Upload
mufti-muttaqin
View
229
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
crs anak
Citation preview
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum W.W
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas selesainya
laporan kasus ini sebagai salah satu tugas dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik
Senior pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Raden Mattaher Jambi dengan judul
“Glomerulonefritis Akut Paska Streptokokus”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Ifo Faujiah M. Ked (Ped), Sp.A. atas
bimbingan dan arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Raden Mattaher Jambi serta dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan dan penyusunan laporan
kasus ini terdapat banyak kekurangan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan
banyak terima kasih. Harapan penulis semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita
semua.
Jambi, Juli 2013
Penulis
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... 1
DAFTAR ISI ...................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 3
BAB II STATUS PEDIATRIK ...................................................................... 4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 24
3.1. Definisi .............................................................................................. 24
3.2. Epidemiologi ..................................................................................... 24
3.3. Patogenesis ........................................................................................ 25
3.4. Manifestasi Klinis .............................................................................. 25
3.5. Diagnosis ........................................................................................... 26
3.6. Komplikasi ......................................................................................... 28
3.7. Penatalaksanaan ................................................................................. 28
BAB IV ANALISIS KASUS............................................................................ 32
4.1. Penegakkan Diagnosis ....................................................................... 32
4.2. Penatalaksanaan ................................................................................. 34
BAB V KESIMPULAN ................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah manifestasi klinis kompleks dari proses
patologis pada ginjal yang ditandai dengan adanya hematuria atau silinder sel darah
merah disertai 2 dari presentasi klinis lain yaitu edem periorbital, azotemia, oligouria dan
hipertensi. GNA dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis utama yaitu GNA
postinfeksius, GNA berhubungan dengan penyakit sistemik, GNA idiopatik dan GNA
familial.1,2
Pada anak-anak, penyebab GNA paling banyak adalah postinfeksi yang meliputi
bakteri, virus maupun parasit. GNA postinfeksi yang paling umum adalah yang
mengikuti infeksi streptococcus β hemoliticus grup A pada faring (faringitis) dan kulit
(pioderma) dikenal dengan istilah Glomerulonefritis Akut Post Infeksi Streptococcus
(GNAPS). GNAPS terjadi dalam dua bentuk yaitu epidemik dan sporadic. 1,2
Streptococcus β hemoliticus menjadi penyebab yang paling umum kejadian
Glomerulonefritis Akut pada anak-anak di negara berkembang seperti di Thailand,
China, India, Afrika Selatan, Amerika Selatan, Turki, negara-negara Arab dan juga
termasuk Indonesia. Penelitian mengungkapkan terdapat beberapa faktor lingkungan
yang berpengaruh yaitu: 1. Kepadatan penduduk per unit rumah (insiden lebih tinggi di
negara dengan jumlah anggota keluarga dalam serumah lebih banyak); 2. Prevalensi
streptococcus strain nefritogenik di populasi. 1,2
Penyakit ini umumnya terjadi pada anak umur 3-7 tahun. Penyakit ini jarang
terjadi pada anak usia < 2 tahun dan paling umum terjadi pada laki-laki. Kasus GNAPS
biasanya terkluster dalam satu keluarga. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa 20%
dari kontak saudara kandung dari pasien dengan GNAPS berkembang menjadi
glomerulonefritis klinis atau subklinis. 1,2
3
BAB II
STATUS PEDIATRIK
IDENTIFIKASI
a. Nama : An. F
b. Umur : 9 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Bangsa : Indonesia
e. Agama : Islam
f. Alamat : Kasang
g. Dikirim oleh :
h. MRS tanggal : 17 Juli 2013
ANAMNESA
Diberikan oleh : Ibu pasien
Tanggal : 18 Juli 2013
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Keluhan utama : Bengkak di seluruh tubuh ± 7 hari SMRS
2. Keluhan tambahan : Demam, batuk, sakit perut, mencret > 3 kali.
3. Riwayat Perjalanan Penyakit :
+ 7 hari SMRS, pasien mengeluh bengkak pada kedua mata, bengkak terjadi
saat bangun tidur dan menghilang saat siang hari. Bengkak tidak disertai
nyeri. Pasien juga mengeluh batuk saat malam hari, sesak (-). Minum
kurang banyak, BAK pasien berwarna kuning pekat. BAK hanya 1-2 kali
sehari sewaktu bangun tidur saja, dan sedikit-sedikit sehingga pasien merasa
tidak puas saat BAK, BAK nyeri (-). BAB normal.
± 3 hari SMRS, pasien mengeluh demam, demam tidak terlalu tinggi,
demam hilang timbul terutama saat malam hari disertai batuk, menggigil (-),
pilek (-), mencet > 3 kali, BAB cair, darah (-), lendir (-), sakit perut (+).
Bengkak bertambah sampai ke perut dan kaki. Kemudian pasien berobat ke
4
Puskesmas, diberi obat dan keluhan berkurang, namun bengkak masih
menetap.
± 1 hari SMRS, pasien mengeluhkan sakit perut yang tidak menentu
tempatnya, sakit kepala (+), sesak (+), demam (+), mual (+), muntah (-),
batuk (-), pilek (-), sehingga pasien dibawa ke RSUD Raden Mattaher Jambi
karena bengkak yang semakin lama semakin bertambah.
+ 2 minggu SMRS, Pasien terjatuh dari sepeda, kemudian timbul bekas-
bekas luka di kaki dan tangan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat batuk dan pilek ada, nyeri tenggorokan (-)
Riwayat penyakit asma disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
Pasien pernah menderita penyakit cacar ± 1 tahun yang lalu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
Riwayat alergi obat didalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit jantung bawaan didalam keluarga disangkal
Riwayat kejang di dalam keluarga disangkal
B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Cukup bulan (9 bulan)
Partus : Lahir spontan, tidak segera menangis
Ditolong oleh : Bidan
BBL : 1800 gram
PB : 44 cm
LK : 30 cm
5
Riwayat Makanan dan kebiasaan
ASI : Tidak pernah
Susu botol/kaleng : Sejak lahir hingga usia 3 tahun
Serelak : Sejak 2 bulan – 1 tahun
Nasi biasa : Sejak 1,5 tahun
Daging, ikan dan telur : (+)
Tempe dan tahu : (+)
Sayur dan buah : Jarang
Kesan : Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif
Riwayat Imunisasi
BCG : (+)
Polio : (+)
DPT : (+)
Campak : tidak dilakukan
Hepatitis : (+)
Kesan :Imunisasi tidak lengkap
Riwayat Keluarga:
Perkawinan : 20 tahun
Saudara : 5
Riwayat Perkembangan Fisik
Gigi Pertama : ibu tidak ingat
Berbalik : ± 6 bulan
Tengkurap : ± 6 bulan
Merangkak : ± 6 bulan
Duduk : ± 9 bulan
Berdiri : ± 11 bulan
6
Berjalan : ± 1 tahun1 bulan
Berbicara : ± 1 tahun, 2 bulan
Kesan : perkembangan fisik baik
Riwayat Perkembangan Mental
Isap Jempol : -
Ngompol : -
Sering mimpi : -
Aktifitas : cukup
Membangkang : -
Ketakutan : -
Status gizi
Berdasarkan Tabel NCHS
BB/PB : -2 SD s.d +2 SD (Normal)
BB/U : -2 SD s.d +2 SD (Gizi Baik)
PB/U : -2 SD s.d +2 SD (Normal)
Riwayat Penyakit yang pernah di derita
Parotitis : - Muntah berak : -
Pertusis : - Asma : -
Difteri : - Cacingan : -
Tetanus : - Patah tulang : -
Campak : - Jantung : -
Varicella : + (± 1 th yll) Sendi bengkak: -
Thypoid : - Kecelakaan : -
Malaria : - Operasi : -
DBD : - Keracunan : -
Demam menahun : - Sakit kencing : -
Radang paru : - Sakit ginjal : -
7
TBC : - Kejang : -
Perut Kembung : - Lumpuh : -
Alergi : - Otitis Media : -
Batuk/pilek : +
Anamnesa Organ
Kepala
Sakit kepala : Ada
Rambut rontok : -
Lain-lain : -
Mata
Rabun senja : -
Mata merah : -
Bengkak : (+) ± 7 hari SMRS
Telinga
Nyeri : -
Sekret : -
Gangguan pendengaran: -
Tinitus : -
Hidung
Epistaksis : -
Kebiruan : -
Penciuman : Normal
Gigi mulut
Sakit gigi : -
Sariawan : -
Gangguan mengecap : Tidak diperiksa
Gusi berdarah : -
Rhagaden : -
Lidah kotor : -
8
Tenggorokan
Sakit menelan : -
Suara serak : -
Leher
Kaku kuduk : -
Tortikolis : -
Parotitis : -
Jantung dan Paru
Nyeri dada : - Keringat malam hari : -
Sifat : - Sesak waktu malam : -
Penjalaran : - Berdebar : -
Sesak napas : - Sakit saat bernapas : -
Batuk : + Nafas bunyi/ mengi : -
Pilek : + Sakit kepala sebelah : -
Batuk darah : - Dingin ujung jari : -
Sembab : - Penglihatan berkurang : -
Kebiruan : - Bengkak sendi: -
Abdomen
Hepar
Tinja seperti dempul : -
Sakit kuning : -
Kencing warna tua : -
Perut kembung : -
Mual/muntah : +/-
Lambung dan usus
Nafsu makan : Baik
Perut kembung : -
Mual/muntah : mual (+), muntah (-)
Isi : -
Frekuensi :-
Jumlah :-
9
Muntah darah : -
Mencret : +
Konsistensi : cair
Frekuensi : > 3 kali
Jumlah : 1 gelas
Tinja berlendir : -
Tinja berdarah : -
Dubur berdarah : -
Sukar BAB : -
Sakit perut : ada
Lokasi : sulit ditentukan
Sifat : tumpul
Ginjal dan urogenital
Sakit kuning : -
Warna keruh : -
Frekuensi miksi : ↓
Sembab kelopak mata : +
Edema tungkai : +
Endokrin
Sering minum : -
Sering kencing : -
Sering makan : -
Keringat dingin : -
Tanda pubertas prekoks: -
Syaraf dan Otot
Hilang rasa : -
Kesemutan : -
Otot lemas : - Otot Pegal : -
Lumpuh : -
Riwayat kejang keluarga : -
Badan kaku : -
10
Tidak sadar : -
Mulut mencucu : -
Trismus : -
Kejang : -
Panas : +
Riwayat trauma kepala : Disangkal
Alat kelamin
Hernia : -
Bengkak : -
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM ( 17 Juli 2013 )
Keadaan umum : Tampak sakit ringan.
Posisi : Berbaring
BB : 20 kg
TB : 124 cm
Gizi : BB/U -2 SD s.d +2 SD (Gizi Baik)
Edema : -
Sianosis : -
Dyspnoe : -
Ikterus : -
Anemia : -
Suhu : 36,7º C
Respirasi : 20 x/m
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Tipepernapasan : Torakoabdominal
Turgor : < 2”
Nadi :Kuat angkat
Frekuensi : 88x/m
Equalitas : Sama
Regularitas : Teratur
11
Pulsus defisit :
Pulsus Alternan :-
Pulsus paradox :-
Pulsus celler : -
Pulsus trigeminus : -
Pulsus magnus : -
Pulsus parvus : -
Pulsus bigerminus : -
Kulit
Warna : Sawo matang
Hipopigmentasi : -
Hiperpigmentasi : -
Ikterus : -
Bersisik : -
Makula / Papula : -/-
Vesikula/Pustula : -/-
Sikatriks / Eritema : -/-
Haemangiom/Ptechiae : -/-
Edema : -
B. PEMERIKSAAN KHUSUS (18 Juli 2013)
KEPALA
Bentuk : Normocepali
Rambut : Lurus
Warna : Hitam
Mudah Rontok : Tidak ada
Kehalusan : Cukup
Alopesia : Tidak ada
Sutura : Tidak teraba
Fontanella mayor : Sudah menutup
Fontanella minor : Sudah menutup
12
Cracked pot sign : -
Cranio tabes : -
MUKA
Roman muka: Wajar
Bentuk muka: dbn
Sembab : -
Simetris : +
ALIS
Kerapatan : dbn
Mudah rontok : -
Alopesia : -
MATA
Sorot mata : Wajar
Hipertelorisme : -
Sekret : -
Epifora : -
Pernanahan : -
Endophthalmus : -
Exophthalmus : -
Nistagmus : -
Strabismus : -
KELOPAK MATA
Cekung : -
Edema : -
Ptosis : -
Lagoftalmus : -
Kalazion : -
13
Ektropion : -
Enteropion : -
Haemangioma : -
Hordeolum : -
KONJUNGTIVA
Pelebaran Vena : -
Perdarahan Subkonjungtiva: -
Infeksi : -
Bitot Spot: -
Xerosis : -
Ulkus : -
SKLERA
Ikterus : -/-
IRIS
Bentuk : Bulat
Warna :Hitam
PUPIL
Bentuk : Simetris
Ukuran : ± 3mm/± 3mm
Isokor : +/+
Refleks cahaya langsung : +/+
Refleks cahaya tdk langsung : +/+
Katarak : -
TELINGA
Bentuk : Simetris
Kebersihan : Cukup
Sekret : -
Tophi : -
Membran timpani : Sulit dinilai
14
Nyeri tekan mastoid: -
Nyeri tarik daun telinga : -
HIDUNG
Bentuk : Simetris
Saddle Nose : -
Gangren : -
Coryza : -
Mukosa Edema : -
Epistaksis : -
Deviasi Septum : -
MULUT
BIBIR FARING-TONSIL
Bentuk ,warna : Normal Warna : Hiperemis (-)
Mukosa : Kering (-) Edema : -
Ukuran : Normal Selaput : Ada
Ulkus : - Pembesaran tonsil: T1-T1
Rhagaden : -
Sikatriks : -
Cheitosis : -
Sianosis : -
Labioschiziz : -
Bengkak : -
Vesikel : -
Oral trush : -
Trismus : -
Bercak koplik : -
Palatoschizis : -
GIGI
15
Kebersihan : Cukup
Karies : (+)
Hutchinson : (-)
Gusi : Perdarahan (-)
LIDAH
Bentuk : Normal Hiperemis : -
Gerakan : Baik Selaput : Normal
Tremor : - Atrofi papil : -
Warna : Normal Makroglosia : -
LEHER
Inspeksi
Struma : -
Bendungan vena : -
Pulsasi : -
Limphadenopati : -
Tortikolis : -
Bullneck : -
Parotitis : -
Palpasi
Kaku kuduk : -
Pergerakan : Baik
Struma : -
THORAX DEPAN DAN PARU
Inspeksi statis
Bentuk : Simetris
Clavicula :Krepitasi (-)
Sternum : Krepitasi (-)
Bendungan vena : -
16
Tumor : -
Sela iga : Krepitasi (-)
Inspeksi dinamis
Gerakan : Dinamis dalam batas normal
Bentuk pernapasan : Torakoabdominal
Retraksi interkostal : -
Retraksi Epigastrium : -
Palpasi
Nyeri tekan : - Tumor : -
Fraktur iga : - Stemfremitus : Sama kanan kiri
Krepitasi : -
Perkusi
Bunyi ketuk : Sonor
Nyeri ketuk : -
Batas paru- hati : dbn
Peranjakan : dbn
Auskultasi
Bunyi napas pokok : Vesikuler (+/+)
Bunyi napas tambahan : Ronkhi basah halus (-/-), wheezing (-/-)
JANTUNG
Inspeksi
Vousure cardiac : -
Ictus cordis : Tidak terlihat
Pulsasi jantung : -
Palpasi
Ictus cordis : dbn
Thrill : -
Defek pulmonal : -
Aktivitas jantung ka : Normal
Aktifitas jantung ki : Normal
17
Perkusi
Batas kiri : dbn
Batas kanan : dbn
Interkostal : dbn
Subkostal : dbn
Epigastrum :dbn
Auskultasi
Bunyi jantung I : Reguler
Bunyi jantung II : Reguler
Bising Jantung : -
THORAX BELAKANG
Inspeksi statis
Bentuk : simetris
Processus spinosus : dbn
Scapula : dbn
Skoliosis : -
Khiposis : -
Lordosis : -
Gibus : -
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Tidak Simetris, Cembung
Umbilikus : Tidak menonjol
Ptechie : -
Spider nevi : -
Bendungan vena : -
Gambaran usus : -
Gambaran peristaltic usus: -
Turgor : < 2”
18
Palpasi
Nyeri tekan : -
Nyeri lepas : -
Defans muskular: -
Nyeri ketuk : -
Meteorismus : -
LIEN
Pembesaran : -
Nyeri tekan : -
HEPAR
Pembesaran : -
Nyeri tekan : -
Auskultasi
Bising usus : (+) normal
Ascites : -
LIPAT PAHA DAN GENITAL
Kulit : dbn
Kel.getah bening: Pembesaran (-)
Edema : -
Sikatriks : -
Genitalia : dbn
Anus : dbn
SYARAF DAN OTOT
Hilang rasa : -
Kesemutan : -
Otot lemas : -
19
Otot pegal : -
Lumpuh : -
Badan kaku : -
Tidak sadar : -
Mulut mencucu : -
Trismus : -
Panas : ada
Riwayat kejang keluarga: -
Riwayat kejang dan trauma kepala: -/-
ALAT KELAMIN
Hernia : -
Bengkak : -
EKSTREMITAS SUPERIOR
Inspeksi
Bentuk : dbn
Deformitas : -
Edema : -
Trofi : -
Pergerakan : dbn
Tremor : -
Chorea : -
Lain-lain : Akral hangat
EKSTREMITAS INFERIOR
Inspeksi
Bentuk : dbn
Deformitas : -
Edema : -
Trofi : -
20
Pergerakan : dbn
Tremor : -
Chorea : -
Lain-lain : Akral hangat
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
18 Juli 2013
Darah Perifer Lengkap:
WBC : 13,2.103/mm3
RBC : 4,28.106/mm3
HGB : 11,1 g/dl
HCT : 35,7 %
PLT : 357.103/mm3
PCT : .214 %
DDR : - (Negatif)
Sediaan Apusan Darah Tepi : Morfologi Sel Darah dalam batas Normal.
Kimia Darah : Faal Ginjal :
SGOT : 38 U/L Ureum : 46,2 mg/dl
SGPT : 32 U/L Kreatinin : 0.8 mg/dl
Elektrolit
Natrium (Na) : 130.66 mmol/L
Kalium (K) : 3.83 mmol/L
Chlorida (Cl) : 112.07 mmol/L
Urinalisis
Warna : kuning muda
BJ : 1000
pH : 6
albumin : (-)
protein : (+++) positif 3
21
reduksi : (-)
keton : (-)
sedimen : leukosit 20-25/LBP
eritrosit 25-30/LBP
epitel 6-8/LBP
sedimen silinder hialin (+)
PEMERIKSAAN ANJURAN
Cek CRP, ASTO
Rontgen toraks
Kultur urin
Swab tenggorokan
PEMERIKSAAN PENUNJANG LANJUTAN
CRP (-)
ASTO kualitatif (-)
Kultur urin : Tidak ada pertumbuhan kuman
Rontgen toraks :
Cor : CTR < 50%
Paru : Infiltrat paru dengan penebalan hilus : proses spesifik
DIAGNOSIS BANDING
GNAPS
Infeksi saluran kemih
Sindroma nefrotik
DIAGNOSIS KERJA
Glomerulonefritis akut Pasca Streptococcus
22
TERAPI
Suportif
Tirah baring
Makanan biasa dengan diet nefritis :
Energi : 2400 kkal/hari
Protein : 24 gr/hari
Garam : 1 gr/hari
Medikamentosa
IVFD Dex 5% ¼ NS 20 tts/i
Inj. Ceftriaxon 1x2 gr dalam dex 5% 100 cc habis dalam 1 jam
Inj. Furosemid 2x20 mg
Po : Captopril 3 x 6,25 mg
PROGNOSISAd vitam : bonamAd fungsionam : dubia ad bonamAd sanasionam : bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
23
Definisi
Glomerulonefritis akut post infeksi streptococcus (GNAPS) adalah sebuah contoh
klasik sindrom nefritik akut yang ditandai dengan awitan mendadak terjadinya hematuria,
edema, hipertensi, dan insufisiensi renal (azotemia). Gejala-gejala ini timbul setelah
infeksi kuman streptococcus β hemolitikus grup A di saluran nafas bagian atas atau
setelah infeksi di kulit.3,4
Epidemiologi
GNAPS tercatat sebagai penyebab penting terjadinya gagal ginjal, yaitu terhitung
10 . 15% dari kasus gagal ginjal di Amerika Serikat. GNAPS dapat muncul secara
sporadik maupun epidemik terutama menyerang anak-anak atau dewasa muda pada usia
sekitar 4 . 12 tahun dengan puncak usia 5 . 6 tahun. Lebih sering pada laki-laki daripada
wanita dengan rasio 1,7 . 2 : 1. Tidak ada predileksi khusus pada ras ataupun golongan
tertentu.
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering
mengenai anak pria dibanding wanita. Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan
faktor alergi mempengaruhi perkembangan menjadi GNAPS.6
Bukti Adanya Infeksi Streptococcus
Isolasi streptococcus dari tenggorok atau kulit dan respon host adalah bukti adanya
infeksi streptococcus. Kultur swab tenggorokdan lesi di kulit dapat mengungkapkan
adanya kuman streptococcus β hemoliticus. Antibodi humoral terhadap produk
ekstraseluler spesifik dari streptococcus dapat diperiksa dengan menggunakan
neutralizing assay. Antistreptolisin O assay adalah paling umum digunakan. 80% anak
yang tidak mendapatkan perawatan titer ASTO akan meningkat hingga 4x lipat. Setelah
pioderma, respon terhadap ASTO sedikit berkurang. Tetapi kebalikannya
antideoxyribonuclease B (antiDNAase B) dan antihialuronidase dapat digunakan.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa peningkatan antibodi zimogen streptococcus
adalah penanda paling efektif untuk infeksi streptococcus yang berhubungan dengan
GNA. Studi mutakhir melaporkan bahwa kombinasi ASTO dan AntiDNAase B sangat
24
sensitif dan spesifik untuk mengidentifikasi penyakit post infeksi streptococcus
(sensitifitas 95,5% spesifisitas 88,6%).6
Patogenesis
Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis
kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan
penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadinya sindrom
nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses imunologis yang
terjadi antara antibodi spesi! k dengan antigen streptokokus. Proses ini terjadi di dinding
kapiler glomerulus dan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Selanjutnya sistem
komplemen memproduksi aktivator komplemen 5a (C5a) dan mediator-mediator
inflamasi lainnya. Sitokin dan faktor pemicu imunitas seluler lainnya akan menimbulkan
respon inflamasi dengan manifestasi proliferasi sel dan edema glomerular.12
Penurunan laju filtrasi glomerulus berhubungan dengan penurunan koe! sien ultra!
ltrasi glomerulus. Penurunan laju filltrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi atau
kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air
selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular
sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema dan bendungan
sirkulasi.12
Manifestasi Klinis9,10
Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal
diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu
mendahului timbulnya sembab. Periode laten ratarata 10 atau 21 hari setelah infeksi
tenggorok atau kulit.
Hematuria dapat Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun
mikroskopik.17,18 Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Variasi
lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan
menurun, nyeri kepala, atau lesu. Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir
semua pasien GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat
mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan
dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa
25
gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem.
Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne. Gejala gejala
tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG).
Diagnosis
Anamnesis1,2,3,5
Riwayat infeksi saluran nafas atas (faringitis) 1-2 minggu sebelumnya atau
infeksi kulit (pyoderma) 3-6 minggu sebelumnya.
Umumnya pasien datang dengan hematuria yang nyata atau sembab di kedua
kelopak mata dan tungkai.
Kadang-kadang pasien datang dengan kejang dan penurunan kesadaran akibat
ensefalopati hipertensi.
Oligouria/anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung
Pemeriksaan Fisik1,2,3,5
Edema. Edema adalah manifestasi klinis yang paling umum pada pasien
GNAPS, yaitu 90% kasus. Edema biasa terjadi di pagi hari pada bagian
periorbital. Ekstremitas bagian bawah adalah lokasi kedua untuk retensi cairan.
Biasanya tidak dijumpai ascites atau efusi pleura kecuali pada pasien dengan
sindrom nefrotik. Derajat edema tergantung pada jumlah garam dalam diet.
Pasien dengan edema yang kurang jelas, dapat kehilangan 1-2 kg berat badan
selama masa penyembuhan.
Hematuria. Gross hematuria adalah tanda umum kedua setelah edema.
Hematuria ini dideskripsikan pasien sebaga air kencing yang berwarna seperti
teh atau cola. Warna coklat pada kencing ini akibat terjadinya hemolisis sel
darah merah dengan pembebasan hemoglobin yang kemudian diubah menjadi
hematin pada suasana urin yang asam.
Hipertensi. Hipertensi terjadi pada 70-82% kasus, dan dapat memberat pada
setengah dari persentase tersebut. Hipertensi biasanya muncul bersamaan onset
GNAPS. Hipertensi pada pasien GNAPS berhubungan dengan ekspansi
volume intravaskular dan ekstravaskuler hingga vasospasme akibat faktor
26
neurogenik dan hormonal. Hipertensi pada GNAPS adalah bentuk ‘volume-
dependent-hypertension’, sehingga restriksi cairan dan garam serta pemberian
diuretik dan vasodilator mampu mengontrol kejadian hipertensi dengan
optimal.
Hipertensif Ensefalopati. Gejala serebral biasanya berhubungan dengan
peningkatan tekanan darah akut. Gejala ini dilaporkan terjadi pada 5-10%
kasus. Manifestasi cerebral akut yang paling umum adalah sakit kepala,
nausea, muntah, gangguan kesadaran dan kejang.
Gagal jantung kongestif / Edem Pulmo. Bukti klinis adanya gagal jantung
kongestif yaitu adanya takikardi, takipneu, respiratory distress, ritme gallop,
dan pembesaran hepatik dan adanya bukti radiologis adanya edem pulmonum
yaitu infiltrat pada alveolar pulmo, cardiomegali, dan penebalan septum terjadi
pada 20% kasus. Hipertensi dan hipervolemia adalah faktor primer yang
menghasilkan gejala gagal jantung kongestif. Pada GNAPS, volume plasma
pada pasien meningkat, dan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara
volume darah dengan gejala edem pulmonal. Pada anak dengan distress
respiratory, dan foto thoraks dengan cardiomegali dan edem pulmonal, maka
analiusa urin harus segera dilakukan untuk mendiagnosis glomerulonefritis
akut. Hemoptisis (perdarahan pulmonal) juga dapat terjadi pada GNAPS.
Pemeriksaan Penunjang1,2,3,5
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut.
Volume urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian
daging. Hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua
pasien. Eritrosit khas terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan
glomerulus. Proteinuria biasanya sebanding dengan derajat hematuria dan ekskresi
protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5%
anak disertai proteinuria masif seperti gambaran nefrotik.
Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam,
menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat
tertutupnya permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun.Sebagian besar anak
27
yang dirawat dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan
konsentrasi serum kreatinin. Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena
proses dilusi dan berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun kompleks pada
mesangial glomerulus.
Komplikasi1,6
Oligouria sampai anuria dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hidremia.
Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh dfarah lokal dengan anoksisa dan edem otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium.
Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoietin
yang menurun.
Penatalaksanaan1,2,4,5,8
Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan selama 6-8 minggu untuk
memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk pada perjalanan penyakitnya.
Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
streptococcus yang mungkin masih ada dan mencegah terjadinya nefritis pada
carrier. Kultur swab tenggorok sebaiknya juga dilakukan ke anggota keluarga lain
yang kemungkinan terinfeksi. Dosis yang diberikan yaitu 50 mg/KgBB dibagi
dalam 3 dosis. Pemberian obat golongan penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10
hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh
28
terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap.
Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefrirtogen yang
lain tetapi kemungkinanya sangat kecil.
Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/KgBB/hari), dan
rendah garam (1 g./hari). Makanan lunak dapat diberikan pada penderita dengan
suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu sudah normal kembali. Bila ada anuria
atau muntah, maka diberikan IVFD dengn larutan glukosa 10%. Pada penderita
tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila
ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oligouria maka jumlah
cairan yang diberikan harus dibatasi.
Untuk masalah hipertensi diberikan diuretic. Loop diuretic akan meningkatkan urin
output sehingga dapat mengurangi kongesti jantung dan tekanan darah. Diuretik
yang digunakan adalah Furosemid dengan dosis 20-40 mg, selama 6-8 jam setelah
dosis sebelumnya hingga dosis yang diinginkan tercapai. Furosemid bekerja dengan
cara meningkatkan ekskresi air melalui sistem co transport ion klorida, sehingga
akan menghambat reabsorbsi garam dan klorida di bagian ansa Henle dan tubulus
distal renalis.
Hipertensi yang tidak dapat dikontrol dengan diuretic, dapat digunakan calcium
channel blocker atau angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor).
Calcium channel blocker menghambat perpindahan ion calcium melewati
membrane sel sehingga tidak terjadi pembentukan impuls dan konduksi jantung.
Jenis yang digunakan biasanya Amlodipine (Norvasc) yang bekerja dengan cara
merelaksasi otot polos jantung dan akan menghasilkan dilatasi arteri koronaria
sehingga oksigenasi jantung meningkat. Sehingga dapat memperbaiki gangguan
fungsi sistolik, hipertensi dan aritmia yang terjadi. Untuk ACE inhibitor, bekerja
dengan menghambat perubahan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 sehingga
sekresi aldosteron akan menurun. Preparat yang digunakan adalah Captopril dan
Enalapril. Enalapril bekerja dengan cara menjadi inhibitor kompetitif angiotensin
converting enzyme sehingga dapat mengurangi kadar angiotensin 2 dan
menurunkan sekresi aldosteron. Sehingga mencegah terjadinya retensi air dan
natrium.
29
Untuk hipertensi tipe maligna/emergensi digunakan natrium nitropruside intravena
dan nifedipin parenteral yaitu vasodilator. Vasodilator bekerja dengan cara
menurunkan resistensi vaskuler sehingga dapat meningkatkan cardiac output dan
aliran darah. Preparat yang digunakan adalah nitroprusid yang bekerja dengan
meningkatkan aktivitas inotropik jantung. Preparat lain adalah Hidralazine yang
bekerja dengan menurunkan resistensi sistemik melalui vasodilatasi
Bila anuria berlangsung lama 5-7 hari maka ureum harus segera dikeluarkan dari
darah dengan cara dialysis peritoneum, hemodialisis, bilas lambung dan usus atau
pengeluaran darah vena. Indikasi lain untuk melakukan dialysis adalah
hiperkalemia yang mengancam kehidupan.
● Prognosis9,10
Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara
lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan
sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis
glomerulus.
Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau
orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus.
Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis
yang baik. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS
menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat
dan progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal.
Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7 %. Melihat GNAPS masih sering
dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan
kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat
tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi
menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari.
30
BAB IV
ANALISIS KASUS
4.1. Penegakan Diagnosis
Pada kasus ini diagnosis pasien adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus.
Untuk menegakkan diagnosis glomerulonefritis akut pasca streptokokus dilakukan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
31
Diagnosis glomerulonefritis akut dibuat berdasarkan adanya: (i) oliguri (ii) edema
(iii) hipertensi serta (iv) kelainan urinalisis berupa proteinuri kurang dari 2 gram/hari dan
hematuri serta silinder eritrosit. Namun pada beberapa kepustakaan disebutkan proteinuri
masif dapat terjadi pada 2 - 5% penderita GNAPS usia muda, bahkan dapat menyerupai
suatu gambaran proteinuri pada sindrom nefrotik. Pada penderita (kasus) tersebut diatas,
ditemukan tiga dari empat kriteria yang terpenuhi yaitu adanya edema, hipertensi serta
kelainan urinalisis berupa hematuria 25-30 / lapang pandang dan protein positif 3.
4.1.1. Anamnesis
Gejala yang sering ditemukan adalah hematuria atau kencing seperti cucian daging
dan bengkak pada seluruh tubuh. Pada kasus ini, pasien mengeluh bengkak pada mata
yang meluas ke perut dan kaki, namun tidak dirasakan nyeri. Dan didapatkan BAK
berwarna kuning pekat, frekuensi BAK berkurang, dan ada rasa tidak puas saat BAK, tapi
tidak didapatkan nyeri saat BAK.
Selain itu, dari anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan pasien mengalami
batuk pada sekitar 2 minggu SMRS. Gejala glomerulonefritis akut pada pasien didahului
dengan awitan panas selama 2 hari yang disertai dengan batuk pilek. Sekitar 2 minggu
SMRS, pasien terjatuh dari sepeda, kemudian timbul luka pada tangan dan kaki pasien,
dimana luka tersebut terdapat bekas yang belum hilang sampai sekarang. ± 1 tahun yang
lalu, pasien juga pernah menderita cacar, sehingga banyak terdapat bekas pada kulit
pasien.
4.1.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tanda yang mencolok berupa edema pada kedua
mata dan hipertensi akibat glomerulonefrtis akut paska streptokokus. Hipertensi terdapat
pada 60-70% anak dengan GNAPS pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu
pertama menjadi normal kembali. Hal ini didukung oleh perjalanan penyakit pasien
dimana tekanan darah pada hari perawatan berikutnya menunjukkan perbaikan.
Hipertensi terjadi pada GNAPS diakibatkan oleh adanya ekspansi volume intravaskular
dan ekstravaskular hingga vasospasme oleh faktor hormonal dan neurogenik. Tekanan
darah yang tinggi akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menuju otak
32
dan berakibat pada keluhan yang dirasakan pasien yaitu pusing/sakit kepala hebat.
Namun, keluhan sakit kepala pada pasien ini bersifat ringan.3,4,5
Penurunan laju filtrasi glomerulus berhubungan dengan penurunan koefisien
ultrafiltrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi
atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air
selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular
sehingga akan timbul gambaran klinisoliguria, hipertensi, edema dan bendungan
sirkulasi. Edema terjadi pada 85% pasien SNA pascainfeksi streptokokus, biasanya
terjadi mendadak dan pertama kali terjadi di daerah periorbital dan selanjutnya dapat
menjadi edema anasarka. Derajat berat ringannya edema yang terjadi tergantung pada
beberapa faktor yaitu luasnya kerusakan glomorelus yang terjadi, asupan cairan, dan
derajat hipoalbuminemia.
4.1.3. Pemeriksaan Penunjang1,2,3,5
Kepastian glomerulonefitis akut paska streptokokus juga didukung dari hasil
pemeriksaan penunjang laboratorium darah dan urin. Pada glomerulonefritis akut paska
streptokokus, dapat dijumpai adanya hematuria mikroskopis dengan ditemukannya
sedimen eritrosit dan silinder hialin akibat terjadinya proses hemolisis sel darah merah
dengan pembebasan hemoglobin yang kemudian diubah menjadi hematin pada suasana
urin yang asam yang pada akhirnya membuat warna kencing tampak seperti air teh atau
keruh seperti cucian daging.
Selain itu pada glomerulonefritis akut paska streptokokus akan dijumpai
peningkatan ureum dan kreatinin dalam darah serta protein urin karena selama fase akut
glomerulonefritis, terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan
tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus menjadi
kurang. Filtrasi air, garam,ureum dan zat lainnya berkurang, sebagai akibatnya kadar
ureum dan kreatinin darah meningkat. Kemampuan filtrasi ginjal yang buruk
mengakibatkan sejumlah besar protein lolos ke dalam urin tanpa mampu untuk
direabsorpsi kembali. Namun pada kasus ini tidak dijumpai peningkatan kadar ureum dan
kreatinin. Hal ini mungkin disebabkan perjalanan penyakit masih dini sehingga belum
berakibat terhadap hal tersebut.
33
Selain itu, pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil leukosit urin yang tinggi,
kemungkinan pasien ini juga mengalami infeksi saluran kemih.
4.1.4. Diagnosis Banding4,5,8
Adapun hal yang dapat menjadi diagnosa banding pada pasien ini adalah :
Sindrom Nefrotik
Pada sindroma nefrotik edema yang terjadi generalisata akibat terjadinya
hipoalbuminemia. Namun pada pemeriksaan laboratorium, tidak dijumpai adanya
hipoalbumin. Selain itu, tidak ada riwayat infeksi streptokokus sebelumnya.
Sedangkan pada pasien terdapat riwayat infeksi streptokokus.
Infeksi saluran kemih
Adanya leukositoria dalam urin menuntun kita berpikir kearah infeksi saluran
kemih. Sehingga diagnosis ini belum dapat disingkirkan
4.2. Penatalaksanaan
4.2.1. Suportif
Pengobatan GNAPS bersifat suportif. Pasien disarankan untuk melakukan tirah
baring selama kurang lebih 3-4 minggu selama fase akut.
Selain itu, terapi GNAPS yang penting adalah dengan membatasi asupan air dan
natrium dalam diet (diet nefritis). Adapun tujuan diet ini adalah meringankan kerja ginjal,
menurunkan ureum dan kreatinin darah, dan menurunkan retensi natrium dan air dalam
tubuh dan agar pertumbuhan secara optimal dengan prinsip Rendah Protein Rendah
Garam (RPRG).
Energi diberikan lebih tinggi dari kebutuhan normal menjaga agar terjadi balans
protein positif :
anak < 3th 150 kkal/kgBB/hari
anak > 3 th 100 kkal/kgBB/hari
Oleh karena pasien ini berusia 9 tahun maka diberikan 100 kkal/kgBB/hari
sehingga kalori yang diberikan adalah 2400 kkal/hari
34
Protein diberikan sesuai dengan keadaan ginjal, tidak melebihi 1-2 gram/kgBB/hari.
Pada kasus ini digunakan 1 gram/kgBB/hari yaitu 24 gram/hari.
Garam dikurangi bila ada sembab, kurang dari 500 mg/hari. Bila sembab tidak ada,
dapat diberikan 1-2 gram/hari. Pada kasus ini digunakan 1 gram/hari.
Bentuk makanan lunak diberikan bila suhu badan panas dan makanan biasa bila
suhu badan anak normal
4.2.2. Medikamentosa
Pada hari pertama perawatan, diberikan cairan intravena Dextrose 5% ¼ NS asnet.
Injeksi ceftriaxon 1x1,5 gr dalam D5% 100 cc habis dalam 1 jam, Inj Furosemid 2x20 gr,
oral: Captopril 3x6,25 mg. Hari ke 5 perawatan, keluhan bengkak berkurang, TD =
140/100 mmHg sehingga diberikan Injeksi ampicilin 4x500 mg, oral : Nipedipin 2x3/4
tab sublingual. Hari ke 10, nifenipin dihentikan, Furosemid diberikan secara oral 1x20
mg. Disarankan pemeriksaan swab tenggorokan.
Pengobatan GNAPS juga ditujukan untuk mengeradikasi kuman sumber infeksi,
yaitu dengan pemberian cefriaxon 80-100 mg/KgBB dengan dosis tunggal yaitu 1 x 1,5
gr diencerkan dalam larutan dex 5% sebanyak 100 cc untuk mengurangi nyeri saat
pemberian.
Sementara itu pemberian Captopril dengan dosis bertujuan untuk mengurangi
jumlah aldosteron yang sifatnya meretensi natrium dan air. Dengan adanyaCaptopril yang
berperan sebagai ACE inhibitor, pembentukan angiotensin 1menjadi angiotensin 2 akan
dihambat sehingga angiotensin 2 tidak akan mampu menginduksi pembentukan
aldosteron dari korteks adrenal.
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus seorang anak laki-laki, 9 tahun, yang didiagnosis dengan
glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
35
anamnesis terdapat kencing berwarna kuning pekat, sedikit, dan terasa tidak puas saat
berkemih. Riwayat demam dan sakit batuk dan pilek sekitar 3 hari sebelum MRS.
Pemeriksaan fisik didapatkan penderita dengan hipertensi, edema pada kedua mata
dengan pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hematuri makroskopis dan
mikroskopis, proteinuria, CRP (-). Namun, pada pasien ini belum dilakukan pengambilan
swab tenggorokan sehingga diagnosa pada pasien ini sebatas tersangka.
DAFTAR PUSTAKA
Avner, ED., Davis ID. 2004. Poststreptococcal Glomerulonephritis. Nelson
Textbook of Pediatric. 18th Edition. Pp: 2173-2175
Elzouki, A.Y. 2001. Poststreptococcal Glomerulonephritis Acut. Textbook of
Clinical Pediatrics. Lippincolt Williams & Wilkins. Pp : 2745-2749
36
Pudjiadi, H.A., Hegar, B. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Rena, Ni Made. Seorang Penderita Sindrom Nefritik Akut Paska Infeksi
Streptokokus. Laporan Kasus. Dalam J Peny Dalam, Volume 10 Nomor 3. Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FK Unud. 2010.
Lumbanbatu, SM. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak dalam
Sari pediatrik Pediatri, Vol. 5, No. 2. 2003. hal. 58-63
Geetha, Duvuru. 2011. Acute Glomerulonephritis. American Society of
Nephrology and International Society of Nephrology. www. medscape.com
Hassan, R., Alatas, H (eds). 2007. Glomerulonefritis Akut dalam Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSMH FK Unsri. 2012.
Sekarwana HN. Rekomendasi mutahir tatalaksana glomerulonefritis akut pasca
streptokokus. Dalam: Aditiawati, Bahrun D, Herman E, Prambudi R, penyunting.
Buku naskah lengkap simposium nefrologi VIII dan simposium kardiologi V.
Ikatan Dokter Anak Indonesia Palembang, 2001. h. 141-62.
Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2002. h. 345-53.
Smith JF. Acute poststreptococcal glomerulonephritis. Available from:
http://www.chclibrary.org/. Acessed on: 20th Jul 2013.
37