Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DISTRIBUSI PENELURAN PENYU DI KECAMATAN SORKAM BARAT KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA
WINNI J S SIMBOLON 130302076
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
Universitas Sumatera Utara
DISTRIBUSI PENELURAN PENYU DI KECAMATAN SORKAM BARAT KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
WINNI J S SIMBOLON 130302076
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
Universitas Sumatera Utara
DISTRIBUSI PENELURAN PENYU DI KECAMATAN SORKAM BARAT KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
WINNI J S SIMBOLON 130302076
Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana
Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Distribusi Peneluran Penyu di Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara
Nama : Winni J S Simbolon
NIM : 130302076
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Winni J S Simbolon
NIM : 130302076
menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Distribusi Peneluran Penyu di
Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera
Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Medan, Desember 2017 Winni J S Simbolon NIM. 130302076
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
WINNI J S SIMBOLON. Distribusi Peneluran Penyu di Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Dibawah bimbingan HSETI WAHYUNINGSIH dan ANI SURYANTI.
Penyu laut termasuk ke dalam kelompok reptilia yang mempunyai daerah jelajah yang sangat luas, yang mendiami laut tropis dan subtropis di seluruh dunia. Secara internasional, penyu termasuk hewan yang terdaftar dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Salah satu tempat peneluran penyu di Sumatera Utara adalah kawasan pantai Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengetahui lokasi dan ciri-ciri umum lokasi peneluran penyu di Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara dilakukan dengan purposive sampling. Penelitian ini dilaksanakan pada akhir bulan April sampai dengan awal September 2017 di Kecamatan Sorkam Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu dengan observasi atau pengamatan secara langsung. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa titik peneluran penyu di Kecamatan Sorkam Barat dalam cakupan wilayah empat desa yaitu desa Pasar Sorkam, desa Madani, desa Tolok Roban, desa Binasi dan waktu terlihat terakhir pada tahun 2017. Jenis penyu yang ditemukan yaitu Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) pada bulan Mei dan Juli 2017 sedangkan pada bulan Juni tidak diketahui jenisnya karena telur tersebut dijual oleh nelayan.
Kata kunci : penyu, peneluran, Sorkam Barat, distribusi.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
WINNI J S SIMBOLON. Sea Turtle Distribution in West Sorkam District, Central Tapanuli Regency, North Sumatera Province. Under the guidance of HSETI WAHYUNINGSIH and ANI SURYANTI. Sea turtle is a group of reptiles that have a wide range of roaming, which inhabit tropical and subtropical seas around the world. Internationally, sea turtle is animal listed in CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). One of the turtle nesting places in North Sumatra is the coastal area of West Sorkam, Central Tapanuli Regency, North Sumatra Province. To know the location and general characteristics of turtle nesting location in West Sorkam District, Central Tapanuli Regency, North Sumatera Province is done by purposive sampling. The research has been conducted from the end of April until the beginning of September in West Sorkam District. The method used in this research is survey method, that is by observation or direct observation. The data collected in the form of primary data and secondary data. The results showed that turtle nesting spots in West Sorkam District cover the four villages of Pasar Sorkam village, Madani village, Tolok Roban village, Binasi village and last seen time in 2017. Type of sea turtle found is Olive Ridley (Lepidochelys olivacea) on May and July 2017 meanwhile in June it is unknown because the eggs are sold by fisherman. Keywords: seaturtle, nesting, West Sorkam, distribution.
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Winni J S Simbolon lahir
di Sei Siasam pada tanggal 18 Juni 1995, merupakan anak
pertama dari ayah I.W.D Simbolon dan ibu Saminar Purba.
Penulis mengawali pendidikan formal di TK Bhakti
Pertiwi, SD Negeri 033 Rokan IV Koto, SMP Negeri 1
Sidamanik dan SMA Negeri 1 Sidamanik. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana
di program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara (MSP FP USU) pada tahun 2013 melalui jalur ujian
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Penulis
melaksanankan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di UPT Konservasi Penyu Kota
Pariaman, Sumatera Barat pada tahun 2016.
Selama menempuh pendidikan penulis aktif dalam kegiatan organisasi
diantaranya sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan
Universitas Sumatera Utara (IMASPERA USU) (tahun 2015 dan 2016) dan
sebagai bendahara GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) Komisariat
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Cabang Medan (tahun 2014 dan
2015) serta sebagai volunteer di Lembaga Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(WALHI) sampai sekarang.
Untuk menyelesaikan studi di program studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, penulis melaksanakan
penelitian dengan judul skripsi “Distribusi Peneluran Penyu di Kecamatan
Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara” yang
Universitas Sumatera Utara
dibimbing oleh Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih S.Si, M.Si dan Ibu Ani Suryanti,
S.Pi, M.Si.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat rahmat serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Distribusi Peneluran Penyu di Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten
Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara”. Skripsi ini merupakan satu
diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati, penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Universitas Sumatera Utara dan Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan
sarjana.
2. Kedua orangtua yang penulis sayangi, Ayahanda I.W.D Simbolon dan Ibunda
Saminar Purba atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan.
3. Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing
dan Ibu Ani Suryanti, S.Pi, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah membimbiing selama penyusunan skripsi.
4. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku Ketua Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak dan Ibu staff pengajar serta pegawai Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan.
6. Saudari penulis, Dwi A S Simbolon dan saudara penulis, Forman Y Simbolon
dan Ruben B Simbolon atas doa dan dukungan.
Universitas Sumatera Utara
7. Ketua Konservasi, Pak Budi dan seluruh anggota yang telah mengijinkan dan
membimbing penulis dalam melakukan penelitian.
8. Sobat Kartini: Arief P Bangun, Arif Nuhalin, Indah Lutfa MT, Ira M
Lumbangaol, Kusuma Widya Sari, Sara S Br Ginting dan Yuli Wulandari
atas semangat dan dukungan yang telah diberikan dengan cara yang berbeda.
9. Keluarga Besar Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi seluruh kalangan.
Medan, Desember 2017
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix
PENDAHULUAN .................................................................................... 1 Latar Belakang .............................................................................. 1 Perumusan Masalah ....................................................................... 3 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6 Penyu ............................................................................................. 6 Penyu Hijau (Chelonia mydas) ..................................................... 11 Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) .......................................... 17 Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) ......................................... 20 Vegetasi Pantai .............................................................................. 22 Navigasi Penyu .............................................................................. 23
METODE PENELITIAN ....................................................................... 24 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 25 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 25 Penetuan Lokasi Penelitian ........................................................... 25 Pengamatan Karakteristik Pantai .................................................. 25 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 26 Analisis Data ................................................................................. 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 27 Hasil .............................................................................................. 27 Pembahasan ................................................................................... 30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...................................................................................... 37 Saran ................................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Nama Ilmiah dan Nama Internasional Penyu ........................................ 10
2. Jenis-jenis Penyu ................................................................................... 10 3. Lokasi Bertelur Penyu ........................................................................... 27
4. Kondisi Lingkungan Tempat Bertelur Penyu ........................................ 27
5. Telur Penyu yang Ditemukan ................................................................ 28
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 4
2. Siklus Hidup Penyu Secara Umum ....................................................... 8
3. Bagian-bagian Tubuh Penyu ................................................................. 9
4. Penyu Hijau (Chelonia mydas) .............................................................. 12
5. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) ................................................... 18
6. Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) ................................................. 20
7. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................... 24
8. Peta Distribusi Penyu ............................................................................ 29
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Lokasi Penelitian ................................................................................... 41
2. Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................... 43
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyu laut termasuk ke dalam kelompok reptilia yang mempunyai daerah
jelajah yang sangat luas, yang mendiami laut tropis dan subtropis di seluruh dunia.
Penyu laut diperkirakan telah menghuni bumi ini lebih dari 100 juta tahun. Oleh
karena itu penyu laut dikenal sebagai fosil hidup. Penyu telah mengalami
beberapa adaptasi untuk dapat hidup di laut, diantaranya yaitu dengan adanya
tangan dan kaki yang berbentuk seperti sirip dan bentuk tubuh yang lebih ramping
untuk memudahkan mereka berenang di air. Penyu laut juga memiliki kemampuan
untuk mengeluarkan garam-garam air laut yang ikut tertelan bersama makanan
yang mereka makan dan juga kemampuan untuk tinggal di dalam air dalam waktu
yang lama selama kurang lebih 20-30 menit. Telinga penyu laut tidak dapat
dilihat, tetapi mereka memiliki gendang telinga yang dilindungi oleh kulit. Penyu
laut dapat mendengar suara-suara dengan frekuensi rendah dengan sangat baik
dan daya penciuman mereka juga mengagumkan. Mereka juga dapat melihat
dengan sangat baik di dalam air. Penyu laut memiliki cangkang yang melindungi
tubuh mereka dari pemangsa (Rianto, 2012).
Secara internasional, penyu termasuk hewan yang terdaftar dalam CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies
terancam adalah perjanjian internasional antar negara yang disusun berdasarkan
resolusi sidang anggota World Conservation Union tahun 1963. Konvensi
bertujuan melindungi tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan
internasional spesimen tumbuhan dan satwa liar yang mengakibatkan kelestarian
Universitas Sumatera Utara
spesies tersebut terancam dalam Appendiks I yaitu satwa-satwa yang terlarang
untuk segala pemanfaatan dan perdagangannya. Secara nasional, organisme ini
dilindungi seperti digariskan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati Penyu berikut bagian-bagiannya termasuk telurnya merupakan
satwa yang dilindungi oleh negara (PP No. 7, 1999).
Perairan Indonesia merupakan wilayah yang unik di dunia, dimana
wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki letak geografis yang strategis. Di
dunia terdapat tujuh jenis penyu, enam jenis diantaranya diketahui terdapat
perairan Indonesia yakni penyu Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik
(Eretmochelys imbricate), Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu Pipih
(Natator depressus), Penyu Tempayan (Caretta caretta), Penyu Belimbing
(Dermochelys coriacea) sedangkan Penyu Kempi (Lepidochelys kempi) hanya
ditemukan di perairan Florida dan laut Mexsiko (Zarkasi et al., 2013).
Habitat peneluran penyu dipengaruhi oleh lingkungan. Umumnya
pemilihan daerah peneluran adalah tempat yang luas dan landai yang terletak di
atas pantai yang memiliki butiran pasir tertentu dan mudah digali secara naluriah
dianggap aman untuk bertelur, tempatnya didominasi oleh vegetasi. Keadaan
pantai peneluran harus tenang, tidak ada badai yang kencang dan dalam keadaan
yang gelap (Susilowati, 2002).
Salah satu tempat peneluran penyu di Sumatera Utara adalah kawasan
pantai Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Pantai Sorkam Barat merupakan daerah pantai yang masih alami, belum banyak
dilakukan kegiatan perikanan dan merupakan tempat persinggahan bagi penyu
untuk bertelur. Musim bertelur penyu terjadi di sepanjang tahun tetapi puncak
Universitas Sumatera Utara
peneluran terdapat pada bulan Desember dan Januari. Hal ini diketahui karena
pada bulan-bulan tersebut banyak nelayan yang menemukan adanya telur penyu di
sepanjang pantai Sorkam Barat. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan
penelitian mengenai persebaran lokasi peneluran penyu di sepanjang garis pantai
Sorkam, Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi
Sumatera Utara.
Perumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana lokasi peneluran penyu di Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten
Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara ?
2. Bagaimana ciri-ciri umum lokasi peneluran penyu di Kecamatan Sorkam
Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara ?
Kerangka Pemikiran
Pantai Sorkam terletak di Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli
Tengah, Provinsi Sumatera Utara merupakan zona inti kawasan konservasi penyu.
Daerah pantai Sorkam merupakan pantai peneluran beberapa penyu diantaranya
Penyu Hijau (C. mydas), Penyu Sisik (E. imbricata) dan Penyu Lekang (L.
olivacea). Pada pantai Sorkam terdapat beberapa gangguan maupun ancaman baik
terhadap penyu dewasa, maupun tukik dan telur-telur penyu. Berdasarkan
informasi diatas, perlu dilakukan kajian langsung untuk mengetahui distribusi
sarang penyu berdasarkan karakteristik pantai di Kecamatan Sorkam, Kabupaten
Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Bagan kerangka penulisan penelitian
disajikan pada Gambar 1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui lokasi peneluran penyu di Kecamatan Sorkam Barat,
Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri umum lokasi peneluran penyu di Kecamatan
Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Penyu
Karakteristik Pantai
Distribusi Penyu
Pulau Sorkam
Rekomendasi Pengelolaan
Universitas Sumatera Utara
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang lokasi
peneluran penyu. Informasi tersebut dapat dijadikan rujukan pada anggota
konservasi di Sorkam untuk menyelamatkan telur penyu dari predator pada bulan
biasanya penyu bertelur. Hal tersebut dapat memberikan manfaat lanjutan dalam
upaya pengelolaan ataupun pelestarian sumberdaya perikanan khususnya penyu.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Penyu
Penyu merupakan hewan perairan laut, yang hidupnya mulai dari perairan
laut dalam hingga perairan laut dangkal. Kadang-kadang penyu juga berada di
daerah pantai dan biasanya digunakan untuk bertelur. Penyu bertelur ketika terjadi
air pasang penuh, induk penyu akan berenang menuju ke pantai yang berpasir dan
melakukan beberapa tahapan proses peneluran, yaitu merayap, membuat lubang
badan, membuat lubang sarang, bertelur, menutup lubang sarang, menutup lubang
badan, memadatkan pasir di sekitar lubang badan, istirahat, membuat penyamaran
sarang dan kembali ke laut (Syaiful et al., 2013).
Musim bertelur penyu terjadi sepanjang tahun, tiap penyu akan bertelur
sekitar 4 sampai 6 kali setiap tahunnya dengan interval masa peneluran selama 12
sampai 14 hari. Meskipun demikian, pada musim-musim tertentu, biasanya
selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun terjadi aktivitas penyu bertelur melimpah.
lebih kurang 143 lokasi peneluran penyu yang tersebar di seluruh Indonesia.
Tetapi banyak di antara lokasi lokasi peneluran penyu yang luas telah ditinggalkan
oleh penyu, karena kondisi lingkungan yang rusak. Ancaman utama terhadap
populasi penyu adalah kegiatan manusia, seperti pencemaran pantai dan laut,
perusakan habitat peneluran, perusakan daerah mencari makan, gangguan pada
jalur migrasi serta penangkapan induk penyu secara ilegal dan pengumpulan telur.
Dalam kaitan dengan pengawasan secara internasional, semua jenis penyu telah
dikategorikan sebagai satwa langka dan dilindungi dalam Red Data Book IUCN
dan seluruh jenis penyu sudah termasuk dalam Appendix 1 CITIES (Kasenda,
2013).
Universitas Sumatera Utara
Siklus hidup penyu yang unik dan rutin dalam bertelur di kawasan yang
sama dan penyu dewasa yang selalu kembali ke tempat asal usulnya pada saat
bertelur, selain dipengaruhi oleh instink perilaku juga oleh sifat fisik morfologi
pantai serta struktur vegetasi alam yang menyusun kawasan. Pada pantai dengan
kemiringan lebih besar 30% naungan vegetasi terhadap sarang cenderung
mempengaruhi kelembaban sarang. Sayangnya data serta informasi tentang
struktur dan komposisi vegetasi pantai dimana penyu bertelur masih umum dan
belum diungkapkan secara rinci (Roemantio et al., 2012).
Daerah peneluran sebagai ruang tempat bertelur bagi penyu laut,
mempunyai segi karakteristik setiap jenis penyu. Persyaratan umum untuk pantai
peneluran, yaitu pantai harus mudah dijangkau dari laut, posisi pantai harus cukup
tinggi untuk mencegah terendamnya telur-telur oleh air laut pasang, substrat pasir
memiliki aliran difusi gas, serta substrat berukuran sedang untuk mencegah
lubang sarang runtuh selama pembuatan sarang. Penyu laut umumnya memilih
daerah untuk bertelur pada dataran yang luas dan landai yang terletak di atas
bagian pantai dengan rata-rata kemiringan 30° serta di atas pasang surut antara 30
sampai 80 meter. Telur-telur diletakkan pada sarang yang dibuat antara 8 sampai
41 meter dari titik pasang tertinggi untuk menghindarkan terendamnya sarang
telur penyu (Agustina, 2009).
Pantai peneluran penyu memiliki persyaratan umum antara lain pantai
mudah dijangkau dari laut, posisinya harus cukup tinggi untuk mencegah telur
terendam oleh air pasang, pasir pantai relatif lepas (loose) serta berukuran sedang
untuk mencegah runtuhnya lubang sarang pada saat pembentukannya. Pemilihan
lokasi ini agar telur berada dalam lingkungan bersalinitas rendah, lembab dan
Universitas Sumatera Utara
substrat memiliki ventilasi yang baik sehingga telur-telur tidak tergenang air
selama masa inkubasi (Satriadi et al., 2003). Skema siklus hidup penyu laut
secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Siklus hidup penyu secara umum (Richayasa, 2015)
Menurut Amilah (2012), pengenalan terhadap bagian-bagian tubuh penyu
beserta fungsinya sangat diperlukan agar dapat melakukan identifikasi dengan
baik. Tubuh penyu terdiri dari bagian-bagian:
a. Karapas, yaitu bagian tubuh yang dilapisi zat tanduk, terdapat di bagian
punggung dan berfungsi sebagai pelindung.
b. Plastron, yaitu penutup pada bagian dada dan perut.
c. Infra Marginal, yaitu keping penghubung antara bagian pinggir karapas dengan
lastron. Bagian ini dapat digunakan sebagai alat identifikasi.
d. Tungkai depan, yaitu kaki berenang di dalam air berfungsi sebagai alat dayung.
Universitas Sumatera Utara
e. Tungkai belakang, yaitu kaki bagian belakang (pore fliffer) berfungsi sebagai
alat penggali. Bagian-bagian tubuh penyu dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Morfologi penyu (Laras, 2013)
Family : Cheloniidae, meliputi :
Species :
a) Chelonia mydas (penyu hijau)
b) Natator depressus (penyu pipih)
c) Lepidochelys olivacea (penyu abu)
d) Lepidochelys kempi (penyu kempi)
e) Eretmochelys imbricata (penyu sisik)
f) Caretta caretta (penyu karet atau penyu tempayan)
Family : Dermochelyidae, meliputi :
Species :
g) Dermochelys coriacea (penyu belimbing)
Dari 7 spesies penyu di atas, penyu jenis Lepidochelys kempi (penyu kempi) tidak
berada di Indonesia, tapi berada di Ameraka Latin.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Nama Ilmiah dan Nama Internasional Penyu No Nama Ilmiah dan Nama
Internasional Nama Daerah
1 Chelonia mydas (Green turtle)
Penyu Hijau (Jawa Barat dan Kalimantan Timur), Penyu Daging (Bali), Penyu Sala (Sumbawa), Katuwang (Sumatera Barat), Penyu Pendok (Karimun Jawa)
2 Natator depressus (Flatback turtle)
Penyu Pipih
3 Lepidochelys olivacea (Olive ridley turtle)
Penyu Abu-Abu
4 Dermochelys coriacea (Leatherback turtle)
Penyu Belimbing
5 Eretmochelys imbricata (Hawksbill turtle)
Penyu Sisik (Jawa Barat, Sumatera Barat, Bali, Belitung, Simelue, Pulau Seribu, Sulawesi, Kalimantan Timur), Penyu Genting (Jawa Timur), dan Penyu Sisir (Madura)
6 Caretta caretta (Loggerhead turtle)
Penyu Karet dan Penyu Tempayan
Identifikasi jenis penyu dapat dilakukan berdasarkan pada hal-hal berikut:
a. Bentuk luar (morfologi)
b. Tanda-tanda khusus pada karapas
c. Jejak dan ukuran sarang (diameter dan kedalaman sarang) serta kebiasaan
bertelur
d. Pilihan habitat peneluran
Tata cara atau kunci identifikasi jenis penyu berdasarkan ciri-ciri
morfologi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Jenis-jenis Penyu
No Jenis – Jenis Penyu Morfologi Penyu 1 Chelonia mydas
(Penyu Hijau) Karapas berbentuk oval, berwarna kuning keabu-abuan, tidak meruncing dipunggung, dan kepala bundar.
2 Natator depressus Karapas meluas berbentuk oval, berwarna kuning keabu-abuan, tidak meruncing di
Universitas Sumatera Utara
(Penyu Pipih) belakang, kepala yang kecil dan bundar.
3 Lepidochelys olivacea (Penyu Abu-Abu)
Karapas berbentuk seperti kubah tinggi, terdiri dari 5 pasang “coastal scutes” dimana di setiap sisi terdiri dari 6-9 bagian. Bagian pinggir karapas lembut. Karapas berwana hijau gelap (dark olive green) dan bagian bawah berwarna kuning. Kepala penyu abu-abu tergolong besar.
4 Dermochelys coriacea (Penyu Belimbing)
Punggung memanjang berbentuk buah belimbing, kepalanya sedang serta membundar, kaki depan panjang serta punggung berwarna hitam, hampir seluruhnya disertai bintik-bintik putih.
5 Eretmochelys imbricata (Penyu Sisik)
Bentuk karapas seperti jantung (elongate) , meruncing dipunggung, kepalanya sempit serta karapasnya berwarna coklat dengan beberapa variasi terang mengkilat.
6 Caretta caretta (Penyu Tempayan)
Bentuk memanjang, meruncing dibagian belakang, kepala berbentuk “triangular” hampir seluruhnya berwarna cokelat kemerah-merahan.
Penyu Hijau (Chelonia mydas)
Klasifikasi dan Morfologi Penyu Hijau
Penyu Hijau mempunyai ciri-ciri karapaks sebagai penutup tubuh
merupakan kulit keras yang terdiri dari 4 pasang sisik coastal, 5 sisik vertebral
dan 12 pasang sisik marginal, sepasang sisik prefiontal yang letaknya di atas
hidung, memilih sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang, kuku pada kaki
depan hanya satu, warna karapaksnya coklat atau kehitam-hitaman dan letak
bagian karapaks tidak saling menutupi satu sama lainnya. Bagian dorsal anak-
anak penyu yang baru lahir (tukik) adalah berwarna hitam dan bagian ventralnya
putih mulai dari kaki atau “flipper” (Segara, 2008). Gambar Penyu Hijau
(Chelonia mydas) dapat dilihat pada Gambar 4.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Penyu Hijau (Chelonia mydas)
Klasifikasi Penyu Hijau menurut Susilowati (2002), adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudinata
Famili : Cheloniidae
Genus : Chelonia
Spesies : Chelonia mydas
Biologi Penyu Hijau
Penyu Hijau merupakan reptil laut yang bersifat herbivor, meskipun pada
saat tukik bersifat karnivor. Sebagaimana layaknya reptil, indra pendengaran pada
Penyu Hijau tidak berkembang dengan baik. Hal ini karena penyu tidak memiliki
telinga luar untuk mengumpulkan rangsangan dari luar, namun demikian penyu
sangat sensitif dengan getaran. Indera perabanya sangat sensitif, terutama pada
bagian-bagian yang lembek pada bagian flipper dan lehernya sedangkan indera
Universitas Sumatera Utara
penciuman pada penyu berkembang dengan sangat baik, indera ini merupakan
pengembangan dari susunan syaraf penciuman pada otaknya (Mukminin, 2002).
Dalam kehidupannya Penyu Hijau banyak berada di lingkungan laut
dibanding dengan lingkungan darat. Kehidupan di laut dimulai sejak tukik penyu
menuju lepas pantai, dewasa, bereproduksi dan ke darat untuk bertelur. Penyu
Hijau betina yang ditemukan di penangkaran penyu saat ini sangat tergantung
suhu dan kualitas serta kuantitas makanan yang didapat. Panjang karapaks Penyu
Hijau pada saat mencapai dewasa kelamin sekitar 88,9 cm (Susilowati, 2002).
Kemampuan penyu melihat dengan sangat baik, Penyu Hijau dapat
melihat obyek atau benda yang ada didepannya sampai dengan sudut 30° dan 180°
ke samping, serta dapat berakomodasi dengan baik pada sudut 150° ke arah
bawah pada saat berenang di permukaan laut. Penyu Hijau sangat sensitif terhadap
cahaya dengan panjang gelombang maksimal antara 500-550 nm. Susunan syaraf
penyu adalah yang terbaik diantara ordo Testudinata kelas reptil (Mukminin,
2002).
Pendengaran dari jenis penyu tidak berkembang dengan baik seperti pada
jenis reptil lainnya, penyu tidak punya external ear untuk mengumpulkan
ransangan dari luar. Pada penyu laut terdapat gendang telinga yang ditutupi oleh
kulit biasa yang bisa mengurangi sensitifitas pendengaran. Penyu sensitif terhadap
getaran yang berada di bawah atau di permukaan tanah, yang agaknya sama
dengan rangsangan yang berada di bawah air (Susilowati, 2002).
Pembuahan pada semua jenis penyu terjadi secara internal dan semua jenis
penyu adalah ovipar. Penyu biasanya kawin di tepi pantai, saat terjadi perkawinan
penyu jantan yang lain mendekat untuk menunggu giliran atau merebut betina
Universitas Sumatera Utara
yang sedang kawin tersebut. Penyu betina kawin dengan beberapa jantan dalam
satu musim (polyandri). Pada saat musim peneluran, penyu betina dewasa yang
akan bertelur melakukan puasa atau sama sekali tidak makan dan hanya penyu
jantan saja yang melakukan aktivitas tersebut (Mukminin, 2002).
Migrasi Penyu Hijau
Bagaimana cara penyu dapat menemukan pulau tersebut adalah sesuatu
yang mengagumkan. Penyu-penyu diduga menggunakan benda-benda langit yaitu
letak dan ketinggian bintang-bintang dan matahari sebagai acuan untuk
menentukan arah dan letak lintang dari pulau tersebut, selain itu mungkin sekali
mereka menggunakan kemampuan penciumannya. Penyu-penyu ini bergerak
sepanjang pesisir timur Brazillia hingga ke daerah yang menonjol itu, lalu
bergerak tepat ke timur hingga pulau tersebut dapat terlihat di cakrawala
(Mukminin, 2002).
Penyu Hijau adalah jenis penyu yang paling umum ditemukan di perairan
Indonesia dan memiliki distribusi paling luas diantara jenis-jenis penyu lainnya.
Penyu Hijau menyebar mulai dari 26°LU-26°LS, dan daerah perkembangannya
terdapat di daerah yang memiliki suhu rata-rata diatas 20°C. Konsentrasi utama
dari Penyu Hijau terdapat kepulauan Karibia, Nikaragua, Costa Rica, Suriname,
Indonesia dan Filiphina (Sani, 2000).
Penyu Hijau termasuk hewan beruaya dengan daerah ruaya yang luas
hingga mencapai jarak ribuan kilometer. Ruaya Penyu Hijau yang berhubungan
dengan perkembangbiakan disebut breeding migration, sedangkan yang
berhubungan dengan perkembangan individu disebut dengan development
migration. Salah satu kemampuan khas Penyu Hijau adalah kemampuannya untuk
Universitas Sumatera Utara
kembali ke pantai tempat asal dilahirkan, kemampuan ini dinamakan Homing
Orienatation. Penyu Hijau melakukan migrasi ribuan kilometer dari tempat
mencari makan (feeding habit) menuju ke satu pantai untuk kawin dan bertelur
dengan cara berenang menyusuri garis pantai, hingga menemukan pantai tempat
mereka dilahirkan (Mukminin, 2002).
Di Indonesia Penyu Hijau menyebar mulai dari Aceh hingga Papua. Penyu
Hijau menyenangi pantai yang landai dan sempit terutama yang berhadapan
dengan laut dalam misalnya pulau Penyu di Sumatera Barat, pantai Ujung Kulon,
Pantai Pangumbahan, Sindangkerta (Jawa Barat), Pantai Sukadame dan Pulau
Burung (Jawa Timur), Pulau Bilang-bilangan (Kalimantan Timur), Pantai di
sebelah timur Manokwari (Irian Jaya), Pulau Penyu di Laut Banda, Pantai Lunyuk
(Sumbawa Selatan) dan lain-lain (Sani, 2000).
Habitat Penyu Hijau
Habitat adalah suatu tempat dengan kondisi lingkungan yang khusus yang
dipilih organisme untuk tinggal. Penyu Hijau memerlukan habitat yang sesuai
guna menunjang berkembangnya populasi mereka dengan tercukupinya
kebutuhan hidupnya yang mencakup ketersediaan ruang, makanan dan kondisi
lingkungan lain yang sesuai dengan morfologi dan fisiologi penyu. Dalam siklus
hidupnya penyu memerlukan dua habitat untuk hidup, yaitu laut sebagai tempat
pendewasaan, perkawinan dan tempat mencari makanan dan pantai (darat) sebagai
tempat untuk meletakkan telur-telurnya (Mukminin, 2002).
Penyu Hijau adalah penyu yang tahan terhadap kisaran suhu yang lebar
meski demikian Penyu Hijau ditemukan aktif bergerak di laut subtropis dengan
kisaran suhu 18°-22°C, sedangkan di laut tropis dengan kisaran suhu 26°-30°C.
Universitas Sumatera Utara
Laut yang dipilih Penyu Hijau adalah laut yang tidak terlalu dalam dimana masih
ditemukan rumput laut dan ganggang laut di dasar perairan, yaitu pada landas
benua. Yang dimaksud areal landas benua ini adalah kedalaman areal laut dengan
kedalaman tidak kurang dari 4 fathom atau setara dengan 120 cm. Laut yang
dipilih penyu sebagai habitat juga terdapat batu-batuan didasar yang digunakan
untuk tempat peristirahatan (Susilowati, 2002).
Sebagian besar siklus hidup penyu dihabiskan di laut sehingga masih
banyak rahasia kehidupan penyu yeng belum terungkap. Penyu jantan selamanya
hidup di laut sedangkan penyu betina berenang menuju daratan untuk meletakkan
telurnya. Kegiatan pengamatan penyu biasanya dilakukan pada penyu yang akan
atau sedang bertelur, telurnya ataupun tukiknya (Mukminin, 2002).
Penyu Hijau sangat selektif dalam memilih pantai peneluran. Pantai
peneluran penyu mempunyai ciri khusus, pantai landai berpasir tebal dengan latar
belakang hutan lebat dan jenis Pandanus tectorius memberikan naluri kepada
penyu hijau untuk bertelur. Tingkah laku bertelur penyu sangat berkaitan dengan
faktor cuaca. Penyu Hijau akan muncul tidak dari hempasan ombak jika angin
bertiup kencang, terutama pada bulan purnama dan bulan mati. Pada musim barat
angin bertiup kencang dan kadang kala diserta dengan badai yang dahsyat. Angin
yang kencang menyebabkan ombak menjadi besar dan menerbangkan butiran-
butiran pasir dan benda-benda ringan lainnya di sepanjang pantai. Dalam periode
itu daerah peneluran akan lebih keras dan lebih sulit untuk digali akibat curah
hujan yang tinggi. Kesulitan penggalian dan hujan yang jatuh terus-menerus
memberikan pengalaman bagi penyu untuk menunda proses bertelumya (Rianto,
2012).
Universitas Sumatera Utara
Musim bertelur penyu antar berbagai tempat sangat dipengaruhi oleh
kondisi alam lingkungan setempat. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah
curah hujan yang akan memadatkan pasir, sehingga memudahkan penyu untuk
menggali lubang. Penyu Hijau bertelur sepanjang tahun, tetapi puncaknya
penelurannya terjadi pada bulan-bulan tertentu yang diduga berkaitan dengan
curah hujan. Umumnya Penyu Hijau bertelur lebih dari sekali dalam satu kali
musim peneluran dengan interval 9-16 hari antara satu peneluran dengan
peneluran berikutnya. Hal tersebut dipengaruhi beberapa faktor seperti letak
lintang, umur dan kualitas makanannya (Sani, 2000).
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
Klasifikasi dan Morfologi Penyu Sisik
Penyu Sisik dikenal di beberapa tempat dengan nama penyu genteng,
penyu kembang, penyu katungkara, wau atau kadang-kadang disebut sisik saja.
Dalam istilah Inggris dikenal dengan sebutan "hawksbill turtle" yang artinya
penyu berparuh elang. Penyu Sisik memiliki nama ilmiah Eretmochelys imbricata
Linnaeus, (1766). Untuk membedakan Eretmochelys dengan Chelonia dapat
dilihat dengan memperhatikan sisik kepala prefrontal. Pada Eretmochelys sisik
tersebut terdiri dua pasang sedangkan pada Chelonia satu. Sisik karapas tersusun
secara tumpang tindih (imbricate) seperti susunan genteng. Susunan tumpang
tindih ini makin tua umur penyu menjadi kurang nyata sehingga hampir mirip
karapas Penyu Hijau. Tidak seperti susunan sisik marginal mulai dari ujung
bagian belakang (posterior) merupakan gerigi yang jelas meskipun pada bagian
depan (anterior) tidak begitu kelihatan. Lengannya berbentuk dayung dan masing-
Universitas Sumatera Utara
masing dilengkapi dengan dua pasang kuku (cakar), terkadang ada yang hanya
satu kuku (Rhicayasa, 2015). Gambar Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
Klasifikasi Penyu Sisk menurut (Rhicayasa, 2015) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudinata
Famili : Cheloniidae
Genus : Eretmochelys
Spesies : Eretmochelys imbricata
Biologi Penyu Sisik
Penyu adalah reptil laut yang selama hidupnya berada di laut. Hanya
penyu betina yang naik ke darat untuk meletakkan telur-telur kemudian ditinggal
begitu saja, sehingga keberhasilan menetasnya sangat tergantung dari kondisi
biologi tertentu. Penyu Sisik lebih sering dijumpai di pantai yang memiliki
dominasi diameter pasir lebih besar dibandingkan Penyu Hijau, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
komposisi pasir yang disukai didominasi oleh kalsit pecahan karang dan cangkang
kerang (Rudiana, 2005).
Di tempat penangkapan, Penyu Sisik mulai matang kelamin dan bertelur
pada umur 3-7 tahun. Di alam para pakar menduga, lebih dari 15 tahun. Pada
umumnya daerah tempat bertelurnya Penyu Sisik adalah pantai pasir di pulau-
pulau di perairan laut yang tidak dalam. Penyu Sisik umumnya bertelur di pulau-
pulau kecil pada pantai yang tidak luas dengan tekstur pasir yang kasar bercampur
pecahan batu karang dan cangkang moluska, sarangnya dangkal berada di dekat
batas vegetasi pantai (Rhicayasa, 2015).
Induk penyu bertelur pada malam hari, kebanyakan terjadi antara pukul
20.00 WIB sampai menjelang fajar menyingsing. Lama penyu bertelur biasanya
berkisar antara 1 - 2 jam. Jumlah setiap kali bertelur lebih dari 150 butir. Telurnya
kecil dengan diameter 38 cm. Kebiasaan penyu yang bertelur akan kembali ke
lokasi yang sama untuk bertelur setelah jangka waktu tertentu. Penyu Sisik
bertelur secara individual atau kelompok kecil tidak seperti penyu-penyu lain
yang berkelompok besar waktu inkubasi telur antara 50 dan 60 hari (Rhicayasa,
2015).
Habitat Penyu Sisik
Kondisi biotik, terutama keberadaan vegetasi pantai merupakan salah satu
faktor yang berperan dalam habitat peneluran Penyu Sisik. Kerapatan dan
dominansi vegetasi dari jenis pohon perdu nampaknya mempengaruhi kesukaan
Penyu Sisik untuk membuat sarang. Disamping itu, kondisi abiotik seperti
kelandaian pantai dan komposisi butiran pasir juga berpengaruh terhadap
Universitas Sumatera Utara
pembuatan sarang Penyu Sisik. Demikian pula keberadaan terumbu karang faktor
pendukung habitat penelurannya (Hermawan, 1993).
Penyu Sisik pada umumnya daerah penelurannya tidak luas habitatnya
berkisar 2-12 mil di atas batas pasang tertinggi. Kelandaian pantai yang relatif
datar sesuai dengan habitat penyu sisik. Pasir pantai permukaan dari dasar sarang
meliputi tekstur yang didominasi oleh lokasi pasir halus sarang yang meliputi,
fraksi pasir halus bagian permukaan sarang memiliki nilai rata-rata ± 68,753 %
dan bagian dasar sarang rnempunyai nilai rata-rata ± 74,93 %. Sedangkan untuk
fraksi pasir bagian permukaan sarang memiliki nilai rata - rata ± 23.47 % dan
bagian dasar sarang memiliki nilai rata-rata ± 18.52 %. Tinggi rendahnya
kandungan air sangat erat kaitannya dengan panas yang diterima oleh sarang baik
permukaan maupun dasar sarang. Oleh karena itu kandungan air pasir sarang
berpengaruh terhadap suhu sarang (Arianto, 1999).
Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)
Klasifikasi dan Morfologi Penyu Lekang
Gambar 6. Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)
Menurut Laras (2013), klasifikasi Penyu Lekang adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudinata
Famili : Cheloniidae
Genus : Lepidochelys
Spesies : Lepidochelys olivacea
Ukuran penyu lekang paling kecil, beratnya jarang mencapai 45 kg, rata-
rata beratnya hanya 35 kg. Ukuran terkecil penyu laut dewasa adalah Penyu Sisik,
sedangkan ukuran terberat dari Penyu Lekang mencapai 75 kg. Penyu Lekang
mencari makan di area dekat muara dan teluk. Penyu ini termasuk karnivora,
penyu dewasa biasanya memakan lobster, ikan, moluska, alga, crustacea, ubur-
ubur, dan telur ikan. Karapas Penyu Lekang berbeda dengan penyu lain, lateral
scutes-nya berjumlah 6 sampai 10 buah pada kedua sisi karapas dan karapas
relatif melebar serta berwarna kuning keabu-abuan dengan ruas-ruas yang
memanjang neural. Bentuk tubuh seperti piring (dish-shaped), batoknya meluas
sesuai dengan panjangnya dan ukuran kepala sedang (Agustina, 2009).
Karapas pada Penyu Lekang hampir membulat, panjang karapas Penyu
Lekang dewasa 63-75 cm. Scute pada penyu lekang tipis dan tidak tumpang
tindih, pada penomoran scute relatif berbentuk asimetri. Plastron pada tukik (anak
penyu) berwarna lekang gelap, menjelang juvenil warna plastron putih, dan
plastron pada penyu lekang dewasa berwarna kuning kehijauan. Jembatan scute
(penghubung karapas dan plastron) terdiri dari empat inframarginal. Bentuk
Universitas Sumatera Utara
kepala Penyu Lekang triangular dengan paruh seperti burung beo, serta pada
bagian dorsal kepala terdapat empat sisik prefrontal (Agustina, 2009).
Habitat Penyu Lekang
Habitat penyu tidak semuanya digunakan untuk bertelur, tetapi dipilih
oleh penyu dan sesuai dengan karakter yang diinginkan. Penyu Lekang
(Lepidochelys olivacea) bertelur di pantai Kaironi di Kabupaten Manokwari.
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) bertelur di Pulau Semangat Besar
Kabupaten Lampung Tengah. Di Sumatera Barat juga ditemukan penyu bertelur
di pulau penyu. Daerah pesisir pantai Kota Pariaman juga merupakan salah satu
daerah peneluran penyu (Syaiful et al., 2013).
Vegetasi Pantai
Vegetasi mempunyai peran penting bagi Penyu Hijau untuk melindungi di
dari pengaruh matahari, mencegah perubahan suhu yang tajam di sekitarnya,
menghindarkan diri dari musuh dan melindungi sarang. Salah satu vegetasi yang
memiliki peranan paling penting bagi Penyu Hijau adalah Pandanus tectorius
yang mampu memberikan pengaruh terhadap naluri penyu hijau dalam pembuatan
sarang peneluran, karena perakaran pandan laut meningkatkan kelembaban,
memberikan kestabilan pada pasir dan memberikan rasa aman saat penggalian
lubang sarang (Segara, 2008).
Kehadiran hutan-hutan yang lebat memberikan pengaruh yang baik
terhadap kestabilan populasi penyu yang bertelur. Jika pohon-pohon tumbuh
dengan lebat, maka daun-daun yang jatuh lama-kelamaan mengalami proses
dekomposisi menjadi partikel-partikel mineral dan langsung hanyut terbawa air ke
Universitas Sumatera Utara
laut. Proses tersebut berlangsung secara terus-menerus sehingga kesuburan
perairan dapat tetap terjamin. Kesuburan perairan menjadi kebutuhan biota yang
hidup di daerah tersebut, seperti tumbuhnya rumput laut dan tersediaanya
invertebrata laut berupa zooplankton, dimana invertebrata laut merupakan
makanan yang dibutuhkan oleh populasi penyu hijau yang masih juvenil (tukik)
(Laras, 2013).
Navigasi Penyu
Penyu memilii pola migrasi yang serupa dengan ikan salmon. Betina
dewasa secara rutin mengunjungi tempat bertelur yang sama tiap tahun, kemudian
kembali ke laut dengan orientasi renang mengikuti arus kemudian melakukan
migrasi ratusan bahkan ribuan kilometer jauhnya menuju daerah yang terdapat
banyak makanan (weeding ground). Namun demikian tidak banyak informasi
mengenai bagaimana penyu kembali ke area peneluran yang sama tiap tahunnya.
Banyak peneliti meyakini penyu menggunakan pengaruh geomagnetik bumi untuk
memberitahukan arah menuju lokasi peneluran (tanpa adanya tanda di laut).
Dalam ha1 ini penyu memiliki level sistem persepsi magnetik yang lebih baik
dibandingkan salmon dan kelompok burung. Penyu diduga menggunakan
geomagnetik sebagai orientasi menuju lautan, dan juga diduga memiliki bagian
tubuh yang berfungsi sebagai alat navigasi seperti kompas (Celestial cues) yang
belum diketahui sampai saat ini. Selain itu daerah lokasi peneluran yang mereka
kunjungi tiap tahunnya juga diduga menunjukkan informasi geomagnetik
(Segara, 2008).
Universitas Sumatera Utara
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan dari akhir April 2017
sampai dengan awal September 2017. Pengambilan data primer dan data sekunder
dilakukan di sepanjang garis pantai Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah,
Provinsi Sumatera Utara yang terletak pada titik koordinat 01°51´07´´ LU dan
98°32´47´´ BT. Jumlah wilayah yang diteliti mencakup lima titik dengan jumlah
empat desa dapat dilihat pada Tabel 3. Peta Lokasi disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Global Positioning System,
Digital Soil Moisture Meter, kamera, meteran, buku tulis, dan alat tulis komputer.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah peta Kecamatan Sorkam Barat.
Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian didasarkan secara purposive sampling. Kriteria
yang digunakan antara lain (panjang pantai, tanda kehadiran penyu mendarat
dipantai seperti jejak penyu, cangkang telur dan sarang penyu).
Prosedur Penelitian
1. Pada siang hari dilakukan pengamatan karaketristik pantai, meliputi jarak
sarang telur penyu terhadap garis pantai dengan menggunakan meteran.
2. Pengukuran suhu pasir sarang diukur dengan menggunakan Digital Soil
Moisture Meter dan diulang sebanyak tiga kali, pengukuran suhu sarang
dilakukan pada dasar pasir sarang.
3. Pengambilan titik koordinat sarang penyu yang ditemukan menggunakan
Global Positioning System.
4. Status lahan sekitar, warna pasir, vegetasi darat dominan serta jejak penyu
dilakukan secara visual.
5. Jumlah telur yang terdapat pada sarang dihitung secara manual.
Universitas Sumatera Utara
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu
dengan observasi atau pengamatan secara langsung. Data yang dikumpulkan
berupa data primer dan data sekunder.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan
membandingkan 1 titik stasiun dengan stasiun lainnya. Kemudian dibahas dengan
menggunakan Studi Pustaka.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 3. Lokasi Bertelur Penyu
No Lokasi Posisi Geografis Kecamatan/Desa Waktu Terlihat Terakhir
1 Pantai Madani 01°55´02,69´´ LU dan 098°31´52,08´´ BT
Sorkam Barat/Madani Mei 2017
2 Pantai Tolok Roban
01°51´57,42´´ LU dan 098°34´04,76´´ BT
Sorkam Barat /Tolok Roban
Mei 2017
3 Pantai Pasar Sorkam
01°52´48,59´´ LU dan 098°33´39,74´´ BT
Sorkam Barat /Pasar Sorkam
Juni 2017
4 Pantai Pasar Sorkam
01°52´01,96´´ LU dan 098°33´47,07´´ BT
Sorkam Barat /Pasar Sorkam
Juni 2017
5 Pantai Binasi 01°53´11,69´´ LU dan 098°33´27,68´´ BT
Sorkam Barat /Binasi Juli 2017
Tabel 3 menunjukkan titik peneluran penyu dengan posisi geografis yang
ditemukan pada Kecamatan Sorkam Barat dalam cakupan wilayah empat desa dan
waktu terlihat terakhir pada tahun 2017. Pada tabel diatas menunjukkan bahwa
pada bulan Mei dan Juni ditemukan dua penyu yang mendarat ke pantai dab
bertelur sedangkan pada bulan Juli hanya terdapat satu penyu saja yang mendarat
dan bertelur ke pantai.
Tabel 4. Kondisi Lingkungan Tempat Bertelur Penyu
No Lokasi Status Lahan Sekitar
Warna Pasir
Vegetasi Darat
Dominan
Jarak dari Pantai
1 Pantai Madani
Pemukiman Penduduk dan Jalan Raya
Coklat Pohon Cemara Laut
40 m
2 Pantai Tolok
Pemukiman Penduduk dan
Putih Kacang Laut
40 m
Universitas Sumatera Utara
Roban Sawah 3 Pantai
Pasar Sorkam
Pemukiman Penduduk
Putih Pohon Kelapa, Pandan
30 m
4 Pantai Pasar Sorkam
Pemukiman Penduduk
Putih Pandan 55 m
5 Pantai Binasi
Pemukiman Penduduk
Putih Pohon Cemara Laut dan Pohon Kelapa
30 m
Tabel 4 menunjukkan kondisi lingkungan kelima lokasi peneluran penyu
yang terdapat pada empat desa dengan ciri-ciri umum, yaitu status lahan sekitar,
warna pasir, vegetasi darat dominan, dan jarak sarang dari pantai. Pada status
lahan sekitar, hal yang paling mendominasi adalah pemukiman penduduk karena
jarak pantai ke pemukiman tidak terlalu jauh. Warna pasir yang paling
mendominasi di Kecamatan Sorkam Barat adalah warna putih karena pantainya
tergolong pantai yang bersih dan sangat berpotensi untuk tempat bertelurnya
penyu. Vegetasi yang ditemukan paling dominan pada lokasi antara lain pohon
kelapa, pandan, pohon cemara laut dan hanya terdapat pada satu lokasi saja untuk
vegetasi kacang laut yaitu di Desa Tolok Roban.
Tabel 5. Telur Penyu yang Ditemukan
No Lokasi Jenis Penyu Keterangan 1 Pantai Madani - Jejak penyu 2 Pantai Tolok
Roban Penyu Lekang Jumlah telur 75 butir (16 butir
menetas, 59 butir gagal) 3 Pantai Pasar
Sorkam - Jumlah telur 125 butir dijual.
4 Pantai Pasar Sorkam
- Jumlah telur 145 butir dijual.
5 Pantai Binasi Penyu Lekang Jumlah telur 97 butir (85 butir
Universitas Sumatera Utara
menetas, 12 gagal)
Tabel 5 meunjukkan jenis penyu yang ditemukan yaitu penyu Lekang di
Desa Tolok Roban dan Desa Madani. Jumlah telur yang ditemukan sangatlah
bervariasi, jumlah telur terbanyak yaitu 145 butir di Desa Pasar Sorkam dan
jumlah telur tersedikit yaitu 75 butir di Desa Tolok Roban. Tabel 5 juga
menunjukkan bahwa telur yang didapatkan di Desa Pasar Sorkam tidak diketahui
jenisnya karena tekur tersebut dijual kepada tengkulak oleh nelayan.
Jarak sarang dari pantai yang terjauh ditemukan di Desa Pantai Sorkam
yaitu 55 meter pada bulan Juni dan jarak sarang terdekat ditemukan di dua desa
yaitu Desa Binasi dan Pasar Sorkam yaitu 30 meter. Jumlah telur penyu yang
ditemukan cukup beragam. Pada bulan Juni ditemukan jumlah telur terbanyak
yaitu 145 butir di Desa Pantai Sorkam sedangkan pada bulan Mei di Pantai
Madani hanya ditemukan jejak penyu saja.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Peta Distribusi Penyu di Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara
Gambar 7 menunjukkan distribusi penyu di Kecamatan Sorkam Barat,
Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara selama lima bulan yang
ditemukan pada Pantai Madani, Pantai Tolok Roban, Pantai Pasar Sorkam dan
Pantai Binasi. Pada pantai Pasar Sorkam ditemukan ada dua titik peneluran penyu
yang terjadi pada bulan Juni 2017 sedangkan di pantai yang lain hanya ada satu
titik saja.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan di pantai Sorkam hampir semua stasiun
berpotensi dikunjungi penyu untuk bertelur karena karakteristik pantainya yang
baik dan bersih serta masih banyak ditemukan vegetasi yang membuat pantai
tersebut tampak alami. Pernyataan ini didukung dengan ditemukannya jejak dan
sarang penyu mendarat di pantai tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Segara (2008) yang menyatakan bahwa penyu menyukai keadaan pantai yang
landai terutama yang berhadapan dengan laut dalam. Karakteristik umum daerah
peneluran penyu adalah daratan luas dan landai yang terletak di atas bagian
pasang surut dengan rata-rata kemiringan 30° serta di atas batas pasang dan surut
antara 20 sampai 80 meter. Di Indonesia penyu hijau menyebar dari mulai Aceh
hingga Papua.
Ciri-ciri umum kelima lokasi adalah garis pantai panjang dengan daerah
intertidal yang cukup luas serta umumnya ditumbuhi vegetasi darat. Lokasi yang
seperti ini merupakan habitat atau tempat yang baik untuk penyu bertelur. Penyu
Universitas Sumatera Utara
menyukai pantai yang panjang, luas dan sepi untuk menggali lubang tempat
mereka bertelur (Rumambi, 1994). Hal ini berbeda dengan salah satu lokasi yang
ditemukan pada Desa Madani, letak pantai tersebut dekat dengan jalan raya
sehingga membuat penyu enggan untuk bertelur, maka dari itu hanya ditemukan
jejak penyu saja pada pantai Madani tanpa melakukan peneluran.
Waktu pengamatan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan September
yaitu bulan yang sesuai dengan musim peneluran penyu. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Segara (2008) yang menyatakan bahwa musim peneluran penyu di
Indonesia berada dalam pengaruh angin muson. Angin muson timur bertiup mulai
bulan Mei sampai September sepanjang tahun dan angin muson barat bertiup
mulai bulan Desember sampai Maret.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pasir putih mendominasi pada
pinggiran pantai di empat lokasi penelitian, sedangkan pada satu lokasi yaitu
Pantai Madani ditemukan warna pasir pantainya coklat. Habitat peneluran pada
setiap penyu berbeda-beda. Kebanyakan penyu menyukai pantai yang landai dan
bersih seperti pantai di Desa Tolok Roban, Desa Pantai Sorkam dan Desa Binasi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Lubis et al (2015) semua jenis penyu, termasuk
yang hidup di perairan Indonesia, akan memilih daerah peneluran yang khas. Pasir
merupakan tempat yang mutlak diperlukan untuk penyu bertelur. Habitat
peneluran bagi setiap penyu memliki kekhasan. Umumnya tempat pilihan bertelur
merupakan pantai yang luas dan landai serta terletak diatas bagian pantai. Rata-
rata kemiringan 30° di pantai bagian atas.
Berdasarkan pengamatan selama penelitian jenis penyu yang ditemukan di
Desa Tolok Roban dan Desa Pantai Pasar Sorkam yaitu Penyu Lekang. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
diketahui ketika telur yang ditemukan pada bulan Mei dan pada bulan Juli
menetas dengan ciri-ciri tukik tersebut yaitu memiliki jumlah karapas sebanyak 6
pasang lempengan dan berbentuk oval mirip dengan Penyu Hijau tetapi sedikit
lebih memanjang. Sesuai dengan pernyataan Pancaka (2000), karapas penyu
Lekang berbeda dengan penyu lain, lateral scutes-nya berjumlah 6 sampai 10 buah
pada kedua sisi karapas dan karapas relatif melebar serta berwarna kuning keabu-
abuan dengan ruas-ruas yang memanjang neural. Scute pada penyu abu-abu tipis
dan tidak tumpang tindih, pada penomoran scute relatif berbentuk asimetri.
Plastron pada tukik (anak penyu) berwarna abu-abu gelap, menjelang juvenil
warna plastron putih, dan plastron pada penyu Lekang dewasa berwarna kuning
kehijauan. Jembatan scute (penghubung karapas dan plastron) terdiri dari empat
inframarginal.
Penyu Lekang bertelur pada bulan Mei dengan jumlah telur 75 butir dan
pada bulan Juni dengan jumlah telur 97 butir. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Agustina (2009) yang menyatakan bahwa semua jenis penyu laut bertelur lebih
dari satu kali, dalam periode satu musim. Penyu laut yang bertelur di daerah
bermusim empat terutama di bagian utara equator, terjadi pada bulan April sampai
akhir Juli (Nuitja, 1992). Moll (1979) dalam Nuitja (1992) melaporkan bahwa
musim bertelur pada daerah tropis lebih awal datangnya yaitu antara bulan
Desember sampai April dan mungkin dilakukan oleh penyu sampai beberapa kali.
Jumlah telur dari jenis penyu abu-abu setiap sarang antara 50-147 telur. Periode
inkubasi alami telur penyu abu-abu selama 45 sampai 58 hari, namun pada
umumnya telur telah menetas antara 48-52 hari.
Universitas Sumatera Utara
Jarak sarang Penyu Lekang terhadap pantai pada bulan Mei yaitu 40 m dan
pada bulan Juni 30 m di desa yang sama dikarenakan lokasinya yang tidak terlalu
landai sehingga Penyu Lekang dapat meletakkan telurnya tanpa harus bersusah
payah mencari lokasi yang jauh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agustina
(2009) yang menyatakan persyaratan umum untuk pantai peneluran, yaitu pantai
harus mudah dijangkau dari laut, posisi pantai harus cukup tinggi untuk mencegah
terendamnya telur-telur oleh air laut pasang, substrat pasir memiliki aliran difusi
gas, serta substrat berukuran sedang untuk mencegah lubang sarang runtuh selama
pembuatan sarang.
Jarak sarang yang ditemukan pada setiap titik lokasi terhadap pantai yaitu
30 m sampai dengan 55 m. Jarak tersebut tidak terlalu jauh dari pantai dan
merupakan lokasi yang aman bagi penyu untuk meletakkan telur-telurnya dan
terhindar dari adanya intrusi air laut yang dapat mengagalkan peneluran. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Agustina (2009), penyu laut umumnya memilih daerah
untuk bertelur pada dataran yang luas dan landai yang terletak di atas bagian
pantai dengan rata-rata kemiringan 30 derajat serta di atas pasang surut antara 30
sampai 80 meter. Telur-telur diletakkan pada sarang yang dibuat antara 8 sampai
41 meter dari titik pasang tertinggi untuk menghindarkan terendamnya sarang
telur penyu.
Vegetasi darat yang ditemukan pada lokasi peneluran penyu di Pantai
Sorkam didominasi oleh tumbuhan pandan laut. Pada lokasi ini ditemukan adanya
dua sarang penyu pada bulan Juni. Jumlah telur pada sarang tersebut yaitu, 125
butir pada sarang pertama dan 145 butir pada sarang kedua. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sani (2000) yang menyatakan bahwa penyu menyukai pembuatan
Universitas Sumatera Utara
sarang di bawah naungan pohon pandan laut, karena perakaran pandan laut
meningkatkan kelembapan, memberikan kestabilan pasir dan memberikan rasa
aman saat penggalian lubang sarang penyu.
Pantai Pasar Sorkam dan pantai Binasi merupakan pantai yang
bersebelahan dengan ditemukan banyaknya vegetasi disekitar pantai yaitu pohon
kelapa, pohon cemara laut dan pandan. Di pantai ini juga ditemukan adanya
sarang telur bahkan pada bulan Juni ditemukan ada penyu yang mendarat
sebanyak dua kali untuk bertelur. Hal ini menunjukkan bahwa penyu menyukai
adanya vegetasi yang tumbuh lebat sesuai dengan pernyataan Nuitja (1993),
kehadiran hutan-hutan yang lebat memberikan pengaruh yang positif terhadap
kestabilan populasi penyu yang bertelur. Jika pohon-pohon tumbuh dengan lebat
maka daun-daunan yang jatuh lama-kelamaan mengalami proses dekomposisi
menjadi partikel-partikel mineral dan langsung hanyut terbawa air ke laut. Proses
tersebut berlangsung secara terus-menerus sehingga kesburuan perairan dapat
terjamin.
Periode inkubasi Penyu Lekang pada bulan Mei yaitu 48 hari dimana 59
butir telur gagal, 16 telur berhasil dan pada bulan Juli yaitu 50 hari dimana 12
butir telur gagal, 85 butir telur berhasil. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Agustina (2009) periode inkubasi alami telur penyu abu-abu selama 45 sampai 58
hari, namun pada umumnya telur telah menetas antara 48-52 hari. Periode
inkubasi telur penyu dipengaruhi oleh besar suhu dalam sarang dan suhu
permukaan pasir. Fluktuasi suhu sarang terjadi pada kedalaman 15 cm. Semakin
ke dalam, fluktuasi suhu berkurang, sehingga mencapai kestabilan. Ada tidaknya
naungan tumbuh-tumbuhan juga mempengaruhi masa inkubasi. Masa inkubasi
Universitas Sumatera Utara
telur penyu lebih pendek jika sarang bebas naungan, karena intensitas sinar
matahari akan mengenai sarang secara baik, sehingga panas dirambatkan ke dalam
sarang melalui proses konduksi, konveksi dan radiasi.
Rekomendasi Pengelolaan
Penyu merupakan hewan langka yang perlu dilindungi. Di Kabupaten
Tapanuli Tengah khususnya Kecamatan Sorkam Barat masih banyak ditemukan
adanya penyu dan sarang telur penyu di pantai tersebut dikarenakan pantainya
yang bersih dan alami. Tetapi kendala yang terjadi saat ini di Kecamatan Sorkam
Barat adalah masih adanya nelayan yang menjual penyu ketika terjaring di jala
mereka dan telur penyu yang ditemukan di pantai ketika hendak melaut untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Masyarakat yang suka membuang sampah
sembarangan di belakang rumah juga menjadi masalah karena dapat berdampak
pada penyu yang tidak mau lagi menetas di pantai Sorkam. Maka dari itu di
daerah ini perlu dilakukan sosialisasi tentang adanya penyu yang sangat
dilindungi agar para masyarakat disana khususnya nelayan tidak sembarangan
menjual telur penyu, sebaliknya memberikannya kepada swadaya yang ada di
Kecamatan Sorkam Barat untuk dilindungi melalui penangkaran yang ada.
Pembinaan habitat peneluran juga perlu dilakukan agar para swadaya dan
masyarakat tidak sembarangan melakukan relokasi sehingga tingkat penetasan
telur dapat meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan yang dapat dilakukan selain sosialisasi yaitu dengan membuat
lubang sampah agar masyrakat tidak lagi membuang smpah sembarangan ke
pantai. Dengan begitu maka pantai di belakang permukiman bersih dan vegetasi
yang ada dapat tumbuh serta menarik perhatian penyu untuk mendarat di pantai
Sorkam Barat. Pantai yang putih, bersih dan alami sangat disukai penyu khusunya
penyu hijau (Chelonia mydas) yang menyukai tumbuhan pandan.
Pembagian zonasi penangkapan bagi para nelayan juga perlu dipertegas
kembali agar tidak menangkap ikan di zona inti tempat penyu berada. Salah satu
zona inti yang ada di Sorkam Barat adalah Pulau Sorkam. Pengenalan tentang
penyu perlu dilakukan sejak dini khususnya kepada anak-anak agar mereka sudah
mengenal penyu dan mengetahui bahwa menjaga lingkungan itu penting sehingga
terjadi terciptanya keseimbangan ekosistem yang berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Lokasi bertelur penyu di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah terdapat di
Kecamatan Sorkam Barat dengan posisi garis 01°51´07´´ LU dan 98°32´47´´
BT, dengan lokasi berada di Pantai Madani, Pantai Tolok Roban, Pantai Pasar
Sorkam dan Pantai Binasi.
2. Ciri-ciri umum kelima lokasi adalah garis pantai yang panjang dengan daerah
intertidal yang cukup luas serta umumnya ditumbuhi vegetasi darat dengan
kondisi daerah sekitar umumnya wilayah pemukiman, ada satu lokasi dekat
dengan jalan raya bahkan sawah.
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian secara berkelanjutan (mewakili setiap
musim dalam setahun) pada pulau yang sama dengan menggunakan beberapa
parameter seperti kecepatan arus dan kecepatan angin, aktifitas musim puncak
peneluran penyu dan jenis penyu yang ada di pantai Sorkam Barat serta
penandaan (tagging) karena mengingat terdapatnya kegiatan penetasan telur
penyu di Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, A. E. 2009. Habitat Bertelur dan Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Abu-Abu (Lepidochelys olivacea Eschsholtz 1829 ) di Pantai Samas dan Pantai Trisik Yogyakarta. [Skripsi]. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta.
Arianto, A. 1999. Studi Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Sisik
(Eretmochelys imbricata) dan Pengelolaannya di Pantai Tampang-Belimbing Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hermawan, D., S. Silalahi., dan H. M. Eidman. 1993. Studi Habitat Peneluran
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata L) di Pulau Peteloran Timur dan Barat Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. I(1): 33-37.
Kasenda, P., F. B. Boneka., dan B. T. Wagey. 2013. Lokasi Bertelur Penyu di
Pantai Timur Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 2(1).
Lubis, F. M., Arief, P., dan Chandra, J. K. 2015. Karakteristik Kondisi Bio-Fisik
Pantai Tempat Peneluran Penyu di Pulau Mangkai Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau.
Mukminin, A. 2002. Studi Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas, L) di
Pulau Sangalaki, Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nuitja, I. N. S. 1992. Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut. IPB Press.
Bogor. Nuitja, I. N. S. 1993. Studi Ekologi Peneluran Penyu Daging, Chelonia mydas di
Pantai Sukomade, Kabupaten Banyuwangi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pancaka, R. H. 2000. Studi Perilaku Bertelur Penyu Lekang (Lepidochelys
olivacea Eschescholtz) di Taman Nasional Alas Puwo, Banyuwangi, Jawa Timur. [Skripsi]. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta.
Rianto, A. A. A. 2012. Studi Kasus Penangkaran Penyu Hijau (Chelonia mydas),
di Pantai Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Universitas Sumatera Utara
Richayasa, A. 2015. Karakteristik Habitat Peneluran Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) di Pulau Geleang, Karimunjawa. [Skripsi]. Universitas Negeri Semarang.
Roemantyo., A. S. Nastiti., dan N. N. Wiadnyana. 2012. Sturktur dan Komposisi
Vehetasi Sekitar Sarang Penyu Hijau (Chelonia mydas Linnaeus) Pantai Pangumbahan, Sukabumi Selatan, Jawa Barat. Jurnal Berita Biologi. 11(3).
Rudiana, E., L. Maluskah., dan D. Pringgenies. 2005. Tingkat Keberhasilan
Penetasan Penyu Sisik Eretmochelys imbricata di Sarang Semi Alami. [Skripsi]. Universitas Diponegoro. Semarang.
Sani, A. A. 2000. Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran dan Hubungannya
dengan Sarang Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Sindang Kerta, Cipatujah, Tasikmalaya, Jawa Barat. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Satriadi, A., E. Rudiana., dan N. Af-diati. 2003. Identifikasi Penyu dan Studi
Krakteristik Fisik Habitat Penelurannya di Pantai SamaS, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Jurnal Ilmu Kelautan. ISSN: 0853-7291. 8(2).
Segara, R. A. 2008. Studi Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau
(Chelonia mydas) di Pangumbahan Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Susilowati, T. 2002. Studi Parameter Biofisik Pantai Peneluran Penyu Hijau
(Chelonia mydas, L) di Pantai Pangumbahan-Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syaiful, N. B., J. Nurdi., dan I. J. Zakaria. 2013. Penetasan Telur Penyu Lekang
(Lepidochelys olivacea, Eschscholtz, 1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman. Jurnal Biologi Universitas Andalas. ISSN: 2303-2162. 2(3).
Zarkasi, M., Efrizal, T., dan LW, Zen. 2013. Analisis Distribusi Sarang Penyu
Berdasarkan Karakteristik Fisik Pantai Pulau Wie Kecamatan Tambelan Kabupaten Bintan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Kepulauan Riau.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Lokasi Penelitian
a) Pantai Madani
b) Pantai Pasar Sorkam
c) Pantai Binasi
Universitas Sumatera Utara
d) Pantai Tolok Roban
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Alat dan Bahan Penelitian
a) Toolbox b) Digital Soil Moisture Meter
c) Global Positioning System d) Meteran
Universitas Sumatera Utara