30
BAB I LATAR BELAKANG Merupakan suatu keadaan yang disebabkan iritasi atau penekanan radiks saraf cervical ditandai dengan adanya nyeri pada leher yang dijalarkan pada bahu dan lengan sesuai dengan radiks yang terganggu (Emil, 2004). Penyebab adalah karena adanya proses degenerasi pada vertebra dan discus intervertebralis, contoh yang sering terjadi adalah spondylosis cervicalis yang sering didapatkan pada pasien yang berusia lanjut dan merupakan penyebab terbanyak disfungsi medula spinalis pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun (Rubin, 2007). Spondylosis cervicalis sendiri dapat bermanifestasi pada banyak hal. Keluhan yang sering didapatkan adalah nyeri pada daerah leher. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke bagian bahu maupun tangan. Apabila sudah terjadi penekanan pada saraf spinal, dapat mengakibatkan kelemahan pada tangan dan juga kekakuan pada bagian leher. (Regan, 2010) Vertebrae cervical yang sering terkena adalah segmen cervical bawah dan sering didapatkan pada C5-C6 dan C6-C7. Hal ini diakibatkan karena struktur anatomi dan juga biomekanik pada leher (Susilo, 2010). Vertebrae cervical yang sering terkena adalah segmen cervical bawah dan sering didapatkan pada C5-C6 dan C6-C7. Hal ini diakibatkan karena struktur anatomi dan juga biomekanik pada leher (Rana, 2009). Cervical root syndrome dapat diterapi melalui rehabilitasi medik untuk meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot-otot leher, terapi latihan dapat dilakukan oleh pasien sendiri di 1

Crs

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ikfr

Citation preview

Page 1: Crs

BAB I

LATAR BELAKANG

Merupakan suatu keadaan yang disebabkan iritasi atau penekanan radiks

saraf cervical ditandai dengan adanya nyeri pada leher yang dijalarkan pada bahu

dan lengan sesuai dengan radiks yang terganggu (Emil, 2004). Penyebab adalah

karena adanya proses degenerasi pada vertebra dan discus intervertebralis, contoh

yang sering terjadi adalah spondylosis cervicalis yang sering didapatkan pada pasien

yang berusia lanjut dan merupakan penyebab terbanyak disfungsi medula spinalis

pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun (Rubin, 2007). Spondylosis cervicalis

sendiri dapat bermanifestasi pada banyak hal. Keluhan yang sering didapatkan

adalah nyeri pada daerah leher. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke bagian bahu

maupun tangan. Apabila sudah terjadi penekanan pada saraf spinal, dapat

mengakibatkan kelemahan pada tangan dan juga kekakuan pada bagian leher.

(Regan, 2010)

Vertebrae cervical yang sering terkena adalah segmen cervical bawah dan

sering didapatkan pada C5-C6 dan C6-C7. Hal ini diakibatkan karena struktur

anatomi dan juga biomekanik pada leher (Susilo, 2010). Vertebrae cervical yang

sering terkena adalah segmen cervical bawah dan sering didapatkan pada C5-C6

dan C6-C7. Hal ini diakibatkan karena struktur anatomi dan juga biomekanik pada

leher (Rana, 2009).

Cervical root syndrome dapat diterapi melalui rehabilitasi medik untuk

meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot-otot leher, terapi latihan dapat dilakukan

oleh pasien sendiri di rumah dan tidak memerlukan biaya atau bantuan orang lain,

sedangkan terapi modalitas dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri,

meningkatkan metabolisme dan memperbaiki vakularisasi (Cailiet, 1991)

1

Page 2: Crs

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

a. Tulang dan jaringan ikat

Tulang belakang cervical terdiri dari 7 vertebra yang secara

keseluruhan membentuk kurva lordosis bila dilihat dari lateral. Dapat dibagi

menjadi 2 regio, regio atas (C1, C2) dan regio bawah (C3 - C7). Terdapat

perbedaan nyata antara kedua regio tersebut baik secara anatomi maupun

fungsionalnya (Saladin, 2003)

Regio atas

Secara struktural terdapat perbedaan yang jelas antara tulang C1 (atlas)

dan C2 (axis). Tulang C1 tidak mempunyai corpus vertebra, berbetuk cincin

dengan kedua masa lateral dihubungkan dengan arkus anterior dan

posterior. Sedangkan C2 mempunyai corpus vertebra, arkus anterior yang

menebal ditengah membentuk prosesus odontoid, arkus posterior, dan

prosesus spinosus (Saladin, 2003)

Gambar 2.1 Vertebra Cervicalis 1 dan 2 (Netter, 2006)

2

Page 3: Crs

Regio bawah

Vertebra Cervical 3, 4, 5 :

Mempunyai processus spinosus yang bercabang.

Vertebra Cervical 6 dan 7 :

1) Processus spinosus tidak bercabang dan lebih panjang.

2) Merupakan transisional vertebra, mirip dengan vertebrae thoracal.

3) Permukaan superior konkaf, terdapat processus uncinatus pada tiap sisi

sendinya disebut uncovertebral von Luschka (Saladin, 2003).

Gambar 2.2 Vertebra cervical 4 dan 7

(Anatomy and Physiology Study Blue, 2014)

b. Discus Intervertebralis

1) Pada vertebra cervical lebih kecil

2) Terdiri dari nucleus pulposus, annulus fibrosus, dan 2 cartilaginus end

plate.

3) Lebih tertutup tulang bila dibandingkan dengan vertebra yang lain

(Saladin, 2003).

3

Page 4: Crs

c. Articulatio

Persendian antara kepala dan vertebra Cervical atas :

1) Articulatio atlantooccipitalis

2) Articulatio atlantoepistrophica

Persendian tiap vertebra cervical, mempunyai 5 buah facies articularis :

1) Satu articulatio corpus vertebra yang dipisahkan oleh discus

intervertebralis.

2) Dua sendi uncovertebralis von Luschka yang merupakan sendi palsu

dan tidak dibatasi membrana synovia.

3) Dua articulation facet yang terletak di belakang corpus Oleh karena

bentuk persendian pada cervical seperti Sadel sehingga terjadi gerakan

yaitu : fleksi-ekstensi, lateral-bending, dan rotasi (Cailliet, 1991;

Saladin, 2003).

Gambar 2.3 articulatio Vertebra Cervicalis

(Netter, 2006)

d. Saraf

Saraf yang keluar dari vertebrae Cervical berjumlah 8, dimulai dari C1

sampai dengan C8. Pada daerah cervical sendiri terdapat dua plexus yakni

plexus cervicalis (C1-C4) dan plexus brachialis (C4-T1). Masing-masing memiliki

miotom dan dermatom berbeda antara lain:

4

Page 5: Crs

Gambar 2.4 Pleksus Brachialis (Netter, 2006)

Tabel 2.1 Dermatom dan Miotom

5

Page 6: Crs

(Saladin, 2003)

e. Biomekanik leher

Vertebrae cervical mempunyai fungsi sebagai penopang kepala dan

mempertahankan posisi kepala dan untuk stabilitas dan mobilitas. Gerakan

fleksi ekstensi terjadi pada articulatio atlantooccipitalis, juga bisa terjadi di

antara C1 dan C2. Semua itu dikendalikan oleh otot-otot suboccipital dan

ligamentum atlantooccipital. Gerakan fleksi-ekstensi dan pembatasan lateral

fleksi disebabkan oleh uncovertebral. Bentuk dari corpus yang lebih lebar

pada arah lateral memungkinkan pergerakan fleksi-ekstensi dibanding dengan

lateral-fleksi (Cailliet, 1991; Saladin, 2003).

Pergerakan rotasi pada persendian atlantoaxial seperti fenomena kursi

putar, dengan stabilisasi dan kontrol oleh ligamentum yang membentuk kapsul

persendian atlantoaxial yang bersifat diarthrosis. Bentuk corpus dari C3-C7

yang seperti pelana memungkinkan untuk gerakan miring dan rotasi. Posisi

dari persendian posterior hampir tegak lurus pada bidang sagittal sehingga

memungkinkan rotasi pada bidang horizontal dan lateral bending. Pada

spatium intervertebral C5-C6 terjadi range of motion yang besar pada gerak

fleksi-ekstensi dan kemungkinan menjadi faktor penyebab dalam terjadinya

spondylosis pada bagian ini (Cailliet, 1991; Saladin, 2003).

6

Page 7: Crs

Range of Motion (R.O.M.) adalah luas gerak yang bisa dilakukan oleh

suatu sendi dengan seluruh kekuatan. Tiap sendi memiliki R.O.M. yang

berbeda-beda yang diukur menggunakan goniometer. Pada bagian cervical

R.O.M normal pada fleksi adalah 70°. Pada ekstensi 40°. Pada lateral bending

60°. Dan pada rotasi 90° (Cailliet, 1991).

2.2 DEFINISI

Cervical Root Syndrome atau Cervical Disc Syndrome merupakan

kumpulan gejala akibat penekanan pada saraf spinal yang sering diakibatkan

oleh proses degenerasi pada vertebrae dan discus intervertebralis pada

daerah leher. Kondisi ini sering diakibatkan oleh spondylosis cervicalis atau

osteoartritis yang terjadi pada vertebrae Cervical (Rubin, 2007).

2.3 EPIDEMIOLOGI

Cervical Root Syndrome sering didapatkan pada orang yang berusia

lebih dari 55 tahun (Rubin, 2007). Penderita Cervical Root Syndrome ini

sendiri diperkirakan antara 85 per 100.000 orang di Amerika Serikat (Abbed,

2007). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Makela dan rekan, nyeri

leher dialami oleh 9,5% laki-laki dan 13,5% perempuan (Malanga, 2009).

Meskipun insidennya tinggi dan terlihat dengan pemeriksaan radiologi namun

sering tidak menunjukan gejala atau keluhan (asimptomatis) (Susilo, 2010).

2.4 ETIOLOGI

Kerusakan dapat terjadi sebagai akibat penekanan material diskus

yang mengalami ruptur, adanya perubahan degeneratif pada tulang, arthritis

atau cedera lain yang memberi tekanan pada akar saraf. Pada usia paruh

baya, perubahan degeneratif pada diskus dapat menyebabkan tekanan pada

radix saraf. Pada usia muda, radiculopathy cervical cenderung terjadi karena

rupturnya diskus sebagai akibat dari trauma. Material diskus kemudian

menekan akar saraf dan menyebabkan rasa sakit (Eubanks, 2010).

7

Page 8: Crs

2.5 FAKTOR RESIKO

a. Genetik

Didapatkan faktor familial pada penderita cervical root syndrome, sehingga

faktor genetik diperkirakan memiliki peran dalam terjadinya penyakit ini.

(Regan, 2010)

b. Umur

Berbagai sumber menyatakan adanya hubungan antara bertambahnya usia

dengan angka kejadian dari Cervical Root Syndrome. Spondylosis cervicalis

lebih sering ditemukan pada usia di atas 40 tahun dibanding usia di bawah 40

tahun dan insiden tertinggi terjadi pada usia lebih dari 55 tahun. Proses

degenerasi pada vertebrae dan discus intervertebral merupakan

penyebabnya, dimana bertambahnya usia berbanding lurus dengan

berjalannya proses degenerasi. (Regan, 2010)

c. Jenis Kelamin

Terdapat penelitian dimana laki-laki lebih cepat mengalami proses degenerasi

bila dibandingkan dengan perempuan. Pada laki-laki terkadang didapatkan

mulainya proses degenerasi pada usia 30 tahun, sedangkan pada wanita

biasanya dimulai pada usia 40 tahun. Tetapi dari jumlah penderita tidak

didapatkan perbedaan yang signifikan, dimana perbandingan jumlah penderita

cervical root syndrome antara pria dan wanita adalah 1:1. (Regan, 2010)

d. Trauma

Trauma akibat kecelakaan merupakan faktor risiko cervical root syndrome.

Selain itu cervical root syndrome dapat juga disebabkan proses “wear and

tear”, yaitu proses penggunaan sendi terus menerus yang akan menyebabkan

degenerasi pada sendi (Susilo, 2010).

e. Pekerjaan

Pekerjaan dapat menyebabkan trauma berulang seperti mengangkat beban

berat pada kuli dan gerakan berlebihan pada penari profesional merupakan

faktor risiko cervical root syndrome. Keadaan lain yang dapat ditemukan

seperti pada pekerjaan yang menggunakan komputer dalam waktu yang

cukup lama dan penjahit pakaian. Hal ini akan menyebabkan postur tubuh

yang kurang baik sehingga menyebabkan peningkatan beban tubuh ke bagian

cervical (Cailliet, 1991).

8

Page 9: Crs

2.6 PATOFISIOLOGI

Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan

jaringan elastis dikelilingi oleh annulus fibrosus dan terbentuk oleh jaringan

fibrosus. Kandungan air dalam nucleus pulposus tinggi, tetapi semakin tua

umur seseorang kadar air dalam nucleus pulposus semakin berkurang

terutama setelah seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan itu terjadi

perubahan degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus akan

menjadi tipis, sehingga jarak antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil

dan ruangan discus menjadi sempit. Selanjutnya annulus fibrosus mengalami

penekanan dan menonjol keluar. Penonjolan bagian discus ini akan

menyebabkan jaringan sekitarnya seperti corpus vertebrae yang berbatasan

dengannya akan mengalami suatu perubahan. Perubahannya yang terjadi

adalah terbentuknya jaringan ikat baru yang disebut osteofit. Kombinasi antara

menipisnya discus yang menyebabkan penyempitan ruangan discus dan

timbulnya osteofit akan mempersempit diameter kanalis spinalis. Pada kondisi

normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18 mm. Tetapi pada

kondisi CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada umumnya antara 9

mm sampai 10 mm. Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati

seperempat sampai seperlima, sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh

jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa. Bila foramen

intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf

yang ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan

membengkok. Perubahan ini menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat

pada dinding foramen intervertebralis sehingga mengganggu peredaran

darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap

penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya.

Penekanan akan menimbutkan rasa  nyeri di sepanjang daerah yang

mendapatkan persarafan dari akar saraf tersebut (Susilo, 2010)

2.7 TANDA DAN GEJALA

a. Nyeri Leher

Gejala utama biasanya berupa nyeri pada bagian belakang leher atau daerah

sekitarnya (trapezius). Timbulnya nyeri terjadi perlahan-lahan walaupun

terkadang timbul mendadak. Rasa nyeri sendiri biasanya bersifat kronik dan

9

Page 10: Crs

terjadi ketika ada aktivitas yang berat atau keadaan umum yang menurun.

Terkadang rasa nyeri menjalar ke bahu atau lengan atas dan juga dapat

mengenai daerah cervical atas yang menyebabkan nyeri occipital. (Cailliet,

1991).

b. Kaku Leher (Stiffness)

Kaku leher dimulai pada pagi hari dan bertambah berat dengan adanya

aktivitas. Gerakan leher menjadi terbatas dan terkadang disertai dengan

krepitasi dan nyeri. (Cailliet, 1991)

c. Gejala Radikuler

Tergantung pada radix saraf yang terkena oleh spur atau iritasi oleh synovitis

dari facet sendiri dan biasanya bersifat unilateral. Pasien mengeluh adanya

paresthesia numbness dan jarang disertai nyeri. Paresthesia numbness

sendiri tergantung pada bagian vertebrae Cervical mana yang mengalami

spondylosis, dan memiliki manifestasi yang berbeda-beda (Susilo, 2010) .

d. Parese

Jarang didapatkan parese kecuali bila terdapat penekanan yang hebat pada

radix saraf atau medulla spinalis yang menyebabkan terjadinya myelopati

(Susilo, 2010).

e. Gejala-gejala lain

Pada sedikit kasus dapat disertai dengan penekanan mendadak pada a.

vertebralis yang bisa mengakibatkan nyeri kepala, vertigo dan tinnitus.

(Cailliet, 1991).

2.8 DIAGNOSIS

A. Anamnesa

1. Nyeri dan kaku di belakang leher dan sekitarnya

2. Rasa nyeri dan tebal yang menjalar ke bahu dan lengan

3. kelemahan pada lengan dengan keluhan tidak mampu untuk menyisir

rambut, memasang bra, atau untuk mengambil dompet dalam saku.

4. Iritasi pada akar saraf keenam dan ketujuh dapat menyebabkan nyeri

pada bahu, lengan, lengan bawah, pergelangan tangan, dada dan mati

rasa serta kesemutan pada telunjuk, jari tengah dan jari manis (Jackson,

2010).

10

Page 11: Crs

B. Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Perhatikan sikap tubuh pasien saat menanyakan riwayat penyakit,

bagaimana posisi kepala dan leher selama wawancara biasanya pasien

menekukan kepala menjauhi sisi yang cedera dan leher terlihat kaku.

Gerak leher ke segala arah menjadi terbatas, baik yang mendekati

maupun menjauhi sisi cedera (Noerjanto, 1996).

2. Palpasi

- Nyeri tekan di bagian belakang leher

- Spasme otot-otot leher

- Pemeriksaan ROM leher terbatas dan nyeri terutama pada

gerakan lateral bending dan rotasi

- Dapat terjadi defisit sensoris dan hiporeflexia. Jarang ditemukan

parese dan atrofi otot (Cailiet 1991).

C. Pemeriksaan neurologi

1. Pemeriksaan fungsi motorik

Pemeriksaan fungsi motorik sangat penting untuk menentukan tingkat

radiks servikal yang terkena sesuai dengan distribusi mytomal. Sebagai

contoh: kelemahan pada abduksi pundak menunjukan radikulopati C5.

Kelemahan pada fleksi siku dan ekstensi pergelangan tangan

menunjukan radikulopati C7 dan kelemahan pada ekstensi ibu jari dan

deviasi ulnar dan pergelangan tangan menunjukan radikulopati C8.

Pemeriksaan reflex tendon membantu menentukan tingkat radiks yang

terkena, seperti reflek bisep mewakili tingkat radiks C5-6, reflex bisep

mewakili tingkat radiks C7-8.

2. Pemeriksaan fungsi sensori.

Pemeriksaan fungsi sensori dilakukan bila ada gangguan sensorik.

Namun seringkali gangguan sensorik tidak sesuai dermatomal atlas

anatomi. Hal ini disebabkan adanya daerah persyarafan yang tumpang

tindih satu sama lain. Pemeriksaan ini juga menunjukan tingkat

subyektifitas yang tinggi (Noerjanto, 1996).

11

Page 12: Crs

D. Pemeriksaan khusus (Tes Provokasi)

1. Tes Spurling

Tes spurling atau tes kompresi foraminal, dilakukan dengan cara posisi

leher diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian

berikan tekanan ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila

terdapat nyeri radikuler kearah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi

kepala. Pemeriksaan ini spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi

adanya radikulopati servikal. (Tejo, 2009)

Gambar 2.5 Tes Spurling

(http://s0ftpedia.pw/files/spurling%20test&id=mix)

2. Tes Lhermitte

Penderita disuruh duduk kemudian oleh pemeriksa dilakukan kompresi

pada kepala dalam berbagai posisi (miring kiri, miring kanan, tengadah,

menunduk). Hasil tes dinyatakan positif bila pada penekanan dirasa

adanya nyeri yang dijalarkan (Tejo, 2009).

Gambar 2.6 Tes Lhermitte

(Tejo, 2009)12

Page 13: Crs

3. Tes Distraksi Kepala

Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh

kompresi terhadap radiks syaraf (Tejo, 2009)

Gambar 2.7 Tes Distraksi Kepala

(Tejo, 2009)

4. Tes Valsava

Dengan tes ini, tekanan intrakranial dinaikkan, bila terdapat proses

desak ruang di kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan

dinaikkannya tekanan intratekal akan membangkitkan nyeri radikuler.

Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses patologis di kanalis

vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan intratekal

menurut valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia

menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang

berpangkal di leher menjalar ke lengan (Tejo, 2009)

Gambar 2.8 Tes Valsava

(Tejo, 2009)

13

Page 14: Crs

5. Tes Nafziger

Dilakukan pada posisi berbaring atau berdiri dengan menekan vena

jugularis dengan kedua tangan pemeriksa sementara pasien mengejan,

akan terjadi peningkatan tekanan intracranial yang akan diteruskan

sepanjang rongga arachnoidal medulla spinalis. Adanya proses desak

ruang kanalis vertebralis akan menimbulkan nyeri radikuler (Tejo,

2009).

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiografi cervical

Foto polos cervical biasanya rutin dilakukan pada pasien dengan

cervical root syndrome dengan kecurigaan spondilosis servikalis. Untuk

keperluan tersebut maka foto dibuat dengan berbagai proyeksi anterio-

postrior, lateral, obliq kanan-kiri. Pada pemeriksaan ini dinilai keadaan

tulang, foramen, diskus, adanya spur hingga dapat ditentukan tingkat

spondilosis.

2. MRI

Salah satu prosedur untuk mendiagnosis cervical spondylosis,

keuntungannya dapat memberikan gambaran dalam bermacam

potongan, tidak invasif, dan dapat mengidentifikasi kompresi radiks

spinal.

3. EMG

Untuk menilai lokasi radiks yang terlibat (Emil, 2004).

2.9 Penatalaksanaan

A. Medikamentosa

Pemberian obat NSAID (Anti Inflamasi Non Steroid) dan muscle

relaxant untuk menghilangkan rasa nyeri. Bila terdapat gejala radikuler

bisa disertai dengan pemberian kortikosteroid oral. Bila nyeri dirasa

sangat mengganggu bisa ditambahkan opioid dengan beberapa

ketentuan (Susilo, 2010).

B. Non Medikamentosa

1. Memperbaiki postur fisiologis

· Mengurangi forward-head posture

14

Page 15: Crs

· Mengurangi lordosis yang berlebihan

2. Rehabilitasi medik

a. Fisioterapi

Terapi Modalitas

o Traksi cervical

Traksi leher pada posisi supinasi dengan sudut leher, beban dan

durasi dari traksi disesuaikan dengan toleransi dan respon dari

pasien. Tujuan dari traksi adalah untuk mengembalikan posisi

vertebra. Indikasi dilakukan traksi leher adalah adanya osteoartritis

dan penyakit degeneratif pada discus intervertebralis. Kontraindikasi

antara lain bila terdapat neoplasma dan lesi post-trauma. Pada

penderita spondylosis cervical biasa diberikan terapi dengan beban

10-20 lbs yang dilakukan 2-3 kali sehari selama 15 menit (Susilo,

2010) .

o Terapi panas dan terapi dingin

Terapi modalitas bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri (Susilo,

2010). Terapi modalitas yang biasa digunakan adalah:

a) SWD (Short Wave Diathermy) adalah elektroterapi yang bekerja

dengan menaikan temperatur pada jaringan menggunakan

gelombang frekuensi tinggi. Frekuensinya 27,12 MHz dan

panjang gelombangnya 11 meter. SWD memiliki beberapa fungsi

antara lain meningkatkan metabolisme, meningkatkan sirkulasi

darah, mengurangi kontraksi otot. SWD juga akan menurunkan

rasa nyeri, meningkatkan elastisitas dan oksigenasi jaringan.

(Malanga, 2010).

Terdapat dua macam SWD, yang pertama adalah tipe

kontinu dimana akan didapatkan pemberian panas secara terus

menerus dari alat, dan kedua yakni pulsed mode yang

memberikan jeda dalam tiap pemanasan. Cara yang kedua akan

meningkatkan efek non-thermal. Pemberian SWD akan

mengembalikan potensial membran ke tingkat semula, dimana

pada inflamasi potensial membran suatu sel akan turun sehingga

fungsinya terganggu. Selain itu juga SWD akan mengembalikan

keseimbangan dan transpor ion di membran sel (Susilo, 2010).

15

Page 16: Crs

SWD diberikan pada inflamasi kronik, dan biasanya mulai

diberikan terapi maksimal satu minggu setelah mulainya proses

peradangan. Indikasi diberikannya SWD adalah inflamasi dan

juga proses degenarasi, baik pada spondylosis cervical,

osteoarthritis lutut, sprain ligament pada tumit, dan juga pada

sinusitis. Kontraindikasi SWD misalnya tumor ganas, inflamasi

akut, pengguna pacu jantung, perdarahan dan demam tinggi.

Lama pemberian SWD 5-30 menit tergantung derajat

penyakitnya. (Malanga, 2010)

b) TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) adalah

terapi modalitas yang tidak invasif dan tidak adiktif. TENS adalah

salah satu elektroterapi yang paling sering digunakan sebagai

analgesia atau penghilang rasa sakit. Metode yang dilakukan

pada TENS adalah pemberian arus listrik ke saraf dan

menghasilkan panas untuk mengurangi kekakuan, meningkatkan

mobilitas dan menghilangkan nyeri. Peralatan TENS terdiri dari

stimulator bertenagakan baterai dan elektroda yang ditempelkan

pada bagian yang akan diberikan terapi. Selain itu TENS bisa

dikombinasikan dengan steroid topikal untuk pengobatan rasa

nyeri yang dinamakan dengan Iontoforesis (Susilo, 2010).

Mekanisme kerja dari TENS adalah dengan pengaturan

neuromodulasi seperti penghambatan pre sinaps pada medulla

spinalis, pelepasan endorfin yang merupakan analgesia alami

dalam tubuh dan penghambatan langsung pada saraf yang

terangsang secara abnormal. Mekanisme analgesia TENS

adalah stimulasi elektrik akan mengurangi nyeri dengan

penghambatan nosiseptif pada pre sinaps. Indikasi dilakukan

TENS adalah rasa nyeri tidak berat, dismenore dan

inkontinensia. Kontraindikasinya antara lain pasien penggunan

pacu jantung, defisit neurologis dan pada pasien yang

mengandung (Susilo, 2010).

Terapi Latihan

Pada penderita Cervical Root Syndrome akan didapatkan nyeri,

kekakuan dan keterbatasan ruang gerak sendi akibat dari penekanan

16

Page 17: Crs

radix saraf. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kelemahan otot

yang berujung pada postur yang buruk. Postur yang buruk akan

memperberat perjalanan penyakit ini. (Regan, 2010)

Terapi latihan bertujuan untuk :

a. Mengurangi rasa nyeri

b. Mengurangi lordosis cervical

c. Memperbaiki kekuatan otot

d. Meningkatkan postur pada ADL

e. Mempertahankan fleksibilitas atau rentang sendi (R.O.M)

Terapi Latihan juga akan membantu proses pengurangan rasa

nyeri selain mengembalikan keadaan pasien ke kondisi normalnya.

Pada keadaan nyeri, pasien akan cenderung untuk tidak

menggerakan kepala. Hal ini dapat menyebabkan spasme otot leher

yang lama-kelamaan akan menyebabkan atrofi otot. Atrofi otot akan

menambah rasa nyeri pada pasien Cervical Root Syndrome karena

otot leher akan mengalami penurunan fungsinya dalam

mempertahankan posisi kepala (Susilo, 2010).

Terapi Latihan dapat berupa :

a) Latihan penguatan otot leher

Latihan penguatan otot dilakukan secara isotmetrik, yakni

melawan tahanan yang tidak bergerak atau dengan mempertahankan

leher pada posisi statik. Latihan isometrik cervical ini dilakukan secara

self resistance pada posisi duduk.

(1) Fleksi

Pasien meletakkan ke dua tangan dan menekan dahi dengan

telapak tangan, kemudian kepala melakukan gerakan fleksi

(mengangguk) tetapi ditahan dengan tangan agar tidak terjadi

gerakan.

(2) Lateral Bending

Pasien menekan dengan tangan pada sisi lateral kepala dan

mecoba untuk lateral fleksi kepala, tahanan diberikan pada

telinga dan bahu, di usahakan tidak terjadi gerakan.

(3) Ekstensi axial

Pasien menekan belakang kepala dengan kedua tangan dimana

tahanan diberikan pada belakang kepala dekat puncak kepala.

17

Page 18: Crs

(4) Rotasi

Pasien menekan dengan satu tangan menahan pada daerah

atas dan lateral dari mata dan mencoba memutar kepala (rotasi)

tetapi tetap ditahan agar tidak terjadi gerakan. (Cailliet, 1991)

Preskripsi untuk latihan kekuatan sebagai berikut (Susilo,

2010) :

a) Intensitas (beban) : 100% dari kontraksi maksimum

b) Durasi : 5 detik tiap kontraksi

c) Repetisi : 5-10 kontraksi

d) Frekuensi : 5 hari tiap minggu

e) Lama program : 4 minggu atau lebih

Kerugian latihan ini adalah terjadinya peningkatan tekanan

darah, disebabkan peningkatan denyut jantung tanpa perubahan

perifer umum. Pada penderita penyakit jantung, latihan isometrik

dapat menyebabkan timbulnya disaritmia ventrikel (Susilo,

2010).

b) Latihan fleksibilitas / stretching otot leher

Bila terdapat rasa tidak enak akibat postur yang buruk atau

adanya spasme otot, maka R.O.M aktif akan membantu

menghilangkan stress pada struktur leher dan memperbaiki sirkulasi.

Tujuan dari latihan stretching pada otot leher adalah menambah

fleksibilitas dalam fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi secara aktif.

(Cailliet, 1991)

Semua gerakan dilakukan perlahan sampai full R.O.M dan

dilakukan beberapa kali. Posisi pasien duduk dengan leher tergantung

secara rileks pada kursi atau berdiri rileks. Setelah itu pasien di minta

untuk :

(1) Menekuk leher ke depan dan belakang.

(2) Menekuk kepala ke lateral kanan dan kiri, merotasikan kepala

pada masing-masing sisi.

(3) Putar bahu, elevasi, retraksi, kemudian relaks dari scapula.

(4) Putar secara melingkar lengan mengelilingi bahu. Dikerjakan

dengan siku fleksi dan ekstensi, menggunakan gerakan sirkuler yang

luas maupun kecil. Posisi lengan ke depan atau agak menyamping.

18

Page 19: Crs

Gerakan searah maupun berlawanan jarum jam harus digerakkan

karena membantu dalam latihan postur yang benar. Sendi harus

digerakkan secara penuh setidaknya 2-3 kali sehari. (Cailliet, 1991)

c) Latihan postur

Postur yang buruk akan menambah lordosis cervical dan

penambahan beban yang berlebih pada leher. Postur yang dimaksud

salah satunya adalah forward-head posture. Postur yang tidak tepat ini

juga berpengaruh pada penekanan annulus fibrosus dan

menyebabkan penyempitan foramen intervertebrale sehingga terjadi

iritasi pada saraf bagian cervical. (Cailliet, 1991)

Latihan postur sangat membutuhkan kesadaran dalam

melakukan latihan yang teratur. Yang dilakukan adalah melakukan

teknik relaksasi otot dan stretching untuk mengembalikan ROM

normal. Pada ADL juga harus dievaluasi untuk mencegah posisi

yang memperburuk kondisi cervical serta dilakukan edukasi :

(1) Cara mengangkat barang dengan lutut fleksi.

(2) Hindari hiperekstensi leher dan forward-head posture yang terlalu

lama dan berlebihan.

(3) Perbaiki lingkungan pekerjaan penderita seperti kursi dan meja

yang kurang sesuai ukuran tingginya, lingkungan tidur seperti bantal

yang sesuai tingginya dan matras untuk membantu relaksasi otot

(Susilo, 2010) .

Ortesa

Pemasangan cervical colar bertujuan untuk proses imobilisasi serta

mengurangi kompresi pada radiks saraf. Salah satu jenis collar yang

banyak digunakan adalah SOMI (sterna occipital mandibular immobilizer)

brace, digunakan terus menerus selama 1 minggu, diubah secara

intermitten pada minggu ke dua. Harus diingat bahwa imobilisasi hanya

bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu berupa atrofi otot

dan kontraktur. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling, dan perbaikan

deficit motorik dapat dijadikan indikasi untuk melepas collar (Turana,

1995).

19

Page 20: Crs

2.10 DIAGNOSA BANDING

1. Sindroma Thoracic Outlet

2. Carpal Tunnel Syndrome (Cailliet, 1991)

2.11 KOMPLIKASI

Komplikasi-komplikasi yang dapat timbul antara lain atrofi otot-otot leher dan

lengna serta ketidakmampuan tangan untuk melakukan aktifitas (Sidharta,1984).

2.12 PROGNOSIS

Prognosis cervical root syndrome umumnya baik, namun sering terjadi

kekambuhan gejala (Sidharta, 1984).

20

Page 21: Crs

DAFTAR PUSTAKA

Anatomy and Physiology. 2014. Study Blue (http://www.studyblue.com/notes/note/n/anatomy--physiology-/deck/4113566)

Cailliet, Rene. 1990. Neck and Arm Pain ; F.A Davis Company, Callifornia.

Emil R. 2004. Sindroma servikal. Semarang: FK UNDIP.

Eubanks, J. cervical radiculopathy. National Institute of Neurological Disorders and Stroke.  American Family Physician, Jan. 1, 2010. University of MarylandSchool of Medicine: Maryland Spine Center.

http://s0ftpedia.pw/files/spurling%20test&id=mix

Jackson, Ruth. 2010. The Classic: The cervical root syndrome. Scranton, IA USA

Malanga G. 2009. Cervical Radiculopathy Clinical Presentation.(http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical#showall)

Noerjanto M. 1996. Nyeri tengkuk. Dalam: Hardinoto S, Setiawan Soetedjo. Nyeri pengenalan dan tatalaksana. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

Netter, Frank H. 2006. Atlas Of Human Anatomy. 4th edition. Elsevier: Pensylvania, USA.

Regan, John J. 2010. Spondylosis cervical. SpineUniverse

Rubin, 2007. Neck pain. Mayo clinic, California

Saladin. 2003. Anatomy and physiology: The Unity Of Form and Function. 3rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies

Sidharta, Priguna1984 ; Neurologi klinis dan Pemeriksaan ; Cetakan pertama, p.t

Dian Rakyat, Jakarta. Susilo, Wahyu Agung. 2010. Pengaruh terapi modalitas dan terapi latihan terhadap

penurunan rasa nyeri pada cervical root syndrome di RSUD dr Moerwadi. FK Universitas Muhamadiyah, Surakarta.

Tejo B. 2009. Cervical root syndrome. Universitas Diponegoro, Semarang.

Turana Y.1995. Pendekatan Diagnosa Dan Tatalaksana pada radikulopati servikal. Jakarta: FKUI.

21