26
PENETAPAN ANALISIS BAHAYA BAKTERI Listeria monocytogenes PADA PENGOLAHAN TUNA LOIN BEKU TUGAS HACCP DAN KEAMANAN PANGAN Kelompok 1: Adhyatnika Nugraha Ahmad Akbar Rido Bertha Julisti

CCP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Share my homework with all of U guys...

Citation preview

Page 1: CCP

PENETAPAN ANALISIS BAHAYA BAKTERI Listeria monocytogenes

PADA PENGOLAHAN TUNA LOIN BEKU

TUGAS HACCP DAN KEAMANAN PANGAN

Kelompok 1:Adhyatnika Nugraha Ahmad Akbar RidoBertha Julisti

Page 2: CCP

BAGIAN PERTAMA

PENDAHULUAN

A. Pembekuan Ikan

1. Teknologi Pembekuan

Pada dasarnya produk pangan tidak memiliki titik beku yang pasti, tetapi akan

memiliki kisaran suhu tergantung komposisi sel dan kadar air. Ada dua pengaruh

pendinginan terhadap produk pangan, yaitu:

Penurunan suhu, akan mengakibatkan penurunan pross kimia, mikrobiologi

dan biokimia yang berhubungan dengan kelayuan (senescence), kerusakan

(decay), pembusukan dan lain-lain.

Pada suhu di bawah 0oC, air akan membeku dan terpisah dari larutan

sehingga membentuk es yang mirip seperti air yang diuapkan pada

pengeringan atau kondisi penurunan Aw.

Apabila suhu penyimpanan beku cukup rendah danperubahan kimiawi selama

pembekuan dan pennyimpanan beku dapat dipertahankan sampai batas

maksimum, maka mutu makanan beku dapat dipertahankan untuk jangka waktu

yang cukup lama.

Teknik-teknik pembekuan yang telah dikenal termasuk:

Penggunaan suhu dingin yang ditupkan atau gas lain dengan suhu rendah

kontak langsung dengan makanan, misalnya dengan alat pembeku tiup

(blast), terowongan (tunnel), bangku fluidiasi (fluidised bed), spiral, tali

(belt) dan lainnya.

Kontak tidak langsung misalnya alat pembeku lempeng (plate freezer), di

mana makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dnegan permkaan

logam (lempengan, silindris) yang telah didinginkan dengan

mensirkulasikan cairan pendingin (alat pembeku berlempeng banyak).

Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin, atau

menyemprotkan cairan pendingin di atas makanan (misalnya nitrogen cair

dan freon, larutan gula atau garam).

Page 3: CCP

Metode pembekuan yang dipilh untuk setiap produk tergantung pada:

Mutu produk dan tingkat pembekuan yang diinginkan.

Tipe dan bentuk produk, pengemasan, dan lainnya.

Fleksibilitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan.

Biaya pembekuan untuk teknink alternatif.

Perkiraan daya simpan dengan mutu yang tinggi (HQL = high quality life) atau

waktu penyimpanan pada suhu tertentu yang dibutuhkan sebelum penguji

terlatih dapat mengetahui adanya perubahan mutu (warna, flavor, tekstur) dari

suatu makanan beku yang disimpan pada kondisi penyimpanan beku tertentu

jika dibandingkan dnegan sampel control yang disimpan pada suhu rendah,

untuk beberapa macam makanan beku yang disimpan pada 3 macam suhu

ditunjukkan pada tabel.

Tabel 1 Perkiraan HQL pada Beberapa Makanan Beku

MakananHQL (Bulan) suhu penyimpanan (oC)

-18 -12 -5Buah strawberry 12 2,4 0,3Buncis hijau 10 – 12 3 1Ayam mentah 12 – 18 8 2 – 3Daging sapi mentah 10 – 14 4,6 <2Ikan mentah (berkadar lemak rendah) 4 – 8 <2,5 <1,5

2. Ikan Beku

Ikan merupakan komoditi yang paling mudah mengalamai kerusakan

dibandingkan dengan komoditi hewani lain pada umunya. Pengawetan dengan

cara pembekuan merupakan salah satu cara yang paling sering diterapkan pada

komoditas ikan, hal ini dikarenakan selain mempertahankan kesegarannya juga

mencegah kerusakan akibat proses mikrobiologis dengan cukup efektif.

Salah satu penyebab kerusakan adalah tingginya pH akhir daging ikan, biasanya

pH 6,4 – 6,6 karena rendahnya cadangan glikogen daging ikan. Lagipula ikan

sukar ditangkap dalam jumlah besar tanpa pergulatan yang selanjutnya

mengakibatkan turunnya cadangan glikogen tersebut.

Page 4: CCP

Walaupun begitu, ikan tidak akan mengalami kerusakan karena bakteri sampai

kekejangan mati (rigormortis) selesai. Pendinginan segera sesudah penangkapan

akan memperlambat berlangsungnya rigor dan akibat lanjutannya, oleh karena

itu keruskan oleh mekanisme ini akan terhambat dan berakibat memperlambat

pertumbuhan bakteri.

Ikan tuna merupakan komoditi yang memiliki prospek cerah di dalam

perdagangan internasional. Permintaan terhadap komoditi ini setiap tahunnya

mengalami peningkatan, baik permintaan dalam bentuk segar maupun olahan

beku.

Selain dibekukan dalam bentuk fillet, ikan tuna juga sering diperdagangkan

dalam bentuk loin, loin merupakan ikan yang dipotong menjadi empat bagian

secara membujur, tanpa kepala, ekor, isi perut, kulit dan tulang.

Berikut adalah diagram alir pembekuan tuna loin beku.

Page 5: CCP

Ikan Tuna segar

Pencucian dengan Klorin (200 ppm) 17.500 Liter

Pembuangan Kepala

Pembentukan loin (Loining) & Pemisahan Tulang

Penyusunan dalam Loyang

Pendinginan menggunakan Air Blast Freezer (ABF) selama 24 jam

Pembuangan Kulit

Pelapisan Es (Glazing)

Pengemasan

Tuna Loin Beku

Gambar 1 Diagram Alir Pembekuan Tuna Loin Beku

Page 6: CCP

BAGIAN KEDUA

ANALISIS BAHAYA

A. Konsep Analisis Bahaya

1. Definisi

Analisis bahaya adalah tahap awal dari perancangan system Hazard Analysis

Critical Control points (HACCP), di mana warna dari system yang akan

dibangun sangat berguna dari hasil evaluasi ini. Filosofi umum yang harus

diperhatikan adalah bahwa bahaya dapat timbul dari berbagai aspek sehingga

evaluasi harus dilakukan menyeluruh terhadap system manufaktur.

Berbagai jenis bahaya dapat saja diinterpretasikan sesuai dengan kepentingan

evaluasi. Introduksi unsure mutu, nilai ekonomis, halal dan efisiensi tidak

dihalangi masuk ke dalam system. Penerapan HACCP di beberapa Negara

misalnya memasukkan unsure kejorokkan (wholesomeness) dan penipuan

ekonomi (economic fraud) ke dalam jenis bahaya.

Segala sesuatu yang berpeluang menimbulkan deviasi diyakini berpotensi

menimbulkan bahaya, meskipun belum tentu semuanya potensial. Setiap sumber

bahaya diperiksa dengan menggunakan sejumlah perangkat kuesioner untuk

mengidentifikasi bahaya potensial.

Bahaya potensial akan dievaluasi apakah penting (signifikan) atau tidak,

menggunakan berbagai instrumen. Bahaya yang telah terbukti signifikan akan

direkan dan disiapkan untuk analisis lanjut pada pemastian titik kendali kritis

(Critical Control Points).

2. Pengelompokkan Bahaya Keamanan Pangan

Bahaya di dalam konteks keamanan pangan menurut Mortimore dan Wallace

(1995) dalam Thaheer (2005) adalah perangkat biologis, kimiawi, dan fisik yang

dapat menyebabakan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Bahaya

kimia sangat dikenali oleh sebagian besar konsumen, padahal pada

kenyataannya memberikan risiko kesehatan tidak fatal dan umumnya member

Page 7: CCP

pengaruh dalam waktu panjang. Bahaya biologis lebih besar, kemungkinan

bahaya yang ditimbulkan dalam bentuk keracunan makanan. Adapu bahaya fisik

sangat mudah dikenali dan dihindari konsumen.

a. Bahaya Kimia

Potensi pencemaran bahaya kimiawi dalam pengolahan tuna beku dapat

berasal dari:

Pencucian : proses pencucian menggunakan 200 ppm klorin sebagai

desinfektan, memungkinkan cemaran berupa residu yang masih

tertinggal pada ikan.

Sisa deterjen dari proses sanitasi peralatan yang kurang bersih

Penggunaan alat-alat usang dan tua

b. Bahaya Mikrobiologis

Kasus penyebaran penyakit pangan karena produk ikan dicatat oleh Sahidi

dan Botta (1994) dalam Thaheer (2005) sebanyak 76% disebabkan oleh

toksin, 11% oleh mikroorganisme, 10% tidak jelas sebabnya dan 3% oleh

kimia dan parasit.

Hubungan sebab akibat antara toksin dan mikroorganisme sangat mungkin

dibuktikan meskipun dalam penelitian tersebut terancukan oleh beberapa

racun spesies mikroorganisme.

Pada produk ikan beku, Jabbar dan Joisy (1999) dalam Thaheer (2005)

melaporkan penemuan Pseudomonas, sementara penemuan sebelumnya

mencatat adanya Vibrio cholerae, Aeromonas, HYdrophila, Stapylococcus

aureus, Salmonella spp., Listeria monocytogenes, Eschericia coli, dan

Bacillus spp.

Kammat dan Nair (1994) dalam Thaheer (2005) menemukan Listeria spp.

pada produk ikan beku dan ikan kering. Sementara itu Raiser dan Marth

(1991) dalam Thaheer (2005) mencatatn secara khusus musibah yang

berkaitan dengan aktivitas Listeria monocytogenes pada makanan laut.

Page 8: CCP

Listeria monocytogenes mendapat perhatian penting karena perilaku

resistensinya pada perlakuan pengolahan pangan.

Connell (1980) dalam Thaheer (2005) mencatat pengaruh beberapa macam

pengolahan ikan terhadap pertumbuhan mikroflora ikan sebagaimana

disajikan pada tabel berikut. Beberapa tambahan mikroflora justru terjadi

akibat kontaminasi silang selama pengolahan.

Tabel 2 Pengaruh Pengolahan pada Mikroflora Ikan, Connell (1980)

MikrofloraIkan baru ditangkap

Ikan lelang FilletFillet eceran

Hitungan Bakteri 8,4 x 103/cm2 7,0 x 104/cm2

7,0 x 105/g

8,6 x 105

Pseudomonas 19 15 6 11Bakteri gram negatif lain

8 6 2 12

Bakteri gram positif lain

4 2 - -

Fokus utama pada pembahasan ini adalah potensi kontaminasi dari Listeria

monocytogenes. Bakteri tersebut maupun jenis lainnya dapat berasal dari:

Bahan baku mentah

Peralatan yang tidak higien

Higien pekerja

c. Bahaya fisik

Kegagalan proses penanganan bahan selain menyebabkan kerusakan fisik

juga berpeluang untuk menyisakkan cemaran fisik. Kontaminasi fisik pada

pemotongan balok fillet beku ditimbulkan oleh panas yang menyebabkan

penurunan 8 – 12% daging yang bisa dimakan. Kontaminasi fisik selama

pengolahan ikan umumnya terjadi dari bahan dan peralatan bantu atau dari

sisa potongan tulang. Potensi bahaya fisik pada pengolahan tuna beku dapat

berasal dari:

Peralatan usang yang mungkin digunakan

Sisa pembersihan bahan baku yang tertinggal dan terikut dalam proses

pengolahan

Page 9: CCP

B. Lembar kerja analisis bahaya

1. Memahami bahaya potensial

Ikan dapat terkontaminasi dari lingkungan hidup ikan tersebut atau dari

lingkungan pengolahan. Jika ikan tersebut diperoleh dari laut yang telah terkena

polusi limbah, ikan tersebut kemungkinan terkontaminasi bakteri patogen.

Bakteri Listeria monocytogenes adalah kontaminan yang ada pada ikan olahan,

pertumbuhan Listeria monocytogenes pada pengolahan ikan beku terjadi karena

adanya kesalahan saat proses pembekuan. Suhu yang diterapkan harus kurang

dari 3oC. Listeria monocytogenes memiliki kemampuan untuk tumbuh dan

berkembang biak pada tempratur rendah hingga 3oC, sehingga memungkinkan

bakteri ini tumbuh dalam makanan yang di simpan lemari pendingin.

Dosis infektif L. monocytogenes tidak diketahui, tetapi diyakini bervariasi

menurut strain dan kerentanan korban. Listeriosis biasanya ditularkan melalui

makanan, yaitu produk olahan susu yang tidak dipasteurisasi atau sayuran

mentah yang terkontaminasi oleh bakteri L.monocytogenes . Dari kasus yang

disebabkan oleh susu mentah atau susu yang proses pasteurisasinya tidak baik,

diduga kurang dari 1000 organisme dapat menyebabkan penyakit pada orang-

orang yang rentan. Oleh karena itu banyak produk olahan hewani yang

mensyaratkan jumlah koloni Listeria monocytogenes negatif.

Sebagai bakteri yang tidak membentuk spora, L. monocytogenes sangat kuat dan

tahan terhadap efek mematikan dari pembekuan, pengeringan, dan pemanasan.

Sebagian besar L. monocytogenes bersifat patogen pada tingkat tertentu.

Gejala penyakit

Listeriosis merupakan nama penyakit yang di sebabkan oleh L.monocytogenes.

Gejala listeriosis termasuk septisemia (infeksi pada aliran darah), meningitis

(radang selaput otak), encephalitis (radang otak), dan infeksi pada kandungan

atau pada leher rahim pada wanita hamil,yang berakibat keguguran

spontan(trimester kedua/ketiga) atau bayi lahir dalam keadaan meninggal.

Kondisi ini biasanya diawali dengan gejala-gejala seperti influenza,antara lain

demam berkepanjangan. Dilaporkan bahwa gejala-gejala pada saluran

Page 10: CCP

pencernaan seperti mual, muntah, dan diare dapat merupakan bentuk awal dari

listeriosis yang lebih parah,namun mungkin juga hanya gejala itu yang terjadi.

Secara epidemiologi, gejala pada saluran pencernaan berkaitan dengan

penggunaan dengan antasida atau cimetidine (antasida dan simetidine

merupakan obat-obatan yang berfungsi menetralkan atau mengurangi produksi

asam lambung). Kemungkinan timbulnya listerosis yang lebih parahsekitar

beberapa hari sampai beberapa minggu. Awal kemunculan gejala pada saluran

pencernaan tidak di ketahui,kemungkinan lebih dari 12 hari.

Populasi yang rentan pada literiosis adalah:

1. Wanita hamil/janin - infeksi perinatal (sesaat sebelum dan sesudah

kelahiran) dan neonatal (segera setelah dilahirkan)

2. Orang dengan sistem kekebalannya lemah karena perawatan dengan

corticosteroid (salah satu jenis hormon), obat-obatan kanker, perawatan

setelah pencangkokan bagian tubuh dengan obat-obat yang menekan sistem

kekebalan tubuh, AIDS

3. Pasien kanker,terutama pasien leukemia

4. Lebih jarang dilaporkan pada pasien penderita diabetes, pengecilan hati,

asma, dan radang kronispada usus besar

5. orang-orang lanjut usia

6. Beberapa laporan menunjukan bahwa orang normal yang sehat dapat

menjadi rentan, walaupun pengguna antasida atau cimetidine mungkin

berpengaruh. Kasus listeriosis yang pernah terjadi di swiss, yang melibatkan

keju, menunjukan bahwa orang sehat dapat terserang penyakit ini, terutama

makanan yang terkontaminasi organisme ini dalam skala besar.

Diagnosa

Page 11: CCP

Bakteri Listeria monocytogenes menyebabkan penyakit Listeriosis yang hanya

dapat didiagnosis secara pasti dengan cara membiakkan organisme ini dari

darah, cairan cerebrospinal (cairan otak dan sumsum tulang belakang), atau

kotoran (walaupun untuk kotoran, sulit dilakukan dan terbatas kegunaannya).

Siklus Infeksi

Siklus utama infeksi adalah epitel usus di mana bakteri menyerang sel-sel non-

fagositik melalui mekanisme zipper. Pengambilan distimulasi oleh pengikatan

listerial internalins (INL) untuk faktor-faktor adhesi sel inang seperti E-

cadherin atau Met. pada pengikatan ini mengaktifkan Rho-GTPases tertentu

yang kemudian mengikat dan menstabilkan Wiskott Aldrich Syndrome Protein

(WASP). WASP dapat mengikat Arp2 / 3 rumit dan berfungsi sebagai titik

nukleasi aktin. Polimerisasi aktin selanjutnya memperluas membran sel bakteri

di sekitar, akhirnya menelannya. Berkaitan dengan hal itu dapat membuat

internalin mengikat untuk mengeksploitasi persimpangan pembentukan inang ke

internalisasi bakteri. Sebagai catatan L. monocytogenes juga dapat menyerang

sel fagositik (misalnya makrofag), tetapi hanya memerlukan internalins untuk

invasi fagositik non-sel.

Setelah fase internalisation, bakteri harus keluar dari vakuola atau fagosom

sebelum fusi dengan lisosom dapat terjadi. Tiga faktor virulensi utama yang

memungkinkan bakteri untuk keluar adalah listeriolysin O (LLO - dikodekan

oleh hly) fosfolipase A (dikodekan oleh plcA) dan fosfolipase B (plcB). Sekresi

LLO dan PlcB mengganggu membran vacuolar dan memungkinkan bakteri

untuk masuk ke dalam sitoplasma di mana ia dapat berkembang biak.

Penyakit karena pangan ( foodborne diseases ), atau dalam bahasa sehari-hari

dikenal sebagai keracunan makanan, dapat disebabkan adanya patogen (virus,

bakteri, protozoa, cacing) maupun bahan kimia (residu pestisida, logam berat,

bahan tambahan ilegal, mikotoksin dan sebagainya), maka pangan adalah bahan

yang kontak dengan tubuh paling sering dan dapat diperkirakan kasus-kasus

keracunan yang terpublikasi.

Page 12: CCP

Infeksi dapat terjadi di dalam kandungan (melalui plasenta. ke janin atau melalui

jalan lahir). Wabah yang terjadi di bangsal adalah akibat terjadinya infeksi silang

diantara sesama bayi baru lahir. Selain itu dapat terjadi infeksi tranplasental

yang menyebabkan timbulnya gejala infeksi berat seperti Peumonia, Sepsis,

Abses Milier dan Abses Hati. Koloni kuman ini dapat dijumpai di hidung,

tenggorokan, mekonium, darah dan air seni.

Analisa

Listeria monocytogenes diuji melalui isolasi dan identifikasi bakteri dengan cara

pembiakan pada media selektif. Selanjutnya, identifikasi dilakukan melalui uji

pengecatan gram, uji motilitas, uji gula-gula, uji katalase, dan uji konfirmasi.

Gambar 2 Koloni Listeria monocytogenes pada Media Spesifik

Metode untuk analisis makanan yang rumit dan menyita waktu. Sekarang

metode dari United State Of Amerika Food and Drug Administration (FDA),

yang sudah direvisi pada bulan September, 1990, memerlukan 24 dan 48 jam

pengayaan, diikuti oleh berbagai tes lainnya. Total waktu untuk identifikasi

memakan waktu dari 5 sampai 7 hari, tapi dengan metode nonradiolabled

spesifik DNA Probe dapat menunjukan hasil yang sederhana dan lebih cepat

dalam mengkonfirmasi isolat. Bio-Rad Laboratories telah mengembangkan

metode dengan media yang disebut Rapid'L.Mono yang dapat mempersingkat

waktu pengujian sampai 48 jam.

Page 13: CCP

Pencegahan

Pencegahan secara total terhadap pertumbuhan Listeria monocytogenes mungkin

tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan dan disimpan

dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri ini terbunuh pada

temperatur 75°C. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yakni apabila

makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan

(misalnya alas pemotong) yang terkontaminasi.

C. Penentuan Signifikasi Bahaya (Penetapan Katagori Resiko)

Kriteria penentuan apakah perkembangan bakteri listeria monocytogenes penting

atau tidak

Pada tingkat tidak aman bakteri L. monocytogenes ditemukan pada tahap bahan

mentah, proses pengolahan, pengemasan ikan beku.

Bakteri L. monocytogenes pada tingkat yang tidak aman pasti tumbuh dan

berkembang dalam tahap pemrosesan.

Bakteri L. monocytogenes bisa dihilangkan atau dikurangi sebagai bahaya

pentng pada setiap tahap proses walaupun ada tindakan pencegahan.

Page 14: CCP

BAGIAN KETIGA

SIMULASI PENETAPAN BAHAYA BAKTERI Listeria

monocytogenes PADA PROSES PENGOLAHAN IKAN

LOIN BEKU

A. Penetapan Sifat dan Tingkat Bahaya pada Pembekuan Tuna Beku

Covello dan Merkholfer (1993) dalam Thaheer (2005) mendefinisikan analisis

risiko sebagai suatu proses sistematik guna membeberkan dan membilang suatu

risiko yang berhubungan dengan bahan berbahaya, proses tindakan atau kejadian.

Pemeriksaan risiko menurut DeVries (1997) adalah peranti lunak untuk

mengevaluasi keamanan pangan dan tambahan makanan yang terdiri dari dua tahap

yakni pengumpulan data relevan dan pemeriksaan untuk menetapkan keberterimaan

bagi penggunaan bahan pangan tambahan.

Langkah dalam menganalisis bahaya dilakukan sesuai tahapan berikut

Langkah ke-1

Me-ranking makanan dan bahan mentah sesuai dengan keenam sifat bahaya

yang ditunjukkan oleh tabel 3

Pemberian skor (1) apabila mengandung bahan bahaya dan (0) apabila tidak

Langkah ke-2

Menetapkan kategori risiko (0-VI) pada makanan dan bahan mentah berdasarkan

hasil langkah pertama dengan karakteristik bahaya

Page 15: CCP

Tabel 3 Penetapan Tingkat dan Tingkat Bahaya

Bahaya Sifat Bahaya Mikrobiologis

A. Kelompok khusus yg diterapkan pada produk non steril yang dirancang dan ditujukan untuk konsumsi populasi beresiko (bayi, manula, orang sakit, wanita hamil, daya tahan tubuh rendah)

B. produk mengandung ingredient peka terhadap bahaya mikroorganisme

C. proses tidak mengandung tahap pengolahan yang dikendalikan secara efektif menghacurkan mikroba berbahaya

D. produk mudah tercemar kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan

E. berpotensi untuk mengalami penanganan yang tidak sebagaimana mestinya (abuse handling) pada saat distribusi atau penanganan oleh konsumen yang dapat mengubah produk menjadi bahan yang berbahaya ketika dikonsumsi

F. tidak ada proses pemanasan terminal setelah pengemasan atau ketika dimasak dirumah. (diterapkan untuk produk makanan ketika digunakan oleh konsumen)

tidak ada proses pemanasan terminal atau tahap menghancurkan yang diterapkan setelah pengemasan oleh produsen . atau tahap penghancuran yang diterapkan sebelum memasuki fasilitas pabrik pengolah makanan (diterapkan pada bahan baku dan ingredient yang masuk ke dalam fasilitas pengolahan makanan)

Page 16: CCP

1. Penentuan Kriteria Bahaya

Pada pengolahan tuna beku, criteria bahaya yang berkaitan dengan kontaminasi Listeria monocitogenes diuraikan berdasarkan

bahan yang digunakan. Bahan yang digunakan selama pengolahan adalah ikan segar hasil tangkapan sebagai bahan baku, air

bersih untuk tahap pencucian dan es balok curah.

Tabel 4 Penentuan Kriteria Bahaya

Produk

Bahaya mikrobioilogis yang Berkaitan dengan Makanan

Kategori Bahaya

Resiko populasi Khusus

Bahan Peka Miroorganisme

Tidak ada Penghilangan Mikroorganisme pada

Proses

Rekontaminasi Sebelum

Pengemasan

Kelalaian Penanganan

Distribusi atau Konsumi

Tidak ada Perlakuan

Panas/Dingin oleh Konsumen

A B C D E FIkan segar

hasil tangkap

1 1 1 1 1 0 5

Air Bersih 0 1 1 1 1 1 5Es Balok

Curah0 0 1 1 1 0 3

Page 17: CCP

2. Ranking Sifat Bahaya Dan Katagori Resiko Produk Pangan Dan Bahan Baku

Serta Ingredient Pangan

Setelah dilakukan penetapan kriteria bahaya maka diketahui bahwa ikan segar dan

air bersih memiliki kategori bahaya 5 dan merupakan paling tinggi dalam

pengolahan tuna beku ini. Sehingga proses pemantauan dapat secara terfokus pada

kedua bahan tersebut.

Penjabaran kategori bahaya 5 pada ikan segar berdasarkan tabel penetapan tingkat

bahaya adalah bahwa ikan segar berpotensi untuk:

berisiko tinggi terhadap populasi khusus,

peka terhadap kontaminasi mikroba,

proses tidak mengandung tahap pengolahan yang dikendalikan secara efektif,

produk mudah dikontaminasi ulang, dan

berpotensi untuk mengalami kesalahan selama distribusi.

Sedangkan penjabaran kategori bahaya 5 pada air bersih berdasarkan tabel

penetapan tingkat bahaya adalah bahwa air bersih yang dibunakan berpotensi

untuk:

peka terhadap kontaminasi mikroba,

proses tidak mengandung tahap pengolahan yang dikendalikan secara efektif,

produk mudah dikontaminasi ulang,

berpotensi untuk mengalami kesalahan selama distribusi, dan

tidak ada proses perlakuan panas atau dingin oleh konsumen.

Tabel 5 Ranking Sifat Bahaya dan Kategori Risiko Produk Pangan dan Bahan BakuINGREDIENT PANGAN ATAU

PRODUKSIFAT BAHAYA(A, B, C, D, E, F)

KATAGORI RESIKO

Ikan segar hasil tangkap A, B, C, D, E VAir Bersih B, C, D, E, F V

Es Balok Curah C, D, E III

Page 18: CCP

KESIMPULAN

Pengolahan tuna loin beku dapat berpotensi menimbulkan bahaya kimia, fisik dan

mikrobiologi. Kontaminasi oleh Listeria monocytogenes terutama berasal dari bahan

baku. Pengolahan yang baik untuk menghindari kontaminasi mikroba tersebut adalah

dengan pembekuan di bawah suhu 3oC. Ranking bahaya yang paling besar dalam

pengolahan berasal dari bahan baku dikuti oleh air bersih kemudian es balok curah.

Dengan demikian dapat dilakukan pengontrolan yang khusus terhadap bahan-bahan

tersebut.

Page 19: CCP

DAFTAR PUSTAKA

http://en.wikipedia.org/wiki/listeria_monocytogenes, diakses tanggal 23 Februaru 2010.

Buckle, et al (Terjemahan). 1997. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.