Upload
vina
View
39
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
CHAPTER 16
WHAT LEADERS NEED TO KNOW ABOUT HOW CULTURE CHANGES
Pada chapter ini berkaitan dengan Proses Alami dimana budaya dalam organisasi mengalami pertumbuhan, perkembangan dan penurunan. Maka dari itu, pemimpin harus memahami proses-proses ini agar dapat mengarahkan para karyawan. Proses ini menekankan pada evolusi dan di lihat apakah perubahan yang terjadi berhasil atau tidak.
Merubah budaya organisasi bukan perkara mudah, karena sekali budaya sudah terkristalisasi ke dalam masing-masing anggota organisasi dan tersistem dalam kehidupan organisasi, maka para anggota organisasi akan cenderung mempertahankannya tanpa memperhatikan apakah budaya organisasi tersebut functional atau dysfunctional terhadap kehidupan organisasi. Dengan kata lain perubahan budaya hampir selalu berlawanan para karyawan, sehingga perubahan budaya seringkali berjalan secara bertahap dan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Ada tahap mekanisme perubahan budaya, dimana mekanisme ini bersifat kumulatif. Yang artinya, teori-teori mengenai mekanisme perubahan yang sudah ada diperbaiki atau memperluasnya sehingga menjadi relevan.
1. Founding and Early GrowthFase awal dari sebuah organisasi adalah fase founding and early growth. Dalam fase ini,
budaya utama sebuah organisasi bersumber dari asumsi-asumsi pendiri oraganisasi.
Paradigma mengenai budaya tersebut melekat dalam benak anggota organisasi. Apabila
organisasi tersebut dapat memenuhi tantangan bisnis dan berhasil bertahan, sebuah
budaya dapat dilihat sebagai sebuah kompetensi pembeda yang dimiliki organisasi
tersebut, dasar bagi identitas anggota organisasi, dan sebagai “pelekat” psikologis yang
mencakup seluruh organisasi.
Hal utama yang ditekankan dalam fase awal ini adalah budaya sebagai sebuah identitas
yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lain. Pada tahap ini, organisasi
berusaha menunjukan budaya secara eksplisit dan mengintegrasikan budaya dalam seluruh
kegiatan perusahaan serta menyampaikan budaya tersebut kepada para pendatang baru
dalam organisasi.
Budaya dalam sebuah organisasi yang baru muncul dan berhasil mencapai keberhasilan juga
dipengaruhi oleh factor berikut: (1) Pencetus budaya masih ada di organisasi (founder), (2)
Budaya membantu organisasi dalam mengidentifikasikan sebuah organisasi dan
memecahkan masalah, (3) elemen – elemen dari budaya organisasi dipahami sebagai bentuk
perlindungan atas situasi yang mengkhawatirkan dan mengancam kelangsungan organisasi.
Lalu apa saja mekanisme perubahan yang terjadi dalam fase founding and early growth?
a. Incremental Change Through General and Specific Evolution
Perubahan budaya organisasi tidak banyak terjadi apabila organisasi dalam kondisi tidak
banyak tekanan dari luar dan para pendiri organisasi masih berada dalam organisasi. Namun,
perubahan budaya tetap ada dalam bentuk penguatan aktivitas – aktivitas terbaik. Proses
perubahan terjadi dalam dua proses, yaitu general evolution dan specific evolution. Dalam
proses general evolution, budaya organisasi secara keseluruhan akan beradaptasi dengan
perubahan lingkungan eksternal dan struktur internal. Asumsi dasar organisasi masih
dipertahankan namun bagaimana bentuk asumsi tersebut terlihat dalam aktivitas organisasi
mungkin akan berubah. Sedangkan dalam Specific Evolution, adaptasi buadaya perusahaan
dilakukan oleh bagian tertentu dalam organisasi yang mengalami dampak dari perubahan
eksternal dan keragaman budaya dalam budaya organisasi.
b. Self-Guided Evolution Through Insight
Mekanisme perubahan budaya dalam fase ini bersumber dari pemikiran kolektif anggota
organisasi dalam mengartikan budaya organisasi dan mengartikan kembali elemen-elemen
kognitif dalam budaya organisasi. Dalam proses mengartikan kembali budaya organisasi,
perubahan prioritas atas asumsi dasar atau pembiaran atas asumsi yang menghambat
kesuksesan organisasi mungkin akan terjadi.
c. Managed Evolution Through Hybrid
Mekanisme perubahan yang terjadi dalam fase ini bersumber dari pemikiran
pemimimpin perusahaan untuk menghadirkan “hybrid” dari pihak dalam yang ditempatkan
dalam posisi strategis yang memiliki asumsi baru yang dapat lebih beradaptasi dalam
menghadapi perubahan eksternal perusahaan.
2. Midlife
a. Transition to Midlife: Problems of Succession
Pada tahap ini perusahaan mulai berpindah pengelolaannya, dari yang di dominasi oleh
pendirinya itu sendiri atau pihak keluarga yang memiliki sebagian dari manajemennya, lalu di
kelola generasi keluarga lainnya sebagai manajer umum. Pada tahap ini terjadi secara cepat
atau perlahan. Contohnya seperti Smithfields Enterprise yang mencapai tahap ini dengan
cepat sedangkan organisasi seperti IBM tahap midlife terjadi hanya pada saat Tom Watson,
Jr melepaskan kendali.
Dalam fase transisi ini, konflik menjadi suatu unsur yang berasal dari budaya karyawan yang
menyukai ataupun tidak suka yang nantinya akan menjadi gambaran apa tindakan mereka.
Seperti contohnya, “koservatif” mereka yang menyukai budaya dari si pendiri, “liberal” yang
lebih menginginkan perubahan, atau “radikal” yang ingin meningkatkan posisi kekuatan
mereka.
Yang sering hilang dalam tahap ini adalah pemahaman tentang budaya organisasi dan
tindakannya. Maka dari itu proses harus di rancang dengan baik yang harus di kelola oleh
pihak internal, karena pihak eksternal tidak mengetahui seluk-beluk masalahg budaya dan
hubungan emosional antara karyawan dan pendiri. Pihak eksternal hanya membantu proses
ini, seperti konsultan.
Sebagai contoh, pendiri perusahaan mungkin secara resmi menjadi pengganti, tapi tanpa
disadari mereka mungkin mencegah orang-orang kuat dan berkompeten untuk berfungsi
sebagai pengganti. Atau mereka mungkin mengangkat pengganti tapi mencegah mereka
untuk mempunyai tanggungjawab cukup untuk mempelajari bagaimana caranya lakukan
pekerjaan, hal ini biasa disebut sindrom “Prince Albert”, mengingat Ratu 15 Victoria tidak
mengijinkan anak lelakinya (later King Edward VII) memberikan banyak kesempatan untuk
praktek menjadi raja. Pola ini mungkin untuk memberikan peralihan kekuasaan dari ayah ke
anak lelaki (Watson and Petre, 1990).
b. Culture Change Through Systematic Promotion from Selected Subcultures
Kekuatan organisasi dalam tahap midlife ini adalah keragaman dari subkulturnya. Oleh
karena itu pemimpin harus bisa menilai kekuatan dan kelemahan dari subkultur yang
berbeda, kemudian budaya organisasi tehadap slahsatu subkultur akan secara sistemaris
mempromosikan orang dari subkultur ke posisi yang memiliki kekuasaan kunci.
Sedangkan organisasi yang pada tahap baru tumbuh dan berkembang keragaman subkultur
ini merupakan ancaman, tetapi untuk organisasi pada tahap midlife dapat menjadi
keuntungan tersendiri jika lingkungannya berubah. Kelemahan tahap ini adalah sangat
lambat. Jika laju perubahan budaya ingin ditingkatkan karena kondisi yang mendesak,
proyek perubahannya harus direncanakan secara sistematis.
c. Culture Change Through Technological Seduction
Pada tahap ini melibatkan penggunaan reknologi baru yang membutuhkan perilaku baru
sehingga dapat mengadopsi nilai-nilai baru, kepercayaan, bahasa umum, dan proses
pengambilan keputusan. Banyak perusahaan menggunakan intervensi untuk
memperkenalkan teknologi sosial baru sebagai bagian dari program pengembangan
organisasi yang bertujuan agar diakui dapat menciptakan konsep umum dalam situasi
kekurangan asumsi secara bersama-sama. Dan asumsi yang mendasari strategi ini adalah
konsep umum dan baru seperti “bagaimana pemimpin berhubungan denga bawahannya?”.
Dengan begitu secara bertahap akan memaksa anggota organisasi untuk dapat membuat
kerangka acuan umum yang pada akhirmya akan menyebabkan asumsi umum.
d. Culture Change Through Infusion of Outsiders
Pada mekanisme perubahan ini, dewan direksi akan membawa CEO baru dari luar organisasi
atau sebagai hasil dari akuisisi dan merger, dan CEO baru membawa orang-orang sendiri lalu
menyingkirkan orang-orang yang menggunakan cara lama yang menurut dia sudah tidak
efektif dalam melakukan sesuatu. Akibatnya, hal ini akan menghancurkan kelompok atau
subkultur yang sudah ada dengamn membentuk budakay yang baru.
Dyer (1986, 1989) telah meneliti mekanisme perubahan dalam beberapa organisasi dan
menemukan pola-pola tertentu, yaitu:
Organisasi dapat mengembangkan rasa krisis karena kinerja menurun atau ada
kegagalan di pasar maka kesimpulannya perlu adanya kepemimpinan baru
Melemahnya “pattern maintenance” dalam arti bahwa prosedur, keyakinan, dan
simbol-simbol yang mendukung budaya lama telah rusak
Seorang pemimpin baru yang didatangkan dari luar organisasi akan menciptakan
asumsi baru untuk menangani krisis
Konflik berkembang antara para pendukung asumsi lama dan kepemimpinan
baru
Jika krisis ini mereda karebna pemimpin baru, maka ia menang dalam konflik
dan asumsi baru akan mulai tertanam dan diperkuat oleh satu set kegiatan
“pattern maintenance” yang baru
Para karyawan mungkin akan merasa “Kami tidak suka pendekatan baru, tetapi kami tidak
bisa berdebat dengan fakta yang mebuktikan bahwa pendekatan baru tersebut
menguntungkan kami, jadi mungkin kita harus mencoba cara-cara baru”. Pemimpin bisa di
bilang gagal dalam beberapa cara apabila, perbaikan tidak terjadi atau berhasil dan asumsi
baru yang dibuat dapat mengancam terlalu banyak inti dari budaya lama. Jika itu terjadi,
pemimpim akan dipaksa keluar seperti yang terjadu pada Scully Apple.
3. Organizational Maturity and Potential decline
Keberhasilan yang berlanjut ajan menciptakan 2 fenomena di dalam organisasi yang akan
sulit dalam melakukan perubahan budaya: (1) adanya asumsi-asumsi dasar yang membuat
lebiih kuat dan (2) organisasi mengembangkan nilai-nilai yang dianut dan cita-cita tentang
diri mereka sendiri yang semakin tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Jika dalam
lingkungan internal dan eksternal sama-sama stabil, asumsi yang dipegang teguh akan
menjadi keuntungan bagi organisasi.
Jika sebuah organisasi telah memiliki sejarah panjang keuksesan berdasarkan asumsi
teretentu tentang dirinya dan lingkungan, tidak mungkin untuk melakukan pengujian asumsi
kembali. Sebagai sebuah organisasi yang telah di tahap mature dapat mengembangkan
ideologi positif mengenai bagaimana beroperasi dengan baik, sepertii mengembangkan citra
diri organisasi.organisasi seperti individu yang memiliki kebutuhan dalam hal harga diri dan
kebanggaan.
a. Cukture Change Through Scandal and Explosion of Myths
Adanya keganjilan antara nilai-nilai yang dianut, asumsi-asumsi dasar, skandal dan mitos menjadi
mekanisme utama dari perubahan budaya. Salah satu pemicu paling kuat untuk mengubah semacam
ini adalah ketiga organisasi mengalami kecelakaan bencana, seperti contoh: Three Mile Island yang
mengalami kerugian dari pesawat ulang alik Challenger dan Columbia, dan ledakan Alpha Power.
b. Culture Change Through Turnarounds
Setelah skandal atau krisis telah menilai asumsi dasar sebagai disfungsional, pilihan dasar adalah
“turnaround”. Pilihan ini merupakan transformasi yang lebih cepat dari bagian budaya untuk
memungkinkan orgaqnisasi untuk menjadi adaptif. Jadi memerlukan pemimpin yang kuat untuk
mencairkan organisasi dan meluncurkan program perubahan. Pemimpin yang berasal dari luar
organisasi dapat berpartisipasi untuk membuat program perubahan dalam mengatasi kesulitan. Ada
2 kerangka kerja yang dapat digunakan yaitu pemimpin visioner yang sangat menjelaskan masa
depan organisasi dan fuzzy vision yang memiliki jangka waktu