58
BAB I PENDAHULUAN Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai ‘clubfoot’ merupakan suatu penyakit kongenital pada bayi baru lahir, dimana penyakit ini sebenarnya mudah diobati bila didiagnosis dalam usia yang sangat dini, namun pasien sering kali datang pada saat sudah beranjak dewasa sehingga pengobatan menjadi lebih sukar dilakukan. Penyakit CTEV ini merupakan suatu penyakit yang berhubungan dengan suatu deformitas yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan pada kemampuan kaki untuk melakukan fleksi baik pada bagian pergelangan kaki, inversi pada tungkai, adduksi pada kaki depan, maupun rotasi pada bagian tibia. 1 CTEV adalah salah satu anomali ortopedik kongenital yang paling sering terjadi seperti dideskripsikan oleh Hippocrates tahun 400SM, dengan gambaran klinis tumit yang bergeser ke bagian dalam dan ke bawah, forefoot juga berputar ke dalam. Tanpa terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya yang mungkin menimbulkan nyeri dan atau disabilitas. Insidens CTEV yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (2:1). Insidens clubfoot 1

Congenital Talipes Equino Varus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Ortho : Congenital Talipes Equino Varus

Citation preview

Page 1: Congenital Talipes Equino Varus

BAB I

PENDAHULUAN

Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai

‘clubfoot’ merupakan suatu penyakit kongenital pada bayi baru lahir, dimana

penyakit ini sebenarnya mudah diobati bila didiagnosis dalam usia yang sangat

dini, namun pasien sering kali datang pada saat sudah beranjak dewasa sehingga

pengobatan menjadi lebih sukar dilakukan. Penyakit CTEV ini merupakan suatu

penyakit yang berhubungan dengan suatu deformitas yang bisa menyebabkan

terjadinya kelainan pada kemampuan kaki untuk melakukan fleksi baik pada

bagian pergelangan kaki, inversi pada tungkai, adduksi pada kaki depan, maupun

rotasi pada bagian tibia.1

CTEV adalah salah satu anomali ortopedik kongenital yang paling sering

terjadi seperti dideskripsikan oleh Hippocrates tahun 400SM, dengan gambaran

klinis tumit yang bergeser ke bagian dalam dan ke bawah, forefoot juga berputar

ke dalam. Tanpa terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar

kakinya yang mungkin menimbulkan nyeri dan atau disabilitas. Insidens CTEV

yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-

laki daripada perempuan (2:1). Insidens clubfoot ini sangat bervariasi tergantung

dari ras dan jenis kelamin.2

Pengetahuan tentang Congenital Talipes Equino Varus ini penting bagi

seorang dokter terutama dokter umum di daerah. Diagnosis yang tepat dapat

ditegakkan melalui serangkaian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang

yang baik. Dengan demikian, terapi yang sesuai dapat segera dilakukan untuk

mengatasi deformitas yang terjadi.

1

Page 2: Congenital Talipes Equino Varus

BAB II

ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kaki

Pada kehidupan sehari-hari, fungsi kaki digambarkan dengan bermacam-

macam pandangan antara lain sebagai basis tumpuan, peredam guncangan,

penyesuai gerak, serta pengungkit yang rigid untuk stabilisasi. Kesemua itu

berhubungan dengan gait.3

2.1.1 Tulang Kaki

Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26 buah

tulang yang dapat menyangga berat badan secara penuh saat berdiri dan mampu

memindahkan tubuh pada semua keadaan tempat berpijak. Tulang-tulang itu

terdiri dari 14 phalanx, 5 metatarsal dan 7 tarsal. Kaki dapat dibagi menjadi 3

segmen fungsional.4,5

a. Hindfoot (segmen posterior)

Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai

penyangga. Terdiri dari talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan

bagian dari sendi pergelangan kaki dan kalkaneus yang terletak di bagian

belakang dan kontak dengan tanah.

b. Midfoot (segmen tengah)

Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu tiga os. cuneiforme (medial, intermedium,

dan lateral), os. cuboid, os. naviculare. Tulang-tulang tersebut membentuk

persegi empat ireguler dengan dasar medial dan apeks lateral. Os. cuneiforme

dan bagian anterior os. cuboid serta os. naviculare dan bagian belakang tulang

cuboid membentuk suatu garis.

c. Forefoot (segmen anterior)

Bagian ini terdiri dari lima os. metatarsal dan 14 phalanx. Os. metatarsal

merupakan tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Ujung proximal

bersendi dengan tulang tarsal. Ujung distal bersendi dengan basis phalanx

2

Page 3: Congenital Talipes Equino Varus

proximal. Phalanxs merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang

phalanxs di ibu jari dan 3 phalanx di masing-masing jari sisanya.

Gambar 1. Anatomi Tulang Kaki

2.1.2 Struktur Persendian dan Ligamen

a. Artikulatio talocruralis

Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan Trochlea talus. Sendi ini

distabilkan oleh ligamentum deltoid (terdiri dari lig. Tibionavicularis dan lig.

Calcaneotibialis) dan ligamentum talotibialis anterior dan posterior pada sisi

medial serta ligamentum talofibularis anterior dan posterior dan ligamentum

calcaneofibularis pada sisi lateral. Gerakan sendi yang dapat dilakukan adalah

plantar fleksi, dorsofleksi, abduksi, dan adduksi pada pergelangan kaki.

b. Artikulatio talotarsalis

Terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi

keduanya merupakan 1 kesatuan, yaitu:

3

Page 4: Congenital Talipes Equino Varus

Bagian belakang: articulatio talocalcanearis/subtalar

Ligamen yang memperkuat adalah lig. talocalcanearis anterior,

posterior, medial, dan lateral.

▪ Bagian depan: artikulatio talocalcaneonavicularis

Ligamen yang memperkuat adalah Lig. Tibionavicularis, Lig.

Calcaneonaviculare plantaris, Lig. Bifurcatum: pars

calcaneonavicularis (medial) dan pars calcaneocuboid (lateral)

berbentuk huruf V.

Gerakan sendi yang bisa dilakukan adalah inversi dan eversi pergelangan

kaki.

c. Articulatio tarsotransversa

Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering

menjadi tempat amputasi kaki. Terdiri dari 2 sendi, yaitu articulatio

talonavicularis dan articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh Pars

calcaneocuboid lig. bifurcati di medial, Lig. calcaneocuboid dorsalis di

sebelah dorsal, dan Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar. Gerakan sendi

yang bisa dilakukan adalah rotasi kaki sekeliling aksis, dan inversi dan eversi

art. Talotarsalis.

d. Articulatio tarsometatarsal

Merupakan sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan permukaan sendi

distal pada os cuneiformis I-III. Terdapat 3 buah rongga sendi, yaitu diantara

os metatarsal I dan os cuneoformis I, diantara os metatarsal II dan III dengan

os cuneiformis II dan III, dan diantara os metatarsal IV dan V dengan os

cuboid. Ligamentum pengikatnya adalah Ligg. Tarso plantaris, Ligg. Tarso

dorsalis, Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea, dan plantaris.

e. Articulatio metatarsophalangeal

4

Page 5: Congenital Talipes Equino Varus

Ligamen pengikat pada persendian ini adalah lig. collateralia pada kedua

sisi tiap sendi, dimana gerak sendi yang dapat dilakukan adalah fleksi ekstensi

sendi metatarsal, dan abduksi adduksi sendi metatarsal.

f. Articulatio interphalangeal

Ligamen pengikat pada persendian ini adalah lig. colateral di sebelah

plantar pedis. Gerak sendi yang dapat dilakukan adalah fleksi ekstensi

interphalang dan abduksi adduksi interphalang.

2.1.3 Otot-otot Penggerak Kaki

Otot-otot penggerak kaki dibagi menjadi dua yaitu otot-otot ekstrinsik dan

otot-otot intrinsik.3,4

a. Otot-otot ekstrinsik

Otot-otot ekstrinsik merupakan otot-otot yang berorigo dan bekerja di luar

kaki. Otot-otot tersebut adalah otot-otot tungkai bawah, yaitu:

1) M. Gastrocnemius

Otot ini berorigo pada condylus femoralis medialis dan lateralis dan

berakhir sebagai tendon Achilles yang berinsersi di sisi posterior

calcaneus. Otot ini berfungsi untuk plantar fleksi. Bersama dengan soleus

otot ini membantu supinasi sendi subtalar saat segmen anterior kaki

menapak di tanah. Otot ini diinervasi oleh n. tibialis dan mendapat suplai

dari a. suralis.

2) M. Soleus

Otot ini terletak dibawah gastrocnemius dan berorigo pada tibia dan

fibula bagian atas, dibawah sendi lutut. Berakhir sebagai bagian dalam

tendo Achilles. Otot ini berfungsi untuk plantar fleksi. Otot ini diinervasi

oleh n. Tibialis dan mendapat suplai dari a. suralis.

3) Otot extrinsik yang lain dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok

lateral, anterior, dan medial.

o Kelompok lateral terdiri dari m. peroneus longus dan brevis yang

berorigo pada sisi lateral fibula. M. peroneus brevis berinsersi di

5

Page 6: Congenital Talipes Equino Varus

basis metatarsal V sedangkan m. peroneus longus pada basis

metatarsal I dan cuneiformis medialis di permukaan plantar. Otot-

otot ini berfungsi untuk eversi pergelangan kaki. Otot-otot ini

dipersarafi oleh n. fibularis superfisial (peroneal) dan mendapatkan

suplai dari a. fibularis (peroneal).

o Kelompok anterior terdiri dari m. tibialis anterior, m. ekstensor

hallucis longus, dan m. extensor digitorum longus. M. tibialis

anterior berorigo pada sisi lateral tibia dan berinsersi di cuneiformis

medialis dan basis metatarsal I. Otot ini berfungsi untuk inversi dan

dorsofleksi pergelangan kaki. M. ekstensor hallucis longus berorigo

pada permukaan anterior fibula dan membran interoseus dan

berinsersi di atas phalang distal ibu jari kaki. Otot ini berfungsi

untuk ekstensi ibu jari kaki dan membantu dorsofleksi pergelangan

kaki. M. extensor digitorum longus berorigo pada condylus tibia

lateralis dan permukaan anterior fibula dan berakhir sebagai 4

tendon yang melekat disisi dorsal ke-4 jari-jari kaki. Di ujung tiap

tendon terbagi tiga, 1 berinsersi di atas phalang tengah dan 2

lainnya berinsersi di atas phalang distal. Otot ini berfungsi untuk

ekstensi jari-jari kaki serta bersama-sama dengan m. peroneus

tertius, yang merupakan bagian dari ekstensor digirotum longus,

membantu dorsofleksi dan eversi pergelangan kaki.

Kelompok otot ini dipersarafi oleh n. fibularis profundus dan

mendapatkan suplai dari a. tibilais anterior.

o Kelompok medial terdiri dari m. tibialis posterior, m. fleksor

hallucis longus, dan m. fleksor digitorum longus. M. tibialis

posterior berorigo pada tibia dan sisi posterior fibula dan berinsersi

di tarsal dan metatarsal medial. Otot ini berfungsi untuk inversi

pergelangan kaki dan plantarfleksi. M. fleksor hallucis longus

berorigo pada sisi lateral fibula dan tibia, berinsersi di phalang

distal ibu jari kaki. Otot ini berfungsi untuk fleksi phalang distal

ibu jari kaki. M. fleksor digitorum longus berorigo pada sisi

6

Page 7: Congenital Talipes Equino Varus

posterior tibia dan berinsersi di sisi lateral phalang distal ke-4 jari

kaki. Otot ini berfungsi untuk fleksi jari-jari kaki. Kelompok otot

ini dipersarafi oleh n. fibularis profundus dan mendapat suplai dari

a. tibialis anterior.

b. Otot-otot intrinsik

Otot-otot intrinsik merupakan otot-otot yang berorigo dan berinsersi pada

kaki. Yang termasuk otot-otot intrinsik yaitu:

Lapis I

M. Abduktor digiti quinti

M. Abduktor hallucis

M. Fleksor digitorum brevis

Lapis II

M. Quadratus plantaris

Mm. Lumbricales

Lapis III

M. Adduktor hallucis Caput transversal dan oblik

M. Fleksor hallucis brevis

M. Fleksor digiti Quinti brevis

Lapis IV

Mm. Interosseus plantaris dan dorsalis

Otot-otot yang dipersarafi oleh N. Plantaris medial, yaitu M. abduktor

hallucis, M. fleksor digitorum brevis, M. fleksor hallucis brevis dan

lumbricales I, berfungsi untuk fleksi jari-jari kaki terutama pada sendi

metatarsofalangeal ibu jari dan menstabilisasi phalang jari pertama saat

fase push-off saat berjalan.

Otot-otot yang dipersarafi oleh N. plantaris lateral, yaitu: M. abduktor

hallucis, M. abduktor digiti quinti, M. fleksor digiti quinti, quadratus

plantaris, lumbricales dan interosseus, berfungsi untuk mempertahankan

7

Page 8: Congenital Talipes Equino Varus

arkus kaki, fleksi sendi metatarsophalangeal jari-jari kaki, adduksi dan

abduksi jari-jari kaki.

2.2 Embriologi

Periode embrionik terbagi menjadi 23 horizon atau tingkatan. Tiap horizon

atau tingkatan, berhubungan dengan tingkatan perkembangan dari embrio. Bentuk

kaki yang bulat mulai terlihat pada horizon ke 17, pada minggu ke 5 fase

embrionik. Permukaan bud kaki berada pada bidang transversal dan permukaan

ventral, dan permukaan plantar menghadap ke kepala. Bila dilihat dari aspek

ventral dari embrio, rotasi dari bud kaki kiri adalah berlawanan dengan arah jarum

jam, dan rotasi kaki kanan searah jarum jam, segmen tungkai bawah berperan

dalam  perubahan rotasi ini dan secara morfologi belum tampak jari-jari kaki pada

bud kaki. Pada minggu ke 6 fase embrionik, rotasi ke dalam tungkai bawah terus

berjalan. Permukaan medial dari bud kaki lebih mengarah ke bidang median dari

batang tubuh.6

Perubahan dari bud kaki lebih terlihat jelas strukturnya pada horizon ke 20

dan pada horizon ke 21, minggu ke 7 fase embrionik. Horizon ke 23 menandakan

akhir dari fase embrionik dan berhubungan dengan akhir dari minggu ke 8 fase

embrionik. Kaki bersentuhan antara satu dengan lainnya, dan telapak berada pada

posisi berdoa. Pada periode janin, perubahan rotasi yang penting terjadi, awalnya

telapak kaki berhadapan, pada posisi equinus relatif terhadap tungkai kaki. Terjadi

rotasi internal yang progresif dari bagian paha, kaki berada pada posisi equinus,

supinasi, dan external rotasi relative terhadap tungkai kaki. Yang pada akhirnya

dorsiflexi dan pronasi kaki mengarah pada posisi netral kaki pada orang dewasa.

Beberapa fase perkembangan embrio kaki berdasarkan morfologi:

1. Bulan ke-2: Kaki pada posisi 90° equinus dan adduksi.

2. Awal bulan ke-3: Kaki pada posisi 90° equinus, adduksi, dan terlihat

supinasi

3. Pertengahan bulan ke-3: Kaki dorsifleksi pada ankle, tetapi masih sedikit

tampak beberapa derajat equinus dan supinasi masih ada. Metatarsal

pertama tetap adduksi.

8

Page 9: Congenital Talipes Equino Varus

4. Awal bulan ke-4: Kaki pronasi dan sampai pada posisi midsupinasi. Masih

tampak sedikit metatarsus varus. Equinus sudah tidak tampak.

Pronasi berlanjut selama fase pertumbuhan dan tetap belum sempurna saat

bayi baru lahir. Keempat tingkatan perkembangan morfologi kaki dapat

memberikan gambaran yang jelas, walau pada kenyataannya, perubahan yang

terjadi tidak selalu sesuai dengan tingkatan perkembangan yang ada, tetapi

perubahan terjadi secara bertahap dan berkesinambungan.6

Perkembangan embriologi ekstremitas bawah

Manifestasi pertama extremitas bawah sebagai paddle-shape bud pada

dinding ventrolateral tubuh selama minggu 4-5 gestasi. Limb bud ini akan

berkembang bentuknya dengan adanya migrasi dan proliferasi dari jaringan

mesenchym yang berdiferensiasi. Dengan berakhirnya minggu ke 6, limb bud

terus berkembang membentuk bud terminal (plate) dari tangan dan kaki (termasuk

membentuk pola digiti) serta membentuk external awal dari tungkai.

Tepatnya minggu ke 7, axis longitudinal dari upper dan lower limb buds

adalah parallel. Komponen pre-axial menghadap ke dorsal dan post-axial

menghadap ke ventral. Pada periode ini posisi limb bud dibanding trunk tidak

mengalami perubahan yang berhubungan dengan aktivitas otot namun dipastikan

akan mengalami torsion pada tulang-tulangnya.6

Jari-jari dibentuk penuh pada minggu ke 8 embrio, permukaan plantar yang

berlawanan disebut posisi praying feet, segera setelah itu lower limb berputar ke

medial membawa ibu jari ke midline dari posisi post-axial pada awalnya.

Selanjutnya secara mekanik intrauterine, terbentuklah extremitas bawah

fetus, kemudian femur atau upper limb bud  berotasi ke external dan tibia atau

lower limb bud berotasi ke internal. Postur kaki terus tumbuh dan dipastikan

femur berotasi ke lateral dan tibia ke medial.

Dalam studi computer tomografi (CT) tibial torsion selama masa

pertumbuhan fetus, telah ditemukan bahwa ada peningkatan eksternal tibial

torsion pada stadium awal dari kehidupan fetus namun kemudian secara bertahap

menurun pada saat bayi lahir, tibial akan torsion ke arah internal. Setelah lahir

9

Page 10: Congenital Talipes Equino Varus

tibia berotasi ke arah exsternal dan rata-rata version tibia pada tulang matur adalah

15⁰. 6,7

b. Alur embriologi berdasarkan perkembangannya

* Pada saat minggu ke lima mulai terjadi pembentukan dari paddle shaped

bud, dimana dilanjuti dengan proses lapisan mesenchym (pembungkus

ectoderm) yang kemudian berubah menjadi apical ectodermal ridge yang

kemudian bertumbuh dan melakukan differensiasi

* Pada saat minggu ke enam bagian terminal tunas terjadi proses pendataran

dimana hal inilah yang kemudian menyebabkan pendataran dimana proses

pendataran inilah yang membuat hand and foot plates kemudian terjadi

pembentukan circular constriction yang kemudian memisahkan diri dengan

bagian proximal dari tunas

* Pada saat minggu ke dua belas proses pembentukan dari primer cartilago

ossification akan membentuk diaphysis. Pada bagian central ossification

(epiphysial plate) pada batas dengan epifisis dimana epifisis ini dapat

digunakan untuk menentukan umur dari pasien.

c. Proses perkembangan sejak lahir

Femoral anteversi pada saat lahir akan memiliki sudut sekitar 30⁰ sampai 40⁰. Dikarenakan intrauterin biasanya hip external rotasi positif, maka

pada saat pemeriksaan infant akan terlihat hip lebih external rotasi. Jaringan

lunak hip external rotasi yang kontraktur akan berkurang lebih dari 1 tahun

pertama kehidupan seorang anak selanjutnya meningkat menjadi internal

rotasi diharapkan femoral anteversi akan menjadi semakin terlihat. Ada

penurunan secara bertahap femoral anteversi dari 30⁰ sampai 40⁰ pada saat

lahir kemudian menjadi 10⁰ sampai 15⁰ pada adolesen awal dan puncak

perbaikan terjadi sebelum usia 8 tahun.6,7

10

Page 11: Congenital Talipes Equino Varus

BAB III

CONGENITAL TALIPES EQUNIOVARUS

3.1 Definisi

Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu

kelainan pada kaki yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle nya.

Equinovarus berasal dari kata equino yang berarti berbentuk seperti kuda dan

varus yang berarti bengkok ke arah dalam atau medial. Congenital Talipes Equino

Varus (CTEV) sering disebut juga clubfoot adalah deformitas yang meliputi

equinus pada pergelangan kaki, varus pada hindfoot/tumit, dan adduksi pada

forefoot. 2

Penderita CTEV mengalami pemanjangan pada ligamen di bawah

maleolus literalis yakni ligamen calcaneofibulare, sehingga sendi diantara tulang-

tulang tarsal tidak bisa bergerak seperti seharusnya dan tulang-tulang pedis

mengalami deformitas. Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan

tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian lateral

kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian

medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami

inversi, terdapat lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang

sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil

dan sulit dipalpasi.8

Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal

anterior tulang calcaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, tidak

terdapat celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis

bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran

subtalar ke medial.9

11

Page 12: Congenital Talipes Equino Varus

Gambar 2. Clubfoot bone.

3.2 Epidemiologi

Insidens CTEV yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering

ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (2:1). CTEV 50% bersifat

bilateral. Insidens clubfoot ini sangat bervariasi tergantung dari ras dan jenis

kelamin. Insidens keseluruhan adalah 1 sampai 2 per seribu kelahiran hidup.

Kejadian di Amerika Serikat adalah sekitar 2,29 dari 1000 kelahiran hidup, 1,6

per seribu kelahiran hidup pada Kaukasia, 0,57 per 1000 kelahiran hidup pada

Oriental. Kemungkinan penyakit clubfoot ini terjadi pada saudara kembar adalah

1 dari 35 kelahiran dan jika terjadi dalam sebuah identik kembar, besar risiko

adalah 1 dari 3 kelahiran.2

3.3 Klasifikasi

Pada dasarnya CTEV diklasifikasikan dalam dua kelompok :10,11

a. Tipe ekstrinsik/fleksibel

Tipe yang kadang-kadang disebut juga tipe konvensional ini merupakan

tipe yang mudah ditangani dan memberi respon terhadap terapi konservatif.

Kaki dalam posisi equinovarus akan tetapi fleksibel dan mudah dikoreksi

dengan tekanan manual. Tipe ini merupakan tipe postural yang dihubungkan

12

Page 13: Congenital Talipes Equino Varus

dengan postur intrauterin. Kelainan pada tulang tidak menyeluruh, tidak

terdapat pemendekan jaringan lunak yang berat. Tampak tumit yang normal

dan terdapat lipatan kulit pada sisi luar pergelangan kaki.

b. Tipe intrinsik/rigid

Terjadi pada kurang lebih 40% deformitas. Merupakan kasus yang kurang

memberikan respon terhadap terapi konservatif dan kambuh lagi dengan cepat.

Jenis ini ditandai dengan betis yang kurus, tumit kecil dan tinggi, kaki lebih

kaku dan deformitas yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit dengan

tekanan manual dan tulang abnormal tampak waktu dilahirkan. Tampak

lipatan kulit di sisi medial kaki.

Pembagian lain clubfoot sebagai berikut :

a. Typical Clubfoot

Merupakan clubfoot klasik yang hanya menderita clubfoot saja tanpa

disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali pemasangan

gips koreksi dan dengan manajemen Ponseti mempunyai hasil jangka panjang

yang baik atau memuaskan.

Positional Clubfoot sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan

diduga akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai

dengan satu atau dua kali pemasangan gips koreksi.

Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau

lebih.

Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya

ditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps

lebih jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan

pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan equinus

paling sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan

berjalannya waktu menjadi fixed.

13

Page 14: Congenital Talipes Equino Varus

Alternatively treated typical clubfoot termasuk clubfoot yang ditangani

secara operatif atau pemasangan gips koreksi dengan metode non-

Ponseti.

b. Atypical clubfoot

Kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit yang lain.

Mulailah penanganan dengan metode Ponseti. Koreksi pada umumnya lebih

sulit.

Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus

dengan kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya

kaku, pendek, gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak

kaki dan dibagian belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan

metatarsal pertama dengan hiperekstensi sendi metatarsophalangeal.

Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa

disertai kelainan yang lain.

Syndromic clubfoot Selain clubfoot ditemukan juga kelainan kongenital

lain. Jadi clubfoot merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode

Ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit

dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih

ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada clubfoot nya

sendiri.

Tetralogic clubfoot seperti pada congenital tarsal synchondrosis.

Neurogenic clubfoot berhubungan dengan kelainan neurologi seperti

meningomyelocele.

Acquired clubfoot seperti pada Streeter dysplasia.

Klasifikasi selanjutnya yang banyak digunakan antara lain klasifikasi oleh

pirani dan Di Meglio.12,13

14

Page 15: Congenital Talipes Equino Varus

Gambar 3. Klasifikasi pirani

15

Page 16: Congenital Talipes Equino Varus

Gambar 4. Klasifikasi DiMeglio

16

Page 17: Congenital Talipes Equino Varus

3.4 Etiologi

Terdapat beberapa teori yang telah diajukan sebagai penyebab deformitas

ini, termasuk faktor genetik, defek sel germinativum primer, anomali vaskular,

faktor intrauteri, dan faktor miogenik. Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak

diketahui dengan pasti.15,16

a. Faktor mekanik intra uteri

Faktor mekanik intra uteri merupakan teori tertua dan diajukan pertama

kali oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada posisi

equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan Browne

(1939) mengatakan bahwa adanya oligohidramnion mempermudah terjadinya

penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.

b. Defek neuromuskular

Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu dikarenakan adanya defek

neuromuskular, tetapi banyak penelitian menyebutkan bahwa tidak ditemukan

adanya kelainan histologis dan elektromiografik.

c. Defek plasma sel primer

Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan

CTEV dan 14 kaki normal. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV, leher dari

talus selalu pendek diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar.

Mereka mengemukakan hipotesis bahwa hal tersebut dikarenakan defek dari

plasma sel primer.

d. Perkembangan fetus yang terhambat

Teori ini dikemukakan oleh Von Volkmann tahun 1863 dan telah

diverifikasi oleh penulis-penulis lainnya. Menurut teori ini, normalnya kaki

dalam posisi equinovarus dan akan menjadi pronasi saat lahir. Perkembangan

kaki fetus terhambat karena adanya kesalahan intrinsik atau faktor lingkungan

yang mebuat kecacatan dari perubahan posisi fisiologis ke posisi normal kaki

yang pronasi dan mengakibatkan adanya clubfoot saat lahir.

17

Page 18: Congenital Talipes Equino Varus

e. Herediter

Clubfoot cenderung merupakan penyakit yang biasa disebabkan karena

herediter, dimana hal ini biasa diwariskan sebagai suatu kelainan yang

memiliki sifat multifaktorial poligenik.

f. Hipotesis vaskular

Atlas dkk, menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus-kasus

CTEV. Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis. Pada bayi

dengan CTEV didapatkan adanya muscle wasting pada bagian ipsilateral,

dimana hal ini kemungkinan dikarenakan berkurangnya perfusi arteri tibialis

anterior selama masa perkembangan.

g. Enviromental

Pengaruh berbahaya dari agen teratogenik terbukti berbahaya bagi

perkembangan janin baik dimana hal ini biasa disebabkan karena pengaruh

rubella dan thalidomide pada kehamilan.

3.5 Patofisiologi

Clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada

mulanya normal akan menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan.

Clubfoot jarang terdeteksi pada janin yang berumur di bawah 16 minggu. Oleh

karena itu, seperti developmental hip dysplasia dan idiopathic scoliosis, clubfoot

merupakan deformasi pertumbuhan (developmental deformation). Bentuk sendi-

sendi tarsal relatif berubah karena perubahan posisi tulang tarsal. Forefoot yang

pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih konkaf (cavus). Tulang-

tulang metatarsal tampak fleksi dan makin bertambah fleksi.11,15

Pada clubfoot, terjadi tarikan yang kuat dari M. tibialis posterior dan M.

gastrosoleus serta M.fleksor hallucis longus. Ukuran otot-otot itu lebih kecil dan

lebih pendek dibandingkan kaki normal. Di ujung distal M. gastrosoleus terdapat

peningkatan jaringan ikat yang kayaa akan kolagen, yang menyatu ke dalam tendo

achilles dan fascia profundus. Pada clubfoot, ligamen-ligamen pada sisi lateral dan

medial ankle serta sendi tarsal sangat tebal dan kaku, yang dengan kuat menahan

kaki pada posisi equinus dan membuat navikular dan kalkaneus dalam posisi

18

Page 19: Congenital Talipes Equino Varus

adduksi dan inversi. Ukuran otot-otot betis berbanding terbalik dengan derajat

deformitasnya. Pada clubfoot yang sangat berat, gastrosoleus tampak sebagai otot

kecil pada sepertiga atas betis.

Sintesis kolagen yang berlebihan pada ligamen, tendo, dan otot terus

berlangsung sampai anak berumur 3-4 tahun dan mungkin merupakan penyebab

relaps (kekambuhan). Di bawah mikroskop berkas serabut kolagen menunjukkan

gambaran bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini

menyebabkan ligamen mudah diregangkan. peregangan ligamen pada bayi, yang

dilakukan dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi

beberapa hari berikutnya yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut.

Inilah sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual mudah silakukan.

Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. pada saaat lahir, tulang tarsal,

yang hampir seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi,

adduksi, dan inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat,

kolumnya melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji.

Navikular bergeser jauh ke medial, mendekati maleolus medialis, dan

berartikulasi dengan permukaan medial kaput talus. Kalkaneus adduksi dan

inversi di bawah talus.

Seperti yang ditunjukkan pada bayi berumur 3 hari, navikular bergeser ke

medial dan berartikulasi hanya dengan aspek medial kaput talus. Cuneiforme

tampak berada di kanan navikular, dan kuboid berada di bawahnya. Permukaan

sendi calcaneocuboid mengarah posteromedial. Dua pertiga bagian anterior

kalkaneus berada di bawah talus. Tendo M. tibialis anterior, M. ekstensor hallucis

longus, dan M. ekstensor digitorum longus bergeser ke medial. Baik pada kaki

yang normal ataupun clubfoot, tidak ada sumbu gerak tunggal dimana talus

berotasi pada sumbu tersebut. Sendi-sendi tarsal secara fungsional saling

tergantung (interdependent). Pergerakan satu tulang tarsal akan menyebabkan

pergeseran tulang tarsal di sekitarnya secara bersamaan. Pergerakan sendi

ditentukan oleh kelengkungan permukaan sendi dan oleh orientasi dan struktur

ligamen yang mengikatnya. Tiap-tiap sendi mempunyai pola pergerakan yang

khas.15,16

19

Page 20: Congenital Talipes Equino Varus

Oleh karena itu, koreksi tulang tarsal clubfoot yang inverse serta bergeser

jauh ke medial, harus dilakukan dengan menggeser os. navicular, os. cuboid, dan

os. calcaneus ke arah lateral secara bertahap dan simultan, sebelum mereka dapat

di eversi ke posisi netral. pergeseran ini mudah dilakukan karena ligamenta tarsal

dapat diregangkan secara bertahap. Koreksi tulang tarsal clubfoot yang telah

bergeser hebat memerlukan pengertian yang baik mengenai anatomi fungsional

talus. Pada clubfoot, bagian anterior kalkaneus berada di bawah kaput talus. Posisi

ini menyebabkan kalkaneus varus dan equinus. Usaha untuk mengeversikan

kalkaneus tanpa mengabduksikannya terlebih dahulu akan menekan kalkaneus

pada talus dan tidak akan mengoreksi kalkaneus yang varus. Koreksi clubfoot

dilakukan dengan mengabduksikan kaki yang telah disupinasikan sambil

melakukan counterpressure pada aspek lateral kaput talus untuk mencegah rotasi

talus di ankle.16

3.6 Gambaran Klinis

Deformitas ini mudah dikenali dan terlihat nyata pada waktu lahir. Kaki

terputar dan terbelit sehingga telapak kaki menghadap posteromedial. Gejala-

gejala lokalnya adalah betis terlihat kurus, deformitas berupa equinus pada

pergelangan kaki, varus pada hindfoot/tumit, dan adduksi pada forefoot,2

pemeriksaan palpasi tidak memiliki banyak arti deformitas terfiksir dan tidak

dapat dikoreksi secara pasif. Meskipun kaki pada bayi normal dapat terlihat dalam

posisi equinovarus, tetapi dapat didorsofleksikan sampai jari-jari menyentuh

bagian depan tungkai bawahnya.11

Kasus deformitas bilateral terjadi pada sepertiga-separuh kasus. Pada

kasus bilateral, salah satu kaki biasanya mempunyai deformitas lebih berat

daripada kaki lainnya. Pada kasus unilateral, kaki yang sakit lebih kecil dan

kurang berkembang dibandingkan kaki lainnya dan biasanya kaki kanan lebih

sering terkena dari kiri.2

20

Page 21: Congenital Talipes Equino Varus

Gambar 5. Clubfoot

Gambar 6. Gambaran clubfoot

3.7 Pemeriksaan Radiologis

Pada pemeriksaan radiologis dapat dijumpai hal seperti di bawah ini.17

Equinus kaki belakang adalah plantar flexi dari calcaneus anterior (serupa

dengan  kaki kuda) seperti sudut antara axis panjang dari tibia  dan axis

panjang dari kalkaneus (sudut tibiocalcaneal) lebih dari 90°.

21

Page 22: Congenital Talipes Equino Varus

Pada varus kaki belakang, talus terkesan tidak bergerak terhadap tibia.

Pada penampang lateral, sudut antara axis panjang talus dan sudut panjang

dari kalkaneus (sudut talocalcaneal) adalah kurang dari 25°, dan kedua

tulang mendekati sejajar dibandingkan posisi normal. 

Pada penampang dorso plantar, sudut talocalcaneal adalah kurang dari 15°,

dan kedua tulang tampak melampaui normal. Juga axis longitudinal yang

melewati talus bagian tengah (midtalar line) melewati bagian lateral ke

bagian dasar dari metatarsal pertama, dikarenakan bagian depan kaki

terdeviasi kearah medial.

3.8 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan CTEV adalah untuk mencapai dan

mempertahankan reduksi konsentrik dislokasi atau subluksasi sendi

talokalkaneonavikular, mengembalikan alignment persendian tarsal dan

pergelangan kaki yang normal, mewujudkan keseimbangan otot antara evertor dan

invertor; dan otot dorsifleksor dan plantarfleksor, dan untuk mendapatkan kaki

yang mobile dengan fungsi dan weight bearing yang normal.

Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah

lahir. Tiga minggu pertama setelah lahir merupakan periode emas/golden period,

sebab jaringan ligamentosa bayi baru lahir masih kendor karena pengaruh hormon

maternal. Fase ini adalah fase kritis dimana jaringan lunak yang kontraktur dapat

dielongasi dengan manipulasi berulang setiap hari. Jika mengharapkan metoda

reduksi tertutup akan mencapai keberhasilan, ini merupakan waktu yang tepat.

Segera setelah bayi lahir, dokter harus menjelaskan kepada orangtuanya

sasaran, sifat, dan hakekat CTEV serta tahap-tahap penanganan. Mereka harus

diberi pengertian bahwa pengelolaan CTEV sangat lama, dapat berlanjut dalam

periode bertahun-tahun sampai dewasa, saat maturitas skeletal kaki terjadi, dan

keharusan perawatan serta perhatian yang terus menerus dibutuhkan sepanjang

stadium pertumbuhan tulang.

Penatalaksanaan dapat dibagi menjadi dua, era pra-Ponseti dan era pasca-

Ponseti. Di era pra-Ponseti, fokus adalah pada pengobatan konservatif dan diikuti

22

Page 23: Congenital Talipes Equino Varus

dengan pengobatan operatif jika pengobatan konservatif gagal. Teknik Ponseti

pada dasarnya konservatif. Namun tidak menunjukkan bahwa di era pasca-Ponseti

semua modalitas lainnya telah ditinggalkan. Metode lain, termasuk operasi, masih

dilakukan tergantung keinginan individu.18

3.8.1 Pengobatan non-operatif

Pengobatan non-operatif pertama diusulkan oleh Hippocrates tahun 400

SM ketika ia merekomendasikan manipulasi lembut diikuti oleh splinting. Plester

gips digunakan untuk mengobati clubfoot ketika Guerin memperkenalkan plester

dari Paris pada tahun 1836. Kite adalah yang pertama merekomendasikan

manipulasi lembut dan imobilisasi dengan gips.19 Pada pertemuan tahunan

American Academy of Orthopedic Surgeons pada tahun 2002, Cummings

menyatakan, "Ada banyak teknik untuk pengobatan manipulatif clubfoot karena

banyak penulis yang menulis tentang clubfoot". Untuk mengatasi masalah ini,

International Clubfoot Study Group yang didirikan pada tahun 2003, menyetujui,

teknik Ponseti, Bensahel, dan Kite sebagai rezim konservatif standar untuk

pengobatan kaki pengkor seluruh dunia.20

a. Teknik Kite

Dalam metode Kite, manipulasi dapat segera dimulai setelah lahir. Itu

berasal dari konsep tekanan tiga titik, seperti yang digunakan dalam lentur dari

kawat. titik tumpu adalah sendi calcaneocuboid. kaki depan digenggam dan

didistraksi sementara tangan lainnya memegang tumit. Counterpressure

diterapkan di sendi calcaneocuboid dengan sendi navicular didorong ke

lateral. Tumit eversi saat kaki diabduksi. Ini diikuti dengan penerapan cast

sandal, yang diperluas ke bawah lutut dengan kaki dieversi dengan rotasi

eksternal yang lembut. Setelah itu, kaki didorong dorsofleksi untuk

memperbaiki equinus setelah adduksi dan varus dikoreksi. Gips diganti setiap

minggu. Mengikuti koreksi penuh, kaki ditempatkan dalam Denis Browne

Bar. Tingkat keberhasilan bervariasi dari tinggi 90% ditemukan oleh Kite dan

rendah dari 19% oleh Fripp dan Shaw. Menurut Ponseti, rata-rata jumlah gips

diperlukan untuk koreksi oleh teknik ini adalah 20.18

b. Teknik Ponseti

23

Page 24: Congenital Talipes Equino Varus

Ponseti telah melaporkan hasil yang konsisten sejak tahun 1950, tetapi

hanya baru-baru ini bahwa ia telah diberikan pengakuan. Tekniknya

didasarkan pada pemahaman yang kuat tentang patoanatomi dari clubfoot.

Menurut Ponseti, clubfoot biasanya berulang sampai usia empat tahun dan

orang tua harus diperingatkan mengenai kemungkinan ini. Ponseti

menunjukkan dua alasan ditemukannya hasil yang buruk dengan teknik Kite.

Pertama, penggunaan sendi calcaneocuboid sebagai blok titik tumpu abduksi

kalkaneus, dengan demikian mencegah eversi dari kalkaneus. Kedua, pronasi

dari kaki depan untuk memperbaiki cavus sebenarnya memperburuk cavus.

Sebuah studi terbaru oleh Frick menyoroti pentingnya koreksi supinasi.

Berdasarkan penelitian laboratorium, Ponseti telah menunjukkan bahwa eversi

kalkaneus terjadi hanya bila diabduksi sepenuhnya.21

Dalam teknik Ponseti, dua gips pertama diterapkan dengan kaki depan

supinasi sehingga membawa kesegarisan dengan kaki belakang. Gips ketiga

diterapkan dengan kaki depan diabduksi dan counterpressure yang simultan di

kepala talus. Gips ke empat, kaki depan lebih jauh diabduksi. Sebelum gips ke

lima, tingkat dorsofleksi dinilai dan jika dorsofleksi tidak mungkin melampaui

netral, maka percutaneous achilles tenotomy diperlukan. Tenotomi, jika

diperlukan, dilakukan dengan anestesi lokal sebagai prosedur rawat jalan. Gips

sebelum tenotomi diganti pada interval mingguan sedangkan gips setelah

tenotomi dilepas pada akhir minggu ketiga. Rata-rata jumlah gips dengan

teknik Ponseti hanya 5. Dibandingkan dengan 20 gips dengan teknik Kite,

teknik ini menghemat waktu dan uang untuk pasien.22

24

Page 25: Congenital Talipes Equino Varus

Gambar 7. Serial cast Ponseti

Menyusul pelepasan gips terakhir, terlepas dari apakah tenotomi ini

dilakukan atau tidak, pasien ditempatkan dalam Foot Abduction Orthosis

(FAO) yang dimodifikasi, yang digunakan untuk 23 jam sehari dalam empat

bulan awal dan selanjutnya untuk malam hari selama tiga tahun.23 Menurut

Ponseti, tenotomi diperlukan dalam 70% kasus. Dalam sebuah studi oleh

Scher et al., anak-anak dengan clubfeet yang memiliki skor awal ≥5.0 oleh

sistem Pirani atau dinilai sebagai kelas IV kaki dengan sistem Dimeglio sangat

mungkin membutuhkan tenotomi.24

1) Manipulasi

Tindakan manipulasi adalah melakukan abduksi dari kaki dibawah caput

talus yang telah distabilkan. Tentukan letak talus. Seluruh deformitas clubfoot,

kecuali equinus ankle, terkoreksi secara bersamaan. Agar dapat mengoreksi

kelainan ini, kita harus dapat menentukan letak kaput talus, yang menjadi titik

tumpu koreksi. Pertama, palpasi kedua malleoli dengan ibu jari dan jari

telunjuk dari tangan A sementara jari-jari dan metatarsal dipegang dengan

tangan B. Kemudian geser ibu jari dan jari telunjuk tangan A ke depan untuk

dapat meraba caput talus di depan pergelangan kaki. Karena navicular

bergeser ke medial dan tuberositasnya hampir menyentuh malleolus medialis,

kita dapat meraba penonjolan bagian lateral dari kaput talus yang hanya

tertutup kulit di depan malleolus lateralis. Bagian anterior kalkaneus dapat

diraba dibawah caput talus. Dengan menggerakkan forefoot dalam posisi

supinasi kearah lateral, kita dapat meraba navicular bergeser meskipun sedikit

di depan kaput talus sedangkan tulang calcaneus akan bergerak ke lateral di

bawah kaput talus.

25

Page 26: Congenital Talipes Equino Varus

Gambar 8. Menentukan letak kaput talus.

2) Mengoreksi cavus

Bagian pertama metode Ponseti adalah mengoreksi cavus dengan

memposisikan kaki depan ( forefoot ) dalam alignment yang tepat dengan kaki

belakang (hindfoot). Cavus, yang merupakan lengkungan tinggi di bagian

tengah kaki, disebabkan oleh pronasi forefoot terhadap hindfoot. Cavus ini

hampir selalu supel pada bayi baru lahir dan dengan mengelevasikan jari

pertama dan metatarsal pertama maka arcus longitudinal kaki kembali normal.

Forefoot disupinasikan sampai secara visual kita dapat melihat arcus plantar

pedis yang normal yaitu tidak terlalu tinggi ataupun terlalu datar. Alignment

(kesegarisan) forefoot dan hindfoot untuk mencapai arcus plantaris yang

normal sangat penting agar abduksi yang dilakukan untuk mengoreksi adduksi

dan varus dapat efektif.

26

Page 27: Congenital Talipes Equino Varus

Gambar 9. Koreksi cavus.

3) Pemasangan Gips

Ponseti merekomendasikan penggunaan bahan gips karena lebih murah

dan molding lebih presisi dibanding dengan fiberglass.

Manipulasi awal. Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi lebih dahulu.

Memasang padding. Pasang padding yang tipis untuk memudahkan

molding. Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang maksimal dengan

cara memegang jari-jari dan counter pressure pada caput talus selama

pemasangan gips.

Pemasangan gips. Pasang gips di bawah lutut lebih dulu kemudian

lanjutkan gips sampai paha atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran di

sekeliling jari-jari kaki kemudian ke proksimal sampai lutut. Saat

memasang gips diatas tumit, gips dikencangkan sedikit. Kaki harus

27

Page 28: Congenital Talipes Equino Varus

dipegang pada jari-jari, gips dilingkarkan di atas jari-jari pemegang agar

tersedia ruang yang cukup untuk pergerakan jari-jari.

Molding gips. Koreksi tidak boleh dilakukan secara paksa dengan

menggunakan gips. Gunakanlah penekanan yang ringan saja. Jangan

menekan caput talus dengan ibu jari terus menerus, tapi ”tekan-lepas-

tekan” berulangkali untuk mencegah pressure sore. Molding gips di atas

kaput talus sambil mempertahankan kaki pada posisi koreksi. Perhatikan

ibu jari tangan kiri melakukan molding gips di atas caput talus sedangkan

tangan kanan molding forefoot (dalam posisi supinasi). Arcus plantaris

dimolding dengan baik untuk mencegah terjadinya flatfoot atau rocker-

bottom deformity. Tumit di molding dengan baik dengan ”membentuk”

gips di atas tuberositas posterior kalkaneus. Malleolus di molding dengan

baik. Proses molding ini hendaknya merupakan proses yang dinamik,

sehingga jari-jari harus sering digerakkan untuk menghindari tekanan yang

berlebihan pada satu tempat. Molding dilanjutkan sambil menunggu gips

keras.

Lanjutankan gips sampai paha. Gunakan padding yang tebal pada

proksimal paha untuk mencegah iritasi kulit. Gips dapat dipasang berulang

bolak-balik pada sisi anterior lutut untuk memperkuat gips disisi anterior

dan untuk mencegah terlalu tebalnya gips di fossa poplitea, yang akan

mempersulit pelepasan gips.

28

Page 29: Congenital Talipes Equino Varus

Gambar 10. Pemasangan gips Ponseti.

4) Brace

Pada akhir pemasangan gips, kaki dalam posisi sangat abduksi sekitar 60-

700 setelah gips terakhir dipakai selama 5 minggu. Selanjutnya memakai brace

untuk mempertahankan kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Brace

berupa bar (batang) logam direkatkan pada sepatu yang bertelapak kakilurus

dengan ujung terbuka (straight-last open-toe shoe). Abduksi kaki dengan

sudut 60-700 untuk mempertahankan abduksi kalkaneus dan forefoot serta

29

Page 30: Congenital Talipes Equino Varus

mencegah kekambuhan. Dengan menggunakan brace lutut tetap bebas

sehingga anak dapat menendangkan kaki kedepan sehingga meregangkan otot

gastrosoleus. Abduksi kaki dalam brace ditambah dengan bar yang sedikit

melengkung akan membuat kaki dorsofleksi sehingga membantu

mempertahankan regangan pada otot gastrocnemius dan tendo achilles.

Clubfoot memiliki kecenderungan kuat untuk kambuh sampai usia empat

tahun yang disebabkan oleh patologi aslinya. Kekambuhan menurun setelah

usia empat tahun karena patologi yang menyebabkan clubfoot tidak lagi ada.

Menurut Ponseti, 50% kekambuhan terjadi antara 10 bulan sampai lima tahun

dan ini adalah terlepas dari tingkat koreksi yang diperoleh setelah pemasangan

gips. Faktor paling penting yang memprediksi kekambuhan adalah

ketidakpatuhan dengan FAO dan tingkat kekambuhan bisa dikurangi 10% jika

pasien itu sesuai dengan FAO. Dalam penelitian terbaru oleh Thacker et al.

kaki pasien yang sesuai dengan FAO koreksi mereka bertahan lebih baik

daripada mereka yang tidak sesuai.25

Gambar 11. Foot Abduction Orthosis.

c. Teknik Perancis

Teknik ini, juga dikenal sebagai metode Fungsional, diperkenalkan di

Perancis pada 1970-an oleh Masse dan Bensahel, tapi tidak sampai awal 1980,

akhirnya masuk di literatur Inggris. Teknik ini melibatkan manipulasi harian

30

Page 31: Congenital Talipes Equino Varus

clubfoot anak dengan terapi fisik selama 30 menit. Hal ini diikuti oleh

stimulasi otot-otot sekitar kaki, terutama otot-otot peroneal, untuk

mempertahankan reduksi yang dicapai dengan manipulasi pasif, strapping

adesif diterapkan. Perlakuan harian dilakukan selama kurang lebih dua bulan

dan kemudian dikurangi menjadi tiga sesi per minggu untuk enam bulan

tambahan. Taping dilanjutkan sampai pasien rawat jalan. Setelah ambulasi

dicapai, splint malam digunakan untuk dua sampai tiga tahun. Awalnya, hasil

yang baik terlihat pada 50% pasien dan dalam kasus-kasus yang tersisa,

operasi yang diperlukan hanya rilis posterior. Kelemahan dari metode ini

adalah bahwa ini melibatkan kunjungan rumah sakit setiap hari, tergantung

pada keterampilan manipulasi terapis fisik dan mahal. Metode ini kemudian

dimodifikasi untuk menyertakan penempatan dalam mesin gerakan pasif yang

terus-menerus selama enam sampai delapan jam setelah manipulasi pasif oleh

terapis dan strapping adesif kaki. Penambahan mesin CPM mengakibatkan

lebih sedikit pasien yang membutuhkan operasi dan prosedur kurang radikal

bagi mereka yang membutuhkan operasi. Tingkat keberhasilan dilaporkan

mendekati 68% . Dengan pengalaman lebih lanjut dalam penggunaan mesin

CPM, tingkat keberhasilan meningkat menjadi 88% . Metode ini tidak begitu

terkenal di Amerika Serikat. Dalam salah satu dari beberapa studi Amerika,

Richards et al. melaporkan tingkat keberhasilan hanya 44%, tapi tanpa

menggunakan mesin CPM. Dengan penambahan mesin CPM, tingkat

keberhasilan naik menjadi 60% .26

3.8.2 Pengobatan operatif

Daftar prosedur operasi ini tak ada habisnya karena tidak ada prosedur

tunggal memberikan koreksi yang tahan lama. Prosedur operasi pertama, rilis

posterior, digambarkan oleh Phelps pada tahun 1891. Prosedur PMR, yang

diperkenalkan oleh Turco (1980), pada dasarnya merupakan modifikasi dari

prosedur sebelumnya diuraikan oleh Phelps, Codvilla (1906), Brockman (1937)

dan Bost (1960), alasan di balik PMR Turco adalah bahwa kelainan ini

disebabkan oleh subluksasi bawaan dari sendi TCN, koreksi hubungan tarsal

31

Page 32: Congenital Talipes Equino Varus

abnormal dicegah oleh kaku patologis kontraktur jaringan lunak dan koreksi dari

setiap komponen tunggal dari deformitas itu tidak mungkin sekaligus

menghilangkan yang lainnya. Kedua, prasyarat untuk koreksi yang bertahan

adalah bahwa koreksi lengkap dari semua komponen harus diperoleh dan

koreksi ini harus dipertahankan sementara tulang tarsal remodelling.27

Usia optimal untuk intervensi bedah selalu menjadi kontroversial. Turco

merekomendasikan operasi di sekitar usia satu tahun sementara Osterman dan

Merikanto merekomendasikan operasi pada usia lebih awal tiga sampai enam

bulan untuk memanfaatkan potensi remodelling kaki. Namun, Danglemajor

menyarankan menunda operasi sampai usia satu tahun dimana operasi yang

dilakukan lebih awal memiliki tingkat kegagalan mendekati 65%. Selain

menemukan insiden yang lebih tinggi dari kegagalan, Turco melaporkan

kerugian operasi lebih awal untuk menjadi kesulitan dalam identifikasi struktur

anatomi dan dalam penanganan tulang rawan kecil ketika beroperasi pada kaki

kecil. Selanjutnya, ketika pin dikeluarkan dari tulang talonavicular dan tulang

talocalcaneal setelah PMR, sulit untuk menahan kaki kecil di plester. Yang

penting, menunda operasi meminimalkan kemungkinan operasi pada kelainan

neuromuskuler yang belum diketahui. Salah satu manfaat utama dari operasi

dekat dengan usia berjalan adalah bahwa hal itu mengambil keuntungan dari

stimulus fisiologis normal weight-bearing untuk remodelling. Prosedur Turco

digunakan dengan impunitas pada tahun 1980 dengan tingkat kegagalan rata-rata

25% yang dilaporkan oleh Turco sendiri.

McKay et al. dan Herzenberg et al. telah menunjukkan bahwa kehadiran

kelainan rotasi internal kalkaneus tidak dapat dikoreksi secara adekuat oleh

PMR saja. Mereka mengusulkan bahwa di luar usia 18 bulan PMR harus

dikombinasikan dengan rilis posterolateral. Ini bisa dilakukan dengan

menggunakan sayatan tunggal Cinncinnati atau Carrolls teknik dua sayatan.

Jenis insisi ini (Cincinnati) berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial

(persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral (bagian

distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang pergelangan kaki

32

Page 33: Congenital Talipes Equino Varus

setinggi sendi tibiotalus. Kerugian dari prosedur Mckay adalah bahwa hasil

menunjukkan overcorrection dengan tumit diposisikan valgus di 8-20%.

Gambar 12. Insisi Cincinnati.

Protokol biasa yang telah diikuti selama pengelolaan clubfoot adalah

bedah baik oleh bedah terbuka seperti dijelaskan di atas atau dengan

menggunakan fiksator eksternal seperti fiksator Iliazarov dan fiksator Joshi

External System Stabilization (JESS). Casting dilakukan untuk mempertahankan

koreksi setelah fiksator dilepas. Tingkat keberhasilan koreksi bervariasi 77

sampai 90%.

33

Page 34: Congenital Talipes Equino Varus

Gambar 13. Fiksator Iliazarof.

Gambar 14. Fiksator JESS.

3.9 Prognosis

Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar dapat

diperbaiki. Walaupun demikian, keadaan ini sering tidak sembuh sempurna dan

sering rekuren, terutama pada bayi dengan kelumpuhan otot yang nyata atau

disertai penyakit neuromuskuler. Beberapa kasus menunjukkan respon yang

positif terhadap penanganan, sedangkan beberapa kasus lain menunjukkan respon

yang lama atau tidak berespon sama sekali. Orangtua harus diberikan informasi

bahwa hasil tidak selalu dapat diprediksi dan tergantung pada tingkat keparahan

34

Page 35: Congenital Talipes Equino Varus

dari deformitas, umur anak saat intervensi, perkembangan tulang, otot dan syaraf.

Fungsi kaki jangka panjang setelah terapi secara umum baik.

Kurang lebih 50% dari kasus CTEV pada bayi baru lahir dapat dikoreksi

tanpa tindakan operatif. Ponseti melaporkan tingkat kesuksesan sebesar 89%

dengan menggunakan tekniknya. Peneliti lain melaporkan rerata tingkat

kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan

setinggi 75-90%, baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki.2

Hasil yang memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor

utama yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan pergerakan

kaki, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh derajat pendataran kubah dari tulang

talus. Tiga puluh delapan persen dari pasien dengan kasus CTEV membutuhkan

tindakan operatif lebih lanjut. Rerata tingkat kekambuhan deformitas mencapai

25%, dengan rentang antara 10-50%.

35

Page 36: Congenital Talipes Equino Varus

BAB III

PENUTUP

CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) sering disebut juga clubfoot

adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai,

adduksi dari kaki depan. Insidens congenital talipes equinovarus yaitu 1 dari

setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada

perempuan (2:1). 50% bersifat bilateral. Beberapa teori yang dikemukakan

mengenai penyebab clubfoot. Tanpa terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan

dengan bagian luar kakinya, yang mungkin menimbulkan nyeri dan atau

disabilitas. Diagnosis yang tepat membuat terapi yang sesuai dapat segera

dilakukan untuk mengatasi deformitas yang terjadi. Manipulasi dan immobilisasi

serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti pemasangan gips adalah metode

perawatan non-operatif. Cara imobilisasi yang saat ini dinilai paling efektif adalah

metode Ponseti. Clubfoot biasanya berulang sampai usia empat tahun maka orang

tua harus diperingatkan mengenai kemungkinan ini. Orangtua harus diberikan

informasi bahwa hasil tidak selalu dapat diprediksi dan tergantung pada tingkat

keparahan dari deformitas, umur anak saat intervensi, perkembangan tulang, otot

dan syaraf. Fungsi kaki jangka panjang setelah terapi secara umum baik.

36

Page 37: Congenital Talipes Equino Varus

DAFTAR PUSTAKA

1. Campbell Suzanna K. Physical Therapy in Children. Philadelphia: W.B.

Saunders Company; 1995: xi-xii.

2. Salter RB. The Musculoskeletal system, 2nd ed. London : William &

Wilkins; 1983: 117-20.

3. McKinley M, O'Loughlin VD. Human Anatomy, 3rd ed. New York:

McGraw-Hill; 2012: 241-4.

4. Lovell Wood W, Winter Robert B. Pediatric Orthopaedics, 2nd ed.

Philadelphia: J.B. Lippincott company; 1986: 895-919.

5. Ferner H, J. Staubesand. The Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol II,

13th Ed. Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran,

2001: 346.

6. Gardner, E., Graydj, O'rahllly, R., 1959. “The prenatal development of the

skeleton and joints of human foot,” J Bone Joint Surg Am., Vol.41-A(5),

pp.847-76

7. Singh V. Textbook of Clinical Embryology, 1st ed. New Delhi : Elsevier ;

2012 ; 96-9.

8. Bensahel, H., Huguenin, P. and Themar-Noel, C., 1983. “The functional

anatomy of clubfoot,” Journal of Pediatric Orthopaedics, Vol.3, pp.191-95

9. Carol, N., McMarty, R. and Leefe, SF, 1978. “The pathoanatomy of

congenital club foot,” Orthop Clin North Am, Vol.9(1), pp.225-32

10. Tachdjian MO. Pediatric Orthopaedics Vol 4, 2nd ed. Philadelphia: W.B.

Saunders Company, 1990: 2428-2541.

11. Roye BD, Hyman J, Roye DP Jr. Congenital idiopathic talipes equino-

varus. Pediatr Rev, 2004;25:124–30.

12. Pirani S, Naddumba E. Ponseti clubfoot management: teaching manual for

heatlh-care providers in Uganda: Global-HELP Organization; 2008.

Available from:

http://www.global-help.org/publications/books/help_ponsetiuganda.pdf

37

Page 38: Congenital Talipes Equino Varus

13. Dimeglio A, Bensahel H, Souchet P, Mazeau P, Bonnet F. Classification

of clubfoot. J Pediatr Orthop B. 1995;4(2):129-36.

14. Irani, RN, Sherman, MS, 1972. “The pathological anatomy of idiopathic

clubfoot,” Clin Orthop Relat Res., Vol.84, pp.14-20 Jain, AK, Zulfigar,

AM, Kumar, S. and Dhammi, IK, 2001. “Evaluation of foot bimalleolar

angle in the management of congenital talipes equinovarus,” J Pediatr

Orthop., Vol.21(1), pp.55-9

15. Dobbs MB, Gurnett CA. Update on Clubfoot: Etiology and Treatment.

Clin Orthop Relat Res (2009) 467:1146–53.

16. Dittrich, RJ. “Pathogenesis of congenital club foot (pes equinovarus): An

anatomical study,” J Bone and Joint Surg., Vol.12, pp.373-99

17. Herbsthofer, B., Eckardt, A., Rompe, JD et al., 1998. “Significance of

radiographic angle measurements in evaluation of congenital club foot,”

Arch Orthop Trauma Surg., Vol.117(6-7), pp.324-29

18. Anand A, Sala DA. Clubfoot: Etiology and treatment. Indian J Orthop.

2008 Jan-Mar; 42(1): 22–8.

19. Kite JH. The clubfoot. New York: Grune and Stratton; 1964.

20. Bensahel H, Guillaume A, Czukonyi Z, Desgrippes Y. Results of physical

therapy for idiopathic clubfoot: a long-term follow-up study.J Pediatr

Orthop. 1990 Mar-Apr; 10(2):189-92.

21. Frick SL. The Ponseti method of treatment for congenital clubfoot:

importance of maximal forefoot supination in initial casting.Orthopedics.

2005 Jan; 28(1):63-5.

22. Ponseti IV. Clubfoot management.J Pediatr Orthop. 2000; 20(6):699-700.

23. Canale ST, Beaty JH. Campbell’s Operative Orthopaedics, 12th ed.

Philadelphia: Elsevier; 2013: 994-1012

24. Scher DM, Feldman DS, van Bosse HJ, Sala DA, Lehman WB. Predicting

the need for tenotomy in the Ponseti method for correction of clubfeet. J

Pediatr Orthop. 2004; 24(4):349-52.

38

Page 39: Congenital Talipes Equino Varus

25. Thacker MM, Scher DM, Sala DA, van Bosse HJ, Feldman DS, Lehman

WB. Use of the foot abduction orthosis following Ponseti casts: is it

essential?. J Pediatr Orthop. 2005; 25(2):225-8

26. Richards B, Wilson H. POSNA 2002 (Abstract) Effect of continuous

passive motion in the non-operative treatment of clubfeet: Early results; p.

66.

27. Turco VJ. Clubfoot. New York: Churchill Livingstone; 1981.

39