15
A. Definisi Gastroenteritis adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2006 : 12). Gastroenteritis adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005 : 224). Gastroenteritis adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus dan pathogen parasitik (Wong, 2003 : 492). Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana teijadi inflamasi pada lambung dan usus ditandai dengan frekuensi buang air besar pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dan anak lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi feses encer, dengan atau tanpa lendir dan darah. Salah satu komplikasi dari gastroenteritis adalah dehidrasi. Klasifikasi tingkat dehidrasi menurut Hidayat (2006) adalah : 1. Dehidrasi ringan Apabila kehilangan 2-5% dari berat badan atau rata-rata 25 ml/kg BB dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok. 2. Dehidrasi sedang Apabila kehilangan cairan 5-8% dari berat badan atau rata-rata 75 ml/kg BB dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh syok, nadi cepat dan dalam. 3. Dehidrasi Berat Apabila kehilangan cairan 8¬10% dari berat badan atau rata- rata 125 ml/kg BB, pada dehidrasi berat volume darah berkurang sehingga terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, pasien sangat lelah, kesadaran menurun (apatis, somnolen, kadang sampai soporokomateus). B. Etiologi Faktor penyebab diare menurut Ngastiyah (2005) yaitu : 1. Faktor infeksi Infeksi enteral ialah infeksi saluran pencemaan makanan yang merupakan penyebab utama gastroenteritis pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut : infeksi bakteri, seperti vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya; Infeksi virus

diiiiaaarreee

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jh

Citation preview

A. Definisi

Gastroenteritis adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2006 : 12).

Gastroenteritis adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005 : 224).

Gastroenteritis adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus dan pathogen parasitik (Wong, 2003 : 492).

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana teijadi inflamasi pada lambung dan usus ditandai

dengan frekuensi buang air besar pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dan anak lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi feses encer, dengan atau tanpa lendir dan darah.

Salah satu komplikasi dari gastroenteritis adalah dehidrasi. Klasifikasi tingkat dehidrasi menurut Hidayat (2006) adalah :

1.Dehidrasi ringan

Apabila kehilangan 2-5% dari berat badan atau rata-rata 25 ml/kg BB dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.

2.Dehidrasi sedang

Apabila kehilangan cairan 5-8% dari berat badan atau rata-rata 75 ml/kg BB dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh syok, nadi cepat dan dalam.

3.Dehidrasi Berat

Apabila kehilangan cairan 810% dari berat badan atau rata- rata 125 ml/kg BB, pada

dehidrasi berat volume darah berkurang sehingga terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, pasien sangat lelah, kesadaran menurun (apatis, somnolen, kadangsampai

soporokomateus).

B. Etiologi

Faktor penyebab diare menurut Ngastiyah (2005) yaitu : 1. Faktor infeksi

Infeksi enteral ialah infeksi saluran pencemaan makanan yang merupakan penyebab utama gastroenteritis pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut : infeksi bakteri, seperti vibrio, E.coli, Salmonella,Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya; Infeksi virus yaitu Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis, Adeno-virus, Rotavirus, dan lain-lain); Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris,Oxyuris,

Strongyloides),protozoa

(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis) dan jamur (Candida albicans).

2.Infeksi parenteral

Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut(OMA),

tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

3.Faktor malabsorpsi

Malabsorpsi karbohidrat,misalnya

disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, ffuktosa dan galaktosa); Malabsorpsi lemak dan Malabsorpsi protein.

4.Faktor makanan, makanan basi,

beracun, alergi terhadap makanan.

5.Faktor Psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).

C. Patofisiologi

Gastroenteritis adalah peningkatan keenceran dan tfekuensi tinja. Gastroenteritis

dapat teijadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap dalam tinja, yang disebut diare osmotik, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersering iritasi adalah infeksi virus atau bakteri di usus halus distal atau usus besar.

Gastroenteritisdapat

ditularkan melalui rute rektal oral dari orang ke orang beberapa fasilitas keperawatan harian juga meningkatkan resiko diare. Transport aktif akibat rangsang toksin bakteri terhadap elektrolit kedalam usus halus, sel mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal.

Iritasi usus oleh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus, sehingga teijadi peningkatanproduk-produk

sekretorik, termasuk mukus. Iritasi oleh mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga teijadi peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkurang. Individu yang mengalami diare berat dapat meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan elektrolit. Toksin colera yang ditularkan melalui bakteri kolera adalah contoh dari bahan yang sangat merangsang motilitas dan secara langsung dapat menyebabkan sekresi air dan elektrolit ke dalam usus besar sehingga unsur-unsur plasma yang penting ini terbuang dalam jumlah yang besar.

Gangguan absorpsi cairan dan elektrolit dapat menyebabkan peradangan dan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorpsi cairan dan elektrolit. Hal Ini terjadi karena sindrom malabsorpsimeningkatkan

motilitas usus intestinal. Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan gangguan dari absorpsi dan sekresi cairan elektrolit yang berlebihan. Cairan sodium potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstra seluler ke dalam tinja sehingga menyebabkandehidrasi,

kekurangan elektrolit dapat mengakibatkan asidosis metabolik.

Gastroenteritis akut di tandai dengan muntah dan diare terkait kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Penyebab utama diare adalah virus {Adenovirus enterik dan robavirus) serta parasit (biardia lambiachristopodium) patogen ini menimbulkan penyakit dengan menhinfeksi sel-sel menghasilkan enterotoksin atau kristotoksin yang melekat pada dinding usus. Alat pencernaan yang terganggu pada pasien yang mengalami gastroenteritis akut adalah usus halus (Corwin, 2000 : 520).

D. Manifestasi Klinis

Pasien yang menderita gastroenteritis, mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemungkinan timbul diare. Tinja cair mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur

dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak di absorpsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul setelah atau sebelum diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Ngastiyah, 2005 : 225).

Frekuensi BAB (buang air besar) pada bayi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari, bentuk cair pada buang air besarnya kadang-kadang disertai lendir dan darah, nafsu makan menurun, warnanya lama kelamaan menjadi kehijauan karena bercampur empedu, muntah, rasa haus, malaise, adanya lecet pada daerah sekitar anus,

feses bersifat banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diserap oleh usus, adanya tanda dehidrasi, kemudian dapat terjadi diuresis yang berkurang {oliguria sampai dengan anuria) atau sampai dengan teijadi asidosis metabolic seperti tampak pucat dengan pernafasan kusmaul (Hidayat, 2006 : 13).

E. Penatalaksanaan

Dasar pengobatan diare adalah :

1. Pemberian cairan (Rehidrasi)

Hal-hal yang harus diperhatiakan dalam rehidrasi adalah jenis cairan, cara memberikan cairan, dan jumlah pemberiannya.Cara

memberikan cairan dalam terapi rehidrasi adalah jika belum ada dehidrasi : anjurkan anak untuk minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap defekasi, Dehidrasi ringan : 1 jam pertama 25-50 ml/kg BB per oral (intragastrik), Selanjutnya 125 ml/kg BB / hari ad libitum. Dehidrasi sedang : 1 jam pertama 50-100 ml/kg BB per oral / intragastrik (sonde), Selanjutnya 125 ml/kg BB / hari ad libitum. Dehidrasi berat

di lakukan rehidrasi sesuai dengan umur dan berat badan pasien sebagai berikut:

a.Untuk anak umur 1 bulan - 2 tahun berat badan 3-10 kg.

1 jam pertama = 40 ml/kg BB/jam = 10 tetes /kg BB/menit (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes /kg BB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes). 7 jam berikutnya =12 ml/kg BB/jam = 3 tetes/kg BB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kg BB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes). 16 jam berikutnya yaitu 125 ml/kg BB oralit peroral atau intragastrim bila anak tidak mau minum teruskan DG an intravena 2 tetes/kg BB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).

b.Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg

1 jam pertama yaitu 30 ml/kg BB/jam atau 8 tetes/kg BB/menit (i ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kg BB/menit (1

ml = 20 tetes). 7 jam berikutnya yaitu 10 ml/kg BB/jam atau 3 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes). 16 jam berikutnya yaitu 125 ml/kg BB oralit peroral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG aa intravena 2 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes). c. Untuk anak lebih 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg 1 jam pertama yaitu 20 ml/kg BB/ jam atau 5 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 7 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes). 7 jam berikutnya yaitu 10 ml/kg BB/jam atau 2\n tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes). 16 jam yaitu 105 ml/kg BB oralit peroral atau bila anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes)

atau 11/2 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).

d.Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 kg

Kebutuhan cairannya yaitu 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg BB/24 jam. Jenis cairan = Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCOs 11/2 %). Kecepatan pemberian cairan yaitu 4 jam pertama = 25 ml/kg BB/jam atau 6 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes). 20 jam berikutnya yaitu 150 ml/kg BB/20 jam atau 2 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 2\a tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).

e.Untuk bayi dengan berat badan lahir rendah, dengan berat badan kurang dari 2 kg. Kebutuhan cairannya adalah 250 ml/kg BB/24 jam. Jenis cairan yang diberikan yaitu cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 10% = 1 bagian NaHCOs 1 1/2 ). Kecepatan pemberian terapi rehidrasi

sama dengan pada bayi baru lahir. Cairan untuk pasien MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi berat misalnya untuk anak umur 1 bulan - 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg. Jenis cairan : DG aa. Jumlah cairan : 250 ml/kg BB/24 jam. Kecepatan : 4 jam pertama = 60 ml/kg BB/jam atau 15 ml/kg BB/jam atau = 4 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 5 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes). 20 jam berikutnya = 190 ml/kg BB/20 jam atau 10 ml/kg BB/jam atau 2\n tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).

2. Dietetic (cara pemberian makanan)

Tujuan diit pada pasien gastroenteritisadalah

memberikanmakanan

secukupnya untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tanpa memberatkan keija usus, mencegah dan mengurangi resiko dehidrasi, mengupayakan agar anak segera mendapat

makanan sesuai dengan umur dan berat badannya.

Syarat diit pada pasien gastroenteritis adalah pasien tidak dipuasakan setelah terjadi rehidrasi, diberi makanan peroral dalam 24 jam pertama, pemberian ASI diutamakan, makanan cukup energi dan protein, makanan tidak merangsang saluran pencernaan yaitu tidak mengandung bumbu tajam, tidak menimbulkan gas, makanan diberikan bertahap dari makanan ringan (mudah cerna) dalam bentuk yang sesuai menurut umur dan keadaan penyakit, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering.

Jenis diit untuk penderita gastroenteritis pada anak adalah susu LLM dan bubur tempe. Susu LLM merupakan susu yang rendah laktosa sehingga sangat baik bagi anak yang menderita gastroenteritiskarena

intoleransi laktosa. Manfaat dari bubur tempe adalah memenuhi kebutuhan nutrisi. Keuntungan dari diit bubur tempe adalah

makanan mudah di cerna dan diabsorpi dalam usus halus sehingga tidak memperberat kerja usus.

3. Obat-obatan.

Obat anti sekresi. Asetosal. Dosis 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30mg klorpomazin.dosis 0,5-1 mg/kg bb/hari.

Obat spasmolitik dan lain2.umumnyaobat

spasmolitik seperti papaverin ,ekstrak beladona ,opium loperamid tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare, sehingga tidak diberikan lagi.

Antibiotik. Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti : OMA, faringitis, bronkitis, atau bronkopneumonia (Ngastiyah, 2005 : 230).

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis (causal) yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Adapun pemeriksaan yang perlu dikarjakan menurut Mansjoer (2000) adalah : 1. Pemeriksaan feses

Tes tinja untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis, biakan kuman untuk mengetahui kuman penyebab, tes resistensi terhadap berbagai natibiotik serta untuk mengetahui pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi glukosa.

Karakteristik hasil pemeriksaan feses sebagai berikut : feses berwarna pekat/putih kemungkinan disebabkan karena adanya pigmen empedu (obstruksi empedu). Feses berwarna hitam disebabkan karena efek dari obat seperti Fe, diet tinggi buah merah dan sayur hijau tua seperti bayam. Feses berwarna pucat disebabkan karena malabsorbsi lemak, diet tinggi susu dan produk

susu. Feses berwarna orange atau hijau disebabkan karena infeksi usus. Feses cair dan berlendir disebabkan karena diare yang penyebabnya adalah bakteri. Feses seperti tepung berwarna putih disebabkan karena diare yang penyebabnya adalah virus. Feses seperti ampas disebabkan karena diare yang penyebabnya adalah parasit. Feses yang didalamnya terdapat unsur pus atau mukus disebabkan karena bakteri, darah jika teijadi peradangan pada usus, terdapat lemak dalam feses jika disebabkan karena malabsorpsi lemak dalam usus halus (Suprianto, 2008).

2. Pemeriksaan darah

Darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit

(terutama Na, Ca, K dan P serum pada diare yang disertai kejang), anemia (hipokronik, kadang - kadang nikrosiotik) dan dapat terjadi karena malnutrisi / malabsorpsi tekanan fungsi sum-sum tulang (proses inflamasi kronis) peningkatan sel-sel darah putih, pemeriksaan kadar ureum dan creatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.

3.Pemeriksaan elektrolit tubuh

Untuk mengetahui kadar Natrium, kalium, kalsium, bikarbonat.

4.Duodenal intubation

Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.

H. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar pertama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan dan merupakan suatu proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevalusi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Pada tahap ini semua data dan informasi tentang klien yang di butuhkan, di kumpulkan dan di analisa untuk menentukan diagnosa keperawatan. Tujuan dari pengkajian adalah untuk mengumpulkandata,

menganalisa data sehingga ditemukandiagnosa

keperawatan. Adapun langkah- langkah dalam pengkajian ini dalah sebagai berikut: 1. Riwayat Keperawatan

Identitaspasien

meliputi nama, umur, berat badan, jenis kelamin, alamat rumah, suku bangsa, agama dan nama orang tua. Keluhan utama pasien biasanya mengeluh berak encer dengan atau tanpa adanya lendir dan darah sebanyak lebih dari 3

kali sehari, berwarna kehijau- hijauan dan berbau amis, biasanya disertai muntah, tidak nafsu makan, dan disertai dengan demam ringan atau demam tinggi pada anak- anak yang menderita infeksi usus.

Riwayat penyakit sekarang meliputi lamanya keluhan : masing-masing orang berbeda tergantung pada tingkat dehidrasi, atau gizi, keadaan sosial, ekonomi, hygiene dan sanitasi. Akibat timbul keluhan : anak menjadi rewel dan menjadi gelisah, badan menjadi lemah dan aktivitas bermain kurang. Faktor yang memperberat adalah ibu menghentikan pemberian makanan, anak tidak mau makan dan minum, tidaka ada pemberian cairan tambahan (larutan oralit atau larutan gula garam).

Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan yaitu riwayat penyakit yang pemah di derita oleh anak maupun keluarga dalam hal ini orang tua. Apakah dalam

keluarga pernah mempunyai riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus dirawat di rumah sakit.

Riwayat kehamilan dan kelahiran yang ditanyakan meliputi keadaan ibu saat hamil, gizi, usia kehamilan, dan obat-obatan. Hal tersebut juga mencakup kesehatan anak sebelum lahir, saat lahir dan keadaan anak setelah lahir.

Riwayat tumbuh kembang yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pertumbuhandan

perkembangan anak sesuai dengan usia anak sekarang yang meliputi motorik kasar, motorik halus, perkembangan kognitif atau bahasa dan personal sosial atau kemandirian.

Imunisasiyang

ditanyakan kepada orang tua adalah apakah anak mendapat imunisasi secara lengkap sesuai dengan usianya dan jadawal pemberian serta efek samping dari pemberian imunisasi seperti panas, alergi dan sebagainya.

Psikososial yang di tanyakan meliputi tugas perkembangan sosial anak, kemampuan beradaptasi selama sakit, mekanisme koping yang di gunakan oleh anak dan keluarga. Respon emosional keluarga dan penyesuaiankeluarga

terhadap stres mencakup juga harapan-harapan keluarga terhadapkesembuhan

penyakit anak.

Kesehatanfisik

meliputi pola nutrisi seperti frekuensi makanan, jenis makanan, makanan yang disukai atau tidak di sukai dan keinginan untuk makan dan minum. Pola eliminasi seperti frekuansi buang air besar dan buang air kecil di rumah dan di rumah sakit. Selain itu juga ditanyakan tentang konsistensi, warna dan bau dari objek eliminasi. Kebiasaan tidur seperti tidur siang, malam, kebiasaan sebelum dan sesudah tidur.

Pola aktivitas juga di tanyakan baik dirumah dan juga bagaimana pola hygiene tubuh seperti mandi, keramas dan ganti baju.

Kesehatan mental meliputi pola interaksi anak, pola kognitif anak, pola emosi anak saat dirawat, pola psikologi keluarga serta kopingnya dan pengetahuan keluarga dalam mengenali penyakit anaknya.

Kesehatan sosial dan spiritual yang perlu ditanyakan adalah pola kultural atau norma yang berlaku dalam keluarga dan pola rekreasi serta keadaan lingkungan rumah.

2. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum klien

Pada anak terdapat keluhan dan kelainan- kelainan yang perlu mendukung perlu dikaji adanyatanda-tanda

dehidrasi seperti mata cekung, ubun-ubun besar cekung, mukosa bibir kering, dan turgor kulit

berkurang,

keelastisitasnya, kemudian ditanyakan frekuensi BAB, adanya nyeri atau disentri abdomen, demam dan teijadinya penurunan berat badan (Gunawan, 2009). b. Pola Fungsional Kesehatan Pola fungsional kesehatan dapat di kaji melalui pola Gordon dimana pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara sistematis dengan cara mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus. Model konsep & tipologi pola kesehatan fungsional menurut gordon :

1) PolaPersepsi -

Managemen Kesehatan Menggambarkan persepsi, pemeliharaan danpenanganan

kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan,

pengetahuan tentang praktek kesehatan.

2)Pola Nurtisi dan Metabolik

Menggambarkan masukannutrisi,

balance cairan dan elektrolit. Nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, Mual/muntah, Kebutuhan jumlah zat gizi, masalah / penyembuhan kulit, makanan kesukaan.

3)Pola Eliminasi

Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit kebiasaan defekasi, ada tidaknyamasalah

defekasi, masalah miksi (oliguri, disuri, dll), penggunaan kateter, tfekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih,masalah bau badan,perspirasi

berlebih, dan lain-lain.

4)Pola Latihan-Aktivitas

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya latihan / gerak dalam keadaan sehat dan sakit,gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain. Kemampuan klien dalam menata diri apabilatingkat

kemampuan 0: mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3 : dibantu orang dan alat 4 : tergantung dalam melakukanADL,

kekuatan otot dan Range Of Motion, riwayatpenyakit

jantung, tfekuensi, irama dan kedalam nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru.

5)PolaKognitif Perseptual

Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensorimeliputi

pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembaudan

kompensasinya terhadaptubuh.

Sedangkanpola

kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dankemampuan

orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang, atau benda yang lain). Tingkat

pendidikan,persepsi nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untukmengikuti,

menilai nyeri skala 010, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan

penglihatan,pendengara

n, persepsi sensori (nyeri), penciuman, dan lain-lain.

6)Pola Istirahat dan Tidur

Menggambarkan Pola Tidur,istirahat dan persepasitentang

energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpiburuk,

penggunaanobat,

mengeluh letih.

7)Pola Konsep Diri- persepsi Diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai system terbukadimana

keseluruhan bagian manusiaakan

berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai

systemterbuka,

manuasia juga sebagai mahkluk bio-psiko- sosio-kultural spriritual dan dalam pandangan secara holistic. Adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak sakit terhadap diri, kontak mata, asetif atau passive, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup / relaks.

8)Pola Peran dan Hubungan

Menggambarkan danmengetahui

hubungan dan peran klien terhadap anggota keluargadan

masyarakat tempat tinggal klien. Pekeijaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang passive / agresif teradap orang lain, masalah keuangan, dan lain-lain.

9)Pola Reproduksi/Seksual

Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau dirasakandengan

seksualitas. Dampak sakitterhadap

seksualitas, riwayat haid,pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakithub

sex,pemeriksaan genital.

10)Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )

Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan penggunaan system pendukung.

Penggunaan obat untuk menangani

stress,interaksi dengan orangterdekat,

menangis, kontak mata,metode koping yangbiasa

digunakan,efek penyakit terhadap tingkat stress.

I. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien gastroenteritis menurut Wilkinson (2007) adalah :

1.Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan dehidrasi.

2.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan intake inadekuat.

3.Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi.

4.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena diare.

5.Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkunganterhadap patogen.

6.Defisit pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatannya berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi.

7.Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress.

J. Fokus Intervensi

1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan dengandehidrasi

(Wilkinson, 2007 : 174).

Tujuan : Setelah dilakukanasuhan

keperawatan diharapkan kekurangan volume cairan akan teratasi dan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat tercapai

dengan kriteria hasil : hidrasi dan status nutrisi adekuat, frekuensi irama dan nadi dalam rentang yang diharapkan, frekuensi dan irama nafas dalam rentang yang diharapkan, kewaspadaan mental dan orientasi kognitif tidak ada gangguan, elektrolit serum (misalnya natrium, kalium, kalsium, dan magnesium) dalam batas normal, serum dan pH urine dalam batas normal.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah beri larutan rehidrasi oral (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila anak muntah. Rasional : LRO untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui feses; Berikan dan pantau cairan IV sesuai ketentuan. Rasional : untuk mengobati patogen khusus yang menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan; setelah rehidrasi, berikan diet reguler pada anak sesuai toleransi. Rasional : karena pemberian diet normal secara dini bersifat menguntungkanuntuk

menurunkanjumlah

defekasi dan penurunan berat badan serta pemendekandurasi

penyakit; ganti LRO dengan cairan rendah natrium seperti air, ASI, formula bebas laktosa, atau formula yang mengandung setengah laktosa. Rasional : untuk mempertahankan terapi cairan; pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis). Rasional : untuk mngevaluasi keefektifan intervensi; pantau berat jenis urin setiap 8 jam atau sesuai indikasi. Rasional : untuk mengkaji hidrasi; timbang berat badan anak. Rasional : untuk mengkaji hidrasi; kaji tanda-tanda vital, turgor kulit, membran mukosa dan status mental setiap 4 jam atau sesuai indikasi. Rasional : untuk mengkaji hidrasi; hindari masukan cairan jernih

seperti jus buah, minuman berkarbonat dan gelatin. Rasional : cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan mempunyai osmolalitas tinggi; instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan masukan dan keluaran dan mengkajitanda-tanda

dehidrasi. Rasional : untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan terhadap aturan terapeutik.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan intake inadekuat (Wilkinson, 2007 : 319).

Tujuan : Setelah dilakukanasuhan

keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil : asupan makanan dan cairan adekuat, zat gizi terpenuhi, asupan cairan oral atau IV dapat terpenuhi dengan baik, mencapai berat badan yang ideal.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah instruksikan ibu menyusui untukmelanjutkan

pemberian ASI. Rasional : hal ini penting untuk mengurangi kehebatan dan durasi penyakit; hindari pemberian diet dengan pisang, beras, apel, dan roti panggang atau teh. Rasional : karena diet ini rendan energi dan protein, terlalu tinggi dalam karbohidrat dan rendah elektrolit; observasi dan catat respon terhadap pemberian makan. Rasional : untuk mengkaji toleransipemberian

makanan; instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat. Rasional : untukmeningkatkan

kepatuhan terhadap program terapeutik; anjurkan untuk makan dengan porsi sedikit tapi sering. Rasional : pemberian makanan cair sedikit demi sedikit tidak akan menekan gastrik sehinggamengurangi

perasaan mual dan muntah;

timbang berat badan setiap hari. Rasional : untuk mengetahui perkembangan nutrisi setiap hari; gali masalah dan prioritas anggota keluarga. Rasional: untukmemperbaiki

kepatuhan terhadap program terapeutik.

3. Hipertermi berhubungan dengandehidrasi

(Wilkinson, 2007 : 220)

Tujuan : setelah dilakukanasuhan

keperawatan diharapkan masalah hipertermi dapat teratasi dengan kriteria hasil : suhu kulit dalam rentang yang diharapkan, suhu tubuh dalam batas normal, nadi dan pernafasan dalam rentang yang diharapkan, perubahan warna kulit tidak ada, keletihan dan mudah tersinggung tidak tampak.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah kaji tingkat kenaikan suhu tubuh dan perubahan yang menyertai. Rasional : suhu 38-41 C menunjukan proses infeksius akut sehingga

dapat membantu dalam diagnosis sehingga dapat ditentukan intervensi yang tepat; beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipat paha. Rasional : kompres hangat dapat mengurangidemam;

monitor tanda-tanda vital setiap 1 jam. Rasional : sebagaiindikator

perkembangan keadaan klien; anjurkan untuk minum cukup. Rasional : intake cairan yang adekuat membantu penurunan suhu tubuh serta mengganti jumlah cairan yang hilang melalui evaporasi; anjurkan untuk menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat. Rasional : mempercepat proses evaporasi. Jumlah selimut perlu dibatasi untuk mempertahankan suhu mendekatinormal;

kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antipiretik. Rasional : digunakanuntuk

mnegurangi demam dengan aksi sentralnya di

hipotalamus; kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena diare

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena diare (Wilkinson, 2007 :460).

Tujuan : setelah dilakukanasuhan

keperawatan diharapkan integritas kulit tidak mengalamikerusakan

dengan kriteria hasil : suhu, elastisitas,hidrasi,

pigmentasi, dan warna jaringan dalam rentang yang di harapkan, terbebas dari adanya lesi jaringan, keutuhan kulit teijaga.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah ganti popok jika basah atau kotor. Rasional : untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan kering; bersihkan bokong perlahan lahan dengan sabun lunak, non - alkalin, dan air atau celupkan anak dalam bak untuk pembersihan yang lembut. Rasional: karena feses diare sangat mengiritasi kulit; pajankan dengan ringan kulit utuh yang kemerahan pada udara jika mungkin. Rasional : untuk meningkatkan

penyembuhan; hindari menggunakan tissue basah yang dijual bebas yang mengandung alkohol pada kulit yang teriritasi. Rasional : karena dapat menyebabkanrasa

menyengat;observasi

bokong dan perinium akan adanya infeksi. Rasional : untuk mengetahui secara dini adanya tanda-tanda infeksi dan untuk memberikan terapi yang sesuai; kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat berupa salep pelindung pada kulit. Rasional : untuk mempercepat penyembuhan.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entre mikroorganisme patogen (Wilkinson, 2007 : 261).

Setelah dilakukan asuhankeperawatan

diharapkan pasien tidak

teijadi infeksi dengan kriteria hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi, status imunitas baik, nutrisi adekuat, mendapatkan imunisasi yang tepat, nadi dan suhu dalam rentang yang diharapkan.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah pertahankan cuci tangan yang benar. Rasional: untuk mengurangiresiko

penyebaraninfeksi;

pakaikan popok dengan tepat. Rasional: mengurangi kemungkinan penyebaran feses; gunakan popok sekali pakai. Rasional : superabsorbentuntuk

menampung feses dan menurunkan kemungkinan teijadinya dermatitis popok; ajarkan anak, bila mungkin tindakan perlindungan diri misal dengan cuci tangan setelah menggunakan toilet. Rasional : untuk mencegah penyebaraninfeksi;

anjurkan keluarga dan pengunjung dalam praktik isolasi khususnya mencuci

tangan. Rasional : untuk mencegahteijadinya

penyebaran infeksi.

6. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress (Wilkinson, 2007 : 20).

Setelah dilakukan asuhankeperawatan

diharapkanansietas

berkurang atau teratasi dengan kriteria hasil pasien tidak tampak cemas atau gelisah, pasien dapat beristirahat atau tidur dengan nyenyak, pasien dapat merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress, mampu mempertahankan penampilanperan,

melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori, tidak ada kecemasan secara fisik.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah kaji tingkat kecemasan. Rasional : respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola kultural yang di pelajari; pertahankan kontak

sering dengan orang tua, selalu sedia untuk mendengarkan dan bicara bila di butuhkan. Rasional : persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar perasaan; identifikasicara-cara

dimana pasien mendapat bantuan jika di butuhkan. Rasional : memantapkan hubungan dan membantu orang tua untuk melihat realisasi dari penyakit atau pengobatan yang diberikan; berikan informasi yang sesuai kebutuhan dan jika diminta oleh pasien atau orang terdekat. Rasional : memberikan jaminan bahwa perawat bersedia untuk mendukung dan membantu; beri stimulasi sensoris dan pengalihan yang sesuai dengantingkat

perkembangan anak dan kondisinya, misal : dengan terapi bermain. Rasional : untukmeningkatkan

pertumbuhandan

perkembangan anak secara optimal.

7. Defisit pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatannya berhubungan dengan kurang paparan sumberinformasi

(Wilkinson, 2007 : 274).

Setelah dilakukan asuhankeperawatan

diharapkan keluarga pasien termotivasi untuk merawat anaknya yang menderita gastroenteritis dengan baik dan benar dengan kriteria hasil : keluarga pasien mengertipengertian,

penyebab, tanda dan gejala dari gastroenteritis, cara pencegahan dan perawatan anak yang menderita gastroenteritis, serta mampu mendemonstrasikan cara membuat oralit dan LGG dengan baik dan benar.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah kaji tingkatpengetahuan

keluarga tentang penyakit dan cara perawatan anaknya. Rasional : untuk menentukan intervensi secara tepat dengan masalah yang ada; berikan

penjelasan tentang penyakit dan kondisi anaknya. Rasional : menurunkan rasa takut dan cemas terhadap kondisi anaknya; berikan penjelasan setiap akan melakukanprosedur

tindakan keperawatan. Rasional : berbagai tingkat bantuan mungkin di perlukanberdasarkan

kebutuhan;berikan

penjelasan kepada orang tua tentang perawatan anak dengan gastroenteritis di rumah, seperti pembuatan larutan gula garam (LGG). Rasional : pembuatan LGG di lakukan sebagai penanganan pertama untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat gastroenteritis.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Jual. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Corwin, E, S. 2000. Buku Saku

Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Frida. 2008. Askep Gastrointestinal. http://alfreedr.blogspot.eom/2 010/06/askep- gastroenteritis .html

Gunawan. 2009. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gastrointestinal. http://ilmukeperawatan.eom/a suhan keperawatan diare.ht ml

Hidayat, Alimul, Aziz, A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Robbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi 7. Volume 2. Jakarta : EGC.

Staff Pengajarllmu Kesehatan Anak, FKUI. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika.

Suprianto. 2008. Asuhan KeperawatanDengan

Masalah Eliminasi Alvi. http://perawatsupri.wordpress .com/2008/07/07/asuhan- keperawatan-dengan- masalah-eliminasi-alvi/

Syaifudin. 2001. Anatomi jisiologi Untuk Siswa Perawat. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Wilkinson, M, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.

Winugroho. 2008. Model Konsep Keperawatan. http://winugroho-emt- n.blogspot.com/2008/08/mod el-konsep-tipologi-pola- kesehatan.html.

Wong, Donna, L. 2003. Pedoman KlinisKeperawatan

Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC.