Upload
felani-dwijayanti
View
80
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Referat Ortho : Congenital Talipes Equino Varus
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai
‘clubfoot’ merupakan suatu penyakit kongenital pada bayi baru lahir, dimana
penyakit ini sebenarnya mudah diobati bila didiagnosis dalam usia yang sangat
dini, namun pasien sering kali datang pada saat sudah beranjak dewasa sehingga
pengobatan menjadi lebih sukar dilakukan. Penyakit CTEV ini merupakan suatu
penyakit yang berhubungan dengan suatu deformitas yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan pada kemampuan kaki untuk melakukan fleksi baik pada
bagian pergelangan kaki, inversi pada tungkai, adduksi pada kaki depan, maupun
rotasi pada bagian tibia.1
CTEV adalah salah satu anomali ortopedik kongenital yang paling sering
terjadi seperti dideskripsikan oleh Hippocrates tahun 400SM, dengan gambaran
klinis tumit yang bergeser ke bagian dalam dan ke bawah, forefoot juga berputar
ke dalam. Tanpa terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar
kakinya yang mungkin menimbulkan nyeri dan atau disabilitas. Insidens CTEV
yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-
laki daripada perempuan (2:1). Insidens clubfoot ini sangat bervariasi tergantung
dari ras dan jenis kelamin.2
Pengetahuan tentang Congenital Talipes Equino Varus ini penting bagi
seorang dokter terutama dokter umum di daerah. Diagnosis yang tepat dapat
ditegakkan melalui serangkaian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang
yang baik. Dengan demikian, terapi yang sesuai dapat segera dilakukan untuk
mengatasi deformitas yang terjadi.
1
BAB II
ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kaki
Pada kehidupan sehari-hari, fungsi kaki digambarkan dengan bermacam-
macam pandangan antara lain sebagai basis tumpuan, peredam guncangan,
penyesuai gerak, serta pengungkit yang rigid untuk stabilisasi. Kesemua itu
berhubungan dengan gait.3
2.1.1 Tulang Kaki
Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26 buah
tulang yang dapat menyangga berat badan secara penuh saat berdiri dan mampu
memindahkan tubuh pada semua keadaan tempat berpijak. Tulang-tulang itu
terdiri dari 14 phalanx, 5 metatarsal dan 7 tarsal. Kaki dapat dibagi menjadi 3
segmen fungsional.4,5
a. Hindfoot (segmen posterior)
Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai
penyangga. Terdiri dari talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan
bagian dari sendi pergelangan kaki dan kalkaneus yang terletak di bagian
belakang dan kontak dengan tanah.
b. Midfoot (segmen tengah)
Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu tiga os. cuneiforme (medial, intermedium,
dan lateral), os. cuboid, os. naviculare. Tulang-tulang tersebut membentuk
persegi empat ireguler dengan dasar medial dan apeks lateral. Os. cuneiforme
dan bagian anterior os. cuboid serta os. naviculare dan bagian belakang tulang
cuboid membentuk suatu garis.
c. Forefoot (segmen anterior)
Bagian ini terdiri dari lima os. metatarsal dan 14 phalanx. Os. metatarsal
merupakan tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Ujung proximal
bersendi dengan tulang tarsal. Ujung distal bersendi dengan basis phalanx
2
proximal. Phalanxs merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang
phalanxs di ibu jari dan 3 phalanx di masing-masing jari sisanya.
Gambar 1. Anatomi Tulang Kaki
2.1.2 Struktur Persendian dan Ligamen
a. Artikulatio talocruralis
Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan Trochlea talus. Sendi ini
distabilkan oleh ligamentum deltoid (terdiri dari lig. Tibionavicularis dan lig.
Calcaneotibialis) dan ligamentum talotibialis anterior dan posterior pada sisi
medial serta ligamentum talofibularis anterior dan posterior dan ligamentum
calcaneofibularis pada sisi lateral. Gerakan sendi yang dapat dilakukan adalah
plantar fleksi, dorsofleksi, abduksi, dan adduksi pada pergelangan kaki.
b. Artikulatio talotarsalis
Terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi
keduanya merupakan 1 kesatuan, yaitu:
3
Bagian belakang: articulatio talocalcanearis/subtalar
Ligamen yang memperkuat adalah lig. talocalcanearis anterior,
posterior, medial, dan lateral.
▪ Bagian depan: artikulatio talocalcaneonavicularis
Ligamen yang memperkuat adalah Lig. Tibionavicularis, Lig.
Calcaneonaviculare plantaris, Lig. Bifurcatum: pars
calcaneonavicularis (medial) dan pars calcaneocuboid (lateral)
berbentuk huruf V.
Gerakan sendi yang bisa dilakukan adalah inversi dan eversi pergelangan
kaki.
c. Articulatio tarsotransversa
Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering
menjadi tempat amputasi kaki. Terdiri dari 2 sendi, yaitu articulatio
talonavicularis dan articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh Pars
calcaneocuboid lig. bifurcati di medial, Lig. calcaneocuboid dorsalis di
sebelah dorsal, dan Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar. Gerakan sendi
yang bisa dilakukan adalah rotasi kaki sekeliling aksis, dan inversi dan eversi
art. Talotarsalis.
d. Articulatio tarsometatarsal
Merupakan sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan permukaan sendi
distal pada os cuneiformis I-III. Terdapat 3 buah rongga sendi, yaitu diantara
os metatarsal I dan os cuneoformis I, diantara os metatarsal II dan III dengan
os cuneiformis II dan III, dan diantara os metatarsal IV dan V dengan os
cuboid. Ligamentum pengikatnya adalah Ligg. Tarso plantaris, Ligg. Tarso
dorsalis, Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea, dan plantaris.
e. Articulatio metatarsophalangeal
4
Ligamen pengikat pada persendian ini adalah lig. collateralia pada kedua
sisi tiap sendi, dimana gerak sendi yang dapat dilakukan adalah fleksi ekstensi
sendi metatarsal, dan abduksi adduksi sendi metatarsal.
f. Articulatio interphalangeal
Ligamen pengikat pada persendian ini adalah lig. colateral di sebelah
plantar pedis. Gerak sendi yang dapat dilakukan adalah fleksi ekstensi
interphalang dan abduksi adduksi interphalang.
2.1.3 Otot-otot Penggerak Kaki
Otot-otot penggerak kaki dibagi menjadi dua yaitu otot-otot ekstrinsik dan
otot-otot intrinsik.3,4
a. Otot-otot ekstrinsik
Otot-otot ekstrinsik merupakan otot-otot yang berorigo dan bekerja di luar
kaki. Otot-otot tersebut adalah otot-otot tungkai bawah, yaitu:
1) M. Gastrocnemius
Otot ini berorigo pada condylus femoralis medialis dan lateralis dan
berakhir sebagai tendon Achilles yang berinsersi di sisi posterior
calcaneus. Otot ini berfungsi untuk plantar fleksi. Bersama dengan soleus
otot ini membantu supinasi sendi subtalar saat segmen anterior kaki
menapak di tanah. Otot ini diinervasi oleh n. tibialis dan mendapat suplai
dari a. suralis.
2) M. Soleus
Otot ini terletak dibawah gastrocnemius dan berorigo pada tibia dan
fibula bagian atas, dibawah sendi lutut. Berakhir sebagai bagian dalam
tendo Achilles. Otot ini berfungsi untuk plantar fleksi. Otot ini diinervasi
oleh n. Tibialis dan mendapat suplai dari a. suralis.
3) Otot extrinsik yang lain dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok
lateral, anterior, dan medial.
o Kelompok lateral terdiri dari m. peroneus longus dan brevis yang
berorigo pada sisi lateral fibula. M. peroneus brevis berinsersi di
5
basis metatarsal V sedangkan m. peroneus longus pada basis
metatarsal I dan cuneiformis medialis di permukaan plantar. Otot-
otot ini berfungsi untuk eversi pergelangan kaki. Otot-otot ini
dipersarafi oleh n. fibularis superfisial (peroneal) dan mendapatkan
suplai dari a. fibularis (peroneal).
o Kelompok anterior terdiri dari m. tibialis anterior, m. ekstensor
hallucis longus, dan m. extensor digitorum longus. M. tibialis
anterior berorigo pada sisi lateral tibia dan berinsersi di cuneiformis
medialis dan basis metatarsal I. Otot ini berfungsi untuk inversi dan
dorsofleksi pergelangan kaki. M. ekstensor hallucis longus berorigo
pada permukaan anterior fibula dan membran interoseus dan
berinsersi di atas phalang distal ibu jari kaki. Otot ini berfungsi
untuk ekstensi ibu jari kaki dan membantu dorsofleksi pergelangan
kaki. M. extensor digitorum longus berorigo pada condylus tibia
lateralis dan permukaan anterior fibula dan berakhir sebagai 4
tendon yang melekat disisi dorsal ke-4 jari-jari kaki. Di ujung tiap
tendon terbagi tiga, 1 berinsersi di atas phalang tengah dan 2
lainnya berinsersi di atas phalang distal. Otot ini berfungsi untuk
ekstensi jari-jari kaki serta bersama-sama dengan m. peroneus
tertius, yang merupakan bagian dari ekstensor digirotum longus,
membantu dorsofleksi dan eversi pergelangan kaki.
Kelompok otot ini dipersarafi oleh n. fibularis profundus dan
mendapatkan suplai dari a. tibilais anterior.
o Kelompok medial terdiri dari m. tibialis posterior, m. fleksor
hallucis longus, dan m. fleksor digitorum longus. M. tibialis
posterior berorigo pada tibia dan sisi posterior fibula dan berinsersi
di tarsal dan metatarsal medial. Otot ini berfungsi untuk inversi
pergelangan kaki dan plantarfleksi. M. fleksor hallucis longus
berorigo pada sisi lateral fibula dan tibia, berinsersi di phalang
distal ibu jari kaki. Otot ini berfungsi untuk fleksi phalang distal
ibu jari kaki. M. fleksor digitorum longus berorigo pada sisi
6
posterior tibia dan berinsersi di sisi lateral phalang distal ke-4 jari
kaki. Otot ini berfungsi untuk fleksi jari-jari kaki. Kelompok otot
ini dipersarafi oleh n. fibularis profundus dan mendapat suplai dari
a. tibialis anterior.
b. Otot-otot intrinsik
Otot-otot intrinsik merupakan otot-otot yang berorigo dan berinsersi pada
kaki. Yang termasuk otot-otot intrinsik yaitu:
Lapis I
M. Abduktor digiti quinti
M. Abduktor hallucis
M. Fleksor digitorum brevis
Lapis II
M. Quadratus plantaris
Mm. Lumbricales
Lapis III
M. Adduktor hallucis Caput transversal dan oblik
M. Fleksor hallucis brevis
M. Fleksor digiti Quinti brevis
Lapis IV
Mm. Interosseus plantaris dan dorsalis
Otot-otot yang dipersarafi oleh N. Plantaris medial, yaitu M. abduktor
hallucis, M. fleksor digitorum brevis, M. fleksor hallucis brevis dan
lumbricales I, berfungsi untuk fleksi jari-jari kaki terutama pada sendi
metatarsofalangeal ibu jari dan menstabilisasi phalang jari pertama saat
fase push-off saat berjalan.
Otot-otot yang dipersarafi oleh N. plantaris lateral, yaitu: M. abduktor
hallucis, M. abduktor digiti quinti, M. fleksor digiti quinti, quadratus
plantaris, lumbricales dan interosseus, berfungsi untuk mempertahankan
7
arkus kaki, fleksi sendi metatarsophalangeal jari-jari kaki, adduksi dan
abduksi jari-jari kaki.
2.2 Embriologi
Periode embrionik terbagi menjadi 23 horizon atau tingkatan. Tiap horizon
atau tingkatan, berhubungan dengan tingkatan perkembangan dari embrio. Bentuk
kaki yang bulat mulai terlihat pada horizon ke 17, pada minggu ke 5 fase
embrionik. Permukaan bud kaki berada pada bidang transversal dan permukaan
ventral, dan permukaan plantar menghadap ke kepala. Bila dilihat dari aspek
ventral dari embrio, rotasi dari bud kaki kiri adalah berlawanan dengan arah jarum
jam, dan rotasi kaki kanan searah jarum jam, segmen tungkai bawah berperan
dalam perubahan rotasi ini dan secara morfologi belum tampak jari-jari kaki pada
bud kaki. Pada minggu ke 6 fase embrionik, rotasi ke dalam tungkai bawah terus
berjalan. Permukaan medial dari bud kaki lebih mengarah ke bidang median dari
batang tubuh.6
Perubahan dari bud kaki lebih terlihat jelas strukturnya pada horizon ke 20
dan pada horizon ke 21, minggu ke 7 fase embrionik. Horizon ke 23 menandakan
akhir dari fase embrionik dan berhubungan dengan akhir dari minggu ke 8 fase
embrionik. Kaki bersentuhan antara satu dengan lainnya, dan telapak berada pada
posisi berdoa. Pada periode janin, perubahan rotasi yang penting terjadi, awalnya
telapak kaki berhadapan, pada posisi equinus relatif terhadap tungkai kaki. Terjadi
rotasi internal yang progresif dari bagian paha, kaki berada pada posisi equinus,
supinasi, dan external rotasi relative terhadap tungkai kaki. Yang pada akhirnya
dorsiflexi dan pronasi kaki mengarah pada posisi netral kaki pada orang dewasa.
Beberapa fase perkembangan embrio kaki berdasarkan morfologi:
1. Bulan ke-2: Kaki pada posisi 90° equinus dan adduksi.
2. Awal bulan ke-3: Kaki pada posisi 90° equinus, adduksi, dan terlihat
supinasi
3. Pertengahan bulan ke-3: Kaki dorsifleksi pada ankle, tetapi masih sedikit
tampak beberapa derajat equinus dan supinasi masih ada. Metatarsal
pertama tetap adduksi.
8
4. Awal bulan ke-4: Kaki pronasi dan sampai pada posisi midsupinasi. Masih
tampak sedikit metatarsus varus. Equinus sudah tidak tampak.
Pronasi berlanjut selama fase pertumbuhan dan tetap belum sempurna saat
bayi baru lahir. Keempat tingkatan perkembangan morfologi kaki dapat
memberikan gambaran yang jelas, walau pada kenyataannya, perubahan yang
terjadi tidak selalu sesuai dengan tingkatan perkembangan yang ada, tetapi
perubahan terjadi secara bertahap dan berkesinambungan.6
Perkembangan embriologi ekstremitas bawah
Manifestasi pertama extremitas bawah sebagai paddle-shape bud pada
dinding ventrolateral tubuh selama minggu 4-5 gestasi. Limb bud ini akan
berkembang bentuknya dengan adanya migrasi dan proliferasi dari jaringan
mesenchym yang berdiferensiasi. Dengan berakhirnya minggu ke 6, limb bud
terus berkembang membentuk bud terminal (plate) dari tangan dan kaki (termasuk
membentuk pola digiti) serta membentuk external awal dari tungkai.
Tepatnya minggu ke 7, axis longitudinal dari upper dan lower limb buds
adalah parallel. Komponen pre-axial menghadap ke dorsal dan post-axial
menghadap ke ventral. Pada periode ini posisi limb bud dibanding trunk tidak
mengalami perubahan yang berhubungan dengan aktivitas otot namun dipastikan
akan mengalami torsion pada tulang-tulangnya.6
Jari-jari dibentuk penuh pada minggu ke 8 embrio, permukaan plantar yang
berlawanan disebut posisi praying feet, segera setelah itu lower limb berputar ke
medial membawa ibu jari ke midline dari posisi post-axial pada awalnya.
Selanjutnya secara mekanik intrauterine, terbentuklah extremitas bawah
fetus, kemudian femur atau upper limb bud berotasi ke external dan tibia atau
lower limb bud berotasi ke internal. Postur kaki terus tumbuh dan dipastikan
femur berotasi ke lateral dan tibia ke medial.
Dalam studi computer tomografi (CT) tibial torsion selama masa
pertumbuhan fetus, telah ditemukan bahwa ada peningkatan eksternal tibial
torsion pada stadium awal dari kehidupan fetus namun kemudian secara bertahap
menurun pada saat bayi lahir, tibial akan torsion ke arah internal. Setelah lahir
9
tibia berotasi ke arah exsternal dan rata-rata version tibia pada tulang matur adalah
15⁰. 6,7
b. Alur embriologi berdasarkan perkembangannya
* Pada saat minggu ke lima mulai terjadi pembentukan dari paddle shaped
bud, dimana dilanjuti dengan proses lapisan mesenchym (pembungkus
ectoderm) yang kemudian berubah menjadi apical ectodermal ridge yang
kemudian bertumbuh dan melakukan differensiasi
* Pada saat minggu ke enam bagian terminal tunas terjadi proses pendataran
dimana hal inilah yang kemudian menyebabkan pendataran dimana proses
pendataran inilah yang membuat hand and foot plates kemudian terjadi
pembentukan circular constriction yang kemudian memisahkan diri dengan
bagian proximal dari tunas
* Pada saat minggu ke dua belas proses pembentukan dari primer cartilago
ossification akan membentuk diaphysis. Pada bagian central ossification
(epiphysial plate) pada batas dengan epifisis dimana epifisis ini dapat
digunakan untuk menentukan umur dari pasien.
c. Proses perkembangan sejak lahir
Femoral anteversi pada saat lahir akan memiliki sudut sekitar 30⁰ sampai 40⁰. Dikarenakan intrauterin biasanya hip external rotasi positif, maka
pada saat pemeriksaan infant akan terlihat hip lebih external rotasi. Jaringan
lunak hip external rotasi yang kontraktur akan berkurang lebih dari 1 tahun
pertama kehidupan seorang anak selanjutnya meningkat menjadi internal
rotasi diharapkan femoral anteversi akan menjadi semakin terlihat. Ada
penurunan secara bertahap femoral anteversi dari 30⁰ sampai 40⁰ pada saat
lahir kemudian menjadi 10⁰ sampai 15⁰ pada adolesen awal dan puncak
perbaikan terjadi sebelum usia 8 tahun.6,7
10
BAB III
CONGENITAL TALIPES EQUNIOVARUS
3.1 Definisi
Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu
kelainan pada kaki yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle nya.
Equinovarus berasal dari kata equino yang berarti berbentuk seperti kuda dan
varus yang berarti bengkok ke arah dalam atau medial. Congenital Talipes Equino
Varus (CTEV) sering disebut juga clubfoot adalah deformitas yang meliputi
equinus pada pergelangan kaki, varus pada hindfoot/tumit, dan adduksi pada
forefoot. 2
Penderita CTEV mengalami pemanjangan pada ligamen di bawah
maleolus literalis yakni ligamen calcaneofibulare, sehingga sendi diantara tulang-
tulang tarsal tidak bisa bergerak seperti seharusnya dan tulang-tulang pedis
mengalami deformitas. Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan
tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian lateral
kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian
medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami
inversi, terdapat lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang
sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil
dan sulit dipalpasi.8
Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal
anterior tulang calcaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, tidak
terdapat celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis
bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran
subtalar ke medial.9
11
Gambar 2. Clubfoot bone.
3.2 Epidemiologi
Insidens CTEV yaitu 1 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering
ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (2:1). CTEV 50% bersifat
bilateral. Insidens clubfoot ini sangat bervariasi tergantung dari ras dan jenis
kelamin. Insidens keseluruhan adalah 1 sampai 2 per seribu kelahiran hidup.
Kejadian di Amerika Serikat adalah sekitar 2,29 dari 1000 kelahiran hidup, 1,6
per seribu kelahiran hidup pada Kaukasia, 0,57 per 1000 kelahiran hidup pada
Oriental. Kemungkinan penyakit clubfoot ini terjadi pada saudara kembar adalah
1 dari 35 kelahiran dan jika terjadi dalam sebuah identik kembar, besar risiko
adalah 1 dari 3 kelahiran.2
3.3 Klasifikasi
Pada dasarnya CTEV diklasifikasikan dalam dua kelompok :10,11
a. Tipe ekstrinsik/fleksibel
Tipe yang kadang-kadang disebut juga tipe konvensional ini merupakan
tipe yang mudah ditangani dan memberi respon terhadap terapi konservatif.
Kaki dalam posisi equinovarus akan tetapi fleksibel dan mudah dikoreksi
dengan tekanan manual. Tipe ini merupakan tipe postural yang dihubungkan
12
dengan postur intrauterin. Kelainan pada tulang tidak menyeluruh, tidak
terdapat pemendekan jaringan lunak yang berat. Tampak tumit yang normal
dan terdapat lipatan kulit pada sisi luar pergelangan kaki.
b. Tipe intrinsik/rigid
Terjadi pada kurang lebih 40% deformitas. Merupakan kasus yang kurang
memberikan respon terhadap terapi konservatif dan kambuh lagi dengan cepat.
Jenis ini ditandai dengan betis yang kurus, tumit kecil dan tinggi, kaki lebih
kaku dan deformitas yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit dengan
tekanan manual dan tulang abnormal tampak waktu dilahirkan. Tampak
lipatan kulit di sisi medial kaki.
Pembagian lain clubfoot sebagai berikut :
a. Typical Clubfoot
Merupakan clubfoot klasik yang hanya menderita clubfoot saja tanpa
disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali pemasangan
gips koreksi dan dengan manajemen Ponseti mempunyai hasil jangka panjang
yang baik atau memuaskan.
Positional Clubfoot sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan
diduga akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai
dengan satu atau dua kali pemasangan gips koreksi.
Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau
lebih.
Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya
ditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps
lebih jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan
pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan equinus
paling sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan
berjalannya waktu menjadi fixed.
13
Alternatively treated typical clubfoot termasuk clubfoot yang ditangani
secara operatif atau pemasangan gips koreksi dengan metode non-
Ponseti.
b. Atypical clubfoot
Kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit yang lain.
Mulailah penanganan dengan metode Ponseti. Koreksi pada umumnya lebih
sulit.
Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus
dengan kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya
kaku, pendek, gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak
kaki dan dibagian belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan
metatarsal pertama dengan hiperekstensi sendi metatarsophalangeal.
Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa
disertai kelainan yang lain.
Syndromic clubfoot Selain clubfoot ditemukan juga kelainan kongenital
lain. Jadi clubfoot merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode
Ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit
dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih
ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada clubfoot nya
sendiri.
Tetralogic clubfoot seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
Neurogenic clubfoot berhubungan dengan kelainan neurologi seperti
meningomyelocele.
Acquired clubfoot seperti pada Streeter dysplasia.
Klasifikasi selanjutnya yang banyak digunakan antara lain klasifikasi oleh
pirani dan Di Meglio.12,13
14
Gambar 3. Klasifikasi pirani
15
Gambar 4. Klasifikasi DiMeglio
16
3.4 Etiologi
Terdapat beberapa teori yang telah diajukan sebagai penyebab deformitas
ini, termasuk faktor genetik, defek sel germinativum primer, anomali vaskular,
faktor intrauteri, dan faktor miogenik. Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak
diketahui dengan pasti.15,16
a. Faktor mekanik intra uteri
Faktor mekanik intra uteri merupakan teori tertua dan diajukan pertama
kali oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada posisi
equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan Browne
(1939) mengatakan bahwa adanya oligohidramnion mempermudah terjadinya
penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.
b. Defek neuromuskular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu dikarenakan adanya defek
neuromuskular, tetapi banyak penelitian menyebutkan bahwa tidak ditemukan
adanya kelainan histologis dan elektromiografik.
c. Defek plasma sel primer
Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan
CTEV dan 14 kaki normal. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV, leher dari
talus selalu pendek diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar.
Mereka mengemukakan hipotesis bahwa hal tersebut dikarenakan defek dari
plasma sel primer.
d. Perkembangan fetus yang terhambat
Teori ini dikemukakan oleh Von Volkmann tahun 1863 dan telah
diverifikasi oleh penulis-penulis lainnya. Menurut teori ini, normalnya kaki
dalam posisi equinovarus dan akan menjadi pronasi saat lahir. Perkembangan
kaki fetus terhambat karena adanya kesalahan intrinsik atau faktor lingkungan
yang mebuat kecacatan dari perubahan posisi fisiologis ke posisi normal kaki
yang pronasi dan mengakibatkan adanya clubfoot saat lahir.
17
e. Herediter
Clubfoot cenderung merupakan penyakit yang biasa disebabkan karena
herediter, dimana hal ini biasa diwariskan sebagai suatu kelainan yang
memiliki sifat multifaktorial poligenik.
f. Hipotesis vaskular
Atlas dkk, menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus-kasus
CTEV. Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis. Pada bayi
dengan CTEV didapatkan adanya muscle wasting pada bagian ipsilateral,
dimana hal ini kemungkinan dikarenakan berkurangnya perfusi arteri tibialis
anterior selama masa perkembangan.
g. Enviromental
Pengaruh berbahaya dari agen teratogenik terbukti berbahaya bagi
perkembangan janin baik dimana hal ini biasa disebabkan karena pengaruh
rubella dan thalidomide pada kehamilan.
3.5 Patofisiologi
Clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada
mulanya normal akan menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan.
Clubfoot jarang terdeteksi pada janin yang berumur di bawah 16 minggu. Oleh
karena itu, seperti developmental hip dysplasia dan idiopathic scoliosis, clubfoot
merupakan deformasi pertumbuhan (developmental deformation). Bentuk sendi-
sendi tarsal relatif berubah karena perubahan posisi tulang tarsal. Forefoot yang
pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih konkaf (cavus). Tulang-
tulang metatarsal tampak fleksi dan makin bertambah fleksi.11,15
Pada clubfoot, terjadi tarikan yang kuat dari M. tibialis posterior dan M.
gastrosoleus serta M.fleksor hallucis longus. Ukuran otot-otot itu lebih kecil dan
lebih pendek dibandingkan kaki normal. Di ujung distal M. gastrosoleus terdapat
peningkatan jaringan ikat yang kayaa akan kolagen, yang menyatu ke dalam tendo
achilles dan fascia profundus. Pada clubfoot, ligamen-ligamen pada sisi lateral dan
medial ankle serta sendi tarsal sangat tebal dan kaku, yang dengan kuat menahan
kaki pada posisi equinus dan membuat navikular dan kalkaneus dalam posisi
18
adduksi dan inversi. Ukuran otot-otot betis berbanding terbalik dengan derajat
deformitasnya. Pada clubfoot yang sangat berat, gastrosoleus tampak sebagai otot
kecil pada sepertiga atas betis.
Sintesis kolagen yang berlebihan pada ligamen, tendo, dan otot terus
berlangsung sampai anak berumur 3-4 tahun dan mungkin merupakan penyebab
relaps (kekambuhan). Di bawah mikroskop berkas serabut kolagen menunjukkan
gambaran bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini
menyebabkan ligamen mudah diregangkan. peregangan ligamen pada bayi, yang
dilakukan dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi
beberapa hari berikutnya yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut.
Inilah sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual mudah silakukan.
Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. pada saaat lahir, tulang tarsal,
yang hampir seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi,
adduksi, dan inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat,
kolumnya melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji.
Navikular bergeser jauh ke medial, mendekati maleolus medialis, dan
berartikulasi dengan permukaan medial kaput talus. Kalkaneus adduksi dan
inversi di bawah talus.
Seperti yang ditunjukkan pada bayi berumur 3 hari, navikular bergeser ke
medial dan berartikulasi hanya dengan aspek medial kaput talus. Cuneiforme
tampak berada di kanan navikular, dan kuboid berada di bawahnya. Permukaan
sendi calcaneocuboid mengarah posteromedial. Dua pertiga bagian anterior
kalkaneus berada di bawah talus. Tendo M. tibialis anterior, M. ekstensor hallucis
longus, dan M. ekstensor digitorum longus bergeser ke medial. Baik pada kaki
yang normal ataupun clubfoot, tidak ada sumbu gerak tunggal dimana talus
berotasi pada sumbu tersebut. Sendi-sendi tarsal secara fungsional saling
tergantung (interdependent). Pergerakan satu tulang tarsal akan menyebabkan
pergeseran tulang tarsal di sekitarnya secara bersamaan. Pergerakan sendi
ditentukan oleh kelengkungan permukaan sendi dan oleh orientasi dan struktur
ligamen yang mengikatnya. Tiap-tiap sendi mempunyai pola pergerakan yang
khas.15,16
19
Oleh karena itu, koreksi tulang tarsal clubfoot yang inverse serta bergeser
jauh ke medial, harus dilakukan dengan menggeser os. navicular, os. cuboid, dan
os. calcaneus ke arah lateral secara bertahap dan simultan, sebelum mereka dapat
di eversi ke posisi netral. pergeseran ini mudah dilakukan karena ligamenta tarsal
dapat diregangkan secara bertahap. Koreksi tulang tarsal clubfoot yang telah
bergeser hebat memerlukan pengertian yang baik mengenai anatomi fungsional
talus. Pada clubfoot, bagian anterior kalkaneus berada di bawah kaput talus. Posisi
ini menyebabkan kalkaneus varus dan equinus. Usaha untuk mengeversikan
kalkaneus tanpa mengabduksikannya terlebih dahulu akan menekan kalkaneus
pada talus dan tidak akan mengoreksi kalkaneus yang varus. Koreksi clubfoot
dilakukan dengan mengabduksikan kaki yang telah disupinasikan sambil
melakukan counterpressure pada aspek lateral kaput talus untuk mencegah rotasi
talus di ankle.16
3.6 Gambaran Klinis
Deformitas ini mudah dikenali dan terlihat nyata pada waktu lahir. Kaki
terputar dan terbelit sehingga telapak kaki menghadap posteromedial. Gejala-
gejala lokalnya adalah betis terlihat kurus, deformitas berupa equinus pada
pergelangan kaki, varus pada hindfoot/tumit, dan adduksi pada forefoot,2
pemeriksaan palpasi tidak memiliki banyak arti deformitas terfiksir dan tidak
dapat dikoreksi secara pasif. Meskipun kaki pada bayi normal dapat terlihat dalam
posisi equinovarus, tetapi dapat didorsofleksikan sampai jari-jari menyentuh
bagian depan tungkai bawahnya.11
Kasus deformitas bilateral terjadi pada sepertiga-separuh kasus. Pada
kasus bilateral, salah satu kaki biasanya mempunyai deformitas lebih berat
daripada kaki lainnya. Pada kasus unilateral, kaki yang sakit lebih kecil dan
kurang berkembang dibandingkan kaki lainnya dan biasanya kaki kanan lebih
sering terkena dari kiri.2
20
Gambar 5. Clubfoot
Gambar 6. Gambaran clubfoot
3.7 Pemeriksaan Radiologis
Pada pemeriksaan radiologis dapat dijumpai hal seperti di bawah ini.17
Equinus kaki belakang adalah plantar flexi dari calcaneus anterior (serupa
dengan kaki kuda) seperti sudut antara axis panjang dari tibia dan axis
panjang dari kalkaneus (sudut tibiocalcaneal) lebih dari 90°.
21
Pada varus kaki belakang, talus terkesan tidak bergerak terhadap tibia.
Pada penampang lateral, sudut antara axis panjang talus dan sudut panjang
dari kalkaneus (sudut talocalcaneal) adalah kurang dari 25°, dan kedua
tulang mendekati sejajar dibandingkan posisi normal.
Pada penampang dorso plantar, sudut talocalcaneal adalah kurang dari 15°,
dan kedua tulang tampak melampaui normal. Juga axis longitudinal yang
melewati talus bagian tengah (midtalar line) melewati bagian lateral ke
bagian dasar dari metatarsal pertama, dikarenakan bagian depan kaki
terdeviasi kearah medial.
3.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan CTEV adalah untuk mencapai dan
mempertahankan reduksi konsentrik dislokasi atau subluksasi sendi
talokalkaneonavikular, mengembalikan alignment persendian tarsal dan
pergelangan kaki yang normal, mewujudkan keseimbangan otot antara evertor dan
invertor; dan otot dorsifleksor dan plantarfleksor, dan untuk mendapatkan kaki
yang mobile dengan fungsi dan weight bearing yang normal.
Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah
lahir. Tiga minggu pertama setelah lahir merupakan periode emas/golden period,
sebab jaringan ligamentosa bayi baru lahir masih kendor karena pengaruh hormon
maternal. Fase ini adalah fase kritis dimana jaringan lunak yang kontraktur dapat
dielongasi dengan manipulasi berulang setiap hari. Jika mengharapkan metoda
reduksi tertutup akan mencapai keberhasilan, ini merupakan waktu yang tepat.
Segera setelah bayi lahir, dokter harus menjelaskan kepada orangtuanya
sasaran, sifat, dan hakekat CTEV serta tahap-tahap penanganan. Mereka harus
diberi pengertian bahwa pengelolaan CTEV sangat lama, dapat berlanjut dalam
periode bertahun-tahun sampai dewasa, saat maturitas skeletal kaki terjadi, dan
keharusan perawatan serta perhatian yang terus menerus dibutuhkan sepanjang
stadium pertumbuhan tulang.
Penatalaksanaan dapat dibagi menjadi dua, era pra-Ponseti dan era pasca-
Ponseti. Di era pra-Ponseti, fokus adalah pada pengobatan konservatif dan diikuti
22
dengan pengobatan operatif jika pengobatan konservatif gagal. Teknik Ponseti
pada dasarnya konservatif. Namun tidak menunjukkan bahwa di era pasca-Ponseti
semua modalitas lainnya telah ditinggalkan. Metode lain, termasuk operasi, masih
dilakukan tergantung keinginan individu.18
3.8.1 Pengobatan non-operatif
Pengobatan non-operatif pertama diusulkan oleh Hippocrates tahun 400
SM ketika ia merekomendasikan manipulasi lembut diikuti oleh splinting. Plester
gips digunakan untuk mengobati clubfoot ketika Guerin memperkenalkan plester
dari Paris pada tahun 1836. Kite adalah yang pertama merekomendasikan
manipulasi lembut dan imobilisasi dengan gips.19 Pada pertemuan tahunan
American Academy of Orthopedic Surgeons pada tahun 2002, Cummings
menyatakan, "Ada banyak teknik untuk pengobatan manipulatif clubfoot karena
banyak penulis yang menulis tentang clubfoot". Untuk mengatasi masalah ini,
International Clubfoot Study Group yang didirikan pada tahun 2003, menyetujui,
teknik Ponseti, Bensahel, dan Kite sebagai rezim konservatif standar untuk
pengobatan kaki pengkor seluruh dunia.20
a. Teknik Kite
Dalam metode Kite, manipulasi dapat segera dimulai setelah lahir. Itu
berasal dari konsep tekanan tiga titik, seperti yang digunakan dalam lentur dari
kawat. titik tumpu adalah sendi calcaneocuboid. kaki depan digenggam dan
didistraksi sementara tangan lainnya memegang tumit. Counterpressure
diterapkan di sendi calcaneocuboid dengan sendi navicular didorong ke
lateral. Tumit eversi saat kaki diabduksi. Ini diikuti dengan penerapan cast
sandal, yang diperluas ke bawah lutut dengan kaki dieversi dengan rotasi
eksternal yang lembut. Setelah itu, kaki didorong dorsofleksi untuk
memperbaiki equinus setelah adduksi dan varus dikoreksi. Gips diganti setiap
minggu. Mengikuti koreksi penuh, kaki ditempatkan dalam Denis Browne
Bar. Tingkat keberhasilan bervariasi dari tinggi 90% ditemukan oleh Kite dan
rendah dari 19% oleh Fripp dan Shaw. Menurut Ponseti, rata-rata jumlah gips
diperlukan untuk koreksi oleh teknik ini adalah 20.18
b. Teknik Ponseti
23
Ponseti telah melaporkan hasil yang konsisten sejak tahun 1950, tetapi
hanya baru-baru ini bahwa ia telah diberikan pengakuan. Tekniknya
didasarkan pada pemahaman yang kuat tentang patoanatomi dari clubfoot.
Menurut Ponseti, clubfoot biasanya berulang sampai usia empat tahun dan
orang tua harus diperingatkan mengenai kemungkinan ini. Ponseti
menunjukkan dua alasan ditemukannya hasil yang buruk dengan teknik Kite.
Pertama, penggunaan sendi calcaneocuboid sebagai blok titik tumpu abduksi
kalkaneus, dengan demikian mencegah eversi dari kalkaneus. Kedua, pronasi
dari kaki depan untuk memperbaiki cavus sebenarnya memperburuk cavus.
Sebuah studi terbaru oleh Frick menyoroti pentingnya koreksi supinasi.
Berdasarkan penelitian laboratorium, Ponseti telah menunjukkan bahwa eversi
kalkaneus terjadi hanya bila diabduksi sepenuhnya.21
Dalam teknik Ponseti, dua gips pertama diterapkan dengan kaki depan
supinasi sehingga membawa kesegarisan dengan kaki belakang. Gips ketiga
diterapkan dengan kaki depan diabduksi dan counterpressure yang simultan di
kepala talus. Gips ke empat, kaki depan lebih jauh diabduksi. Sebelum gips ke
lima, tingkat dorsofleksi dinilai dan jika dorsofleksi tidak mungkin melampaui
netral, maka percutaneous achilles tenotomy diperlukan. Tenotomi, jika
diperlukan, dilakukan dengan anestesi lokal sebagai prosedur rawat jalan. Gips
sebelum tenotomi diganti pada interval mingguan sedangkan gips setelah
tenotomi dilepas pada akhir minggu ketiga. Rata-rata jumlah gips dengan
teknik Ponseti hanya 5. Dibandingkan dengan 20 gips dengan teknik Kite,
teknik ini menghemat waktu dan uang untuk pasien.22
24
Gambar 7. Serial cast Ponseti
Menyusul pelepasan gips terakhir, terlepas dari apakah tenotomi ini
dilakukan atau tidak, pasien ditempatkan dalam Foot Abduction Orthosis
(FAO) yang dimodifikasi, yang digunakan untuk 23 jam sehari dalam empat
bulan awal dan selanjutnya untuk malam hari selama tiga tahun.23 Menurut
Ponseti, tenotomi diperlukan dalam 70% kasus. Dalam sebuah studi oleh
Scher et al., anak-anak dengan clubfeet yang memiliki skor awal ≥5.0 oleh
sistem Pirani atau dinilai sebagai kelas IV kaki dengan sistem Dimeglio sangat
mungkin membutuhkan tenotomi.24
1) Manipulasi
Tindakan manipulasi adalah melakukan abduksi dari kaki dibawah caput
talus yang telah distabilkan. Tentukan letak talus. Seluruh deformitas clubfoot,
kecuali equinus ankle, terkoreksi secara bersamaan. Agar dapat mengoreksi
kelainan ini, kita harus dapat menentukan letak kaput talus, yang menjadi titik
tumpu koreksi. Pertama, palpasi kedua malleoli dengan ibu jari dan jari
telunjuk dari tangan A sementara jari-jari dan metatarsal dipegang dengan
tangan B. Kemudian geser ibu jari dan jari telunjuk tangan A ke depan untuk
dapat meraba caput talus di depan pergelangan kaki. Karena navicular
bergeser ke medial dan tuberositasnya hampir menyentuh malleolus medialis,
kita dapat meraba penonjolan bagian lateral dari kaput talus yang hanya
tertutup kulit di depan malleolus lateralis. Bagian anterior kalkaneus dapat
diraba dibawah caput talus. Dengan menggerakkan forefoot dalam posisi
supinasi kearah lateral, kita dapat meraba navicular bergeser meskipun sedikit
di depan kaput talus sedangkan tulang calcaneus akan bergerak ke lateral di
bawah kaput talus.
25
Gambar 8. Menentukan letak kaput talus.
2) Mengoreksi cavus
Bagian pertama metode Ponseti adalah mengoreksi cavus dengan
memposisikan kaki depan ( forefoot ) dalam alignment yang tepat dengan kaki
belakang (hindfoot). Cavus, yang merupakan lengkungan tinggi di bagian
tengah kaki, disebabkan oleh pronasi forefoot terhadap hindfoot. Cavus ini
hampir selalu supel pada bayi baru lahir dan dengan mengelevasikan jari
pertama dan metatarsal pertama maka arcus longitudinal kaki kembali normal.
Forefoot disupinasikan sampai secara visual kita dapat melihat arcus plantar
pedis yang normal yaitu tidak terlalu tinggi ataupun terlalu datar. Alignment
(kesegarisan) forefoot dan hindfoot untuk mencapai arcus plantaris yang
normal sangat penting agar abduksi yang dilakukan untuk mengoreksi adduksi
dan varus dapat efektif.
26
Gambar 9. Koreksi cavus.
3) Pemasangan Gips
Ponseti merekomendasikan penggunaan bahan gips karena lebih murah
dan molding lebih presisi dibanding dengan fiberglass.
Manipulasi awal. Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi lebih dahulu.
Memasang padding. Pasang padding yang tipis untuk memudahkan
molding. Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang maksimal dengan
cara memegang jari-jari dan counter pressure pada caput talus selama
pemasangan gips.
Pemasangan gips. Pasang gips di bawah lutut lebih dulu kemudian
lanjutkan gips sampai paha atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran di
sekeliling jari-jari kaki kemudian ke proksimal sampai lutut. Saat
memasang gips diatas tumit, gips dikencangkan sedikit. Kaki harus
27
dipegang pada jari-jari, gips dilingkarkan di atas jari-jari pemegang agar
tersedia ruang yang cukup untuk pergerakan jari-jari.
Molding gips. Koreksi tidak boleh dilakukan secara paksa dengan
menggunakan gips. Gunakanlah penekanan yang ringan saja. Jangan
menekan caput talus dengan ibu jari terus menerus, tapi ”tekan-lepas-
tekan” berulangkali untuk mencegah pressure sore. Molding gips di atas
kaput talus sambil mempertahankan kaki pada posisi koreksi. Perhatikan
ibu jari tangan kiri melakukan molding gips di atas caput talus sedangkan
tangan kanan molding forefoot (dalam posisi supinasi). Arcus plantaris
dimolding dengan baik untuk mencegah terjadinya flatfoot atau rocker-
bottom deformity. Tumit di molding dengan baik dengan ”membentuk”
gips di atas tuberositas posterior kalkaneus. Malleolus di molding dengan
baik. Proses molding ini hendaknya merupakan proses yang dinamik,
sehingga jari-jari harus sering digerakkan untuk menghindari tekanan yang
berlebihan pada satu tempat. Molding dilanjutkan sambil menunggu gips
keras.
Lanjutankan gips sampai paha. Gunakan padding yang tebal pada
proksimal paha untuk mencegah iritasi kulit. Gips dapat dipasang berulang
bolak-balik pada sisi anterior lutut untuk memperkuat gips disisi anterior
dan untuk mencegah terlalu tebalnya gips di fossa poplitea, yang akan
mempersulit pelepasan gips.
28
Gambar 10. Pemasangan gips Ponseti.
4) Brace
Pada akhir pemasangan gips, kaki dalam posisi sangat abduksi sekitar 60-
700 setelah gips terakhir dipakai selama 5 minggu. Selanjutnya memakai brace
untuk mempertahankan kaki dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Brace
berupa bar (batang) logam direkatkan pada sepatu yang bertelapak kakilurus
dengan ujung terbuka (straight-last open-toe shoe). Abduksi kaki dengan
sudut 60-700 untuk mempertahankan abduksi kalkaneus dan forefoot serta
29
mencegah kekambuhan. Dengan menggunakan brace lutut tetap bebas
sehingga anak dapat menendangkan kaki kedepan sehingga meregangkan otot
gastrosoleus. Abduksi kaki dalam brace ditambah dengan bar yang sedikit
melengkung akan membuat kaki dorsofleksi sehingga membantu
mempertahankan regangan pada otot gastrocnemius dan tendo achilles.
Clubfoot memiliki kecenderungan kuat untuk kambuh sampai usia empat
tahun yang disebabkan oleh patologi aslinya. Kekambuhan menurun setelah
usia empat tahun karena patologi yang menyebabkan clubfoot tidak lagi ada.
Menurut Ponseti, 50% kekambuhan terjadi antara 10 bulan sampai lima tahun
dan ini adalah terlepas dari tingkat koreksi yang diperoleh setelah pemasangan
gips. Faktor paling penting yang memprediksi kekambuhan adalah
ketidakpatuhan dengan FAO dan tingkat kekambuhan bisa dikurangi 10% jika
pasien itu sesuai dengan FAO. Dalam penelitian terbaru oleh Thacker et al.
kaki pasien yang sesuai dengan FAO koreksi mereka bertahan lebih baik
daripada mereka yang tidak sesuai.25
Gambar 11. Foot Abduction Orthosis.
c. Teknik Perancis
Teknik ini, juga dikenal sebagai metode Fungsional, diperkenalkan di
Perancis pada 1970-an oleh Masse dan Bensahel, tapi tidak sampai awal 1980,
akhirnya masuk di literatur Inggris. Teknik ini melibatkan manipulasi harian
30
clubfoot anak dengan terapi fisik selama 30 menit. Hal ini diikuti oleh
stimulasi otot-otot sekitar kaki, terutama otot-otot peroneal, untuk
mempertahankan reduksi yang dicapai dengan manipulasi pasif, strapping
adesif diterapkan. Perlakuan harian dilakukan selama kurang lebih dua bulan
dan kemudian dikurangi menjadi tiga sesi per minggu untuk enam bulan
tambahan. Taping dilanjutkan sampai pasien rawat jalan. Setelah ambulasi
dicapai, splint malam digunakan untuk dua sampai tiga tahun. Awalnya, hasil
yang baik terlihat pada 50% pasien dan dalam kasus-kasus yang tersisa,
operasi yang diperlukan hanya rilis posterior. Kelemahan dari metode ini
adalah bahwa ini melibatkan kunjungan rumah sakit setiap hari, tergantung
pada keterampilan manipulasi terapis fisik dan mahal. Metode ini kemudian
dimodifikasi untuk menyertakan penempatan dalam mesin gerakan pasif yang
terus-menerus selama enam sampai delapan jam setelah manipulasi pasif oleh
terapis dan strapping adesif kaki. Penambahan mesin CPM mengakibatkan
lebih sedikit pasien yang membutuhkan operasi dan prosedur kurang radikal
bagi mereka yang membutuhkan operasi. Tingkat keberhasilan dilaporkan
mendekati 68% . Dengan pengalaman lebih lanjut dalam penggunaan mesin
CPM, tingkat keberhasilan meningkat menjadi 88% . Metode ini tidak begitu
terkenal di Amerika Serikat. Dalam salah satu dari beberapa studi Amerika,
Richards et al. melaporkan tingkat keberhasilan hanya 44%, tapi tanpa
menggunakan mesin CPM. Dengan penambahan mesin CPM, tingkat
keberhasilan naik menjadi 60% .26
3.8.2 Pengobatan operatif
Daftar prosedur operasi ini tak ada habisnya karena tidak ada prosedur
tunggal memberikan koreksi yang tahan lama. Prosedur operasi pertama, rilis
posterior, digambarkan oleh Phelps pada tahun 1891. Prosedur PMR, yang
diperkenalkan oleh Turco (1980), pada dasarnya merupakan modifikasi dari
prosedur sebelumnya diuraikan oleh Phelps, Codvilla (1906), Brockman (1937)
dan Bost (1960), alasan di balik PMR Turco adalah bahwa kelainan ini
disebabkan oleh subluksasi bawaan dari sendi TCN, koreksi hubungan tarsal
31
abnormal dicegah oleh kaku patologis kontraktur jaringan lunak dan koreksi dari
setiap komponen tunggal dari deformitas itu tidak mungkin sekaligus
menghilangkan yang lainnya. Kedua, prasyarat untuk koreksi yang bertahan
adalah bahwa koreksi lengkap dari semua komponen harus diperoleh dan
koreksi ini harus dipertahankan sementara tulang tarsal remodelling.27
Usia optimal untuk intervensi bedah selalu menjadi kontroversial. Turco
merekomendasikan operasi di sekitar usia satu tahun sementara Osterman dan
Merikanto merekomendasikan operasi pada usia lebih awal tiga sampai enam
bulan untuk memanfaatkan potensi remodelling kaki. Namun, Danglemajor
menyarankan menunda operasi sampai usia satu tahun dimana operasi yang
dilakukan lebih awal memiliki tingkat kegagalan mendekati 65%. Selain
menemukan insiden yang lebih tinggi dari kegagalan, Turco melaporkan
kerugian operasi lebih awal untuk menjadi kesulitan dalam identifikasi struktur
anatomi dan dalam penanganan tulang rawan kecil ketika beroperasi pada kaki
kecil. Selanjutnya, ketika pin dikeluarkan dari tulang talonavicular dan tulang
talocalcaneal setelah PMR, sulit untuk menahan kaki kecil di plester. Yang
penting, menunda operasi meminimalkan kemungkinan operasi pada kelainan
neuromuskuler yang belum diketahui. Salah satu manfaat utama dari operasi
dekat dengan usia berjalan adalah bahwa hal itu mengambil keuntungan dari
stimulus fisiologis normal weight-bearing untuk remodelling. Prosedur Turco
digunakan dengan impunitas pada tahun 1980 dengan tingkat kegagalan rata-rata
25% yang dilaporkan oleh Turco sendiri.
McKay et al. dan Herzenberg et al. telah menunjukkan bahwa kehadiran
kelainan rotasi internal kalkaneus tidak dapat dikoreksi secara adekuat oleh
PMR saja. Mereka mengusulkan bahwa di luar usia 18 bulan PMR harus
dikombinasikan dengan rilis posterolateral. Ini bisa dilakukan dengan
menggunakan sayatan tunggal Cinncinnati atau Carrolls teknik dua sayatan.
Jenis insisi ini (Cincinnati) berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial
(persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral (bagian
distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang pergelangan kaki
32
setinggi sendi tibiotalus. Kerugian dari prosedur Mckay adalah bahwa hasil
menunjukkan overcorrection dengan tumit diposisikan valgus di 8-20%.
Gambar 12. Insisi Cincinnati.
Protokol biasa yang telah diikuti selama pengelolaan clubfoot adalah
bedah baik oleh bedah terbuka seperti dijelaskan di atas atau dengan
menggunakan fiksator eksternal seperti fiksator Iliazarov dan fiksator Joshi
External System Stabilization (JESS). Casting dilakukan untuk mempertahankan
koreksi setelah fiksator dilepas. Tingkat keberhasilan koreksi bervariasi 77
sampai 90%.
33
Gambar 13. Fiksator Iliazarof.
Gambar 14. Fiksator JESS.
3.9 Prognosis
Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar dapat
diperbaiki. Walaupun demikian, keadaan ini sering tidak sembuh sempurna dan
sering rekuren, terutama pada bayi dengan kelumpuhan otot yang nyata atau
disertai penyakit neuromuskuler. Beberapa kasus menunjukkan respon yang
positif terhadap penanganan, sedangkan beberapa kasus lain menunjukkan respon
yang lama atau tidak berespon sama sekali. Orangtua harus diberikan informasi
bahwa hasil tidak selalu dapat diprediksi dan tergantung pada tingkat keparahan
34
dari deformitas, umur anak saat intervensi, perkembangan tulang, otot dan syaraf.
Fungsi kaki jangka panjang setelah terapi secara umum baik.
Kurang lebih 50% dari kasus CTEV pada bayi baru lahir dapat dikoreksi
tanpa tindakan operatif. Ponseti melaporkan tingkat kesuksesan sebesar 89%
dengan menggunakan tekniknya. Peneliti lain melaporkan rerata tingkat
kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan
setinggi 75-90%, baik dari segi penampilan maupun fungsi kaki.2
Hasil yang memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor
utama yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan pergerakan
kaki, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh derajat pendataran kubah dari tulang
talus. Tiga puluh delapan persen dari pasien dengan kasus CTEV membutuhkan
tindakan operatif lebih lanjut. Rerata tingkat kekambuhan deformitas mencapai
25%, dengan rentang antara 10-50%.
35
BAB III
PENUTUP
CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) sering disebut juga clubfoot
adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai,
adduksi dari kaki depan. Insidens congenital talipes equinovarus yaitu 1 dari
setiap 1000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada
perempuan (2:1). 50% bersifat bilateral. Beberapa teori yang dikemukakan
mengenai penyebab clubfoot. Tanpa terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan
dengan bagian luar kakinya, yang mungkin menimbulkan nyeri dan atau
disabilitas. Diagnosis yang tepat membuat terapi yang sesuai dapat segera
dilakukan untuk mengatasi deformitas yang terjadi. Manipulasi dan immobilisasi
serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti pemasangan gips adalah metode
perawatan non-operatif. Cara imobilisasi yang saat ini dinilai paling efektif adalah
metode Ponseti. Clubfoot biasanya berulang sampai usia empat tahun maka orang
tua harus diperingatkan mengenai kemungkinan ini. Orangtua harus diberikan
informasi bahwa hasil tidak selalu dapat diprediksi dan tergantung pada tingkat
keparahan dari deformitas, umur anak saat intervensi, perkembangan tulang, otot
dan syaraf. Fungsi kaki jangka panjang setelah terapi secara umum baik.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Campbell Suzanna K. Physical Therapy in Children. Philadelphia: W.B.
Saunders Company; 1995: xi-xii.
2. Salter RB. The Musculoskeletal system, 2nd ed. London : William &
Wilkins; 1983: 117-20.
3. McKinley M, O'Loughlin VD. Human Anatomy, 3rd ed. New York:
McGraw-Hill; 2012: 241-4.
4. Lovell Wood W, Winter Robert B. Pediatric Orthopaedics, 2nd ed.
Philadelphia: J.B. Lippincott company; 1986: 895-919.
5. Ferner H, J. Staubesand. The Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol II,
13th Ed. Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran,
2001: 346.
6. Gardner, E., Graydj, O'rahllly, R., 1959. “The prenatal development of the
skeleton and joints of human foot,” J Bone Joint Surg Am., Vol.41-A(5),
pp.847-76
7. Singh V. Textbook of Clinical Embryology, 1st ed. New Delhi : Elsevier ;
2012 ; 96-9.
8. Bensahel, H., Huguenin, P. and Themar-Noel, C., 1983. “The functional
anatomy of clubfoot,” Journal of Pediatric Orthopaedics, Vol.3, pp.191-95
9. Carol, N., McMarty, R. and Leefe, SF, 1978. “The pathoanatomy of
congenital club foot,” Orthop Clin North Am, Vol.9(1), pp.225-32
10. Tachdjian MO. Pediatric Orthopaedics Vol 4, 2nd ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company, 1990: 2428-2541.
11. Roye BD, Hyman J, Roye DP Jr. Congenital idiopathic talipes equino-
varus. Pediatr Rev, 2004;25:124–30.
12. Pirani S, Naddumba E. Ponseti clubfoot management: teaching manual for
heatlh-care providers in Uganda: Global-HELP Organization; 2008.
Available from:
http://www.global-help.org/publications/books/help_ponsetiuganda.pdf
37
13. Dimeglio A, Bensahel H, Souchet P, Mazeau P, Bonnet F. Classification
of clubfoot. J Pediatr Orthop B. 1995;4(2):129-36.
14. Irani, RN, Sherman, MS, 1972. “The pathological anatomy of idiopathic
clubfoot,” Clin Orthop Relat Res., Vol.84, pp.14-20 Jain, AK, Zulfigar,
AM, Kumar, S. and Dhammi, IK, 2001. “Evaluation of foot bimalleolar
angle in the management of congenital talipes equinovarus,” J Pediatr
Orthop., Vol.21(1), pp.55-9
15. Dobbs MB, Gurnett CA. Update on Clubfoot: Etiology and Treatment.
Clin Orthop Relat Res (2009) 467:1146–53.
16. Dittrich, RJ. “Pathogenesis of congenital club foot (pes equinovarus): An
anatomical study,” J Bone and Joint Surg., Vol.12, pp.373-99
17. Herbsthofer, B., Eckardt, A., Rompe, JD et al., 1998. “Significance of
radiographic angle measurements in evaluation of congenital club foot,”
Arch Orthop Trauma Surg., Vol.117(6-7), pp.324-29
18. Anand A, Sala DA. Clubfoot: Etiology and treatment. Indian J Orthop.
2008 Jan-Mar; 42(1): 22–8.
19. Kite JH. The clubfoot. New York: Grune and Stratton; 1964.
20. Bensahel H, Guillaume A, Czukonyi Z, Desgrippes Y. Results of physical
therapy for idiopathic clubfoot: a long-term follow-up study.J Pediatr
Orthop. 1990 Mar-Apr; 10(2):189-92.
21. Frick SL. The Ponseti method of treatment for congenital clubfoot:
importance of maximal forefoot supination in initial casting.Orthopedics.
2005 Jan; 28(1):63-5.
22. Ponseti IV. Clubfoot management.J Pediatr Orthop. 2000; 20(6):699-700.
23. Canale ST, Beaty JH. Campbell’s Operative Orthopaedics, 12th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2013: 994-1012
24. Scher DM, Feldman DS, van Bosse HJ, Sala DA, Lehman WB. Predicting
the need for tenotomy in the Ponseti method for correction of clubfeet. J
Pediatr Orthop. 2004; 24(4):349-52.
38
25. Thacker MM, Scher DM, Sala DA, van Bosse HJ, Feldman DS, Lehman
WB. Use of the foot abduction orthosis following Ponseti casts: is it
essential?. J Pediatr Orthop. 2005; 25(2):225-8
26. Richards B, Wilson H. POSNA 2002 (Abstract) Effect of continuous
passive motion in the non-operative treatment of clubfeet: Early results; p.
66.
27. Turco VJ. Clubfoot. New York: Churchill Livingstone; 1981.
39