214
NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA TEGAL Disusun Oleh : 1. MUHAMMAD REZZA ( 8111412013 ) 2. SILVIA KUMALASARI ( 8111412028 ) 3. DINA VELAYATI ( 8111412052 ) 4. DINAR BAHARI W ( 8111412059 ) 5. MUHAMMAD SYIHABUDIN ( 8111412172 ) FAKULTAS HUKUM

contoh Naskah Akademik-pplh Tegal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perancangan undang-undang

Citation preview

NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA TEGAL

Disusun Oleh :1. MUHAMMAD REZZA( 8111412013 )1. SILVIA KUMALASARI( 8111412028 )1. DINA VELAYATI( 8111412052 )1. DINAR BAHARI W( 8111412059 )1. MUHAMMAD SYIHABUDIN( 8111412172 )

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas mata kuliah Perancangan Undang-Undang tentang Naskah Akademik tentang Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal.Naskah Akademik sederhana ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Perancangan Undang-Undang, dalam penulisan naskah akademik ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:1. Kepada orang tua kami yang senantiasa mendoakan kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan naskah akademik ini1. Bapak Saru Arifin, S.H.,LLM selaku dosen pembimbing dan pengampu mata kuliah Perancangan Undang-Undang yang telah memberikan bimbingan kepada kami.Serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan naskah akademik ini sehingga naskah akademik ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami meyakini bahwa dalam penulisan naskah akademik ini masih banyak kekurangan dan kekeliruannya, sehingga setiap tegur sapa dan kritik yang dimaksudkan untuk menyempurnakan atau memperbaiki tulisan naskah akademik ini disambut baik oleh kami sebagai penulis. Semoga naskah akademik ini bermanfaat bagi mahasiswa dan pihak yang berkepentingan. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Semarang, 16 Juni 2015

Penulis DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL iKATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI iiiBAB I. PENDAHULUAN 10. Latar Belakang 10. Identifikasi Masalah 140. Tujuan dan Kegunaan Kegiataan Penyusunan Naskah Akademik 150. Metode Penelitian 18

BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 212.1 Kajian Teoritis 212.2 Kajian Terhadap Asas/Prinsip Terkait 362.3 Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan 392.4 Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru 44

BAB III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN TERKAIT 50

BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURUDIS 55

BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH 66

BAB VI. PENUTUP 840. Kesimpulan 840. Saran 87

DAFTAR PUSTAKA 88

LAMPIRAN RANCANGAN PERDA KOTA TEGAL 90

iii

BAB IPENDAHULUAN

0. Latar BelakangSeiring dengan semakin meningkatnya masalah lingkungan hidup di seluruh pelosok bumi yang terbentang dari lokal hingga global, langkah-langkah pencegahan timbulnya dampak negatif terhadap kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup menjadi semakin mendesak untuk ditempuh. Penanggulangan dan pengendalian dampak negatif terhadap lingkungan hidup serta isu keberlanjutan lingkungan hidup terasa tidak cukup dan kurang efektif jika dilakukan pada saat kegiatan telah memasuki masa operasi dan sepenuhnya hanya mengandalkan pendekatan teknologi. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Dalam melaksanakan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, hal ini sesuai dengan hasil Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun 1972 dan suatu Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992 yang menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup.[footnoteRef:1] [1: Makalah dalam Seminar Nasional Dies UGM ke-58 Pembangunan Wilayah Berbasis Lingkungan Di Indonesia di Yogyakarta, tanggal 27 Oktober 2007.]

Dalam kondisi saat ini, ketika ancaman krisis daya dukung ekosistem dan lingkungan hidup yang dihadapi Indonesia sangat nyata, maka legislasi norma hukum lingkungan di tingkat daerah baik kota, kabupaten dan provinsi sangat diperlukan seiring dengan ikhtiar di tingkat nasional maupun dunia internasional untuk memperkuat demokrasi dan negara hukum, serta tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).Seperti dikutip dari Laurence C. Smith, Might any of the four global forces of demography, natural resource presure, globalozation and climate change screech to a halt between now and 2050 thus ruining all of our best projections" ( Laurence C. Smith, 2011). Pemerintah daerah dalam hal ini Eksekutif dan DPRD memegang peranan penting dan startegis dalam menghasilkan Perda yang pro terhadap lingkungan, tidak tumpang tindih dan harmoni antar perda maupun dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. [footnoteRef:2] [2: I Gusti Ayu Ketut Rachni Handayani, Pembentukan Peraturan Daerah Berbasis Lingkungan dalam Rangka Mewujudkan Praktik-Praktik Good Governance di Daerah, Jurnal Yustisia Edisi 85 Januari-April 2013. Hlm.2]

Kerusakan lingkungan cenderung meningkat akibat bertambahnya penduduk dan upaya-upaya pemanfaatan sumber daya alam tanpa disertai upaya pelestarian fungsi lingkungan. Akhirnya terjadi ketidak seimbangan alam. Pertumbuhan penduduk dan pengambilan sumber daya alam yang jauh melampaui daya dukungnya merupakan salah satu penyebabnya. Isu-isu tersebut berkembang menjadi permaslahan lingkungan yang serius. Pencemaran udara, sampah, kelangkaan air bersih, kerusakan lahan dan hutan, longsor, banjir dan kekeringan merupakan masalah yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dewasa ini.Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta pemanasanglobal yang semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan iklim dan hal iniakan memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Untuk itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentinganPasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 merupakan ketentuan kunci tentang diaturnya norma mengenai lingkungan di dalam konstitusi. Secara berturutturut kedua Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:Pasal 28H ayat (1) : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan kedua Pasal tersebut di atas maka sudah jelas bahwa UUD 1945 juga telah mengakomodasi perlindungan konstitusi (constitutional protection) baik terhadap warga negaranya untuk memperoleh lingkungan hidup yang memadai maupun jaminan terjaganya tatanan lingkungan hidup yang lestari atas dampak negatif dari aktivitas perekonomian nasional.Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa setiap warga negara berhak dan memperoleh jaminan konstitusi (constitutional guranteee) untuk hidup dan memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat untuk tumbuh dan berkembang.Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Pengendalian dampak lingkungan hidup merupakan upaya untuk melakukan tindakan pengawasan terhadap suatu aktivitas yang dilakukan oleh setiap orang terutama perusahaan-perusahaan yang menimbulkan dampak besar tehadap lingkungan. Dalam hal ini dampak lingkungan hidup diartikan sebagai pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yng diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Oleh karena itu upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi kewajiban bagi negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.Ketentuan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa pembangunan berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.Pengelolaan lingkungan hidup memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya serta perlu dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan local dan kearifan lingkungan, sehingga lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan.Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.Dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009, disebutkan bahwa untuk mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang lebih baik, diperlukan adanya fungsi pengawasan, pemantauan dan penyidikan. Pengawasan dan penyidikan merupakan salah satu komponen penting dalam penegakan hukum baik hukum administrasi, perdata maupun pidana.Dalam melaksanakan pengawasan dan pemantauan kualitas lingkungan hidup di daerah, Pemerintah Indonesia memiliki Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang disingkat dengan (PPLHD) seperti yang diamanatkan dalam Undang- Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 bahwa dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, Walikota, atau Bupati/Walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsionalSalah satu faktor penyebab terpenting yang perlu diperhatikan dalam proses terjadinya perusakan lingkungan oleh manusia adalah faktor ekonomi. Secara lebih khusus lagi adalah segi kerakusan manusia, dimana manusia melakukan eksploitasi tak terbatas terhadap alam. Alam hanya dilihat sebagai benda penghasil uang. Dunia sekarang ini berada dalam sistem ekonomi lama, yaitu kapitalisme yang menjunjung tinggi keuntungan dan mengakibatkan hilangnya nilai kebersamaan.Sekarang ini diperlukan adanya perubahan sikap manusia secara mendasar dalam memperlakukan alam. Perubahan itu adalah perubahan nilai, dari nilai hubungan manusia dengan alam yang bersifat ekonomis ke nilai hubungan yang dilandasi oleh sikap menghargaialam sebagai bagian dari hidup manusia. Jadi berdasar pada nilai yang tidak melulu dan hanya berorientasi keuntungan manusia. Maka diharapkan ada usaha untuk menemukan suatu sistem ekonomi baru yang sungguh menghargai yang lemah, yang nampaknya tak berperan dalam kehidupan di dunia ini.Begitu baiknya alam ini hingga mampu menciptakan spesies-spesies yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Di dalam alam juga tercipta simbiosis-simbiosis. Tumbuhan, binatang dari yang paling kecil hingga yang terbesardan manusia, terjalin dalam jaring-jaring rantai makanan. Masing-masing punya perannya sendiri dalam melestarikan alam ini. Semuanya membentuk suatu komunitas yang saling tergantung. Inilah yang perlu sungguh disadari manusia. Hewan, tumbuhan dan segala sesuatu bagian dari ekosistem merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Merusak dan membunuh mereka tanpa perhitungan berarti menghancurkan manusia sendiri.Sumberdaya alam dan lingkungan hidup merupakan sumber penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Sumberdaya alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktivitasnya sehingga pengelolaan sumberdaya alam harus mengacu pada aspek konservasi dan pelestarian lingkungan.Pesatnya pembangunan di berbagai sektor di Kota Tegal, selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga dapat menambah beban pada lingkungan terutama akibat meningkatnya limbah padat, cair, gas serta eksploitasi sumberdaya alam telah memberikan dampak pada semakin berkurangnya daya dukung lahan dan lingkungan. Hasil pemantauan kualitas lingkungan, memperlihatkan kondisi lingkungan di Kota Tegal menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kualitas lingkungan yang terjadi pada beberapa wilayah kecamatan. Permasalahan lingkungan yang terjadi bervariasi tergantung kondisi fisik daerah dan kerawanan terhadap suatu bencana. Berbagai masalah lingkungan alam yang mengarah pada penurunan kualitas lingkungan di Kota Tegal, seperti pencemaran (air, udara, dan anah), abrasi, akresi, dan intrusi, serta longsor dan banjir selalu terkait dengan aspek air, udara, lahan dan hutan, keanekaragaman hayati, serta pesisir dan laut.Permasalahan lingkungan hidup sampai saat ini cenderung makin bertambah seiring dengan kondisi kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun dan memprihatinkan. Kondisi ini ditandai dengan bencana alam yang sering terjadi seperti banjir, tanah longsor, kekeringan dan kelangkaan air. Selain itu permasalahan lingkungan hidup yang menonjol dan penting untuk segera mendapat pemecahan antara lain pencemaran yang meliputi pencemaran kualitas dan penurunan kuantitas air, pencemaran udara dan kerusakan lingkungan. Sumber utama pencemaran lingkungan adalah kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan peternakan. Buangan limbah berupa zat-zat pencemar atau logam-logam berat, sisa pestisida, sampah-sampah rumah tangga, bahan pengawet menjadi permasalahan lingkungan. Upaya pengendalian lingkungan hidup yang didasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan harus terus dilakukan. Permasalahan kerusakan lingkungan akan terus bertambah jika kemiskinan dan pengangguran belum dapat diatasi. Upaya pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2011-2009, masing-masing 5,1 % dan 8,2 % sulit dicapai. Kondisi lingkungan hidup (LH) di Kota Tegal saat ini cenderung mengalami penurunan kualitas. Berbagai tindakan manusia yang tidak ramah lingkungan menyebabkan kerusakan-kerusakan yang akhirnya menjadi salah satu ancaman bagi masyarakat. Seperti kerusakan hutan akibat penebangan liar, pembuangan limbah sembarangan atau penambangan galian C tanpa izin.Kerusakan lingkungan juga bisa terjadi karena perubahan fungsi lahan pertanian. Luas lahan sawah teririgasi di Kota Tegal pada tahun 2012 sebesar 49.623,00 Ha dan pada tahun 2013 sebesar 47.613,00 Ha dengan demikian selama periode 2012-2013 terjadi penurunan luas sawah teririgasi sebesar 1,01 %. Luas lahan sawah tadah hujan di Kota Tegal pada tahun 2012 sebesar 13.643,00 Ha dan pada tahun 2013 sebesar 14.829,00 Ha dengan demikian selama periode 2012-2013 terjadi penurunan luas lahan pertanian keseluruhan mengalami penurunan sebesar 0,33 %. Pada periode 2012-2013 luas hutan lindung di Kota Tegal seluas 1.371,30 Ha pada tahun 2012 hingga 2011, dan pada tahun 2013 luasnya bertambah menjadi 3.803,80 Ha. Luas hutan suaka alam di Kota Tegal periode 2012-2013 relatif tetap yakni sebesar 48,50 Ha. Luas Hutan produksi tetap periode 2012-2011 sebesar 47.582,22 Ha dan pada tahun 2013 turun menjadi 28.033,82 Ha. Hutan produksi terbatas mulai terbentuk pada tahun 2013 seluas 17.521,80 Ha. Luas hutan rakyat di Kota Tegal periode 2012-2013 sebesar 3.520,00 Ha, 3.833,00 Ha, 4.117,00 Ha, 4.117,00 Ha dan 1.482,00 Ha. Banyaknya lahan kritis dan kerusakan hutan dapat memacu peningkatan pemanasan global yang menimbulkan dampak berubahnya waktu musim hujan, musim kering dan meningkatnya suhu bumi yang berpotensi menimbulkan dampak negatif kehidupan maupun lingkungan.[footnoteRef:3] [3: Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tegal Tahun 2013]

Pada tahun 2010 tercatat lahan kritis di Kota Tegal seluas 13.884 Ha dan pada tahun 2013 luasnya mencapai 15.710 Ha dan semakin bertambah tiap tahunnya. Sementara itu upaya-upaya menangani lahan kritis melalui reboisasi maupun penghijauan dirasa masih kurang. Pada periode 2012-2013, luas lahan yang direboisasi di wilayah Kota Tegal sebesar 1.172,35 Ha, 906,20 Ha, 1.274,70 Ha, 1.580,90 Ha dan 1.089,70 Ha. Luas lahan penghijauan pada tahun 2012-2013 adalah seluas 7.586,50 Ha, 7.709,50 Ha, 9.136,50 Ha, 10.086,50 Ha dan 11.441,50 Ha. Perkembangan jumlah penduduk memerlukan lahan untuk tempat bermukim dan melakukan aktivitas kehidupan. Akibatnya terjadi daerah kumuh di perkotaan, lahan terbuka hijau menjadi bangunan, lahan pertanian ( Tegalan dan sawah) menjadi daerah industri dan perumahan. Masyarakat menebang pohon di daerah hulu dan membangun rumah pada lereng kemiringan lebih dari 450 , akibatnya terjadi bencana longsor pada tebing terjal dan banjir pada hilir sungai. Lemahnya penegakan hukum lingkungan dan ringannya sanksi bagi pelanggar mengakibatkan sulitnya usaha pelestarian lingkungan.Secara geografis Kota Tegal memang rawan bencana alam. Wilayah tersebut terbagi menjadi dua bagian yang rawan bencana, yakni wilayah selatan dan utara. Wilayah selatan, rawan terhadap terjadinya bencana tanah lonsor dan angin lisus. Faktor penyebab terjadinya longsor antara lain banyaknya penebangan hutan secara liar. Hal itu mengakibatkan kawasan perbukitan yang ada di sana tidak mampu menyerap air saat turun hujan.Penduduk yang terus bertambah mengakibatkan tekanan yang besar bagi lingkungan merupakan permasalahan sumberdaya manusia,pertambahan penduduk mendorong ekonomi dan industri tumbuh pesat untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Jumlah penduduk yang meningkat belum diimbangi dengan lapangan kerja yang tersedia akan berakibat jumlah pengangguran dan kemiskinan bertambah, kasus kejahatan semakin sering terjadi, perubahan kondisi politik, dan perangkat hukum kurang ditegakkan. Oleh sebab itu, lingkungan hidup Kota Tegal perlu dikelola secara baik dan bertanggungjawab agar tetap lestari untuk mendukung perikehidupan masyarakat Kota Tegal serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjamin kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di Kota Tegal maka perlu melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dengan meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, yang serasi, selaras dan seimbang untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan hidup yang meliputi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan dapat mengancam kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya, perlu dilakukan perencanaan, pengawasan, pemeliharaan, pengendalian dan penaatan hukum dalam pemanfaatan lingkungan hidup. Urusan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan urusan wajib daerah, dan untuk itu dalam rangka mewujudkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan suatu peraturan daerah untuk mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan keadaan dan kondisi suatu daerah.Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.Menyikapi situasi tersebut, sejalan dengan amanat Undang Undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pemerintah daerah wajib membuat peraturan daearah yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program. Instrumen ini mencoba mengatasi kelemahan yang diutarakan di atas. Kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan akan lebih efektif dicegah bila sejak proses formulasi Kebijakan, Rencana dan Program telah dipertimbangkan masalah lingkungan hidup dan ancaman terhadap keberlanjutannya sesuai konsep sustainable development. Sejalan dengan Otonomi Daerah, pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan mengandung maksud untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta masyarakat inilah yang dapat menjamin dinamisme dalam pengelolaan lingkungan sehingga pengelolaan ini mampu menjawab tantangan tersebut diatas. Mekanisme peran serta masyarakat ini perlu termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui mekanisme demokrasi. Jadi dapat dikatakan bahwa salah satu strategi pengelolaan lingkungan hidup yang efektif di daerah dalam kerangka otonomi daerah adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan.Keikutsertaan pemerintah dalam kelestarian lingkungan hidupBerdasarkan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab IV tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 8 bahwa:Pemerintah menguasai sumber daya alam dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, beserta pengaturannya ada di tangan pemerintah

Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud maka pemerintah mengatur mengatur beberapa langkah diantaranya:1. mengatur dan mengembangkan kebijakan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.1. mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam termasuk sumber daya alam genetika1. mengatur system dan hubungan hukum antara perseorangan dan atau subyek hukum lainnya. Serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya genetika.1. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.1. mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu wewenang Pemerintah juga diatur dalam undang-undang pasal 9 yang berisikan bahwa :1. Pemerintah menetapkan kebijakan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.1. Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintahan sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.1. Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya alam buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Di segi lain pemerintah juga memiliki beberapa kewajiban dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup peraturan ini dijelaskan dalam pasal 10, diantaranya adalah sebagai berikut: 2. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup.2. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.2. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup.2. mengembangkan dan menerapkan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang mkenjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.2. memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup.2. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam bidang lingkungan hidup.2. menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskan kepada masyarakat.2. memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan hidup.Tidak hanya pemerintah pusat saja yang berhak untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup akan tetapi pemerintah daerah juga memiliki wewenang untuk mengolah sumber daya alam yang dimiliki oleh daerahnya sendiri.Berdasarkan pasal 12 di jelaskan bahwa :4. untuk mewujudkan keselarasan dan keterpaduan pelaksanaan kebijakan nasional tentang lingkungan hidup pemerintah melimpahkan wewenang tertentu kepada perangkat di wilayah.4. mengikut sertakan peran pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.

Berdasarkan pasal 13 dijelaskan pula bahwa :1. dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada pemerintah daerah menjadi urusan rumah tangga.1. penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 di tetapkan dengan peraturan pemerintah.

Dari uraian diatas Hasil pemantauan kualitas lingkungan, memperlihatkan kondisi lingkungan di Kota Tegal menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kualitas lingkungan yang terjadi pada beberapa wilayah kecamatan. Berbagai masalah lingkungan alam yang mengarah pada penurunan kualitas lingkungan di Kota Tegal, seperti pencemaran (air, udara, dan anah), abrasi, akresi, dan intrusi, serta longsor dan banjir selalu terkait dengan aspek air, udara, lahan dan hutan, keanekaragaman hayati, serta pesisir dan laut. Selain itu permasalahan lingkungan hidup yang menonjol dan penting untuk segera mendapat pemecahan antara lain pencemaran yang meliputi pencemaran kualitas dan penurunan kuantitas air, pencemaran udara dan kerusakan lingkungan. Sehingga, atas dasar hal ini maka dalam Peraturan Daerah Kota Tegal perlu adanya pengaturan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota Tegal untuk mengendalikan kerusakan lingkungan yang terjadi serta, kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan akan lebih efektif dicegah bila sejak proses formulasi Kebijakan, Rencana dan Program telah dipertimbangkan masalah lingkungan hidup dan ancaman terhadap keberlanjutannya sesuai konsep sustainable development. Selain itu, untuk memberikan kepastian hukum dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam menunjang pembangunan berkelanjutan di Daerah serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu adanya sebuah landasan yang kuat mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam suatu Peraturan Daerah Kota Tegal.

0. Identifikasi MasalahSecara umum, Peraturan Daerah (Perda) dapat dibentuk karena 3 (tiga) alasan utama, yaitu : 1. Sebagai pelaksanaan dari perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; 1. Untuk melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam rangka mengelola pemerintahan di daerah;1. Untuk mengatasi permasalahan yang khusus/perilaku bermasalah di daerah.Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tentunya membawa perubahan besar dalam pengaturan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup dalam lingkup nasional. Tentunya setiap pemerintah daerah berusaha untuk menyempurnakan pengaturan tersebut dengan dibuatnya peraturan daerah sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.Permasalahan mengenai pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup merupakan permasalahan yang perlu pengaturan yang jelas dan baik terlebih didaerah Kota Tegal. Sehingga pengusahaan dan peruntukkannya tetap terjaga kondisinya dengan baik. Permasalahan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tidak terlepas dari lingkungan hidup secara keseluruhan sehingga pengaturannya harus secara tegas dan jelas untuk menghindari permasalahan dalam implementasi pelaksanaannya.Permasalahan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Tegal dewasa ini menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan hidup. Pemanfaatan lingkungan hidup pada saat ini telah melebihi kemampuan/beban yang seharusnya boleh diekploitasi, yang secara langsung ataupun tidak langsung akan mengakibatkan penurunan lingkungan hidup.Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan pengaturan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih mudah dilaksanakan dan memberikan arahan dengan keterlibatan serta masyarakat secara berkelanjutan.Adapun identifikasi dari penyusunan naskah akademis ini adalah :1. Permasalahan apa yang dihadapi Kota Tegal dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi ?1. Mengapa perlu Raperda tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup sebagai dasar pemecahan masalah tersebut ?1. Apa yang menjadi dasar pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis dan yuridis pembentukan Raperda tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup ?1. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dari Raperda tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup ?

0. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah AkademikBerdasarkan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan dicantumkan bahwa setiap pembentukan peraturan daerah baik provinsi maupun kota/kabupaten disertai dengan adanya keterangan atau penjelasan atau ysng biasa disebut naskah akademik. Naskah akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan undang-undang, rancangan peraturan daerah provinsi, rancangan peraturan daerah kota atau kabupaten sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Sesuai dengan definisi tersebut naskah akademik bertujuan untuk melakukan penelitian atau pengkajian terhadap suatu masalah yang solusi atas permasalahan tersebut perlu dibentuk peraturan perundang-undangan. Dengan demikian naskah akademik berguna sebagai alasan, pedoman, dan arahan dalam membentuk peraturan perundang-undangan.Berdasarkan UU No 32 Tahun 2009 Pasal 3, Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:1. melindungi wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;1. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;1. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidu pdan kelestarian ekosistem;1. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;1. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;1. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;1. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;1. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;1. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan1. mengantisipasi isu lingkungan global.

Adapun tujuan dari penyusunan peraturan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara normatif adalah untuk menjamin kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan maka perlu melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dengan meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, yang serasi, selaras dan seimbang untuk mewujudkan ruang wilayah daerah yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.Naskah Akademik ini bertujuan untuk memberikan kajian dan kerangka filosofis, sosiologis, dan yuridis tentang perlunya Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal. Gambaran yang tertulis diharapkan dapat menjadi panduan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal untuk mengkaji materi Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal.Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal, serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut.1. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan dibentuk Raperda tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam pengelolaan lingkungan hidup di Kota Tegal.1. Merumuskan pertimbangan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan Raperda tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal.1. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Tegal adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.

0. Metode Penelitian1. Tipe Penelitian Penelitian terhadap permasalahan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Metode ini dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah data sekunder, berupa Peraturan Perundang-undangan atau dokumen hukum lainnya, dan hasil penelitian, pengkajian,serta referensi lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diidentifikasi. Metode yuridis normatif ini dilengkapi dengan diskusi (focus group discussion), dan rapat dengan stakeholder terkait dalam rangka mempertajam kajian dan analisis.Dalam rangka memecahkan masalah dalam penelitian ini diperlukan suatu pendekatan. Menurut Peter Mahmud dalam bukunya yang berjudul Penelitian Hukum terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian hukum, yaitu pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).[footnoteRef:4] [4: Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Jakarta, Edisi I, hlm. 93-94]

Penelitian ini menggunakan: (1) pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan komparatif (comparative approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan cara menelaah peraturan perundang-undangan (regeling) dan peraturan kebijakan (beleidsregel) yang bersangkut paut.[footnoteRef:5] [5: Jimly Asshiddiqie, 2013, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, hlm.391.]

1. Jenis Data dan Cara Perolehannya3. Penelitian KepustakaanPengumpulan data dalam penelitian kepustakaan dilakukan dengan menggunakan studi dokumen, yang sumber datanya diperoleh dari:0. Bahan hukum primer, Bahan-bahan hukum yang mengikat berupa UUD NRI Tahun 1945, peraturan perundang-undangan, serta dokumen hukum lainnya yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 0. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti risalah sidang, dokumen penyusunan peraturan yang terkait dengan penelitian ini dan hasil-hasil pembahasan dalam berbagai media.0. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang seperti kamus hukum dan bahan lain di luar bidang hukum yang dipergunakan untuk melengkapi data penelitian.3. Penelitian LapanganUntuk menunjang akurasi data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan dilakukan penelitian lapangan guna memperoleh info langsung dari sumbernya (data primer). Informasi diperoleh melalui diskusi publik dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten dan representatif yaitu ahli bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam diskusi publik yang diselenggarakan dihadirkan berbagai unsur yang mewakili profesi peneliti, konsultan lingkungan hidup, akademisi, Hakim dan unsur lain yang memiliki kepentingan terhadap pengaturan tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

1. Analisis DataPengolahan data dilakukan secara kualitatif. Bahan-bahan hukum tertulis yang telah terkumpul diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan yang telah diidentifikasi, kemudian dilakukan content analysis secara sistematis terhadap dokumen bahan hukum dan dikomparasikan dengan informasi narasumber, sehingga dapat menjawab permasalahan yang diajukan.Selain itu pendekatan dilakukan dengan indisipliner dan multidisipliner. Pendekatan indisipliner dilakukan pengkajian bidang-bidang hukum terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, seperti Hukum Pemerintahan Daerah, Hukum Lingkungan, dan Hukum Administrasi Negara.Pendekatan multidislipiner dilakukan pengakajian dengan mendekati permasalahan hukum mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan ilmu-ilmu yang terkait secara langsung, Ilmu pemerintahan, dan Ilmu Lingkungan.

BAB IIKAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS1. Kajian Teoritis Pengaturan tentang paten merupakan hasil pemikiran yang sarat dengan berbagai teori yang melandasinya. Teori-teori yang dijadikan landasan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, antara lain: [footnoteRef:6] [6: Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013, hlm.30-44.]

1. Teori Pendekatan EkonomiPosner (2001), salah seorang sarjana penganjur terkemuka teori pendekatan ekonomi terhadap hukum, berpandangan bahwa teori pendekatan ekonomi terhadap hukum semestinnya menjadi landasan dan acuan bagi pengembangan dan analisis terhadap hukum pada umumnya. Dalam konteks penerapannya ke dalam hukum lingkungan, teori pendekatan ekonomi sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi dasar ilmu ekonomi yang memandang masalah-masalah lingkungan bersumber dari dua hal, yaitu kelangkaan sumber daya alam dan kegagalan pasar.Kelangkaan sumber daya alam menjadi sumber permasalahan dalam kehidupan manusia. Manusia mengandalkan sumber daya alam untuk dapat memenuhi keinginannya. Masalahnya adalah bahwa sumber daya alam tidak mungkin memenuhi semua keinginan manusia, oleh sebab itu perlu ada kebijakan dari pemerintah tentang alokasi pemanfaatan sumber daya alam. Kebijakan alokasi yang baik adalah kebijakan yang dapat memaksimmalkan kepuasan atau keinginan orang perorangan.Bagi para penganjur pendekatan ekonomi terhadap hukum lingkungan misalkan pencemaran lingkungan dipandang semata-mata sebagai bentuk eksternaliti akibat pasar tidak memasukan seluruh unsur biaya yang semestinya dimasukan ke dalam harga dari produk yang bersangkutan. Jadi eksternalitas semata-mata dipandang sebagai akibat kegagalan pasar.Oleh sebab itu, pengaturan hukum lingkungan hanya dapat dibenarkan apabila hukum lingkungan berfungsi sebagai upaya rasional untuk memperbaiki kegagalan pasar dalam mengalokasikan penggunaan sumber daya alam secara efisien atau untuk mencapai pendistribusian kekayaan secara lebih adil.Teori pendekatan ekonomi juga dilengkapi dengan metode pengambilan keputusan yang bebas nilai, yaitu analisis biaya dan manfaat. Dengan metode pengambilan keputusan yang bebas nilai dan objektif, para pejabat pengambil keputusan diharapkan mampu membuaat keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan secara rasional dan objektif serta terhindar dari pertimbangan subjektif dan nilai-nilai pribadinya.1. Teori HakPengembangan hukum lingkungan berdasarkan teori hak dipengaruhi pleh filsafat moral atau etika. Aliran filsafat ini menganggap perbuatan yang menimbulkan pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan perbuatan jahat (evils) sehingga masyarakat atau negara wajib menghukum perbuatan semacam itu. Teori hak ini juga mencakup dua aliran pemikiran, yaitu libertarianisme di satu sisi dan aliran pemikiran tentang hak-hak hewan (animal rights) di sisi lain.Bagi libertarianisme, jika sebuah sistem hukum mengakui keberadaan hak atas lingkungan hidup, maka hak itu berfungsi sebagai pelindung bagi perorangan pemegang hak untuk menolak keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertentangan atau mengancam hak atas lingkungan hidup, meskipun keputusan atau kebijakan pemerintah secara ekonomi dianggap efisien.Beberapa sarjana mengusulkan perlunya membangun etika ekologis dan perlindungan hak-hak hewan sebagai dasar bagi hukum dan kebijakan lingkungan hidup. Aldo Leopold mengusulkan perlunya konsep etika tanah (land etic), yaitu aturan perilaku untuk melindungi komunitas yang tidak saja terdiri atas manusia, tetapi juga mencakup tanah, air, tumbuh-tumbuhan, dan hewan. Sebuah kebijakan dianggap baik apabila tidak mengancam integritas, stabilitas, dan keindahan komunitas. Dengan demikian Leopold menginginkan adanya perlakuan yang sama terhadap semua makhluk sebagai bagian dari komunitas etik.1. Teori PaternalismeTeori Paternalisme mengandung arti bahwa negara memainkan peran sebagai bapak atau orang tua dalam membimbing perilaku anak-anaknya. Secara kiasa negara dipandang sebagai bapak atau orang tua, sedangkan warga negara dipandang sebagai anak-anak. Dan seseorang melakukan sesuatu berdasarkan kesukaan, tanpa perduli hal tersebut bersifat negatif atau positif. Secara analogis persoalan perilaku merokok dan perilaku pengendara mobil dapat diterapkan kedalam konteks hukum lingkungan. Jika setiap orang diberi kebebasan untuk berbuat menurut apa yang dikehendakinya (preferences), maka lingkungan hidup akan terancam.Perilaku individual manusia sering kali dilatarbelakangi oleh berbagai motif subjektif yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan kehidupan bersama dalam masyarakat atau negara. Dengan demikian diperlukan berbagai peraturan perundang-undangan lingkungan yang dimaksudkan untuk mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak saja merugikan dirinya, tetapi juga merugikan masyarakat secara keseluruhan, serta mengubah atau mengarahkan kesukaan warga demi kebaikan masyarakat secara keseluruhan. Agar pendekatan paternalisme tidak melanggar kebebasan dan hak individual, pengaturan hukum atau kebijakan yang dibangun atas dasar teori paternalisme diperlukan keterbukaan institusi-institusi pemerintah dan individu-individu memiliki akses dalam proses politik yang menghasilkan kebijakan paternalisme negara.

1. Teori Nilai Kebijakan PublikTeori nilai kebijakan publik menjelaskan, bahwa pertukaran pandangan atau musyawarah mufakat di antara berbagai pemangku kepentingan dapat menjadi dasar bagi pembuatan keputusan yang rasional. Pertukaran pandangan dilandasi oleh sifat keterbukaan pemikiran, kejujuran, ketersediaan untuk mendengar kritik, dan penghargaan atas pandangan-pandangan pihak yang berbeda menjadi dasar pengambilan keputusan bersama. Menurut teori nilai kebijakan publik, wakil-wakil dari berbagai pemangku kepentingan dalam proses legalisasi harus mampu mengatasi benturan kepentingan dengan cara menempatkan kepentingan bersama di atas konstituen mereka.

1. Pengertian Lingkungan Hidup Lingkungan sebagai sumber daya merupakan asset yang dapat diperlukan untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini sesuai dengan perintah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, bumi, air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, menurut Otto Soemarwoto[footnoteRef:7], sumber daya lingkungan mempunyai daya regenerasi dan asimilasi yang terbatas. Selama eksploitasi atau permintaan pelayanan ada di bawah batas daya regenerasi atau asimilasi, sumber daya terbarui itu dapat di gunakan secara lestari. Otto Soemarwoto[footnoteRef:8] , mengatakan bahwa sumber daya lingkungan milik umum sering dapat digunakan untuk bermacam peruntukan mengurangi manfaat yang dapat di ambil dari peruntukan lain sumber daya yang sama itu. Misalnya, air sungai dapat digunakan sekaligus untuk melakukan proses produksi dalam pabrik, mengangkut limbah, pelayanan sungai, produksi ikan, dan keperluan rumah tangga. [7: Otto Soemarwoto, dalam bukunya Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm.4.] [8: Supriadi. Ibid, hlm.4]

Menurut Pasal 1 butir (1) Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Menurut Otto Soemarwoto sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor. Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut; Kedua, hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup itu; Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup; dan Keempat, faktor non-materil suhu, cahaya dan kebisingan.[footnoteRef:9] [9: Ibid, hlm.53-54]

1. Konsep Pengelolaan Lingkungan HidupUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 terdiri dari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur secara lebih menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah adanya penguatan yang terdapat dalam undang-undang ini tentang prinsipprinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan Beberapa point penting dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 antara lain: 1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup; 1. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah; 1. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup; 1. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian; 1. Pendayagunaan pendekatan ekosistem; 1. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global; 1. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; 1. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;1. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif;1. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup. Melalui Undang-Undang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mensyaratkan bahwa yang dimaksud perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam undang-undang meliputi:9. Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH. 9. Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alama yang dilakukan berdasarkan RPPLH. Tetapi dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 9. Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. 9. Dimasukkan pengaturan beberapa instrumen pengendalian baru, antara lain: KLHS, tata ruang, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL, UKLUPL, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundangundangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis resiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.9. Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan/atau pelestarian fungsi atmosfer. 9. Aspek pengawasan dan penegakan hukum, meliputi: 0. Pengaturan sanksi yang tegas (pidana dan perdata) bagi pelanggaran terhadap baku mutu, pelanggar AMDAL (termasuk pejabat yang menebitkan izin tanpa AMDAL atau UKL-UPL), pelanggaran dan penyebaran produk rekayasa genetikan tanpa hak, pengelola limbah B3 tanpa izin, melakukan dumping tanpa izin, memasukkan limbah ke NKRI tanpa izin, melakukan pembakaran hutan, 0. Pengaturan tentang pajabat pengawas lingkungan hidup (PPLH) dan penyidik pengawai negeri sipil (PPNS), dan menjadikannya sebagai jabatan fungsional. 0. Ada pasal-pasal yang mengatur sanksi pidana dan perdata AMDAL Dalam UU NO. 32 TAHUN 2009. Dari 127 pasal yang ada, 23 pasal diantaranya mengatur tentang AMDAL. Pengertian AMDAL pada UU No. 32 Tahun 2009 berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya kalimat dampak besar. Jika dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup , sedangkan pada UU No.32 Tahun 2009 disebutkan bahwa, AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan. 0. Hal baru yang penting terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009, antara lain: Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL; Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi AMDAL; Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan; Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, Walikota, Walikota.Selanjutnya di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijabarkan pula bahwa penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan / atau program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diharapkan bahwa penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan memperhatikan azas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu penindakan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan.Dalam pelaksanaan penegakkan hukum yang terdapat dalam Undang-Undang ini meliputi prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan. Melalui Peraturan Perundangan ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 yakni tindak pidana pencegahan pencemaran.[footnoteRef:10] [10: Pasal 1 angka (14) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.]

1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)Solusi permasalahan umumnya cenderung berbasis pada multi aspek/sektor, yaitu melalui pengelolaan perkotaan (Kapasitas daerah, SDM, lembagaan, Pembiayaan), manajemen keterkaitan antar kota dalam sistem perkotaan (kesenjangan kota-kota besar dan metropolitan dengan kota kecil menengah dan perdesaan) dan melalui kerja sama antar wilayah (misalnya dalam pengelolaan air baku, TPA, bencana, dst.). Dimasa depan, perlu adanya reorientasi paradigma dimana kota merupakan entity kawasan atau wilayah, yang berarti kota bukan saja sebagai Engine of National & Regional Growth tetapi sekaligus Kota yang yaman/Layak Huni, Berkelanjutan dan Berkeadilan. Dengan demikian, arah kebijakan pembangunan perkotaan dimasa depan harus memenuhi fungsi entity kawasan/wilayah tersebut, yang dapat dides-kripsikan secara detil sebagai berikut[footnoteRef:11] : [11: I Wayan Suweda, Penataan Ruang Perkotaan Yang Berkelanjutan, Berdaya Saing Dan Berotonomi, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 15, No. 2, Juli 2011, Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar, hlm.117]

Nyaman/layak huni (livable) Memenuhi kebutuhan manusia akan ke-nyamanan hidup, fisik, sosial budaya, dan lingkungan. Berkelanjutan (sustainable) Antisipasi terhadap perubahan iklim dan bencana alam serta memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang Berkeadilan (justice) Menyediakan ruang hidup dan berusaha bagi seluruh golongan masyarakat perkotaan Pendorong pertumbuhan (engine of growth)Mampu berkompetisi dalam perkembangan ekonomi global dengan memanfaatkan potensi sosial budaya dan kreati-fitas lokal (ekonomi kreatif); serta mampu menciptakan hierarki pasar bagi kota menengah, kecil, dan perdesaan.Secara definisi, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang (Brundlandt, 2001). Bila dikaitkan dengan lingkungan maka pembangunan berkelanjutan dapat juga didefinisikan sebagai kemajuan yang dihasilkan dari interaksi aspek lingkungan hidup, dimensi ekonomi dan aspek sosial politik sedemikian rupa, masing-masing terhadap pola perubahan yang terjadi pada kegiatan manusia dapat menjamin kehidupan manusia yang hidup pada masa kini dan masa mendatang dan disertai akses pembangunan sosial ekonomi tanpa melampaui batas ambang lingkungan.Kota berkelanjutan adalah suatu daerah perkotaan yang mampu berkompetisi secara sukses dalam pertarungan ekonomi global dan mampu pula mempertahankan vitalitas budaya serta keserasian lingkungan. Lima prinsip dasar kota berkelanjutan: Environment (Ecology), Economy (Employment), Equity, Engagement dan Energy. Suatu kota telah memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan dapat diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut[footnoteRef:12]: [12: Ibid, hlm.119-120]

Ditemukan suatu masyarakat yang perduli dan melakukan kegiatan berorientasi keberlanjutan ekologis. Berkelanjutan tidak selalu berarti ba-nyak memproduksi atau mengkonsumsi, tetapi mampu memilih kapan harus banyak dan kapan harus sedikit. Kesetaraan sosial merupakan prinsip dasar dalam aspek ekologis bagi kota. Prinsip ini akan menempatkan kondisi kompetisi, dan seleksi alam secara lebih berkemanusiaan. Krisis terhadap lingkungan merupakan krisis terhadap kreativitas. Bila permasalahan lingkungan belum me-nemukan solusi, maka terdapat kekurangan kreativitas. Dengan demikian perlu peningkatan partisipasi anggota masyarakat untuk meningkatkan kreatifitas tersebut. Keberlanjutan ekologis tidak saja terkait dengan isu lokal melainkan juga menyelaraskan dengan isu global. Perwujudan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, khususnya oleh pemerin tadi wilayah perkotaan dapat dijelaskan melalui langkah-langkah yang sudah diambil, meliputi:Bidang Lingkungan: perlindungan dan konservasi sumber daya alam. pembangunan wilayah pesisir dan laut terpadu. peningkatan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian, penegakan hukum, peningkatan kelembagaan serta sarana dan prasarana pengawasan. peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya kelautan dan perikanan. peningkatan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim. pengembangan peralatan pemantauan kualitas air. pelaksanaan Program Langit Biru, pro-gram Proper, Program Kali Bersih (Prokasih), Pengelolaan Limbah Do-mestik dan Usaha Skala Kecil, Pengelolaan Sampah Terpadu, Pengelolaan B3 dan Limbah, penegakan hukum pidana dan perdata serta administrasi lingkungan. telah disusunnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang memuat substansi antara lain (1) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (2) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), (3) Penegasan Pengaturan B3, (4) Pe-nguatan AMDAL dan UKL-UPL, (5) Izin Lingkungan, (6) Instrumen Eko-nomi Lingkungan, (7) Ekoregion, (8) Penguatan Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, (9) Legislasi Hijau, (10) nggaran berbasis Lingku-ngan, (11) Penguatan Pejabat Penga-was Lingkungan Hidup (PPLH), (12) Penguatan Audit Lingkungan, dan (13) Penguatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Bidang Sosial: Penanggulangan kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat sipil. Pelaksanaan musrenbang tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat Indonesia.

Bidang Ekonomi: Pengendalian inflasi. Konsolidasi fiskal. Stimulus fiskal, dan Memperkuat ketahanan sektor keuangan domestik.1. Otonomi DaerahOtonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dengan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah , termaksud di dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya sehingga perlu di lakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.[footnoteRef:13] Di dalam Pasal 18 UndangUndang Dasar 1945 diatur tentang Pemerintahan Daerah[footnoteRef:14], yaitu pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya di tetapkan dengan UndangUndang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Indonesia akan di bagi dalam daerah provinsi dan provinsi akan di bagi lagi menjadi daerah yang lebih kecil . daerah ini bersifat otonom atau bersifat administratif yang kesemuanya menurut aturan yang di tetapkan dengan Undang-Undang.[footnoteRef:15] [13: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup.] [14: undang-undang Dasar 1945 pasal 18 tentang Pemerintahan Daerah] [15: Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, cetakan ke-1, 2004, hlm 41]

Pasal 18 UUD 1945 merupakan landasan dasar bagi penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998, bahwa penyelenggaraan otonomi daerah di laksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang di wujudkan dengan pengaturan, pembagian dam pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta penimbangan keuangan pusat dan daerah.[footnoteRef:16] [16: Ibid , hlm 47.]

1. Peran serta Masyarakat dalam Mengelola Lingkungan HidupPembangunan pada dasarnya adalah merupakan suatu proses perubahan, dan salah satunya adalah perubahan sikap dan perilaku. Peran serta masyarakat yang meningkat dan berkembang adalah salah satu perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku terhadap objek yang harus dijaga dan dilindungi untuk kepentingan semua mahkluk di bumi ini. Dalam hal ini adalah aktivitas lokal merupakan media dan dan sarana bagi masyarakat untuk ikut berperan serta. Agar proses pembangunan dapat terus berjalan berkelanjutan, maka perlu diusahakan agar ada kesinambungan dan peningkatan kumulatif dalam masyarakat dari peran serta masyarakat melalui tindakan bersama diantara masyarakat, pemerintah dan perusahaan. Secara sosiologis peran serta masyarakat tergantung antara Individu yang satu dengan individu lainnya, sesuai dengan sifat manusia sebagai mahkluk sosial. Peran serta inilah yang mendorong individu untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya, dan akan menempatkannya dalam kehidupan kelompok sosial. Termasuk didalam pengelolaan lingkungan hidup semua individu mempunyai kesempatan yang sama dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Pada prakteknya seringkali berlawanan dengan kenyataan yang sebenarnya. Masyarakat tidak diikut sertakan dalam proses pengambilan kebijakan yang menimbulkan ketidakpercayaan diantara masyarakat dan pemerintah.Sehingga terciptanya pemerataan tanggung jawab dari pihak pemerintah, masyarakat, dan perusahaan. Dan mengubah paradigma yang berkembang sekarang ini menjadi lebih jelas untuk terciptanya kerjasama yang baik antara pihak pemerintah. Mengurangi distorsi antara kepentingan elit pemerintah dan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang terkadang sering berseberangan dalam mewujudkan lingkungan yang lebih baik. Dalam konteks hak-hak masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan suatu konvensi di Denmark pada 25 Juni 1998 yang kemudian menghasilkan 3 pilar yang menjamin hak-hak rakyatdalam kerangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (to sustainable and environmentally sound development), yakni: 1. Akses terhadap Informasi 1. Peran serta dalam pengambilan Keputusan 1. Akses terhadap Keadilan Dari ketiga pilar tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa hakikat dari peran serta masyarakat itu dapat terwujud dalam bentuk: 1. Turut memikirkan dan memperjuangkan nasib sendiri dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada di masyarakat sebagai alternatif saluran aspirasinya;1. Menunjukkan adanya kesadaran bermasyarakat dan bernegara yang tinggi, dengan tidak menyerahkan penentuan nasibnya kepada orang lain, seperti pemimpin dan tokoh masyarakat yang ada, baik yang sifatnya formal maupun informal; 1. Senantiasa merespon dan menyikapi secara kritis terhadap sesuatu masalah yang dihadapi sebagai buah dari suatu kebijakan publik dengan berbagai konsekuensinya; 1. Keberhasilan peran serta itu sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas informasi yang diperoleh. Memanfaatkan informasi itu sebagai dasar bagi penguatan posisi daya tawar, dan menjadikannya sebagai pedoman dan arah bagi penentuan peran strategis dalam proses pembangunan.Potensi masyarakat untuk mengembangkan kelembagaan keswadayaan ternyata telah meningkat akibat kemajuan sosial ekonomi masyarakat. Pada masa depan perlu dikembangkan lebih lanjut potensi keswadayaan masyarakat, terutama keterlibatan masyarakat pada berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan ketahanan sosial, dan kepedulian mayarakat luas dalam memecahkan masalah kemasyarakatan termasuk didalamnya masalah lingkungan, seperti lingkungan tempat tinggal mereka, apakah itu di kawasan hutan, bantaran sungai, kawasan konservasi, dan lain sebagainya. Poin yang perlu ditumbuhkan dalam pemberdayaan masyarakat adalah timbulnya kesadaran bahwa, mereka paham akan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta sanggup menjalankan kewajiban dan tanggung jawab untuk tercapainya kualitas lingkungan hidup yang dituntutnya. Kemudian, berdaya yaitu mampu melakukan tuntutan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Selanjutnya, mandiri dalam kemampuan berkehendak menjalankan inisiatif lokal untuk menghadapi masalah lingkungan di sekitarnya. Secara aktif tidak saja memperjuangkan aspirasi dan tuntutan kebutuhan lingkungan yang baik dan sehat secara terus menerus, tetapi juga melakukan inisiatif lokal. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan tidak dapat dianggap sebagai hanya sebagai masyarakat sebagai pemakai yang pasif saja tetapi masyarakat dapat berdiri dan membuat terobosan baru dalam pengelolaan lingkungannya.1. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait dengan Penyusunan NormaAsas-asas atau prinsip-prinsip yang dianut dan mendasari pengaturan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang akan digunakan dalam peraturan daerah kota Tegal tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, adalah sebagai berikut :a. tanggungjawab Daerah; 1. Daerah menjamin pemanfaatan sumberdaya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup masyarakat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan; 2. Daerah menjamin hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; dan 3. Daerah mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.b. kelestarian dan keberlanjutan; bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.c. keserasian dan keseimbangan; bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.d. keterpaduan; bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait.e. manfaat; bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya.f. kehatian-hatian; bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.g. keadilan; bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.h. ekoregion; bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.i. keanekaragaman hayati; bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.j. pencemar membayar; bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.k. partisipatif; bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.l. kearifan lokal; bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.m. tata kelola pemerintahan yang baik.bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.

1. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, Serta Permasalahan yang Dihadapi MasyarakatPermasalahan lingkungan hidup sampai saat ini cenderung makin bertambah seiring dengan kondisi kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun dan memprihatinkan. Kondisi ini ditandai dengan bencana alam yang sering terjadi seperti banjir, tanah longsor, kekeringan dan kelangkaan air. Selain itu permasalahan lingkungan hidup yang menonjol dan penting untuk segera mendapat pemecahan antara lain pencemaran yang meliputi pencemaran kualitas dan penurunan kuantitas air, pencemaran udara dan kerusakan lingkungan. Sumber utama pencemaran lingkungan adalah kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan peternakan. Buangan limbah berupa zat-zat pencemar atau logam-logam berat, sisa pestisida, sampah-sampah rumah tangga, bahan pengawet menjadi permasalahan lingkungan. Upaya pengendalian lingkungan hidup yang didasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan harus terus dilakukan.Permasalahan kerusakan lingkungan akan terus bertambah jika kemiskinan dan pengangguran belum dapat diatasi. Upaya pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2006-2011, masing-masing 5,1 % dan 8,2 % sulit dicapai.Kondisi lingkungan hidup (LH) di Kota Tegal saat ini cenderung mengalami penurunan kualitas. Berbagai tindakan manusia yang tidak ramah lingkungan menyebabkan kerusakan-kerusakan yang akhirnya menjadi salah satu ancaman bagi masyarakat. Seperti kerusakan hutan akibat penebangan liar, pembuangan limbah sembarangan atau penambangan galian C tanpa izin.Kerusakan lingkungan juga bisa terjadi karena perubahan fungsi lahan pertanian. Luas lahan sawah teririgasi di Kota Tegal pada tahun 2010 sebesar 49.623,00 Ha dan pada tahun 2013 sebesar 47.613,00 Ha dengan demikian selama periode 2012 2013 terjadi penurunan luas sawah teririgasi sebesar 1,01 %. Luas lahan sawah tadah hujan di Kota Tegal pada tahun 2012 sebesar 13.643,00 Ha dan pada tahun 2013 sebesar 14.829,00 Ha dengan demikian selama periode 2012 2013 terjadi penurunan luas lahan pertanian keseluruhan mengalami penurunan sebesar 0,33 %.[footnoteRef:17] [17: Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tegal Tahun 2013]

Pada periode 2012 2013 luas hutan lindung di Kota Tegal seluas 1.371,30 Ha pada tahun 2012 hingga 2013, dan pada tahun 2013 luasnya bertambah menjadi 3.803,80 Ha. Luas hutan suaka alam di Kota Tegal periode 2012 2013 relatif tetap yakni sebesar 48,50 Ha. Luas Hutan prodeuksi tetap periode 2012 2013 sebesar 47.582,22 Ha dan pada tahun 2013 turun menjadi 28.033,82 Ha. Hutan produksi terbatas mulai terbentuk pada tahun 2013 seluas 17.521,80 Ha. Luas hutan rakyat di Kota Tegal periode 2012 2013 sebesar 3.520,00 Ha, 3.833,00 Ha, 4.117,00 Ha, 4.117,00 Ha dan 1.482,00 Ha.Banyaknya lahan kritis dan kerusakan hutan dapat memacu peningkatan pemanasan global yang menimbulkan dampak berubahnya waktu musim hujan, musim kering dan meningkatnya suhu bumi yang berpotensi menimbulkan dampak negatif kehidupan maupun lingkungan. Pada tahun 2010 tercatat lahan kritis di Kota Tegal seluas 13.884 Ha dan pada tahun 2013 luasnya mencapai 15.710 Ha. Sementara itu upaya-upaya menangani lahan kritis melalui reboisasi maupun penghijauan dirasa masih kurang. Pada periode 2012 2013, luas lahan yang direboisasi di wilayah Kota Tegal sebesar 1.172,35 Ha, 906,20 Ha, 1.274,70 Ha, 1.580,90 Ha dan 1.089,70 Ha. Luas lahan penghijauan pada tahun 2012 2013 adalah seluas 7.586,50 Ha, 7.709,50 Ha, 9.136,50 Ha, 10.086,50 Ha dean 11.441,50 Ha.Perkembangan jumlah penduduk memerlukan lahan untuk tempat bermukim dan melakukan aktivitas kehidupan. Akibatnya terjadi daerah kumuh di perkotaan, lahan terbuka hijau menjadi bangunan, lahan pertanian (Tegalan dan sawah) menjadi daerah industri dan perumahan. Masyarakat menebang pohon di daerah hulu dan membangun rumah pada lereng kemiringan lebih dari 450 , akibatnya terjadi bencana longsor pada tebing terjal dan banjir pada hilir sungai. Lemahnya penegakan hukum lingkungan dan ringannya sanksi bagi pelanggar mengakibatkan sulitnya usaha pelestarian lingkungan.Luas pantai di Kota Tegal yang mencapai 1.770 hektare atau 7,24% dari luas pantai utara Pulau Jawa, terdapat sekira 628 hektare yang terkena abrasi. Wilayah yang paling parah tingkat abrasinya adalah Desa Kaliwlingi dan Randusanga Kulon Kecamatan Tegal dan sebagian wilayah Desa Sawojajar Kecamatan Wanasari. Untuk mengendalikan abrasi, pada tahun 2004 pemerintah Kota Tegal melakukan 2.090.000 batang pohon bakau di 14 desa di sepanjang pantai Tegal, tetapi keberhasilan yang dicapai baru 65%, sedangkan sisanya 35% habis diterjang ombak. Pada tahun 2012 ini dilakukan penanaman kembali 1,7 juta pohon bakau di atas 375 hektar lahan.Kendati pesisir pantai utara wilayah Kota Tegal terus dihantam abrasi (penggerusan pantai oleh air laut-red), namun di sisi yang lain di beberapa kawasan muncul "tanah timbul" akibat penumpukan sedimentasi. Munculnya tanah timbul sering menjadi sumber konflik dan sengketa warga masyarakat pesisir. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan pengaturan soal tanah timbul baik melalui pertaruran daerah (perda) maupun bentuk kebijakan yang lain. Menurut Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kota Tegal, Drs H. Asmuni, M.Si., penanganan persoalan abrasi dan tanah timbul sama peliknya di wilayah pesisir pantai Kota Tegal. Bencana banjir dan tanah longsor merupakan jenis bencana yang sering terjadi di Kota Tegal. Hampir setiap tahun kabupaten yang terkenal dengan slogan Berhias itu, selalu mengalami musibah tersebut. Tak heran, kerugian yang ditimbulkannya mencapai miliaran rupiah. Data dari Kantor Kesbang dan Linmas Kota Tegal, dalam kurun waktu 1,5 bulan (Januari hingga pertengahan Februari 2012) telah terjadi 12 kali bencana alam. Bencana tersebut antara lain terdiri atas empat kali banjir dan angin lisus, serta dua kali tanah longsor dan kebakaran. Total kerugian yang ditimbulkan Rp 1,6 miliar. Secara geografis Tegal memang rawan bencana alam. Wilayah tersebut terbagi menjadi dua bagian yang rawan bencana, yakni wilayah selatan dan utara. Wilayah selatan, rawan terhadap terjadinya bencana tanah lonsor dan angin lisus. Faktor penyebab terjadinya longsor antara lain banyaknya penebangan hutan secara liar. Hal itu mengakibatkan kawasan perbukitan yang ada di sana tidak mampu menyerap air saat turun hujan.Kamal berharap pemerintah provinsi segera melakukan langkah-langkah konkret untuk mencegah semakin hancurnya lingkungan tersebut. Meski, saat ini sedang disusun raperda pengendalian lingkungan, perlu kedisiplinan dalam implementasinya perlu ditingkatkan. Selain sebagai upaya pencegahan, Kamal berharap ada upaya tindakan yang lebih berani terhadap tindakan pelanggaran agar menimbulkan efek jera bagi pelaku dan masyarakat. Banyak pelaksanaan galian C yang tidak terkendali seperti kedalaman galian lebih dari 6 meter, tidak dibuat terasiring dan limbah galian yang tercecer di manamana. Bahan galian C memang merupakan salah satu sumber penerimaan pajak. Bahan galian C yang ditambang di Kota Tegal tersebar di 8 kecamatan, yaitu Tegal, Songgom, Wanasari, Larangan, Tonjong, Bamiayu, Bantarkawung, dan Losari. Pada tahun 2011, Pemerintah Kota Tegal memasang target penerimaan sebesar Rp 150.000.000. Target ini telah tercapai. Pada tahun 2013 tidak ada kenaikan target, yakni tetap Rp 150.000.000, dan tercapai.Persoalan limbah padat maupun cair perusahaan yang dibuang ke sungai belum memenuhi baku mutu merupakan persoalan lingkungan yang semakin krusial. Kebutuhan air bersih untuk domestik diperkirakan terus meningkat, dapat diperoleh dari mata air, air sumur, air sungai, maupun PDAM. Sungai sebagai penyedia kebutuhan akan bahan baku air bersih bagi masyarakat, pertanian, dan industri, mengalami penurunan kualitas air karena limbah industri maupun domestik. Kurangnya pasokan air bersih memaksa masyarakat menggunakan air tanah. Pemakaian air tanah berlebihan dan tidak terkontrol akan menyebabkan terjadi penurunan muka air tanah dan berkurangnya persediaan air tanah, sebagai pensuplai air pada musim kemarau. Permasalahan sumberdaya buatan terjadi sebagai akibat meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan berkurangnya ruang terbuka hijau sehingga mengakibatkan terjadi pencemaran udara terutama pada lingkungan perkotaan. Di samping itu, tingginya pencemaran perairan (sungai) karena limbah cair maupun padat yang dibuang ke perairan berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, rumah sakit, peternakan, perikanan dan pertanian. Untuk mengendalikan pencemaran dilakukan pengujian emisi mobil penumpang, mobil bus, dan mobil barang sebanyak 4305 buah terbagi atas 1429 di pos Kluwut dan 2876 di pos Bumiayu pada tahun 2013. Jumlah kendaraan yang diuji pada tahun 2013 sebanyak 4462 buah terbagi atas 1416 di pos Kluwut dan 3046 di pos Bumiayu. Peningkatan penggunaan bahan-bahan kimia, oleh industri besar maupun kecil, petani (pupuk dan pestisida) menghasilkan limbah padat dari kegiatan pertanian, kegiatan industri, dan sampah rumah tangga (domestik) yang mengakibatkan terjadi pencemaran tanah. Penduduk yang terus bertambah mengakibatkan tekanan yang besar bagi lingkungan merupakan permasalahan sumberdaya manusia. Pertambahan penduduk mendorong ekonomi dan industri tumbuh pesat untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Jumlah penduduk yang meningkat belum diimbangi dengan lapangan kerja yang tersedia akan berakibat jumlah pengangguran dan kemiskinan bertambah, kasus kejahatan semakin sering terjadi, perubahan kondisi politik, dan perangkat hukum kurang ditegakkan.

1. Kajian Implikasi Penerapan Sistem BaruRancangan peraturan daerah tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan salah satu upaya hukum yang memberikan dasar hukum dan prosedur bagi pemerintah daerah kota Tegal dalam melakukan penataan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Tujuan pembentukan peraturan daerah ini adalah untuk menjawab permasalahan tentang penataan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup agar peraturan Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan dapat sinergi dengan keadaan lingkungan kota Tegal sehingga penerapannya mengikutsertakan masyarakat Tegal dalam penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan baik pelaksanaan serta pengawasannya. Dalam melakukan pentaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan suatu dasar hukum yang memberikan kepastian hukum atas wewenang pemerintah daerah dalam melakukan penataan dan pengaturan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkugan hidup di kota Tegal , sehingga rancangan peraturan daerah ini memuat ketentuan tentang :A. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan pengaturan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah: Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan aparatur pemerintah kota dalam merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, dan mengawasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan masyarakat kota Tegal seutuhnya yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

B. Ruang LingkupPerlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi : 0. perencanaan; 0. pemanfaatan; 0. pengendalian; 0. pemeliharaan; 0. pengawasan; 0. penaatan hukum.0. Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup1. Perencanaan 1. Pemanfaatan 1. Pegendalian1. Pencegahan1. Penanggulangan 1. Pemulihan 1. Pemeliharaan 1. Pengawasan1. Pembinaan.0. penataan HukumKepala daerah memberikan sanksi administratif, yang terdiri dari: 8. teguran tertulis; 8. paksaan pemerintah; 8. pembekuan izin lingkungan; atau 8. pencabutan izin lingkungan.0. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar PengadilanPenyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai: 3. bentuk dan besarnya ganti rugi; 3. tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan; 3. tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau 3. tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.0. Penegakan Hukum Lingkungan di Dalam PengadilanPemerintah Daerah memiliki hak mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yangmengakibatkan kerugian lingkungan hidup.0. Laboratorium LingkunganPengujian parameter kualitas lingkungan untuk mendukung pengelolaan lingkungan hidup bagi penyedia dan pengguna jasa, dilakukan oleh laboratorium lingkungan.0. Peran Serta MasyarakatPeran serta dunia usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut : 1. memberikan kontribusi terhadap pengelolaan lingkungan hidup di Daerah; 1. bermitra usaha dengan Pemerintah dan/atau masyarakat setempat dalam pengelolaan lingkungan hidup di Daerah; 1. meningkatkan nilai ekonomis wilayah yang berfungsi ekologis; dan 1. menerapkan tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan.0. Sistem Informasi Lingkungan HidupDalam rangka publikasi sistem informasi lingkungan hidup, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup melakukan pengembangan sistem informasi lingkungan hidup.

0. Ketentuan PeralihanPada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, seluruh pelaksanaan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah iniProses pembangunan yang berlangsung selama ini terkesan semata-mata hanya untuk mengejar peningkatan devisa Negara, tanpa mengindahkan prinsip-prinsip pelestarian fungsi lingkungan hidup yang baik dan sehat. Akibatnya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup semakin mengkhawatirkan kehidupan umat manusia. Saat ini krisis ekologi bukan lagi merupakan kemungkinan masa depan, namun sebaliknya sudah menjadi realita kontemporer yang melebihi batas-batas toleransi dan kemampuan adaptasi lingkungan.[footnoteRef:18] Pola kebijakan pembangunan yang hanya bertujuan untuk memenuhi tuntutan jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkannya, berpotensi dapat menimbulkan ancaman jangka panjang yang sangat tidak menguntungkan bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup pada umumnya. Kerusakan lingkungan pada umumnya merupakan pengaruh sampingan dari tindakan manusia untuk mencapai suatu tujuan yang mempunyai konsekuensi terhadap lingkungan.[footnoteRef:19] [18: Suparto Wijoyo, 2003, Penyelesaian Sengketa Lingkungan, Airlangga Press, Surabaya, hal 1] [19: Kusnadi Hardjosoemantri, 2002 Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada University Press, hal.4]

Manusia telah dipilih sebagai makhluk hidup unggulan yang dipercaya untuk mengelola, mengatur sekaligus memanfaatkan seluruh potensi alam di sekitarnya sesuai ketentuan yang telah digariskan oleh sang penciptanya. Oleh karena itu manusia berkewajiban untuk menjaga keselarasan dan keseimbangan antara keseluruhan komponen ekosistem, baik yang bersifat alamiah maupun buatan, demi terjaminnya keberlangsungan hidup seluruh makhluk hidup di muka bumi ini. Manusia memang tidak akan pernah bisa lepas dari tanggung jawab terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, karena secara ekologis ia merupakan bagian dari lingkungan hidup itu sendiri. Manusia sebagai makhluk sosial yang dilengkapi dengan komponen akal dan nafsu, akan selalu berusaha untuk melakukan intervensi terhadap lingkungan hidup melalui berbagai tindakan rekayasa demi memenuhi kebutuhan hidupnya.Pembangunan dalam bidang apapun, akan selalu menimbulkan dampak ikutan yang patut diwaspadai. Jaminan akan lahirnya nilai tambah dan ancaman kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak menguntungkan, merupakan dua sisi yang selalu menyertai setiap proses pembangunan, termasuk pembangunan sektor industri. Oleh karena itu dalam setiap menyusun perencanaan pembangunan, selain harus mempertimbangkan manfaat yang akandinikmati oleh masyarakat, juga perlu memperhitungkan secara matang segala kemungkinan buruk yang dapat membahayakan keselamatan masyarakat luas. Dalam konteks ini upaya penguatan konsep pembangunan secara terencana dan berkelanjutan menjadi sangat penting. Sebagai sebuah Negara yang sedang berjuang mengejar ketertinggalan dan meningkatkan kemajuan pembangunan di segala bidang demi terciptanya pemerataan kesejahteraan rakyat, maka pengembangan bidang industri merupakan salah satu pilihan kebijakan strategis yang sulit dihindari. Oleh karena itu pengembangan pembangunan sektor industri harus selalu dibarengi dengan upaya penyelamatan lingkungan hidup secara integrated. Hanya dengan mengembangkan pola kebijakan pembangunan seperti itu, konsep pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup dapat kita wujudkan secara bertanggungjawab. Permasalahan lingkungan hidup dewasa ini semakin kompleks, penyelesaiannya tidak cukup hanya melibatkan satu atau dua aspek dan disiplin ilmu. Oleh karena itu penyelamatan lingkungan hidup memerlukan kerjasama antar komponen masyarakat dan antar para ahli dari berbagai latar belakang disiplin keilmuan. Dalam konteks ini keterlibatan para ahli hukum memiliki arti yang sangat strategis, karena pengelolaan lingkungan hidup tidak mungkin tanpa pengaturan hukum.[footnoteRef:20] [20: Siti Sundari Rangkut, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, hal 1]

Di Indonesia perlindungan terhadap lingkungan hidup sebagai hak setiap orang telah memperoleh landasan hukum yang sangat memadai.Hal ini tercermin dari amanat UUD 1945 Pasal 28H Ayat (1) yang menegaskan Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi.Penegasan tersebut sebagai landasan yuridis konstitusional tentang hak rakyat atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi yang wajib diberikan oleh Negara.Dengan demikian kebijakan pembangunan yang tidak mempertimbangkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, terlebih lagi apabila sampai mengancam keselamatan, keamanan dan kenyamanan hidup masyarakat luas, selain dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kebijakan yang inkonstitusional, juga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap Hak-Hak Asasi Manusia.

BAB IIIEVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kota Tegal selama ini didasarkan pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Namun terjadi potensi adanya kekosongan hukum, karena di kota Tegal belum terbentukknya Peraturan daerah, dimana dalam Bab IX UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 63 ayat (3) pemerintah kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ditingkat kabupaten/kota. Dengan didasrkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan substansi peraturan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, maka pemerintah kota Tegal berkehendak untuk membentuk Peraturan Daerah tentang Perlindungn dan Pengelolaan lingkungan hidup.Dalam membentuk Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup perlu melakukan evaluasi dan analisis terhadap beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait, baik secara vertical maupun horizontal. Analisis peraturan perundang-undangan juga dilakukan terhadap perutauran daerah dan peraturan walikota, khususnya yang berlaku sebagai dasar hukum terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kota Tegal. Dengan demikian dalam membentuk peraturan daerah tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup , maka peraturan perundang-undangan yang dievaluasi dan dianalisis meliputi :

3. Undang-Undang Dasar 1945Pasal 28 H ayat (1)Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan Pasal ini memberikan kewajiban negara untuk melindungi, mengormati dan memenuhinya untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan peruntukkan tempat tinggal, penyediaan lingkungan hdup ang baik, dan pelayanan kesehtan kepada setiap warga Negara. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 ayat (3) :Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyatPasal 33 UUD 1945 memiliki pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin