Upload
septiana-rahayu
View
217
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
-
Citation preview
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah fenomena dan strategi
yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-
nya. CSR dimulai sejak era dimana kesadaran akan sustainability atau keberlangsungan
perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability perusahaan
(Anggriawan, 2013). Konsep corporate social responsibility menjadikan perusahaan kini
menyadari akan pentingnya untuk tidak hanya mengungkapkan aspek keuangan perusahaan
saja (single bottom line) melainkan harus mengungkapkan dua aspek lainnya yaitu aspek
keuangan, aspek sosial dan aspek lingkungan atau yang biasa disebut dengan triple bottom
line (Hastuti, 2014).
Penerapan CSR oleh perusahaan dapat diwujudkan dengan Corporate Social
Responsibility Disclosure (CSRD) yang disosialisasikan ke publik dalam laporan tahunan
(annual report) perusahaan (Sari, 2012). Bagi perusahaan adanya CSR akan memberikan
dampak yang positif dan untuk saat ini melalui perkembangan corporate social responsibility
atau yang disebut CSR perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia maupun di dunia sudah
bisa memperhitungkan dampak dari lingkungan sosial dalam menjalankan operasi bisnis
mereka.
Permasalahan-permasalahan lingkungan dan sosial yang disebabkan oleh operasi
bisnis perusahaan dengan adanya praktek corporate social responsibility atau CSR akan
teratasi. Banyak perusahaan yang menjadi sorotan utama terkait perannya terhadap sosial dan
lingkungan. Dikarenakan terjadi serangkaian tragedi lingkungan dan kemanusiaan di
Indonesia seperti kasus lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo yang terjadi sejak tahun 2006
yang hingga saat ini masih menyemburkan lumpur panas, sudah tidak terhitung berapa
kerugian yang diakibatkan oleh tragedi tersebut. Semburan lumpur lapindo ini memberikan
dampak yang luar biasa bagi warga sekitar yang terkena maupun bagi aktivitas perekonomian
di Jawa Timur. Kurang lebih 60.000 orang mengungsi akibat rumahnya tergenang lumpur
panas Lapindo (Adi, 2011).
Selain tragedi lumpur panas lapindo di Jawa Timur, masih terkait dengan CSR yaitu
masalah pertambangan PT. Freeport di Papua. Biaya CSR yang dikeluarkan oleh PT Freeport
Indonesia kepada rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu tidak seberapa karena tidak
mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Justru hal tersebut membuat rakyat Papua
membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta
punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu (Dematria, 2014).
Yang terjadi sekarang ini adalah bencana kabut asap akibat kebakaran hutan di daerah
Sumatera dan Kalimantan. Dampak yang terjadi karena kabut asap sangat merugikan
masyarakat diantaranya adalah ditutupnya bandara, anak sekolah terpaksa diliburkan dan
yang paling parahnya adalah ribuan orang terkena infeksi saluran pernapasan karena bencana
ini. Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 425.377 orang terserang infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) akibat dampak kebakaran lahan dan hutan di tujuh provinsi sejak
Juni lalu (Tempo, 2015). Selain itu tidak tahu berapa banyak kerugian ekonomi akibat adanya
kabut asap. Kabut asap juga sampai ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Dan
parahnya kebakaran hutan di Indonesia memang terjadi setiap tahun dan kebakaran tersebut
memang sengaja dilakukan untuk kepentingan pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Menurut Center for International Forestry Research (CIFOR), kabut asap yang terjadi
dibeberapa wilayah Indonesia adalah tragedi bukan bencana alam karena disebabkan oleh
kesalahan manusia dan tidak terjadi secara alamiah (Purnomo, 2015).
Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas, untuk itu setiap akhir tahun
perusahaan-perusahaan akan melakukan pengungkapan CSR agar perusahaan tersebut dapat
mengetahui apakah ada peningkatan atau penurunan pada perusahaan tersebut setelah adanya
praktek CSR (Claudya, 2015). Dikarenakan sebelum berkembangnya konsep CSR, tujuan
utama didirikanya perusahaan hanya untuk mencari laba atau profit oriented, serta untuk
memenuhi kebutuhan stakeholder-nya.
Tindakan CSR yang dilakukan oleh setiap perusahaan akan berbeda-beda meskipun
memiliki jenis usaha yang sama karena dampak yang ditimbulkan dari kegiatan setiap
perusahaan berbeda-beda pula. Adanya perbedaan mengenai pengungkapan kinerja sosial dan
lingkungan atau Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD) tidak akan terlepas dari
penerapan corporate governance. Praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan merupakan konsekuensi logis dari implementasi konsep corporate governance,
yang menyatakan bahwa perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholders-nya,
sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerja sama yang aktif dengan stakeholders-nya
demi kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan (Utama, 2007).
Undang-Undang No 40 Tahun 2007 mengenai prinsip-prinsip good corporate
governance harus mencerminkan pada sifat keterbukaan informasi (transparency), dapat
dipertanggungjawabkan (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), dan
kewajaran (fairness). Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan
harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh oleh pemangku kepentingan. Jika prinsip transparency dilaksanakan dengan
baik dan tepat, dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest)
berbagai pihak dalam manajemen. Prinsip akuntabilitas yaitu perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Pertanggungjawaban
perusahaan adalah perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai
good corporate citizen (Harry, 2012). Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa
didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Tanggung jawab sosial (CSR) mempunyai keterkaitan yang erat dengan corporate
governance. Seperti dua sisi mata uang, keduanya memiliki kedudukan yang kuat dalam
dunia bisnis namun berhubungan satu sama lain. Tanggung jawab sosial berorientasi kepada
para stakeholders, hal ini sejalan dengan salah satu prinsip good corporate governance yaitu
responsibility (Murwaningsari, 2009).
Berbagai penelitian terdahulu telah banyak dilakukan untuk menganalisis pengaruh
corporate governance terhadap pengungkapan kinerja sosial dan lingkungan, namun belum
menunjukkan hasil yang konsisten. Hasil penelitian Permata Sari (2014) menunjukkan
bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap CSRD, berbeda dengan
hasil Nurkhin (2009), Das, Dixon dan Michael (2015) terbukti komposisi dewan komisaris
independen terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan.
Penelitian yang dilakukan Terzaghi (2012) dan Waryanto (2010) menunjukkan
komite audit tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap CSRD. Belum terdapat
hasil pembuktian secara empiris mengenai hal tersebut, komite audit di banyak perusahaan
masih belum melakukan tugasnya dengan baik. Banyak komite audit yang hanya sekedar
melakukan tugas rutin, seperti review laporan dan seleksi auditor eksternal, dan tidak
mempertanyakan secara kritis dan menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan
pelaksanaan tanggungjawab oleh manajemen (Effendi, 2005).
Variabel kepemilikan institusional menunjukkan ketidakkonsistenan hasil, penelitian
yang dilakukan Barnae dan Rubin (2005), Nurkhin (2009), dan Rawi dan Muchlish (2010)
yang menunjukkan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap CSRD, sedangkan
penelitian Susanti dan Riharjo (2013), Adnantara (2013), Saraswati dan Yudhistira (2015)
menunjukkan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pengungkapan kinerja sosial
dan lingkungan.
Hasil penelitian Rosmasita (2007), Muchlish dan Rawi (2010) dan Saraswati dan
Yudhistira (2015) menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial berpengaruh secara
signifikan terhadap CSRD. Perbedaan ditunjukkan oleh penelitian Widyasari dan Rahman
(2008), Said et al (2009), Susanti dan Riharjo (2013), Adnantara (2013) dan Janra (2015)
menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan kinerja sosial dan lingkungan.
Selain corporate governance yang berpengaruh terhadap pengungkapan kinerja sosial
dan lingkungan juga dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan yaitu tipe industri. Penelitian
mengenai pengaruh tipe industri terhadap pengungkapan kinerja sosial dan lingkungan juga
menunjukkan hasil yang belum konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Widyasari dan
Rahman (2008), Zulfi (2014), dan Hastuti (2014) menunjukkan bahwa tipe industri
berpengaruh positif signifikan terhadap CSRD, berdeda dengan hasil penelitian Kelly (1981),
Davey (1982), Sari (2012), dan Ismurniati (2010) menunjukkan bahwa tipe industri
berpengaruh negatif terhadap CSRD.
Atas dasar permasalahan yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk
mengambil judul “Pengaruh Corporate Governance dan Tipe Industri terhadap
Pengungkapan Kinerja Sosial dan Lingkungan (Studi Empiris pada Perusahaan-
Perusahaan yang Listed di Bursa Efek Indonesia)”. Indikator Corporate Governance yang
digunakan adalah Proporsi Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Institusional,
dan Kepemilikan Manajerial.