10
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gagal Jantung Kongestif 2.1.1 Definisi Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan pengisian ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh. Tanda-tanda kardinal dari gagal jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan pembatasan toleransi aktivitas dan retensi cairan yang berujung pada kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini mempengaruhi kapasitas dan kualitas dari pasien gagal jantung (AHA, 2001). Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks akibat kelainan jantung ataupun non-jantung yang mempengaruhi kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh seperti peningkatan cardiac output. Gagal jantung dapat muncul akibat gangguan pada miokardium, katup jantung, perikardium, endokardium ataupun gangguan elektrik jantung (SIGN, 2007). 2.1.2 Etiologi

Case 1 Interna

Embed Size (px)

DESCRIPTION

interna

Citation preview

Page 1: Case 1 Interna

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gagal Jantung Kongestif

2.1.1 Definisi

Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan pengisian ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh. Tanda-tanda kardinal dari gagal jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan pembatasan toleransi aktivitas dan retensi cairan yang berujung pada kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini mempengaruhi kapasitas dan kualitas dari pasien gagal jantung (AHA, 2001).

Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks akibat kelainan jantung ataupun non-jantung yang mempengaruhi kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh seperti peningkatan cardiac output. Gagal jantung dapat muncul akibat gangguan pada miokardium, katup jantung, perikardium, endokardium ataupun gangguan elektrik jantung (SIGN, 2007).

2.1.2 Etiologi

Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :

a. Penyakit Jantung Koroner

Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung kongestif ( Hellerman, 2003). Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung koroner menderita gagal jantung kongestif (Mann, 2008). Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh

Page 2: Case 1 Interna

Penyakit Jantung Koroner (Doughty dan White, 2007).

b. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi terjadinya gagal jantung (Riaz, 2012). Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi.

Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

c. Cardiomiopathy

Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital. Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan penambahan jaringan fibrosis (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel (Scoote M., Purcell I.F., Wilson P.A., 2005).

Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy. Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat menyebabkan keadaan ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan penyakit resktriktif lainnya (Scoote M., Purcell I.F., Wilson P.A., 2005).

d. Kelainan Katup Jantung

Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

Page 3: Case 1 Interna

e. Aritmia

Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi. 31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi dan ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis dengan meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Cowie et.al., 1998).

f. Alkohol dan Obat-obatan

Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang. Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan zidovudine yang merupakan antiviral (Cowie, 2008).

g. Lain-lain

Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada wanita belum ada fakta yang konsisten (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

Page 4: Case 1 Interna

Tabel 2.1. Penyebab Gagal Jantung Kongestif

Main Ischemic Heart Disease (35-40%)

Cause Cardiomiopathy expecially dilated (30-34%)

Hypertension (15-20%)

Cardiomyopathy undilated ; Hyperttrophy /obstructive, restrictive (amyloidosis, sarcoidosis)

Valvular heart disease (mitral, aortic, tricuspid)

Congenital heart disease (ASD,VSD)

Alcohol and drugs (chemotherapy-trastuzamab, imatinib)

Hyperdinamic circulation (anemia, thyrotoxicosis, haemochromatosis)

Other Cause Right Heart failure (RVinfarct, pulmonary hypertension, pulmonary embolism, COPD

Tricuspid incompetence

Arrhythmia (AF, Bradycardia (complete heart block, the sick sinus syndrome)

Pericardial disease (constrictive pericarditis, pericardial effusion)

Infection (Chagas’ disease)

Sumber : Kumar, P., Clark, M., 2009. Cardiovascular disease. In : Clinical Medicine Ed

7th

2.1.3 Patogenesis

Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri (Mann, 2010).

Page 5: Case 1 Interna

Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi Renin Angiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2) peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap normal dengan cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac output maka akan terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral di cardioregulatory center yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga reabsorbsi air meningkat (Mann, 2008).

Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan dan garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme kompensasi neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan struktural jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif yang lebih lanjut (Mann, 2008).

Perubahan neurohormonal, adrenergic, dan sitokin menyebabkan remodeling ventrikel kiri. Remodeling ventrikel kiri berupa (1) hipertrofi miosit; (2) perubahan substansi kontraktil miosit; (3) penurunan jumlah miosit akibat nekrosis, apoptosis dan kematian sel autophagia; (4) desensitisiasi beta adrenergic; (5) kelainan metabolism miokardium; (6) perubahab struktur metriks ekstraseluler miosit (mann, 2010).

Remodeling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai perubahan massa, volume, bentuk, dan komposisi jantung. Remodeling ventrikel kiri merubah bentuk jantung menjadi lebih sferis sehingga bentuk beban mekanik jantung menjadi semakin meningkat. Dilatasi pada ventrikel kiri juga mengurangi jumlah afterload yang mengurangi stroke volume. Pada remodeling ventrikel kiri juga terjadi peningkatan end-diastolic wall stress yang menyebabkan (1) hipoperfusi ke subendokardium yang akan memperparah fungsi ventrikel kiri; (2) peningkatan stress oksidatif dan radikal bebas yang mengaktivasi hipertropi ventrikel (Mann, 2010).

Perubahan struktur jantung akibat remodeling ini yang berperan dalam penurunan cardiac output, dilatasi ventrikel kiri dan overload hemodinamik. Ketiga hal diatas berkontribusi dalam progresivitas penyakit gagal jantung.

Page 6: Case 1 Interna

2.1.4 Kriteria Diagnosis

Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan apabila diperoleh :

1 atau dua kriteria mayor + dua kriteria minor

Tabel 2.2. Kriteria Framingham dalam penegakan diagnosis gagal jantung kongestif

Kriteria mayor Kriteria minor

Dispnea/orthopnea

Nocturnal Parkosismal

Distensi vena leher

Ronki

Kardiomegali

Edema pulmonary akut

Gallop-S3

Peningkatan tekanan vena (>16 cmH2O)

Waktu sirkulasi > 25 detik

Reflex hepatojugularis

Edema pretibial

Batuk malam

Dispnea saat aktivitas

Hepatomegali

Efusi pleura

Kapasitas vital paru menurun 1/3 dari maksimal

Takikardia (>120 kali/menit)

Kriteria Mayor atau MinorPenurunan berat badan > 4.5 Kg dalam 5 hari

2.1.5 Klasifikasi

New York Heart Association (NYHA) membagi klasifikasi Gagal Jantung Kongestif berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik :

Page 7: Case 1 Interna

Tabel 2.3. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif

Kelas 1 Tidak bisa melakukan aktivitas fisik. Saat istirahat gejala bisa muncul dan jika melakukan aktivitas fisik maka gejala akan meningkat.

Kelas II Sedikit mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasa nyaman saat beristirahat tetapi saat melakukan aktivitas fisik mulai merasakan sedikit sesak, fatigue, dan palpitasi

Kelas III Mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasa nyaman saat istirahat namun ketika melakukan aktivitas fisik yang sedikit saja sudah merasa sesak, fatigue, dan palpitasi.

Kelas IV Tidak bisa melakukan aktivitas fisik. Saat istirahat gejala bisa muncul dan jika melakukan aktivitas fisik maka gejala akan meningkat.