28
1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT KOMISI I DPR RI Tahun Sidang : 2019 - 2020 Masa Persidangan : II Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Pejabat LPP TVRI, dan Pejabat LPP RRI Hari, Tanggal : Selasa, 28 Januari 2020 Pukul : 10.24 WIB – 12.30 WIB Sifat Rapat : Terbuka Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI Gedung Nusantara II Lt. 1, Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270 Ketua Rapat : Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.IP., M.SI., Kabag Sekretariat Komisi I DPR RI Acara : Penjelasan Narasumber terhadap rumusan RUU tentang Penyiaran terkait : 1. Pengaturan Penyiaran di Era Digital; 2. Penguatan dan Pengelolaan Frekuensi di Era Penyiaran Digital. Anggota yang Hadir : PIMPINAN: 1. Meutya Viada Hafid (F-PG) 2. Drs. Utut Adianto (F-PDIP) 3. H. Bambang Kristiono, S.E. (F-GERINDRA) 4. H. Teuku Riefky Harsya, MT. (F-PD) 5. Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari (F-PKS) ANGGOTA : FRAKSI PDI PERJUANGAN (F-PDIP) 6. Puan Maharani 7. Dede Indra Permana, S.H. 8. Charles Honoris 9. Junico BP Siahaan, S.E. 10. Drs. Effendi MS Simbolon, M.IPol. 11. Ir. Rudianto Tjen 12. Adian Yunus Yusak Napitupulu, S.H. 13. Dr. H. Hasanuddin, M.M., M.Si. 14. Mayjen TNI Mar. (Purn) Sturman Panjaitan, S.H. 15. Drs. H. Mukhlis Basri

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT KOMISI I DPR RI

Tahun Sidang

: 2019 - 2020

Masa Persidangan : II Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Dirjen

Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Pejabat LPP TVRI, dan Pejabat LPP RRI

Hari, Tanggal : Selasa, 28 Januari 2020 Pukul : 10.24 WIB – 12.30 WIB Sifat Rapat : Terbuka

Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI Gedung Nusantara II Lt. 1, Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270

Ketua Rapat : Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.IP., M.SI., Kabag Sekretariat Komisi I DPR RI Acara :

:: Penjelasan Narasumber terhadap rumusan RUU tentang Penyiaran terkait : 1. Pengaturan Penyiaran di Era Digital; 2. Penguatan dan Pengelolaan Frekuensi di Era

Penyiaran Digital.

Anggota yang Hadir : PIMPINAN: 1. Meutya Viada Hafid (F-PG) 2. Drs. Utut Adianto (F-PDIP) 3. H. Bambang Kristiono, S.E. (F-GERINDRA) 4. H. Teuku Riefky Harsya, MT. (F-PD) 5. Dr. H. Abdul Kharis Almasyhari (F-PKS)

ANGGOTA : FRAKSI PDI PERJUANGAN (F-PDIP) 6. Puan Maharani 7. Dede Indra Permana, S.H. 8. Charles Honoris 9. Junico BP Siahaan, S.E. 10. Drs. Effendi MS Simbolon, M.IPol. 11. Ir. Rudianto Tjen 12. Adian Yunus Yusak Napitupulu, S.H. 13. Dr. H. Hasanuddin, M.M., M.Si. 14. Mayjen TNI Mar. (Purn) Sturman Panjaitan, S.H. 15. Drs. H. Mukhlis Basri

Page 2: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

2

FRAKSI PARTAI GOLKAR (F-PG) 16. Dave Akbarshah Fikarno, M.E. 17. Bobby Adhityo Rizaldi, S.E., Ak., M.B.A., C.F.E. 18. I. Lodewijk F. Paulus 19. Nurul Arifin, M.Si. 20. Drs. H. Bambang Heri Purnama, S.T., S.H., M.H. 21. Christina Aryani, S.E., S.H., M.H. 22. Ilham Pangestu

FRAKSI PARTAI GERINDRA (F-GERINDRA) 23. Sugiono 24. Yan Permenas Mandenas, S.Sos., M.Si. 25. Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc. 26. Drs. H. Azikin Solthan, M. Si. 27. Fadlullah, S.E. 28. Andika Pandu Puragabaya, S.Psi., M.Si., M.Sc.

FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (F-NASDEM) 29. Prananda Surya Paloh 30. Kresna Dewanata Phrosakh 31. Willy Aditya FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (F-PKB) 32. Dr. H. Taufiq R. Abdullah 33. Dr. (H.C) H.A Muhaimin Iskandar, M.Si. 34. Drs. HM. Syaiful Bahri Anshori, MP. 35. A. Helmy Faishal Zaini 36. H. Bachrudin Nasori, S.Si., M.M. 37. H. Abdul Kadir Karding, S.PI., M.Si. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT (F-PD) 38. Rizki Aulia Rahman Natakusumah 39. H. Darizal Basir, S.Sos., M.B.A. 40. Hasan Saleh FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (F-PKS) 41. Dr. H. Jazuli Juwaini, M.A. 42. H. Sukamta, Ph.D. 43. KH. Toriq Hidayat, Lc. 44. Dr. H. Almuzzammil Yusuf, M.Si. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (F-PAN) 45. Ir. Alimin Abdullah 46. H. A. Hanafi Rais, S.IP., MPP. 47. Ir. H. Ahmad Rizki Sadig, M.Si. 48. Hj. Farah Puteri Nahlia, B.A., M.Sc. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (F-PPP) 49. H. Syaifullah Tamliha, S.Pi., MS.

Anggota yang Izin : 1. Muhammad Farhan (F-NASDEM) 2. Hillary Brigitta Lasut, S.H. (F-NASDEM)

3. Dr. H. Sjarifuddin Hasan, S.E., M.M., M.B.A. (F-PD) 4. Muhammad Iqbal, S.E., M.Com. (F-PPP)

Page 3: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

3

Jalannya Rapat : KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) :

Bismillahirrahmanirrahim; Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh. Selamat datang kami ucapkan. Kepada yang terhormat Bapak Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Bapak

Prof. Ahmad M. Ramli; Yang saya hormati Bapak Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Bapak Dr. Ismail; Yang saya hormati Bapak Plt. Direktur Utama TVRI Bapak Supriyono; Yang kami hormati Bapak Direktur Teknologi dan Media Baru RRI Bapak Rahardian

Gingging; Bapak-Bapak, Ibu-Ibu Anggota Komisi I DPR RI. Pada rapat hari ini, Selasa 28 Januari 2020, berdasarkan informasi dari Sekretariat

saat ini daftar hadir telah ditanda tangani oleh 9 Anggota yang terdiri dari 5 Fraksi. Maka sesuai dengan kentutan Pasal 251 ayat (1) Peraturan DPR RI tentang Tata

Tertib, maka kuorum telah terpenuhi. Sebelum kita mulai rapat pada hari ini, sebagaimana amanat Pasal 246 ayat (1) Tata

Tertib DPR RI, perlu kita sepakati terlebih dahulu, apakah rapat kita pada hari ini bersifat terbuka? atau tertutup?

Mungkin terbuka saja ya, rapat kita sepakati secara terbuka.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 10.24 WIB) (RAPAT DINYATAKAN TERBUKA)

(KETUK PALU: 1X) Dapat kami sampaikan, bahwa Rapat Paripurna DPR RI tanggal 22 Januari 2020 telah mengesahkan RUU Prioritas tahun 2020, dari RUU tentang Penyiaran menjadi RUU Prioritas usul inisiatif Komisi I DPR RI tahun 2020.

Untuk itu, dalam rangka mendapatkan masukan penyusunan terhadap RUU tentang Penyiaran, Komisi I DPR RI pada tanggal 22 Januari 2020, telah melaksanakan RDPU dengan pakar maupun akademisi.

Pada hari ini Komisi I DPR RI ingin mendapatkan masukan terkait dengan RUU tentang Penyiaran, yaitu tentang pengaturan penyiaran di-era digital, kemudian penguatan dan pengelolaan frekuensi di-era penyiaran digital. Selanjutnya kami persilahkan kepada Bapak-Bapak untuk memberikan penjelasannya, yang mungkin kita mulai dari Bapak Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika Kominfo, yaitu Bapak Profesor Ahmad M. Ramli.

Waktu kami persilahkan.

Undangan : 1. Direktur Jenderal Sumber Daya Dan Perangkat Pos Dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Dr. Ir. Ismail, M.T.;

2. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos Dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Prof. Dr. Ahmad M. Ramli,

SH, MH, FCBARB.;

3. PLT Direktur Utama, Direktur Teknik LPP TVRI, Supriyono S.Kom, M.M.;

4. Direktur Teknologi dan Media Baru LPP RRI, Rahadian Gingging, MK. beserta jajaran.

Page 4: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

4

DIREKTUR JENDERAL PENYELENGGARAAN POS DAN INFORMATIKA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI (PROF. DR. AHMAD M. RAMLI, SH, MH, FCBARB.) :

Bismillahirrahmanirrahim; Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

Pimpinan Komisi I dan seluruh Anggota Komisi I yang terhormat.

Terima kasih untuk undangan RDP pada hari ini. Dan kami juga berterima kasih atas masuknya RUU Penyiaran sebagai Prioritas

Prolegnas 2020, pada prinsipnya Kementerian Kominfo sebagai mitra Komisi I siap untuk membahas RUU ini.

Ada beberapa hal yang dapat kami sampaikan terkaIt dengan RUU Penyiaran. Yang pertama, bahwa saat ini semua kita mengetahui adanya distruksi dan

transformasi digital yang sangat luar biasa, dimana perubahan-perubahan ini juga berpengaruh terhadap sistem penyiaran kita. Jadi, kalau kita melihat Suistainablelity dari lembaga penyiaran itu berkejar-kejaran dengan platform yang ada di digital, sehingga kalau mereka juga tidak berubah, maka dikhawatirkan pada titik tertentu mereka akan semakin turun, karena serangan dari platfrom over the top. Oleh karena itu salah satu yang kami pikirkan di Pemerintah, adalah bagaimana menjaga pertumbuhan industri ini dengan baik, dan bagaimana membuat industri ini tetap eksis dan kemudian tetap memiliki penonton.

Salah satu yang menjadi pemikiran kita, adalah migrasi penyiaran dari analog ke digital, dan ini merupakan keniscayaan, karena infrastruktur dan juga layanan terhadap konsumen didunia ini hampir 90% sudah berubah dari analog ke digital. Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan kepada Pimpinan Komisi I dan seluruh Anggota yang terhormat, bahwa Pemerintah berkomitmen untuk mendorong segera migrasi dari penyiaran analog ke digital ini.

Kami mencatat bahwa produk-produk analog sudah hampir tidak ada, produsen-produsen infrastruktur dan alat-alat analog sudah tidak ada lagi, oleh karena itu pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan bahwa keniscayaan untuk beralih dari analog ke digital adalah sesuatu yang harus kita lakukan.

Kemudian yang lain adalah terkait pemanfaatan pita frekuensi, nanti saya kira Pak Ismail akan menjelaskan lebih detail. Tapi intinya TV, TV yang ada saat ini adalah pengguna frekuensi yang sangat boros, tapi kalau kita beralih ke digital, maka 1 channel yang digunakan oleh TV analog bisa kita gunakan menjadi 7 sampai dengan 13 channel TV digital. Oleh karena itu, kita akan mendapatkan digital dividen yang akan bisa digunakan untuk kepentingan-kepentingan lain.

Manfaat dari migrasi analog ke digital ini, untuk konsumen juga sangat luar biasa, sebetulnya kualitas gambar akan lebih baik, kemudian mereka lebih interaktif, tapi penyelenggara stasiun TV juga akan mendapatkan efisiensi pembiayaan infrastruktur dan juga operasional, kemudian peluang peningkatan diversity of content diperbatasan negara juga akan semakin baik, dan nilai tambah dari fitur-fitur layanan TV itu juga akan semakin beragam.

Satu hal yang juga ingin kami sampaikan, bahwa ketika kita beralih kedigital, maka layanan kepada publik juga akan semakin baik, karena peringatan dini bencana seperti yang dilakukan negara-negara maju langsung terkonek ke TV secara cepat. Next.

Bapak-Ibu sekalian. Ini barang kali hanya selintas saja akan saya sampaikan terkait dengan manfaat dari multiplier effect kalau kita beralih dari analog kedigital, ada studi dari Boston, yang menunjukan bahwa akan ada peningkatan PDB nasional, kemudian peningkatan pajak dan PNBP, kemudian ada penambahan kegiatan usaha baru, dan juga menciptakan lapangan kerja baru. Ini sesuatu yang sangat signifikan karena ketersediaan frekuensi digital deviden ini juga akan menimbulkan hal-hal yang sangat positif tadi.

Bapak dan Ibu Pimpinan dan Komisi I yang kami hormati.

Page 5: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

5

Ini perbandingan-perbandingan yang boleh kami sampaikan terkait dengan beralihnya analog ke digital dibeberapa negara, atau yang kita dengar analog switch off. Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya mereka sudah melakukan ini 14 tahun yang lalu, Finlandia, Swedia, Norwegia 2007, Jerman 2008, Amerika 2009, Jepang 2011, kalau negara-negara ASEAN seperti Brunei 2017, Singapura sudah 2019, Malaysia 2019, Vietnam, Thailand dan Myanmar saja negara yang jauh lebih kecil dari kita, seperti Myanmar tahun 2020 sudah analog switch off. Kemudian apa perbedaan dari analog dan digital ini?

Sebetulnya ada beberapa hal yang kita bisa garis bawahi, yang pertama, kalau TV analog lembaga penyiaran mengoprasikan sistem program siaran dan transmisi pemancar yang disediakan sendiri untuk menyelenggarakan siaran televisi kepada khalayak. Jadi 1 kanal frekuensi digunakan untuk menyiarkan 1 program siaran. Untuk penyiaran televisi terestrial ini TV analog dialokasikan 328 megahertz pada pita frekuensi 700. Sementara kalau di digital, lembaga penyiaran mengoperasikan sistem program siaran yang dimiliki sendiri, kemudian penyelenggara multiplexing yang akan menyiarkannya kepada publik. 1 kanal frekuensi digunakan untuk menyiarkan 7 sampai dengan13 siaran. Jumlah program siaran yang dapat disiarkan oleh penyelenggara multiplexing ditentukan oleh konfigurasi teknisnya. Dengan menggunakan teknologi digital, dapat diefisiensikan alokasi untuk penyiaran TV terestrial menjadi 175 megahertz, dan membebaskan 112 megahertz untuk internet broadband untuk berbagai kepentingan. Ini yang kita kenal dengan digital dividen.

Beberapa hal yang terkait dengan isu-isu revisi Undang-Undang Penyiaran. Yang pertama, sebetulnya migrasi analog ke digital, itu adalah hanya salah satu part

dari RUU Penyiaran ini. Tapi disamping itu, begitu banyak soal yang juga akan kita benahi, terkait dengan lembaga penyiaran ini, dan ini menyangkut TV dan radio. Jadi yang pertama, misalnya terkait dengan pembagian kewenangan atributif dalam penyiaran nasional pada Menteri dan KPI. Saat ini sebetulnya antara Menteri dan KPI terjadi apa ya, interseksi dalam berbagai hal termasuk dalam perizinan. Kedepan, kami sebetulnya menyarankan KPI itu akan khusus fokus mengawasi konten, dengan kekuatan penuh, dengan meningkatkan kapasitas dia dan menaikan derajat organisasinya, tetapi perizinan dan lain-lain itu menjadi ranahnya Kementerian. Karena perizinan di ditempat kami sebetulnya sudah terkonek ke OSS dan kemudian secara nasional perizinan itu menjadi sangat cepat, malahan di Kominfo, di tempat kami, perizinan itu sudah day by day, kalau mereka lengkap masuk pagi, siangnya sudah keluar, dan mendapatkan licence. Kemudian, digitalisasi penyiaran televisi terestrial dan penetapan batas akhir penggunaan teknologi analog, itu juga akan menjadi bagian dari Undang-Undang in,i yang kita kenal dengan analog switch off, kita akan memberikan batas waktu kapan TV-TV itu harus menghentikan siaran analog dan kemudian hanya bersialan secara digital Tapi untuk sampai kesitu, maka kita perlu masa transisi dimana mereka melakukan berbarengan, baik siaran analog maupun digital, dengan istilah yang kita sebut dengan simulkas, simulkas itu artinya TV menyelenggarakan 2 bentuk siaran sekaligus.

Kemudian pemanfaatan kemajuan teknologi dibidang penyiaran, ini juga akan menjadi bagian dari Undang-Undang ini, usul kami, karena kami yakin bahwa ini adalah inisiatif DPR, dan secara konstitusi memang DPR yang memegang kekuasaan legislasi. Kemudian, penguatan LPP TVRI dan RRI dengan pembentukan Radio Televisi Indonesia, sebetulnya DPR juga mempunyai RUU sendiri tentang RTRI, tapi kami juga kalau boleh menyampaikan, jika dalam Undang-Undang ini bisa dibuat umbrella legislasi-nya, maka akan memudahkan kami untuk segera membenahi dan meningkatkan kualitas dan kapasitas LPP RRI dan TVRI ini, kalau kemudian mereka digabung menjadi RTRI.

Kemudian, penguatan organisasi dan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia, ini juga menjadi konsen kami di Undang-Undang baru, penguatan organisasi ini KPI menurut kami terlalu pendek periodennya hanya 3 tahun.

Page 6: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

6

Kalau kemudian mereka ditingkatkan menjadi 5 tahun, misalnya, atau 4 tahun dan kemudian dipimpin kesekretariatannya oleh Sekjen, maka dia akan menjadi lembaga negara yang jauh lebih kompeten dan dia bisa mengawasi konten lebih akurat dan lebih power full.

Kemudian pengelompokan jenis jasa dan penyelenggaraan penyiaran berdasarkan referensi internasional, ini menjadi penting, karena yang namanya lembaga penyiaran itu tidak akan bisa terlepas dari best practice internasional dan kita akan terus ke ITU dan ke organisasi-organisasi internasional.

Kemudian PNBP penyelenggaraan penyiaran kewajiban pelayanan universal, kami juga berfikir bahwa akan adil kalau kemudian kita menggunakan prinsip gross revenue. Di telekomunikasi saat ini sebetulnya pembayaran PNBP ditetapkan berdasarkan penghasilan kotor, dan kemudian ditetapkan presentasenya, sehingga yang kecil akan membayar jauh lebih kecil, yang penghasilannya besar akan membayar lebih besar, ini adalah keadilan yang baik.

Kemudian penyediaan akses untuk keperluan hal layak difabel, ini juga harus diatur secara khusus di Undang-Undang, kewajiban penyebar luasan informasi penting seperti kebencanaan dan lain-lain, dan kemudian penyelenggaraan penyiaran dalam keadaan force major.

Ini beberapa yang menjadi masukan kami, karena kami juga belum menerima naskah RUU nya, tapi intinya kami siap membuat DIM untuk RUU yang akan dikirimkan Komisi I kepada kami.

Terima kasih. Wallahuma muwafik illakum mintorik. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Terima kasih atas penyampaian paparan oleh Bapak Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Bapak Prof. Ahmad Ramli.

Selanjutnya kami persilahkan kepada Bapak Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Bapak Dr. Ismail untuk menyampaikan penjelasannya.

Waktu dan tempat kami persilahkan. DIREKTUR JENDERAL SUMBER DAYA DAN PERANGKAT POS DAN INFORMATIKA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI (DR. IR. ISMAIL, M.T.) :

Bismillahirrahmanirrahim; Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh. Selamat pagi salam sejahtera buat kita semua; Yang kami hormati Pimpinan Komisi I dan Bapak-Ibu Anggota Komisi I semuanya.

Kami melanjutkan penjelasan apa yang sudah disampaikan oleh Pak Dirjen PPI, dan ini tidak panjang, hanya beberapa hal, beberapa slide yang kami sampaikan yang fokus kepada isu pengelolaan spektrum frekuensi radio.

Seperti yang sudah dijelaskan oleh Pak Dirjen PPI tadi, bahwa bahwa prinsipnya perubahan frekuensi, pemanfaatan frekuensi pada era pertelevisian analog dan digital akan mengalami proses yang disebut efisiensi. Jadi program-program yang selama ini memanfaatkan spektrum Radio, yang merupakan sumber daya alam yang terbatas ini, dilaksanakan oleh 1 frekuensi untuk 1 program TV, dan kedepan dengan komposisi pada era digital broadcasting atau frekuensi dimanfaatkan menggunakan teknlologi digital, maka satu kanal frekuensi tersebut dapat digunakan untuk beberapa kanal televisi. Yang kedua, Bapak-Ibu sekalian.

Kita juga perlu memikirkan tentang konsumsi energi, seperti Bapak-Ibu ketahui, penyiaran ini sampai kepelosok-pelosok tanah air, bahkan sampai menuju ke area-area yang

Page 7: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

7

remote area, yang konsumsi listriknya juga cukup besar, dan tidak jarang kita terkendala untuk mengembangkan infrastruktur ini, karena ketersediaan power atau listrik ini.

Nah dengan pindahnya teknologi dari analog dan digital, konsumsi power atau energi listrik ini dapat dilakukan penghematan yang cukup besar, dan kita akan bisa memanfaatkan hanya 20% dari power yang selama ini dibutuhkan untuk kebutuhan analog TV. Jadi sebagai perbandingan, kira-kira kalau 1 pemancar Radio itu, eh maaf, televisi itu bisa 10 kilowatt, maka pada era digital nanti cukup dengan 2 kilowatt saja, energi sudah bisa memancarkan siaran yang sangat berkualitas. Berikutnya, kita juga menyampaikan bahwa sesuai dengan standar internasional yang sudah kita tetapkan sebelumnya, bahwa penggunaan ini sudah juga mengefisiensikan pemanfaatan tower. Jadi dengan jumlah pemancar yang lebih sedikit, maka tower-tower yang dibutuhkan juga akan terjadi efisiensi dan penghematan.

Bapak-Ibu sekalian. Kebutuhan frekuensi untuk mengubah negara kita menjadi negara digital, atau digital-nation, sebenarnya sangat besar. Jadi kami sudah melakukan studi dan perhitungan, sampai dengan akhir 2024 itu, setidaknya dibutuhkan 1.310 megahertz tambahan frekuensi untuk mengantisipasi perubahan teknologi analog menjadi digital, untuk semua lini.

Dan saat ini kita baru bisa mengcover sebesar 737 megahertz frekuensi yang sudah di deliver untuk kebutuhan teknologi digital, ini tidak hanya untuk kebutuhan broadcasting tapi seluruh kebutuhan layanan yang memanfaatkan teknologi digital, termasuk broadband communication atau internet dan sebagainya. Nah band frekuensi yang nanti bisa dilakukan penghematan dengan berubahnya dari teknologi analog menuju teknologi digital ini, kita dapat menghemat kurang lebih sebesar 112 megahertz. Saat ini pemanfaatan TV analog itu sebesar 328 megahertz. Dengan memanfaatkan teknologi digital, maka pemanfaatan televisi itu, cukup dilaksanakan dengan 176 megahertz, dan ada 2 blok yang akan kita dapatkan yang disebut dengan digital dividen itu yang besarannya 112 megahertz dan juga 40 mega untuk melakukan cadangan menghadapi perkembangan teknologi digital selanjutnya. Nah digital dividen ini kami merencanakan untuk banyak hal, salah satunya adalah untuk kebutuhan penanggulangan kebencanaan atau yang sering disebut istilahnya PPDR, Public Protection And Disaster Relief, juga komunikasi yang digunakan untuk antar pemerintah, pendidikan, kesehatan, dan termasuk untuk internet mobile.

Pemanfaatan dari teknologi digital atau digital dividen ini, akan berkembang seiring dengan kebutuhan mengubah negara kita atau mengantisipasi perubahan Indonesia menjadi negara digital. Juga perlu kami informasikan, bahwa band frekuensi, yang dipita 700 megahertz ini adalah band yang sangat penting, karena ini adalah band kebutuhannya untuk coverage.

Jadi frekuensi radio itu secara alamiah memiliki keunggulan masing-masing, untuk pita frekuensi yang tergolong rendah di 700 mega ini, frekuensi ini dibutuhkan untuk mengcover daerah-daerah sampai di pelosok-pelosok tanah air, di rural area dan remote area. Untuk band-band yang tinggi, band diatas 2 giga dan sampai bahkan 60 giga itu kita sebut dengan band capacity. Jadi memanfaatkan untuk kebutuhan kapasitas, tapi untuk di band 700 ini, pemanfaatannya untuk kebutuhan coverage, atau layanan secara luas diseluruh tanah air. Dan kita juga mencadangkan sebesar 40 megahertz, rencananya untuk mengantisipasi kebutuhan peningkatan kualitas TV kedepan, untuk masuk ke era HDTV dan diatasnya lagi.

Bapak-Ibu sekalian. Efisiensi infrastruktur ini nyata akan terjadi, ketika terjadi perubahan dari TV analog menjadi TV digital, ini kami gambarkan untuk kebutuhan Jabotabek, kita sudah menghitung untuk saat sekarang itu, TV analog membutuhkan 28 pemancar disekitar Jabotabek ini, nanti dengan era TV digital kita cukup menyediakan hanya 5 sampai 10 pemancar saja, dengan kualitas gambar yang jauh lebih baik, dan lebih berkualitas, audio juga semakin jernih, sinyal juga tidak tergantung pada antena, karena penempatannya ini akan mengarahkan digital akan memiliki power yang sangat kuat untuk penetrasi sampai kerumah-rumah. Dan salah satu kelebihan juga dengan memanfaatkan TV digital ini, kita mengantisipasi untuk penggunaan

Page 8: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

8

dilakukan secara mobile, tidak seperti sekarang yang hanya dilaksanakan dengan analog ini, hanya bisa diperoleh siarannya dalam posisi yang posisi fix atau yang tetap dirumah-rumah.

Bapak-Ibu sekalian. Mungkin slide terakhir dari kami, jadi pemidahan analog ke digital ini juga mendapatkan ruang untuk memproduksi perangkat baru yang disebut set top box, perangkat ini sebenarnya dibutuhkan untuk para pengguna atau konsumen yang saat ini TV nya masih menggunakan TV analog. Untuk TV yang sudah TV digital, dalam hal sudah memiliki card DVB-T2 atau penerima DVB-T2 di TV-TV digital sekarang, alat set top box ini tidak dibutuhkan. Namun kalau masyarakat kita yang masih memiliki televisi analog, maka dibutuhkan alat tambahan yang disebut dengan set top box. Set top box ini rencananya kita dorong untuk di produksi di dalam negeri, dengan tingkat kandungan dalam negeri yang bisa kita tetapkan cukup tinggi, dan ini merupakan peluang baru untuk mendorong produksi industri dalam negeri juga. Dan set top box ini juga mampu untuk dilakukan pemblokiran terhadap konten-konten tertentu, sesuai dengan kewenangan nanti KPI yang akan menyampaikan, barang kali ada konten-konten yang tidak layak untuk ditonton para pemirsa, dengan menggunakan network yang terhubung dengan set top box ini, maka konten tersebut dapat diblokir secara terpusat. Dan khususnya daerah-daerah perbatasan, kita mendorong agar ada konten-konten nasional, yang selama ini saudara-saudara kita diperbatasan ini jauh lebih banyak mendapat informasi dari negara tetangga, dari pada dari kita sendiri gitu, dari Republik Indonesia. Demikian Bapak-Ibu sekalian.

Jadi secara umum, kesimpulannya memang sangat bermanfaat dan frekuensi ini sudah ditunggu-tunggu oleh publik untuk kita manfaatkan dengan banyak kepentingan, yang penting sekali untuk membangun negara kita untuk menjadi negara digital.

Terima kasih, Bapak Pimpinan, Bapak-Ibu sekalian. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Terima kasih kepada Bapak Dr. Ismail atas penjelasannya.

Selanjutnya kami persilahkan kepada Bapak Supriyono, Plt. Direktur Utama TVRI untuk menyampaikan penjelasannya.

Waktu dan tempat kami persilahkan. PLT. DIREKTUR UTAMA, DIREKTUR TEKNIK LPP TVRI (SUPRIYONO S.KOM, M.M.) :

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh; Salam sejahtera untuk kita. Om Swastiastu. Namo budaya salam kebajikan. Bapak Pimpinan sidang yang sangat kami hormati beserta Bapak-Ibu Anggota Komisi

I yang sangat kami hormati.

Mohon izin, saya akan menyampaikan terkait dengan digitalisasi penyiaran ini saya akan menyampaikan kesiapan TVRI dalam hal menyambut digitalisasi ini.

Ini adalah dasar hukum oprasional kami, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik.

Kemudian PM Kominfo RI Nomor 32 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Secara Digital dan Penyiaran Multiplexing melalui Sistem Terestrial.

Kemudian PM Kominfo RI Nomor 3 tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penyiaran Simulkas dalam rangka Persiapan Migrasi Sistem Penyiaran Televisi Analog ke Penyiaran Televisi Digital.

Page 9: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

9

Kemudian PM Kominfo RI Nomor 6 tahun 2019, Rencana Induk Frekuensi Radio untuk keperluan penyelenggaraan televisi siaran digital terestial pada pita frekuensi radio ultra high frekuensi. Next. Saat ini TVRI sudah melakukan siaran digital dengan 4 kali percobaan Pak, dan diikuti oleh beberapa Lembaga Penyiaran Swasta yang bergabung dalam multiplexer kita. Kemudian dari sisi kondisi infrastruktur TVRI, bahwa TVRI memiliki seluruhnya 361 lokasi pemancar, dengan jumlah 388 pemancar dengan kondisi sebagai berikut, yaitu 74 yang sudah full digital, kemudian 46 ini dual-case, ini adalah pemancar digital yang sekarang kita masih operasikan secara analog, karena kita masih membutuhkan satu perangkat yang namanya head end. Kemudian ada 268 pemancar yang masih analog, ini yang menjadi PR kami untuk akan kita jadikan digital, dalam hal ini tentunya kami membutuhkan penguatan dari pemerintah, karena dari sisi anggaran TVRI sangat terbatas untuk melakukan digitalisasi sistem penyiaran ini dalam waktu yang sangat singkat. Karena dengan anggaran yang ada, dengan APBN, kami hanya bisa maksimal Pak, membangun sekitar 10 pemancar, jadi untuk itu membutuhkan waktu yang sangat lama. Jadi saat ini masih ada pemancar analognya 158 itu yang on, kemudian masih ada 110 pemancar yang off Pak. Jadi yang off ini karena pemancarnya sudah tua dan menggunakan frekuensi VHF, dan sebagian sudah tidak di support oleh komponen, karena ini adalah produk-produk lama. Next.

Ini adalah jumlah lokasi pemancar digital kita Pak, ada di 74 lokasi. Saat ini adalah 17 diantaranya adalah di daerah perbatasan, kami merencanakan setiap pemancar yang ada diperbatasan, kita set dengan power yang agak tinggi Pak, jadi untuk menghindari distribusi konten yang dari luar negeri. Jadi intinya, bahwa kalau power kita lebih tinggi tentunya pemancar kita akan lebih dominan untuk bisa, tidak kalah dari pemancar-pemancar dari luar negeri. Oke, Next.

Ini adalah sebaran dari pemancar TVRI Pak. Jadi ini di seluruh Indonesia, jadi yang merah itu adalah yang sudah digital, kemudian yang biru itu adalah yang analog, kemudian yang kuning adalah yang dual-case, yang tadi saya sampaikan ini perlu perangkat untuk head end, jadi setelah itu ada, kami bisa menampung konten-konten digital dari TV swasta. Jadi seperti yang Bapak Dirjen sampaikan, jadi kami telah menampung beberapa LPS di mux kami Pak, dan umumnya di 29 ini sudah, sudah banyak yang mengikuti, bahkan di kota-kota besar ini sudah banyak yang antusias dan kita sudah kapasitas penuh. Next.

Ini adalah usulan-usulan Pak, jadi ketika nanti sudah, sudah ASO, dan kemudian ada Undang-Undang Penyiaran, kami mengusulkan adanya penguatan untuk LPP TVRI dalam, dari Pemerintah, terkait infrastruktur digital penyiaran, karena secara financial TVRI tidak mungkin bisa berdiri sendiri, atau tidak bisa berjalan sendiri. Kemudian agar, setelah ASO ditentukan, ada batas waktu, agar ada batas waktu ditentukan setelah Undang-Undang Penyiaran disahkan. Jadi misalnya 1 tahun atau 6 bulan, dan sebagainya. Kemudian penempatan, penetapan dari Pemerintah terkait mux-operator bagi LPP TVRI dan LPS.

Kemudian yang terakhir, adalah pengaturan Pemerintah terkait PNBP bagi LPP TVRI dalam hal ini mengenai tarif serta pengelolaan PNBP Pak. Karena kami sangat harus berhati-hati, karena PNBP ini adalah pemasukan dari sewa mux itu, dan kemudian kami sampai saat ini belum tahu bagaimana cara pengelolaannya, agar kami tidak menyalahi aturan dan menyalahi hukum.

Saya kira itu yang dapat kami sampaikan, untuk selebihnya mohon maaf, bila ada sesuatu yang tidak berkenan.

Terima kasih. Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Supriyono atas penjelasannya.

Kemudian yang terakhir kami persilahkan kepada Bapak Rahardian Gingging Direktur Teknologi dan Media Baru RRI, juga untuk menyampaikan penjelasannya.

Waktu dan tempat kami persilahkan.

Page 10: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

10

DIREKTUR TEKNOLOGI DAN MEDIA BARU LPP RRI (RAHADIAN GINGGING, MK.) : Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Pimpinan dan Anggota yang kami hormati.

RRI barang kali melengkapi saja Pak, apa tadi yang disampaikan oleh Bapak Dirjen. Memang untuk digitalisasi di RRI itu juga sama efisiensi dari sisi tower, sisi frekuensi,

tower juga sama persis, hanya barang kali yang perlu di update, yang kami ingin sampaikan, bahwa RRI saat ini hanya masih dalam posisi trial. Jadi ada 2 platform di radio itu DAB dengan DRM. DAB sudah kami trial sejak 2014, tapi progresnya tidak terlalu bagus, maka 2019 kemarin, kami instal lagi dengan DRM. Perbedaan DAB dengan DRM, kalau DAB itu 1 frekuensi bisa 18 kanal, 18 program, sedangkan DRM hanya bisa 3 program plus 1 text. Ini yang sedang berjalan.

Barang kali hanya sampai disitu yang kami bisa sampaikan tentang digitalisasi di RRI. Salah satu keunggulan nanti DRM, dari 1 kanal exsisting, kita gunakan dengan 3 kanal DRM plus 1 early warning system, ini yang paling jadi unggulan untuk trial ini, mudah-mudahan mulai Januari ini selesai, dan kami akan sampaikan reportnya kepada Bapak-Ibu, hanya itu saja Pak.

Terima kasih. Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Terima kasih atas penjelasan dari Bapak-Bapak sekalian.

Dan selanjutnya, kami persilahkan kepada yang terhormat Bapak dan Ibu Anggota Komisi I DPR RI untuk menyampaikan pertanyaan, tanggapan maupun masukan-masukannya.

Kemudian berdasarkan daftar penanya yang masuk kepada kami, ada 4 penanya, dan untuk penanya yang pertama, kami persilahkan kepada Bapak Lodewijk Paulus.

Kami persilahkan. F-PG (I. LODEWIJK F. PAULUS): Terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Saya Lodewijk Paulus dari Fraksi Partai Golkar, Dapil I Lampung. Izin memberikan tanggapan tentang program kita mentransfer ke era digital.

Terutama yang saya coba lihat tentang TV ya, memang tadi sudah disampaikan beberapa paparan, beberapa keuntungan dari bagaimana kita menerapkan era digital ini. Tiap bulan saya di rumah punya pengalamanya, jadi pengalamannya tidak sengaja, jadi suatu saat antena itu dipotong, antena biasa analog tinggal segini, tapi masih nempel. Kemudian nyoba-nyobalah saya, biasa kalau ada siaran sepak bola, kitakan tidak bisa pakai yang namanya TV kabel kan, kita coba beralih pakai antena, cuma pakai antena panjang, itu tidak bisa, eh tidak sengaja kepotong. Dipotong, apa yang terjadi? jadi yang tadinya segini, nah coba-coba saya cari, pencet-pencet, kalau analog itu jelek banget, tetapi pas digital, itu bisa terang, nah inilah saya bilang, mungkin ini tidak sengaja, tetapi itu dampak dari mungkin TV digital, itu yang pertama. Ini pengalaman yang tidak sengaja, akhirnya saya sekarang kalau mau nonton itu, sepak bola, gampang, dengan modal antena yang saya potong seperti ini, itu tidak sengaja,

Page 11: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

11

tapi faktanya demikian, saya kebetulan tinggal ditempat yang agak tinggi, tidak tahu gimana ya, tetapi faktanya seperti itu, yang tadinya beli antena dalam ruangan tidak bisa, pakai antena panjang, saya belanja ke Ace Hardware, tidak bisa, nggak ada, tahu-tahu dapat antena potongan ini, saya kupas sedikit, keluar kabel yang bagian dalam itu. jadi bagus. Nah yang saya lihat situ, beberapa dari situ, saya tahu, TVRI sudah berapa punya channel digital Pak ya. Kemudian TV One sudah ada berapa, kemudian Trans, kemudian ANTV ya, yang belum ada saya lihat justru Metro, tidak dapat, saya coba cari ulang diprogram itu, tidak ada. Nah tetapi TV-TV lain seperti Muhammadiyah, Gramedia, mereka sudah punya semua. Artinya sebenarnya disini kalau kita berpolemik tentang kesiapan TV-TV itu, untuk menyiarkan digital, itu tidak ada masalah, tinggal mungkin penyebaran. Katakan TV Muhammadiyah saja bisa kayak gitu, sudah ada, ya. Kemudian kedua, mungkin dari aspek kita sebagai pengguna TV, sekarang kalau kita sekarang beli TV, suka tidak suka, TV itu digital. Jadi kita pengen nonton analog, tapi haru beli TV digital, iya kita sebagai konsumen bisa kita komplain katakan begitu, tapi memang era-nya yang tadi sudah disampaikan oleh Pak Dirjen, ya itu keniscayaan sama dengan kita bicara globalisasi tahun 80-an awal, wah globalisasi, untung-rugi, kaya gini, ini kita nggak bisa lagi. Apalagi kita lihat tadi paparan dari 10 negara ASEAN, tinggal Indonesia, Timor Lesle, sama Philipina yang belum, yang lain sudah punya rencana termasuk, ada yang 2020, Singapura terakhir 2019. Nah Indonesia itu masih merah tadikan Pak, artinya dalam kontek ini, pengembangan teknologi tadi, dengan negara ASEAN, katakan Myanmar saja kita sudah kalah, Vietnam kalah, Kamboja kalah, apa kita harus tetap kaya gitu?

Nah kemudian yang ketiga, tentang iya mungkin cerita, mungkin saja ada persaingan bisnis, ini saya tidak tahu, orang berbicara untung-rugi tentang penggunaan, tadikan sudah ada juga penggunaan digitalisasi ini. Jadi saya katakan, mungkin ada yang baru masang katakan apa, antena penyiaran ya, tahu-tahu sudah mau rubah lagi, ada yang saya baca itu ada yang 5 tahun ganti baru, tapi mungkin resiko yang harus kita hadapi.

Oleh karena itu, saya sarankan kepada kita Anggota DPR, termasuk lembaga yang berkepentingan dengan itu. Kita harus berani maju, dengan tentunya berhitung kerugian-kerugian, berbicara saat kita hijrah ke era digital, pasti ada untung-ruginya, artinya kita harus lihat, karena saya lihat juga, apakah kalau dibilangin, orang kan keluhkan nanti daerah terpencil, itu masyarakat tidak bisa menikmati siaran digital, tunggu dulu, cek ke daerah terpencil, saya kebetulan background saya tentara Pak, kerjaan saya masuk kedaerah-daerah terpencil, mulai dari Timor Leste sana, anggaplah Timor-Timor dulu yang miskin, tapi mereka juga sudah pakai antene para bola, artinya semua tidak ada masalah, kalau kita lihat daerah yang nggak ada, yang kita kalau mau pasang antena biasa itu, sampai 50 meter pun nggak bisa, mereka sekarang pun sudah bisa pakai di daerah, pakai antena parabola, semuanya tidak ada masalah ya, kalau ini, cuma mungkin ada masalah bisnis itu yang tadi ya. Iya marilah kita beri kesempatan kepada mereka mempersiapkan diri, kalau saran saya mungkin jangan totally switch off, ya, tapi buatlah bertahap, sehingga mereka juga menyiapkan diri, iya katakan “oh aku baru bangun 5 tahun”, nah sekarang berapa rencana kita betul totally switch off, apakah 5 tahun? sehingga mereka juga ada kesempatan, kalau dia katakan “saya baru bangun baru 5 tahun”, masa sudah mau ganti lagi. Kasih kesempatan lah dia, mungkin tahun keempat setalah Undang-Undang ini disahkan, baru dia bisa kesana. Tetapi memang kita harus kesana, prinsip tentunya, saya juga sebagai pengguna dan juga sebagai Anggota DPR, tentunya mendukung penuh ya, tentang hijrahnya kita ke era digital, karena kalau tidak kita berpolemik terus dengan ini, karena Undang-Undang Penyiaran ini termasuk di Komisi I paling lama Pak, tidak jadi-jadi, dan saya yakin paling lama saya pikir, Bapak-Ibu tahu semua, kenapa tidak jadi-jadi? pasti banyak kepentingan. Itu saja, terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Page 12: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

12

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Terima kasih Pak Lodewijk.

Pertanyaan selanjutnya kami persilahkan kepada Pak Sugiono, dan Ibu Nurul sebagai penanya berikutnya. F-GERINDRA (SUGIONO): Baik.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Shalom, Om Swastiastu.

Saya Sugiono, Anggota A-097, dari Dapil Jateng I, Fraksi Partai Gerindra.. Bapak-Bapak yang terhormat. Terima kasih penjelasannya, tapi saya agak saya bertanya sebagai orang yang awan

soal frekuensi digital. tadi dikatakan dalam presentasI yang disampaikan, adalah spektrum demand KITA sampai dengan 2024 itu ada 2.047 megahertz, yang pemenuhannya sampai saat ini hanya baru sebesar 737 megahertz. secara teknis Pak penjelasannya, bagaimana, karena kalau dalam pikiran saya kebutuhannya segitu, terpenuhi sekian, berarti ada mins untuk mencapai kebutuhan tersebut. Yang saya tanyakan bagaimana proses yang perlu kita lakukan? yang harus kita lakukan? dalam rangka mencapai ketersediaan frekuensi digital tersebut, yaitu kurang lebih sisanya tadi 1.310 megahertz. Kemudian, pertanyaan, mungkin ini bukan pertanyaan ya, tapi sekedar, kalau tadi kita lihat dalam sistem penyiaran televisi terestrial menggunakan teknologi digital, dimana lembaga-lembaga penyiaran, baik TVRI maupun lembaga penyiaran swasta, itu harus melalui apa yang disebut dengan penyedia layanan multiplexer. Dalam proses percobaan yang selama ini telah dilakukan, baik oleh TVRI maupun oleh lembaga penyiaran swasata, siapa yang berfungsi sebagai penyedia layanan multiplexer tersebut? Kemudian kedepannya nanti, didalam Undang-Undang Penyiaran yang akan disusun, siapa pula yang berhak atau boleh mendapatkan predikat atau di grand hak untuk menjadi penyedia layanan multiplexer? karena kita ketahui frekuensi, tadi seperti disampaikan oleh Bapak, adalah faktor produksi milik negara, iyakan. Jadi ini harus, kalau dalam pandangan kami ini harus dikuasai oleh negara, sebagai identitas yang berhak untuk memberikan hak pelayanan multiplexer tersebut. Karena nanti, jangan sampai kalau misalkan ini jatuh ke entitas-entitas di luar negara, banyak hal-hal yang sifatnya an article yang justeru nanti bisa dijadikan alat untuk mematikan industri-industri penyiaran selain penguasa multiplexer tadi.

Kemudian pertanyaan saya berikutnya Pak, tadi didapatkan efisiensi frekuensi, kalau saya boleh katakan itu dalam bahasa yang gamblang, dan sisanya ada digital dividen. Nah kalau kita menyambung, tadi digital dividen itu sampai ke 806 megahertz, kan tadi kebutuhannya 1.310 megahertz saja Pak, apakah itu nyambung ke atas nya? atau seperti apa? penjelasannya saya tidak mengerti. Karena kalau frekuensi itu ada di atas 800 megahertz sampai dengan plus 1.310 tadi, itukan juga sudah masuk kedalam frekuensi mobile phone, kalau tidak salah saya gitu Pak, karena GSM ada 1800 up. Kemudian itu nanti apakah juga akan digunakan untuk kepentingan penyiaran? Karena tadi kalau misalnya digital dividen 112 megahertz, kebutuhannya untuk penanggulangan bencana dan sebagainya-sebagainya, apakah itu nanti semua akan menghabiskan semua frekuensi yang tersisa? dan kemudian sisa frekuensi yang kita butuhkan, kalau misalnya nanti kemudian kita bisa peroleh, kita bisa penuhi, apakah itu nanti juga akan dipakai untuk kepentingan penyiaran atau kepentingan lain yang sudah tercantum disini?

Saya kira itu saja. Terima kasih.

Page 13: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

13

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Terima kasih Pak Sugiono, selanjutnya kami persilahkan kepada Ibu Nurul dan cadangan Pak Yan Permenas.

Silahkan Ibu Nurul. F-PG (NURUL ARIFIN, M.SI.): Baik Pak terima kasih.

Selamat pagi Bapak-Bapak Dirjen dan semua pejabat dilingkungan Kementerian Kominfo.

Ada beberapa pertanyaan dari saya, 3 pertanyaan sih sebetulnya, baik buat Bapak Dirjen, Pak Ramli, tapi saya lebih ke Pak Ismail, ya, ada beberapa sih, nanti di mix saja.

Pertanyaan saya yang pertama, adalah soal penambahan frekuensi Pak, tadi Bapak mengatakan hingga tahun 2024 dibutuhkan sampai dengan 1.882 megahertz begitu ya, tapi ada target tambahan 1.310 hingga 2024, nah soal teknis beginikan saya tidak mengerti ya Pak, tidak paham, namun demikian saya berharap, seandainya pekerjaan ini bisa diselesaikan sebagai undang-undang prioritas kami tahun ini, nah ini supaya kebutuhannya sekaligus, sekaligus apa, tidak, tidak, tidak di apa, tidak sedikit-sedikit, tapi secara global begitu Pak ya. Dan saya tidak tahu, apakah ini nanti, yang jelas pasti tidak masuk dalam Undang-Undang Pak ya, tapi ini kebutuhan dari Kominfo begitu. Dan Kemudian soal penguatan KPI, tadi penjelasan Bapak Dirjen, saya melihat satu statement yang kontradiktif. Bapak ingin memperkuat dalam bentuk, supaya badan organisasi tersebut menjadi powerfull, namun secara konten. Kami setuju jika untuk, untuk apa, untuk penyiaran itu diberikan kepada Pemerintah untuk perizinannya, bukan kepada KPI, memang itukan dalam kepala kami, mindsetnya memang itu Pemerintah disitu. Nah powerfull-nya itu seperti apa? terus kalau 3 tahun menjadi 5 tahun, saya kira kebanyakan lah, mungkin 4 tahun sudah cukup ya Pak ya, itu yang berikutnya.

Kemudian yang ketiga, tentang ini Pak, yang tadi Bapak sebutkan, seandainya digital itu diberlakukan, maka ada perangkat yang diperlukan yaitu set top box ya Pak ya, STB, apakah betul-betul diperlukan atau tidak Pak? Karena kan dulu pengalaman waktu itu kita punya RCTI, awal-awal dulu kita harus pakai dekorder, dalam perjalanannya tidak. Kalau kata Bapak tadi disini akan mendukung industri dalam negeri, saya kira itukan salah satu dari sekian banyak produksi dalam negeri, tapi pertanyaan saya, jangan sampai ada satu perangkat yang diadopsi, yaitu TV digital, tapi juga memberatkan masyarakat, misalnya harus dilengkapi dengan satu alat yang harus kita beli, seperti apa, jangan-jangan harus kita sewa alatnya dan sebagainya, saya kira itu kalau bisa tidak, di drop, tidak usah di, tidak usah ada alat tambahan, supaya kita bisa menikmati TV Digital tersebut. Nah lebih dari pada itu, kami Pak, dari Komisi I memang sangat ingin segera membuat undang-undang ini terealisasi. Namun kami tidak paham nih Pak, sebetulnya apa yang menghambat begitu?, sehingga undang-undangnya ini yang tadinya dari Pemerintah, sekarang ke DPR, apa sebetulnya yang menghambat ini begitu, saya pengennya terbuka saja, supaya kita bekerja itu enak gitu ya, karena sejak tahun 2009, ketika saya di Komisi I juga, periode-periode lalu itu ini sudah pernah dibahas, tapi tidak ketemu-ketemu, kan kita malu Pak diantara negara Asean saja belum punya, belum selesai, Belanda yang pertama kemudian negara-negara lain terakhir tahun ini begitu.

Saya dipercaya oleh fraksi saya untuk nanti masuk ke Panja Penyiaran, dan mudah-mudahan nanti di Baleg kami dipercaya juga sebagai Kapoksi Baleg Partai Golkar. Mudah-mudahan ini bisa diterima oleh Partai-Partai lain dan mendapatkan dukungan teman-teman fraksi lain yang ada di Komisi I ini, dan nanti bekerja sama di Panja, untuk Undang-Undang Penyiaran ini bisa bekerja sama.

Page 14: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

14

Nah saya cuma ingin tahu sedikit, biarpun terbuka, tapi saya kira ini tidak untuk konsumsi apa, konsumsi publik begitu ya, kira-kira apa sih yang menghambat RUU yang dibutuhkan ini? tapi terseok-seok jalannya begitu? ada kepentingan apa? Kalau kita buat kepentingan republik, kita pasti akan dahulukan mesti, kita maunya ideal, ideal seperti itu saja.

Yang terpenting adalah dari seandainya Undang-Undang Penyiaran ini jadi, kemudian TV Digital bisa diberlakukan dan dinikmati secara umum, bukankan efisiensi yang kita lakukan juga sudah besar dan menguntungkan republik ini, itu saja.

Terima kasih Pak.

F-PG (DAVE AKBARSHAH FIKARNO, M.E.) :

Ijin Pimpinan. Sebelah sini Pimpinan.

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Silahkan. Iya

F-PG (DAVE AKBARSHAH FIKARNO, M.E.) : Saya juga daftar Pimpinan. Sebelah kanan.

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Oh iya, silakan Pak Dave.

F-PG (DAVE AKBARSHAH FIKARNO, M.E.) : Pak Yan dulu Pak, tadi.

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Saya kira Yan baru ke Pak Dev ya, terakhir Pak Sturman. Oke.

Silakan Pak Yan. F-PARTAI GERINDRA (YAN PERMENAS MANDENAS, S.SOS.M.SI): Terima kasih Pimpinan.

Pertama-tama yang saya hormati para Dijren dan Direksi LPP TVRI serta pelaksana tugas Direksi LPP TVRI. Yang pertama, dari penjelasan yang tadi sudah disampaikan kepada kami, saya ingin untuk meminta penjelasan tambahan dari Pak Dirjen, tadi kalau saya setuju dengan digitalisasi yang akan kita gunakan ya, melalui pembahasan RUU Penyiaran nanti.

Pertanyaan singkat saya, dari paparan TVRI tadi Pak, ya, dari paparan TVRI tadi, kita bisa lihat, bahwa pemancar digital yang dimiliki TVRI sendiri baru 74, kemudian pemancar analog 155, eh 158 yang on, yang tidak on ada 110. Nah kita lihat lagi penjelasan tadi dari Direksi LPP RRI, kalau RRI bahkan, bukan optimis lagi, bisa menyesuaikan, bisa melakukan penyesuaian ketika kita menggunakan digitalisasi, gitu, bahkan RRI sendiri mungkin belum siap dari sisi infrastruktur, sehingga pertanyaan saya, apa terobosan Pemerintah untuk menghidupkan 2 lembaga ini Pak? TVRI dan RRI? Gitu. Karena saya kalau … jangan sampai kita, Pemerintah yang justru tidak siap untuk melakukan penyesuaian terhadap penggunaan digitalisasi, gitu, apalagi RRI dan TVRI ini adalah 2 aset Pemerintahyang harus kita sudah siap terlebih dahulu sebelum kita

Page 15: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

15

menggunakan sistem digital, nah itu. Karena pikiran saya jangan sampai digital ini ya, kita upgrade dari analog ke digital, kemudian ini justru akan menguntungkan swasta ketimbang Pemerintah sendiri, walaupun manfaatnya pada masyarakat sangat besar, pasti itu. Dan juga dari sisi efisiensi, oke, listrik saya pikir oke, karena pertumbuhan mendasar saya itu sejauh mana kesiapan infrastruktur kita secara tersistem, nah itu Pak. Karena kita lihat saja, kemarin kami ke NTT Pak, Palapa-Ring saja yang dibangun di wilayah timur, NTT dan Papua saja, belum maksimal Pak, penggunaannya. Dari Kominfo sendiri untuk mendrive bagaimana supaya peraturan itu bisa memanfaatkan Palapa Ring yang dibangun oleh Pemerintah sendiri, sampai hari ini saja bekum berjalan maksimal Pak, nah itu. Sehingga sekarang kita bicara digital, ya ini harus benar-benar komprehensif Pak, gitu, dari sisi rancangan kita, tapi juga kesiapan infrastruktur. Sehingga suatu ketika nanti, benar-benar manfaatnya akan berdampak baik juga bagi kemajuan Pemerintah, tapi juga dimanfaatkan lebih besar oleh masyarakat. Karena akses penggunaan Palapa Ring di kawasan timur saja sampai sekarang saja, itu masih berpusat dikota-kota tertentu saja Pak, tidak tersebar. Tadi Bapak bilang kepelosok-pelosok, pertanyaan saya apa benar pelosok? Sejauh mana grand desain infrastruktur untuk mendukung sistem ini? gitu. Sehingga itu yang saya butuh tolong dijelaskan, secara tersistem kesiapan infrastruktur kita untuk mendukung pemberlakuan sistem digitalisasi nanti.

Terima kasih, kami kembalikan. KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Terima kasih Pak Yan.

Dan berikutnya, silahkan Pak Dave, setelahnya Pak Sturman. F-PG (DAVE AKBARSHAH FIKARNO, M.E.) : Terima kasih Pimpinan.

Rekan-rekan sekalian dari Kominfo dan dari TVRI dan RRI. Ini kita membahas suatu produk yang sudah memakan waktu 8 tahun Pak, ini pembahasan ini mulai dari tahun 2012, jadi dari DPR sebelum saya dilantik, sebelum saya jadi, jamannya Teh Nurul yang periode pertama, ini sudah dibahas, jaman saya masuk belum kelar-kelar juga, nah sekarang masih belum kelar-kelar juga, alhamdullilah.

Tadi memang pertanyaannya semua sama, kita ini Pak, bahkan sebenarnya jujur saja, waktu ini awal rapat Komisi I, kami Fraksi Golkar sebenarnya tidak ingin membahas lagi, karena apa? karena sudah 3 tahun itu di, di, mandeg di BALEG, tidak selesai-selesai. Padahal di Komisi I sudah rampung. Jadi sebenarnya kita bahas lagi, ya saya juga bingung, apa lagi yang mau dibahas, orang sudah selesai, sudah selesai dibahas di Komisi I, sudah dikirim di BALEG, sekarang dibahas lagi kemari, apalagi yang mau dibahas. Kecuali ada suatu apa namanya, gebrakan, baik dari Kominfo, TVRI, RRI, yang mengangkat semua barrier-barrier, sehingga undang-undang ini bisa segera diselesaikan, ya pasti pembahasannya akan sama lagi, mentok lagi, mentok lagi. Nah tadi yang dipertanyakan oleh Teh Nurul sih langsung to the point saja, apa yang jadi permasalahannya?

Kalau ada, ya sekarang kita bahas, kalau misalnya saja kita ngebahas pasal lagi, pasal lagi, bahas DIM lagi, ya kita hanya ya mengulang kaset yang lama lah, begitu. Nah saya sih berharap ada gebrakan itu, sehingga kita bisa menyelesaikan permasalahan ini, sehingga hutang kita kepada bangsa dan negara bisa selesai.

Nah cuma yang saya ingin tanyakan juga, mengenai platform-platform media, bukan media sosial, maaf, platform-platform TV, seperti Netflix gitu-gitu ya, ya dulukan kalau kita nonton RCTI ada dekoder, sekarang sudah tidak ada.

Tapi sekarang ada seperti Netflix, lalu Telkomsel juga membuat Iflix, dan juga ada beberapa platform-platform baru ya, yang menjual konten, nah dia juga, dia masuk ke Indonesia itu bebas, tidak ada pajak, terutama, dan juga tidak ada sensor. Nah inilah yang saya ingin bahas, ini dari Kominfo ini, apakah akan menggunakan ya, pembahasan yang belum kelar ini, didalam RUU Penyiaran, untuk mencakup hal-hal permasalahan tersebut?

Page 16: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

16

atau mau memisahkan? sehingga membuat undang-undang baru untuk platform-platform tersebut? Kalau misalnya dimasukan, ya “oke”, dan juga, tapi jangan sampai Undang-Undang Penyiaran ini, yang sudah dibuat tahun 2002, direvisi 2012, sampai sekarang tidak selesai, nanti begitu baru mulai diundangkan, 2-3 tahun, sudah dianggap obsolete, sehingga harus lagi direvisi, revisi 10 tahun lagi, atau 12 tahun lagi, nggak kelar-kelar ini Pak, gitu.

Ini sekarang kita tonton TV saja, sekarang sudah bisa melalui handphone kita masing-masing gitu ya. Nah apalagi nanti-nanti, mungkin sudah kita pakai kacamata saja, sudah langsung kita bisa nonton sendiri, kita tidak tahu, teknologikan berkembang terus ya.

Nah inilah yang ingin saya tanyakan, apakah RUU Penyiaran ini yang sekarang ini sudah, yang sekarang ini masih belum selesai ini, ya, yang sudah 8 tahun dibahas di DPR, ini apakah sudah diprediksi untuk mencangkup teknologi yang akan datang? atau ini hanya masih melihat 1,2,3,4 tahun kedepan? apakah bisa ini, cukup sampai dengan 10-20 tahun yang akan datang, atau nanti harus direvisi lagi dan memakan waktu yang lama lagi.

Iya sekian itu saja. Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Terima kasih Pak Dave.

Selanjutnya Pak Sturman, dan persiapan Pak Dede, berikutnya. F-PDIP (MAYJEN TNI MAR. (PURN) STURMAN PANJAITAN, S.H.): Terima kasih Pimpinan.

Terima kasih Bapak-Bapak yang telah memaparkan tentang khususnya sebenarnya keuntungan atau benefit dari digital penyiaran dengan menggunakan teknologi itu. Tapi kalau saya lihat, sebenarnya persoalan kita bukan disitu Pak, mandeg-nya. Kalau itu, semua setuju, pasti, karena itu Bapak akan mengatakan, itu keniscayaan, yang tidak bisa siapapun menghambat itu, itu sudah teknologi. Tapi kalau saya melihat, gaya-gaya Bapak ini, ada persoalan lain yang Bapak sembunyikan, kenapa sampai sekian tahun lamanya? Apakah single mux? atau multiplayer mux? apa? Inikan yang persoalannya, bukan dari analog menjadi digital, bukan itu persoalannya, karena semua, siapapun setuju. Kan persoalannya, apakah single mux atau multiplayer operator? itu yang menjadi persoalan, kalau menurut saya loh, lihat gaya Bapak tadi mepaparkan itu. Karena yang Bapak paparkan hanya benefit-nya tok.

Tadi Pak Dirjen mengatakan akan menyampaikan DIM, dampak dari, dampak negatif dari TV ini, atau siaran-siaran apapun itu, apa RRI maupun televisi, apakah merupakan nanti ternasuk data DIM itu Pak, karena terus terang, dampaknya ini luar biasa, khususnya bagi anak-anak generasi penerus kita. Nah ini yang mungkin perlu kita diskusikan lebih dalam, kalau yang masalah dari analog ke digital, siapapun percaya, siapapun setuju itu

Kemudian ke apa, RRI Pak. Saya ingin penjelasan Bapak, apakah seluruh wilayah Indonesia ini, sudah bisa dicover oleh RRI? Kalau belum, dimana saja Pak? kita tidak usah sibuk terlalu buat apa, merubah Undang-Undang ini, karena itu harus ada penjelasan juga, termasuk juga dari TVRI, apakah seluruh wilayah? Karena saya, dapil saya itu, di Kepulauan Riau, itu kita lebih banyak mendapat siaran dari negara tetangga, baik radio maupun televisi.

Nah padahal Presiden kita sekarang untuk daerah perbatasan ini menjadi prioritas, nah ini mungkin perlu penjelasan tambahan, agar seperti kata teman-teman tadi, Undang-Undang ini tidak sekedar dibahas-dibahas dan menghabiskan waktu, sementara hakiki sebenarnya yang dipersoalkan itu tidak pernah kita ungkapkan.

Terima kasih Pimpinan.

Page 17: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

17

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Terima kasih Pak Sturman.

Dan mungkin yang terakhir Pak Dede, silahkan.

F-PDIP (JUNICO BP SIAHAAN, S.E.): Ijin Ketua.

Ikut terakhir.

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Oke.

F-PDIP (DEDE INDRA PERMANA, S.H.): Terima kasih Pimpinan dan segenap pengurus dari Dirjen maupun lembaga yang lain yang hadir. Tadi sudah dijelaskan beberapa tentang platform maupun yang disampaikan Mas Dave, memang di Undang-Undang Nomor 32, tidak masuk tentang pengaturan Netflix maupun Youtube, maupun Facebook. Hal-hal itu hanya mengatur tentang televisi. Bagaimanapun kedepan mungkin ada rumusan kesana, dan tentunya dengan adanya frekuensi yang ada sekarang ini, Pemerintah maupun swasta kan sudah mempunyai sistem. Nah yang diharapkan dari Bapak-Bapak ini, kira-kira apakah dikelola full dengan Pemerintah? atau dikelola dengan pihak swasta?

Saya mohon jawabannya. Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Terima kasih Pak Dede.

Pak Nico dipersilahkan. Mungkin ada yang lain, setelah Pak Nico? Yang terakhir, Pak Nico.

F-PDIP (JUNICO BP SIAHAAN, S.E.): Baik.

Terima kasih Pak Ketua. Bapak-Bapak para tamu yang kami hormati.

Saya mau menyikapi sedikit mengenai ada masalah teknis yang kami juga perlu ketahui, tapi ada permasalahan lain yang berkaitan dengan persiapan kita menuju digitalnation, yang tadi sudah disampaikan ditempat ini.

Jadi kalau saya melihat dihalaman tersebut saja, saya jadi melihat ada kebutuhan, Indonesia disini dikatakan Indonesia membutuhkan total frekuensi mobile broadband sebanyak 1.882 megahertz hingga 2024. Kebutuhan ini berdasarkan apa kira-kira? bisa dijelaskan? Apa yang membuat kita dinyatakan membutuhkan sebanyak 1.882 megahertz ditahun 2024? Dan kemudian Kementerian Kominfo terus mengupayakan membuhi kebutuhan tersebut, dengan menetapkan target, artinya Kominfo dalam hal ini mampu, artinya frekuensi ini bisa dibuat.

Boleh tidak diceritakan kepada kami mengenai teknisnya!

Page 18: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

18

Karena kalau setahu saya, kalau frekuensi seperti radio frekuensi ya, frekuensi dari mulai saya kecil sampai sekarang, 87 sampai 108 kan gitukan. Artinya kalau disini ada spektrum yang bisa ditambahkan berarti, apakah itu akan bertambah, boleh kami dijelaskan sedikit! supaya saya yakin juga teman-teman masalah teknis perlu di-update sedikitlah, mengenai perkembangan teknologi. Ada, ada positifnya Undang-Undang Penyiaran ini belum diselesaikan, yaitu adalah perkembangan teknologi yang begitu pesatnya, sehingga kita maunya nanti ketika Undang-Undang Penyiaran ini selesai, kita ketok, itu Undang-Undang yang cukup mampu menyikapi perkembangan teknologi, yang menurut saya luar biasa cepatnya, dalam waktu 5-10 tahun kedepan, jangan sampai Undang-Undang itu kita ketok, tapi baru sampai 2 tahun-3 tahun, masuk teknologi sudah tidak berfungsi lagi, ada digital yang, teknologi yang lebih baik lagi, sehingga frekuensi yang kita punyapun dirasakan kurang cukup, kalau katakan disini dari chanel-nya di era TV digital, hanya bisa menjadi, 1 kanal bisa menjadi beberapa frekuensi. Kita nggak tahu lagi 4K, 8K, berapa kebutuhan yang dibutuhkan untuk mendapatkan bisa menayangkan 1 stasiun TV misalnya.

Dan kemudian, apa masukan dari Bapak-Bapak disini? terkait dengan perkembangan teknologi, apakah ada yang perlu kami tambahkan? didalam pasal-pasal, didalam Undang-Undang Penyiaran tadi, apa yang perlu kira-kira ada kita siapkan? supaya itu tadi, ini Undang-Undang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan didepan.

Dan kemudian, kalau kita bicara kedaulatan digital, Bapak-Bapak, inikan Bapak-Bapak membicarakan mengenai digitalnation, kalau kami ingin berbicara mengenai kedaulatan digital itu sendiri, BAKTI sudah membangun tower, Indonesia sudah tersambung secara digital dari Sabang sampai Merauke.

Tetapi apakah kita sudah berdaulat secara digital? Berdaulat secara digital, artinya Pemerintah memang yang benar-benar mengatur segala sesuatu yang ada difrekuensi ini, semua yang ada diatas ini, Pemerintah yang atur, jadi jangan ada orang lain yang mengaturnya ya. Ini harus, ini adalah kedaulatan yang ada didalam, kedaulatan digital ini.

Yang kedua, bukannya ingin mengukung ya, tapi jangan sampai kita sendiri tidak bisa mengatur barang apa, atau tayangan apa yang masuk dalam alat-alat receiver yang kita terima, baik televisi maupun gadget yang sekarang.

Nah inipun perlu ada kedaulatan khusus menurut saya, sehingga kita bisa mengatur, bukan, bukan mau mengatur sebetulnya ya, bukan menjadi seperti China ya, yang mengatur segala sesuatu yang masuk kedalam ini, apa, penontonnya, tetapi kami ingin negara pun pada saat-saat yang diperlukan bisa mengatur dan berdaulat secara konten.

Kami kira-kira seperti itu. Terima kasih.

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Terima kasih. Pak Nico penanya terakhir. Bapak Dirjen yang kami hormati.

Demikian tadi tanggapan dan masukan yang disampaikan oleh yang terhormat Bapak dan Ibu Anggota Komisi I DPR RI.

Selanjutnya kami persilahkan kepada Bapak Dirjen, mungkin secara bergantian iyakan, nanti untuk menyampaikan jawaban-jawabannya.

Waktu dan tempat kami persilakan.

Page 19: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

19

DIREKTUR JENDERAL PENYELENGGARAAN POS DAN INFORMATIKA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI (PROF. DR. AHMAD M. RAMLI, SH, MH, FCBARB.) : Terima kasih.

Pimpinan dan Anggota Komisi I yang kami hormati.

Pertanyaan pertama, dari Haji Pak Lodewijk F. Paulus, yang menyampaikan terkait dengan perbedaan penerimaan digital dan analog. Memang secara teknis dan juga secara kualitas, akan sangat berbeda. Kalau analog itu bisa saja ditengah-tengah, makin jauh dia makin jelek, tapi kalau digital dia akan tetap stabil sampai dengan hilang baru dia stop. Jadi nikmat sampai titik terakhir sebetulnya, itu yang disebut dengan digital itu.

Oleh karena itu kemudian, sekarang produksi-produksi TV pun sudah tidak ada lagi yang menjual produksi-produksi yang analog. Jadi mereka rata-rata sudah memproduksi yang digital, tadinya digital ready saja, tapi sekarang sudah rata-rata digital, dan tidak ada lagi analognya. Oleh karena itu keniscayaan untuk kita untuk berpindah ke digital itu sudah menjadi suatu keharusan. Kami juga memahami betul, bahwa ada soal dilapangan, pasti, karena penduduk yang menggunakan TV analog, pasti masih ada, oleh karena itu persiapan untuk Pemerintah bagaimana memberikan layanan set top box itu menjadi pemikiran kita kedepan.

Kemudian ASO itu harus bertahap, kami sangat setuju karena negara-negara lainpun, kami juga berbicara, ada tamu dari Jepang menjelaskan dan lain-lain, mereka rata-rata membuat masa transisi yang cukup baik. Tapi bagi kami sebetulnya masa transisi saat ini 2 tahun, itu sudah cukup.

Jadi kalau ini disahkan misalkan tahun ini, tahun 2022 mestinya kita sudah bisa analog switch off, sehingga tidak terlalu ketinggalan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Kemudian Pak Sugiono dari Gerindra, pada prinsipnya kalau terkait dengan penyedia layanan multiplexing, siapa yang akan menyelenggarakan? sampai saat ini Pemerintah masih mengkaji terus, karena beberapa praktek di negara-negara lain itu, ada yang menggunakan single-mux ada yang multi, tapi ada juga yang meng-combine keduanya.

Jadi apakah nanti dilaksanakan oleh Pemerintah, oleh swasta, tentunya ini masih dikaji terus untuk kami bisa mendapatkan model yang terbaik. Tapi kami juga bisa melihat, bahwa Malaysia sebetulnya mereka single-mux tapi menggunakan satu perusahaan yang dilelang, dan dengan itu kemudian dia menyelenggarakan sebagai multiplexer, tapi ada juga negara yang menyerahkan menjadi multi-mux, gitu. Nah ini saya kira nanti akan kita lihat. Tapi tentunya negara-negara ini rata-rata menyerahkan bagaimana policy itu adalah ke Pemerintah, jadi Pemerintah yang mengatur itu semua. Kemudian terkait dengan efisiensi frekuensi digital dividen, saya kira Pak Ismail nanti akan menjelaskan, tapi intinya frekuensi 700 itu frekuensi yang sangat cantik, dan dia bisa digunakan untuk 5G, untuk layanan-layanan yang sangat prima. Tapi saya kira nanti Pak Ismail yang akan lebih detail.

Prinsipnya frekuensi 700 ini akan kita peroleh kalau kita beralih, nah mungkin pertanyaan dari Bapak-Bapak dan, Bapak dan Ibu yang terhormat ini, kenapa Pemerintah tidak bergerak kearah situ? Karena ada putusan pengadilan, putusan Mahkamah Agung mengatakan bahwa “analog switch off”, yang artinya dengan analog switch off itu kita bisa mendapatkan frekuensi 700 sebagai digital dividen, hanya bisa dilakukan dengan undang-undang dan tidak boleh dengan produk hukum yang lain.

Sehingga kami menunggu undang-undang ini, kami tidak bisa bergerak kesana kemari dengan metode apapun, kecuali undang-undangnya sudah ada lebih dahulu. Jadi undangan pada hari ini adalah suatu harapan baru buat kami, agar undang-undang ini bisa segera ada, dan kami bisa melakukan aksi-aksi berikutnya.

Kemudian yang terhormat Ibu Nurul Arifin dari FPG, kami juga penguatan KPI itu adalah komitmen kami, jadi kedepan sebetulnya, KPI ini sekarang kesekretariatannya saja hanya dipimpin oleh Eselon II, kami ingin dia dipimpin oleh Eselon I, sebagai Sekjen,

Page 20: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

20

kemudian KPI juga mestinya punya kapasitas untuk melakukan semacam panel untuk menetapkan sanksi, menyelesaikan sengketa dan lain-lain.

Bahkan audit rating untuk menetapkan rating-nya TV ini, kalau KPI bisa melakukan itu akan jauh lebih baik, menurut kami, dari pada kita menggunakan selalu perusahaan-perusahaan rating dari luar negeri, kalau KPI bisa melakukan sendiri, itu jauh lebih baik.

Kemudian kami juga, kalau boleh usul KPI itu bisa menerapkan sanksi denda. Jadi kalau pikiran yang lama kan, bagaimana dia bisa powerfull itu, kalau dia bisa cabut izin, tapi sebetulnya dengan mengenakan denda, itu jauh lebih baik, kalau menurut kami.

F-PG (NURUL ARIFIN, M.SI.):

Sedikit intrupsi ya Pak Ramli. Pak Pimpinan izin. Ini juga yang menjadi keprihatinan ya, kan KPI di pusat itu memang didanai dari

APBN, tapi KPI yang didaerah oleh dana dari Pemerintah Daerah, dengan sebutan masuk ke nomenklaturnya Bansos begitu Pak ya, itu bagaimana caranya kami minta masukan lah, supaya didaerah itu tidak jadi suka-suka dari Pemkot/Pemdanya begitu ya, kan kasihan nasibnya, yang di Pusat bagus, tapi di daerah seperti ada dan tiada, mungkin itu juga bahan masukkan untuk nanti ke Undang-Undang KPI.

Terima kasih.

DIREKTUR JENDERAL PENYELENGGARAAN POS DAN INFORMATIKA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI (PROF. DR. AHMAD M. RAMLI, SH, MH, FCBARB.) :

Boleh kami lanjutkan?

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Silakan Pak.

DIREKTUR JENDERAL PENYELENGGARAAN POS DAN INFORMATIKA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI (PROF. DR. AHMAD M. RAMLI, SH, MH, FCBARB.) :

Ini adalah konsen kami juga, Ibu Nurul yang kami hormati. Kami juga berbicara

dengan Dirjen Otda waktu itu, ketika anggaran KPI didaerah distop, karena ada Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang justru melimpahkan kewenangan Penyiaran Telekomunikasi ini ke pusat, sehingga mereka mengatakan “kami tidak bisa anggarkan di APBD”.

Oleh karena itu setting dari organisasi KPI kedepan, itu justru akan terpusat seperti KPU, dan yang ada didaerah itu adalah kepanjangan tangan yang dibentuk oleh KPU Pusat, sehingga pendanaanya akan seluruhnya berasal dari Pusat.

Kominfo siap mensetting pendanaan itu untuk seluruh KPI yang sampai dengan yang ada didaerah. Tapi untuk itu perlu diubah, karena kalau setting di Undang-Undang Penyiaran sekarang, KPI Daerah itu tidak dibentuk oleh KPU Pusat, tapi dibentuk oleh Pemerintah daerah bersama DPRD nya. Padahal secara Undang-Undang Pemda, mereka tidak boleh menggunakan APBD untuk itu. Jadi akan kita selesaikan dengan Undang-Undang ini.

Kemudian terkait dengan, apa yang menghambat RUU ini? sebetulnya kalau kami di Pemerintah menunggu saja, kalau Komisi I mengirimkan kepada kami, kami akan segera kami membuat DIM dan kami akan siap untuk membahas ini.

Terkait dengan pertanyaan dari yang terhormat Pak Yan, saya kira tidak ada yang di kita semua yang tidak setuju dengan beralihnya analog di digital ini, hanya yang menjadi soal memang bagaimana kita bisa menyiapkan itu semua secara cepat dan kami terhambat dengan putusan MA, yang mengatakan memang harus dengan Undang-Undang, sehingga kami menunggu Undang-Undang itu.

Page 21: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

21

Terkait dengan bagaimana peran Pemerintah untuk memberdayakan dan meningkatkan LPP TVRI dan RRI, saya kira pemikiran kami sama dengan Komisi I yang juga berfikir akan menggabungkan RRI dan TVRI menjadi RTRI, karena Undang-Undang RTRI juga menjadi salah satu RUU di DPR ini.

Nah oleh karena itu kami juga benchmark, kalau NHK itukan, TV dan radionya jadi satu, dan mereka menjadi sangat kuat juga. Dan oleh karena itu dengan platform yang ada sekarang, kalau kami boleh mengatakan, radio termasuk platform, termasuk model lembaga penyiaran yang terdistruksi lebih kecil daripada TV, karena orang mendengar radio itu masih lebih banyak dari pada orang menonton TV. Orang menonton TV itu rata-rata 2 jam dan kurang saja, kurang dari 2 jam perhari, itu hasil riset yang kami terima. Tapi kalau diradio, kita berada dimobil, pasti dengar Radio, dan seterusnya. Jadi radio itu lebih tahan banting sebetulnya. Nah oleh karena itu, saya kira penggabungan ini menjadi satu kekuatan yang baru, seperti yang dilakukan NHK itu, NHK, ABC, dan lain-lain itu adalah mungkin akan menjadi alternatif kita kedepan.

Kemudian Pak Dave yang terhormat, RUU inisiatif DPR ini pada prinsipnya, memang kami tidak bisa bergerak karena ada putusan Mahkamah Agung itu, tapi tadi yang ditanyakan dengan platform dan content provider, apakah akan kita insert dalam RUU ini?. Kami berpendapat, bahwa membuat bridge dalam Undang-Undang ini secara normatif, antara lembaga penyiaran yang konvensional semacam ini dengan titi, dengan platform, itu menjadi sangat penting.

Pertimbangan KPI tidak hanya akan mengawasi konten-konten yang ada dilembaga penyiaran teregistrasi seperti ini, tetapi juga dia diberi kewenangan untuk mengawasi konten di platform, itu adalah pemikiran-pemikiran yang kami lakukan terus. Walaupun ini mesti agak hati-hati memang, karena orang yang ada diplatform ini sudah terlalu keenakan dan bisa mendapatkan konten-konten tanpa sensor. Ketika KPI akan masuk disitu, ini akan menjadi isu baru tentunya. Nah ini soal-soal yang juga kami pikirkan terus.

Kemudian Pak Sturman Panjaitan yang kami hormati, migrasi keniscayaan itu, saya kira sudah menjadi komitmen kita semua, tapi ya itu tadi, pada prinsipinya Pemerintah, yang bisa Pemerintah lakukan sekarang adalah membiasakan orang melakukan simulkas dulu. Karena kami menuggu Undang-Undang nya untuk bisa melakukan analog switch off.

Kemudian apakah seluruh wilayah itu juga bisa dicover dengan TVRI? digital dan lain-lain? Sebetulnya kami punya program yang namanya ITTS. ITTS 1, ITTS 2, sudah dilaksanakan dan itu mendapatkan bantuan dari negara donor, dan kami sebetulnya sudah berfikir juga untuk menyiapkan ITTS 3. Kalau ITTS 3 ini dilaksanakan, maka TVRI akan mempunyai jangkauan yang jauh lebih banyak untuk digital ini. Kami masih menunggu perkembangan terakhir, termasuk bagaimana kita mengeksekusi ini juga melihat kondisi terakhir dari TVRI itu sendiri.

Kemudian terkait dengan Pak Dede, Undang-Undang 32 belum mengatur platform? betul. Undang-Undang 32 ini sama sekali tidak menyentuh platform. Dan oleh karena itu, kami yang tadi kami katakan, bahwa seharusnya kita membuat bridge secara normatif antara Undang-Undang ini dengan platform.

Karena pada prakteknya, semua TV juga bersiaran di platform. Jadi mereka yang bersiaran secara analog saat ini, juga rata-rata mempunyai kanal platform, dimana kanal platfom tidak menggunakan frekuensi secara khusus. Samalah seperti kita punya konten, kita upload di youtube, kemudian kita seolah-olah punya TV sendiri, punya channel, kan sama. Nah tapi kedepan, kita harus atur itu dan bagaimana TV-TV ini bisa bersiaran secara digital, tapi juga mereka mempunyai hak untuk bersiaran di platform.

Apa perbedaan konten di platform dengan konten yang ada di TV yang bersiaran di platform? Sebetulnya kalau misalnya SCTV, RCTI, Metro TV, TV ONE, itu membuat siaran di platform, orang akan lebih jauh lebih percaya, karena pasti dia anti hoax, mereka karena terukur, karena mereka diawasi oleh KPI. Berbeda dengan siaran-siaran platform yang diluar TV-TV itu. Jadi saya kira ini adalah menjadi bagian-bagian kita untuk mencerdaskan masyarakat dengan siaran-siaran yang anti hoax.

Kemudian Pak Nico dari PDIP yang kami hormati, kalau terkait dengan pita frekuensi Pak Ismail yang akan jawab. Perkembangan teknologi platform juga tadi saya kira kita sudah

Page 22: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

22

jelaskan. Kemudian apakah perlu agar bisa juga mengatur ini? Connectivity antara TV terestrial dengan platform itu harus kita masukan ke dalam pasal-pasal ini. Dan terkait dengan kedaulatan konten, kami juga setuju. Bahwa kedaulatan konten antara lain diwujudkan dengan bagaimana negara punya fungsi mengawasi konten-konten yang beredar. Dan kalau KPI itu lalu kemudian mempunyai kewenangan melintas, tidak hanya berada pada TV Digital, tapi juga masuk ke platform, saya kira itu adalah pertimbangan-pertimbangan kita yang penting untuk kita lakukan.

Tapi prinsipnya, semua konten yang ada di platform, kami setuju untuk ada pengawasnya, karena kalau tidak, sekarang sebetulnya kan pengawasannya ada di Aptika, tetapi kalau kemudian yang berbentuk broadcasting itu juga diawasi secara intensif oleh KPI, itu menjadi bagian-bagian yang penting, untuk kita insert di Undang-Undang ini.

Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

DIREKTUR JENDERAL SUMBER DAYA DAN PERANGKAT POS DAN INFORMATIKA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI (DR. IR. ISMAIL, M.T.) :

Izin Pak Pimpinan. Bapak-Ibu sekalian. Kami mencatat ada beberapa pertanyaan yang hampir serupa terkait dengan

masalah spektrum frekuensi, yang ditanyakan oleh Pak Sugiono, kemudian Ibu Nurul Arifin, kemudian Pak Dave juga sedikit, dan Pak Nico. Mempertanyakan kebutuhan tambahan frekuensi 1.310 megahertz untuk 5 tahun kedepan ini, dapatnya dasarnya dari mana? dan bagaimana cara memenuhinya? begitu, digunakan untuk apa saja nanti frekuensi tersebut?

Bapak-Ibu sekalian. Perlu saja saya jelaskan bahwa spektrum frekuensi radio itu adalah sumber daya alam yang terbatas. Jadi udara ini adalah mampu mengantarkan informasi, kita bisa bayangkan udara ini seperti kabel yang menghubungan kabel optik dimana-dimana, tapi informasinya ini disalurkan melalui udara menggunakan spektrum frekuensi Radio.

Dan untuk mempermudah bayangan kita, spektrum frekuensi radio itu seperti kue lapis Pak. Jadi ada lapisan-lapiran yang digunakan untuk setiap sistem, masing-masing sistem. Nah ada spektrum frekuensi radio untuk sistem radio AM, ada lapis satu, ada sistem radio untuk radio FM, lapis dua, ada sistem radio untuk kebutuhan seluler operator, lapis tiga, ada kebutuhan spektrum frekuensi untuk TV dan seterusnya, radar, dan ini tidak semua hanya untuk kebutuhan komersial, bahkan sampai kebutuhan pertahanan keamanan dan sebagainya, itu semua adalah layanan-layanan yang menggunakan spektrum frekuensi Radio.

Dan tiap sistem ini tidak boleh becampur, setiap sistem ini harus berada didalam satu lapisan sendiri masing-masing, karena kalau bercampur, itu terjadi yang namanya interferensi, dan itu tidak bisa kita gunakan apabila antar sistem itu terjadi pencampuran, harus dilakukan secara terstruktur dilapisan masing-masing.

Nah yang mengatur tentang pemanfaatan spektrum frekuensi radio ini, adalah lembaga global dunia yang disebut dengan ITU (International Telecommunication Union) dan kita follow terhadap pengaturan frekuensi global itu, kita berada pada region III digrup Asia Pasifik.

Jadi tidak bisa kita semena-mena menentukan spektrum radio sendiri untuk digunakan kepentingan Indonesia, begitu, karena spektrum frekuensi ini borderless tidak berbatas negara, dia diatur secara global pemanfaatannya. Dan kita follow aturan-aturan tersebut untuk memanfaatkan setiap sistem. Mengapa tidak bisa kita buat sendiri? karena spektrum frekuensi radio ini di support oleh vendor-vendor yang membuat perangkat yang bekerja di spektrum frekuensi yang ditetapkan ITU itu. Jadi spektrum seluler ditetapkan disana, maka vendor-vendor perangkat seluler akan mempersiapkan sistem yang bekerja di

Page 23: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

23

spektrum frekuensi tersebut, juga demikian spektrum TV Digital ini disiapkan oleh vendor-vendor perangkat TV Digital, bekerja di spektrum frekuensi tersebut.

Nah spektrum ini adanya segini-segini saja, udara ini sejak kita lahir, ya segini, udara ini, tapi lapisan-lapisan itu yang bertambah, kita ikuti sesuai dengan apa, ketentuan kaidah internasional. Nah penambahan-penambahan itu dilakukan secara konsensus internasional, untuk memenuhi kebutuhan berbagai sistem teknologi yang berkembang di dunia ini.

Nah perhitungan kita terhadap 1.310 itu, untuk dibutuhkan untuk seluruh yang sifatnya komersial, ini diluar yang untuk kebutuhan TNI, untuk kebutuhan radar, untuk kebutuhan BMKG dan seterusnya, itu yang sifatnya non komersial. Yang kami hitung 1.310 ini, yang untuk kebutuhan komersial, termasuk juga didalamnya adalah kebutuhan televisi, didalamnya ada selular, mobile operator, dan seterusnya, yang bersifat layanan publik, yang dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat.

Kami menghitung juga berdasarkan kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan demand masyarakat dari jumlah traffic yang sekarang dilakukan melalui spektrum frekuensi Radio. Kami memiliki data historikal pemanfaatan traffic data atau informasi yang disalurkan melalui spektrum frekuensi, dari tahun ketahun itu bersifat eksponensial, meningkat sangat pesat, bahkan negara kita ini, Bapak-Ibu sekalian, lebih dari 90% data atau traffic informasi, itu disalurkan melalui spektrum frekuensi Radio. Yang melalui fixed broadband atau kabel optik, itu sangat sedikit untuk kondisi negara kita yang sebesar ini, mayoritas negara kita bertumpu kepada mobile communication atau cellular operator yang sekarang kita manfaatkan.

Nah pemanfaatan ini kita hitung kebutuhan berdasarkan data historikal dan kajian-kajian internasional dan benchmarking terhadap negara-negara lain mempersiapkan kebutuhan spektrum frekuensi tersebut.

Nah bagaimana kita mempersiapkan? Mempersiapkannya itu adalah dengan menata, merencanakan dan menata ulang, jadi ada 2 langkahnya. Pertama, perencanaan itu menetapkan alokasi-alokasi, untuk spektrum televisi alokasinya di band frekuensi ini sampai sekian, untuk FM dari sekian sampai sekian, namun tetap referensi alokasi ini kita mengacu terhadap standar internasional. Karena kalau kita tidak mengacu terhadap standar internasional, tidak ada vendor support-nya yang menyiapkan perangkat untuk bekerja dispektrum frekuensi tersebut, sehingga kita menetapkan spektrum frekuensi itu berdasarkan standar internasional.

Bertambahnya karena lapisannya yang bertambah, jadi sekarang baru bekerja di spektrum frekuensi sampai 2 giga, nanti 5 tahun kedepan kita sudah bekerja sampai frekuensi 60 giga. Jadi spektrum frekuensi ini bertambah terus dengan kemajuan perkembangan teknologi, sehingga ada teknologi-teknologi yang akan bermain di spektrum frekuensi yang lebih tinggi lagi

Nah karakteristik spektrum frekuensi radio itu memiliki karakteristik teknis. Semakin rendah semakin jauh jangkauannya, semakin tinggi semakin dekat jangkauannya. Jadi kalau frekuensi bermain di frekuensi tinggi, jaraknya dekat, tapi kapasitasnya besar, berbanding terbalik, tapi kalau jauh kapasitasnya kecil, tapi jangkauannya luas. Nah band 700 ini tergolong band yang jangkauannya luas, dengan kapasitas yang tidak besar. Tapi diperlukan untuk coverage, untuk kebutuhan mencover seluruh wilayah Indonesia.

Tapi kalau kita berada diwilayah di crowded area, misalnya di Jakarta, di daerah-daerah yang padat dan sebagainya, maka spektrum frekuensi itu ditambahkan frekuensi yang tinggi untuk melengkapi kebutuhan kapasitas. Disitu ada band 1.800, 2,1 giga, bahkan nanti sampai 60 giga.

Jadi kita bermain spektrum frekuensi ini boleh dianggap menjadi 3 layer, layer rendah atau low band ini untuk kebutuhan coverage, middle band, dan upper band, ini sesuai dengan kebutuhan masing-masing spektrum itu disetiap sistem itu berjalan, sesuai dengan kebutuhannya.

Nah perencanaan ini tentu kita lakukan dengan cara juga melakukan refarming, refarming itu memindahkan, karena ada kemungkinan kita sudah menetapkan di band tertentu, bekerja dengan suatu teknologi tertentu, namun global membutukan, memutuskan

Page 24: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

24

teknologi itu tidak diperpanjang lagi, tidak ada lagi vendor support di band tersebut untuk suatu teknologi, padahal sudah kita tetapkan.

Jadi frekuensi ini seperti kayak hak guna pakai kalau tanah itu, bukan hak milik, bukan tidak bisa dimiliki, spektrum itu bukan asset oleh perusahaan, dia hanya menggunakan untuk hak pakai dengan jangka waktu tertentu, semua ini adalah milik negara dan dikelola sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 45.

Jadi pemanfaatannya itu kita lakukan refarming, apabila terjadi perubahan teknologi. Nah ini ada teori dasar didalam spektrum frekuensi itu, kalau kita melakukan refarming, memindahkan yang lama, maka ada proses pemindahan, yang baru menggantikan memakai teknologi frekuensi tersebut, maka dia harus memindahkan kebutuhan yang lama yang sudah ditetapkan, untuk di, kayak kita over contract gitu Pak, pindah dari yang lama, disiapkan ditempat yang baru begitu.

Nah ini hal-hal yang kita lakukan, kita sudah melakukan beberapa kali refarming untuk di cellular operator, dengan melakukan proses agar membuat spektrum frekuensi ini continue, karena kalau spektrum itu diberikan secara terpisah-pisah, maka dia tidak akan bisa dimanfaatkan secara optimal. Jadi setiap operator tertentu itu sebaiknya memegang frekuensi itu secara continue, jadi blok nya itu tersambung, XL tersambung di band tertentu, Indosat tersambung di band tertentu, Telkomsel juga begitu, sehingga mereka akan jauh lebih efisien memanfaatkan, membangun infrakstrukturnya dalam band frekuensi yang sifatnya continue. Ini yang kita sebut refarming, memindahkan, sehingga terjadi ke optimalisasi pemanfaatan spektrum frekuensi radio tersebut.

Nah kebutuhan 700 ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan coverage band tadi, karena sifatnya yang jangkauannya luas dan jauh itu. Dan ini dimanfaatkan baik itu untuk kebutuhan 4G maupun 5G kedepan, untuk mengkombinasi kebutuhan yang lower band, middle band, dan upper band tadi.

Nah selain itu juga band 700 ini banyak negara, dimanfaatkan untuk kebutuhan kebencanaan, early warning system, ini disiapkan di band 700 dan 800, ini juga kita rencanakan sebagian dari digital dividen yang nanti apabila ditetapkan dengan undang-undang tersebut, maka pemenfaatkan tersebut akan kita bagi, tidak seluruhnya juga digunakan untuk kebutuhan mobile operator.

Bagaimana kita membuat agar kita kemudian berdaulat? baik itu spektrum frekuensi dan bahkan istilah Pak Nico tadi, kedaulatan digital. Jadi spektrum frekuensi ini adalah salah satu unsur yang membuat negara kita berdaulat, karena spektrum frekuensi ini adalah ibarat tools, ibarat urat nadi dari operator telekomunikasi sekarang, bahkan operator penyiaran juga. Karena dengan frekuensi inilah mereka bisa melakukan bisnis diatasnya memanfaatkan sumberdaya alam yang terbatas ini. Kami setuju sekali agar spektrum frekuensi ini tidak terjadi penguasaan yang berlebihan, namun perlu kita atur secara sebaik-baiknya untuk kepentingan kemakmuran rakyat, bangsa dan negara.

Kedaulatan digital itu tentu tidak semata-mata urusan infrastruktur, karena kedaulatan digital itu juga menyangkut layer-layer diatasnya, aplikasi dan konten informasi. Oleh karena itu kedaulatan digital perlu ditopang oleh beberapa Undang-Undang. Jadi tidak cukup hanya Undang-Undang Penyiaran saja, namun dibelakangnya ada Undang-Undang Telekomunikasi dan juga ada Undang-Undang ITE yang sudah ditetapkan, dan yang terakhir nanti akan ada dari inisiatif Pemerintah Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang akan menjadi bagian terintegrasi untuk membuat negara kita menjadi berdaulat secara digital.

Jadi antisipasi, pertanyaan Pak Dave tadi apakah Undang-Undang Penyiaran ini sudah antisipatif terhadap teknologi? kita memegang prinsip, menurut hemat kami mengatur yang perlu Pak. Karena kalau teknologi ini kita atur, makin kita atur makin susah kita, begitu. Karena perkembangan teknologinya sangat pesat. Jadi prinsip-prinsip dasarnya yang harus kita atur didalam Undang-Undang Penyiaran tadi, sehingga kita tidak masuk kedalam terombang-ambingnya perubahan teknologi. Yang penting kita mengatur platfrom atau bagaimana cara melakukan penyiaran disana? siapa yang melakukan? bagaimana mengatur perizinannya? bagaimana menjaga kedaulatan Pemerintah dan negara dalam hal tertentu

Page 25: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

25

apabila penyelenggara penyiaran ini melakukan penyalahgunaan kewenangan atau melanggar Undang-Undang.

Jadi prinsip-prinsip dasar itu yang kita atur, kita tidak menetapkan teknologi didalam undang-undang. Jangan kita terjebak disana, menurut hemat kami, maka kita akan mendapatkan undang-undang yang cepat absolute, gitu, cepat tidak usang kalau kita masuk kearah area pengaturan teknologinya. F-PG (DAVE AKBARSHAH FIKARNO, M.E.) : Izin Pimpinan sedikit pendalaman. Apa yang tadi, melanjutkan yang Bapak sampaikan, apakah maksud Bapak itu diberikan ruang ya, dalam Undang-Undang ini, untuk membuat Permen-Permen bila mana ada kemajuan-kemajuan teknologi yang sekarang kita belum lihat ya, dan perlu pengaturannya, perlu pembatasannya, sehingga apakah dengan Undang-Undang ini bisa membuat Permen-Permen untuk melakukan hal tersebut kedepannya, begitu maksud Bapak? DIREKTUR JENDERAL SUMBER DAYA DAN PERANGKAT POS DAN INFORMATIKA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI (DR. IR. ISMAIL, M.T.) : Mungkin dalam hal tertentu sangat dibutuhkan demikian Pak. Jadi ada aturan-aturan teknis dibawahnya untuk tingkat yang sifatnya, misalnya standarisasi perangkat dan seterusnya, yang itu berkembang dengan kebutuhan teknologi. Kita tidak perlu sampai di level Undang-Undang untuk pengaturan-pengaturan yang sifatnya teknis tadi. Kami setuju dengan pendekatan tersebut gitu.

Dan juga mungkin yang perlu kita atur dalam undang-undang ini, adalah pembagian yang jelas antara regulator terkait dengan infrastruktur dengan regulator yang terkait dengan konten, ini yang sudah disampaikan oleh Pak Dirjen BPI, agar kewenangan ini menjadi kewenangan yang terlihat secara tegas dan memiliki hak kewajiban, dan mungkin juga melakukan pengawasan sampai pengenaan sanksi yang dilakukan oleh masing-masing regulator tersebut. Itulah makanya diusulkan agar penguatan KPI tadi itu, agar menjadi regulator bidang konten itu menjadi regulator yang kuat disana, untuk sampai dengan menetapkan, menjalankan sanksi untuk bisa apabila ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara penyiaran. Namun untuk konteks infrastruktur, ini sepenuhnya akan ditangani oleh Pemerintah, karena mau tidak mau, suka tidak suka teknologi ini sudah melakukan konvergensi, antara konvergensi infrastruktur, baik itu di penyiaran, telekomunikasi, dan internet atau komputer, ini sudah menjadi satu kesatuan infrastruktur yang bisa dinikmati oleh seluruh gadget yang terpegang oleh masyarakat. Mungkin definisi TV kita itu, sudah harus kita perbaikin kedepan, TV itu bukan lagi kotak hitam yang nempel didinding seperti itu gitu, TV itu bisa ada dimana saja gitu, di gadget kita pun ini bisa jadi TV sekarang, karena siaran itu tidak hanya digunakan melalui free to air atau disalurkan melalui udara secara, seperti yang dilakukan penyiaran sekarang. Namun penyiaran yang dilakukan melalui, istilah Pak Dirjen BPI tadi, platform, artinya itu berada di jaringan internet broadband.

Nah inilah sebenarnya Bapak-Ibu sekalian, yang menjadi suatu isu yang sangat penting, maka Undang-Undang Penyiaran ini perlu segera, karena persaingan didunia digital ini sangat ketat, kita sangat khawatir, teman-teman di industri penyiaran ini tidak akan bisa suistanable kalau kita menunda-nunda pindahnya dari analog ke digital ini. Karena yang dihadapi bukan lagi pemain antar sesama broadcasting saja, namun yang dihadapi itu justru dengan konten-konten digital, yang datangnya justru banyak tidak dari dalam negari saja, sehingga anak-anak kita dan sebagainya itu, sekarang sudah pindah menontonnya itu tidak lagi menonton media mainstream yang penting untuk membangun moral karakter bangsa ini.

Jadi, kenapa Undang-Undangnya tidak segera selesai? ini suatu pertanyaan yang kami dari Pemerintah justru menunggu, karena ini inisiatif Bapak-Ibu sekalian di DPR, untuk kami segera sambut untuk bisa menyelesaikan undang-undang tersebut bisa segera selesai.

Page 26: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

26

Sebagai bangsa ini kerugian besar kalau kita terus menerus menunda hadirnya Undang-Undang Penyiaran ini.

Terima kasih Bapak-Ibu sekalian. KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Mungkin masih ada tambahan dari LPP TVRI atau LPP RRI.

Kami persilahkan. PLT. DIREKTUR UTAMA, DIREKTUR TEKNIK LPP TVRI (SUPRIYONO S.KOM, M.M.) : Mohon izin Bapak Pimpinan. Mau melengkapi saja pertanyaan dari Pak Sturman Panjaitan.

Untuk TVRI Pak di Kepri dan Riau itu, kita sudah siap dengan, saat ini adalah 4 pemancar digital dan 5 pemancar yang Insya Allah tahun ini akan kita digitalkan. Dan dari 9 pemancar itu sudah meliputi 20 Kabupaten Pak. Jadi untuk Kepri dan Riau ini merupakan prioritas utama bagi kami, karena itu adalah berbatasan dengan Malaysia dan Singapura.

Demikian Pak. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarukatuh.

DIREKTUR TEKNOLOGI DAN MEDIA BARU LPP RRI (RAHADIAN GINGGING, MK.) : Mohon izin Pimpinan.

Tambahan untuk menjawab Pak Sturman tadi. Untuk Riau Pak, RRI itu sudah dibangun Pak, di Batam, RRI siaran Pak, stasiun siaran, Batam, Tanjung Pinang dan Ranai, sementara kami punya relay di Tanjung Balai Karimun, Tarempah, Bengkalis, bahkan di perbatasan… F-PDIP (MAYJEN TNI MAR. (PURN) STURMAN PANJAITAN, S.H.):

Natuna, Natuna ada dimana?

DIREKTUR TEKNOLOGI DAN MEDIA BARU LPP RRI (RAHADIAN GINGGING, MK.) : Natuna ada di Ranai Pak, di Ranai nya, iya. Ini kami sudah pasang disana Pak, sudah siaran, plus relay-nya, bahkan di Batam itu

sudah kita pasang satu pemancar , di Batam Pak. Kalau tadi Bapak pertanyakan, sudah menjangkau seluruh wilayah Indonesia?, memang Pak, tergantung platform-nya Pak, kalau satelit, kita gunakan satelit, itu seluruh Indonesia sudah bisa tangkap, jadi kita beli parabola yang harga 1 juta, itu kita scan, RRI ada didalamnya Pak. TV Kabel kita masuk di UCTV, di Minmedia ada, medium wave hampir semua stasiun 5-4 stasiun menggunakan medium wave, sudah tercover seluruhnya Pak. Apalagi ini, RRI Play Go, kita bisa mendengarkan RRI Batam atau Ranai, itu dimanapun, sepanjang itu ada jaringan internet, kita bisa dengarkan RRI seluruh Indonesia, di RRI Play Go.

Nah memang persoalan di kami itu, adalah di FM Pak, di FM inikan sangat lokal, sangat lokal. Kami sedang menyelesaikan tugas di Litbang RRI, untuk mensurvei berapa persenkan pendengar. Jadi ada 2 coverage, pendengar dan wilayah Pak. Kalau wilayah sekitar 81%, kalau pendengar sudah lebih dari 90%, karena laut, gunung itu tidak kita cover Pak, untuk FM ya Pak, kira-kira seperti itu kondisinya.

Bahkan kami juga sedang berjalan membuat grand design untuk RRI tahun 2020-2045, ini nanti mungkin bisa juga RDP dengan Dewan Pengawas yang sedang mengkaji, itu sampai 2045, RRI itu mau seperti apa, itu sudah tergambar di grand design itu.

Page 27: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

27

Barang kali itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih, Pak Pimpinan.

F-PG (BOBBY ADHITYO RIZALDI, S.E., AK., M.B.A., C.F.E.): Pimpinan izin. KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) :

Silakan Pak Dirjen.

F-PG (BOBBY ADHITYO RIZALDI, S.E., AK., M.B.A., C.F.E.):

Ada sedikit yang kelupaan. Ini untuk memperjelas saja kita. Perbedaan digitalisasi di TVRI dengan di Radio gitu Pak. Kalau di TVRI, atau televisi,

itu digitalisasi itu menggantikan yang analog, jadi yang analog itu akan berubah, makanya disebut analog switch off menjadi digital. Namun kalau untuk di Radio, ini tidak terjadi switch off terhadap yang analog, namun digital itu melengkapi dari kebutuhan Radio. Jadi radio yang analog ini diseluruh dunia nggak ada yang off, sampai sekarang semua ada AM, FM, itu tetap berjalan, walaupun ada teknologi digital di penyelenggaraan Radio.

Jadi tadi sifatnya, kenapa RRI masih trial? dan sebagainya, karena dia sifatnya tambahan dari radio analog yang sudah dibangun untuk AM dan FM yang sudah dimiliki oleh RRI sekarang.

Mungkin ini untuk memperjelas pemahaman kita tentang digitalisasi di televisi dan radio. F-PDIP (MAYJEN TNI MAR. (PURN) STURMAN PANJAITAN, S.H.): Izin Ketua.

Izin Pak, tambahan sedikit untuk ..

Terima kasih Pimpinan.

Saya hanya ingin menyarankan Pak, dengan maraknya segala macam informasi dari luar negeri, yang menghantam budaya lokal kita. Saya tahu tidak semua ada di kabutapen siaran itu Pak, mohon kalau bisa, budaya-budaya lokal ini bisa bertumbuh, bertahan kepada generasi muda, tadi dikatakan oleh Bapak Dirjen tadi itu, lebih banyak orang mendengarkan radio dari pada menonton televisi, karena memang pada umumnya orang-orang yang menggunakan kendaraan bermotor, khususnya mobil, itu pasti mendengarkan Radio.

Nah ini Pak, masih banyak yang belum ada siaran radionya, memang Bapak mengatakan ada stasiun relay, betul Pak, tapi bagaimana budaya lokal? apakah di Kepulauan Riau, apakah di Sumatera Utara, apakah di Papua, ini bisa bertumbuh, berkembang, atau paling tidak dipertahankan oleh generasi muda, bukan hanya me-relay Pak, bukan relay.

Kalau relay nanti kita hanya mendengarkan, dan dari dahulu saya dari kecil di Sumatera itu Pak, itu saya mendengarkan sandiwara dari Malaysia Pak, Malaysia Pak, bukan dari RRI, jaman saya kecil dulu. Bahkan setiap hari tertentu saya dengarkan. Bagaimana kita kerinduan untuk mendengarkan Radio, karena Dirjen mengatakan tadi lebih banyak mendengarkan radio, ini memuat konten-konten budaya lokal, karena di Kepulauan Riau, minggu lalu kami kesana, ke Natuna Pak, sedikit sekali informasi tentang bagaimana masyarakat itu bisa memberdayakan apapun disana, termasuk salah satu budaya lokalnya.

Demikian. Terima kasih.

Page 28: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ...Sebagai contoh misalnya Belanda itu sudah melakukan analog switch off, berpindahnya dari TV analog ke digital tahun 2006. Jadi artinya

28

KETUA RAPAT (H. BAMBANG KRISTIONO, S.E.) : Mau ditanggapi? Pak Dirjen? oh cukup.

Terima kasih atas jawaban-jawaban yang disampaikan Bapak Dirjen beserta rombongan, atas segala tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan dari yang terhormat Bapak dan Ibu Anggota Komisi I DPR RI.

Masukan-masukan ini baik dari Bapak Dirjen dan rombongan, maupun dari yang terhormat Bapak dan Ibu Anggota Komisi I DPR RI, pastinya sangat penting bagi kami didalam melakukan penyusunan terhadap RUU tentang Penyiaran

Kami juga pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu-Ibu Bapak-Bapak, serta hadirin sekalian, yang telah hadir dalam rapat Komisi I DPR RI.

Akhirnya dengan mengucap syukur Alhamdullilah, rapat pada hari ini saya nyatakan ditutup.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 12.30 WIB)

(KETUK PALU: 3X)

Jakarta, 28 Januari 2020

a.n Ketua Rapat SEKRETARIS RAPAT,

ttd.

SUPRIHARTINI, S.I.P., M.Si. NIP. 19710106 199003 2 001