DOKEP KELOMPOK 4

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II PEMBAHASAN

A. DOKUMENTASI PADA UNIT GAWAT DARURAT 1. KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Keperawatan gawat darurat bersifat cepat dan perlu tindakan tepat, serta memerlukan pemikiran kritis yang tinggi. Perawat gawat darurat harus mengkaji pasien mereka dengan cepat dan merencanakan intervensi sambil berkolaborasi dengan dokter gawat darurat, berkonsultasi dengan spesialis, dokter umum, dan department penunjang. Lebih jauh lagi, mereka harus mengimplementasikan rencana pengobatan, mengevaluasi efektifitas pengobatan dan merevisi perencanaan dalam parameter waktu yang sangat sempit. Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi perawat, yang juga harus membuat catatan perawatan yang akurat melalui pendokumentasian. Dari pengalaman pasien gawat darurat, yang diharapkan dari perawat terdaftar (RN) adalah cukup berkompeten untuk melakukan semua aspek proses keperawatan dengan terampil di bawah tekanan yang tinggi. Sama pentingnya dengan kompetensi, komunikasi, dan ketepatan waktu adalah tanggung jawab perawat gawat darurat untuk bertindak sebagai advokat (pembela) pasien dengan mengetahui standar perawatan yang dapat diterapkan untuk kondisi tertentu. Standar tersebut adalah tolak ukur pasien dan komunitas dalam menilai kinerja dan tanggung jawab perawat. Di lingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam hitungan menit. Sifat gawat darurat kasus memfokuskan kontribusi keperawatan kepada hasil yang dicapai pasien, dan menekankan perlunya perawat mencatat kontribusi profesional mereka.

a. Standar Perawatan Standar perawatan merupakan tingkat pelaksanaan yang perawatnya memegang tanggung jawab, dan didefinisikan sebagai cara seorang perawat yang bijaksana akan memberikan perawatan lingkungan yang sama atau serupa. Pada tahun 1983, Emergency Nurses Association (ENA) membuat standar perawatan untuk semua perawat profesional yang bekerja di lingkungan gawat darurat. Standar tersebut menjadi landasan bagi praktik keperawatan gawat darurat saat iniKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 1

(Selfridge-Thomas, Shea, 1994). Selanjutnya standar tersebut berfungsi sebagai rujukan untuk menentukan apakah kelalaian perawat gawat darurat menyebabkan atau berperan terhadap hasil pasien yang merugikan. Tanggung jawab setiap perawat profesional berlisensi adalah mengetahui kebijakan rumah sakit atau standar internal yang berkaitan dengan perawatan pasien. Berikut ini adalah contoh dari standar internal : Deskripsi kerja UGD untuk staf perawat dan pemberi perawatan nonlisensi Kebijakan berkaitan dengan pengobatan pasien Deskripsi melakukan prosedur Protokol penatalaksanaan skenario klinis yang spesifik

Mengikuti kebijakan dan prosedur institusi tidak mengurangi tanggung jawab RN untuk berfungsi di tingkat yang lebih tinggi dari yang diset oleh institusi. Profesional keperawatan bertanggung jawab untuk melaksanakan standar yang ditetapkan oleh organisasi kekhususan, jurnal periodik, dan penelitian. Pembahasan tentang kebijakan dan prosedur institusi setidaknya merupakan titik awal pemahaman perawat tentang dokumentasi yang tepat, karena standar internal merinci harapan tertentu yang harus dipenuhi oleh RN. Dengan membandingkan kebijakan institusi dengan standar perawatan nasional yang berkaitan dengan kekhususan, perawat dapat memperbaiki praktik keperawatan di institusi mereka melalui kolaborasi profesional dan perbaikan atau pengembangan kebijakan.

b. Tujuan Rekam Medis Riwayat kesehatan pasien terdiri dari informasi yang paling penting bagi pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Data tersebut digunakan untuk menjaga kesehatan atau meningkatkan kualitas hidup dengan mengevaluasi pasien secara sistematik dan membandingkan riwayat yang ada dengan temuan yang terbaru; oleh karena itu keakuratan dan kelengkapan dokumentasi merupakan suatu hal yang sangat penting. Catatan medis gawat darurat memiliki tiga manfaat utama: 1) Rekam medis gawat darurat adalah catatan penting informasi pasien yang berguna untuk diagnosis dan pengobatan. 2) Rekam medis gawat darurat digunakan untuk mempermudah penggantian biaya untuk institusi. Dalam hal ini, catatan harus mencerminkan pengobatanKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 2

apa yang telah diindikasikan, bagaimana hasilnya, dan apakah dilakukan intervensi lebih lanjut. Joint Commisison for the Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO) menggunakan dokumentasi keperawatan untuk mengevaluasi mutu perawatan ketika mengakreditasi fasilitas. Lebih lanjut lagi pendapat dari Jint Commission (JC) berdampak langsung pada kelangsungan hidup institusi pelayanan kesehatan dan kehidupan ratusan karyawannya. 3) Rekam medis gawat darurat merupakan catatan legal tentang pasien. Beberapa informasi mungkin saja diperlukan tidak dalam kaitannya dengan perjalanan klinis, seperti untuk investigasi forensik yang melibatkan pernyataan korban, mekanisme cedera, pola luka, dan pola residu bubuk mesiu, dsb.

c. Pentingnya Dokumentasi Melakukan dokumentasi secara akurat dalam rekam medis adala salah satu cara terbaik bagi perawat klinis untuk membela diri tuntutan hukum karena kelalaian dalam pemberian perawatan. Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional berperan sebagai alat manajemen risiko bagi perawat UGD. Hal tersebut memungkinkan peninjau yang objektif

menyimpulkan bahwa perawat sudah melakukan pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien kepada tim kesehatan. Pemahaman perawat tentang tanggung jawab profesionalnya yang dicapai dengan pembelajaran standar spesialis nasional, akan meningkatkan apresiasi mereka terhadap nilai dokumentasi sebagai alat pembuktian perawat klinis telah memenuhi tugas-tugasnya terhadap pasien. Pencatatan, baik dengan komputer, catatan naratif, atau lembar alurharus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian dan komunikasi, perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan yang diberikan, dan melaporkan data-data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan pasien.

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

3

d. Nilai Kemanusiaan dan Advokasi Perawat di Unit Gawat Darurat Nilai kemanusiaan merupakan ide mendasar diballik peran perawat gawat darurat sebagai advokat pasien. Penunjukkan rasa hormat terhadap martabat manusia, otonomi, dan individu di lingkungan gawat darurat sedang banyak dievaluasi dalam penelitian kepuasan pelanggan dan penelitian JC dari segi etik dan manajeman resiko. Selain di UGD tidak ada bidang keperawatan lain yang perawatnya berinteraksi dengan begitu banyak orang, mulai dari berbagai spesialisasi medis dan unit penunjang, atau dengan begitu banyak sisi kemanusiaan. Pasien dari segala usia memerlukan pengobatan yang cepat untuk setiap jenis penderitaan yang mereka alami. Menghormati nilai kemanusiaan hanya salah satu aspek dari tugas perawat darurat sebagai advokat pasien. Melindungi kerahasiaan dan keselamatan pasien setelah pemulangan merupakan bagian dari tanggung jawab ini, begitu juga dengan mellindungi pasien dari praktik medis yang tidak aman, seperti instruksi yang membahayakan dan waktu respons obat yang tidak tepat. Kesempatan dan tanggung jawab perawat pada area ini menjadi hal yang sangat penting dalam tuntutan kelalaian rumah sakit dan untuk menjaga lisensi perawat profesional. Bagian penting lain yang harus ditambahkan pada pendekatan proses keperawatan untuk memenuhi standar ENA dan mengatasi masalah dokumentasi adalah peran perawat sebagai advokat pasien.

e. Penggunaan Diagnosis Keperawatan di Unit Gawat Darurat Pasien UGD sering mengalami gejala yang dramatis, jumlah pasien (terkadang mencapai 80 sampai 90 orang dalam 24 jam untuk rumah sakit yang sibuk), dan kecepatan perubahan kebutuhan fisiologis dan psikososial selama periode kritis merupakan tantangan besar untuk menentukan diagnosis keperawatan. Berdasarkan fakta bahwa diagnosis keperawatan adalah komponen dari proses keperawatan, daftar diagnosis yang disetujui North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) digabungkan ke dalam ENA Core Curriculum pada 1987. Perawat UGD dianjurkan untuk menyimpan daftar tersebut di unitnya sebagai referensi dan mengetahui cara penggunaannya. Semakin banyak penggunaan dokumentasi keperawaran tersebut akan meningkat. Contoh diagnosis

keperawatan di UGD adalah :

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

4

Pasien berusia 65 tahun dengan riwayat gagal jantung kongestif, menunjukkan gejala sesak napas. Hasil pengkajian perawat adalah adanya ronkhi dan mengim takikardia, batuk dengan sputum berbuih, serta cemas dan gelisah. Kulit pasien pucat : Diagnosis Keperawatan: 1) Ketidakefektifan pembersihan jalan napas berhubungan dengan kongesti pulmonar 2) Gangguang pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonar.

2. PENGKAJIAN DAN KOMUNIKASI a. Triase Berdasarkan standar praktik ENA, Perawat gawat darurat harus memberlakukan triase untuk semua pasien yang masuk ke UGD dan menentukan prioritas keperawatan berdasarkan kebutuhan fisik dan psikologis, dan juga faktor-faktor lain yang mempengaruhi pasien sepanjang sistem tersebut (ENA, 1995)

1) Pentingnya Triase Pentingnya proses triase yang efektif dan signifikansi keterampilan keperawatan dalam triase tidak dapat ditekankan. Keterlibatan RN dalam peran ini melekat pada keberhasilan rancangan triase. Perawat triase harus sangat berpengalaman dalam praktik keperawatan umum dan sangat terampil dalam melakukan pengkajian yang cepat. Hal ini memungkinkan perawat untuk mengevaluasi dengan benar urgensi gejala pasien penderita penyakit akut tersebut yang paling memerlukan pertolongan segera. Perawat harus mampu menghadapi stress akibat telepon yang berdering dan interupsi berulang dari para pengunjung, anggota keluarga, dan pasien lain yang datang untuk mendapatkan pelayanan. RN gawat darurat harus menunjukkan keterampilan komunikasi yang baik, empati dan kesabaran karena interaksi antara perawat triase dan pasien akan menentukan pengalaman individu di UGD.

2) Proses Triase Proses triase mencakup dokumentasi hal-hal berikut : Waktu dan datangnya alat transportasiKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 5

Keluhan utama (msl. Apa yang membuat Anda datang kemari) Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. Kardiak versus trauma, perawatan minor versus perawatan kritis) Permulaan intervensi (msl. Balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur diagnostik seperti pemeriksaan sinar-x, elektrokardiogram (EKG), atau gas darah arteri (GDA)

Proses triase dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triase harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkkajian. Misalnya melihat sekilah ke arah pasien yang berada di brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat. Pengumpuluan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan sangat cepat tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triase bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat; misalnya, bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, atau area pengobatan cepat untuk keluhan minor, seperti sakit tenggorok tanpa demam, sakit gigi atau terkilir. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triase, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya setiap 60 menit. Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat, pengkajian ulang dilakukan setiap 15 menit atau lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru tentang kondisi pasien dapat mengubah kategorisasi ketakutan dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya, kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau mengalami sesak napas, sinkop atau diaforesis.

3) Wawancara Triase yang Ideal Wawancara dan dokumentasi triase yang ideal mencakup hal-hal berikut : Nama, usia, jenis kelamin, dan cara kedatanganKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 6

Keluhan utama Riwayat singkat (termasuk awitas, derajat intensitas, kondisi yang sama sebelumnya, dan masalah medis sebelumnya) Pengobatan Alergi Tanggal imunisasi tetanus terakhir Tanggal periode menstruasi terakhir bagi wanita subur (termasuk gravida, para, dan aborsi, jika perlu) Pengkajian tanda vital dan berat badan Klasifikasi pasien dan tingkat keakutan

4) Prioritas Keakutan Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triase yang mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjukpetunjuk tersebut meliputi : Nyeri hebat Perdarahan aktif Stupor atau mengantuk Disorientasi Gangguan emosi Dispnea saat istirahat Diaforesis yang ekstrem Sianosis Tanda vital di luar batas normal

5) Sistem Klasifikasi Pasien Ketika perawat menerima peran sebagai perawat triase, ia harus memiliki pemahaman yang lengkap tentang sistem yang digunakan adalah Traffic Director, Spot Check, and Comprehensive. Setiap sistem berbeda dalam hal kualifikasi staf, klasifikasi keakutan dan kebutuhan dokumentesi. Dalam sistem Traffic Director, perawat hanya mengidentifikasikan keluhan utama dan memilih antara status mendesak atau tidak mendesak. Berdasarkan klasifikasi ini pasien dikirim ke ruang tunggu atau ke areaKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 7

perawatan akut. Tidak ada tes diagnostik permulaan yang diinstruksikan dan tidak ada evaluasi yang dilakukan sampai tiba waktu pemeriksaan. Pada model Spot Check, perawat mendapatkan keluhan utama bersama dengan data subjektif dan objektif yang terbatas, dan pasien dikategorikan ke dalam salah satu dari tiga prioritas pengobatan berikut ini: gawat darurat, mendesak, atau ditunda. Dapat dilakukan beberapa tes diagnostik pendahuluan, dan pasien ditempatkan di area perawatan tertentu atau di ruang tunggu, tidak ada evaluasi ulang yang direncanakan sampai dilakukan pengobatan. Sistem Comprehensive adalah sistem yang paling maju, dengan melibatkan dokter dan perawat dalam menjalankan peran triase. Data dasar yang diperoleh meliputi pendidikan dan kebutuhan pelayanan kesehatan primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan objektif. Tes diagnostic pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan diruang perawatan akut atau ruang tunggu. Jika pasien ditempatkan di ruang tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit (Rea, 1987). Rentang tingkat kekuatan dari I sampai V, dengan masalah yang paling tidak mendapat nomor paling rendah, lihat kotak 11-1. Kotak 11-1 Tingkat keakutan Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (msl. memar4 minor); dapat menunggu lama tanpa bahaya. Kelas II Nonurgen/tidak mendesak (msl. ruam, gejala flu); dapat menganggu lama tanpa bahaya. Kelas III Semi-urgen/semi mendesak(msl. sistisis, otitis media); dapat menunggu sampai 2 jam sebelum pengobatan. Kelas IV Urgen/mendesak (msl. Fraktur panggul, laserasi berat, asma); dapat menunggu selama 1 jam. Kelas V Gawat darurat (msl. henti jantung, syok); tidak boleh ada keterlambatan pengobatan;situasi yang mengancam hidup.

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

8

6) Pengkajian Ulang Dalam Triase Ingat selalu bahwa semua klasifikasi keakutan memerlukan pengkajian ulang. Dokumentasi pengkajian ulang harus mencakup waktu, tanda vital, dan perubahan kategorisasi keakutan, sebagai contoh, perhatikan keadaan perawat triase yang terpaksa mengajukan pembelaan karena memberikan tingkat keakutan tidak mendesak pada pasien yang menderita infrak miokard ketika menunggu diruang tunggu selama 4 jam tanpa dilakukan pengkajian ulang dan komunikasi oleh perawat dan dokter yang ada pada saat itu. Perawat akan merasa tidak nyaman bila penyelidikan yang dilakukan memutuskan riwayat dan gejala yang di tanyakan pada saat kedatangan sudah menunjukkan bahwa pasien tersebut seharusnya ditempatkan pada kategori gawat darurat. Demikian juga pada pasien yang gejalanya meliputi sesak nafas yang secara tidak benar diklasifikasikan ke dalam triase tidak mendesak yang akan meniadakan ksesmpatan dilakukannya pemeriksaan, seperti evaluasi GDA atau foto thoraks, atau intervensi, sperti oksigen atau obat-obat lain untuk kondisi medis yang serius (msl. gagal jantung kongestif). (Hal ini dapat terjadi jika perawat triase gagal mempetimbangkan riwayat dan gejala pasien secara cermat). Hampir sama dengan hal tersebut, seorang pasien dengan patah tungkai dapat kehilangan ekstremitasnya jika ia ditahan di triase setelah dikategorikan sebagai pasien tidak mendesak maka setelah dilakukan pengkajian yang tepat ditemukan adanya pembengkakan, perubahan warna, dan nadi tidak teraba.

7) Triase adalah Gerbang Pengobatan Perawat triase harus menyadari bahwa datang ke pelayanan medis gawat darurat (emergency medical services, EMS) tidak otomatis menjamin pasien untuk segera mendapatkan akses ke area pengobatan karena banyaknya pasien yang menyalahgunakan fungsi transportasi ambulans. Sama

banyaknya dengan jumlah pasien yang sakit parah atau cidera yang dating ke UGD. Perawat triase yang efektif mengkaji dan menentukan status klinis untuk memastikan bahwa pasien dengan penyakit yang lebih parah harus dilihat dan di obati telebih dahulu.

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

9

Perawat triase memfasilitasi arus pasien di UGD dan mengomunikasikan informasi yang relevan kepada pemberi perawatan kesehatan yang tepat, pasien, keluarga, atau teman. Keakutan pasien menentukan kecepatan pasien untuk dievaluasi oleh dokter, begitu juga prioritas pasien untuk mendapat asuhan keperawatan. Perawat triase dapat menjadikan suasana ruang tunggu menjadi ramai karena menenangkan pasien yang tidak mendesak sambil memfalitasi evaluasi pasien yang mendesak dan gawat. dengan mengintruksikan pemeriksaan rontgen minor pada ekstremitas dan EKG, perawat triase juga dapat meningkatkan arus pasien sambil memperoleh informasi yang dapat di gunakan perawat terutama untuk membuat prioritas keakutan. Perawat utama adalah RN yang ditugaskan untuk merawat pasien setelah melewati triase. Selama pasien berada di UGD, keakutannya dapat berubah dengan cepat, dan intervensi yang dilakukan harus disesuaikan dengan tepat terhadap perubahan tersebut. Pada saat pembagian tempat (disposisi), keakutan harus dikaji ulang oleh RN utama, pasien dengan tingkat keakutan yang lebih tinggi dari saat masuk tidak boleh di pulangkan.

Tips pencatatan: Lengkapi catatan gawat darurat, termasuk obat, alergi, suhu, nadi, tekanan darah, saturasi oksigen (sesuai indikasi), berat badan, periode menstruasi terakhir (jika perlu), dan terutama saat dokter atau perawat utama diberi tahu tentang kemungkinan adanya gejala kritis. Jika waktu tunggu semakin lama karena kurangnya tempat tidur yang tersedia diruang pengobatan, berikut ini informasi yang harus didokumentasikan dengan jelas: Tanda vital dan waktu pengkajian serta yang diulang sesuai kebutuhan. Waktu dan isi komunikasi perawat dan dokter yang bertugas berkaitan dengan status pasien. Intervensi yang dilakukan di area triase, termasuk respons pasien.

Kesibukan yang terlampau banyak atau keterlambatan yang terlalu lama dalam memproses pasien, tetap tidak membenarkan evaluasi dan pengobatan yang tidak tepat atau tidak mengurangi konsenkuensi tanggung jawab karena tidak memberikan pengobatan kepada pasien.

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

10

Pertimbangkan skenario hipotetik berikut: Bayi laki-laki normal lahir pada usia kehamilan 35 minggu karena ibunya yang masih muda dan tidak menikah mengalami ketuban pecah dini. bayi tersebut tidak banyak mengalami pertumbuhan sampai usia 4 bulan, yaitu ketika ia mengalami batuk dan pilek tanpa demam. Penyakit ini terjadi setelah ia masuk ke fasilitas perawatan anak yang baru. Ia di periksa ditempat dokter anak dan ibunya diinstruksikan untuk memberikan dekongestan pada anak. Tiga hari kemudian dirumah, pada waktu malam hari, bayi demam sampai di atas 39, 40C diukur per rectal, yang tidak berespons terhadap Tylenol (asetaminofen). Dokter anak tidak berspons terhadap dua panggilan yang dilakukan oleh ibu, sehingga membawa anaknya ke UGD setelah mencoba menurunkan demamnya selama 7 jam. Mereka menunggu selama 2 jam di ruang tunggu sebelum diperiksa oleh perawat triase. Selama triase RN tersebut mencatat suhu tubuh anak 39, 10C (rectal), nadi 140 kali per menit, dan frekuensi napas 40 kali per menit, ia mendokumentasikan tidur sebagai tingkat kesadaran. riwayat kongesti dan pilek sebelumnya tidak ditanyakan, begitu juga fakta bahwa bayi tersebut sudah mendapatkan evaluasi medis 3 hari sebelumnya. Dokter anak tidak diberi tahu, dan klasifikasikan triasenya adalah nonurgen (tidak mendesak). Bayi dipulangkan setelah 45 menit di UGD tanpa pemeriksaan pada demamnya dan tanpa pemberian antibiotic. Ia terus dalam keadaan tidur selama di UGD. Sepuluh jam kemudia, ia kembali ke UGD dengan henti jantung dan meninggal akibat sepsis streptokokus yang tidak diatasi, yang secara klinis didiagnosis oleh dokter UGD yang berada dan dikonfirmasikan lagi melalui kultur darah.

Tips pencatatan: Perawat triase menyusun tahapan tragedy akibat gagal mendokumentasikan riwayat-riwayat yang penting. Tidak ada catatan yang dibuat menyatkan laporan diberikan kepada perawat utama atau berisi komunikasi dengan dokter, dan tidak ada bukti yang menunjukkan pengkajian ulang dan pengkategorian ulang untuk mepercepat perawatan. Meskipun mendokumentasikan semua percakapan dengan staff untuk semua pasien gawat darurat tidak diperlukan, namun perawat yang bijaksana akan

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

11

mendokumentasikan dan kepada siapa ia berkomunikasi ketika diperoleh hasil klinis yang berpotensi serius.

b. Pengkajian Menurut standart praktek ENA yang berkaitan dengan pengkajian, perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian yang akurat dan kontinu terhadap masalah fisik dan psikososial pasien di UGD (ENA, 1995b)

1) Keragaman Menghasilkan Kekhususan dan Gejala Unit gawat darurat harus selalu dalam keadaan siap siaga. Individu dari berbagai usia dengan masalah pada satu atau semua system tubuh dapat datang kapan saja ke UGD. Perawat gawat darurat harus siap mengenali adanya abnormalitas pada system dan berpartisipasi dalam penatalaksanaan medis yang tepat, baik untuk pengobatan dan pembedahan umum, maupun pediatric, remaja, dan geriatric. Kondisi khusus dapat terjadi, seperti gagal ginjal, trauma, maksilofasial, dermatologi (msl. luka bakar), neurologis, psikiatri, kardiak, obstetric, neonates, onkologi, oftalmologi, dental dan jenis kasus lainnya. Tidak ada batasan terhadap jenis pasien yang boleh datang ke UGD. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi perawat yang tidak dapat mengkaji pasiennya dengan tepat.

2) Pendekatan Pengkajian yang Terorganisasi Mengikuti pendekatan pengkajian yang terorganisasi merupakan hal yang sangat penting, tetapi yang paling penting adalah gagasan bahwa setiap perawat harus membuat dan menggunakan secara konsisten pendekatan yang bermakna bagi setiap individu. Area pengkajian pertama harus selalu pengkajian system kardiovaskuler dan respirasi, termasuk tanda vital. Pengkajian tersebut merupakan pengkajian utama yang dimandatkan pada semua perawat gawat darurat untuk dilakukan pada semua pasien, tanpa memperdulikan keluhannya. Pemeriksaan ini hanya membutuhkan waktu 30 detik, dan sudah termasuk pengkajian jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi. Tanda vital merupakan indicator yg signifikan dari kondisi saat ini dan kondisi berikutnya. Tubuh memiliki mekanisme kompensasi yang luar biasa, dan tanda vital berperan sebagai indicator yang menunjukkan berfungsi mekanismeKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 12

kompensasi tersebut. Tanda vital selalu menjadi Trend (diulang dari waktu ke waktu) dan sering didokumenkasikan dilingkungan gawat darurat sehingga dapat menggambarkan status pasien secara akurat dan dapat memperkirakan hasil secara efektif. Pemeriksaan umum dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan utama, meluas ke area sperti tingkat kesadaran, kualitas bicara, organisasi pikiran, tampilan umum (msl. pakaian, hygiene, warna kulit, ekspresi wajah, postur, aktivitas motorik pada saat pasien duduk atau dilepas pakaiannya, bau kulit atau bau nafas), dan tingkat distress. satu aspek yang sangat penting dari pengkajian adalah pembentukan hubungan terapeutik. Perawat harus memberikan privasi ketika berbicara dengan pasien, dan ia harus menggunakan sentuhan dan penjelasan verbal untuk menyakinkan pasien sebelum melakukan pemeriksaan dan prosedur.

3) Prioritas Pengkajian pada saat Kedatangan Perawat triase atau staff EMS mengirim pasien ke area pengobatan perawat utama yang bertanggung jawab untuk perawatan individu selama berada di UGD. Yang harus dimasukkan dalam perawatan dan harus dilakukan oleh perawat utama adalah pengkajian pasien yang tepat waktu dan penetapan bukti tertulis pengkajian keperawtan sejalan perkembangan pasien melewati proses evaluasi. Tetapi, hal ini tidak berarti bahwa perawat harus melakukan pengkajian fisik lengkap pada setiap pasien. Eksplorasi patofisiologi terkait dan riwayat sebelumnya, selanjutnya dokumentasikan juga keluhan utama dan pengkajian tanda vital. Sebagai contoh, pasien yang datang dengan nyeri abdomen harus dikaji untuk adanya mual, muntah, diare, dan konstipasi. Selain itu dikaji juga selera makan, penurunan berat badan, masalah berat badan, dan turgor kulit. Abdomen juga harus diperiksa untuk adanya kekerasan, distensi, titik nyeri tekan, lokasi dan penyebaran nyeri. Jika mungkin, pasien harus mengkukur nyeri tersebut dengan menggunakan skala nyeri 1-10 (msl. 10 adalah nyeri yang paling berat, 1 untuk nyeri yang paling ringan) dan identifikasi jenis nyeri (msl. nyeri terbakar, nyeri tusuk, perih, keram), awitan dan durasi nyeri. Harus dikaji juga nadi dan pembengkakan di ekstremitas bawah. Riwayat gagal jantung, obstruksi usus, flu, kemungkinanKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 13

mengkonsumsi makanan basi, penyakit ulkus, perdarahan gastrointestinal, sirosis, kanker usus, dan ahrus dikaji juga kondisi serupa lainnya. Prioritas pengkajian lainnya berkenan dengan pasien trauma. Pemeriksaan utama terhadap ABCD (status airway/jalan napas, breathing/pernapasan, circulation/sirkulasi, dan disability-neurologic/kerusakan neurologis) harus dikaji dan didokumentasikan pada saat kedatangan sebagai data dasar dan harus mencerminkan konsistensi disemua pengkajian medis dan keperawatan. Jika tidak, mungkin suatu hari nanti perawat perlu memberikan penilaian mengapa ia mencatat tidak adanya bunyi nafas selama pengkajian utama tetapi tidak menyampaikannya kepada dokter. Pengkajian mekanisme cedera juga merupakan hal yang sangat penting (msl. apakah pasien direstrein dengan sabuk pengaman atau tidak, apakah pasien terdorong keluar, apakah pasien pengemudi atau penumpang, dan jumlah kerusakan pada kendaraan pada kendaraan di dalam dan di luar). Dalam hal ini petugas EMS dapat sangat membantu. Informasi ini dapat menghemat waktu dan menyelamatkan kehidupan mengarahkan focus klinis ke struktur internal dan system tubuhyang paling rentan terhadap jenis cedera tertentu. Pada saat pasien datang, buat catatan tentang adanya tempat inserse (msl. alat intravena [IV] yang dipasang diluar rumah sakit): ukuran jarum, lokasi jenis

cairan, jumlahyang diinfuskan), dan kondisi tempat inserse (msl. merah, nyeri, bengkak, aliran, keutuhan balutan). Kebijakan mengharuskan agar inserse tersebut diganti lebih sering daripada inserse yang dibuat dirumah sakit. oleh karena itu dokumentasi yang akurat dapat melindungi pasien dari peningkatan resiko infeksi. Beberapa parameter pengkajian rutin di anggap sebagai standar perawatan, seperti yang digunakan untuk pasien cedera kepala. Pengkajian minimal yang dapat diteima mencakup pengkajian status mental, tingkat kesadaran, gerakan motorik, postur, dan status pupil. Pengkajian di UGD dirancang untuk mengenali kegawatdaruratn yang mengancam kehidupan dan mengumpulkan cukup data untuk menentukan prioritas perawatan dalam waktu yang sangat sempit. Setiap saat dan untuk setiap pasien, perawat gawat darurat diharapkan untuk memperoleh dan mengomunikasikan temuan yang tepat kepada dokter, termasuk abnormalitas, pemburukan gejala, atau perubahan tingkat keakutan agar dapat dilakukanKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 14

penatalaksanaan pasien lebih lanjut. Dokumentasi harus mencerminkan bahwa hal ini sudah dilakukan.

4) Pemantauan Banyak pasien yang dipasang alat monitor jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen oleh perawat utama pada saat pasien datang di area pengobatan. Hal ini dapat ditentukan atas dasar riwayat klinis saja atau digabung dengan keluhan terbaru. Ketika menggunakan monitor jantung, pada strip yang pertama harus dituliskan waktu dan ditempel didalam catatan keperawatan. Jika pemakaian monitor jantung tersebut tetap diperlukan, maka perawat harus mendokumentasikan bahwa monitor tersebut terus digunakan selama periode ketika pasien keluar dari UGD (kecuali dicatat dokter memerintahkan sebaliknya).

Misalnya, perawat akan mencatat hal-hal berikut: Untuk CT scan, RN dan ahli terapi pernapasan mempertahankan jalan napas dengan Ambu bag dan Oksigen. Dipasang juga monitor jantung, saturasi oksigendan tekanan darah. Pada standar perawatan dicantumkan bahwa tanda vital di UGD harus dikaji setiap 4 jam, dan lebih sering lagi sesuai kondisi klinis (msl. setiap menit, jika perlu).

Kasus berikut ini menggambarkan pentingnya mengomunikasikan hasil pengkajian kepada dokter UGD: Seorang wanita berusia 40 tahun dibawa ke UGD oleh EMS. Ia mengeluh mengalami nyeri panggul bagian kanan dengan awitan tiba-tiba yang disertai mual dan muntah yang terjadi pada saat mengemudi dari florida sampai kerumahnya. Pada saat kedatangan pasien di UGD , dokter melaporkan

keyakinannya bahwa pasien menderita baju ginjal, sehingga perawat triase mengelompokkannya ke dalam pasien non kritis. Perawat yang menerima pasien berkeras ingin berbicara langsung dengan pasien dan keluarganya, dan dengan segeran mencatat bahwa pasien dalam keadaan pucat, diaforetik, dengan nadi yang cepat dan tekanan darah yang rendah. Suaminya menyatakan bahwa biasanya keadaan kesehatan pasien sangat baik dan kondisinya saat iniKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 15

sangat membingungkan. Sepuluh menit setelah kedatangannya, perawat utama menghubungi dokter. Setelah 20 menit pasien berada di UGD, di pasang IV, selang nasogastrik (NGT) dan kateter foley serta disaksikan oleh residen abnormalitas dekat ginjal kanan. Kondisi pasien meburuk sampai pada titik yang membutuhkan resusitasi cairan karena syok dan transfuse sel darah merah darurat karena kadar hemoglobin yang sangat rendah. Diagnosis yang di buat menggunakan angiografi adalah rupture aneurisma arteri renalis kanan. Nyawa pasien berhasil diselamatkan dan tuntutan hokum berhasil dihindari (laporan anekdot, 1997)

Tips pecatatan: Pengkajian RN serta keterlibatan dokter dan staf professional lain dalam evaluasi dan perencanaan perawatan dinyatakan dengan jelas dalam catatan, begitu juga waktu awal pemasangan IV, teknik aseptic, ukuran jarum, aliran darah, jumlah upaya insersi IV, pemasangan selang nasogastrik dan verifikasi letaknya, serta insersi kateter foley, dengan teknik steril.

3. PERENCANAAN DAN KOLABORASI Standar paraktek ENA yang berkaitan dengan perencanaan menyatakan Perawat gawat darurat harus merumuskan rencana asuhan keperawatan yang komprehensif untuk pasien UGD dan berkolaborasi dalam perumusan dalam keseluruhan rencana perawatan pasien (ENA, 1995b). a. Langkah Langkah di Unit Gawat Darurat Di UGD segala sesuatu dapat terjadi dengan cepat, tetapi dengan permasalahan pasien yang sangat beragam dan banyak, diperlukan pengetahuan yang sangat tinggi untuk melakukan sejumlah tes dan pengobatan. Pada situasi tersebut tujuan yang diharapkan adalah menstabilkan pasien untuk jangka pendek sehingga dapat direncanakan tes diagnostic dan penatalaksanaan selanjutnya. Karena diperlukan evaluasi dan pengobatan yang cepat, perawat harus menunjukkan kepercayaan yang kuat terhadap pengetahuan dan protocol medis. Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta dokumentasi pengkajian dan intevensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saatKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 16

terjadi perubahan status pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara bersamaan akan membentuk landasan perawatan yang mencerminkan ketaatan yang pada standar perawatan sebagai pedoman.

b. Kesiapan Elemen penting dari perencanaan adalah kesiapan. Perawat gawat darurat harus bersiap diri untuk hal-hal yang tidak diharapkan: yaitu krisis yang pasti akan terjadi dilingkungan ini. Perawat harus melakukan hal berikut dari awal setiap jam yaitu dengan memeriksa brankar, defiblator, set selang endotrakel dan senter, pacu jantung eksternal, peralatan gawat darurat pediatric, dan alat isap disetiap ruangan. Mereka harus memastikan bahwa alat-alat tersebut dan suplai barangbarang lainnya tersedia dan berfungsi baik sehingga tidak akan terjadi keterlambatan dalam pemeberian perawatan pada pasien. (Hal ini juga harus didokumentasikan untuk referensi selanjutnya). Contoh yang banyak terjadi adalah ketika pasien gawat darurat mengalami aspirasi dan kemudian meninggal karena sindrom distress pernapasan karena alat isapnya tidak berfungsi dengan baik dan pada saat itu perawat tidak dapat menemukan peralatan yang diperlukan.

c. Keselamatan Salah satu standar keperawatan gawat darurat adalah bahwa perawat gawat darurat harus mempertahankan lingkungan yang aman bagi sesama staf, pasien, dirinya sendiri, dan orang lain yang ada di UGD tersebut. Hal ini mencakup pencegahan masuknya pengunjung yang berbuat onar atau mengantisipasi adanya senjata secara rutin, kemudian menyitanya dari populasi pasien tertentu (msl. pasien yang berkaitan dengan pembunuhan dan bunuh diri).

Kasus andektot berikut ini menunjukkan pentingnya persiapan perawatan dan keselamatan janin: Seorang wanita muda dengan kehamilan 32 minggu diserang dilapangan parkir oleh seorang pria yang mencoba mencuri mobilnya. Wanita tersebut mengalami cedera kepala yang hebat dan cedera abdomen, yang memerlukan perawatan di uni perawatan intensif (ICU). Pasien tetap berada di UGD selama 6 jam sambil menjalani pengkajian dan konsultasi. Tetapi padaya tidak dipasangkan monitor janin. Tidak ada konsultasi yang di lakukan oleh perawat gawat darurat denganKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 17

dokter obstetric, sekalipun rumah sakit tersebut mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menangani persalinan resiko tinggi dan ICU (NICU) neonatal. Dalam 30 menit setelah kedatangannya di ICU, janin tersebut dicatat mengalamai stress. (Monitor jantung segera dipasang begitu pasien tiba di ICU). Tim obstetric gawat darurat diaktifkan dan dilakukan operasi sesar. Bayi tersebut menunjukkan masalah perkembangan, fisik, medis, atauemosional sampai 21 tahun, yang mungkin saja terjadi akibat kegagalan perawat gawat darurat mendeteksi distress janin dalam situasi yang dapat diperkirakan (laporan anekdot, 1997).

Tips pencatatan: catatan perawat menunjukkan pelanggaran terhadap standar: yaitu, kegagalan memberikan lingkungan yang nyaman bagi janin di UGD dan perawatan berdasarkan standar yang ada (msl. Standar perawatan Untuk perawat obstetric). Janin ini jelas-jelas mengalami bahaya. Jika pemantauan janin sudah dipsang sejak UGD, maka waktu pemasangannya harus dicatat, dan strip monitor juga harus dimssukkan kedalam catatan. Saat kontak dengan perawat persalinan dan kelhiran harus dicatat juga dalam catatan unit keperawatan gawat darurat disertai dengan waktu datangya bantuan. Jika catatan ICU menunjukkan bahwa bayi dalam keadaan distress saat dipasang monitor janin ketika tiba di ICU, kecil kemungkinan adanya pembelaan terhadap kegagalan pemberian bantuan obstetrik di UGD.

4. IMPLEMENTASI Standar praktik ENA yang berkaitan dengan implementasi menyatakan, perawat gawat darurat harus mengimplementasikan rencana perawatan berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan, dan diagnosis medis (ENA, 1995b).

a. Kompetensi Perawat harus berfungsi mandiri dalam parameter yang dibentuk untuk keperawatan di UGD, yang mencakup tindakan penyelamatan nyawa dan alat gerak. Perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai standar yang disetujui. Seseorang tidak diharapkan untuk mengetahui semuanya atau mampu melakukan semua prosedur, tetapi perawat yang kompeten harus mampu mengantisipasi

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

18

kebutuhan keahlian khusus sesuai yang diindikasikan oleh situasi klinis, dan ia harus berusaha dan mendokumentasikan semua upaya tersebut. Kecanggihan pencatatan terkomputerisasi telah menghilangkan kekhawatiran tentang tulisan tangan. Tetapi masalah kompetensi akan selalu ada, seperti yang dinyatakan oleh Joint Commission untuk mempertahankan bukti kompetensi staf di area klinis penting, dan dengan meningkatnya jumlah tuntutan hokum menyatakan perawat gagal melakukan secara kompeten prosedur-prosedur kritis sesuai dengan standar yang ada. Berikut ini adalah contoh area ketika perawat gawat darurat harus mendemonstrasikan kompetensi secara rutin, dengan saran pencatatan yang relevan meliputi: Pemberian obat. Perawat harus selalu mencatat lokasi injeksi intramsukular (IM). Dengan urutan seperti phenergan IV (prometazin), dokumentasikan jumlah dan jenis pelarut. Jika diperlukan pematahan ampul, maka catat juga jarum filter yang digunakan atau pastikan bahwa perawat lain siap member kesaksian bahwa praktik yang biasa adalah dengan menggunakan jarum berfilter ketika mengambil obat dari ampul.

Perhatikan contoh berikut: Seorang wanita berusia 42 tahun datang ke UGD karena nyeri akibat kista ovarium. Diresepkan injeksi Demerol (meperedin). Injeksi yang dilakukan oleh perawat merusak saraf iskhiadakus karena terkena jarum, yang menyebabkan cedera permanen dan keterbatasn gaya hidup pasien. Rumah sakit dikenakan denda sebesar $410. 000 (laska, 1997b).

Tips pencatatan: Apakah daerah injeksi di catat? Apakah di buat catatan tentang respons pasien terhadap obat, atau keluhan tentang kebas, nyeri, atau kemerahan di daerah tersebut? Apakah dokter sudah diberi tahu? Apa yang dilakukan terhadapnya? Apakah rasa nyaman pasien membaik pada saat pemulangan.

Akses IV. Ketika memasang IV, perawat harus mendokumentasikan bahwa teknik aseptic sudah digunakan, darah berhasil diambil, tidak ada pembengkakan atau kemerahan yang terjadi pada daerah penusukan jarum.

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

19

Jumlah upaya yang dilakukan setiap perawat dan harus di catat juga lokasi anatomic untuk upaya yang gagal. Selang dada. Perawat harus mendokumentasikan penggunaan teknik steril, adanya plester, pemeriksaan pemasangan, yang menyatakan Bahwa saluran tersebut utuh dan berfungsi, serta warna dan jumlah haluaran. Selang nasogastrik. Harus didokumentasikan pemasangan dan pemeriksaan, termasuk warna dan jumlah haluaran. Penggunaan restrein. Dokumentasi harus mencakup upaya untuk mengadakan hubungan dengan pasien dan intruksikan pada pasien alternatif lain selain restrein, dan minta keluarga agar tetap berada disamping tempat tidur. Dokumentasikan juga perlindungan terhadap privasi klien, penjagaan hygien, diet, kesempatan eliminasi, pelepasan restrein, dan kondisi kulit dibawah restrein. Pengenalan dan pengobatan terhadap irama yang mematikan (ritmik letal). Perawat tidak perlu mencatat setiap perbedaan yang terjadi pada irama jantung. Standar perawatan untuk perawat gawat darurat adalah mampu mengenali dan bersiap diri membantu dalam penatalaksanaan fiblirasi ventikular, takikardia ventikular yang disertai gejala, aktivitas listrik tanpa denyut, asistol, dan bradidisritmia. Perawat harus cermat agar tidak melangkahi tanggung jawabnya ke area diagnosis medis ketika mereka harus mendeskripsikan dan memverifikasi observasi diagnostik sebelum memasukkannya ke dalam rekam medis: misalnya: fibrilasi atrial dengan frekuensi ventrikular 40 per Dr.P. Pembelatan dan Ace wraps. Perawat harus mencatat jenis alat, lokasi dan status sirkulasi setelah pembelatan; sebagai contoh: tidak ada deformitas atau memar, bengkak +, nyeri + jika pergelangan kaki kanan disentuh. Pasien mampu menggerakkan semua jari kaki kanan, merasakan sentuhan. Nadi terpalpasi ditungkai kanan. Imobilisasi spinal. Terutama pemakaian kolar servikal, perawat harus mendokumentasikan posisi (jika ada) ketika pasien tiba dari tempat kejadian, bersama dengan status dasar neurologis pasien. Lebih jauh lagi, perawat harus melakukan hal-hal berikut: dokumentasikan bahwa kolar servikal tetap dipasang ketika pasien meninggalkan UGD untuk pemeriksaan CT dan sinarKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 20

X; catat ada tidaknya kolar servikal tersebut ketika pasien kembali dan dokumentasikan juga status neurologis pasien; kemudian dokumentasikan lagi ada tidaknya kolar servikal dan status neurologis pasien ketika pasien meninggalkan UGD untuk masuk ke ruang perawatan atau untuk menjalani pembedahan. Jika pasien melawan dengan alasan apapun, seperti karena cedera kepala atau intoksikasi, perawat harus mencatat hal ini di dalam catatan disertai dengan deskripsi prilakunya ; misalnya ambulasi saat kejadian, berjalan 2 mil untuk memanggil EMS,atau duduk ditempat tidur setelah kolar servikal dilepas dan ia dinyatakan, saya tidak apa pasien. apa, atau menendang dan meludahi staff, diperlukan 4 polisi untuk menundukkan

Berikut adalah contoh kegagalan mengimplementasikan rencana keperawatan yang aman berdasarkan diagnosis pasien :

Seorang operator mesin berusia 33 tahun menderita cedera multiple akibat kecelakaan lalu lintas. Kolar servikal dan bantalan kepala dilepas di UGD rumah sakit tergugat. Seorang dokter menginterpretasikan pemeriksaan sinar-x nya normal tetapi kemudian berkonsultasi dengan dokter kedua. Dokter kedua menginstruksikan penggantian kolar dan melakukan pemeriksaan sinar-x tambahan. Film film tersebut menunjukkan adanya subluksasi sedang anterior C6, konsisten dengan dislokasi prosesus artikularis C6-C7. Pasien tersebut dipindahkan ke pusat kesehatan regional, tempat ia mengalami quadriplegia pada saat kedatangan. Tergugat menyatakan bahwa pasien menolak memakai kolar servikal, dan mengalami intoksikasi, menyerang dan sulit diatur, yang menyebabkan pemeriksaan sinar-x nya sulit dibaca. Juri mengenakan denda $ 11,5 juta, termasuk $500,000 untuk klaim istri pasien karena kehilangan konsorsium (Laska, 1997d). Sedasi dasar IV, perawat harus mencatat tanda vital awal, yang meliputi oksimetri nadi. Termasuk juga strip monitor. GDA. Mengambil sampel, menganalisa hasil, serta mengkonsultasikannya pada dokter merupakan hal yang penting bagi perawat. Dokumentasikan

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

21

bahwa tes Allen digunakan untuk memeriksa sirkulasi arteri kolateral sebelum dilakukan punksi arteri, dan tekanan sudah diberikan pada daerah tusukan sampai perdarahan berhasil dikendalikan. Pengenalan dan pelaporan tindakan kekerasan domestik dan penganiayaan seksual. Perawat harus mendokumentasikan tanda tanda cedera dan memastikan bahwa lembaga lembaga tepat sudah diberitahu. Pengetahuan tentang prilaku sesuai usia dari masa bayi sampai masa kanak kanak. Perawat harus mendeskripsikan keinginan nanak untuk bermain, kerewelan, dan respon anak terhadap stimulus. Sebagai contoh, merupakan suatu hal yang abnormal untuk anak berusia 3

bulan tidak selalu terjaga

selama pemeriksaan atau untuk orang berusia 78 tahun yang menjadi histeris pada saat pulang kerumah. Penggunaan defibrilator, pacu jantung eksternal, pacu jantung transversal. Perawat harus mendokumentasikan kapan alat alat tersebut dilakukan d UGD. Jalur arteri dan jalur sentral. Perawat harus mendokumentasikan pemasangan dan pemeriksaannya. (Ingat untuk mencatat bahwa sudah digunakan tehknik steril). Selang endotrakeal. Perawat harus mendokumentasikan pemasangan dan pemeriksaannya. Ventilator. Perawat harus mendokumentasikan pengesetannya.

b. Lembar Alur Kompleksitas tanggung jawab keperawatan gawat darurat dan langkah kerja di unit tersebut memerlukan penggunaan lembar alur untuk mendokumentasikan proses keperawatan. Salah satu contoh adalah penggunaan lembar alur trauma untuk menatalaksanakan perawatan dan dokumentasi pasien trauma (gambar 111, 11-2, dan 11-3). Informasi penting, seperti skala koma Glasglow, skor trauma, dan skala pengukuran pupil, merupakan bagian dari catatan dan harus siap tersedia untuk referensi, seperti halnya diagram, yang berguna untuk menandai cedera atau luka bakar pasien. Bermanfaat juga untuk menyediakan tempat mencatat rincian perawatan prarumah sakit dan waktu kedatangan tim trauma dan

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

22

konsultan dari berbagai spesialisai seperti bedah saraf, ortoipedik, dan bedah plastik. Contoh lain adalah lembar alur untuk observasi (gambar 11-4), terdapat bagian yang dapat diisi dengan cepat sesuian standar dokumentasi dan membantu memberi skor pada informasi, seperti ukuran pupil dan tingkat kesadaran pediatrik. Format semacam itu memungkinkan perawat yang sibuk untuk mendokumentasikan informasi yag akan memerlukan banyak sekali catatan naratif dan mudah hilang karena terburu buru ketika memberikan perawatan gawat darurat. Demikian juga halnya dengan perawatan daerah IV yang memiliki lembar alur terpisah untuk mencatat tentang dokumentasi pemeriksaan daerah IV dan balutannya.

c. Tanggung Jawab Keperawatan terhadap Penyuluhan Pasien dan Keluarga Berdasarkan standar praktik ENA tentang penyuluhan, perawat gawat darurat harus membantu pasien dan orang terdekat lainnya untuk mendapatkan pengetahuan tentang penyakit dan pencegahan cedera ( ENA, 1995b ). Perawat diharapkan dapat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga dengan cara yang konsisten sesuai dengan kemampuan mereka untuk memahaminya dan jika mungkin memberikan penjelasan sebelum pengobatan dilakukan. Pasien dan keluarga harus dilibatkan sebanyak mungkin dalam pembuatan keputusan perawatan terapeutik jika situasinya mengijinkan. Perawata harus memberi penjelasan tertulis maupun verbal tentang medikasi, pengobatan, perawatan diri, rujukan, dan pencegahan.

d. Instruksi Pemulangan Standar perawatan mengharuskan agar instruksi diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan pasien atau pemberi perawatan. Perawat gawat darurat harus mempersiapkan berbagai materi penyuluhan untuk pasien dan mereka juga mengharapkan menggunakan penilaian keperawatannya untuk menyiapkan pasien atau pemberi perawatannya untung pemulangan. Kotak 11-2 mengidentifikasi instruksipemulangan untuk pasien UGD.

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

23

KOTAK 11-2 UNSUR UNSUR PENTING INSTRUKSI PEMULANGAN Tulis nama fasilitas gawat darurat, nomor telpon, dan tanggal. Catat nama pasien, nomor rekam medis, dan tanda tangan ( atau tanda tangan pemberi perrawatan ) Penandatanganan tersebut pengendikasian pemahaman terhadap instruksi. Berikan instruksi umum yang berkaitan dengan keluhan utama atau diagnosis pemulangan, termasuk gejala gejala Yang mengindikasikan kebutuhan untuk kembali ke UGD. Untuk laserasi, perawat harus memasukkan tanda tanda infeksi dan tanggal serta waktu pasien harus kembali untuk pemeriksaan luka dan pengangkatan jahitan. Jelaskan frekuensi penggantian balutan, dan instruksikan pasien untuk menjaga agar balutannya tetap bersih dan kering. Untuk patah tulang dan terkilir, jelaskan pemakaian kompres es atau kompres hangat secara bergantian dan berapa hari melakukan kompres tersebut. Instruksikan juga pada pasien untuk menggunakan perban elastis yang tepat. Individualisasikan instruksi yang berkaitan dengan cedera tertentu( msl. Cedera kepala ), pencegahan pascasedasi dan tes diagnosis pasien rawat jalan. Berikan pada pasien nama nama obat yang diresepkan di UGD dengan tindakan pencegahan yang tepat, seperti tidak boleh minum alkohol, mengemudi , atau atau mengoprasikan peralatan ketika mengkonsumsi obat______.pasien bisa saja memerlukan lembar penyuluhan tentang obat. Beritahu nama dokter yang menindaklanjuti pengobatan disertai dengan nomor telpon dan kontak. Jelaskan jumlah hari ketika pasien harus beristirahat dan kapan ia harus kembali bekerja. Berikan pernyataan yang memenuhi syarat pengobatan gawat darurat sebagai perawatan pertolongan pertama, yang membutuhkan pelayanan kontinu dari dokter, dan pentingnya membaca dan mematuhi semua instruksi yang diberikan.

Kurangnya dokumentasi dapat memperburuk nasib pasien, yang akan menderita kerusakan permanen atau meninggal akibat ketidakmampuan mengenali gejala gejala yang berbahaya, dan juga nasib perawat , yang gagal mencatat apakah pasien dapat membaca atau memahami informasi sebelum meninggalkan rumah sakit. Untuk alasan ini, format harus digandakan ; yaitu, satu untuk pasien dan satu lagi untuk catatan permanen. Jika pasien harus menggunakan kruk atau melakukan penggantian balutan, perawat harus mendokumentasikan apakah pasien sudah benar dalam melakukan demonstrasi ulang setelah menerima instruksi.

TIPS PENCATATAN : apakah catatan perawat menyatakan bahwa pasien mengunggkapkan pemahamannya tentang instruksi pemulangan, atau mereka menandatanganinya saja? Catatan harus mencerminkan bahwa pasien dirujuk keKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 24

ahli ortopedi, dokter keluarga, ahli mata, ahli jantung, ahli bedah, ahli fisiotherapi, psikiater atau pemberi layanan kesehatan lainnya, sesuian dengan yang diindikasikan dengan doagnosis akhir. Nomor telpon harus ditulis pada instruksi pemulangan kecuali jika perawat mencatat bahwa pasien sudah memiliki nomor tersebut. Perawat harus memasukkan instruksi tertulis pada saat pemulangan tentang apa yang harus dilakukanjika gejala memburuk atau kambuh ( gambar 11-6 ). Perawatan yang beralasan juga harus dilakukan untuk memastikan memastiak adanya dan instruksi terhadap pemberi perawatan yang mungkin tidak mampu mengenali tanda tanda dini setelah pemulangan : misalnya, pasien dengan cedera kepala, lansia, atau lemah. Hal ini meliputi pelaporan kerumah perawatan atau rumah perawatan pribadi, atau mencari anggota keluarga untuk pemberian instruksi. Merupakan hal yang sangat pentingadanya pencerminan upaya upaya tersebut dalam rekam medis. Standar Joint commission menyatakan bahwa

salinan pelayanan gawat darurat yang diberikan harus terdapat juga di tempat praktisi atau organisasi medis yang memberikan pelayanan tindak lanjut jika ditunjuk oleh pasien atau ditunjuk secara resmi sebagai lembaga yang berwenang( JCAHO, 1996 ). Informasi ini membantu memastikan kontinuitas keperawatan.

Perhatikan contoh berikut ini : Seorang wanita berusia 35 tahun mengalami cedera ketika ditabrak oleh pemain jet ski lain pada saat perlombaan. Pada awalnya ia diobati di UGD, tetapi kemudian dokter bedah ortopedi mengambil alih perawatannya. Pasien tersebut menyatakan bahwa pada saat pemulangan, ia diinstruksikan untuk memberikan es di area yang sakit dalam waktu 24 jam sehari selama 10 hari, dan bahwa ia menderita frostbite (kerusakan jaringan karena terpajan oleh dingin) pada kulitnya akibat instruksi tersebut, yang akhirnya membutuhkan dua debridemen bedah dan menyebabkan kecacatan pada tungkai dan betisnya. Dokter dokter beragumentasi bahwa ia menderita nekrosis pada titik sakit tersebut, bukan akibat kompres es. Lebih jauh lagi, mereka menyatakan bahwa instruksinya untuk menggunakan es hanya bersifat intermiten (sebentar-sebentar) dan kompres es tersebut diletakkan diatas gips atau balutan, tidak langsung ke kulit. Juri berpihak kepada dokter (Laska, 1997g).

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

25

Instruksi pemulangan dan dokumentasi perawat gawat darurat tentang respons pasien terhadap pasien tidak diragukan akan menunjukkan upaya-upaya tersebut.

5. EVALUASI DAN KOMUNIKASI Pernyataan standar ENA yang berkaitan dengan evaluasi, Perawat gawat darurat harus mengevaluasi dan memodifikasi rencana perawatan berdasarkan respons pasien yang dapat diobservasi dan pencapaian tujuan pasien (ENA, 1995b)

a. Praktik Umum Perawat harus mengevaluasi secara kontinu perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk dapat menentukan perkembangan pasien ke arah hasil dan tujuan, dan harus mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan perkembangannya. Standar Joint Commission ( 1996 )

menyatakan bahwa rekam medis pasien menerima perawatan yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan, termasuk diposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut. Ketika memulangkan pasien perawat harus mencantumkan catatan yang mengevaluasi status pasien pada saat meninggalkan UGD. Demikian juga, ketika monitor jantung yang dipakai pasien dilepas, maka beberapa catatan harus dibuat untuk alasan pelepasannya ; sebagai contoh, pasien bebas dari nyeri dengan EKG normal dan enzim jantung normal. Sumber nyeri jantung diabaikan oleh dokter UGD.

b. Prioritas Evaluasi 1) Oksimetri Nadi dan Tanda Vital Standar yang sama selain diterapkan pada monitor jantung, juga diterapkan pada oksimetri nadi, yaitu : jika pasien cukup menderita hingga memerlukan pembacaan data dasar, kemudian pembacaan yang lain dilakukan sebelum pemulangan. Demikian juga, nadi, respirasi, dan tekanan darah harus dicatat dan didokumentasikan pada saat pemulangan untuk membuktikan bahwa pemulangan pasien tersebut aman. Jika terdapat masalah yang berkaitan dengan terjadinya demam, demam kambuhan, atau terjadinya demam selama perawatan, maka suhu juga harus dicatat pada saat pemulangan.Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 26

2) Efek Obat Sama pentingnya dengan kemampuan perawat untuk mendemonstrasikan bahwa mereka mengetahui tentang kemungkinan adanya efek samping obat seperti nitrogliserin, dopamin, morfin IV, versed ( midazolam ), norcuron ( necuronium ), dilantin ( fenitoin ), diltiazem, dan efek dari sekumpulan obat yang dapat menaikkan atau menurunkan tekanan darah, respirasi, dan nadi. Mendokumentasikan tanda vital ( termasuk strip jantung ) sebelum, selama, dan setelah pemberian obat, efek obat ( msl. Menurunkan nyeri atau demam, mengubah tekanan darah atau irama jantung ), atau reaksi obat yang merugikan ( msl. Anafilaksis ) mendukung pernyataan perawat bahwa ia mengetahui efek samping dan keutungan obat dan tetap memantau pasien.

3) Asupan dan Haluaran Ketika pasien masuk rumah sakit, perawat utama bertanggung jawab untuk menghitung dan mencatat berapa banyak cairan yang diterima di UGD dan berapa banyak cairan yang keluar melalui kandung kemih, selang NG, selang dada, atau sistem drainase lainnya. Hal ini penting terutama pada pasien pasien luka bakar, perdarahan, jantung, ginjal, pediatrik, diabetes, dan cedera kepala, karena cairan yang terlalu banyak dapat menyebabkan hasil yang membahayakan.

4) Evaluasi Sumber dan Koping Perawat gawat darurat harus berkolaborasi dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan informasi informasi penting dengan cepat dan akurat. Ia harus bertindak sebagai penghubung dengan memberikan informasi yang akurat dan cepat tentang kondisi klinis pasien kepada tim pengobatan. Lebih jauh lagi, ia harus berkomunikasi verbal dan menuliskan semua informasi yang penting untuk perawatan pasien. Jiak perawat gawat darurat menemukan hambatan terhadap pemulangan dalam proses pemberian perawatan, ia harus mengkomunikasikannya dengan dokter atau petugas sosial agar hal tersebut dapat diatur untuk menagkomodasi keterbatasan keterbatasan pada saat pemulangan ; hal tersebut meliputi buta huruf, kurang air bersih, tuna wisma, lingkungan yang tidak stabil, situasi yang membahayakan anak, atauKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 27

ketidakmampuan membeli obat yang diresepkan. Lembar kerja pada gambar 11-7 diajukan untuk membantu perawat gawat darurat dalam mengevaluasi dan mendokumentasikan sumber sumber atau kekurangan koping yang harus diatasi sebelum pemulangan.

Pada kasus berikut, kegagalan mengevaluasi pasien sebelum pemulangan menyebabkan dua kematian dan dua tuntutan hukum. Pada kasusu ketiga, perawat pandai mematuhi standar perrawatan sehingga dapat menyelamatkan nyawa seorang anak.

Seorang wanita dibawa ke UGD karena distress pernafasan. Dokter tergugat memberinya dua resep dan memulangkannya setelah 30 menit kedatangannya. Hari berikutnya, ia kembali megalami sesak nafas, yang memberuk setelah setelah ia meminum obat yang diresepkan oleh tergugat. Pasien kembali ke UGD, tempat dia meninggal akibat bronkopneumonia. Juri mengenakan denda lebih dari $1,8 juta kepada tergugat ( Laska, 1997f ). TIPS PENCATATAN : obat obat apa saja yang diberikan pada pasien ? apakah ia menerima dosis tersebut di UGD? Jika ya, apa reaksinya? Apa yang dikatakan perawat dalam catatannya mengenai kondisi pasien pada saat pemulangan ? apakah status tanda vital dan oksigenisasi dievaluasi pada saatpemulangan ? apakah ia menderita demam ? apakah ia mengalami sesak nafas?

Seorang wanita berusia 40 tahun datang ke UGD dengan pembengkakan lidah yang memungkinkan disebabkan oleh reaksi alergi. Ia diobati dengan obat antialergi, tetapi bengkaknya tidak juga berkurang. Ia meninggal karena tersedak lidahnya sendiri ( yaitu obstruksi jalan nafas ) 5 jam kemudian. Penggugat menyatakan bahwa seharusnya sudah dibuat jalan nafas alternatif ( msl. Intubasi ) ketika obat tersebut tidak berfungsi. Juri mengenakan denda sebesar $356,866 ( Laska, 1997c ).

TIPS PENCATATAN : dimana perawat UGD berada ketika kondisi pasien memburuk ? apakah catatan perawat menunjukkan bahwa perawat mengetahuiKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 28

adanya peningkatan distress atau tidak membaiknya kondisi pasien dengan obat tersebut ? apakah upaya berulang untuk memanggil dokter yang bersangkutan sudah didokumentasikan ? apakah perawat yang bertugas sudah diberitahukan tentang masalah tersebut dan apakah serangkaian perintah sudah diaktifkan ketika dokter gagal berespon terhadap kekhawatiran perawat ?

Seorang anak berusia 4 tahun dengan riwayat kronik otitis media kambuhan masuk UGD karena demam. Sebelum pemulangan, ia diobati dengan tylenol ( asetaminofen ) dan injeksi antibiotik. Mengikuti kebijakan UGD, perawat gawat darurat meminta orang tua untuk tetap bersama anaknya selama 30 menit setelah injeksi untuk mengevaluasi kemungkinan adanya reaksi alergi.

Setelah 15 menit ayah anak tersebut menyatakan keinginannya untuk pergi. Perawat mengulangi instruksinya agar ayah anak tersebut tetap bersama anaknya selama 30 menit. Dua puluh menit setelah pemberian antobiotik, anak tiba tiba menderita sesak nafas hebat. Ia memerlukan intubasi darurat dan berhasil diresusitasi setelah anafilaksisi. ( Laporan anekdot, 1997 ).

TIPS PENCATATAN : ketika pasien memutuskan untuk pergi dan bertentangan dengan kebijakaan unit, merupakan hal yang vital untuk mendokumentasikan pernyataan yang dibuat tentang keprgian pasien tersebut dan mendapatkan tanda tangannya pada formulir bertentangan dengan anjuran medis ( against medical advice, AMA ). Formulir ini harus memberikan bukti bahwa pasien sudah diberitahu dan menerima resiko yang terjadi jika ia meninggalkan UGD sebelum evaluasi dan pengobatannya selelsai. Standar Joint Commission ( 1996 ) mengharuskan adanya catatan direkam medis ketika pasien mengabaikan AMA. Pada situasi ini, merupakan hal yang sangat penting untuk melakukan dokumentasi yang cermat tentang instruksi yang diberikan kepada pasien.

6. PERAWAT SEBAGAI PEMBELA PASIEN

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

29

Standar praktik ENA yang berkaitan dengan martabat manusia menyatakan bahwa , perawat gawat darurat harus memberikan perawatan berdasarkan filosofi dan konseo etik, seperti menghormati kehidupan dan menghargai harkat, martabat, otonomi dan individualitas setiap manusia dan resolusi untuk bertindak secara dinamis berkaitan dengan kenyakinan seseorang ( ENA, 1995 ). Perawat harus menghormati martabat, kerahasian, dan privasi pasien serta mendapatkan persetujuan yang tepat untuk pengobatan. Pasien harus diberitahu tentang hak legalmereka dan rekam medis harus mencerminkan kepatuhan terhadap skrining pasien serta kebijakan dan peraturan pemindahahan.

a. Peran Keperawatan dalam Pemindahan Pasien Penatalaksanaan keperawatan terhadap pasien yang memerlukan pemindahan ke fasilitas lain menyoroti implikasi legal tanggung jawab perawat gawat darurat untuk membela pasien dan untuk mendemonstrasikan rasa hormat terhadap martabat manusia seperti yang tercermin dalam dokumentasi yang baik.

1) Legislasi Cobra Consolidated Omnibus Bugdet Reconciliation Act (COBRA) tahun 1985 mengharuskan semua rumah sakit yang menerima dana Medicare untuk mengevaluasi semua pasien yang datang ke UGD. Legislasi ini dirancang untuk menghentikan dumping pasien yang tidak mampu untuk alasan ekonomi. Hukum mengharuskan staf rumah sakit untuk menstabilkan pasien terlebih dahulu atau menatalaksanakan wanita hamil yang sedang dalam persalinan aktif sebelum pasien tersebut dapat dipindahkan ke fasilitas lain. Fasilitas yang menerima pasien tersebut harus setuju menerima pasien dan memiliki cukup ruang serta staff yang bermutu untuk merawatnya. Rumah sakit yang memindahkan pasien harus memberikan rekam medis pasien kepada rumah sakit yang baru dan melakukan pemindahan pasien dengan menggunakan staff dan peralatan yang bermutu, termasuk penunjang kehidupan, jika

diindikasikan. Dokter dapat dikenakan denda sebesar $50.000 untuk setiap pelanggaran COBRA. Standar Joint Commission mengulangi beberapa komponen legislasi COBRA ; pada bulan juli 1987 Joint Commission mengharuskan semua30

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

rumah sakit untuk mulai menyimpan dokumentasi yang memvalidasi kepatuhan terhadap standar standar yang berkaitan dengan pemindahan pasien. Oleh karena itu pemindahan pasien gawat darurat merupakan masalah khusus dengan percabangan hukum dan prioritas dokumentasi.

2) Kebutuhan Dokumentasi Untuk mendukung kepatuhan terhadap standar yang memerlukan stabilisasi, dokumentasi harus mencakup hal hal berikut ( Waxman, 1998 ) : Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim Tindakan yang dilakukan atau pengobatan yang diimplementasikan di fasilitas pengirim Deskripsi respon pasien terhadap pengobatan Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan lebih jauhpada kondisi pasien Tanggung jawab dokumentasi dari staff UGD yang berkaitan dengan pemindahan pasien terdapat pada kotak 11-3. Gambar 11-8, 11-9, dan 11-10, merupakan contoh format pemindahan yang digunakan untuk mematuhi standar standar tersebut. Kotak 11-3 Pertanggungjawaban Dokumentasi untuk Pemindahan Pasien Catatan harus menunjukkan bahwa rumah sakit adalah sebagai kelanjutan hukum dan memeriksa semua pasien, tanpa memperhatikan status finansial/ Sebuah catatan harus dibuat untuk setiap pasien yang masuk ke UGD, tanpa memperhatikan diperiksa tidaknya pasien tersebut oleh dokter. Perawat triase harus mencantumkan tanda vital, riwayat singkat, dan klasifikasi triase/ dokter harus mencatat setiap tanda. Catatan sebaiknya tidak dibuang atau dimusnahkan. Catatan medis harus berisi informasi yang adekuat tentang status pasien dan pengobatan yang diberikan. Untuk memberi alasan tentang pemindahan, dokter harus menentukan dan mendokumentasikan bahwa manfaat pemindahan lebih besar daripada risikonya, sebutkan setiap manfaatnya. Pasien harus membuat persetujuan secara tertulis tentang pemindahannya. Format pemindahan harus memberi pedoman untuk menjamin bahwa informasi yang lengkap sudah didokumentasikan dan dikirim bersama pasien sebelum dilakukan pemindahan.

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

31

Perhatikan laporan anekdot berikut ini ketika pengobatan pasien untuk sepsis terlambat dilakukan sampai 13 jam karena prosedur pemindahan yang tidak tepat :

Seorang pria kulit hitam berusia 24 tahun dengan penyakit sel sabit yang sudah diketahui sebelumnya datang ke UGD dengan keluhan demam, menggigil, dan nyeri progresif yang memburuk selama 12 jam. Kateter sudah dipasang 2 hari sebelum kedatangannya di UGD. Suhunya 39,02 oC dan ia belum mendapat antibiotik. Pasien menolak dilakukan kultur darah atau pemberian cairan IV setelah upaya pemasangan kateter gagal sebanyak 2 kali. Dokter yang merawatnya sudah dihubungi 15 menit setelah pasien datang, tetapi sampai 1 jam kemudian tetap tidak menjawab panggilan. Hingga akhirnya dokter tersebut berespon, ia menginstruksikan agar pasien dipindahkan ke rumah sakit lain, tempat ia dapat mengatur dan menatalaksanakan pengobatan lebih lanjut. Catatan yang ada mencerminkan tujuan dokter tersebut untuk menerima pasien dengan krisis sel sabit, yang mengesampingkan kemungkinan sepsis. Tidak ada antibiotik yang diberikan. Lima jam berlalu dari waktu pembuatan keputusan pemeindahan pasien sampai EMS tiba untuk memindahkan pasien. Pasien menghabiskan total 7 jam dalam pemindahan tersebut. Selama waktu ini, jumlah sel darah putihnya meningkat 8 poin diatas normal dan kadar hemoglobinnya 7,0. Demam meningkat menjadi 39,96 oC, tekanan darah turun dari 130/80n menjadi 110/50, nadi meningkat sampai 150 kali per menit, sampai gejala gejala tersebut menunjukkan akan terjadinya syok septik. Ia mendapat tylenol ( asetaminofen ), obat nyeri oksigen dan cairan oral. Tidak diberikan antibioti atau transfusi darah. Tidak ada format yang menampilkan tanda tangan pasien yang mendukung penolakannya terhadap cairan IV, meskipun catatan menunjukkan bahwa ia menolak upaya upaya yang dilakukan untuk memasang kateter setelah gagal dua kali. Tidak ada dokumentasi yang dibuat perawat UGD uang mengindikasikan ia memberikan laporan tentang pasien kepada rumah sakit penerima ( yang baru ), atau bahwa ia memutuskan kemana pasien harus masuk setelah kedatangannya ( msl. Ke UGD atau unit keperawatan ). Dan akhirnya, tidak ada catatan yang menunjukkan bahwa pasien setuju untukKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 32

dupindahkan atau bahwa ia telah diberitahu tentang kebutuhan, resiko, atau keuntungan dari pemindahannya. Kondisi pasien diklasifikasikan sebagai stabil saat dipindahkan dari UGD. Dokter yang merawatnya tidak nuga datang selama 23v jam setelah pasien tiba dirumah sakit yang baru. Cairan IV dan antibiotik diinstruksikan melalui telepon, tetapi tidak diberikan sampai 5 jam setelah pasien masuk , 13 jam dari saat pasien masuk ke sistem pelayanan kesehatan tersebut dan 25 jam dari awal timbulnya gejala. Tes laboraturium keesokan harinya menunjukkan bahwa sel darah putihnya pasien meningkat 37 poin diatas normal dan kadar hemoglobinnya tidak berubah dari hasil sebelumnya. Pasien meninggal karena henti jantung 11/2 hari setelah masuk ( lapopran anekdot, 1997 ).

UGD yang mengirim pasien tersebut dapat dituntut karena kelalaian akibat tidak memberikan darah atau antibiotik serta dapat juga dituntut karena Dumping_ meskipun pemindahannya diminta oleh dokter pasien tersebut. Penggaran COBRA dapat dilaporkan. Semua dokumentasi keperawatan gawat darurat akan diperiksa dengan teliti pada kasus tersebut. Terlepas dari UGD yang mengirim pasien mempertahankannya atau tidak, staf-stafnya harus berpartisipasi dalam proses hokum, dan dokumentasi yang mereka buat akan berdampak secara signifikan terhadap akuntabilitas mereka.

Tips Pencatatan: dokumentasi selalu waktu ketika melakukan panggilan telfon ke fasilitas penerima pasien, termasuk nama RN yang menjawab telfon tersebut. Hal ini akan memperjelas apakah pasien akan dipindahkan ke UGD yang lain atau langsung masuk ke ruang perawatan.

Pada contoh lain, dapat dibuktikan bahwa staf keperawatan di fasilitas penerima sudah diberi tahu tentang pasien sebelum kedatangannya. Catat setiap hal-baik waktu dan isi-ketika dokter yang menangani atau dokter gawat darurat diberi tahu tentang perubahan kondisi pasienn, serta adanya permintaan antibiotic atau resusitasi cairan. Saat terjadi keterlambatan EMS, catat beberapa pertanyaan yang diajukan pada EMS tentang perkiraan waktu kedatangan (expected time of arrival, ETA) kru transportasi, alas anKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 33

keterlambatan, dan pemberitahuan pada perawat atau dokter yang bertugas tentang keterlambatan. Catat juga komunikasi dengan dokter ketika terjadi perubahan tanda vital yang abnormal pada saat pemulangan.

b. Masalah Lain yang Berkaitan dengan Tugas Perawat untuk Bertindak sebagai Pembela Pasien Kesempatan untuk melindungi hak pasien atau menegakkan martabat orang orang yang rentan dapat terjadi setiap saat ketika seseorang datang ke UGD untuk mendapatkan perawatan. Enam situasi berikut ini menggambarkan kegagalan untk bertindak sebagai pembela pasien dan menggambarkan dampak yang kuat dari perawat gawat darurat terhadap hidup manusia :

Sikap menghakimi pasien penyalahgunaan dan intoksikasi zat menyebabkan kesalahan diagnosis ketoasidosis diabetikum :

Staf AGD membawa seorang pasien UGD yang tidak responsive. Ia mengalami inkontinensi urine, penampilan tidak rapi, dan bau. Pada saat kedatangan, kulit pasien pucat, panas dan kering. Tingkat kesadarannya letargi, dan cara berbicaranya tidak jelas. Pengkajian medis menunjukkan bahwa ia mabuk lagi sehingga mereka tidak segera memasang IV atau memeriksa gula darahnya. Tetapi setelah melihat keadaan pasien, perawat yang menerima pasien tersebut merasa tidak yakin terhadap evaluasi staf AGD. Pada pasien tidak tercium bau alcohol, kulitnya kering, berbicara tidak jelas, dan riwayat diabetes tergantung insulin (dilihat dari catatan rekam medis) mendorong perawat tersebut untuk memeriksa gula darah pasien. Ketika hasilnya dibaca gula darah pasien terlalu tinggi. Perawat segera meminta bantuan dokter dan memasang IV. Tes Glukosa serum

mengonfirmasikan bahwa nilai gula darahnya diatas 900, kemduian pasien masuk ke ICU memakai drip insulin. Hasil tes alcohol darahnya negative (Laporan anekdot,1997).

Tips Pencatatan: Catat waktu dan isi semua pengkajian, tes gula darah (msl.Accuchecks), akses IV, hasil tes laboratorium abnormal, dan komunikasi dengan dokter. Hal ini menunjukkan pada saksi ahli bahwa semua upaya yangKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 34

mungkin sudah dilakukan tepat waktu pada kejadian kecacatan atau kematian pasien.

Kegagalan mengaktifkan serangkaian perintah yang hamper menyebabkan kehilangan anggota badan.

Seorang anak remaja dipulangkan tanpa denyut nadi dikakinya setelah kecelakaan mobil. Pada saat tiba di UGD denyut nadi di kakinya yang sakit sangat lemah. Ia didiagnosis menderita fraktur lutut. Perawat mengulang dokumntasi bahwa mereka tidak dapat memeriksa sirkulasi-sekalipun sudah menggunakan Doppler-selama periode 4 jam. Meskipun mereka sudah menginformasikan hal ini kepada dokter gawat darurat ketika mereka mengalami kesulitan menemukan denyut nadi pedis, tetapi perawat tidak mendokumentasikan komunikasi lebih jauh dengan dokter tentang status anak tersebut, sekalipun anak itu menderita nyeri distal yang sangat parah akibat cederanya, dan menunjukkan penurunan suhu dan sensasi dikaki yang sakit. Dokter memulangkan pasien, dan perawat tidak menentang keputusannya. Tetapi, perawat tersebut mendokumentasikan bahwa pada saat pemulangan nadi di kaki yang sakit tidak dapat dideteksi dan ia sudah member tahu perawat yang bertugas tentang hal ini setelah pasien pulang. Perawat yang bertugas itu tidak menghubungi pasien atau keluarganya untuk kembali guna evaluasi lebih lanjut. Beberapa jam kemudian, orang tua anak membawanya ke fasilitas lain, tempat pembedahan darurat dilakukan untuk menyelamatkan kaki anak tersebut. (Laporan anecdotal, 1996).

Tips Pencatatan: Tidaklah cukup untuk melakukan observasi yang hanya menunjukkan bahwa pasien menderita ancaman perubahan ekstremitas. Dokumentasi harus menunjukkan bahwa dokter sudah diberitahu dan, jika ia tidak atau gagal melakukan tindakan, maka perawat yang bertugas, penyedia keperawatan, kepala unit, dan kepala staf medis, jika perlu, diberitahu demi kepentingan pasien. Dokumentasi harus mencerminkan isi dan waktu dilakukannya komunakasi klinis yang penting.

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

35

Gagal mengikuti arahan tindak lanjut. Jika pasien mengalami henti jantung dan resusitasi, padahal pada surat wasiatnya dinyatakan bahwa pasien tidak ingin diresusitasi, maka jika pasien berhasil hidup tetapi dalam keadaan koma persisten, siapa yang akan membayar biaya perawatannya? Dapatkah keluarga menuntut rumah sakit, dokter, dan perawat karena tidak mengikuti isi surat wasiat tersebut? Maka jawabanya adalah ya.

Gagal menawarkan otopsi atau donor organ. Hal ini dapat meningkatkan kecurigaan keluarga tentang kualitas perawatan, mencegah penyelesaian proses berduka, dan mengakibatkan diambilnya langkah-langkah hokum.

Gagal melindungi kerahasiaan pasien, sekalipun dari anggota keluarganya(jika pasien adalah orang dewasa atau remaja). Hal ini dapat menyebabkan dikeluarkannya hasil skerining tentang obat atau kadar alcohol kepada pers, polisi atau korban pengemudi yang mabuk, dan dapat memengaruhi proses hokum sampai tingkat tertentu yang hokum tindak pidananya dapat dielakkan. Kesediaan terjadi ketika kematian seorang pasien dilaporkan oleh pers sebelum pemberitahuan pada keluarganya. Pada kenyataannya, pelanggaran terhadap kerahasiaan juga melanggar standar tentang menghargai harkat dan martabat manusia dan tagging jawab perawat gawat darurat untuk bertindak sebagai pembela pasien, dan hingga membentuk landasan dilakukannya tindakan hukum.

Gagal memastikan keselamatan pasien yang kondisinya memburuk dan membehayakan setelah pemulangan. Dokumentasi harus mencerminkan bahwa perawat sudah melakukan upaya untuk melakukan hal-hal berikut: o Melaporkan situasi bahaya kepada lembaga yang berwenang (misalnya: lembaga perlindungan anak/dewasa, rumah singgah, tempat perlindungan terhadap kekerasan, rumah perawatan kesehatan, kantor polisi, atau lembaga social). o Memberikan transportasi untuk memastikan keselamatan pasien yang kondisinya buruk setelah pemulangan (misalnya: kadar alcohol darah di atas 100, tidak mampu berjalan, bicara tidak jelas, dan konfusi). SebagaiKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 36

contoh, memberikan tiket bus atau taksi gratis kepada seorang pasien berusia 85 tahun yang datang ke UGD memakai piyama dan diantar oleh EMS tidak diperbolehkan dalam praktik keperawatan gawat darurat. Pasien yang keadaannya sangat memburuk haya boleh dipulangkan kepada orang dewasa yang bertanggung jawab, jika perawat sudah menginformasikannya dan dokumentasi pemulangannya dapat diterima. o Memberikan perlindungan terhadap hidup dan anggota tubuh pasien ketika seorang perawat yang bijaksana menganggap adanya bahaya yang mengancam kedua hal tersebut. Tidak dapat diterima untuk memulangkan seorang anak ke orang tua yang suka menganiaya anak, sekalipun orang uanya sudah pernah ditahan setelah kejadian tersbut; juga tidak dapat diterima untuk memulangkan pasien psikotik, halusinasi denga atau tanpa kecenderungan bunuh diri atau membunuh. Dokumntasi keperawatan harus mencerminkan penggiatan serangkain perintah untuk melindungi public dan pasien dari bahaya. Perawat bisa saja mempunyai tugas tambahan untuk member tahu polisi atau calon korban tentang adanya pasien yang mempeunyai kecenderungan membunuh, terutama kasus pasien yang kabur dari UGD.

B. DOKUMENTASI PADA PERAWATAN INTENSIF 1. KEPERAWATAN INTENSIF American Association of Critical Care Nurses (AACN) menyatakan bahwa asuhan keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respons manusia terhadap penyakit yang actual atau potensial yang mengancam kehisupan (AACN,1989). Lingkup praktik asuhan keperawatan kritis didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien dengan penyakit kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat untuk pemberian perawatan. Pasien yang masuk kelingkungan keperawatan kritis menerima asuhan keperawatan intensif untuk berbagai masalah kesehatan. Serangkaian gejala memiliki rentang dari pasien yang memerlukan pemantauan yang sering dan membutuhkan sedikit intervensi sampai pasien dengan kegagalan fungsi multisystem yag memerlukan intervensi untuk mendukung fungsi hidup yang mendasar. Pada umumnya lingkungan yang mendukung rasio perbandingan perawat-pasien yaitu 1:2 (tergantung dari kebutuhan pasien), satu perawat dapat merawat tiga pasien dan, terkadang seorangKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 37

pasien memerlukan bantuan lebih dari satu orang perawat untuk dapat bertahan hidup. Dukungan dan pengobatan terhadap pasien-pasien tersebut membutuhkan suatu lingkungan yang informasinya siap tersedia dari berbagai sumber dan diatur sedemikian rupa sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat dan akurat. Lingkungan keperawatan kritis memiliki sifat teknis yang tinggi. Tantangan dokumentasi di area keperawatan kritis berkaitan dengan intensitas asuhan keperawatan, kinerja yang berulang sangat tinggi, tugas-tugas tekhnik dengan interval waktu yang sangat dekat, dan masalah pasien yang kompleks. Dokumentasi yang tepat waktu, kompherensif, dan bermakna merupakan tantangan, sekalipun bagi perawat keperawatan kritis yang paling kompeten dan berpengalaman. Sementara keuntungan rekam medis yang terkomputerisasi dan pencatatan otomatis disamping tempat tidur untuk lingkungan keperawatan kritis sudah banyak diketahui, namun hamper seluruh system dokumentasi yang sekarang digunakan dilingkungan ini terdiri rekam medis manual. Computer yang terhubung dengan peralatan disamping tempat tidur dapat memberikan data yang kontinu. Hal tersebut juga membanu dalam pengobatan pasien karena hanya membutuhkan sedikit intervensi fisk oleh perawat. Sebagai contoh, para peneliti sudah membuat system loop terbuka yang menghubungkan pompa infuse dengan monitor disamping tempat tidur. System tersebut secara otomatis mengalirkan dosis secara tepat obat vasoaktif sesuai dengan hasil pengukuran tekanan darah. Perhitungan baik yang sederhana maupun yang kompleks diselesaikan dengan cepat. Hasil tes laboratorium dan informasi penting lainnya siap tersedia di samping tempat tidur, yang menghilangkan keperluan perawat untuk mencari bagian-bagian informasi penting dalam pengambilan keputusan lebih lanjut. Selain keuntungan tersebut, system informasi keperawatan kritis yang terkomputerisasi belum banyak diterima, mungkin karena biaya yang harus dikeluarkan untuk system tersebut. (biayanya mencakup biaya perangkat keras dan dukungan tekhnik berkelanjutan yang diperlukan untuk memelihara system tersebut). Pengenalan mikroprosesor pada tahun 1970an menimbulkan ledakan penggunaan alatalat yang berbasis computer sampai tahun 1990an. Alat alat ini juga memengaruhi lingkungan keperawatan kritis dan dokumentasi pemberian perawatan. Seni dari system pemantauan pasien yang terkomputerisasi dan alat-alat lain penyelamat kehidupan, seperti defibrillator eksternal, memilki kapasitas untuk menangkap, merekam dan menyimpan data tanda vital pasien dan peristiwa signifikan lainnya. Oleh karena itu, perawat sering mengandalkan system tersebut, terutama systemKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 38

pemantau disamping tempat tidur pasien, untuk mengukur tanda vital yang sangat diperlukan dalam perawatan aktif pasien yang sangat tidak stabil. Pada kasus ini perawata akan mendokumentasikan secara retrospektif berdasarkan informasi yang dicatat dan disimpan oleh alat tersebut. Perawat sering mengguakan hasil cetakannya sebagai lampiran pencatatan lembar alur. Hasilnya, tinajuan dokumentasi keperawatan meliputi campuran antara rekam medis manual dan terkomputerisasi.

2. LEMBAR ALUR DI SAMPING TEMPAT TIDUR Lembar alur merupakan dasar dokumentasi keperawatan kritis. Lembar alur yang di buat dengan baik dan kompherensif mengomunikasikan dan mencerminkan standar perawatan populasi pasien utama yang dilayani oleh unit. Data harus diatur sedemikian rupa sehingga pengkajian dan intervensi rutin dapat ditentukan sebelumnya dan perawat diminta untuk memastikan bahwa dokumntasinya lengkap dan mencakup semua area penting intervensi keperawatan. tergantung dari populasi pasien yang dilayani, petunjuk tersebut bisa bervariasi; misalnya, lembaar alur perawatan intensif kardiovaskuler (cardiovascular intensif care unit, CVICU) memiliki berbagai parameter pengkajian khusus yang mengarahkan perawat untuk mendokumentasikan kualitas dan jumlah drainase selang dada setiap jam, sedangkan catatan unit perawatan koroner (coronary care unit, CCU) tidak menspesifikkan hal ini karena pasien dengan infark miokard akut tidak secara rutin memakai selang dada. Rancangan lembar alur dapar bervariasi sesuai denga organisasi yang membuatnya. Beberapa organisasi membuat format terbuka seprti peta jalan; misalnya, sebuah lembar alur berukuran empat kali lembar kertas ukuran 21,59 27,94 cm yang dilipat keluar menjadi 81,28 27,94 cm, tatapi terdiri dari 8 sisi. Bentuk landscape menapilkan informasi yang mengisi ruang lembaran sehingga semua parameter yang signifikan dapat dilihat pada catatan intervensi. Organisasi ini lebih memilih untuk menyimpan halaman informasinya dalam bentuk portrait (misalnya, seperti format halaman ini. Halaman tersebt dapat juga dilipat untuk mendapatkan dokumen yang padat. Tanpa memikirkan bentuk format, informasi seprti tanda vital, pemberian obat, data laboratorium, dan pengkajian kontinu lainnya serta informasi intervensi, umumnya ditempatkan dengan sangat jelas. Rutinitas lainnya atau informasi skenario, seperti intervensi keperawatan atau pengkajian seluruh tubuh, akan tersimpan lebih strategis dalam format tersebut. Kolom waktu umumnya dikosongkan, yang memungkinkan perawat untuk merancang sendiri frekuensi pengukuran tandaKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 39

vital atau kejadian lainnya berdasarkan status pasien. Hasilnya, satu format atau kumpulan banyak format dapat mewakili dokumentasi periode 24 jam. Pencatatan tepat waktu ini dilakukan untuk menceritakan semua kejadian dalam waktu tersebut, dan berlawanan dengan pencatatan siste blok, yang umumnya digunakan dalam catatan naratif sebagai dari diskripsi, atau gambaran umum kondisi pasien selama periode waktu tertentu. Tujuan lembar alur adalah memberikan catatan status pasien yang berkelanjutan dan kontinu. Hal ini berarti terjadi peningkatan rentang dari beberapa menit sampai sekali setiap jam. Tetapi, perawat harus ingat bahwa lembar alur hanya selembar gambaran total dokumnetasi proses keperawatan, yang digunakan untuk membantu catatan perkembangan dan lembaran dokumentasi lain untuk menggambarkan secara lengkap pemberian pelayanan keperawatan kepada klien. Dokumentasi harus mencakup perhatian semua aspek proses keperawatan, yaitu: pengkajian, diagnosis, perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Dokumenetasi respons, perkembangan, atau perburukan pasien serta hasil yang sudah dicapai pasien juga merupakan bagian yang diperlukan dari dokumentasi. Kotak 11-4 Informasi informasi yang dapat dipertimbangkan ketika membuat lembar alur keperawatan kritis Dokumentasi standar American Nurse Assocation (ANA) dan ACCN Standar perawatan spesifik, seperti yang didefinisikan oleh organisasi spesialis dan literatus terbaru. Pertimbangan peralatan (misalnya. Kalibrasi, pengesetan alarm dan kewaspadaan, pengesetan fungsi). Kebijakan dan prosedur unit. Masalah keselamatan pasien yang utama (misalnya. Restrein, protocol perawatan kulit, pengkajian nutrisi). Data klinis (misalnya, asupan dan haluaran, tanda vital, pengkajian, AGD, pemberian obat dan IV). Hasil tes laboratorium dan informasi departemen penting lainnya.

3. MASALAH DOKUMENTASI DI AREA KEPERAWATAN KRITIS a. Pencatatan Observasi Pasif Ketika menggunakan lembar alur, perawat harus mengisinya dengan lengkap untuk memberikan informasi yang kompherensif dan akurat yang berkaitan dengan status klinis pasien dan intervensi aktif. Meskipun perawat yang sudah berpengalaman mengetahui dengan baik penggunaan dokumentasi lembar alur, perawat tersebutKelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis 40

harus menyadari adanya dua perangkap dalam penggunaanya yaitu pencatatan, yang sembarangan dan terlalu bergantung pada lembar alur.

b. Pencatatan yang Sembarangan Pencatatan yang sembarangan didefinisikan sebagai mengikuti begitu saja (apa yang sudah dilakukan perawat sebelumnya) meneganai pemeriksaan parameter tertentu. Sebagai contoh, ketika melakukan pengkajian dari kepala hingga kaki dengan lembar alur, perawat dinas malam member tanda centang pada kotak yang tersedia dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh perawat jam dinas sebelumnya. Kemudian perawat akan menggunakan catatan perawat atau data per jam untuk mencatat informasi pengkajian actual (spesifik), yang menimbulkan ketidakcocokan jika kondisi pasien mengalami perubahan atau terjadi

ketidakkonsistenan dalam tingkat actual pemberian perawatan. Karena pencatatan merupakan dokumen legal, maka semua area harus mencerminkan perawatan actual yang diberikan kepada pasien. Jenis kedua pencatatan yang sembarangan terjadi ketika perawat mengabaikan seluruh pengkajian pracetak dan mendokumntasikan dalam catatan perawat pengkajian sama dengan yang dicatat sebelumnya.

c. Ketergantungan Terhadap Lembar Alur Kesalahan lain yang sering dilakukan perawat ketika menggunakan lembar alur adalah bahwa mereka cenderung terlalu bergantung pada lembar alur untuk menggambarkan seluruh jalannya pemberian perawatan. Oleh sebab itu, lembar alur menjadi satu-satunya alat untuk mendokumntasikan perawatan. Selain observasi yang ia lakukan, perawat diminta untuk mengevaluasi dan

mendokumentasikan respons pasien terhadapa pemberian perawatan. Jika terlalu bergantung pada lembar alur, perawat akan mengabaikan pencatatan respons pasien dalam catatan perawat, yang dokumentasinya hanya berisi pengobatan dan pengkajian. 4. SUMBER SUMBER LIABILITAS Vieira (1997) mencatat bahwa dalam tinjauan liabilitas professional suatu data dasar perusahaan asuransi, tuntutan yang banyak diidentifikasi selalu melibatkan, masalah

Kelompok 4 | Teknik Dokumentasi pada Keperawatan Kritis

41

dokumentasi (tentang tidak cukupnya atau kurangnya dokumentasi). Ia menjelaskan kasus berikut sebagai contoh kurangnya pendokumentasian : Seorang pria berusia 56 tahun masuk ke unit perawatan intensif pembedahan (surgical intensive care unit,SICU) setelah pneumonektomi. Catatan perkembangan berisi catatan penerimaan perawat terhadapa pasien di unit tersebut. Lembar alur mengindikasikan telah terjadi distress pernapasan selama 5 hari, dilakukan ektubasi dan reintubasi, serta terjadi perubahan yang kontiu pada kecepatan ventilator, volume, dan konsentrasi oksigen. Meskipun lembar alur berisi data objektif dan subjektif, tidak ada satupun dokumentasi yang dibuat oleh dokter maupun perawat dalam catatan perkembangan selama 11 hari tentang rasional penatalaksanaan ventilator pasien. Pasien meninggal dan keluarga berhasil mengajukan tuntutan pada pemberi pelayanan kesehatan dan rumah sakit (Vieira,1997).

Bagian ini mendiskusikan masalah dokumentasi yang sering memengaruhi pembelaan diri perawat ICU dalam kasusu tuntutan hukm. Sumber liabilitas meliputi hal-hal berikut: Pengabain pemikiran kritis, Evaluasi status pasien yang tidak adekuat, Hilangnya atau tidak lengkapnya dokumentasi perubahan kondisi pasien sebelum henti napas /henti jantung dan resusitasi, Dokumentasi tentang pemberitahuan kepada dokter berkaitan dengan perubahan kondisi pasien.

a. Pegabaian Pemikiran Kritis Pemikiran kritis membentuk landasan untuk dokumentasi yang berkualitas (Chase,1997). Pemikiran kritis membutuhkan penggunaan penilaian perawata di beberapa area, termasuk penilaian awal tentang satatus pasien, keputusan tentang pilihan pengobatan, dan evaluasi efektifitas intervensi. Jika perawat ICU diharapkan untuk membuat penilaian, kemudian gagal untuk mencatat penilaian-nya, maka hal tersebut dilihat sebagai pemberian pelayanan yang tidak memenuhi standar keperawatan (Chase, 1997). Pencatatan penilaian kritis tersebut mengharuskan perawat melihat data pada lembar alur , yang dokumentasinya hanya