61
PENDAHULUAN Selama pemerintahan Ratu Victoria, James Greenwood menulis disebuah surat kabar pada era dimana anak-anak di ibukota semakin menderita kelemahan tulang pada kaki atau riketsia. Riketsia, yang telah dijelaskan dua abad sebelumnya oleh Francis Glissen, telah terbukti didapatkan pada lebih dari seperempat anak di London, terutama diantara anak miskin. Pada lebih dari satu abad kemudian, terdapat angka yang sama pada anak di London yang terdiagnosis gangguan vitamin D, dan secara kritis tidak lagi hanya berpengaruh pada anak-anak yang miskin. 1 Dokter umum dan pelayanan primer lainnya yang paling mungkin untuk mengamati dan menangani malnutrisi pada pasien mereka. Meskipun budaya suplemen gizi dan makanan bebas bahan tambahan telah dipromosikan oleh supermarket dan toko-toko makanan kesehatan, pentingnya suplemen vitamin D tidak dijelaskan pada anak-anak di London. Perbedaan telah diamati pada status gizi yang sering dikaitkan dengan berbagai tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan mental, status migrasi, dan keyakinan kesehatan. Tantangannya adalah bagaimana atau apakah kekurangan ini harus diperbaiki. 1 Bagaimana secara klinis defisiensi dapat timbul pada anak ? 1

dsklfnspljhejfnjskenfjsnbjfkbfjslbjfbjsb

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nsjknjkfgndsjfknesjnfsjdsnfjksdnbfjkbsdkjfbskdjfbkjdsbfjksdbfjkbdsfkjbdsfdskfjbdsjkfbsjkb

Citation preview

PENDAHULUAN

Selama pemerintahan Ratu Victoria, James Greenwood menulis disebuah surat kabar

pada era dimana anak-anak di ibukota semakin menderita kelemahan tulang pada kaki atau

riketsia. Riketsia, yang telah dijelaskan dua abad sebelumnya oleh Francis Glissen, telah

terbukti didapatkan pada lebih dari seperempat anak di London, terutama diantara anak

miskin. Pada lebih dari satu abad kemudian, terdapat angka yang sama pada anak di London

yang terdiagnosis gangguan vitamin D, dan secara kritis tidak lagi hanya berpengaruh pada

anak-anak yang miskin. 1

Dokter umum dan pelayanan primer lainnya yang paling mungkin untuk mengamati

dan menangani malnutrisi pada pasien mereka. Meskipun budaya suplemen gizi dan makanan

bebas bahan tambahan telah dipromosikan oleh supermarket dan toko-toko makanan

kesehatan, pentingnya suplemen vitamin D tidak dijelaskan pada anak-anak di London.

Perbedaan telah diamati pada status gizi yang sering dikaitkan dengan berbagai tingkat

pendapatan, pendidikan, kesehatan mental, status migrasi, dan keyakinan kesehatan.

Tantangannya adalah bagaimana atau apakah kekurangan ini harus diperbaiki. 1

Bagaimana secara klinis defisiensi dapat timbul pada anak ?

Defisiensi vitamin D secara khas timbul pada rumah sakit baik pada bayi dengan

riwayat kejang hipokalsemik ataupun riketsia. Akhir-akhir ini, pengukuran kadar serum

vitamin D telah menunjukkan bahwa terdapat prevalensi yang lebih luas dari kekurangan

dalam populasi, dan bahwa hipovitaminosis D sering dikaitkan dengan kekurangan diantara

anggota keluarga dari indeks anak. Telah dikaji 17 bayi yang dirawat di Rumah Sakit Ealing

selama periode dua tahun (2006-2008), yang disajikan dengan kejang hipokalsemik sekunder

dari defisiensi vitamin D. Mayoritas pada bayi ini didapatkan peningkatan kadar alkaline

fosfat dan hormon paratiroid, tiga atau lebih dari mereka menderita penundaan dalam

mencapai gerakan motorik kasar, terutama dalam berjalan seperti yang dilaporkan pada

zaman Ratu Victoria. Dalam jumlah kasus yang kecil disajikan dengan gagal jantung, riketsia

klinis, TBC, patah tulang dan komplikasi pada pernapasan termasuk wheezing pada bayi. 1

1

Reseptor untuk 1,25-dihidroksivitamin D telah ditemukan pada banyak jaringan selain

yang terkait untuk homeostasis kalsium. Reseptor tersebut telah terlibat dalam regulasi fungsi

kekebalan tubuh. Rendahnya kadar vitamin D telah diketahui berhubungan dengan penyakit

infeksi seperti tuberkulosis, serta penyakit autoimun, misalnya pada diabetes. Kekurangan

vitamin D pada ibu dapat memiliki efek pada massa tulang anak-anaknya yang akan berlarut

hingga ke masa kanak-kanaknya. Juga telah ditetapkan bahwa kekurangan vitamin D antara

wanita hamil dapat disertai peningkatan risiko wheezing pada bayi: trial VDAART di Boston

diarahkan pada menentukan apakah berbagai dosis vitamin D mungkin mengubah risiko atau

tingkat wheezing pada bayi. 1

Pola hidup kita telah mengurangi paparan sinar matahari serta mempengaruhi asupan

makanan yang kaya akan vitamin D. Studi di Inggris, Eropa Utara dan Kanada menyarankan

bahwa semakin menetap dan gaya hidup dalam ruangan, dikombinasikan dengan kontribusi

nutrisi yang tidak adekuat dapat meningkatkan angka kadar vitamin D yang rendah pada

individu. 1

Anak-anak yang datang ke rumah sakit dengan tanda-tanda klinis defisiensi vitamin D

hanya mewakili sebagian kecil penderita. Grafik di bawah menunjukkan semua hasil tes

vitamin D yang dilakukan oleh dokter-dokter di Rumah Sakit Ealing selama periode 1 Juli

2009 sampai dengan 22 Oktober 2009. Lima belas persen dari hasil berhubungan dengan

pasien pediatri. Sekitar dua pertiga dari sampel kekurangan vitamin D ketika tingkat “normal”

yang diterapkan (yaitu tingkat normal antara 50 – 80 nmol/1). Oleh karena itu terdapat

populasi individu dengan kadar vitamin D rendah yang besar, tersembunyi dan subklinis –

sebuah fenomena gunung es. 1

Ketika tes untuk vitamin D dilakukan, ditemukan jumlah anak dengan kadar vitamin

D rendah yang lebih besar. Di Rumah Sakit Ealing, sangat jelas pada anak dengan

tuberkulosis paru atau eksim yang terinfeksi secara mayoritas mereka memerlukan suplemen

vitamin. Dalam kasus tuberkulosis, hubungan dengan defisiensi vitamin D telah ditetapkan.

Namun pada eksim yang terinfeksi mungkin tidak ada hubungan kausatif. Jika kita melihat

survei nasional dari populasi inggris, bukti kekurangan vitamin D adalah jelas dan baru-baru

ini rekomendasi publik sebuah strategi nasional untuk mengatasi kelompok yang berisiko. 1

2

METABOLISME DAN PRODUKSI VITAMIN D

Vitamin D diproduksi di kulit melalui mekanisme proses photolytic. Mekanisme

photolytic terhadap turunan kolesterol yaitu 7-dehydrocholesterol untuk menghasilkan

previtamin D, yang kemudian secara perlahan diisomerisasikan menjadi vitamin D3.

Kemudian oleh vitamin D–25-hydroxilase di dalam hati diubah menjadi 25 – hydroxyvitamin

D3. Senyawa 25-hydroxyvitamin D3 [25(OH)D3] yang dipantau untuk mengetahui status

vitamin D seseorang. Namun, 25(OH)D3 sendiri merupakan metabolik tidak aktif dan harus

dimodifikasi terlebih dahulu sebelum berfungsi. 25(OH)D3 diubah oleh 25 – hydroxyvitamin

D3 1a-hydroxylase menjadi 1,25(OH)2D3 merupakan bentuk aktif dari vitamin D. Dari

proses pembentukan vitamin D, hasil metabolit yang terpenting adalah 24,25-

dihydroxyvitamin D3 dan 1a,24 (R),25-trihydroxyvitamin D3 yang diproduksi oleh enzim

CYP24. 24–hidroksilase mampu memetabolisme vitamin D untuk menghasilkan produk asam

calcitroic. Vitamin D penting untuk pembentukan tulang dan berperan penting dalam

beberapa sistem fisiologis lainnya seperti mencegah beberapa penyakit degeneratif, dan

mungkin juga berperan sebagai agen antikanker. 1

3

FUNGSI FISIOLOGIS VITAMIN D

Penjelasan diagram dari peran hormon vitamin D di mineralisasi tulang dan mencegah

hipokalsemi tetani disajikan pada Gambar 3. Konsentrasi kalsium plasma dipertahankan

pada tingkat yang sangat konstan, dan tingkat ini terjadi supersaturasi sehubungan dengan

mineral tulang. Jika plasma menjadi kurang jenuh terhadap kalsium dan fosfat, kemudian

mineralisasi gagal, yang menyebabkan rakitis pada anak-anak dan osteomalasia pada orang

dewasa. 2

Fungsi hormon vitamin D untuk meningkatkan konsentrasi kalsium serum melalui 3

kegiatan terpisah. Pertama, itu adalah satu-satunya hormon yang dikenal yang menginduksi

protein yang terlibat dalam penyerapan kalsium usus aktif. Selain itu, hormon ini juga

merangsang penyerapan usus aktif fosfat. 2

Kedua, konsentrasi kalsium darah tetap dalam posisi berkisar normal bahkan ketika

hewan dikondisikan dengan diet tanpa kalsium. Oleh karena itu, hewan harus memiliki

kemampuan untuk memobilisasi kalsium dalam keadaan di mana tidak didapatkan kalsium

dari lingkungan, sebagai contoh yaitu melalui enterosit. Dua mekanisme memainkan peran

dalam meningkatkan konsentrasi kalsium darah, terutama dalam keadaan tidak adanya

penyerapan kalsium pada usus. Hormon vitamin D merangsang osteoblast untuk

menghasilkan receptor activator nuclear factor-kB (RANKL). RANKL kemudian

merangsang osteoklastogenesis dan mengaktifkan osteoklas yang tidak aktif untuk resorpsi

4

tulang. Oleh karena itu, hormon vitamin D memainkan peranan penting dalam

memungkinkan individu untuk memobilisasi kalsium dari tulang ketika tidak adanya kalsium

pada diet. Hal ini sangat penting untuk dicatat, bahwa secara in vivo baik, vitamin D dan

hormon paratiroid diperlukan untuk proses mobilisasi ini. Oleh karena itu, 2 kunci yang

diperlukan, mirip dengan brankas. 2

Ketiga, tubulus reanalis distal bertanggung jawab untuk reabsorpsi dari 1% dari beban

kalsium yang disaring, dan interaksi 2 hormon untuk merangsang reabsorpsi terakhir 1% ini

dari beban yang disaring. Karena 7 gram kalsium yang disaring setiap hari di antara manusia,

ini menunjukan kontribusi besar untuk pengumpulan kalsium. Sekali lagi, baik hormon

paratiroid dan vitamin D hormon diperlukan. Proses fisiologis kalsium adalah seperti

demikian, konsentrasi hormon tunggal vitamin D rendah merangsang enterosit untuk

menyerap kalsium dan fosfat. Jika konsentrasi kalsium plasma gagal untuk merespon, maka

kelenjar paratiroid yang terus mengeluarkan hormon paratiroid, yang meningkatkan produksi

hormon vitamin D untuk memobilisasi tulang kalsium (bekerja sama dengan hormon

paratiroid). Dalam keadaan normal, kalsium dari lingkungan digunakan pertama; jika

lingkungan kalsium tidak hadir, maka cadangan internal digunakan. 2

5

SISTEM ENDOKRIN VITAMIN D

Gambaran regulasi endokrin terhadap konsentrasi kalsium di dalam plasma dan sistem

endokrin vitamin D terdapat pada Gambar 4. Calcium-sensing proteins yang menilai

konsentrasi kalsium plasma terdapat di dalam kelenjar paratiroid. Ketika konsentrasi kalsium

darah menurun hingga di bawah normal, walaupun sedikit, maka protein transmembran ini

akan merangkai ke sistem G protein, sehingga menstimulasi hormon paratiroid. Kemudian

hormon paratiroid akan segera berproses di osteoblast dan sel-sel tubulus kontortus

proksimal. Yang terpenting, sel-sel pada tubulus kontortus proksimal berfungsi sebagai

kelenjar endokrin untuk vitamin D, ditandai dengan meningkatnya konsentrasi 1α-

hidroksilase. Ini menandakan hormon vitamin D, dimana menstimulasi usus untuk absorpsi

kalsium secara langsung maupun bersama hormon paratiroid pada konsentrasi yang lebih

tinggi, stimulasi mobilisasi kalsium dari tulang dan reabsorpsi kalsium pada ginjal. 2

Peningkatan konsentrasi serum kalsium yang melebihi angka yang ditandai oleh

calcium sensing system, akan menghentikan induksi dari hormon paratiroid. Jika konsentrasi

kalsium plasma terlalu tinggi, C-cells pada kelenjar tiroid akan mensekresi 32-asam amino

peptida kalsitonin, dimana memblok mobilisasi kalsium dari tulang. Kalsitonin juga

menstimulasi 1α-hidroxilase ginjal untuk menyediakan hormon vitamin D untuk kebutuhan

nonkalsemik pada kondisi normokalsemik. Mekanisme molekuler secara keseluruhannya

masih belum dapat dipastikan, kecuali pada induksi hormon vitamin D oleh 24-hidroxilase

(CYP24). 2

Aspek penting pada sistem endokrin vitamin D adalah diet kalsium untuk menunjang

konsentrasi serum kalsium dalam kondisi normal, tetapi bila tidak berhasil, sistem akan

memediasi mobilisasi kalsium dari tulang dan reabsorpsi dari ginjal untuk memenuhi

kebutuhan organism. Hasilnya akan menyebabkan kehilangan kalsium dari tulang dan dapat

mengarah ke osteoporosis. 2

6

MEKANISME MOLEKULER DARI VITAMIN D

Fungsi hormon vitamin D melalui reseptor tunggal vitamin D (VDR), yang telah

dikloning untuk beberapa spesies termasuk manusia, tikus dan ayam. Ini adalah kelas II

hormon steroid, yang berkaitan erat dengan reseptor asam retinoat dan reseptor hormon tiroid.

Seperti reseptor lainnya, terdapat DNA-binding domain yang disebut C-domain, Ligand-

binding domain yang disebut E-domain dan F-domain yang merupakan salah satu domain

yang mengaktifkan. Meskipun banyak pernyataan yang bertentangan dalam literatur, reseptor

tunggal muncul untuk memediasi semua fungsi vitamin D. yang mempersulit persiapan

persamaan untuk satu fungsi tertentu daripada yang lain. Reseptor manusia adalah 427-asam

amino peptida, dimana reseptor tikus mengandung 423 asam amino dan reseptor ayam

mengandung 451 asam amino. Reseptor ini beraksi melalui vitamin D-responsive elements

(VDREs), dimana biasanya ditemukan antara 1 kilobasis dari gen target. VDREs, yang

ditampilkan pada Gambar 5, adalah urutan berulang dari 6 nukleotida yang dipisahkan oleh

3 basis non spesifik. Sekarang jelas bahwa lengan 5 urutan ini mengikat reseptor asam

retinoat X dan lengan 3 mengikat VDR. Dari semua gen yang ditemukan hingga saat ini,

meregulasi paling kuat adalah CYP24 atau enzim 24-hidroxilase, dimana berperan terhadap

7

degradasi vitamin D. Rancangan destruksi sendiri merupakan aspek penting dari sistem

endokrin ini, yang menggunakan salah satu ligan yang dikenal paling kuat. 2

Diagram yang mendeskripsikan bagaimana efek VDR dengan ligan terhadap

transkripsi gen target terdapat pada Gambar 6. Meskipun terdapat bukti untuk co-represor,

kita berpikir bahwa co-represor pada akhirnya akan ditemukan pada VDR. Ketika VDR

berinteraksi dengan ligan, represor tidak akan bisa mengikat ke reseptor lagi, dan reseptor

berubah bentuk. Bersama RXR, VDR membentuk sebuah heterodimer pada VDREs. Pada

saat yang sama, terikat beberapa protein lain yang dibutuhkan dalam kompleks transkripsi

dan, yang terpenting terdapat aktivator. Hingga saat ini, setidaknya terdapat 3 co-aktivator

yang telah ditemukan, contohnya SARC1, -2, -3 dan DRIP205. Mungkin terdapat co-

aktivator tambahan, dan mungkin terdapat selektivitas antara co-aktivator dengan gen yang

diekspresikan. Banyak perhatian sedang difokuskan pada aspek ini untuk pengaturan selektif

gen target. Ketika kompleks ini terbentuk, DNA menekuk, terdapat fosforilasi pada serine-

205 dan transkripsi dimulai atau ditekan, tergantung pada gen. Hingga saat ini, masih belum

jelas apakah fosforilasi berpegang peran fungsional pada transkripsi. 2

8

Fungsi Vitamin D yang Tidak Berhubungan dengan Kalsium

Salah satu temuan yang paling penting mengenai penemuan reseptor adalah reseptor

tidak hanya ditemukan pada sel target enterosit, osteoblast dan tubulus renalis distal, tetapi

juga ditemukan pada sel kelenjar paratiroid, keratinosit kulit, promielosit, limfosit, sel colon,

sel kelenjar hipofisis, dan sel ovarium. Ekspresi VDR (Vitamin D Receptor) pada sel-sel

tersebut dan bukan hanya pada otot lurik, otot jantung dan hepar memungkinkan fungsi

vitamin D pada sel-sel tersebut. Meski VDR pernah dilaporkan ditemukan pada hepar, otot

jantung dan lurik, hal ini belum dikonfirmasi sumber lainnya yang menguji menggunakan

antibodi monoklonal dan metode lainnya. 2

Penelitian oleh Suda, et al menunjukkan bahwa hormon Vitamin D berperan penting

dalam diferensiasi terminal promielosit menjadi monosit, yang merupakan prekursor

osteoklas. Suda, et al juga menemukan bahwa ketika sel tersebut mengalami diferensiasi,

pertumbuhan berhenti. Fungsi ini tidak melibatkan kalsium dan fosfor dan dibuktikan penting

sebagai produsen osteoklas melalui sistem RANKL. 2

9

Temuan VDR pada Kelenjar Paratiroid

Vitamin D berperan untuk menekan produksi gen preproparatiroid dan juga untuk

menekan proliferasi sel paratiroid. Maka dari itu, fungsi vitamin D pada orang normal adalah

untuk mempertahankan status paratiroid yang normal. Antara pasien dengan gagal ginjal,

produksi vitamin D berkurang dan kelenjar paratiroid menjadi kekurangan vitamin D. Jika

jumlah kalsium dalam aliran darah dalam batas normal, kelenjar paratiroid akan

hiperproliferasi dan hipersekresi hormon paratiroid sehingga terjadi hiperparatiroidisme

sekunder. 2

Fungsi Vitamin D pada sistem imun tubuh

Vitamin D mempengaruhi sistem imun, terutama T-cell mediate immunity, dimana

vitamin D dalam jumlah berlebihan akan menekan sistem imun. Hal ini sedang diteliti untuk

menjadi terapi penyakit autoimun. 2

Analog dari 1,25 (OH)2D3

Kita sekarang membahas analog 1,25 (OH)2D3 dengan kegiatan selektif yang

digunakan untuk melawan penyakit tertentu. Masalah utama adalah bahwa peran utama dari

1,25 (OH)2D3 adalah untuk menyesuaikan konsentrasi kalsium dan fosfor serum. Ini adalah

yang peran yang dominan, dan desain setiap analog untuk mengobati penyakit selain

osteoporosis atau osteomalacia harus mencakup eliminasi atau supresi pada kalsium plasma-

meningkatkan aktivitas. Kebanyakan pembangunan analog di bidang ini telah dilakukan

dengan pemikiran itu. Bertahun-tahun pengalaman dengan modifikasi 1,25 (OH)2D3 dan

penilaian dari efek akibat fisiologis telah menghasilkan beberapa informasi yang sangat

berguna untuk merancang analog untuk penggunaan tertentu. Sebuah perkembangan baru

yang sedang berkembang, mendapatkan bahwa posisi carbon-2 dari vitamin D tidak hanya

ditoleransi tapi juga sebenarnya memproduksi kompleks transkripsi yang banyak,

dibandingkan dengan analog vitamin D tanpa carbon-2 (56, 57). Telah dikembangkan analog

yang selektif untuk aksi pada osteoblast, terutama anabolik atau tindakan pembentuk tulang

dari jenis sel. Paling menjanjikan senyawa yang diteliti adalah 2-methylene-19-nor-20S-

1α,25-dihydroxyvitamin (2MD) (Gambar 8). Senyawa ini sangat selektif untuk aksinya pada

10

tulang, menjadikan 80-100 kali lebih efektif dibandingkan dengan hormon asli di tulang yang

merangsang mobilisasi kalsium. Senyawa ini juga sama efektifnya dalam usus. 2

Demonstrasi mengenai aktivitas osteoblastik ini di senangi dengan penggunaan analog

ini, inkubasi dari 2MD dengan menggunakan osteoblas manusia menyebabkan terbentuknya

formasi nodul tulang dalam 2 minggu (Gambar 9). Namun, inkubasi sel yang sama dengan

konsentrasi tinggi 1,25 (OH)2D3 menghasilkan sedikit atau tidak ada perubahan. Hasil ini

menunjukkan aktivitas pembentuk tulang yang kuat dari 2MD. Untuk menilai apakah analog

ini dapat menyebabkan sintesis tulang in vivo, 2MD diberikan kepada tikus betina yang sudah

tua yang telah diovariektomi untuk memastikan hilangnya massa tulang (osteoporosis). 2MD

menyebabkan peningkatan sintesi tulang baru, menghasilkan nilai massa tulang yang tinggi;

sampel diuji kekuatannya dan terbukti sangat kuat. Dalam model yang sama, 1,25 (OH)2D3

diberikan pada dosis yang lebih tinggi tidak dapat menginduksi tingkat yang sama dari

sintesis tulang dan tulang massal. Sekarang 2MD dalam pembangunan fase 2 untuk

osteoporosis dan terlihat sangat menjanjikan sebagai agen anabolik untuk pertumbuhan

tulang. 2

Dua analog lainnya dimodifikasi pada karbon-2. Senyawa ini mengikat sangat baik

terhadap reseptor dan aktif dalam transkripsi tetapi, bahkan ketika diberikan secara oral

kepada hewan dalam dosis tinggi 70 μg/kg, tidak dapat meningkatkan konsentrasi kalsium

serum. Namun, jauh lebih rendah dari senyawa yang sama mampu menekan konsentrasi

hormon paratiroid plasma, yang menunjukkan bahwa mereka aktif secara sistemik. Oleh

karena itu, ada harapan besar bahwa analog baru dengan bekerja selektif dapat disediakan.

Satu kelompok dari analog sangat selektif dalam merangsang sintesis tulang. pasangan analog

yang lain kekurangan aktivitas kalsium sementara tetap mempertahankan aktivitas sistemik

untuk kelenjar paratiroid. Kelompok terakhir dapat digunakan untuk mengobati penyakit

autoimun dan kanker dan untuk menekan hiperparatiroidisme sekunder antara pasien

menjalani dialisis. 2

11

PENILAIAN STATUS VITAMIN D

Di negara maju, makanan fortifikasi yang mengandung vitamin D sebagian besar

tidak ada. Pada saat musin dingin, pembentukan vitamin D sangat lama butuh waktu berbulan

- bulan. Vitamin D digunakan untuk melindungi terhadap penyakit tulang dan jenis lain dari

penyakit degeneratif dan penyakit autoimun. Suplementasi dengan vitamin D3 pada 2000

IU /d harus dipertimbangkan dan harus benar-benar aman. Untuk menentukan keselamatan,

penilaian status vitamin D diperlukan. Untuk itu dilakukan pemeriksaan 25(OH) D. Ketika

12

vitamin D diberikan kepada seorang pasien, maka vitamin D disimpan dalam jaringan

adiposa. Setelah jenuh, vitamin D tetap diserum dan berubah menjadi 25 (OH) D3, yang

merupakan analog racun dari 1,25 (OH)2D3. Ketika tingkat diet vitamin D3 yang dibutuhkan

untuk mencapai konsterasi normal dari 25 (OH) D3 dalam plasma, vitamin D3 sendiri harus

diukur, mengkonfirmasi bahwa vitamin D3 tidak sedang akumulasi ke tingkat yang akan

mengakibatkan vitamin D keracunan. 2

KEBUTUHAN VITAMIN D DAN CALCIDIOL UNTUK BAYI ATERM

DAN PRETERM

Bayi yang cukup bulan harus mendapat 400 - 800 unit setiap hari untuk mencukupi

kebutuhan vitamin D di dalam tubuh dan untuk memastikan konsentrasi calcidiol dari> 20

ng /mL (50 nmol / L). Bayi yang prematur membutuhkan vitamin D lebih banyak

dikarenakan transfer transplasenta dari ibu lebih pendek. American Academy of Pediatrics

merekomendasikan 200 hingga 400 unit per hari suplementasi vitamin D untuk bayi lahir

sangat rendah ( < 1500 gram) dan 400 unit per hari suplementasi vitamin D pada bayi dengan

berat > 1500 g. Suplementasi vitamin D pada bayi dengan berat > 1500 g. Calcidiol

diberikan sebesar > 20 ng /mL untuk bayi prematur dan aterm. Pada tahun 2010, Institute of

Medicine mengeluarkan panduan yang meningkatkan kecukupan gizi yang dianjurkan

vitamin D untuk 600 unit setiap hari untuk anak-anak yang sehat 1-18 tahun. 3

DEFISIENSI VITAMIN D

Defisiensi vitamin D sekarang banyak terjadi. Penyebab terbanyak adalah kekurangan

pajanan sinar matahari. Sangat sedikit makanan yang memang murni mengandung vitamin D.

Makanan yang diperkaya dengan vitamin D kadang tidak adekuat untuk memenuhi

kebutuhan vitamin D anak maupun dewasa. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan riketsia

pada anak. Defisiensi vitamin D berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya kanker,

penyakit autoimun, hipertensi, dan penyakit infeksi. Tingkat sirkulasi dari 25-hydroxyvitamin

D dari > 75 nmol/L, atau 30 ng/mL, dibutuhkan untuk memaksimalkan efek benefit vitamin

D untuk kesehatan. Jika pajanan sinar matahari tidak ada, maka paling tidak 800-1000 IU

13

vitamin D3/d diperlukan untuk mencapai kebutuhan anak dan dewasa. Vitamin D2 mungkin

efektif untuk mempertahankan konsentrasi 25-hydroxyvitamin D jika diberikan dalam

konsentrasi fisiologis. 4

Sejarah

Beberapa bentuk kehidupan fitoplankton awal yang terdapat di bumi tidak berubah di

Samudera Atlantis selama > 750 tahun dapat membuat vitamin D ketika terkena sinar

matahari. Kebanyakan vertebrata, yaitu amfibia, reptile, burung, kera bergantung pada

pajanan sinar matahari untuk kebutuhan vitamin D mereka. Kekurangan sinar matahari dan

hubungannya dengan deformitas tulang menyebabkan penyakit riketsia pada anak pertama

kali diketahui oleh Sniadecki pada tahun 1822. Seratus tahun berlalu sebelum diamati bahwa

paparan radiasi ultraviolet B (UVB 290-315 nm) dari lampu merkuri atau sinar matahari

mencegah dan mengobati riketsia. Pada awal tahun 1930-an, pemerintah US membentuk agen

untuk memberikan rekomendasi kepada orang tua tentang manfaat penting paparan sinar

matahari untuk mencegah riketsia. 4

Penambahan dengan 100 IU vitamin D2 per 800 gram susu efektif dalam

memberantas riketsia di Amerika Serikat dan Eropa. Kejadian yang patut disayangkan tentang

hiperkalsemia di tahun 1950 di Inggris dikarenakan berlebihnya penambahan vitamin D pada

susu, walaupun kejadian ini sangat jarang. Dikarenakan susu sangat langka pada akhir perang,

banyak toko-toko yang menjual susu, menambahkan vitamin D kedalamnya jika tidak ada

tertulis tanggal kadaluarsanya. Hal ini dianggap memperpanjang kualitas vitamin D dalam

susu. Inilah yang menyebabkan meningkatnya kejadian hiperkalsemia pada bayi di tahun

1950 sehingga Eropa melarang penambahan vitamin D pada seluruh produk susu. Hanya

Finlandia dan Swiss yang baru-baru ini mulai menambahkan susu dengan vitamin D. 4

Sumber Vitamin D

Sumber terbesar dari vitamin D pada manusia adalah pajanan sinar matahari (Gambar

1). Jumlah vitamin D yang disintesis pada kulit tergantung beberapa faktor; usia individu,

jumlah paparan pada kulit, lama pajanan terhadap kulit, faktor geografis (lintang, musim,

waktu, polusi udara), penggunaan tabir surya, dan pigmen kulit dari individu tersebut.

14

Penelitian menunjukkan pada anak, khususnya bayi lebih sedikit membutuhkan pajanan sinar

matahari untuk menghasilkan konsentrasi vitamin D yang adekuat karena luas permukaan

yang lebih besar dan meningkatkan kemampuan untuk memproduksi vitamin D dibandingkan

orang tua.3

Penelitian tahun 1985 menunjukkan bahwa 30 menit terpapar sinar matahari pada bayi

yang menggunakan popok atau 2 jam pada bayi dengan pakaian lengkap tanpa topi akan

menjaga konsentrasi mingguan calcidiol sebesar 11 ng/dL. AAP merekomendasikan anak

kurang dari 6 bulan untuk terhindar dari paparan sinar matahari langsung untuk mengurangi

risiko kanker kulit. 3

Sangat sedikit makanan yang secara alami mengandung vitamin D, termasuk minyak

ikan yaitu salmon, mackerel, ikan haring, dan minyak dari ikan yaitu minyak hati ikan cod.

Baru-baru dilakukan penelitian dan diamati bahwa salmon yang ada di alam bebas rata-rata

memiliki 500-1000 IU vitamin D dalam sajian 100 gram (3,5 ons), sedangkan salmon yang

dibudidayakan mengandung 100-250 IU vitamin D per 100 gram. Alasan yang paling

mungkin adalah bahwa vitamin D berlimpah dalam rantai makanan, tetapi tidak banyak

dalam diet pellet diberikan ke salmon yang dibudidayakan. Bagaimanapun, produk-produk ini

kurang bisa diterima pada anak-anak dan penggunaan yang adekuat juga sulit. Di Amerika

Serikat, susu, beberapa produk jus, roti, yogurt, dan keju diperkaya dengan vitamin D. Susu

formula, susu, dan jus jeruk dapat membantu. Susu formula bayi yang dijual setidaknya

mengandung 400 unit/L vitamin D. Multivitamin yang mengandung 400 IU vitamin D dan

suplemen yang mengandung vitamin D sekarang hanya tersedia dalam berbagai jumlah yaitu

400, 1000, 2000, 4000, 5000 dan 50.000 IU vitamin D3. Vitamin D dalam bentuk obat di

Amerika Serikat adalah vitamin D2 dan tersedia sebagai 50.000 IU vitamin D2 dalam kapsul

atau 8000 IU vitaminD2/mL.(4,10) Di Kanada, Eropa, Jepang, dan India, vitamin D3 tersedia

sebagai obat. 3,7

Air susu ibu mengandung vitamin D yang sangan sedikit, rata-rata 22 unit / L (antara

15 sampai 50 unit/L) pada ibu dengan cukup vitamin D. Penelitian terbaru menunjukkan

bahwa ibu dengan asupan vitamin D yang lebih tinggi dari dosis yang direkomendasikan

(4000-6400 unit setiap hari) dapat mencapai konsentrasi vitamin D dalam ASI sehingga

memberikan suplemen vitamin D yang cukup untuk bayi. Namun, pendekatan ini tidak

15

dianjurkan. Karena konsentrasi vitamin D rendah ditemukan dalam ASI, rekomendasi terbaru

untuk bayi ASI eksklusif adalah untuk memberikan suplemen 400 unit per hari (meningkat

dari 200 unit per hari). 3

Vitamin D tersedia secara komersial sebagai ergokalsiferol, cholecalciferol, dan

calcitriol. Ergokalsiferol dan cholecalciferol, pernah dianggap equipotent, dapat

meningkatkan simpanan vitamin D dalam berbagai derajat. Bukti terbaru menunjukkan

bahwa cholecalciferol meningkatkan konsentrasi calcidiol dua sampai tiga kali lipat lebih dari

ergokalsiferol. 3

Formulasi tersedia di AS dirangkum dalam Tabel 3 dan isi D vitamin yang umum

digunakan multivitamin anak di Tabel 4. Meskipun bukti yang menunjukkan perbedaan

antara farmakodinamik cholecalciferol dan ergocalciferol, kebanyakan pedoman tidak

memiliki preferensi antara 2 produk. Namun, pedoman Kidney Disease Outcomes Quality

Initiative (KDOQI) dan Cystic Fibrosis Foundation (CFF) lebih memilih vitamin D2 karena

data keamanan di hewan. Ada perbandingan langsung dari 2 formulasi dan secara umum,

calcitriol tidak memiliki peran dalam penyimpanan vitamin D. 3

16

Gambar 1. Hubungan Antara Waktu Paparan Sinar Matahari dan serum 25-

hydroxyvitamin-D

17

Konsekuensi Kekurangan Vitamin D Pada Sistem Muskuloskeletal

Banyak perdebatan terhadap arti kekurangan vitamin D. Kebanyakan setuju bahwa

25(OH)D dengan konsentrasi 50 nmol/L, atau 20 ng/mL, merupakan indikasi dari defisiensi

vitamin D, sedangkan 25(OH)D konsentrasi dari 51-74 nmol/L, atau 21-29 ng/mL, dianggap

sebagai insufisiensi. Konsentrasi 30 ng/mL dianggap cukup (Gambar 2). Telah diasumsikan

bahwa anak-anak memiliki kebutuhan yang sama seperti orang dewasa. Namun, tidak ada

penelitian yang dilakukan pada transportasi kalsium usus atau tingkat PTH pada anak-anak.

Defisiensi vitamin D pada anak-anak akan menyebabkan retardasi pertumbuhan dan tanda-

tanda dan gejala klasik riketsia. Keracunan vitamin D biasanya tidak terjadi sampai

konsentrasi 25(OH)D 375 nmol/L, atau 150 ng/mL. 4

Kelemahan otot telah lama dikaitkan dengan defisiensi vitamin D. Sebuah reseptor

vitamin D ada di dalam otot rangka, dan defisiensi vitamin D telah dikaitkan dengan

kelemahan otot proksimal, peningkatan ketidakstabilan tubuh, dan peningkatan risiko jatuh. 4

Gambar 2. Skema Sintesis dan Metabolisme Vitamin D

18

Defisiensi Vitamin D pada Ricketsia

Kekurangan vitamin D yang parah dapat menyebabkan gejala hipokalsemia. Hal

tersebut dapat mengakibatkan kejang, osteomalasia, atau ricketsia. Ricketsia melibatkan

demineralisasi tulang yang terjadi di daerah-daerah yang berdekatan untuk lempeng

pertumbuhan. Prevalensi ricketsia tidak diketahui. Namun, laporan kasus dan seri kasus

ricketsia didokumentasikan masih ada sampai hari ini. yang disebbakan Defisiensi vitamin D

(misalnya kalsium dan kekurangan fosfor, mutasi reseptor vitamin D. 3

Dosis untuk pengobatan kekurangan vitamin D

AAP merekomendasikan awal diberikan pada bulan ke 2 sampai bulan ke 3 dengan

dosis tinggi. Terapi 1000 unit setiap hari pada neonatus, 1000-5000 unit setiap hari pada bayi

berusia 1-12 bulan dan 5000 unit setiap hari pada pasien selama 12 bulan. 3

Meskipun bukti radiologis penyembuhan terjadi dalam waktu 2 sampai 4 minggu

pengobatan, pengobatan dosis besar (baik vitamin D3 atau D2) harus dilanjutkan selama 2

sampai 3 bulan. Setelah konsentrasi calcidiol cukup tercapai, dosis pemeliharaan 400 unit

vitamin D/hari dianjurkan dalam semua usia. Dosis pemeliharaan lebih besar dianjurkan

untuk 1 lebih besar yaitu 800 unit per hari untuk bayi prematur, bayi berkulit gelap, anak,

anak-anak yang tinggal di daerah yang terbatas paparan sinar matahari (> 37,5 ° lintang),

pasien obesitas (karena penyerapan lemak vitamin D). Untuk pasien lebih dari 1 bulan,

berikan dosis tunggal secara oral 100.000 sampai 600.000 unit vitamin D diikuti dosis

pemeliharaan. 3

19

Defisiensi Vitamin D pada CKD

Data epidemiologis menunjukkan terdapat peningkatan risiko defisiensi vitamin D

pada penderita penyakit ginjal kronik baik karena rendahnya pajanan sinar matahari ataupun

intake dalam diet sehari hari yang kurang, dan tingginya kandungan melanin kulit. Selain itu

pada penderita penyakit ginjal kronik perubahan fisiologis dimana terjadi penurunan fungsi

absorpsi intesyinal, penurunan aktivitas enzim yang digunakan untuk mensisntesis vitamin D

di ginjal, peningkatan eksresi calcidiol melalui urin. 3

Pada pasien CKD , suplementasi vitamin D memberikan manfaat untuk mencegah

ataupun mengurangi hiperparatiroid yang terjadi akibat osteodistrofi renal untuk

memperbaiki gangguan pada tulang dan mineral . 3

Dosis

Pasien dengan konsentrasi calcidiol >30 ng/mL merupakan indikasi untuk mendapat

dosis vitamin D yang lebih besar .Berdasarkan studi pada hewan , suplementasi dengan

Vitamin D2 lebih dianjurkan daripada vitamin D3 dinilai dari segi keamanannya.

Penggunaan vitamin D3 dijadikan sebagai alternatif. 3

Konsentrasi Calcidiol diperiksa kembali setelah 3 bulan menjalani terapi. Pemeriksaan serum

kalsium dan fosfor dilakukan dalam bulan pertama dan setiap 3 bulan . Jika total serum

kalsium >10,2 mg/dL atau jika serum fosfat berada diatas batas normal, maka terapi vitamin

D dapat dihentikan. Jika konsentrasi calcidiol sudah adekuat maka diberikan dosis rumatan

vitamin D2 sebesar 400 IU per hari . 3

Evidensi

Prevalensi insufisiensi vitamin D atau defisiensi pada anak dengan CKD sekitar 39% -

77%. Faktro resiko defisiensi meningkat pada  etnik non- caucasian, overweight atau obesitas

dan kurangnya paparan matahari. 3

20

Dalam sebuah studi tunggal secara retrospektif dari 57 anak-anak (rata-rata usia 11

tahun), dengan CKD ( pada stadium 2 sampai 4 ) , penggunaan vitamin D2 untuk usia 12

tahun di rekomendasikan oleh KDOQI guidelines untuk melengkapi kebutuhan vitamin D .

pada studi ini dikatakan, konsentrasi PTH menurun dari 122 – 80 ng/ml setelah pengobatan.

Pada studi didapatkan peningkatan pada penderita CKD  dengan peningkatan konsentrasi

calcidiol dari 17 – 27 ng/ml  (p< 0,05) dan penurunan konsentrasi dari 231 – 192

pg/mlv(p<0,05) setelah 6 bulan. 52 pasien dewasa dengan CKD (stadium 3 atau 4 ), defisiensi

vitamin D, dan pada hiperparatiroidisme yang mengobservasi kadar normal dari konsentrasi

calcidiol (p<0,05) dan penurunan pada konsentrasi PTH dari 13,1% ke 2.0% (non-significant-

p-value) dengan  suplementasi vitamin D 2 . Sebuah percobaan prospektif pada pasien anak

dengan CKD derajat sedang menunjukkan kecepatan pertumbuhan rata-rata meningkat ke

kisaran normal setelah 1 tahun terapi dengan vitamin D , yang berlanjut di tahun-tahun

berikutnya sampai 2 tahun pengobatan. 3

Status Vitamin

D

Calcidiol

(ng/ml)

Dosis Vitamin D2

Defisiensi

berat

<5 Dosis awal : 8000 IU/hari aral atau 50.000 IU/minggu oral,

selama 4 minggu

Kemudian 4000 IU / hari oral, atau 50.000 IU dua kali per

bulan selama 3 bulan.

Defisiensi

ringan

5-15 4000IU / hari atau 50.000 IU setiap minggu , oral, selama

3 bulan.

insufisiensi 16-30 2000 IU/hari oral atau 50.000 IU setiap 4 minggu oral,

selama 3 bulan.

Calcitriol

Pada defisiensi vitamin D , calcitrol tidak direkomendasikan untuk terapi awal atau

terapi rutin karena dapat mengakibatkan pemendekan waktu hidup dan meningkatnya

gangguan untuk penyimpanan vitamin D. Dosisnya sangat terbatas karena onsetnya cepat dan

mempunyai resiko untuk hiperkalsemia. 3

21

Bagaimanapun calcitriol mempunyai peran pada anak dengan CKD stadium 2 – 5

serta untuk pengobatan kedua dari hiperparatiroid.Selain itu , dapat digunakan sebagai

tambahan suplemen kalsium untuk pasien dengan defisiensi vitamin D yang parah dengan

gejala hipokalsemia berat , termasuk kejang dan tetanus. pada fungsi ginjal terdapat

penurunan pada aktivasi enzim alpha 1 hidroksilase dan oleh sebab itu cadangan calcitrol

kemungkinan dibutuhkan dibandingkan cadangan vitamin D2 atau D3. 3

Defisiensi Vitamin D pada Cystic Fibrosis

Dengan meningkatnya harapan hidup 2 sampai 36 tahun pada 40 tahun terahir,

penyakit tulang telah berubah menjadi komplikasi yang sering pada pasien CF, dengan

densitas tulang yang rendah mineral di observasi pada 50 – 75% pasien. Banyak faktor yang

yang berontribusi termasuk malnutrisi, defisiensi vitamin D yang diakibatkan karena

malabsorbsi dari insufisiensi pankreas, absorbsi kalsium yang inadekuat, aktivitas fisik, sex

hormon yang terganggu, infeksi paru kronik dengan peningkatan level sitokin aktif tulang,

dan penggunaan steroid pada masyarakat. Pemeliharaan ketersediaan vitamin D yang optimal

sangat penting karena penyakit tulang yang berat dapat menjadikan suatu kontra indikasi

transplantasi jantung.Guidline dari CFF’s (Consensus Conference on Bone Health)

merekomendasikan suplementasi vitamin D diberikan untuk menjaga konsentrasi calcidiol

lebih atau sama dengan 30ng / mL. Tetapi, penelitian terbaru yang dipublikasikan pada tahun

2011 menyarankan 35ng /mL lebih tepat sebagai titik potong, dimana PTH kurang dari

50pg /mL dan resorpsi tulang serta resiko fraktur berkurang.3

Dosis

Pada pasien CF dengan konsentrasi calcidiol cukup, dosis hingga 5000 unit vitamin D2

setiap hari selama beberapa bulan mungkin diperlukan untuk treatment. Awal untuk terapi

pemeliharaan, pedoman CFF merekomendasikan setidaknya 400 unit dan 800 unit vitamin D2

harian untuk bayi dan pasien lebih dari 1 tahun. Namun berdasarkan literature, dosis ini

ditemukan tidak dapat mempertahankan konsentrasi calcidiol pada populasi ini, dank arena

itu dosis harus dititrasi untuk mendapatkan konsentrasi calcidiol >30 – 35 ng / mL. Dosis

22

rekomendasi untuk anak anak < 5 tahun adalah vitamin D2 12000 unit untuk 2 minggu dan

50000 unit vitamin D2 per minggu atau 2 minggu untuk anak 5tahun atau lebih. 3

Strategi dengan dosis sangat tinggi seperti 700000 unit vitamin D2 selama 14 hari telah

dikelola dengan aman untuk populasi CF anak dengan konsentrasi calcidiol yang adekuat Jika

dosis tinggi vitamin D2 tidak adekuat, mungkin dapat dipilih alternative seperti analog vitamin

D, calcitriol atau fototerapi. Dengan catatan, dosis terapi direkomendasikan disamping terapi

pemeliharaan harian yang didapat oleh pasien. 3

Bukti

Mengingat bahwa mayoritas (60%) dari 60.000 pasien dengan CF di Amerika Utara

dan Eropa adalah di bawah usia 18, studi tentang status vitamin D pada pasien dengan CF

sering melibatkan pasien anak. Dalam review grafik konsentrasi retrospektif 147 dari 97

individu pediatrik dengan konsentrasi calcidiol <30 ng / mL, 50.000 unit vitamin D2 harian

selama 28 hari menghasilkan konsentrasi sekitar setengah mencapai > 30 ng / mL. Rejimen

awal ini lebih berhasil daripada vitamin D 250.000 unit 1, 2, atau 3 kali seminggu selama 8

minggu pada pasien anak - anak. Mengikuti perjalanan penyakit jangka panjang (6 sampai 18

bulan pasca-perawatan) pada 39 pasien menunjukkan 48% dari mereka yang mencapai

konsentrasi calcidiol yang cukup menjadi tidak cukup pada dosis pemeliharaan 400 sampai

800 unit vitamin D2. Dalam uji coba tahun 2011 pasien dewasa dengan CF, pasien dengan

konsentrasi calcidiol <30 ng / mL diberi 50.000 unit vitamin D2 harian selama 30 hari diikuti

dengan pemeliharaan dosis vitamin D3 800-1000 unit setiap hari. Setelah 30 hari pengobatan,

calcidiol serum meningkat 15,1-48,7 ng / mL (p <0,05) tanpa terkena efek samping. Namun,

konsentrasi yang memadai tidak berkelanjutan pada pemeliharaan dosis. Nilai rata – rata

serum calcidiol turun menjadi 18,9 ng / mL (p <0,05), dan 50% dari pasien yang diobati

menjadi vitamin D cukup dalam 1 tahun. 3

Dalam sebuah studi dari 20 pasien remaja dan dewasa yang mengalami CF,

administrasi 800 unit harian vitamin D tidak memadai untuk 40% pasien tersebut setelah 4 -

10 minggu therapi. Dalam studi lain dari pasien CF eksklusif dewasa, administrasi vitamin

D3 (> 400 unit setiap hari) meningkatkan konsentrasi calcidioldi pada 92% pasien; Namun,

23

konsentrasi normal calcidiol dicapai hanya pada 17% dari pasien tanpa diberikan terapi

dengan dosis yang tepat. Dalam studi yang dilakukan oleh Kelly et al, 67 - 95% pasien CF

dewasa diperlukan 1.800 unit vitamin D2 harian untuk mencapai konsentrasi calcidiol di atas

25 ng / mL. 3

Meskipun suplemen dengan calcitriol tidak melengkapi persediaan vitamin D, ini

mungkin menjadi pilihan untuk pasien CF yang tidak responsif terhadap vitamin D2 dan D3

untuk mengelola konsekuensi dari kekurangan vitamin D. Brown et al melaporkan bahwa

calcitriol yang (0,5 mcg setiap hari selama 14 hari) meningkatkan fraksional penyerapan

kalsium (p <0,05) dan menurunkan PTH (p <0,03) 10 orang dewasa dengan CF. 3

Defisiensi Vitamin D pada Penyakit Sickle Cell

Gejalanya dianggap agak mirip dengan gejala-gejala yang mengalami  kekurangan

vitamin D. Sebagai contoh adalah rasa sakit, Lokasi nyeri dapat hanya pada ekstremitas dan

tulang belakang bagian bawah. Itu dapat diperburuk oleh peningkatan kegiatan.2,69-71

karena ini, penelitian telah melihat prevalensi kekurangan vitamin D dalam populasi sel sabit.

Pada kenyataannya, dalam 1 studi terbaru yang dilakukan di Madrid, Spanyol, 56% dari anak-

anak dengan sel sabit memiliki konsentrasi vitamin D < 20 ng/mL dan 18% dari mereka

memiliki konsentrasi < 11 ng / mL. suplemen vitamin d dapat membantu meringankan rasa

sakit yang dialami oleh pasien dengan penyakit sabit cell dan meningkatkan kesehatan tulang

mereka secara keseluruhan. 3

Bukti

Bukti suplemen vitamin D pada anak-anak dan remaja dengan penyakit sabit cell

terbatas. Dalam laporan kasus 1, laki-laki berusia 16 tahun dengan homozygous SS dengan

rasa sakit kronis yang melibatkan banyak bagian dari tubuhnya, yang termasuk ekstremitas

bawah,  bahu dan leher, dan rasa sakit berkurang oleh ibuprofen, pregabalin, amitriptyline.76

atau opioid vari-ous (tootal seluruhnya sekitar 40 mg setara morfin setiap hari). 3

Pemeriksaan metabolisme ditemukan memiliki konsentrasi vitamin D < 7,9 ng/mL.

Karena Temuan ini, maka cholecalciferol 50.000 unit oral dua kali seminggu selama 8

24

minggu. Pada akhir kursus ini terapi, konsentrasi vitamin D telah melompat ke 47 ng/mL dan

beralih ke unit 50.000 cholecalciferol setelah mingguan. Minggu 14, konsentrasi pada 30

ng/mL, semua gejala-gejala sakit berkurang dan kepadatan massa tulang meningkat sebesar

11% dalam 2 tahun. 3

Karena keberhasilan dalam laporan kasus sebelumnya, para penyelidik yang sama

dilakukan double blind, acak pilot studi tahun 2012, dalam mata pelajaran yang (n = 46; 13.2

± 3.1 tahun) dengan penyakit sel sabit diberi dosis tinggi cholecalciferol (40.000-100.000 unit

mingguan) atau plasebo untuk 6 weeks.77 sekitar 53% dan 83% dari subyek awalnya

ditemukan memiliki kekurangan vitamin D. Kelompok peneliti mendapatkan rasa sakit yang

berkurang, nilai kualitas hidup yang lebih tinggi dan konsentrasi serum 25-hydroxyvitamin D

lebih tinggi. 3

Penulis menyarankan bahwa sebuah studi besar dengan durasi yang lebih lama akan

perlu dilakukan untuk memvalidasi hasil ini. Pada kenyataannya, di salah satu rumah sakit

penulis bekerja, dia juga mempunyai keberhasilan dalam menggunakan cholecalciferol

50.000 unit secara oral dua kali seminggu dalam 2 pediatric pasien dengan penyakit sel sabit,

dan nilai sakit mereka sangat berkurang. 3

Masih ada bebderapa pertanyaan tetap mengenai penggunaan suplemen vitamin D

pada penyakit sickle cell, seperti 1) apa adalah dosis optimal cholecalciferol, 2) Berapakah

durasi terapi, 3) Apakah efek samping jangka panjang seperti terapi dosis besar pada populasi

pediatrik, 4) tidak bekerja untuk semua bentuk sabit cell penyakit dan 5) akan bekerja terapi

untuk pasien tanpa kekurangan vitamin D? 3

Defisiensi Vitamin D pada Asma

Asma adalah penyakit yang sering ditemukan pada kasus pediatri. Para ilmuwan

berpendapat bahwa peningkatan angka kejadian asma mungkin disebabkan oleh

meningkatknya defisiensi vitamin D pada pediatri. Intake vitamin D pada masa kehamilan

juga berpengaruh pada resiko anak mengalami gejala wheezing. 3

25

Angka Kejadian

Sangat sedikit data mengenai jumlah konsentrasi vitamin D pada anak dengan asma.

Sebuah penelitian mengenai alergi pediatri dan imunologi di Qatar meneliti hubuangan antara

asma dan vitamin D pada anak dan melihat perbedaan konsentrasi vitamin D pada anak

dengan asma (7.0 ± 3.8 tahun) dan kontrol (8.4 ± 3.6 tahun). Dalam penelitian ini, defisiensi

vitamin D ditemukan lebih sering pada anak dengan asma dari pada kontrol. Angka rata-rata

vitamin D adalah 17.5 ± 11 ng/mL pada grup asma dan 20.8 ± 10.0 ng/mL pada grup kontrol.

Peningkatan immunoglobulin E serum diamati pada pasien dengan konsentrasi vitamin D

yang rendah. 3

Pada studi lain, konsentrasi serum 25-hydroxyvitamin D3 dibandingkan antara grup

asma (n=50) dan grup sehat (n=50). Umurnya berkisar antara 6-18 tahun. Hasil dari penelitian

ini menunjukan bahwa konsentrasi vitamin D memiliki korelasi langsung antara

perbandingan Forced Expiratory Volume / Forced Vital Capacity (FEV1/FVC) dan FEV1

prediksi (p=0.024 dan p=0.026, masing-masing), yang artinya konsentrasi vitamin D yang

menurun, lebih signifikan meningkatkan peluang untuk terjadinya asma. Namun, defisiensi

vitamin D  tidak berhubungan dengan durasi penyakit, angka rawat rumah sakit, dan jumlah

eosinofil. 3

Di sisi lain, penelitian lain tidak menemukan hubungan antara keparahan asma dan

konsentrasi serum 25-hydroxyvitamin D. Dalam penelitian ini, 263 subjek dengan asma

dibandingkan dengan 284 subyek normal (usia : 2-19 tahun ). Gejala asma mereka dinilai dan

konsentrasi serum vitamin D diperoleh. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam

konsentrasi vitamin D yang ditemukan antara kelompok penderita asma dan kelompok

terkontrol, dan keparahan gejala asma tidak berkorelasi dengan koncentrations vitamin D. 3

Kortikosteroid oral atau intravena sering digunakan sebagai pengobatan untuk pasien

dengan asma eksaserbasi. Jika asma pasien tidak terkontrol dengan baik, mereka berpotensi

untuk memakai kortikosteroid berulang. Jangka panjang atau berulangnya kortikosteroid

diketahui menyebabkan defisiensi vitamin D. Mungkin dipertanyakan adalah apakah

penurunan konsentrasi vitamin D serum pada anak dengan asma karena penyakit itu sendiri

26

atau karena penggunaan kortikosteroid. Untuk menjawab bagian dari pertanyaan ini, review

dilakukan pada 100 anak penderita asma dengan melihat karakteristik pasien dan konsentrasi

vitamin D mereka. Studi ini menunjukkan bahwa dosis steroid total, penggunaan steroid oral,

dan penggunaan steroid inhalasi dikaitkan dengan korelasi yang terbalik dengan konsentrasi

vitamin D mereka (p = 0,001, p = 0,02, p = 0,0475, masing-masing). Mungkin ada siklus

tidak akan pernah berakhir, di mana kontrol asma yang buruk akan menyebabkan penggunaan

inhalasi dan kortikosteroid oral, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan

konsentrasi vitamin D, yang pada gilirannya dapat memperburuk asma pasien. 3

Pertanyaan berikutnya adalah : apakah suplemen vitamin D meningkatkan asma?

Penambahan suplemen vitamin D dievaluasi dalam studi pada pasien asma yang resisten

steroid. Setelah terekspos sejumlah kecil vitamin D ( 5 × 10-7 M ) untuk merangsang sel T

regulator CD4 +, sekresi IL- 10 sangat meningkat pada kelompok resisten steroid dan

sebanding dengan konsentrasi terlihat pada kelompok kontrol. Demikian pula, dalam

eksperimen pasien asma, penambahan vitamin D membantu mengurangi dosis deksametason

oleh 10-fold. Para penulis studi ini menyatakan bahwa suplementasi vitamin D dapat

meningkatkan khasiat anti-inflamasi kortikosteroid pada pasien asma dengan meningkatkan

ekspresi glukokortikoid-induced mitogen-activated protein kinase phosphatase-1. 3

Sebelum memulai pasien asma dengan pemberian suplemen vitamin D, studi yang

lebih besar perlu dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas pemberian ini dalam

meningkatkan perjalanan klinis asma dan pengurangan kebutuhan penggunaan steroid pada

pasien asma. Dan juga, studi perlu melihat dosis optimal dan durasi pemakaian untuk kondisi

klinis ini. 3

PENYEBAB DEFISIENSI VITAMIN D

Sumber utama vitamin D pada manusia berasal dari paparan terhadap sinar matahari.

Apa pun yang mengurangi transmisi radiasi sinar ultraviolet B (UVB) matahari ke permukaan

bumi atau yang mengganggu penetrasi radiasi ke dalam kulit akan mempengaruhi sintesis

vitamin D3 ke dalam kulit. 4

Pigmen Melanin sangat berperan dalam menyerap radiasi sinar ultraviolet B (UVB),

dengan demikian peningkatan pigmentasi kulit secara nyata mengurangi sintesis vitamin D3.

27

Demikian juga, tabir surya dengan SPF-15 akan mengabsorbsi 99% dari radiasi UVB

sehingga akan terjadi penurunan sintesis vitamin D3 di kulit. Orang Afrika – Amerika dengan

kulit sangat gelap memiliki SPF-15 sehingga kemampuan kulit mereka dalam membuat

vitamin D berkurang hingga 99%. Bersamaan dengan asupan kadar susu yang rendah adalah

penjelasan mengapa sebagian orang Afrika-Amerika yang tinggal di iklim subtropis

kekurangan vitamin D, sedangkan orang Afrika yang tinggal di dekat garis khatulistiwa

dimana vitamin D3 disintesis lebih efisien karena tingginya lonjakan foton sinar ultra violet B

(UVB). 4

Sudut dimana matahari mencapai bumi memiliki efek dramatis pada jumlah foton

UVB yang mencapai permukaan bumi. Itulah sebabnya ketika sudut zenith meningkat selama

musim dingin dan di pagi hari dan sore hari, sedikitnya sintesis vitamin D3 dapat terjadi. Pada

percobaan “purdah”, dimana kulit terlindungi dan mencegah dari paparan sinar matahari di

tempat yang berisiko defisiensi vitamin D dan menjelaskan mengapa di tempat paling cerah

di dunia defisiensi vitamin D sering terjadi pada orang dewasa dan anak – anak. Tidak ada

yang kebal terhadap defisiensi vitamin D. Ini termasuk anak – anak dan orang dewasa yang

tinggal di Amerika serikat, Eropa, Timur tengah, India, Australia, dan Asia. Studi – studi ini

menunjukan bahwa 30-50% dari anak – anak dan orang dewasa berisiko untuk kekurangan

vitamin D. 4

Karena vitamin D adalah larut lemak, sehingga mudah diambil oleh sel sel lemak dan

diyakini karena penyerapan vitamin D oleh kumpulan badan sel lemak. Obat obatan

termasuk obat anti kejang dan glukokortikoid dan malabsorbsi lemak juga menjadi penyebab

umum terjadinya kekurangan vitamin D. 4

28

Gambar 3. Penyebab Defisiensi Vitamin D

Pencegahan dan Terapi Defisiensi Vitamin D

The Institute of Medicine merekomendasikan kepada seluruh anak dan dewasa hingga

usia 50 tahun membutuhkan 200 IU/d asupan vitamin D. Cheng, et al melaporkan sebuah

hubungan antara rendahnya konsentrasi 25(OH)D dengan elevasi konsentrasi PTH dan

rendahnya kepadatan tulang kortikal pada perempuan usia pubertas dan prepubertas. Ketika

171 orang perempuan prepubertas diberikan 400 IU/d vitamin D2 pada musim dingin dari

bulan Oktober sampai Februari disertai suplementasi kalsium sebanyak 500 mg,

menunjukkan tidak ada perubahan konsentrasi 25(OH)D. Namun dengan dosis 800 IU

menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi namun konsentrasinya tidak sebanyak saat

musim panas. Banyak ahli yang setuju bahwa dibutuhkan asupan vitamin D sebanyak 800-

1000 IU untuk anak dan dewasa yang tidak mendapat pajanan sinar matahari. Dosis

ditingkatkan pada keadaan malabsorpsi lemak, obesitas, dan hal lainnya yang menyebabkan

katabolisme vitamin D. 4

29

Disebutkan terdapat 4 macam enzim yang mampu mengonversi Vitamin D mejadi

25(OH)D. Enzim-enzim ini memiliki perbedaan nilai Km untuk vitamin D dan memiliki

berbagai tingkat regulasi negatif feedback. Konsentrasi 25(OH)D yang beredar sebagai

respon terhadap vitamin D dipengaruhi oleh konsentrasi dasar dari 25(OH)D seperti yang

terlihat pada Gambar 5. Ketika konsentrasi 25(OH)D <50nmol/L (20ng/mL) pada pasien

yang dirawat di rumah, dosis vitamin D2 sebanyak 200,400,600 IU selama 5 bulan mampu

meningkatkan konsentrasi 25(OH)D setara 100% settara 62 nmol/L (24ng/ ml). Hanya ketika

dosis dinaikkan sebanyak 800 IU selama 5 bulan, konsentrasi meningkat diatas 75 nmol/L

atau 30 ng/mL (Gambar 5). 4

Subjek yang memiliki konsentrasi 25(OH)D diatas 64 nmol/L (25 ng/ml) dan

mengkonsumsi 200, 400, 600 atau 800 IU tidak menunjukkan perubahan yang signifikan

konsentrasi 25(OH)D dalam serum. Ketika konsentrasi awal 25(OH)D diatas 50 nmol/L

(20ng/ml), dengan konsumsi 800 IU vitamin D2 selama 5 bulan akan didapat peningkatan

konsentrasi 25(OH)D. Studi telah mengevaluasi vitamin D2, yang telah dilaporkan hanya

sekitar 30 sampai 50% yang seefektif vitamin D3 dalam mengatur kadar serum 25(OH)D3.

Data menyebutkan bahwa vitamin D2 efektif dalam meningkatkan konsentrasi 25(OH)D

dalam darah dengan dosis 1ng/100 IU, hal serupa dilaporkan juga dengan vitamin D3. Dalam

studi ini disebutkan bahwa pemberian vitamin D2 sebanyak 1000 IU memiliki efektifitas yang

sama dengan dosis 1000 IU vitamin D3 dalam mengatur konsentrasi 25(OH)D3 dalam darah. 4

Untuk mengatasi defisiensi vitamin D di Amerika Serikat, pemberian vitamin D2 atau

D3 sebanyak 50.000 IU, sekali dalam seminggu dalam 8 minggu, dapat mencapai konsentrasi

25(OH)D sebanyak 75 nmol/L. 4

30

Sepanjang evolusi, manusia telah bergantung pada matahari untuk kebutuhan

mereka vitamin D. Mungkin alasan peran pigmentasi melanin adalah untuk membekali

manusia yang berada di utara dan selatan khatulistiwa untuk membuat cukup vitamin D di

kulit mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka. Saran untuk menghindari semua paparan

sinar matahari telah membuat populasi dunia berisiko kekurangan vitamin D. Ini telah terjadi

jelas di Australia, di mana peningkatan dramatis pada tingkat kanker kulit diakibatkan oleh

tidak pernahnya mengekspos kulit secara langsung ke sinar matahari tanpa perlindungan,

yaitu, pakaian atau tabir surya. Dengan kata lain terlindung dari matahari telah menghasilkan

peningkatan dalam risiko kekurangan vitamin di Australia. 4

Metode terbaik untuk menentukan status vitamin D seseorang adalah untuk

mengukur konsentrasi D25(OH). Kebanyakan tes komersial cukup dapat dipercaya untuk 31

menentukan status vitamin D seseorang. Termasuk berbagai radioimmunoassays dan yang

sekarang dianggap sebagai standar emas : kromatografi cair–spektrometri massa tandem.

Telah ada banyak didiskusikan tentang vitamin D2 yang hanya 30-50 % efektifnya dibanding

vitamin D3 dalam menjaga konsentrasi serum 25(OH)D. Namun, bagaimanapun, tidak berarti

bahwa vitamin D2 kurang aktif daripada vitamin D3 ketika dimetabolisme untuk

1,25(OH)2D2. Itu berarti bahwa vitamin D2 mungkin perlu diberikan dalam dosis tinggi untuk

meningkatkan konsentrasi darah dari 25(OH)D di atas 75 nmol/L, atau 30 ng/mL. Data

(Gambar 5), serta pengamatan terakhir bahwa vitamin D2 sama efektifnya dengan vitamin D3

dalam meningkatkan konsentrasi darah dari 25(OH)D, bagaimanapun, menimbulkan

pertanyaan apakah ini benar-benar diperlukan. 4

Sebuah evaluasi ulang diperlukan untuk mengetahui apakah intake vitamin D

memadai bagi anak-anak dan orang dewasa. Selama dekade terakhir literature menunjukkan

bahwa rekomendasi Institute of Medicine pada tahun 1997 tidak memadai, dan beberapa ahli

menunjukkan bahwa anak-anak dan orang dewasa harus mengambil 800-1000 IU vitamin D

dari sumber makanan dan suplemen ketika sinar matahari tidak dapat menyediakan

kebutuhannya. Rekomendasi ini, bagaimanapun, belum dianut baik oleh pemerintah resmi

atau organisasi anak di Amerika Serikat, Kanada, atau Eropa baik untuk anak-anak atau orang

dewasa. 4

INTOKSIKASI VITAMIN D

Vitamin D sebagai vitamin yang larut dalam lemak dan menimbulkan kekhawatiran

tentang toksisitas dari konsumsi suplemen yang berlebihan. Salah satunya adalah

hiperkalsemia yang bertanggung jawab untuk memproduksi sebagian besar gejala keracunan

vitamin D. 5

Gejala awal keracunan vitamin D termasuk gangguan gastrointestinal seperti

anoreksia, diare, sembelit, mual, dan muntah. Nyeri tulang, mengantuk, sakit kepala terus

menerus, denyut jantung tidak teratur, kehilangan nafsu makan, nyeri otot dan sendi gejala

lain yang mungkin muncul dalam beberapa hari atau minggu, sering buang air kecil terutama

pada malam hari, kelemahan, gugup dan gatal-gatal . 5

32

Terdapat tiga hipotesis tentang intoksikasi Vitamin D :

1. Peningkatan konsentrasi plasma 1,25[OH]D menyebabkan peningkatan konsentrasi

1,24[OH]D intraseluler. Hipotesis ini tidak didukung secara luas karena banyak

penelitian mengungkapkan bahwa toksisitas vitamin D dikaitkan dengan normal atau

sedikit meningkatnya 1,25[OH]D . 6

2. Asupan vitamin D meningkatkan plasma 25[OH]D dengan konsentrasi yang melebihi

kapasitas pengikatan DBP (D-Site-Binding Protein), dan 25[OH]D bebas memiliki

efek langsung pada ekspresi gen setelah memasuki sel target. Asupan yg tinggi

vitamin D saja meningkatkan plasma 25[OH]D. Afinitas rendah 1,25[OH]D untuk

DBP protein transportasi dan afinitas tinggi untuk VDR (Vitamin D Receptors)

mendominasi fisiologi normal. Hal ini membuat satu-satunya ligan dengan akses ke

transkripsi transduksi sinyal . Namun, pada intoksikasi vitamin D terjadi overloading

oleh berbagai metabolit vitamin D secara signifikan dengan kapasitas DBP

memungkinkan metabolit lain untuk masuk ke inti sel. Dari semua metabolit menjadi

tidak aktif, 25[OH]D memiliki afinitas kuat untuk VDR, dan dengan demikian pada

konsentrasi yang cukup tinggi bisa merangsang transkripsi. 6

3. Asupan vitamin D meningkatkan konsentrasi metabolit vitamin D, termasuk vitamin

D sendiri dan 25[OH]D, dan konsentrasi ini melebihi kapasitas DBP dan pelepasan

"bebas " 1,25[OH]D yang memasuki sel target. 6

Jumlah radiasi UVB diperlukan untuk kebutuhan vitamin D dan dapat di

kalkulasikan dari jumlah produksi vitamn D dari one minimal erythermal dose (MED) atau

10.000 – 25.000 IU dari vitamin D yang diminum secra oral. MED dapat didefinisikan

sebagai jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyebabkan kulit menjadi merah muda.

Paparan berlebihan terhadap sinar matahari tidak akan menyebabkan intoksikasi vitamin D

karena sinar matahari akan merusak kelebihan dari vitamin D. 5

Intoksikasi vitamin D biasanya berkembang karena tingginya dosis vitamin D yang

diberikan tenaga kesehatan, sebelum adanya diagnosis pasti dari insufisiensi vitamin D atau

karena riketsia. Sebagai tambahan, pasien mungkin tidak tepat mengkonsumsi dosis

maintenance yang tinggi yang dianjurkan dokter. Kasus lain pada intoksikasi vitamin D

33

karena pemberian vitamin D dosis tinggi pada bayi oleh keluarganya karena keluhan seperti

erupsi gigi yang terlambat, lambat berjalan, dan “knock-kneed gait”. Intoksikasi vitamin D

dari suplementasi jarang dilaporkan namun sekarang dapat lebih sering terjadi. 7

Hipervitaminosis D adalah kondisi dimana meningkatnya kadar 25-hydroxyvitamin D

(25OHD) yang dihubungkan dengan hiperkalsemia atau hiperkalsiuria, atau keduanya. 7

Berdasarkan American Academy of Pediatrics, kadar serum vitamin D di atas 250

nmol/L (100 ng/ml) dianggap sebagai hipervitaminosis D, dimana kadar serum di atas 375

nmol/L (150 ng/ml) dihubungkan degan intoksikasi vitamin D. American Academy of

Pediatrics baru-baru ini mengeluarkan suatu kebijakan baru terhadap suplementasi dengan

merekomendasikan semua bayi yang minum ataupun tidak minum ASI yang mengkonsumsi

500 mL formula vitamin D yang terfortifikasi atau susu per hari sebaiknya mendapatkan 200

IU vitamin D per hari. 7,8

Definisi klinis dari 25 (OH) –D : 5

Vitamin D 25 (OH) –D nmol/L ng/ml

Sangat defisieni 12,5 5

Defisiensi 37,5 15

Insufisiensi 37,5 – 50 15 – 20

Normal 50 – 250 20 – 80

Kelebihan 250 100

intoksikasi 375 150

Meskipun kulit memiliki kemampuan untuk memetabolisme kolesterol menjadi

prekursor vitamin D, tidak begitu jelas tepatnya seberapa banyak sinar matahari yang

dibutuhkan dalam sehari untuk memetabolisme vitamin D dalam jumlah yang cukup secara

efektif. Sebagai tambahan, organisasi dan pelayanan kesehatan, termasuk Pusat Pengendalian

dan Pencegahan Penyakit, merekomendasikan penurunan paparan sinar matahari langsung

dan pemakaian tabir surya untuk mencegah kanker kulit. 7,8

34

Karena vitamin D mudah untuk dikonsumsi, penting untuk mengerti bagaimana dosis

yang salah dapat menyebabkan overdosis dengan kemungkinan mengancam nyawa. Vitamin

D adalah 1 dari 4 vitamin larut lemak. Dengan hormon paratiroid, vitamin D meregulasi

homeostasis kalsium secara ketat. Ketika kadar serum kalsium rendah, kalsitriol, bentuk aktif

biologis vitamin D, mengembalikan homeostasis melalui peningkatan absorpsi kalsium dari

makanan melalui usus dan melalui peningkatan resorpsi tulang. Sumber makanan yang

mengandung vitamin D terbatas pada ikan, tiram, dan produk susu. Di Amerika Serikat, susu

difortifikasi dengan vitamin D, dan beberapa bentuk dari mentega, margarin, sereal, dan jus

buah juga terfortifikasi. Sayangnya, banyak individu di Amerika Serikat tidak mengkonsumsi

2 porsi makanan yang mengandung vitamin D terfortifikasi yang dibutuhkan dalam sehari

untuk memastikan asupan vitamin D yang adekuat. 8

Untuk menambahkan kekurangan ini, masyarakat seharusnya mengandalkan paparan

sinar matahari, bagaimanapun, jika pasien-pasien ini mematuhi rekomendasi Pusat

Pengendalian dan Pencegahan Penyakit untuk mengurangi paparan sinar matahari langung,

maka mereka akan membutuhkan suplemen vitamin D. Keracunan vitamin D yang tak

disengaja berhubungan dengan fortifikasi berlebihan dari susu, tercemarnya gula dapur, dan

kontaminasi minyak goreng dan dengan penggunaan suplemen bebas. 8

Vitamin D memiliki dosis median mematikan 21 mg/kg (840.000 IU/kg) dan, dalam

dosis yang berlebihan, memengaruhi semua sistem organ mayor. Gejala toksisitas vitamin D

berasal dari endapan kristal kalsium fosfat di jaringan lunak seluruh tubuh, dimana dapat

terjadi ketika produk kalsium fosfat 60mg/dL. Ketika konsentrasi kalsium lebih dari 14

mg/dL, intervensi darurat dibutuhkan karena pengaruh hiperkalsemia ke jantung, sistem saraf

pusat, ginjal, dan fungsi pencernaan. 7,8

Gejala awal hiperkalsemia mencakup anoreksia, mual, muntah, kelemahan, lesu,

penurunan berat badan, rasa haus, konstipasi, dan nyeri yang tidak spesifik. Fungsi ginjal

dapat terganggu sebagai hasil dari nefrokalsinosis. Kalsifikasi vaskular menyebabkan

hipertensi renal. Karena vitamin D lipofilik, dan disimpan dalam jaringan lemak, efek

toksisitas vitamin D dapat bertahan 2 bulan setelah sumber eksogennya dihilangkan, dimana

15 hari di dalam sirkulasi.7,8

35

Tanda dan gejala berhubungan erat dengan usia pasien, konsentrasi serum kalsium dan

durasi dari hiperkalsemia. Jika kadar serum kalsium di bawah 12 mg/dL (<3 mmol/L), maka

diklasifikasikan ringan, antara 12-14 mg/dL (3-3,5 mmol/L) sedang, dan di atas 14 mg/dL

(>3,5 mmol/dL) sebagai hiperkalsemia berat. Kebanyakan kasus dengan hiperkalsemia ringan

dan sedang umumnya asimptomatik. Bagaimanapun, efek dari hiperkalsemia berat dapat

diobservasi pada saluran cerna, ginjal, sistem saraf pusat, kardiovaskular, sistem

muskuloskeletal, mata, dan kulit, tergantung kadar hiperkalsemia. 7

Tanda dan gejala intoksikasi Vitamin D dengan Hiperkalsemia7

Gastrointestinal Mual, muntah

Anoreksia, nyeri abdominal

Penurunan motilitas usus, konstipasi

Retardasi pertumbuhan, pankreatitis, ulkus peptikum

Ginjal Polidipsi, poliuri, dehidrasi dan demam

Hematuria, hipernatremi, hipomagnesia, hipolakemi

Nefrolitiasis, nefrokalsinosis, asidosis tubular distal ginjal

Nefrogenik diabetes insipidus, kronik intestinal nefritis

Gagal ginjal akut dan kronik

SSP Hipotoni, parestesia

Penurunan reflex tendon, sakit kepala

Confusion, seizure, vasospasme serebral

Mesial temporal sclerosis, apatis, letargi, stupor, koma

Kelainan psikiatrik (anxietas, psikosis, halusinasi, dan depresi)

Kardiovaskular Aritmia, bradikardi (pemendekan interval QT, pelebaran QRS,

elongasi PR, ST elevasi, gelombang T dan U melebar)

Kelainan katup, akumulasi kalsium pada arteri coroner dan

miokardial

Hipertensi, kardiomiopati, cardiac arrest

36

Muskuloskeletal Kelemahan otot

Nyeri tulang

Osteopenia / osteoporosis

Metastasis kalsifikasi tulang panjang

Mata Band keratopathy

Kalsifikasi konjungtiva

Kulit Kalsifikasi metastasis

Gatal

Tatalaksana untuk toksisitas vitamin D mencakup menghilangkan segera sumber

eksogen, hidrasi cairan intravena, loop diuretic (thiazid dapat mendukung retensi kalsium),

glukokortikoid, dan diet rendah kalsium. Hidrasi intravena dan diuretik digunakan untuk

kasus ringan. Pasien dengan hiperkalsemia sedang dan berat harus dipantau lebih dekat

setelah dirawat. Ketika kadar kalsium di atas 12 mg/dL, dehidrasi berkembang. Hidrasi

diberikan untuk meningkatkan filtrasi glomerulus, yang mendukung pengeluaran kalsium

melalui glomerulus. Sodium pada cairan mencegah reabsorpsi tubular terhadap kalsium.

Normal salin intravena diberikan 1,5-2,5 kali dosis maintenance, diberikan selama terapi

hidrasi. Kadar kalsium dapat berkurang sebanyak 2 mg/dL melalui pemberian cairan sesuai

protokol. Harus berhati-hati pada pasien dengan penyakit jantung dan ginjal akan kelebihan

cairan. Loop diuretik seperti furosemide, asam etakrinat, ditambahkan setelah terapi hidrasi,

menghambat reabsorpsi kalsium urin, dan mengurangi kadar kalsium melalui urin.

Furosemide dapat diberikan dengan dosis 1-2 mg/kg/hari setiap 4-6 jam. Glukokortikoid

menurunkan produksi 1,25-dihydroxyvitamin D3, yang menurunkan absorpsi kalsium dari

makanan. Ini juga mencegah kalsium diresorpsi di tubulus ginjal, dengan mendukung

ekskresi kalsium melalui urin. Prednisolon dengan dosis 1-2 mg/kg/hari dapat diberikan

peroral dibagi 4 dosis. Kalsitonin eksogen dapat juga digunakan dengan dosis 2-4

IU/kg/dosis, diberikan secara subkutan dibagi 2-4 dosis.. Hubungan akan risiko, khususnya

risiko dari reaksi alergi, telah menurun karena tak lagi diperoleh dari salmon tapi sekarang

tersedia sebagai rekombinan kalsitonin manusia. Ini menghambat resorpsi tulang dan

37

menghambat pelepasan kalsium dan fosfat ke dalam serum. Penggunaan bifosfonat, seperti

pamidronate dengan dosis 0,5-1 mg/kg/dosis melalui infus intravena, diterima luas oleh orang

dewasa, namun penggunaan pada anak-anak hanya sebagai anekdot, dan demikian

keamanannya tidak diketahui. Bifosfonat mendukung apoptosis osteoklas dengan mengikat

permukaan membran sel. 7,8

Hemodialisis dapat digunakan untuk menangani hiperkalsemia dan dapat menurunkan

kadar serum kalsium secara cepat. Karena rebound hiperkalsemia dapat diprediksi setelah

intoksikasi vitamin D, hemodialisis sebaiknya disiapkan untuk ancaman jiwa, indikasi

penyakit yang tidak dapat dikendalikan seperti gagal ginjal akut dan kronik, dan krisis

hiperkalsemia. 8

Pendekatan terapi untuk hiperkalsemia karena intoksikasi vitamin D 7

Intervensi Cara kerja Onset Durasi

Hidrasi

salineisotonik

Mengembalikan volume

intravaskular

Meningkatkan ekskresi kalsium urin

Berjam - jam Selama

pengobatan

Loop diuretik Meningkatkan ekskresi kalsium urin

melalui penghambatan reabsorbsi

calcium pada lengkung henle

Berjam - jam Selama

pengobatan

kalsitonin Menghambat resorpsi tulang dengan

menganggu maturasi osteoklas,

mendukung ekskresi kalsium urin

4-6 jam 48 jam

Bisphosphonates Meghambat resorpsi tulang pada

fungsi osteoklas

24-72 jam 2-4 minggu

Glukokortikoid Menurunkan produksi 1,25 –

dihidroksivitamin D , dengan

mengaktivasi sel mononuklear

pasien dengan penyakit

granulomatosa dan limfoma

2-5 hari Hari - minggu

38

Dialysis Rendah atau tidak adanya kalsium

dialisa

Berjam-jam Selama

pengobatan

Kesadaran akan pedoman AAP meningkat pada populasi umum, semakin banyak

masyarakat yang mulai mengkonsumsi suplemen vitamin D tanpa pengawasan dokter.

Vitamin D adalah suplemen yang berguna dan aman ketika digunakan dengan dosis atas

rekomendasi yang benar. Pemberian vitamin D dilaporkan aman pada 1000 IU/hari untuk

usia 0-1 tahun, 2500 IU/hari untuk usia 1-3 tahun, 3000 IU/hari untuk usia 3-8 tahun, dan

4000 IU/hari untuk usia 9 tahun ke atas, dewasa, dan ibu hamil. 7,8

Intoksikasi vitamin D terjadi setelah beberapa hari mengkonsumsi ribuan

international unit vitamin D; oleh karena itu, jarang pasien akan overdosis dengan dosis

vitamin D yang ditemukan pada multivitamin harian atau makanan yang terfortifikasi dengan

vitamin D. Bagaimanapun, jika pasien datang dengan gejala konsisten intoksikasi vitamin D,

maka kecurigan klinis dengan riwayat penggunaan suplemen vitamin D seharusnya membuat

dokter mempertimbangkan kondisi ini sebagai diagnosa banding. Semua pasien yang secara

klinis dicurigai ricketsia akibat defisiensi vitamin D sebaiknya diperiksa kadar serum vitamin

D. Suplemen vitamin D yang digunakan untuk menangani ricketsia terlalu dipusatkan sebagai

suplemen rutin. Walaupun tidak dibutuhkan untuk mengedukasi semua pasien tentang gejala

akut intoksikasi vitamin D, pada situasi tertentu mereka harus diberi tahu tentang

kemungkinan bahaya vitamin D dan pentingnya dosis. 7,8

Oleh karena itu, dokter perlu untuk mengetahui jenis obat, suplemen, dan obat herbal

yang digunakan pasien. Dokter juga sebaiknya mengingatkan pasien untuk menghindari obat

dan suplemen yang asing dan menyarakan mereka untuk membaca baik-baik kemasan dan

label produk yang ingin digunakan. 8

39

KESIMPULAN

Insufisiensi vitamin D merupakan masalah yang sering terjadi pada anak, terutama

mereka dengan penyakit kronik, malnutrisi, keterbatasan geografis terhadap sejumlah paparan

sinar matahari, kulit lebih gelap dan pengobatan kronik. Tahap percepatan perkembangan

tulang selama hidup anak menunjukan bahwa konsentrasi vitamin D yang adekuat merupakan

masalah penting pada populasi ini. Walaupun penelitian lebih lanjut diperlukan perhatian

tujuan dari terapi dan dosis vitamin D pada populasi ini, ada panduan berdasarkan bukti yang

membantu terhadap terapi langsung untuk riketsia, penyakit ginjal kronik, dan fibrosis sistik.

Perhatian lebih lanjut diperlukan untuk evaluasi efikasi dari suplemen vitamin D untuk pasien

anak dengan asma dan sickle cell disease. Pada pasien dengan pertumbuhan terhambat atau

alasan – alasan yang diduga defisiensi, konsentrasi kasidiol harus dievaluasi untuk

memperkirakan perlunya suplementasi.

40

DAFTAR PUSTAKA

1. Michie C, Bangalore S. (2010). Managing Vitamin D Deficiency in Children. London Journal

of Primary Care. From : http://ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3960685/pdf/LJPC-03-

031.pdf, 2015 Sept 1

2. DeLuca HF. (2004). Overview of General Physiologic Features and Functions of Vitamin D.

The American Journal of Clinical Nutrition. From :

http://m.ajcn.nutrition.org/content/80/6/1689S.full.pdf, 2015 Sept 1

3. Lee JY, So TY, Thackray J. (2013). A Review on Vitamin D Deficiency Treatment in

Pediatric Patients. J Pediatr Pharmacol Ther. From :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3979050/pdf/i1551-6776-18-4-277.pdf, 2015

Sept 1

4. Holick MF, Chen TC. (2008) Vitamin D Deficiency: A Worldwide Problem with Health

Consequences. The American Journal of Clinical Nutrition. From :

http://m.ajcn.nutrition.org/content/87/4/1080S.full.pdf, 2015 Sept 1

5. Alshahrani F, Aljohani N. (2013). Vitamin D: Deficiency, Sufficiency and Toxicity. MDPI.

From : http://www.mdpi.com/2072-6643/5/9/3605, 2015 Sept 1

6. Jones G. (2008). Pharmacokinetics of Vitamin D Toxicity. The American Journal of Clinical

Nutrition. From : http://m.ajcn.nutrition.org/content/88/2/582S.full.pdf, 2015 Sept 1

7. Ozkan B, et al. (2012). Vitamin D intoxication. The Turkish Journal of Pediatrics. From :

http://www.turkishjournalpediatrics.org/?fullTextId=1031&lang=eng, 2015 Sept 1

8. Barrueto F, Wang-Flores HH, Howland MA, Hoffman RS, Nelson LS. (2005). Acute Vitamin

D Intoxication in a Child. American Academy of Pediatrics. From :

http://m.pediatrics.aappublications.org/content/116/3/e453.full.pdf, 2015 Sept 1

41