20
PENDAHULUAN Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri yakni: Sakit perut yang disertai dengan tenesmus, Berak-berak, Dan tinja mengandung darah dan lendir. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi dengan cacing ini juga cacing tambang dan hanya sedikit di bawah askariasis. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang penting dalam proses transmisi, iklim tropis Indonesia sangat menguntungkan terhadap perkembangan T. trichiura. Indonesia mempunyai empat area ekologi utama terhadap transmisi T. trichiura yaitu dataran tinggi, dataran rendah, kering, dan hujan. Data dari berbagai survei di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi T. trichiura merupakan masalah di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi 35% sampai 75%. Infeksi T. trichiura didasari dengan sanitasi yang inadekuat dan populasi yang padat, umumnya ini dijumpai di daerah kumuh dengan tingkat sosioekonomi yang rendah. Perbedaan prevalensi T. trichiura di daerah perkotaan dan pedesaan menggambarkan

Disentri Word

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat disentri

Citation preview

PENDAHULUANDisentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri yakni: Sakit perut yang disertai dengan tenesmus, Berak-berak, Dan tinja mengandung darah dan lendir.Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi dengan cacing ini juga cacing tambang dan hanya sedikit di bawah askariasis.Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang penting dalam proses transmisi, iklim tropis Indonesia sangat menguntungkan terhadap perkembangan T. trichiura. Indonesia mempunyai empat area ekologi utama terhadap transmisi T. trichiura yaitu dataran tinggi, dataran rendah, kering, dan hujan. Data dari berbagai survei di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi T. trichiura merupakan masalah di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi 35% sampai 75%. Infeksi T. trichiura didasari dengan sanitasi yang inadekuat dan populasi yang padat, umumnya ini dijumpai di daerah kumuh dengan tingkat sosioekonomi yang rendah. Perbedaan prevalensi T. trichiura di daerah perkotaan dan pedesaan menggambarkan perbedaan sanitasi atau densitas populasi, tingkat pendidikan, serta perbedaan sosioekonomi yang juga berperan penting.Anak usia sekolah mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap infeksi T. trichiura. Berdasarkan data epidemiologi, anak dengan tempat tinggal dan sanitasi yang buruk dan higienitas yang rendah mempunyai risiko terinfeksi yang lebih tinggi. Pendidikan higienitas yang rendah juga mendukung tingginya infeksi tersebut. Tumpukan sampah dan penyediaan makanan jajanan di lingkungan sekolah juga menjelaskan tingginya prevalensi.

LAPORAN KASUSA. IDENTITAS PENDERITANama : An. Ines FebriaoraUmur : 12 tahun Jenis kelamin: perempuanAnak ke: ke 5Agama: Islam Tanggal pemeriksaan: 05 juli 2014Ruangan: Nuri Bawah

B. ANAMNESISKeluhan utama:berak darah Riwayat penyakit sekarang: Pasien masuk RS dengan keluhan berak-berak encer yang dialami sudah 6 kali dirumah, keluhan dirasakan sudah dari 4 hari yang lalu, kotoran warna kuning disertai darah dan berlendir, pasien tidak muntah, tidak panas, pasien merasakan lemas dan sakit perut yang melilit, BAK lancar nafsu makan biasa, anak diketahui sering di tinggal orang tuanya dikebun.Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah dirawat di RS dengan keluhan muntah berak tapi tidak ada darah saat berumur 7 tahunRiwayat Penyakit Keluarga Dalam keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentisStatus Gizi: BB/TB : 100 % = status gizi baikBB: 28 kgTB : 130 cm

Tanda vitalTekanan darah: 100/70 mmHgDenyut Nadi: 100 kali/menit frekuensi. Napas: 26 kali/menitSuhu : 37 0CKepala Wajah: tidak pucat Deformitas: tidak ada Bentuk: Normochepal Rambut: warna hitam kekuningan, sukar dicabut Mata : Konjungtiva anemis kiri dan kanan Sklera tidak ikerik Pupil isokor bilateral Mulut :bibir tidak kering, lidah tidak kotor

Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar DadaParu-paru Inspeksi: Gerak dinding dada simetris, tidak ada retraksi Palpasi: tidak ada nyeri tekan Perkusi : sonor Auskultasi:bunyi nafas vesikuler ,tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing Jantung Inspeksi: ictus cordis tidak tampak pada SIC V midclavicula sinistra Palpasi: ictus cordis tidak teraba pada SIC V midclavicula sinistra Perkusi: batas-batas jantung normal Auskultasi :Bunyi jantung 1 dan bunyi jantung II murni regular.Abdomen Inspeksi: tampak cekung Auskultasi : Bising usus kesan meningkat Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba Perkusi: TimpaniEkstremitas Atas Tidak edema, akral hangat Ekstremitas Bawah :Tidak edema, akral hangat

D. LABORATORIUMDarah lengkapWBC: 13,2 x103 /m3 RBC: 4,90 x106 /m3HGB : 12,1 g/dLHCT: 38 %PLT : 427 x103 /m3E. Resume:anak perempuan masuk RS dengan keluhan hematokesia sudah 4 hari di rumah dan BAB sudah 6 kali kemarin, vomitus -, febris-, kolik abdomen +, BAK lancar, nafsu makan biasa. TTV: N 100x/m, P 26x/m, dan S 37 derajat celcius, PF didapat konjungtiva anemis kiri dan kanan dan peristaltik usus kesan meningkat.F. Diagnosis Kerja: Disentri et causa parasitG. Terapi1. Ivfd Ring-as 28 tetes /menit1. Ceftriaxone 500 mg/12 jm/iv1. Metronidazole 125 mg syrup 3x1 cth1. Paracetamol syrup 3x 2 cth (kalau perlu)FOLLOW UPNo.Tanggal & JamVital SignFollow Up

1.06-07-2014, Perawatan hari ke 2

N : 102 x/menitP : 24 x/menitS : 36,7o CCek feses

S : bab encer 1 kali, darah msh ada, lendir masih ada, tdk panas dan tidak muntah, sakit perut masih ada, BAK lancar. A : DisentriP : IVFD Ring-As 20 tpmCeftriaxone 500 mg/12 jm/ivMetronidazole 125 mg 3x1 cthPCT 3x2 cth (KP)

2.07-07-2014, Perawatan hari ke 3

N : 108x/menitP : 28x/menitS : 36,2o CHasil feses:Makro:Konsistensi: lembekWarna: coklatBau: khasLendir: -Darah: -Mikro: Leukosit: 1-2Eritrosit: 2-3Amoeba: -Telur cacing:Trichuris TrichuriaS : bab encer 1 kali, darah tdk ada, lendir masih ada, tdk panas dan tidak muntah, sakit perut tdk ada, BAK lancar. A : Disentri et causa parasitP : IVFD Ring-As 14 tpmCeftriaxone 500 mg/12 jm/ivMetronidazole 250 mg 3x1 cthPCT 3x2 cth (KP)B-com 2x1 tabPirantel pamoat 250 mg 1x1 tab

3.08-07-2014, Perawatan hari ke 4

N : 100 x/menitP : 24 x/menitS : 37o CCek feses ke 2

S : bab encer 1 kali, darah tdk ada, lendir tdk ada, tdk panas dan tidak muntah, sakit perut tdk ada, BAK lancar. A : Disentri et causa parasitP : Aff infusCotrimoxazole 2x1/2 tabMetronidazole 250 mg 3x1 cthPCT 3x2 cth (KP)B-com 2x1 tab

4.09-07-2014, Perawatan hari ke 5

N : 100 x/menitP : 25 x/menitS : 36o CHasil feses:Makro:Konsistensi: lembekWarna: coklatBau: khasLendir: -Darah: -Mikro: Leukosit: 1-2Eritrosit: 2-3Amoeba: -Telur cacing:Trichuris Trichuria

S : bab biasa, darah tdk ada, lendir tdk ada, tdk panas dan tidak muntah, sakit perut tidak ada, BAK lancar. A : Disentri et causa parasitP : Cotrimoxazole 2x1/2 tabMetronidazole 250 mg 3x1 cthB-com 2x1 tab

DISKUSI KASUS1. DEFINISIInfeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi dengan cacing ini juga cacing tambang dan hanya sedikit di bawah askariasis. Cacing jantan panjangnya 30 sampai 45 mm, bagian anterior halus seperti cambuk, bagian ekor melingkar, cacing betina panjangnya 35 sampai 50 mm, bagian anterior halus seperti cambuk, bagian ekor lurus berujung tumpul. Telur T. trichiura berukuran lebih kurang 50 kali 22 mikron, bentuk seperti tempayan dengan kedua ujung menonjol, berdinding tebal dan berisi ovum kemudian berkembang menjadi larva setelah 10 sampai 14 hari. Kelembaban tanah dan kelembaban udara juga dapat mempengaruhi perkembangan dan kelangsungan hidup dari telur dan larva. Kelembaban yang lebih tinggi dapat mempercepat perkembangan telur dan pada kelembaban yang rendah sebagian telur T. trichiura tidak akan membentuk embrio.1,2,3,4,52. EPIDEMILOGIFaktor lingkungan mempunyai pengaruh yang penting dalam proses transmisi, iklim tropis Indonesia sangat menguntungkan terhadap perkembangan T. trichiura. Indonesia mempunyai empat area ekologi utama terhadap transmisi T. trichiura yaitu dataran tinggi, dataran rendah, kering, dan hujan. Data dari berbagai survei di berbagai tempat di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi T. trichiura merupakan masalah di semua daerah di Indonesia dengan prevalensi 35% sampai 75%. Infeksi T. trichiura didasari dengan sanitasi yang inadekuat dan populasi yang padat, umumnya ini dijumpai di daerah kumuh dengan tingkat sosioekonomi yang rendah. Perbedaan prevalensi T. trichiura di daerah perkotaan dan pedesaan menggambarkan perbedaan sanitasi atau densitas populasi, tingkat pendidikan, serta perbedaan sosioekonomi yang juga berperan penting.1,2Anak usia sekolah mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap infeksi T. trichiura. Berdasarkan data epidemiologi, anak dengan tempat tinggal dan sanitasi yang buruk dan higienitas yang rendah mempunyai risiko terinfeksi yang lebih tinggi. Pendidikan higienitas yang rendah juga mendukung tingginya infeksi tersebut. Tumpukan sampah dan penyediaan makanan jajanan di lingkungan sekolah juga menjelaskan tingginya prevalensi. 1,23. PATOFISIOLOGIPenyebaran T. trichiura melalui transmisi faeco-oral. Telur yang dibuahi akan menjadi infektif di tanah selama 10 sampai 14 hari. Tertelannya telur yang dibuahi akan menyebabkan terjadinya infeksi. Kemudian di duodenum larva akan menetas, menembus dan berkembang di mukosa usus halus dan menjadi dewasa di sekum. Siklus ini berlangsung selama lebih kurang 3 bulan; cacing dewasa akan hidup selama 1 sampai 5 tahun dan cacing betina dewasa akan menghasilkan 20 000 telur setiap harinya. 3

Gambar 1: siklus hidup trichuriasis. 34. GAMBARAN KLINISBagaimana mekanisme pasti bagaimana T. trichiura menimbulkan kelainan pada manusia belum diketahui, tetapi paling tidak ada dua proses yang berperan yaitu trauma oleh cacing dan efek toksik. Trauma (kerusakan) pada dinding usus terjadi oleh karena cacing ini membenamkan bagian kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya menetap di daerah sekum. Pada infeksi yang ringan, kerusakan dinding mukosa usus hanya sedikit tetapi dengan masuknya bagian kepala cacing dewasa ke mukosa usus dan menghisap darah, terjadi iritasi dan peradangan mukosa usus, sehingga dapat menimbulkan anemia, dan mudah terinfeksi bakteri atau parasit lain seperti Entamoeba histolytica dan Eschericia coli. Infeksi cacing ini memperlihatkan adanya respons imunitas humoral yang ditunjukkan dengan adanya reaksi anafilaksis lokal, akan tetapi peran imunitas seluler tidak terlihat. Gejala ringan dan sedang adalah anak menjadi gugup, susah tidur, nafsu makan menurun, pada infeksi berat bisa dijumpai nyeri perut, disentri sampai prolapsus rekti. 3,4Pada pasien temuan klinis yang didapatkan pada kasus adalah anak menderita berak encer disertai darah atau disentri dan juga disertai nyeri perut, ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa gejala klinis pada penderita Trichuriasis ringan dan sedang adalah anak menjadi gugup, susah tidur, nafsu makan menurun, pada infeksi berat bisa dijumpai nyeri perut, disentri sampai prolapsus rekti. 3,4Infeksi STH diketahui dapat menyebabkan malnutrisi dan anemia defisiensi besi. Penelitian di Zanzibar menunjukkan hubungan antara infeksi cacing dengan pertumbuhan yaitu didapati peningkatan berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi. Kurangnya nutrisi dan infeksi parasit umum mempunyai ritme yang berhubungan dengan usia. Kekurangan nutrisi biasanya lebih berat pada anak yang lebih kecil, dan suplementasi makanan lebih berhasil pada anak usia kurang dari 2 tahun. 3,4

5. DIAGNOSISInfeksi T. trichiura ditegakkan dengan menjumpai telur dalam feses ataupun cacing dewasa pada feses. Pemeriksaan yang direkomendasikan adalah pemeriksaan sampel feses dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz. Metode ini dapat mengukur intensitas infeksi secara tidak langsung dengan menunjukkan jumlah telur per gram feses. 5Pada kasus telah dilakukan pemeriksaan feses dan hasil dari pemeriksaan tersebut didapatkan telur cacing dari jenis T. Trichuria, ini juga sesua dengan teori yang menyatakan bahwa diagnosis di tegakkan dengan menjumpai telur dalam feses ataupun cacing dewasa pada feses. Pemeriksaan yang direkomendasikan adalah pemeriksaan sampel feses dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz. Metode ini dapat mengukur intensitas infeksi secara tidak langsung dengan menunjukkan jumlah telur per gram feses. 5 Infeksi dapat tidak terdeteksi jika menggunakan metode diagnosis yang kurang sensitif, seperti hapusan tipis tinja direk, dan jika konsentrasi telur di feses terlalu rendah. Pada suatu studi di Bangladesh, terdapat 8% infeksi T. trichiura yang tidak terdeteksi ketika didiagnosis menggunakan metode sedimentasi eter dibandingkan dengan diagnosis dengan memberikan obat antihelmintik yang efektif. 56. PENATALAKSANAAN WHO memberikan empat daftar anthelmintik yang esensial dan aman dalam penanganan dan kontrol STH, yaitu albendazole, mebendazole, levamisole, dan pyrantel pamoate. Jika diberikan secara reguler pada komunitas yang terinfeksi, obat-obat ini efektif dalam mengontrol morbiditas yang berhubungan dengan infeksi cacing yang endemik. Berdasarkan meta analisis dari sembilan uji plasebo-kontrol, pemberian albendazole dalam penanganan infeksi T. trichiura didapati angka penurunan telur sebesar 0% sampai 89,7%.3,4,5Tabel 1: Studi observasi dan studi kasus dengan albendazole oral dosis tunggal pada infeksi Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang. 3,4,5

Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan di Thailand ditemukan bahwa pengobatan dengan albendazole 400 mg selama 3 atau 5 hari menunjukkan penurunan telur T. trichiura yang bermakna dibandingkan dengan penggunaan 400 mg single dose. 4,5Golongan benzimidazole telah menunjukkan aktivitasnya secara in vitro ataupun in vivo pada hewan dan manusia terhadap spesies cacing. Mekanisme kerjanya adalah dengan mengganggu biokimia dari nematoda yang rentan. Obat tersebut bekerja secara selektif dan ireversibel dalam menurunkan atau menghambat pengambilan glukosa pada parasit, sehingga mengganggu berbagai stadium perkembangannya. Akibatnya cadangan glikogen menjadi habis, sehingga terjadi penurunan atau gangguan dalam produksi adenosine triphosphate (ATP), dan mencapai tahap di mana kadar energi yang inadekuat menyebabkan parasit tidak dapat hidup. Akibatnya terjadi paralisis yang disebabkan habisnya sumber energi eksogen, yang berdampak matinya parasit. Kerja ini berbeda dengan antihelmintik non benzimidazole yang bekerja melalui jalur neuromuskular parasit dan menyebabkan paralisis. Uji eksperimental telah menunjukkan bahwa golongan benzimidazole tidak saja membunuh stadium dewasa dari nematoda tetapi juga membunuh atau mensterilkan telur dan larva. 5Albendazole tersedia dalam bentuk tablet kunyah dan cairan. Albendazole tersedia dalam sediaan 200 mg dan 400 mg. Absorbsi obat ini di saluran cerna tidak baik sehingga obat ini bekerja langsung terhadap cacing. 4,5Berdasarkan hasil studi meta analisis, albendazole ditoleransi dengan baik. Pada 11 studi yang menggunakan albendazole, tidak ada dilaporkan efek samping yang signifikan setelah pemberian albendazole. Satu studi di Phillippina melaporkan adanya mual dan diare pada 2 dan 1 individu. 47. PROGNOSISAnak mempunyai prevalensi tertinggi terhadap infeksi T. trichiura, dan anak umumnya defekasi sembarangan di tempat terbuka, sehingga anak merupakan penyebab utama kontaminasi terhadap lingkungan. Penurunan infeksi cacing di masyarakat berlangsung lambat dapat disebabkan oleh higienitas lingkungan yang buruk. Dalam hal ini pengobatan yang dilakukan tidak mempunyai efek yang signifikan dalam mengurangi kontaminasi lingkungan dari telur T. trichiura. Albendazole diketahui dapat menimbulkan perubahan telur yang kontak dengan obat ini dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan transmisi. Pemilihan antihelmintik yang tepat, yang mempunyai efek vermisidal, larvasidal dan ovisidal penting dalam upaya penurunan transmisi. Hal ini dapat dilihat dengan menurunnya angka reinfeksi dan infeksi baru di masyarakat. 5

DAFTAR PUSTAKA1. Buku ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid I. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, dkk. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ed. 3. Tahun 2012. 2. Pedoman Pelayanan Medis. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastusi S, Idris NS, Ganda Putra EP, Harmoniati ED, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tahun 2009. 3. http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/1041/10434. http://www.austincc.edu/microbio/2993t/tric.htm5. http://www3.med.unipmn.it/papers/2014/NEJM/2014-02-13_nejm/nejmoa1301956.pdf