16
Forum Aspirasi Mahasiswa FTSP Buletin Mahasiswa FTSP Terdesak Kebutuhan Pengelolaan Sampah Mandiri Sisi Lain Penyediaan AMDK Air Minum untuk Dosen, Perlukah ? SOLID / LANDSCAPE EDISI DESEMBER 2014 Ilustrasi : Adi Nugroho

BuletinLandscapeEdisiDesember

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang diberikan untuk dosen sebagai pelayanan dinilai tidak ramah lingkungan dan boros. Dalam buletin ini kita juga mencoba mengkritik peran para intelektual dari jurusan Teknik Lingkungan yang seakan-akan apatis terhadap masalah ini. Juga, di halaman 15, Solid menampilkan Infografis dari hasil perhitungan divisi penelitian Solid tentang "Menghitung Sampah Botol Plastik di Kampus FTSP"

Citation preview

Page 1: BuletinLandscapeEdisiDesember

Forum Aspirasi Mahasiswa FTSP

Buletin Mahasiswa FTSP

Terdesak Kebutuhan Pengelolaan Sampah MandiriSisi Lain Penyediaan AMDK

Air Minum untuk Dosen, Perlukah ?

SOLID / LANDSCAPE EDISI DESEMBER 2014

Ilust

rasi

: Adi

Nug

roho

Page 2: BuletinLandscapeEdisiDesember

2LA

ND

SCAP

ED

ES 2014

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat dari Allah SWT hingga buletin LANDSCAPE edisi November ini

sampai ke tangan kalian, pembaca. Bahasan buletin edisi kali ini me- ngacu pada salah satu disiplin ilmu dalam kampus kita, Teknik Ling- kungan. Seperti sebuah kutipan dari Albert Einstein: The important thing is to never stop questioning. Hal yang penting adalah tidak per-nah berhenti bertanya. Tentunya, sebagai mahasiswa, kita memang tidak boleh berhenti bertanya. Kenapa kita harus belajar ini? Kenapa ilmu kita memberikan pengetahuan ini? Kenapa kebijakan dari kam-pus seperti ini? Mari kita budayakan bertanya dan peduli, stop men-jadi generasi apatis. Salam PERSMA!

Dua tahun terakhir ini air minum untuk dosen diberikan dalam ben-tuk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Kebijakan ini diambil kare-na dinilai paling praktis dan menghemat biaya. Namun di sisi lain ke-bijakan ini menimbulkan dua dampak: pembelian AMDK yang cukup boros dan banyaknya jumlah sampah plastik AMDK yang dihasilkan. Bukan hanya dosen, pemakaian AMDK oleh mahasiswa pun tidak sedikit. Dampak dari hal kecil ini ke depannya perlu diperhatikan. Apa solusi jangka panjangnya?

Alamat Redaksi: Jalan Kaliurang Km 14,5 Kampus Terpadu FTSP UII Basement, Yogyakarta 55581. 085729298675 | [email protected] fax 895330

@solidftspuii | Instagram @solidftspuii

DA

FTAR

ISI

Air Mineral untuk Dosen, Perlukah?4

Terdesak Kebutuhan Pengelolaan Sampah Mandiri 6

FTSP sebagai salah satu Fakultas di kampus yang berpredikat ‘Green Campus’’ ironisnya belum memiliki sistem pengelolaan sampah mandiri. Sampai saat ini sampah di FTSP dikelola oleh pihak swasta yang bekerja sama dengan UII. Prodi Teknik Lingkungan yang bera-da dinaungan FTSP sendiri juga belum menerapkan sistem penge-lolaan sampah mandiri. Sampah-sampah di FTSP, untuk pemilah-annya, diserahkan kepada Cleaning Serice.

DAFTAR ISI

SAPAAN

2 10 133 11 148 12 15

DAFTAR ISISapaan Redaksi

OPINISisi Lain Penyedian AMDK

SKETSAApa Kabar Birokrat ?

EDITORIALSurat Pembaca

CERPENUjung Sebuah Persahabatan

RESENSI Kematian Bagi Pemimpin Kejam

GALERIDemi Keluarga Aku Siap Bekerja

IPTEKSemen Ramah Lingkungan

INFOGRAFIS

PEMIMPIN UMUMArya Praditya G

BIRO UMUM Osi Novenda S

STAFF BIRO UMUMLuthfiana RahmasariPEMIMPIN REDAKSI

Andi Mufly M.MREDAKTUR PELAKSANA

Fathia R.N.HusnaREDAKTUR FOTOIqbal Ramadhan

REDAKTUR LAYOUT DAN ILUSTRASIArifin Agus S

STAFF REDAKSI Sofiati Mukrimah, Nurul Fajri, Baiq Raud-

hatul J, Adi NugrohoPIMPINAN P3Helmy Badar N

STAFF P3M. Arief Guswandi, Muhammad Irfan A,

Bowin Yulianti, Mia Erpinda

Page 3: BuletinLandscapeEdisiDesember

3LA

ND

SCA

PE

DES

20

14

Dari 12511435 – Mahasiswa yang Gagal Konversi Nilai Kurikulum BaruUntuk: Petinggi FTSP, khususnya Teknik Sipil

Mohon diperbaiki lagi sistem untuk kurikulum baru yang kurang maksimal ini, menurut saya, karena saya merasa dirugikan kemarin pada saat konversi nilai, saya gagal key in karena error pada sistem dan itu hanya terjadi pada beberapa orang saja dari sekian ribu mahasiswa di FTSP. Alhasil sekarang kuliah saya berantakan jadwalnya dari jadwal yang telah saya buat, semoga ke depan ga ada lagi mahasiswa yang dirugikan.

EDIT

OR

IAL

Air Minum dalam Kemasan (AMDK) yang diberikan untuk dosen sebagai bentuk pelayanan dinilai bo-ros. Selain karena banyaknya jumlah AMDK yang dihabiskan setiap harinya, kebijakan ini juga sedikit banyak berdampak buruk pada lingkungan. Meskipun praktis, namun sebenarnya akan jauh lebih hemat bila ada kebiasaan untuk membawa minum sendiri untuk kemudian diisi ulang di kampus. Namun, kembali lagi ke setiap individunya, kebiasaan menjadi batu sandungan. Apalagi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) memiliki program studi (prodi) Teknik Lingkungan. Minimal dengan hadirnya Teknik Lingkungan, kebijakan yang dibuat bisa disesuaikan agar ramah lingkungan. Sampah-sampah plastik yang berasal dari AMDK menye-babkan timbunan sampah yang tidak banyak diketahui warga FTSP. Bahkan tempat penimbunan sampahnya pun tidak bisa disebut layak. Keberadaannya tidak akan disadari orang lain. Walaupun sederhana, sudah sepantasnya FTSP memiliki pengelolaan sampah mandiri. Sampah botol plastik utamanya, perlu diolah se-cara khusus karena sulit terdegradasi dan bisa digenangi air. Sudah sepantasnya kita tidak lagi memandang remeh masalah AMDK. Pengurangan AMDK, sekecil apapun, akan berdampak pada kita dan lingkungan ke depannya.

EDITORIAL

SURAT

Page 4: BuletinLandscapeEdisiDesember

4LA

ND

SCAP

ED

ES 2014

Sebenarnya kita service self lagi artinya dosen lebih mandiri juga tidak harus dilayani,” kata Andik Yulianto.

Oleh: Sofiati MukrimahReporter: M. Irfan Ardiansyah, Adi Nugroho,Nurul Fajri, Helmy Badar Nahdi

Foto : Sofiati Mukrimah

Air Mineral untuk Dosen, Perlukah?

LAPORANUTAMA

Sejak dua tahun terakhir, konsep penyediaan air minum untuk dosen di FTSP berubah. Dulu-

nya, air minum untuk dosen dise-diakan dalam bentuk air mineral gelas. Namun, cara ini dirasa kurang sopan dan tidak praktis. Air minum kemudian diberikan kepada dosen secara manual, diantar ke tiap kelas dengan gelas. Cara ini dinilai mere-potkan karena harus melibatkan bantuan orang lain. Akhirnya, Ba-gian Perkuliahan mengusulkan untuk menyediakan air minum dalam botol air mineral. Kebijakan ini kemudi-an disetujui karena dianggap lebih praktis.

Trisno Lelono, Ketua Bagian Per-bekalan menerangkan penyediaan air mineral untuk dosen merupakan usul dari bagian perkuliahan. Menurutnya, cara ini merupakan cara paling prak-tis. Soal kemungkinan untuk menye-diakan air minum dalam bentuk ga-lon saja, Trisno merasa hal itu tidak mungkin. “Kalo itu kan kembali man-ual lagi. Dulu pake gelas, diantar ke kelas, masa mau kembali ke dulu lagi

kan juga enggak mung- kin.”

Sejalan dengan per-nyataan dari Trisno, salah satu dosen jurusan Teknik Lingkungan, Andik Yulianto, juga meman-dang penyediaan air mineral untuk dosen ini bukanlah suatu masalah. Menurutnya, justru lebih banyak mahasiswa yang

menghasilkan sampah daripada dosen. “Banyakan mahasiswa yang pakai ini (botol plastik) lah daripada dosen, dosen itu berapa sih?” sang-gahnya, saat ditemui Senin (17/11) lalu.

Namun Erwin Ketna Wirandani, mahasiswa Teknik Lingkungan 2012 berpendapat lain. Menurutnya, jika dihitung secara kasar, timbunan sampah Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) akan cukup banyak. Apalagi, AMDK termasuk ke dalam sampah non organik yang membutuhkan waktu lama untuk terurai oleh tanah. Sebagai alternatifnya, Erwin menam-bahkan, lebih baik jika dosen mem-bawa sendiri tempat minum sehing-ga hanya perlu diisi ulang.

Menurut Andik, dosen yang mem-bawa tempat minum sendiri adalah permasalahan kebiasaan. Selain itu, dari perkuliahan sendiri juga sudah menyediakan air minum dalam galon air. Belum lagi soal kepraktisan. “Mi-sal ya kita kalau dia (dosen) gak bawa botol ya kita siapkan aja yang praktis toh ini bagian dari layanan. Kan gitu.”

Ketika disinggung masalah kepraktisan tersebut, Erwin kembali berpendapat lain. Menurutnya, jus-tru pemakaian AMDK-lah yang tidak praktis. “Kalau misal kita pakai tem-pat minum yang bisa dipakai lagi kan sebenarnya simpel tinggal diisi, kotor cuci, diisi, kotor, cuci, isi ini kan lebih simpel sebenarnya kalau kita logika kembali.”

Kebijakan ini sendiri merupa-kan wewenang dari Wakil Dekan. Hartono dari bagian perkuliahan menolak disebut sebagai pengambil kebijakan. Bagian perkuliahan hanya mengusulkan, lalu disetujui. “Kami hanya membantu distribusi,” kata- nya. Namun, wakil dekan periode baru ini, Setya Winarno tidak berse-dia diwawancarai karena belum me- ngerti permasalahan ini.

Mengenai jumlah AMDK yang dikeluarkan bagian perbekalan, Trisno menjelaskan dalam satu hari kuliah ada 3-4 kardus AMDK merk Nestle yang disediakan. Jumlah itu menurut Trisno, sudah maksimal dan tidak bisa ditambah lagi. Ter-kait dengan masalah merk, Trisno menjelaskan dosen-dosen meminta merk Nestle dengan alasan produk lokal. “Masalahnya lain. Ini kan pro-duk Indonesia juga.” Lain lagi dengan jumlah sampah AMDK dari kantin. 20 kardus berisi air mineral merk Aqua bisa habis dalam kurun waktu 3-4 hari. Artinya, dalam sehari kantin bisa menjual 5-7 kardus AMDK merk Aqua. Meskipun begitu, Andik tidak sekadar mempersoalkan kuantitas

LAP

UT

Erwin Ketna Wirandani saat diwawancara

Page 5: BuletinLandscapeEdisiDesember

5LA

ND

SCA

PE

DES

20

14

namun juga kepedulian setiap war-ga FTSP terhadap lingkungan. Justru menurutnya, kuantitas sampah plas-tik itu sendiri tidaklah seberapa kare-na sampahnya bisa dijual. “Itu kan kalau dijual tidak ada masalah juga artinya itu sesutu yang masih bisa bermanfaat.”

Soal anggaran yang dikeluarkan untuk pembelian AMDK ini, Rina Wahyuningsih selaku ketua bagian Keuangan menjelaskan bahwa tiap bulannya pengeluarannya bisa ber-beda. Ketika diklarifikasi soal penge-luaran AMDK mencapai 4 jutaan rupiah tiap bulannya, Rina menampik- nya. Menurutnya, laporan terakhir soal pembelanjaan untuk AMDK di bulan September hanya mengha-biskan dana Rp 86.000. Sebelum- nya, di bulan Juni dana keluar sebe-sar Rp 900.000.

“Itu mungkin puasa itu ya. Mung-kin itu nyetoknya banyak ya, jadi langsung beli banyak gitu.” Rina men-jelaskan. Lebih lanjut lagi dia men-jelaskan, dari sisi efektivitas memang AMDK lebih unggul. Dosen yang tidak ingin minum maka tidak perlu me- ngambilnya. Dia membandingkan-nya dengan kebijakan dulu, dimana dosen diantarkan segelas teh manis dan air putih. “Kalau biasanya itu pembelian gula itu sampai ratusan ribu ya untuk perbulannya itu, seka-rang malah irit,” katanya saat ditemui di Bagian Keuangan.

Menurut Andik, perubahan kebi-jakan ini bukan hanya menghemat anggaran akan tetapi juga melatih kemandirian dosen. “Sebenarnya kita service self lagi artinya dosen lebih mandiri juga tidak harus dilayani.”

Ketika ditanya kemungkinan untuk membawa botol air minum secara mandiri, Andik berpendapat bahwa hal itu berkaitan dengan ke-biasaan masing-masing orang. Hal ini juga diutarakan oleh Aulia Ulfah dosen Teknik Lingkungan lainnya. “Merubah kebiasaan bawa botol itu kan juga kebiasaan orang. Gak semua orang suka bawa botol kemana-ma-na.” Akan tetapi, dosen yang ter-golong dosen baru ini sudah memiliki kebiasaan membawa botol minum sendiri sejak masih menimba ilmu

di luar negeri. “Memang saya mi- numnya banyak terkadang kalau saya ngambil air di pengajaran itu saya kurang gitu. Jadi memang lebih baik saya bawa sendiri.” Lebih lanjut lagi ia mengungkapkan kebiasaan dosen membawa botol air minum sendiri akan berdampak positif ke depannya. Selain mengurangi penggunaan botol plastik, membawa botol air minum sendiri juga lebih murah. Namun ia mengembalikannya pada kebiasaan masing-masing orang.

Erwin sendiri menilai karena su-dah terbiasa tersebut, maka harus ada upaya agar tidak lagi menjadi kebiasaan. “Walaupun masalah kecil kan tapi dampak ke depannya pasti ada, kan yang dianggap ini hal bia-sa karena terbiasa.” Meski begitu, ia mengakui bahwa mahasiswa FTSP juga masih menghasilkan banyak sisa AMDK. “Sebenernya kita di sini juga bukan hanya mengajak para dosen tapi mengajak para mahasiswa juga. Kalo bisa dikurangi penggunaan plas-tik itu.”

Meskipun banyak mengkritik penyediaan air mineral untuk dosen, Erwin yang juga menjabat sebagai Ketua Koperasi Mahasiswa (KOPMA) ini menganggap pelayanan untuk dosen memang suatu yang harus ada. Namun, untuk urusan air minum ia merasa bentuk pelayanannya bisa diubah. “Kalo maksudku sih bukan berarti tidak memberikan pelayanan untuk dosen tapi caranya mungkin bisa dirubah.”

Ketika dimintai pendapat-nya soal pemberian air minum untuk dosen hanya melalui air galon, Rina me- ngaku tidak ada masalah dengan ide

itu. “Kalau saya sih setuju-setuju saja mungkin masnya kasih masukan se- perti itu.”

Solusi yang lebih visioner sebe-narnya tengah diteliti. Andik men-jelaskan bahwa sedang ada proses studi terkait keran siap minum di Universitas Islam Indonesia (UII). Keran siap minum (tap water) sudah lama ada di kampus Ganesha Institut Teknologi Bandung (ITB).

Seperti yang dilansir oleh www.ristek.go.id, tap water ini berbentuk seperti wastafel yang di tengahn-ya terdapat keran yang menghadap ke atas. Bila tombol keran ditekan, maka akan mengeluarkan air yang dapat langsung diminum. Tap Water ITB ini berdiri di 50 titik di berbagai spot. Penyedia air minum menggu-nakan sistem pengolahan air yang berbasis RO. Unit-unit pengolahan terdiri dari ozonisasi, filtrasi, mikro-filter, ultrafilter, reverse osmosis, dan UV. Menurut Rofiq Iqbal, ketua Tim Pelaksana Revitalisasi Penyediaan Air Minum (Tap Water) di Kampus ITB-Ganesha, tap water merupakan fasilitas yang sudah lama ada. Tap water tersebut merupakan hadiah dari alumni.

“Nah sekarang sedang dalam proses studinya nanti kemudian akan ada 6 atau 7 titik yang kita siapkan untuk seperti itu,” jelas Andik.

Erwin menyambut baik kabar ini. Menurutnya, sebagai engineer lingkungan sudah sepantasnya me- nyambut positif penelitian itu. Ia ber-harap sistem tap water nantinya be-nar-benar bisa diterapkan di UII.

LAP

UT

Ilust

rasi

: M.Ir

fan

Ardi

ansy

ah

Page 6: BuletinLandscapeEdisiDesember

6LA

ND

SCAP

ED

ES 2014

Dalam Undang-Undang Repu-blik Indonesia Nomor 18 Ta-hun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Kemen-terian Lingkungan Hidup pada tahun 2012 lalu mencatat bahwa penduduk Indonesia menghasilkan rata-rata 2,5 liter sampah setiap harinya. Di FTSP terdapat banyak kegiatan mahasiswa formal maupun informal setiap hari-nya bahkan juga pada hari libur. Dari setiap aktifitas tersebut menghasil-kan sampah.

Secara umum sampah dapat dikategorikan dalam sampah orga- nik, atau sampah basah, yang terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas, kar-ton, sisa makanan dan lain-lain. Ser-ta sampah anorganik, atau sampah kering yang terdiri atas kaleng, plas-tik, besi , gelas , mika dan lain-lain. Sampah plastik adalah salah satu je-nis sampah yang membutuhkan wak-tu 50-100 tahun untuk terurai.

Widodo Brontowiyono sebagai dekan FTSP mengaku sudah mem-berikan instruksi kepada kantin un-tuk memisahkan sampah plastik (non organik) dan organik. Sampah or-

ganik yang dihasilkan kantin dihara-pkan Widodo dapat menjadi pupuk. ‘’Saya minta untuk kantin itu me- mulai memilah organiknya, sehingga nanti itu bisa buat 2 kontainer lah, kalo ga punya biaya dibiarkan 3 bulan (sampah organik), kan nanti jadi kom-pos dia,’’ terang Widodo.

Namun demikian belum tersedi-anya sarana prasarana bak sampah membuat kantin belum melak-sanakan hal tersebut. ‘’Kantin di-panggil suruh membuat sendiri tapi gak enak toh kantin juga bayar sewa jadi nanti disatukan aja fakultas, ka-lau saya belikan kecil-kecil (tempat sampah) sampahnya berserakan,” ujar Suradi yang mengepalai Bagian Umum dan Rumah Tangga di FTSP.

Mengenai belum tersedianya tempat sampah khusus, Aulia Ulfa, seorang dosen prodi Teknik Lingkung-an mengatakan bahwa pemilahan itu memang seharusnya dari sumber- nya. ‘’Di FTSP belum, tapi di bebera-pa tempat di UII saya sudah pernah melihat sudah terpisah tapi kita tidak tahu di dalamnya sudah terpisah apa belum.’’

Berdasarkan keterangan Widodo, dulu pernah disediakan

tempat sampah khusus di FTSP na-mun tidak ada perkembangan. ‘’Dulu kita pernah punya di sini. Saya ga tau dulu kenapa ga jadi, tidak berkem-bang, saya belum terlibat penuh. Tapi saya mengamati saja dan beberapa komentar dari beberapa orang,’’ jelas Widodo.

Selain itu belum adanya sistem yang jelas membuat sampah yang su-dah dipilah berdasarkan tempatnya ketika diangkut tercampur kembali. ‘’Dulu pernah kita mulai juga. Dipilah sudah, 3 atau 4, kertas, plastik, dan organik, sudah dipilah, tapi begitu akan diangkut campur lagi, jadi pe- ngolahannya itu belum (ada),’’ sam-bung Widodo.

Mengenai hal tersebut, Siswantara yang merupakan salah seorang Cleaning Service (CS) ber-harap segera disediakan. ‘’Kalo emang perlu, kenapa tidak, Itu juga memudahkan kami untuk mem-buang sampah, kemudian memilah sampah,‘’ tuturnya.

Tidak adanya fasilitas yang me-madai juga mengakibatkan sampah di belakang FTSP menumpuk berte-baran di pinggir kali dan sekitarnya. ‘’Masalah bak-bak sampah, saya kira

LAPORANKHUSUS

6LA

PSU

S

Terdesak Kebutuhan Pengelolaan Sampah Mandiri

Masak orang-orang hebat seperti ini tidak bisa mengolah sampah gitu kan, lebih mudah mengolah sampah di kampus dari pada kampung, tapi menggerakkan orang itu tidak mudah,” Pak Widodo

Oleh: Mia ErpindaReporter : Baiq Raudatul J, Andi Mufli M M, Arifin Agus S, Luthfiana Rahmasari

Page 7: BuletinLandscapeEdisiDesember

7LA

ND

SCA

PE

DES

20

14

di sini masih kurang. Bak cuma 3, yang biru-biru itu. Kalo udah penuh (baknya) juga udah bertebaran ke- mana-mana,’’ tambah Siswantara.

Pengelolaan sampah menurut UU RI No 18 tahun 2008 adalah kegia-tan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meli-puti pengurangan dan penanganan sampah.

Menurut Hijrah Purnama Putra, dosen jurusan Teknik Lingkungan FTSP UII, pengelolaan sampah yang baik adalah sampah yang langsung diolah dari sumbernya. “Sampah itu sebenarnya tidak hanya diolah setelah dihancurkan. (Pengelolaan sampah) dikenal 3R yaitu reduce, re-use, dan recycle.

Pengelolaan yang baik itu diolah dari sumber itu pelan-pelan kalau tidak mampu dilanjutkan pada skala yang lebih besar,’’ terang Hijrah. Selain itu, Hijrah menambahkan, sekarang sudah banyak bentuk sistem penge-lolaan sampah berbasis masyarakat yang diharapkan dapat menarik mi-nat dan kesadaran masyarakat se- perti bank sampah. “Daripada sampah di depan rumah terus di-buang lebih baik diolah terus bisa menambah penghasilan dan lingkung- an yang lebih baik,’’ katanya.

Saat ini, pengelolaan sampah di setiap fakultas dikelola oleh pusat UII yang kemudian diserahkan pada pi-hak swasta. ‘’Yang saya tau FTSP me- rupakan bagian dari sistem UII, jadi UII itu ada sistem pengelolaan sampah yang sekarang dalam proses (masih oleh swasta),” jelas Widodo.

Setiap hari, sampah-sampah yang ada dari setiap lantai dikumpulkan di pojok sudut belakang FTSP. Selan-jutnya diangkut oleh mobil sampah yang sudah bekerja sama dengan UII. ‘’Pengambilan sampah dilaku-kan setiap hari oleh mobil sampah, tetapi yang diambil yang di tempat sampah saja, yang berjatuhan tidak, jadi berserakan,’’ ujar Siswantara.

Di FTSP pengelolaan sampah (pemilahan sampah) dise- rahkan pada cleaning service. Widodo menerangkan bahwa CS di FTSP secara informal terus diberi pemahaman mengenai sampah

LAP

SUS

yang masih bisa dimanfaatkan. ‘’Kami udah nyicil-nyicil untuk ngo-mong-ngomong (memilah sampah). Saya sering ketemu mereka.’’ Widodo menambahkan, dalam pemi-lahan sampah Cleaning Service FTSP sudah terlihat rajin memilah. ‘’Kalo ga salah mereka sudah rajin mengum- pulkan sampah untuk dijual.”

Namun, Siswantara mengaku dikarenakan sampah-sampah be-lum terpisah sesuai tempatnya, CS terkadang menjadi enggan memi-lah sampah yang sudah tercampur. ‘’Sampahnya yang agak parah, kasa-rannya udah gak bisa dipilah-pilah terlalu basah jadi kadang CS terus gak mau. Cuma yang bisa-bisa aja dipilahin. Sebenarnya ,memang itu (memilah sampah) menjadi tambahan (penghasilan),’’ ungkap Siswantara.

Menanggapi hal tersebut Suradi berpendapat sebagai fakultas yang memiliki prodi Teknik Lingkungan se-harusnya FTSP sudah memiliki sistem pengelolaan maupun pengolahan sampah sendiri. ‘’Teknik lingkungan sejak awal berdiri belum ada rencana (pengelolaan sampah), seharusnya lingkungan kan paham, malu juga gak mengenai sasaran. Pengen saya ya sudah rencana (red-terencana). Dana dan tukangnya tanggung jawab saya,” ujar Suradi yang mengurusi ru-mah tangga FTSP termasuk sampah dan fasilitas.

Lain dengan FTSP yang belum memiliki pengelolaan sampah sendi-ri, Fakultas Teknik Universitas Ga-jah Mada (FT UGM) sudah megada-kan pengelolaan sampah kampus mandiri.

Suradi berharap pada tahun 2015 FTSP UII dapat memiliki pengelolaan sampah yang demikian juga. ‘’Saya pengennya kayak UGM itu, nanti studi banding ke UGM.’’ Perihal ang- garan untuk membuat bak sampah pengelolaan sampah di FTSP, Suradi mengatakan bahwa dia sudah menga- jukan dana kepada rektor UII. ‘’Saya sudah ngusulkan anggaran ke rektor, 18 juta untuk (pengelolaan) sampah FTSP mudah-mudahan terlaksana, perkiraan April 2015.’’

Widodo menegaskan bahwa un-

tuk memiliki sistem pengelolaan sampah tingkat fakultas bukanlah hal mustahil.

‘’Bukan tidak mungkin, tapi harus. Masak orang-orang hebat seperti ini tidak bisa mengolah sampah gitu kan, lebih mudah mengolah sampah di kampus dari pada kampung, tapi menggerakkan orang itu tidak mu-dah,’’ seloroh Widodo yang juga dosen prodi Teknik Lingkungan.

Sejalan dengan Widodo, Hijrah mengatakan bahwa untuk mengada-kan pengelolaan sampah butuh pen-yadaran pola pikir yang cukup lama. ‘’Negara-negara maju pun dalam pe- ngelolaan sampah butuh waktu yang panjang untuk mengubah pola pikir masyarakat.’’ Hal tersebut dilihat dari masih banyaknya sampah yang di- buang tidak pada tempatnya di FTSP sendiri. ‘’Ada tempat sampah tapi sampahnya berserakan di bawahnya, buang sampah pada tempatnya saja sulit apalagi milah (sampah),’’ ujar Hijrah.

Tahun 2014 ini UII kembali meraih penghargaan sebagai ‘’green cam-pus’’ dari Indonesia Green Awards. ‘’Kita baru saja mendapatkan green award , green campus,’’ ungkap Hi-jrah.

Menurut Erwin Ketna Wirandani untuk mewujudkan green campus tersebut pada FTSP khususnya dib-utuhkan peran aktif dari mahasiswa FTSP. ‘’Kalau kita liat timbunan sampah yang ada di FTSP ini ham-pir ya mungkin sekitar 80% dari ma-hasiswa kan, harusnya mahasiswa itu peran aktifnya lebih besar,’’ jelas Erwin yang merupakan mahasiswa Teknik Lingkungan angkatan 2012.

Suradi juga menyayangkan maha-siswa Teknik Lingkungan yang mem-peroleh edukasi mengenai pengelo-laan sampah namun di kampusnya sendiri belum diaplikasikan. ‘’Ada pengolahan sampah (mata kuliah) kok sampah kita berserakan, ’’ tutup Suradi.

Page 8: BuletinLandscapeEdisiDesember

GALERI

Sambil bekerja, kami masih bisa bersenda gurau Foto: Nurul Fajri

Aku juga pandai mencangkulFoto : Baiq Raudhatul Jannah

Alat-alat ini adalah teman keseharian ibu-ibu pahlawan keluarga Foto: Nurul Fajri

Aku adalah ibu, dan harus tetap menafkahi anakku, sama seperti bapaknya Foto : Nurul Fajri

Page 9: BuletinLandscapeEdisiDesember

Musim hujan yang mengguyur tidak mematahkan semangat para pekerja wanita ini untuk tetap mencari nafkah. Meskipun berat menjadi pekerja wanita di salah satu proyek pembangunan UII, mereka rela mem-banting tulang demi mencukupi kebutuhan keluarganya masing-masing, terlepas dari suami dan anak me-

reka yang sudah bekerja. Kenaikan harga bahan pokok yang didorong oleh naiknya Bahan Bakar Minyak juga makin menambah masalah mereka, tidak hanya mereka tapi juga masyarakat kalangan bawah lainnya. Ibu -wanita yang seharusnya bekerja di dalam dapur-rela memegang cangkul serta bekerja berat. Mereka adalah salah satu bukti pengorbanan wanita yang sungguh mulia. Potret ini juga dapat diambil hikmahnya untuk selalu menghargai jasa-jasa orang tua kita. Uang bukanlah segalanya namun uang juga memaksa kita untuk melanjutkan hidup ke depannya.

Demi Keluarga, Aku Masih Siap Bekerja

Foto: Baiq Raudhatul Jannah dan Nurul FajriText: Nurul Fajri

Sambil bekerja, kami masih bisa bersenda gurau Foto: Nurul Fajri

Aku juga pandai mencangkulFoto : Baiq Raudhatul Jannah

Kami lelah dan sejenak waktu untuk beristirahat Foto : Nurul Fajri

Andai Tuhan memberi rezeki lebih, tapi aku tetap bersyukur Foto : Nurul Fajri

Page 10: BuletinLandscapeEdisiDesember

10LA

ND

SCAP

ED

ES 2014

Penyediaan air mineral dalam ke-masan (AMDK) untuk dosen di Fakultas Teknik Sipil dan Peren-

canaan (FTSP) dinilai sebagai sistem yang praktis dan lebih pantas. Namun sistem ini juga dirasa kurang tepat. Pi-hak yang mempunyai wewenang da-lam mengambil keputusan ini seakan hanya memikirkan sisi praktisnya tan-pa memikirkan dampak yang ditim-bulkan. Pihak yang berwenang terse-but juga berprofesi sebagai dosen. Dosen seharusnya memberi contoh kepada mahasiswa dalam mengambil keputusan ataupun dalam bertidak, tidak bertindak praktis dan hanya mengambil jalan tengah.

Selain itu, penyediaan air mi- neral dalam bentuk botol ini juga berdampak kepada kebersihan lingkungan. Di sisi lain, banyak juga mahasiswa yang juga mengonsum-si air mineral dalam kemasan botol, sehingga sampah plastik yang dihasil-kan semakin banyak.

Permasalahan lain timbul ketika tempat sampah di FTSP sendiri ti-dak mampu menampung banyaknya sampah karena tempat sampah yang berada di sudut basement berukuran kecil.

Ditambah lagi, petugas kebersi-han yang setiap hari datang meng-gunakan mobil pick up hanya me- ngambil sampah yang ada dalam tong sampah dan tidak mengambil sampah yang lain, sehingga masih ada sampah plastik yang menumpuk. Seperti yang kita ketahui, butuh ra-tusan tahun untuk tanah agar dapat mengurai sampah plastik. Tempat sampah tersebut juga bisa dibilang kurang strategis karena berdekatan

Oleh:M.Irfan ardiansyah

Sisi Lain Penyediaan AMDK

OPINI

dengan tempat penampungan air bersih.

Di FTSP sendiri juga tidak ada tem-pat untuk menyimpan hasil pilahan sampah yang akan dijual, sehingga hasil pilahan tersebut diletakkan dan dikumpulkan di bawah tangga sebe-lum dijual. Hal ini sangat bertolak belakang dengan apa yang diucap-kan Andik Yulianto salah satu dosen teknik lingkungan yang beranggapan bahwa tidak ada masalah yang ditim-bulkan dari sampah plastik karena masih bisa dijual.

Penyediaan AMDK untuk dosen ini mencerminkan masih tingginya kebiasaan konsumtif di FTSP. Budaya konsumtif ini sepantasnya diminimal-isir agar tidak terciptanya ketergan-tungan dalam segala hal. Alangkah baiknya jika dosen dapat menggu-nakan tempat air minum sendiri se-hingga bisa digunakan berulang kali. Sehingga tidak menyisakan sampah dan bisa menjadi contoh bagi ma-hasiswa. kebiasaan seperti itu yang seharusnya bisa digalakkan. Namun

OP

INI

lagi-lagi ada juga dosen yang seakan tidak peduli dengan permasalahan ini, dengan dalih kebiasaan orang berbeda-beda dan tidak semua dosen suka membawa botol ke- mana-mana. Lagi dan lagi, kita harus mempertanyakan peran dosen yang seharusnya memberi contoh kepada mahasiswanya.

Anggaran yang digelontorkan un-tuk penyediaan AMDK bagi dosen sendiri memang tidak terlalu be-sar. Pada bulan Juni 2014 dana yang dikeluarkan untuk AMDK sebesar Rp 900.000,00 dan pada bulan Septem-ber 2014 hanya Rp 86.000,00. Teta-pi akan lebih baik jika dana tersebut digunakan untuk aspek yang lebih penting atau juga bisa masuk dalam tabungan FTSP, toh bisa saja dise-diakan galon dan dosen mengisi tem-pat minumnya sendiri. Hal itu masih dianggap wajar dan tidak mengura- ngi esensi pelayanan terhadap dosen.

Berbeda dengan di Institut Te-knologi Bandung (ITB) yang sudah lama menggunakan Water Tap. Ino-vasi tersebut sangat praktis dan efisien, terlebih untuk mengurangi jumlah sampah plastik dan mengu-rangi budaya konsumtif.

Tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi program studi (prodi) Teknik Lingkungan dan FTSP untuk mengembangkan inovasi terkait ma-salah AMDK dan pengolahan sampah di FTSP UII. Dan menjadi tantangan bersama bagi masyarakat FTSP untuk meminimalisir budaya konsumtif dan dapat mengoptimalkan potensi yang ada.

Page 11: BuletinLandscapeEdisiDesember

11LA

ND

SCA

PE

DES

20

14

Buku yang baru saja aku beli menyuguhkan 15 cerita di da-lamnya. Entah mengapa pada

akhirnya tanganku menggapai buku ini, sedikit aneh kelihatannya. Seper-ti tatapan penjaga kasir padaku saat aku membayarnya. Seolah menyirat-kan tanya ganjil mengapa wanita be-rusia 30 tahun membeli buku teenlit. Tapi aku mencoba tidak menghirau-kannya. Pada dasarnya aku tertarik pada salah satu cerita yang bejud-ul ‘Sahabat Tak Selamanya’. Ketika memutuskan untuk mampir ke kafe langgananku di mall, aku segera membuka plastik buku tersebut dan membacanya.

Kisah yang sangat sering aku jum-pai saat remaja dulu. Cerita tentang persahabatan antara remaja perem-puan dan laki-laki yang berakhir pada kisah cinta keduanya. Aku tersenyum usai membacanya.

“Aku tidak percaya dengan teori bahwa cewek dan cowok tidak akan bisa bersahabat dengan tulus.” Ter-ingat kata Seno ketika kami duduk di bangku sekolah dulu.

Seno dan aku bersahabat dari SD karena kebetulan sekolah kami se-lalu sama. Kami sangat menentang

“Sepertinya aku memang sudah mulai tua,” kata laki-laki dari belakang pundakku yang kemudian mengecup pipi kananku.

Aku hanya tertawa mendengar-nya, sembari memberikan mainan kepada Dafa yang aku beli tadi. Aku menyadari lelaki yang tak jauh usia- nya dariku itu menjatuhkan panda- ngan ke buku yang terbuka di atas meja.

“Aku nggak mungkin membela diri lagi sekarang dengan judul cerita ma-cam itu,” katanya sambil terkekeh.

“Karma. Kita telah tunduk pada te-ori itu sekarang,” kataku menanggapi dengan menyunggingkan senyum.

Ya, dia adalah Seno Putra Pra-ja, lelaki yang menikahiku 5 tahun silam. Kami memang bersahabat hingga lulus SMA. Setalah terpisah karena kampus kami yang berbeda, kami kembali dipertemukan setelah 4 tahun lamanya. Anehnya rasa rin-du seorang sahabat berubah setelah pertemuan itu. Pada akhirnya kami haru menelan ludah sendiri karena telah berjalan seperti teori yang kami tentang.

CER

PEN

CERPENUjung Sebuah Persahabatan

kisah-kisah macam itu. Buktinya ada-lah persahabatan kami. Seno dan aku pun berjanji untuk membuktikan pada dunia bahwa kami bisa dengan tulus bersahabat.

“Jika kata orang 99% persa-habatan cowok dan cewek itu tidak murni, maka kita adalah 1%nya,” ujarnya penuh semangat.

Persahabatan kami memang mur-ni. Ketika kami memiliki pasangan masing-masing, kami mampu untuk saling mendukung tanpa terbersit rasa apa pun. Bahkan kami pernah double date dan ternyata itu baik-baik saja. Kami semakin tidak percaya de- ngan teori persahabatan yang menjadi cin-ta. Cerita seperti itu terde- ngar kon-yol bagi kami. Aku kembali menyung-gingkan senyum mengingatnya.

“Mama....” Terdengar teriakan anak kecil dan langkah kaki mendeka-tiku.

“Hai sayang. Sudah selesai main-nya?”

Aku menangkapnya dalam pelu-kanku. Namanya Dafa, malaikat kecil yang paling aku cintai.

“Udah, tadi papa kalah terus lho ma,” celotehnya bahagia.

Oleh: Luthfiana Rahmasari

Ilust

rasi:

Adi

Nug

roho

LPM SOLID Menerima Hak Jawab Atas SegalaTulisan yang Dimuat dalam Buletin Kami

Page 12: BuletinLandscapeEdisiDesember

12LA

ND

SCAP

ED

ES 2014

IPTEK

IPTEK

Semen Ramah LingkunganOleh: Baiq Raudatul Jannah

Semen ada di mana-mana di sekitar kita, Penggunaan yang paling umum untuk semen ada-

lah sebagai bahan bangunan utama- nya sebagai bahan dasar pembuatan beton. Beton adalah material kom-posit yang terdiri dari agregat (kerikil dan pasir), semen, dan air. Saat ini Semen Portland adalah jenis semen yang paling banyak digunakan namun dalam sisi lain semen ini merupakan kontributor utama untuk pemana-san global dengan memproduksi se-banyak sepersepuluh dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh in-dustri.

Menurut Standar Eropa EN 197-1: klinker semen Portland adalah bahan hidrolik yang terdiri dari setidaknya dua pertiga massa kalsium silikat (3 CaO • SiO2 dan 2 CaO • SiO2), sisa yang terdiri dari aluminium- dan besi yang mengandung fase klinker dan senyawa lainnya. Rasio CaO ke SiO2 tidak kurang dari 2,0. Kandu- ngan magnesium oksida (MgO) tidak melebihi 5,0% massa.

Beberapa waktu lalu sebuah pe-nelitian baru menunjukkan cara di mana emisi tersebut dapat dikurangi lebih dari setengah aslinya dan disisi lain akan menghasilkan bahan yang lebih kuat dan tahan lama. Penemuan ini berasal dari analisis mendetail molekuler dari struktur beton yang kompleks, yang merupakan campu-ran dari pasir, kerikil, air, dan semen. Semen dibuat dengan mencapur ba-han yang kaya kalsium, seperti batu kapur(CaCO3), dengan material yang kaya silika – seperti lempung - pada

suhu 1.500 derajat Celcius, meng-hasilkan massa keras yang disebut “klinker” Yang kemudian ditumbuk menjadi bubuk. Dekarbonasi dari batu kapur, dan pemanasan semen inilah yang bertanggung jawab untuk sebagian besar produks material gas rumah kaca. Analisis baru menunjuk-kan bahwa mengurangi rasio kalsium silikat tidak akan hanya mengurangi emisi tersebut, tapi akan benar-be-nar menghasilkan beton yang lebih baik dan lebih kuat. Temuan ini di-jelaskan dalam jurnal Nature Com-munications oleh ilmuwan peneliti senior MIT Roland Pellenq; profesor Krystyn Van Vliet, Franz-Josef Ulm, Sidney Yip, dan Markus Buehler; dan delapan rekan penulis di MIT dan di CNRS di Marseille, Perancis.

“Semen merupakan bahan yang paling banyak digunakan di pla- net ini,” kata Pellenq, menyebutkan bahwa sekarang penggunaan semen diperkirakan tiga kali lipat dari baja. “Tidak ada solusi lain untuk berlin- dung bagi umat manusia dengan cara yang tahan lama. Mengubah cairan menjadi batu dalam 10 jam, dengan mudah, pada suhu kamar Itulah kea-jaiban semen.”

Pellenq dan rekan-rekannya mem-bangun sebuah database dari semua formulasi kimia ini dan menemukan bahwa campuran optimum untuk beton bukanlah campuran yang bi-asanya digunakan saat ini, melainkan rasio sekitar 1.5.

Dengan berubahnya rasio, struk-tur molekul dari pengerasan bahan berubah dari struktur kristal yang

sangat teratur menjadi struktur kaca tidak teratur. Para peneliti menemu-kan rasio 1.5 bagian kalsium untuk setiap satu bagian silika menjadi “rasio ajaib,” Pellenq mengatakan, karena pada titik itu materi dapat mencapai “dua kali ketahanan lebih dari semen normal, dalam ketahanan mekanik fraktur, dengan skala desain molekul”.

Pellenq menambahkan, Pene-muan tersebut divalidasi terhadap data besar eksperimen. Karena emi-si terkait dengan produksi beton diperkirakan mewakili 5 sampai 10 persen dari emisi gas rumah kaca industri, menurutnya, ” pengu- rangan dalam kandungan kalsium dalam campuran semen akan ber-dampak pada CO2.” Faktanya, emisi karbon bisa berkurang menjadi se-banyak 60 persen.

Selain peningkatan secara menyeluruh dalam kekuatan meka- nik beton, Pellenq mengatakan, kare-na bahan akan lebih seperti kaca dan kurang kristal, maka tidak ada tega- ngan sisa dalam materi, sehingga beton akan lebih tahan patah. Hasil ini didapat dari hasil penelitian sela-ma lima tahun oleh tim kolaboratif dari MIT dan CNRS di laboratorium MIT.

Sejauh ini, penelitian masih tetap terfokus pada tingkat analisis mol-ecule. Selanjutnya, tim peneliti ini menargetkan akan memastikan si-fat-sifat dari property nano ini dapat di terjemahkan ke mesoscale - yaitu, dengan skala rekayasa aplikasi untuk infrastruktur, perumahan, dan peng-gunaan lain

• Sumber : Science Daily

Ilust

rasi:

M. I

rfan

Ard

ians

yah

Page 13: BuletinLandscapeEdisiDesember

13LA

ND

SCA

PE

DES

20

14SK

ETSA

SKETSA

Ilust

rasi:

M. I

rfan

Ard

ians

yah

Ingin memuluskan usaha anda?Hubungi nomor dibawah ini

085350014070atau

082240064846

melayani pemasangan iklan,atau publikasi usaha anda

1/4 Hal

1/2 Hal

1 Hal

Page 14: BuletinLandscapeEdisiDesember

14LA

ND

SCAP

ED

ES 2014

RESEN

SI

RESENSIFILM Kematian Bagi Pemimpin

Kejam

Film yang diangkat dari kisah nya-ta dan disajikan dengan apik ini memiliki latar tempat persis se-

perti kisah nyatanya ini disutradai oleh Adrian Moat. Film ini berhasil menyuguhkan tontonan yang me- ngingatkan akan sejarah kejahatan yang paling dramatis dalam sejarah Amerika Serikat.

Film ini menceritakan tentang kisah nyata pembunuhan perta-ma presiden Amerika Serikat ke-16 persembahan eksekutif produser Ridley Scott dan Tony Scott dan di-narasikan oleh Tom Hanks. Pertama kalinya National Geographic Channel mempersembahkan film ini berdasar-kan buku terlaris New York Times “Killing Lincoln” karya Bill O’Reilly.

John Wilkes Booth (Jesse Johnson) merupakan seorang aktor pemain teater. Ia sangat membenci presi-den Abraham Lincoln dan mengang-gap bahwa Lincoln adalah presiden yang kejam. Dahulu wilayah Amerika dibagi menjadi 2 yaitu utara dan se-latan. Booth lahir dan dibesarkan di Maryland, negara perbatasan, nega-ra budak yang tidak memisahkan diri dari serikat di wilayah Amerika

John Wilkes Booth(Jesse Johnson) memulai rencananya. Tidak hanya berniat untuk membunuh Abraham Lincoln (Billy Campbell), tapi juga untuk menjatuhkan pemerintah-an Amerika Serikat karena perang saudara yang telah berlangsung se-lama empat tahun dan akan segera berakhir. Ketika warga kota Wash-ington merayakan menye- rahnya tentara Konfederasi dari Robert E. Lee, Booth bersama dengan sekutu-

Oleh: Bowin Yulianti

nya merencanakan tiga pem-bunuhan. Pembunuhan pertama akan dilakukan oleh rekannya yaitu Lewis Powell ditemani David Herold akan membunuh Se- kretaris Negara William Seward di Lafayette Square, George Atzerodt akan membunuh wakil presiden Amerika Serikat An-drew Johnson di Kirkwood House Hotel, dan Booth akan membunuh Abraham Lincoln di Ford Teater.

Lincoln dan istrinya, Mary Todd Lincoln, didampingi seorang teman yang juga perwira militer, Mayor Henry Reed Rathbone dan tunangan-nya, Clara Harris, datang ke Teater Ford di Ibukota Washington DC un-tuk menyaksikan pertunjukan. La-kon yang disajikan malam itu adalah Our American Cousin, sebuah drama komedi karya Tom Taylor. Presiden dan rombongannya duduk di tempat khusus yang terletak di balkon dekat panggung.

Booth menyelinap masuk. Ta- ngannya merogoh saku jas, meraih sepucuk pistol. Di panggung, aktor Harry Hawk berdiri dan melontarkan kalimat-kalimat dialog yang meman- cing tawa penonton. Di tengah ge- muruh tawa itu, Booth menem-bakkan pistolnya dari jarak dekat ke bagian belakang kepala Lincoln. Presiden pun tersungkur. Booth meneriakkan kalimat bahasa Latin, “Sic semper tyrannis! (Kematian bagi pemimpin kejam).” Dengan ter-pincang-pincang akibat lompat dari atas balkon dia lalu kabur dari pintu belakang gedung teater saat semua orang masih belum sepenuhnya sa-dar apa yang terjadi. Tapi jeritan

Mary Todd Lincoln segera menyadar-kan semuanya. Presiden Lincoln terbunuh dan akhirnya meninggal dunia. Di saat yg bersamaan Powell dengan aksi kejamnya membunuh sekretaris Negara seward, mende- ngar jeritan putri dari sekretaris Ne- gara seward karena melihat ayahnya dibunuh, David Herold pergi menu-ju perbatasan Maryland ke asrama Mary Surrat dan tidak menunggu Powell. Sementara itu, Atzerodt yang semula akan membunuh wakil presi-den Johnson, mengurungkan niatnya untuk tidak membunuh karena terla-lu takut.

Kekurangan film ini adalah ter-lalu banyaknya nama-nama tokoh asing yang sebelumnya tidak diceri-takan dalam film yang bisa membuat penonton bingung. Kemudian film ini memiliki alur mundur sehingga kita harus flashback kembali sejarah Amerika terdahulu, dan dalam film ini tidak diceritakan alasan mengapa John Wilkes Booth membunuh pre- siden Abraham Lincoln. Apabila kita tidak cermat dalam menonton film ini kita akan tertinggal dan bingung akan jalan ceritanya. Namun, film ini memiliki alur cerita, latar tempat dan para pemain yang sangat persis dengan kisah nyata aslinya. Menja-dikan film ini terkesan mewah dan membuat penasaran akan sejarah Amerika terdahulu.

Rilis : 17 Februari 2013Sutradara : Adrian MoatProduser : Christopher G. Cowen, Mark Herzog, Teri Weinberg, Mary Lisio, Ridley Scott, dan David ZuckerPemain : Jesse Johnson dan Billy Campbell

Page 15: BuletinLandscapeEdisiDesember

15LA

ND

SCA

PE

DES

20

14

Oleh: Bowin Yulianti

Menghitung Sampah Botol Plastik di Kampus FTSP

INFO

GR

AFI

S

INFOGRAFIS

Infografis : Arifin Agus S

Page 16: BuletinLandscapeEdisiDesember