19
DEFINISI POPULASI Suatu populasi dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok organisme-organisme sesama spesies yang menempati suatu tempat tertentu pada suatu waktu tertentu. Satuan-satuan terkecil pembentuk suatu populasi adalah individu-individu organisme itu, yang selain memperlihatkan variasi antar-sesamanya, juga bersifat inter-fertile, mampu kawin satu dengan yang lain dan menghasilkan turunan. Batas-batas ruang dan waktu dari suatu populasi tidak jelas, karena itu dalam praktek batas-batas itu ditentukan secara arbitrer oleh yang meneliti populasi itu. Selain itu, meskipun menurut definisi sudah jelas bahwa istilah populasi digunakan untuk individu-individu satu spesies yang sama, dalam prakteknya sehari-hari istilah populasi itu seringkali digunakan dalam pengertian “heterospesies” (populasi burung di hutan) atau bahkan sebagian dari spesies (populasi hewan betina ikan seribu; populasi nimfa capung di suatu kolam dll). Baik di dalam bidang ekologi maupun genetika, satuan organisme yang diselidiki adalah praktis selalu populasi, sehingga tidak mengherankan apabila diantara bidang ekologi populasi dan genetika populasi terdapat banyak keselingkupan. Menurut salah satu asas fundamental teori evolusi modern, populasi merupakan satuan yang berevolusi di alam dan fokus ekologi pun populasi. CIRI-CIRI DASAR POPULASI

DEFINISI POPULASI

Embed Size (px)

Citation preview

DEFINISI POPULASI

Suatu populasi dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok organisme-organisme

sesama spesies yang menempati suatu tempat tertentu pada suatu waktu tertentu. Satuan-satuan

terkecil pembentuk suatu populasi adalah individu-individu organisme itu, yang selain

memperlihatkan variasi antar-sesamanya, juga bersifat inter-fertile, mampu kawin satu dengan

yang lain dan menghasilkan turunan. Batas-batas ruang dan waktu dari suatu populasi tidak

jelas, karena itu dalam praktek batas-batas itu ditentukan secara arbitrer oleh yang meneliti

populasi itu. Selain itu, meskipun menurut definisi sudah jelas bahwa istilah populasi

digunakan untuk individu-individu satu spesies yang sama, dalam prakteknya sehari-hari istilah

populasi itu seringkali digunakan dalam pengertian “heterospesies” (populasi burung di hutan)

atau bahkan sebagian dari spesies (populasi hewan betina ikan seribu; populasi nimfa capung

di suatu kolam dll).

Baik di dalam bidang ekologi maupun genetika, satuan organisme yang diselidiki

adalah praktis selalu populasi, sehingga tidak mengherankan apabila diantara bidang ekologi

populasi dan genetika populasi terdapat banyak keselingkupan. Menurut salah satu asas

fundamental teori evolusi modern, populasi merupakan satuan yang berevolusi di alam dan

fokus ekologi pun populasi.

CIRI-CIRI DASAR POPULASI

Populasi mempunyai ciri-ciri biologi seperti yang dipunyai individu-individu

organisme, dan juga ciri-ciri uniknya sebagai kelompok.

1. Ciri-ciri biologi

Seperti halnya suatu individu organisme, populasi juga :

a. Mempunyai struktur dan organisasi tertentu, yang sifatnya ada yang konstan ada

pula yang berfluktuasi dengan berjalannya waktu

b. Ontogenetik, mempunyai sejarah kehidupan (lahir, tumbuh, berdiferensiasi, menjadi

tua dll)

c. Dapat dikenal dampak lingkungan dan memberikan respons terhadap perubahan

lingkungan

d. Mempunyai hereditas

e. Terintegrasi oleh faktor-faktor herediter (genetik) dan ekologi

2. Ciri-ciri kelompok

Ciri-ciri kelompok merupakan ciri-ciri statistik yang tidak dapat diterapkan pada

individu, melainkan merupakan hasil perjumlahan dari ciri-ciri individu itu, ciri-ciri itu

ialah :

a. Kerapatan atau ukuran besar populasi, berikut paramater utama yang

mempengaruhinya, seperti natalitas, imigrasi dan emigrasi.

b. Sebaran umur

c. Komposisi genetik

d. Dispersi

Penampilan dan kinerja populasi sangat ditentukan oleh berbagai ciri kelompok

tersebut di atas. Cabang ekologi yang khusus membahas masalah dinamika populasi

(ekologi populasi) memusatkan topik-topik bahasannya pada ciri-ciri kelompok itu dan

faktor-faktor (genetik, lingkungan) yang mempengaruhinya.

Struktur Umur Populasi

    Untuk menggambarkan sebaran umur dalam populasi, dapat di lakukan dengan

mengatur data kelompok usia dalam bentuk suatu poligon atau piramida umur. Dalam hal ini

jumlah individu atau persentase jumlah individu dari tiap kelas usia di gambarkan sebagai

balok-balok horizontal dengan panjang relatif tertentu. Secara hipotesis, ada tiga bentuk

piramida umur populasi, yakni :

1.    populasi yang sedang berkembang

2.    populasi yang stabil

3.    populasi yang senesens (tua)

Piramida Ekologi

    Struktur trofik pada ekosistem dapat disajikan dalam bentuk piramida ekologi. Ada 3

jenis piramida ekologi, yaitu piramida jumlah, piramida biomassa, dan piramida energi.

a. Piramida jumlah

Organisme dengan tingkat trofik masing - masing dapat disajikan dalam piramida

jumlah, seperti kita Organisme di tingkat trofik pertama biasanya paling melimpah,

sedangkan organisme di tingkat trofik kedua, ketiga, dan selanjutnya makin berkurang.

Dapat dikatakan bahwa pada kebanyakan komunitas normal, jumlah tumbuhan selalu

lebih banyak daripada organisme herbivora. Demikian pula jumlah herbivora selalu lebih

banyak daripada jumlah karnivora tingkat 1. Kamivora tingkat 1 juga selalu lebih banyak

daripada karnivora tingkat 2. Piramida jumlah ini di dasarkan atas jumlah organisme di

tiap tingkat trofik.

b. Piramida biomassa

Seringkali piramida jumlah yang sederhana kurang membantu dalam

memperagakan aliran energi dalam ekosistem. Penggambaran yang lebih realistik dapat

disajikan dengan piramida biomassa. Biomassa adalah ukuran berat materi hidup di waktu

tertentu. Untuk mengukur biomassa di tiap tingkat trofik maka rata-rata berat organisme di

tiap tingkat harus diukur kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat diperkirakan.

Piramida biomassa berfungsi menggambarkan perpaduan massa seluruh organisme di

habitat tertentu, dan diukur dalam gram.  Untuk menghindari kerusakan habitat maka

biasanya hanya diambil sedikit sampel dan diukur, kemudian total seluruh biomassa

dihitung. Dengan pengukuran seperti ini akan didapat informasi yang lebih akurat tentang

apa yang terjadi pada ekosistem.

c. Piramida energi

Seringkali piramida biomassa tidak selalu memberi informasi yang kita butuhkan

tentang ekosistem tertentu. Lain dengan Piramida energi yang dibuat berdasarkan

observasi yang dilakukan dalam waktu yang lama. Piramida energi mampu memberikan

gambaran paling akurat tentang aliran energi dalam ekosistem.

Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-turut yang tersedia di tiap

tingkat trofik. Berkurang-nya energi yang terjadi di setiap trofik terjadi karena hal-hal

berikut.

1.    Hanya sejumlah makanan tertentu yang ditangkap dan dimakan oleh tingkat trofik

selanjutnya.

2.    Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicemakan dan dikeluarkan sebagai

sampah.

3.    Hanya sebagian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh organisme.

Ukuran dan kerapatan populasi

Besar kecilnya ukuran populasi suatu spesies hewan di suatu area, adalah tiada lain dari

banyak sedikitnya jumlah individu hewan itu atau tinggi rendahnya tingkat kelimpahan

populasi spesies hewan di area tersebut. Ukuran populasi acapkali dinyatakan atas dasar satuan

ruang tertentu, misalnya jumlah individu persatuan luas area yang ditempati, per satuan volume

atau persatuan berat dari medium lingkungan yang ditempati. Jika ukuran tubuh spesies hewan

yang diselidiki sangat bervariasi, sering digunakan kerapatan biomassa (B) dalam satuan berat

per satuan ruang). Dalam hal ini B =∑ b atau B = n x b ( n = jumlah individu; B= berat

individu; b = berat rata-rata individu).

Dalam hal-hal tertentu satuan ruang dinyatakan dalam satuan ukuran, melainkan dalam

satuan lingkungan yang ditempati, misalnya, kerapatan ulat per buah mangga, kerapatan afid

per daun, dan sebagainya.

Dalam suatu studi ekologi satuan ruang perlu dikaitkan dengan tujuan studi itu, dan

terutama sekali angka kerapatan yang dihasilkan lebih memberikan arti. Bagi suatu serangga

hama seperti wereng misalnya, kerapatannya per rumpun padi di sawah akan lebih memberikan

arti daripada kerapatannya per meter kuadrat area persawahan, kerapatan lalat buah (Dacus sp)

per buah jambu lebih berarti daripada per kebun atau pun perpohon jambu. Contoh-contoh di

atas menunjukkan bahwa sebenarnya ada dua macam kerapatan kasar dan kerapatan spesifik.

Kerapatan kasar didasarkan atas satuan ruang total sedang kerapatan spesifik (kerapatan

ekologi) adalah dihitung atas dasar satuan ruang dalam habitat yang benar-benar ditempati.

Kerapatan ikan dalam perairan secara keseluruhan tampak makin berkurang dengan makin

turunnya permukaan, namun kerapatan ekologinya, dalam genangan-genangan air akan

bertambah dengan berkumpulnya ikan-ikan itu pada tempat-tempat demikian. Hal ini

menunjukkan bahwa pada saat anak-anak bangau lebih mudah menangkap ikan-ikan itu untuk

makanan anak-anaknya.

Kerapatan populasi suatu spesies hewan dapat bervariasi sekali namun sampai batas-

batas tertentu. Batas atas kerapatan ditentukan oleh aliran energi atau produktivitas ekosistem

yang ditempati, serta tingkatan trofik, ukuran tubuh dan laju metabolisme spesies hewan itu.

Penentu batas bawah kerapatan populasi tidak diketahui dengan jelas, namun dalam ekosistem-

ekosistem yang stabil diketahui bahwa mekanisme-mekanisme homeostatik yang beroperasi

dalam populasi memegang peranan penting dalam menentukan batas bawah tersebut.

Tabel 1. Beberapa contoh kerapatan populasi hewan yang berbeda-beda ukuran

tubuhnya.

Jenis Hewan Kerapatan populasi

(A) (B) per m2

Arthropoda Tanah 500.000/m2 500.000

Balanoid dewasa 20/100 cm2 2.000

Tikus padang rumput semak 247/ha 0,049

Tikus semak 12/ha 0,001

Rusa 4/km2 0,0000004

(A)Dalam satuan konvensional

Adanya hubungan antara kelimpahan atau kerapatan populasi dengan ukuran

tubuh hewan dapat dilihat pada tabel 1. Hewan-hewan yang berukuran tubuh kecil akan

lebih berlimpah dan memperlihatkan kerapatan yang lebih tinggi dari hewan-hewan

yang berukuran tubuh besar

Kelimpahan intensitas dan prevalensi

Pentingnya masalah kelimpahan populasi, sebagai bahasan pokok para

ekologiwan tergambar dari definisi ekologi krebs. Masalahan kelimpahan populasi

yang terlalu tinggi dari suatu spesies dapat menjadikannya hama yang secara ekonomi

merugikan, selain itu kelimpahan populasi yang terlalu rendah dapat menyebabkan

terancam bahaya kepunahan. Masalah-masalah tersebut memang sering dihadapi

sebagai tantangan dan tanggung jawab manusia kini. Masalah kelimpahan suatu spesies

ditinjau secara lebih luas, mencakup dua aspek yaitu intensitas dan prevalensi.

Intensitas menunjukan kerapatan populasi dalam area yang dihuni oleh spesies tersebut

dan prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area yang ditempati dalam konteks

daerah yang lebih luas. Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi dapat lebih

sering dijumpai, karena daerah penyebaran luas maka lebih mudah dijumpai dimana-

mana. Berbeda halnya dengan suatu spesies yang prevalensinya rendah, karena daerah

penyebarannya sempit hanya dapat dijumpai pada tempat-tempat tertentu saja.dengan

memperhatikan kedua aspek tersebut maka pengertian ‘spesies umum’ dan ‘spesies

jarang atau langka’ akan menjadi lebih jelas. Informasi demikian merupakan acuan

penting dalam menentukan prioritas upaya pelestarian suatu spesies hewan yang

termasuk kategori jarang atau langka.

Sehubungan dengan kedua aspek kelimpahan itu, maka sesuatu spesies hewan dapat

dikategorikan sebagai : (a) prevalensi dan intensitas tinggi (b) prevalensi dan intensitas

rendah (c) terlokasikan dan intensitas tinggi (d) terlokasikan dan intensitas rendah.

Badak jawa, Rhinoceros sondaicus yang secara alami hanya dapat dijumpai di ujung

kulon-jawa barat dan menurut taksiran populasinya hanya sekitar 100 ekor atau kurang

dari itu, jelas termasuk kategori (d) dan terdapat prioritas utama untuk dijaga

kelestariannya, demikian pula halnya jalak bali , Leucopsar rotsehildi dan sejumlah

spesies lainnya, yang dihimpun dalam red data ecok I.U.C.N (international union for

the conservation of nature and natural resouces) sebagai spesies langka yang terancam

punah.

Penyebab kepunahan

Kepunahan dalam biologi berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau

sekelompok takson. Kelangkaan suatu spesies dapat disebabkan oleh banyak faktor, dan

penyebab langkanya sesuatu spesies adalah berbeda dengan penyebab langkanya

spesies lain. Secara umum dapat digambarkan bahwa suatu spesies menjadi langka

karena salah satu atau beberapa hal berikut :

(a) Area yang dapat dihuni spesies jarang atau sempit. Suatu lingkungan dengan

kondisi fisika kimia yang tak umum biasanya dihuni oleh tumbuhan dan hewan

yang teradaptasi khusus untuk kondisi demikian. Seperti itu pula halnya penyebaran

suatu serangga yang terspesialisasi untuk hidup pada dan dari satu spesies

tumbuhan tertentu (monofag ; monosius). Apabila tumbuhan inangnya itu menjadi

langka, maka akan demikian pula jadinya hewan-hewan spesialis yang tersosialisasi

dengan tumbuhan itu.

(b) Tempat-tempat yang dapat dihuni spesies hanya cocok untuk dihuni dalam waktu

yang sangat singkat atau tempat-tempat itu letaknya di luar jangkauan daya

menyebar spesies hewan itu.

(c) Tempat-tempat yang secara potensial dapat dihuni menjadi tidak ditempati akibat

kehadiran spesies lain, misalnya spesies hewan menjadi punah di tempat itu oleh

ekslusif persaingan atau akibat laju pemangsaan yang tinggi ataupun akibat laju

parasitisme yang tinggi.

(d) Dalam tempat yang dapat dihuni ketersediaan sumber daya penting seperti

makanan, tempat yang aman dan sebagainya rendah

(e) Variasi genetik spesies relatif sempit sehingga kisaran tempat yang dapat dihuninya

pun terbatas.

(f) Individu-individu spesies hewan itu plastisitas fenotipiknya rendah sehingga

membatasi kisaran tempat yang dapat dihuni.

(g) Kehadiran populasi-populasi spesies pesaing, predator dan parasit menekan tingkat

kelimpahan populasi spesies hewan jauh di bawah tingkat yang dimungkinkan oleh

ketersediaan sumber dayanya, peranan manusia kolektor hewan langka dalam hal

ini cukup penting karena makin langka suatu spesies maka spesies itu makin dicari

oleh para kolektor tersebut, sehingga dapat menyebabkan punahnya spesies yang

langka tersebut.

Contoh Hewan

Populasi Rusa Timor (Cervus timorensis) di Desa Poo, Tomer dan Sota

dalam Taman Nasional Wasur.

Gambar 2. Rusa Timor Betina

Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu suatu spesies

yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu tempat tertentu.

Populasi dapat dijumpai pada suatu wilayah yang memenuhi segala kebutuhannya. Kebutuhan

dasar populasi adalah berlindung, berkembangbiak, makan, minum serta bergerak pada suatu

kawasan yang memenuhi semua kebutuhan dasarnya.

Rusa timor merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam orgo Artiodactyla,

sub-ordo Rumenansia dan famili cervidae. Di indonesia jenis rusa yang dapat dijumpai adalah

rusa Sambar (Cervus unicolor), rusa bawean (Axis Kuhlii) dan rusa Totol (Axis axis). Rusa

timor dapat dijumpai di Kalimantan, Jawa dan Irian Jaya serta beberapa pulau kecil di sekitar

Indonesia Bagian Timur. Secara alami rusa menyukai daerah yang berbukit dengan variasi

topografi lainnya serta daerah yang berada dekat naungan. Untuk wilayah Irian Jaya rusa

umumnya ditemukan pada hutan terbuka, raa, pedalaman dan padangan.

Rusa Timor berwarna Bulu coklat kemerah-merahan hingga Abu-abu kecoklatan,

dengan tekstur bulu sedikit lebih halus dibandingkan rusa sambar. Bobot Badan Berkisar antara

70-85 kilogram untuk betina dan 120-160 kilogram untuk jantan kisaran berat lahir antara 4-5

kilogram. Panjang badan berkisar antara 1,95- 2,10 meter, tinggi badan 1-1,1 m dan tinggi

gumba 0,29-0,35 cm. Umumnya sistem perkawinan rusa timor adalah poligamus yaitu

mengawini betina lebih dari satu dan melahirkan lebih dari setahun dengan rata-rata jumlah

anak yang lahir adalah satu ekor.

A. Kepadatan Populasi Rusa Timor

Hasil penelitian Andoy (2002) tentang kepadatan populasi rusa di Padang Rumput Desa

Poo, Tomer dan Sota Taman Nasional Wasur Merauke terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Kepadatan Populasi Rusa Timor berdasarkan Hasil Survei di Desa Poo, Tomer dan

Sota dalam Taman Nasional Wasur.

Desa Poo mempunyai kisaran populasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan Desa

Tomer dan Sota, disebabkan karena letak ketiga pada rumput berbeda. Desa Poo berada pada

daerah penyangga, dan memiliki kondisi vegetasi sabana yang luas. Desa Tomer berada pada

daerah pantai, kondisi vegetasi yang banyak ditumbuhi pohon-pohon dan Desa Sota berada

pada daerah tengah dengan kondisi vegetasi jarang.

Total dugaan populasi secara keseluruhan adalah sebesar 2920 (584 ekor/km2) atau 5-6

ekor/ha. Habitat rusa di Desa Poo tidak terganggu oleh aktivitas manusia dan umumnya

masyarakat adalah penduduk asli yang melakukan perburuan dengan menggunakan alat-alat

tradisional. Desa Tomer luas padang rumput alam dengan kondisi jalan yang belum diaspal

menyebabkan desa ini sulit dijangkau terutama pada saat musim hujan keadaan tersebut

menyebabkan habitat rusa tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Didesa Sota padang rumput

alam sangat berdekatan dengan pemukiman penduduk. Sebagian besar padang rumput

digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana seperti bangunan kantor, perumahan serta

jalan trans Irian sepanjang 110 km yang telah dipergunakan sejak tahun 1985 yang membelah

kawasan menjadi dua bagian. Jalanan ini dipergunakan setiap tahun tanpa mengenal musim,

menyebabkan penyempitan habitat rusa. Disamping itu adanya suara bising dari pesawat

terbang dan kendaraan bermotor menyebabkan rusa beremigrasi meninggalkan habitatnya dan

mencari habitat baru yang aman.

Hasil penelitian populasi rusa di desa Poo Tomer dan Sota diperoleh jumlah kepadatan

populasi rusa sekitar 584 ekor/km2, berbeda dengan hasil survei oleh Ridarso dkk., (1998)

pada tahun 1997 (juni-oktober) dan 1998 (Januari-Februari) menyatakan bahwa rata-rata

populasi rusa di daerah Mar dan Kamnum di dalam Taman Nasional Wasur sebesar 12,2 ekor/

km2. Perbedaan hasil penelitian Ridarso dkk., (1998) karena adanya perbedaan musim dan

lokasi pada saat pelaksanaan penelitian. Survei tersebut dilakukan pada musim kemarau dan

awal musim hujan serta pada lokasi yang memiliki habitat dan vegetasi berbeda. Sedangkan

penelitian Andoy (2002) dilakukan pada saat puncak musim hujan. Pada saat musim kemarau

rusa menyebar secara merata dan memiliki wilayah teritorial yang luas sehingga kepadatan

populasi rusa pada tempat-tempat dilakukan penelitian kecil.

Pada puncak musim hujan rusa akan cenderung untuk berkumpul pada daerah yang

tidak tergenang air (dataran tinggi). Keadaan ini menyebabkan kepadatan populasi pada

daerah-daerah tersebut tinggi. Selain dugaan tersebut, pada saat penelitian dilakukan telah ada

peraturan bahwa kegiatan perburuan hanya boleh dilakukan oleh masyarakat lokal di Kawasan

Taman Nasional dengan menggunakan alat berburu tradisional. Selain itu adanya gejolak

politik yang mengarah pada gangguan keamanan di kabupaten Merauke juga menyebabkan

aktivitas berburu yang dilakukan baik oleh penduduk lokal maupun luar kawasan Taman

Nasional Wasur sehingga perkembangan populasi rusa meningkat.

B. Struktur Populasi Rusa Timor

Struktur Populasi Rusa Timor berdasarkan rasio jenis kelamin di padang rumput desa

Poo, Tomer dan Sota Taman Nasional Wasur dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Persentase Populasi Rusa Timor berdasarkan jenis kelamin di padang rumput desa

Poo, Tomer dan Sota dalam Taman Nasional Wasur.

Keterangan : D = Dewasa ; M = Muda ; A = Anak

Tabel diatas menunjukkan bahwa keseluruhan persentase komposisi umur paling tinggi

yaitu rusa jantan dewasa (25,07%) dan rusa betina dewasa (18,42%). Sedangkan komposisi

umur yang paling rendah adalah rusa betina anak 12,08% dan rusa jantan anak 12,08%.

Persentase ini menunjukkan bahwa seluruh stratum didominasi oleh rusa yang telah berumur

dewasa.

Perbandingan jenis kelamin antara rusa jantan dan betina (rasio seks) secara

keseluruhan di seluruh stadium adalah 1 : 0,56. Perbandingan antara jenis kelamin ini tidak

sesuai dengan perbandingan normal untuk rusa indonesia yaitu 1 : 2-3. Hal ini disebabkan

karena banyaknya perburuan yang dilakukan pada rusa betina menyebabkan rusa betina banyak

yang terbunuh.

Tanduk dalam penelitian ini digunakan sebagai indikator apakah rusa yang terlihat itu

jantan atau betina. Rusa jantan yang telah mencapai umur muda dan dewasa selalu meiliki

tanduk yang bervariasi jumlahnya dari satu pasang hingga sembilang pasang. Sedangkan yang

betina tidak memiliki tanduk selama hidupnya.

Gambar 3. Piramida Struktur Populasi Rusa Timor berdasarkan Struktur umum di desa Poo,

Tomer dan Sota dalam Taman Nasional Wasur.

Struktur populasi diatas membentuk piramida terbalik yang jarang ditemui pada

populasi mamalia lainnya. Struktur populasi satwa liar yang umumnya selalu membentuk

piramida atau kerucut normal, yang berarti jumlah fase anak lebih banyak daripada yang muda,

demikian pula halnya individu fase muda lebih banyak daripada yang dewasa. Struktur

populasi ini tidak sesuai dengan rasio seks, yang menunjukkan tingginya populasi rusa jantan

dibandingkan rusa betina. Populasi diatas perlu ditindak lanjuti untuk menjaga keseimbangan

populasi agar tetap berada dalam keadaan struktur populasi yang normal. Untuk itu perlu

pengurangan populasi rusa jantan agar dapat diperoleh rasio seks yang sesuai 1:2-3. Keadaan

struktur populasi ini dapat mengakibatkan rendahnya perkembangan populasi didaerah

penelitian seperti halnya yang tergambar diatas. Untuk mempertahankan struktur umur dengan

jalan menjaga agar perburuan sebaiknya diperuntukkan untuk rusa jantan sehingga rusa betina

dapat melakukan perkembangbiakan dengan baik, sehingga populasi akan membentuk

piramida normal atau kerucut.

Kesimpulan

1. populasi dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok organisme-organisme sesama

spesies yang menempati suatu tempat tertentu pada suatu waktu tertentu

2. Populasi mempunyai ciri-ciri biologi seperti yang dipunyai individu-individu

organisme, dan juga ciri-ciri uniknya sebagai kelompok.

3. Kerapatan kasar didasarkan atas satuan ruang total sedang kerapatan spesifik (kerapatan

ekologi) adalah dihitung atas dasar satuan ruang dalam habitat yang benar-benar

ditempati.

4. Masalah kelimpahan suatu spesies ditinjau secara lebih luas, mencakup dua aspek yaitu

intensitas dan prevalensi. Intensitas menunjukan kerapatan populasi dalam area yang

dihuni oleh spesies tersebut dan prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area yang

ditempati dalam konteks daerah yang lebih luas.

5. Kepunahan dalam biologi berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau

sekelompok takson. Kelangkaan suatu spesies dapat disebabkan oleh banyak faktor, dan

penyebab langkanya sesuatu spesies adalah berbeda dengan penyebab langkanya

spesies lain.