9
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah fenomena dan strategi yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR dimulai sejak era dimana kesadaran akan sustainability atau keberlangsungan perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability perusahaan (Anggriawan, 2013). Konsep corporate social responsibility menjadikan perusahaan kini menyadari akan pentingnya untuk tidak hanya mengungkapkan aspek keuangan perusahaan saja (single bottom line) melainkan harus mengungkapkan dua aspek lainnya yaitu aspek keuangan, aspek sosial dan aspek lingkungan atau yang biasa disebut dengan triple bottom line (Hastuti, 2014). Penerapan CSR oleh perusahaan dapat diwujudkan dengan Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD) yang disosialisasikan ke publik dalam laporan tahunan (annual report) perusahaan (Sari, 2012). Bagi perusahaan adanya CSR akan memberikan dampak yang positif dan untuk saat ini melalui perkembangan corporate social responsibility atau yang disebut CSR perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia maupun di dunia sudah bisa memperhitungkan dampak dari lingkungan sosial dalam menjalankan operasi bisnis mereka.

Corporate Social Responsibility

Embed Size (px)

DESCRIPTION

-

Citation preview

Page 1: Corporate Social Responsibility

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah fenomena dan strategi

yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-

nya. CSR dimulai sejak era dimana kesadaran akan sustainability atau keberlangsungan

perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability perusahaan

(Anggriawan, 2013). Konsep corporate social responsibility menjadikan perusahaan kini

menyadari akan pentingnya untuk tidak hanya mengungkapkan aspek keuangan perusahaan

saja (single bottom line) melainkan harus mengungkapkan dua aspek lainnya yaitu aspek

keuangan, aspek sosial dan aspek lingkungan atau yang biasa disebut dengan triple bottom

line (Hastuti, 2014).

Penerapan CSR oleh perusahaan dapat diwujudkan dengan Corporate Social

Responsibility Disclosure (CSRD) yang disosialisasikan ke publik dalam laporan tahunan

(annual report) perusahaan (Sari, 2012). Bagi perusahaan adanya CSR akan memberikan

dampak yang positif dan untuk saat ini melalui perkembangan corporate social responsibility

atau yang disebut CSR perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia maupun di dunia sudah

bisa memperhitungkan dampak dari lingkungan sosial dalam menjalankan operasi bisnis

mereka.

Permasalahan-permasalahan lingkungan dan sosial yang disebabkan oleh operasi

bisnis perusahaan dengan adanya praktek corporate social responsibility atau CSR akan

teratasi. Banyak perusahaan yang menjadi sorotan utama terkait perannya terhadap sosial dan

lingkungan. Dikarenakan terjadi serangkaian tragedi lingkungan dan kemanusiaan di

Indonesia seperti kasus lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo yang terjadi sejak tahun 2006

yang hingga saat ini masih menyemburkan lumpur panas, sudah tidak terhitung berapa

kerugian yang diakibatkan oleh tragedi tersebut. Semburan lumpur lapindo ini memberikan

dampak yang luar biasa bagi warga sekitar yang terkena maupun bagi aktivitas perekonomian

Page 2: Corporate Social Responsibility

di Jawa Timur. Kurang lebih 60.000 orang mengungsi akibat rumahnya tergenang lumpur

panas Lapindo (Adi, 2011).

Selain tragedi lumpur panas lapindo di Jawa Timur, masih terkait dengan CSR yaitu

masalah pertambangan PT. Freeport di Papua. Biaya CSR yang dikeluarkan oleh PT Freeport

Indonesia kepada rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu tidak seberapa karena tidak

mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Justru hal tersebut membuat rakyat Papua

membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta

punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu (Dematria, 2014).

Yang terjadi sekarang ini adalah bencana kabut asap akibat kebakaran hutan di daerah

Sumatera dan Kalimantan. Dampak yang terjadi karena kabut asap sangat merugikan

masyarakat diantaranya adalah ditutupnya bandara, anak sekolah terpaksa diliburkan dan

yang paling parahnya adalah ribuan orang terkena infeksi saluran pernapasan karena bencana

ini. Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 425.377 orang terserang infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA) akibat dampak kebakaran lahan dan hutan di tujuh provinsi sejak

Juni lalu (Tempo, 2015). Selain itu tidak tahu berapa banyak kerugian ekonomi akibat adanya

kabut asap. Kabut asap juga sampai ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Dan

parahnya kebakaran hutan di Indonesia memang terjadi setiap tahun dan kebakaran tersebut

memang sengaja dilakukan untuk kepentingan pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.

Menurut Center for International Forestry Research (CIFOR), kabut asap yang terjadi

dibeberapa wilayah Indonesia adalah tragedi bukan bencana alam karena disebabkan oleh

kesalahan manusia dan tidak terjadi secara alamiah (Purnomo, 2015).

Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas, untuk itu setiap akhir tahun

perusahaan-perusahaan akan melakukan pengungkapan CSR agar perusahaan tersebut dapat

mengetahui apakah ada peningkatan atau penurunan pada perusahaan tersebut setelah adanya

Page 3: Corporate Social Responsibility

praktek CSR (Claudya, 2015). Dikarenakan sebelum berkembangnya konsep CSR, tujuan

utama didirikanya perusahaan hanya untuk mencari laba atau profit oriented, serta untuk

memenuhi kebutuhan stakeholder-nya.

Tindakan CSR yang dilakukan oleh setiap perusahaan akan berbeda-beda meskipun

memiliki jenis usaha yang sama karena dampak yang ditimbulkan dari kegiatan setiap

perusahaan berbeda-beda pula. Adanya perbedaan mengenai pengungkapan kinerja sosial dan

lingkungan atau Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD) tidak akan terlepas dari

penerapan corporate governance. Praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan merupakan konsekuensi logis dari implementasi konsep corporate governance,

yang menyatakan bahwa perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholders-nya,

sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerja sama yang aktif dengan stakeholders-nya

demi kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan (Utama, 2007).

Undang-Undang No 40 Tahun 2007 mengenai prinsip-prinsip good corporate

governance harus mencerminkan pada sifat keterbukaan informasi (transparency), dapat

dipertanggungjawabkan (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), dan

kewajaran (fairness). Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan

harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan

dipahami oleh oleh pemangku kepentingan. Jika prinsip transparency dilaksanakan dengan

baik dan tepat, dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest)

berbagai pihak dalam manajemen. Prinsip akuntabilitas yaitu perusahaan harus dapat

mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Pertanggungjawaban

perusahaan adalah perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta

melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat

terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai

good corporate citizen (Harry, 2012). Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa

Page 4: Corporate Social Responsibility

didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder

yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Tanggung jawab sosial (CSR) mempunyai keterkaitan yang erat dengan corporate

governance. Seperti dua sisi mata uang, keduanya memiliki kedudukan yang kuat dalam

dunia bisnis namun berhubungan satu sama lain. Tanggung jawab sosial berorientasi kepada

para stakeholders, hal ini sejalan dengan salah satu prinsip good corporate governance yaitu

responsibility (Murwaningsari, 2009).

Berbagai penelitian terdahulu telah banyak dilakukan untuk menganalisis pengaruh

corporate governance terhadap pengungkapan kinerja sosial dan lingkungan, namun belum

menunjukkan hasil yang konsisten. Hasil penelitian Permata Sari (2014) menunjukkan

bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap CSRD, berbeda dengan

hasil Nurkhin (2009), Das, Dixon dan Michael (2015) terbukti komposisi dewan komisaris

independen terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Terzaghi (2012) dan Waryanto (2010) menunjukkan

komite audit tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap CSRD. Belum terdapat

hasil pembuktian secara empiris mengenai hal tersebut, komite audit di banyak perusahaan

masih belum melakukan tugasnya dengan baik. Banyak komite audit yang hanya sekedar

melakukan tugas rutin, seperti review laporan dan seleksi auditor eksternal, dan tidak

mempertanyakan secara kritis dan menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan

pelaksanaan tanggungjawab oleh manajemen (Effendi, 2005).

Variabel kepemilikan institusional menunjukkan ketidakkonsistenan hasil, penelitian

yang dilakukan Barnae dan Rubin (2005), Nurkhin (2009), dan Rawi dan Muchlish (2010)

yang menunjukkan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap CSRD, sedangkan

Page 5: Corporate Social Responsibility

penelitian Susanti dan Riharjo (2013), Adnantara (2013), Saraswati dan Yudhistira (2015)

menunjukkan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pengungkapan kinerja sosial

dan lingkungan.

Hasil penelitian Rosmasita (2007), Muchlish dan Rawi (2010) dan Saraswati dan

Yudhistira (2015) menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial berpengaruh secara

signifikan terhadap CSRD. Perbedaan ditunjukkan oleh penelitian Widyasari dan Rahman

(2008), Said et al (2009), Susanti dan Riharjo (2013), Adnantara (2013) dan Janra (2015)

menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap

pengungkapan kinerja sosial dan lingkungan.

Selain corporate governance yang berpengaruh terhadap pengungkapan kinerja sosial

dan lingkungan juga dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan yaitu tipe industri. Penelitian

mengenai pengaruh tipe industri terhadap pengungkapan kinerja sosial dan lingkungan juga

menunjukkan hasil yang belum konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Widyasari dan

Rahman (2008), Zulfi (2014), dan Hastuti (2014) menunjukkan bahwa tipe industri

berpengaruh positif signifikan terhadap CSRD, berdeda dengan hasil penelitian Kelly (1981),

Davey (1982), Sari (2012), dan Ismurniati (2010) menunjukkan bahwa tipe industri

berpengaruh negatif terhadap CSRD.

Atas dasar permasalahan yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk

mengambil judul “Pengaruh Corporate Governance dan Tipe Industri terhadap

Pengungkapan Kinerja Sosial dan Lingkungan (Studi Empiris pada Perusahaan-

Perusahaan yang Listed di Bursa Efek Indonesia)”. Indikator Corporate Governance yang

digunakan adalah Proporsi Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Institusional,

dan Kepemilikan Manajerial.