DIARE ATA.doc

Embed Size (px)

Citation preview

DIARE (GASTEROENTERITIS)Def etio klasif pato manif penata cegahDEF

Diare (gasteroenteritis) adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100 - 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999).Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja, dengan frekuensi lebih sering (tiga kali atau lebih) dalam sehari (Depkes RI, 2011)Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3x pada anak, konsistensi faeses encer, dapat berwarna hijau, dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiah, 1997).

Dari berbagai sumber tersebut penulis menyimpulkan bahwa diare (GE) adalah keadaan defekasi yang memiliki frekuensi lebih sering (3 kali atau lebih) dalam sehari, dengan konsistensi feses setengah padat sampai cair yang dapat bercampur lendir maupun darah, dan dapat terjadi pada segala usia (dewasa, anak, dan neonatus).ETIOLOGI

Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor Infeksi

1. Infeksi enteral

Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi ini meliputi : (a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).

2. Infeksi parenteral Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. b. Faktor Malabsorbsi

1. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.

2. Malabsorbsi lemak

3. Malabsorbsi protein

c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare karena dapat merangsang peningkatan peristaltik usus (Mansjoer, Arif., et all. 1999).KLASIFIKASI

Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:

a.Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, danEnterotolitis nektrotikans.b.Diare non spesifik : diare dietetis.

2.Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :

a.Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan oleh bakteri, virus dan parasit.

b.Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya: diare karena bronkhitis.

3.Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:

a. Diare akut Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes RI (2011), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%.

b. Diare persisten Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.

c. Diare kronik Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. (Mansjoer, Arif., et all. 1999).PATOGENESIS

a. Patogenesis diare yang disebabkan infeksi maupun keracunan makananFaktor infeksi, alergi, dan keracunan makanan akan mengakibatkan adanya rangsangan tertentu (toksin) pada dinding usus, sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

Berdasarkan etiologi invasi bakteri, patofisiologi GE terbagi menjadi 2 :1.Bakteri noninvasit (enterotoksigenik)Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak mukosa. Toksin meningkat kadar siklik AMP di dalam sel, menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion karbonat, kation natrium, dam kalium.2.Bakteri enteroinvasifDiare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, dan bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvasive E. Coli (EIEC). S. Paratyphi B, S. Typhimurium, S. enteriditis, S. choleraesuis, Shigela, Yersinia, dan C. Pertringens tipe C. penyebab diare lainnya seperti parasit menyebabkan kerusakan berupa ulkus besar (E. histolytica), kerusakan vilia yang penting untuk penyerapan air, elektrolit, dan zat makanan (G. Lambdia)b. Faktor Malabsorbsi

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga terjadilah diare.

c. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akibat reaksi toksin maupun malabsorbsi akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Keadaan ini juga dapat diperparah dengan kondisi pasien yang mengalami stres fisik maupun psikis berlebih. Sebaliknya jika peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat pula menimbulkan diare. (Mansjoer, Arif., et all. 1999).MANIFESTASI KLINIS

1.Suhu tubuh dapat meningkat, nafsu makan berkurang, menangis dengan frekuensi berlebih pada bayi.2.Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.3.Warna tinja dapat berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.

4.Berdasar bentukan feses, dapat terjadi : koleriform, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja hingga disentriform, pada diare di dapat lendir kental dan kadang-kadang darah (terutama karena infeksi bakteri)5.Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.

6.Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran dapat menurun. (Ratnawati, Dwi. 2008).KOMPLIKASIKehilangan air dan elektrolit secara mendadak dapat menimbulkan berbagai komplikasi, antara lain : a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat)

b. Hipokalemia akibat berkurangnya kadar kalium dalam jumlah besar, sebabkan gangguan otot, lemas, lesu, bradikardi, dan meteorismus.

c. Hipoglikemia dapat terjadi seiring gangguan penyerapan akibat gangguan pada vili mukosa usus.

d. Kejang dapat terjadi akibat dehidrasi hipertonik, dimana kadar sodium meningkat akibat GE kronis/berkepanjangan.

e. Malnutrisi (Mansjoer, Arif., et all. 1999).PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.Pemeriksaan tinja

Makroscopis dan microscopis

PH dan kadar gula dalam tinja kertas lakmus dan tablet clinitest bila diduga terdapat intoleransi gula.

Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

b.Pemeriksaan darah

Darah perifer lengkap dan elektrolit terutama Na, K, Ca

Darah serum pada diare.

c.Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal

d.Pemeriksaan intubasi duodenum. Untuk mengetahui jasad renik dan parasit secara kualitatif dan kuantitatif. Biasa dilakukan pada kasus diare kronis (Ratnawati, Dwi. 2008).PENATALAKSANAAN

1.Terapi Cairan

Ada 2 jenis cairan yaitu:

1).Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiroet.al.,2005). Ada beberapa cairan rehidrasi oral:

a).Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.

b).Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di atas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.

2).Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi:

a).Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah

b).Perubahan tanda-tanda dehidrasi (Ratnawati, Dwi. 2008).2.Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, dan pasienimmunocompromised.Contoh antibiotic untuk diareCiprofloksasin 500mg oral(2x sehari, 3 5 hari),Tetrasiklin 500 mg(oral 4x sehari, 3 hari),Doksisiklin 300mg(Oral, dosis tunggal),Ciprofloksacin 500mg,Metronidazole 250-500 mg(4xsehari, 7-14 hari, 7-14 harioral atauIV).

3.Obat Anti Diare

Loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan. (Ratnawati, Dwi. 2008).PENCEGAHAN1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan tingkat pertama ini dilakukan pada masa prepatogenesis dengan tujuan untuk menghilangkan faktor resiko terhadap diare. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu: a. Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI steril berbeda dengan sumber susu lain. Susu formula atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol dapat menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare . Setiap bayi harus diberi ASI saja sampai mereka berumur 6 bulan . Setelah 6 bulan kehidupan, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambah dengan makanan lain (MPASI). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi yang sedang menyusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi buruk. b. Menggunakan Air Bersih yang cukup Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecaloral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:

1. Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.

2. Sumber air harus dilindungi dengan: menjauhkannya dari hewan: membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber yang digunakan, serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber.

3. Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.

4. Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan. c. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare. d. Menggunakan Jambane. Pemberian Imunisasi Campak Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian iimunisasi campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan. 2. Pencegahan Tingkat Kedua ( Secondary Prevention) Pencegahan tingkat kedua meliputi diagnosa dan pengobatan yang tepat. Pada pencegahan tingkat kedua, sasarannya adalah mereka yang baru terkena penyakit diare. Upaya yang dilkukan adalah: a. Segera setelah diare, berikan penderita lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi. Gunakan cairan yang dianjurkan, seperti larutan oralit, makanan yang cair (sup, air tajin) dan kalau tidak ada berikan air matang. Jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair. b. Beri makanan sedikitnya 6 kali sehari untuk mencegah kurang gizi. Teruskan pemberian ASI bagi anak yang masih menyusui dan bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan. c. Segera bawa kepada petugas kesehatan bila tidak membaik dalam 3 hari atau menderita hal berikut yaitu buang air besar cair lebih sering, muntah berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, dengan atau tinja berdarah. d. Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka berikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi. 3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah penderita penyakit diare dengan maksud jangan sampai betambah berat penyakitnya atau terjadi komplikasi. Bahaya yang dapat diakibatkan oleh diare adalah kurang gizi dan kematian. Kematian akibat diare disebabkan oleh dehidrasi, yaitu kehilangan banyak cairan dan garam dari tubuh. Diare dapat mengakibatkan kurang gizi dan memperburuk keadaan gizi yang telah ada sebelumnya. Hal ini terjadi karena selama diare biasanya penderita susah makan dan tidak merasa lapar sehingga masukan zat gizi berkurang atau tidak ada sama sekali. Upaya yang dilakukan dalam pencegahan tingkat ketiga ini adalah: a. Pengobatan dan perawatan diare dilakukan sesuai dengan derajat dehidrasi. Penilaian derajat dehidrasi dilakukan oleh petugas kesehatan dengan menggunakan tabel penilaian derajat dehidrasi. Bagi penderita diare dengan dehidrasi berat segera diberikan cairan intarvena dengan Ringer Laktat sebelum dilanjutkan dengan terapi oral. b. Berikan makanan sebelum serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. c. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama dua minggu untuk membantu pemulihan penderita (Nurmasari, Mega, 2010).DAPUS

Depkes RI, 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan. Jakarta : Depkes RI

Mansjoer, Arif, et.all, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Nurmasari, Mega. 2010.Pola Pemilihan Obat danOutcomeTerapi Gastroenteritis Akut (GEA) Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Januari - Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah. (Diakses 13 September 2015:http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)

Ratnawati, Dwi. 2008.Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Gastroenteritis di Bangsal Anggrek RSUD Sukoharjo.Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 13 September 2015 :etd.eprints.ums.ac.id/2886/1/J200050055.pdf)