23
DESENTRALISASI FISKAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Fiscal Decentralitation and Regional Economic Growth Murdiono 1 1 Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Jl. Dr Wahidin Raya No 1, Jakarta 10710, Indonesia, [email protected] Makalah diterima: 23 Februari 2015 Disetujui diterbitkan: Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sampel yang dipilih adalah seluruh pemerintah provinsi yang menerima alokasi dana perimbangan dari tahun 2010-2013 kecuali DKI Jakarta dan Kalimantan Timur. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Stastisik dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu. Kemudian data diolah dan dianalis melalui analisis deskriptif dan pengolahan analisis regresi berganda dengan aplikasi eviews6. Hasil penelitian menunjukkan baik secara parsial maupun bersama-sama, desentralisasi fiskal (alokasi DBH dan DAU) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB). Untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan daerah, maka daerah harus berusaha mengoptimalkan DBH, mengurangi ketergantungan terhadap DAU dan meningkatkan sumber PAD. Kata Kunci: desentralisasi fiskal, kemandirian daerah, pertumbuhan ekonomi daerah. Abstract This study aim to know the effect of fiscal decentralization on regional economic growth. The selected sample is the entire provincial governments that receive 1

Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Seminar Kebijakan Publik

Citation preview

DESENTRALISASI FISKAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAHFiscal Decentralitation and Regional Economic Growth

Murdiono1

1Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Jl. Dr Wahidin Raya No 1, Jakarta 10710, Indonesia, [email protected]

Makalah diterima: 23 Februari 2015Disetujui diterbitkan:

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sampel yang dipilih adalah seluruh pemerintah provinsi yang menerima alokasi dana perimbangan dari tahun 2010-2013 kecuali DKI Jakarta dan Kalimantan Timur. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Stastisik dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu. Kemudian data diolah dan dianalis melalui analisis deskriptif dan pengolahan analisis regresi berganda dengan aplikasi eviews6. Hasil penelitian menunjukkan baik secara parsial maupun bersama-sama, desentralisasi fiskal (alokasi DBH dan DAU) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB). Untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan daerah, maka daerah harus berusaha mengoptimalkan DBH, mengurangi ketergantungan terhadap DAU dan meningkatkan sumber PAD.Kata Kunci: desentralisasi fiskal, kemandirian daerah, pertumbuhan ekonomi daerah.

AbstractThis study aim to know the effect of fiscal decentralization on regional economic growth. The selected sample is the entire provincial governments that receive equalization fund allocation from the year 2010-2013 except Jakarta and East Kalimantan. The data used are secondary data released by the Central Statistic Agency and the Directorate General of Fiscal Balance, Ministry of Finance. Then the data is processed and analyzed through descriptive analysis and multiple regression analysis processing with eviews6 applications. The results showed either partial or jointly, fiscal decentralization (DBH and DAU allocation) have positive and significant impact on economic growth (GDP). To increase the independence and the wealth of the region, then the region should make effort to optimize DBH, reduce dependence on DAU and increase their local revenue sources.

Keywords: fiscal decentralization, local independence, regional economic growth. JEL Classification: H7

2

14

PENDAHULUANKebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia ditandai dengan terbitnya UU No 32 dan 33 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Desentralisasi fiskal sejalan dengan prinsip money follow the function dan telah menjadi tren yang berkembang di negara-negara berkembang (Nick Devas). Diskusi dan perdebatan tentang desentralisasi fiskal telah menjadi isu yang cukup berkembang. Isu desentralisasi fiskal sebagai jalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi telah menarik perhatian banyak ahli, seperti Oates (1993); Bird (1993); Bird, Ebel, dan Wallich (1995); Mereka menyatakan bahwa dengan diserahkannya beberapa kewenangan kepada pemerintah daerah, diharapkan pelayanan masyarakat semakin efisien dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara sederhana tidak mungkin untuk membuat setiap keputusan dari setiap permasalahan disuatu negara dari Pemerintah Pusat saja. Kelemahan Pemerintah Pusat adalah tidak mengetahui secara detil tentang kebutuhan dan kondisi daerah. Karena jasa harus diserahkan kepada daerah, paling tidak beberapa keputusan harus dibuat oleh daerah (Nick Devas).Namun demikian, World Bank (1997), Martinez dan McNab (2001) mengingatkan bahwa desentralisasi fiskal dapat juga dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Desentralisasi fiskal dapat mendorong ke arah ketidakstabilan ekonomi makro, yang pada gilirannya akan menghambat pertumbuhan ekonomi, sebab desentralisasi fiskal dapat mengurangi pengeluaran pemerintah dan pajak yang berbasis pada pemerintah pusat yang dapat digunakan untuk melakukan fungsi stabilisasi.Tabel 1: Alokasi Dana Perimbangan pada APBN Tahun 2010-2015

Sumber: Diolah dari data APBNSetelah lebih dari 1 dasawarsa pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia, penting untuk melihat sejauh mana pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Berdasarkan Tabel 1, dana perimbangan keuangan yang dialokasikan pada APBN semakin meningkat. Bahkan jumlah transfer ke daerah pada APBN tahun 2015 dianggarkan hingga 31% dari total belanja negara yaitu sekitar 638T.Selain transfer ke daerah yang mengalami peningkatan yang signifikan, desentralisasi dan otonomi daerah juga menyebabkan kecenderungan pembentukan daerah baru atau pemekaran wilayah, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Jika pada tahun 1998 jumlah provinsi yang ada di Indonesia berjumlah 27 provinsi, maka pada tahun 2014 bertambah menjadi 34 provinsi Begitu juga daerah kabupaten/kota yang hanya semula hanya berjumlah 344 pada tahun 1999, di tahun 2014 berkembang menjadi 501 kabupaten/kota.Pembentukan daerah baru atau pemekaran wilayah tidak hanya terjadi pada daerah kaya namun juga pada daerah yang miskin sumber daya alam, sehingga pada akhirnya pemekaran tersebut manjadi beban fiskal bagi APBN. Penerimaan daerah sangat bergantung pada bantuan keuangan/transfer pemerintah pusat, terutama DAU, artinya pemekaran ini tidak mencerminkan timbulnya kemandirian daerah sebagaimana tujuan dilaksanakannya otonomi daerah.Berdasarkan hal tersebut diatas penulis tertarik untuk melihat sejauh mana pengaruh desentralisasi fiskal yang telah dilakukan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi didaerah, terutama pengaruhnya pada pemerintah provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap perekonomian daerah. Penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang ingin mengkaji pengaruh kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan daerah dan rekomendasi bagi pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal serta strategi yang terbaik untuk mengalokasikan transfer daerah kedepannya.TINJAUAN PUSTAKADesentralisasi FiskalDesentralisasi berarti penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah (Kuncoro, 2006). Menurut Prawirosetoto dalam Pujiati (2007) desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab dan pembagian kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan maupun aspek pengeluaran.Berdasarkan UU No 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, desentralisasi fiskal adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara umum desentralisasi fiskal dapat dibedakan menjadi 3 jenis (Litvack, 1999) yaitu:1. Desentralisasi politik yaitu pelimpahkan kewenangan yang lebih besar kepada daerah yang menyangkut berbagai aspek pengambilan keputusan, termasuk penetapan standar dan berbagai peraturan;2. Desentralisasi administrasi yaitu merupakan pelimpahan kewenangan, tanggung jawab, dan sumber daya antar berbagai tingkat pemerintahan;3. Desentralisasi fiskal yaitu merupakan pemberian kewenangan kepada daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima transfer dari pemerintahan yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin maupun investasi. Di Indonesia, pelaksanaan desentralisasi fiskal sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah mempunyai prinsip dan tujuan antara lain (Mardiasmo, 2009):1. Mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance).2. Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah.3. Meningkatkan efisiensi peningkatkan sumber daya nasional.4. Tata kelola, transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian transfer ke daerah yang tepat sasaran.Dana PerimbanganSesuai dengan amanah UU Nomor 33 Tahun 2004, Pemerintah Pusat mengalokasi dana transfer ke daerah berupa dana perimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal horizontal (horizontal fiscal imbalance) dan kesenjangan fiskal vertikal (vertical fiscal imbalance). Ketimpangan tersebut terjadi akibat dari pembagian kewenangan antara tingkat pemerintahan, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Instrumen dalam mengatasi ketimpangan fiskal tersebut adalah:1. Dana Bagi Hasil (DBH)DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH terdiri dari DBH Pajak dan DBH SDA. DBH Pajak meliputi DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), DBH Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh Pasal 25/29 WP OPDN) dan PPh Pasal 21, dan DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT). DBH SDA berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.2. Dana Alokasi Umum (DAU)DAU merupakan instrumen transfer yang dimaksudkan untuk meminimumkan ketimpangan fiskal antar daerah, sekaligus memeratakan kemampuan antar daerah. Besaran pagu DAU nasional berdasarkan amanat UU 33/2004 ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Neto. DAU dialokasikan berdasarkan atas formula yang memperhitungkan konsep Alokasi Dasar (AD) dan Celah Fiskal (CF) atau disebut sebagai Fiscal Gap.3. Dana Alokasi Khusus (DAK)DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Kegiatan khusus yang didanai DAK adalah penyediaan/perbaikan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat serta kegiatan yang dapat mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional.Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah ukuran dari perkembangan produksi barang dan jasa dalam suatu negara dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Kuznet dan Todaro (2003) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diukur dengan produk domestik regional domestik bruto (PDRB) atas dasar harga konstan yang dikeluarkan oleh BPS. Menurut Todaro (2000), terdapat 3 faktor utama penentu pertumbuhan ekonomi yaitu:1. Akumulasi modal yang terdiri atas investasi yang ditanamkan pada tanah, peralatan, dan modal atau sumber daya manusia.2. Pertumbuhan penduduk beberapa tahun kedepan yang akan menambah jumlah akumulasi modal dan tenaga kerja.3. Kemajuan teknologi.Menurut Anwar Shah (2007) transfer akan meningkatkan kemampuan daerah. Setiap peningkatan $1 dalam pendapatan penduduk lokal seharusnya memiliki dampak yang sama dalam pengeluaran publik sebagaimana menerima $1 sebagai bentuk transfer.Hubungan antara Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi DaerahPenelitian Oates (1993), Martinez dan McNab (2001), desentralisasi fiskal dapat mendorong efisiensi ekonomi dan secara dinamis akan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Mereka berpendapat bahwa pengeluaran untuk infrastruktur dan sektor sosial akan efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena lebih mengetahui karateristik daerahnya. Jadi menurut pandangan ini pemerintah daerah dipercaya dapat mengalokasikan dana kepada sektor ekonomi secara efisien daripada dilakukan pemerintah pusat.Beberapa alasan yang mendasari bahawa desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah antara lain:1. Daerah mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menginvestasikan modalnya pada sumber yang produktif.2. Daerah dapat menyediakan barang publik lebih baik dari pemerintah pusat karena lebih mengetahui kebutuhan daerahnya.3. Adanya pemberdayaan dan penciptaan ruang bagi publik untuk ikut berkontribusi (Mardiasmo, 2002).Sedangkan WorldBank (1997), dalam risetnya menyatakan bahwa desentralisasi dapat membawa beberapa pengaruh yaitu:1. Desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, karena meningkatkan efisiensi pengeluaran publik.2. Desentralisasi fiskal menyebabkan ketidakstabilan makroekonomi, karena mengurangi sumber pengeluaran pemerintah pusat. 3. Desentralisasi fiskal tidak membawa keuntungan bagi negara berkembang karena perbedaan sistem kelembagaan dan kekurangan sumber daya dibandingkan negara maju.Hasil Penelitian TerdahuluBrodjonegoro (2006), dalam penelitiannya yang mengestimasi dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan antar daerah menyimpulkan bahwa setelah desentralisasi kesenjangan antar daerah semakin meningkat. Desentralisasi fiskal juga sulit untuk disimpulkan apakah mempengaruhi petumbuhan ekonomi didaerah, hal ini disebabkan terjadinya pemulihan perekonomian nasional yang disebabkan oleh stabilitas makroekonomi nasional.Hal berbeda disimpulkan oleh Priyo Hari (2005) dalam penelitiannya Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Studi Kasus pada Kabupaten dan Kota seJawa dan Bali. Menurutnya desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun masih terdapat beberapa daerah yang belum siap untuk mengimplementasikan desentralisasi fiskal sehingga tingkat pertumbuhannya masih dibawah rata-rata.METODOLOGIPembahasan permasahan dilakukan dengan metode analisis deskriptif dan analisis data regresi linier berganda dengan menggunakan aplikasi eviews 6 dan Ms. Excel. Populasi, Sampel, dan Data PenelitianPopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah povinsi, kabupaten/kota. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah provinsi kecuali DKI Jakarta dan Kalimantan Timur. Keduanya dikecualikan karena pada beberapa tahun tidak mendapat alokasi DAU sehingga data tidak lengkap dan harus dikeluarkan dalam penelitian, sehingga jumlah yang diteliti adalah 31 provinsi. Data penelitian ini adalah data sekunder kuantitatif yang berupa data panel pada periode 2010-2013 yang terdiri atas:1. Data alokasi DBH dan DAU yang diperoleh melalui publikasi pemerintah pada website DJPK; dan2. Data pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui PDRB atas harga konstan. Data ini diperoleh melalui website Badan Pusat Statistik.Variabel dan Definisi OperasionalVariabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas variabel terikat (Y) dan Variabel independen (X). Variabel terikat adalah PDRB atas dasar harga konstan dan variabel independen adalah DBH dan DAU.Defini operasional variabel terkait yaitu:1. Pertumbuhan ekonomi (Y1) adalah PDRB atas harga konstan yang dinyatakan dalam satuan rupiah.2. DBH (X1) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka rupiah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari DBH pajak dan DBH sumber daya alam (SDA).3. DAU (X2) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang dinyatakan dalam angka rupiah.Model PenelitianMetode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda yang dapat dijabarkan pada persamaan berikut:Y1 = + 11 + 22 +Keterangan :X1 : DBHX2 : DAUY1 : PDRB atas dasar harga konstan : Konstanta : Koefisien Regresi : errorHipotesisBerdasarkan hal tersebut diatas, hipotesi yang disusun adalah:Ha: Desentralisasi fiskal (alokasi DBH dan DAU) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB).HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASANAnalisis DeskriptifData alokasi DBH dan DAU per provinsi dari tahun 2010-2013 disajikan pada Gambar 1 dan 2.Gambar 1: Alokasi DBH per Provinsi (Juta)Sumber: diolah dari website DJPKGambar 2: Alokasi DAU per Provinsi (Juta)Sumber: Diolah dari website DJPKBerdasarkan kedua gambar diatas, secara umum dari tahun ketahun selalu terjadi kenaikan alokasi dana transfer kepada pemerintah provinsi. Daerah dengan potensi pajak dan sumber daya alam yang melimpah mempunyai keuntungan yang besar dengan memperoleh alokasi DBH yang lebih besar daripada daerah lainnya. NAD, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat adalah 4 daerah dengan alokasi DBH lebih dari 1 Triliun pada tahun 2013. Sedangkan beberapa daerah hanya memperoleh alokasi yang sangat kecil antara lain Gorontalo, Sulawesi Barat, Bengkulu, dan Sulawesi Utara. Bahkan Gorontalo hanya mendapat alokasi DBH sebesar 30 Milyar pada tahun 2013. Sehingga berdasarkan data tersebut masih terdapat disparitas yang cukup signifkan antar daerah penerima DBH yang mengakibatkan kemampuan daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya menjadi sangat jauh berbeda.Nilai rata-rata alokasi DBH dari tahun 2010-2013 adalah Rp.411.691.000.000, sangat jauh dibandingkan dengan nilai rata-rata alokasi DBH tertinggi yang diterima oleh provinsi Riau sebesar Rp. 2.263.362.000.000 dan rata-rata alokasi DBH terendah yang diterima oleh provinsi Gorontalo sebesar Rp.24.544.000.000. Tingginya DBH yang diterima provinsi Riau karena melimpahnya sumber daya alam yang tersedia.Ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat terkait alokasi DAU yang berfungsi untuk mengurangi kesenjangan vertikal dan horizontal juga semakin meningkat. Nilai rata-rata transfer DAU pada tahun 2010-2013 adalah Rp.793.409.000.000. Daerah dengan tingkat ketergantungan yang rendah atas DAU adalah Riau dan Kepulauan Riau, dengan rata-rata transfer DAU sebesar Rp.413.682.777.600 dan Rp.424.016.754.500. Umumnya daerah dengan kemampuan untuk menghasilkan sumber pendapatan daerah yang tinggi cenderung akan mengurangi ketergantungan terhadap alokasi DAU dari pemerintah pusat. Riau dan Kepulauan Riau adalah daerah yang kaya akan sumber daya alam. Sedangkan daerah dengan tingkat ketergantungan yang tinggi atas DAU adalah Jawa Timur dan Papua yaitu dengan rata-rata alokasi DAU sebesar Rp.1.421.161.472.000, dan Rp.1.416.504.736.000.Data PDRB atas dasar konstan secara ringkas dapat disajikan pada Gambar 3.Gambar 3: PDRB atas Dasar Harga Konstan perProvinsi (Milyar)

Sumber: diolah dari website BPS

Berdasarkan gambar rata-rata PDRB atas 31 provinsi tersebut adalah Rp.60.866 milyar. Rata-rata tertinggi pertumbuhan ekonomi dicapai oleh provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat yaitu Rp.380.588 milyar dan Rp.354.252 milyar. Sedangkan rata-rata terendah pertumbuhan ekonomi adalah Gorontalo dan Maluku Utara, masing-masing dengan nilai Rp. 3.272 milyar dan Rp.3.341 milyar.Gambar 4 berikut menyajikan perbandingan antara %pertumbuhan ekonomi nasional dengan jumlah provinsi dengan tingkat pertumbuhan yang sama atau melebihi % pertumbuhan ekonomi nasional.Gambar 4: Jumlah provinsi dengan tingkat pertumbuhan melebihi % pertumbuhan nasional

Sumber: diolah dari website BPSBerdasarkan Gambar 4, tingkat pertumbuhan ekonomi provinsi cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 hanya 18 provinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi melebihi pertumbuhan nasional, dan pada tahun 2013 melonjak menjadi 23 provinsi. Namun juga perlu disadari bahwa masih terdapat beberapa daerah dengan tingkat pertumbuhan yang rendah bahkan negatif, sebagai contoh NTB dan Papua.Pengolahan DataBerdasarkan model regresi yang telah disusun, langkah selanjutnya adalah pengujian model dengan menggunakan aplikasi Eviews6. Berdasarkan hasil pengujian dari pilihan alternatif pengolahan data panel teknik estimasi yang tersedia yaitu Ordinary Least Square, Model Efek Tetap, dan Model Efek Random diperoleh hasil bahwa model efek tetap mempunyai hasil yang paling baik. Hasil Pengujian dengan model efek tetap dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 2: Hasil Pengujian Model Efek TetapDependent Variable: PDRB?

Method: Pooled Least Squares

Date: 02/22/15 Time: 00:45

Sample: 2010 2013

Included observations: 4

Cross-sections included: 31

Total pool (balanced) observations: 124

VariableCoefficientStd. Errort-StatisticProb.

C1.11E+08289087143.8234230.0002

DBH?397.725458.433876.8064180.0000

DAU?930.113041.0140422.677920.0000

Fixed Effects (Cross)

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared0.983515Mean dependent var6.85E+08

Adjusted R-squared0.977718S.D. dependent var3.96E+08

S.E. of regression59043500Akaike info criterion38.84828

Sum squared resid3.17E+17Schwarz criterion39.59884

Log likelihood-2375.594Hannan-Quinn criter.39.15318

F-statistic169.6585Durbin-Watson stat1.056788

Prob(F-statistic)0.000000

Sumber: Eviews6Berdasarkan hasil pengolahan pada Tabel 2, maka dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut:PDRB = 11.100.000.000 + 397,72*DBH + 930,11*DAUSetelah diperoleh model regresi, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan.1. Uji Signifikansi parsial (Uji t)Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Ha diterima jika nilai tstatistik adalah lebih besar dari nilai ttabel atau jika nilai probabilitas pada hasil pengujian model efek tetap lebih kecil dari pada nilai signifikansi (=5%).Tabel 3: Hasil Uji tVariabeltstatistikttabelProbability

DBH6.8064182,7764450,0000

DAU22.677922,7764450,0000

Sumber: diolah dari eviews6Berdasarkan tabel 3, nilai tstatistik untuk kedua variabel DBH dan DAU adalah lebih besar dari nilai ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel DBH dan DAU secara parsial/masing-masing berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal yang sama juga diperoleh jika membandingkan nilai probabilitas dengan sigifikansi. Kedua variabel independen mempuyai nilai probabilitas yang lebih kecil dari tingkat signifikansi : 5%.2. Uji Simultan (Uji f)Uji f digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai fstatistik dengan ftabel. Kesimpulan menolak H0 dan menerima Ha jika nilai fstatistik lebih besar dari nilai ftabel.Tabel 4: Hasil Uji fVariabelfstatistikftabelKesimpulan

DBH, DAU169.65853,071779

Tolak H0

Sumber: diolah dari eviews6Berdasarkan tabel 4, nilai fstatistik lebih besar dari nilai ftabel sehingga hipotesis Ha diterima. Artinya variabel DBH dan DAU secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.3. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted-R2)Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ketepatan prediksi atau proporsi variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh variabel independen secara bersama-sama. Berdasarkan Tabel 2 nilai adjusted-R2 adalah 97,77%, artinya variasi besaran nilai PDRB yang dapat dijelaskan oleh kedua variabel adalah sebesar 97,77%, sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model penelitian.PembahasanBerdasarkan persamaan regresi yang telah disebutkan diatas maka dapat disimpulkan jika terjadi kenaikan Rp.1 milyar dari DBH maka akan mengakibatkan kenaikan Rp.397,72 milyar PDRB dengan asumsi variabel lain konstan. Hal ini juga berlaku jika terjadi kenaikan Rp.1 milyar DAU maka akan meningkatkan PDRB sebesar Rp.930,11 milyar.Dari hasil penelitian diketahui jika DBH mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Artinya pemerintah provinsi harus meningkatkan perolehan DBH dan mengalokasikan untuk belanja pembangunan. Penggunaan DBH yang tidak dibatasi peruntukannya harus dapat dimaksimalkan oleh daerah untuk membiayai kegiatan yang bersifat produktif dan mempunyai efek multiplier terhadap pertumbuhan ekonomi.Begitu pentingnya peran DBH, sehingga harus ada upaya untuk meningkatkan sumber-sumber penerimaan DBH didaerah. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa alokasi DBH digunakan untuk belanja yang tepat sasaran.Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi mengandung arti bahwa pemerintah provinsi dapat mengoptimalkan dana DAU untuk meningkatkan perekonomian daerah. Namun disisi lain terjadi ketergantungan daerah terhadap alokasi DAU karena jumlahnya semakin meningkat. Tidak efisiennya DAU disebabkan oleh alokasi DAU yag tidak tepat sasaran. DAU utamanya digunakan untuk membiayai belanja pegawai, dimana pengaruhnya tidak secara langsung dapat meningkatkan perekonomian. Hal ini sejalan dengan penelitian WorldBank (1997) dimana mekanisme pembayaran penuh gaji pemerintah daerah DAU menyebabkan ketidakefisienan dalam penggunaan tenaga kerja di daerah. Dalam memperhitungkan gaji para pegawai daerah, pusat tidak memperhitungkan kebutuhan riil tenaga kerjanya. Akibatnya Pemerintah Daerah aerah cenderung mengangkat pegawai lebih besar dari kebutuhan riilnya.Lebih dari setengah kenaikan alokasi DAU yang seharusnya digunakan untuk peningkatan penyediaan layanan kepada masyarakat digunakan untuk membiayai belanja pegawai pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Kebijakan pembayaran gaji pegawai daerah secara penuh melalui DAU ini tidak mendorong pemerintah daerah mengarahkan dana itu untuk peningkatan pelayanan masyarakat.KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKANBerdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa desentralisasi fiskal (alokasi DBH dan DAU) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada pemerintah provinsi. DBH dan DAU adalah kompnen penting dalam rangka peningkatan perekonomian daerah. DBH merupakan dana transfer yang didasarkan atas revenue sharing atas sumber-sumber pajak dan SDA. Penggunaan DBH yang tidak dibatasi, harus dapat dimaksimalkan oleh daerah untuk membiayai kegiatan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Permasalahan dalam DBH yaitu ada kesenjangan yang lebar antara daerah yang kaya sumber pajak dan SDA dengan daerah lainnya. Untuk meningkatkan penggunaan DBH maka dapat dilakukan peningkatan % bagi hasil DBH oleh pemerintah pusat dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan fiscal space APBN serta penyaluran DBH haruslah tepat waktu dan tepat jumlah. Daerah harus diberi keleluasaan untuk meningkatkan basis pajak untuk meningkatkan sumber pendapatan terutama daerah yang miskin SDA.Berkaitan dengan DAU, Pemerintah Pusat harus melakukan penghapusan/pengkajian ulang formula pencakupan pembayaran penuh gaji pegawai melalui DAU, sehingga diharapkan daerah dapat menggunakan untuk mengurangi kesenjangan diantara daerah. Daerah juga harus dapat memanfaatkan sumber PAD dengan optimal untuk meningkatkan perekonomian daerah, yang pada akhirnya juga akan meningkatkan perekonomian nasional.Strategi yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan DAU antara lain perhitungan yang independen dan bebas dari campur tangan politik atas alokasi DAU, mengeluarkan perhitungan beban belanja pegawai dalam alokasi DAU, dan perhitungan kebutuhan fiskal dengan pendekatan kebutuhan belanja yang sesungguhnya.Selain hal tersebut diatas, perlu didesain mekanisme pertanggungjawaban dan pengendalian yang baik atas dana transfer tersebut. Pemerintah juga harus meningkatkan kemampuan para pegawainya dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Adanya dana transfer ini jangan sampai dijadikan ambisi bagi daerah untuk melakukan otonomi ataupun pemekaran wilayah tanpa memperhatikan kemampuan fiskal daerah. Desentralisasi fiskal cenderung telah meningkatkan raja-raja didaerah dan perilaku korupsi.DAFTAR PUSTAKAAdi, Priyo Hari, (2006). Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi Pada Kabupaten dan Kota Se Jawa-Bali). Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.Ayu, Ni Nyoman (2003). Pengaruh Desentralisasi Fiskal Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan Propinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana Vol. 2, No. 3, Maret 2013.Bird, Richard Miller and Vaillancourt, Francois (2000). Fiscal Decentralization in Developing Countries. Cambrige University Press.Brodjonegoro, Bambang P.S. (2001). The Impact of Fiscal Decentralization Process to the Indonesian Regional Economist: a Simultaneous Econometerous Approach. Bulletin Regional Economist in Transitions, Juni 14-16.Dartanto, Teguh dan Brodjonegoro, Bambang P.S. (2003). Dampak Desentralisasi Fiskal di Indonesia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Daerah: Analisi Model Ekonomi Makro Simultan. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia. Vol 4, No 1 Juli.Devas, Nick (2008). Financing Local Government Chapter 1,2, and 6. Commonwealth Secretariat Local: Government Reform Series.DJPK (2014). Grand Design Desentralisasi Fiskal di Indonesia. Kementerian Keuangan: DJPK.Mubaroq, Rizal., et al (2013). Pengaruh Investasi Pemerintah, Tenaga Kerja, dan Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten di Indonesia Tahun 2007-2010. Departemen Ilmu Ekonomi Unpad.Oates, W.E. (1993). Fiscal Desentralzation and Economic Developtment. National Tax Journal 46: 237-243.Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.Saputra, Bambang (2013). The Impact Of Fiscal Decentralization On Economic Growth And Social Welfare. Jurnal Borneo Administrator, Vol. 9, No. 1.Sekaran, Uma (2006). Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Salemba Empat: Jakarta.Shah, Anwar (2007). Intergovernmental Fiscal Transfer. World Bank.Wibowo, Puji, (2008). Mencermati Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Jurnal Keuangan Publik Vol.5, No.1: 55-83.World Bank, (2007). Kajian Pengeluaran Publik Indonesia: Memaksimalkan Peluang Baru.