungan.

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Laporan Indeks Kualitas

Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. Mamuju: Bidang Penaatan

dan Komunikasi Lingkungan.

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Laporan Koordinasi 

Pengawasan Lingkungan dan Pengelolaan Pos P3SLH Provinsi Sulawesi 

Barat. Mamuju: Bidang Penaatan dan Komunikasi Lingkungan.

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Laporan Pemantauan

Kualitas Air Sungai. Mamuju: Bidang Pengendalian Pencemaran dan

Pengelolaan Limbah

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Laporan Pemantauan

Kualitas Udara Perkotaan. Mamuju: Bidang Pengendalian Pencemaran

dan Pengelolaan Limbah

Page 167: Buku Laporan SLHD 2015

7/25/2019 Buku Laporan SLHD 2015

http://slidepdf.com/reader/full/buku-laporan-slhd-2015 167/167