23
DEMAM BERDARAH DENGUE GRADE III PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever), ialah penyakit menular yang disebabkan virus Dengue yang diperantarai vektor nyamuk Aedes aegypti. Terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama. Uji tourniquet akan positif dengan atau tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti petekie spontan yang timbul serentak, purpura, ekimosis, epitaksis, hematemesis, melena, trombositopenia, masa perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan gangguan maturasi megakariosit. Korban demam berdarah yang terus berjatuhan di beberapa daerah di Indonesia akhir-akhir ini telah menembus tingkat kematian (case fatality rate/CFR) satu persen dari jumlah kasus atau melonjak jumlah penderitanya hingga dua kali lipat pada kurun waktu yang sama dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penting bagi kita untuk memahami Demam Berdarah Dengue sehingga dapat menurunkan angka kejadian dan angka kematian DBD dikemudian hari. Dengue shock syndrome merupakan manifestasi penyakit demam berdarah Dengue yang paling serius dan merupakan kegawat daruratan medik sehingga memerlukan penanganan segera.

DSS - Malvi2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DSS - Malvi2

DEMAM BERDARAH DENGUE GRADE III

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever), ialah penyakit menular

yang disebabkan virus Dengue yang diperantarai vektor nyamuk Aedes aegypti.

Terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi,

yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama. Uji tourniquet akan positif dengan

atau tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti petekie

spontan yang timbul serentak, purpura, ekimosis, epitaksis, hematemesis, melena,

trombositopenia, masa perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit

meningkat dan gangguan maturasi megakariosit.

Korban demam berdarah yang terus berjatuhan di beberapa daerah di Indonesia

akhir-akhir ini telah menembus tingkat kematian (case fatality rate/CFR) satu persen

dari jumlah kasus atau melonjak jumlah penderitanya hingga dua kali lipat pada kurun

waktu yang sama dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penting bagi kita untuk

memahami Demam Berdarah Dengue sehingga dapat menurunkan angka kejadian dan

angka kematian DBD dikemudian hari.

Dengue shock syndrome merupakan manifestasi penyakit demam berdarah

Dengue yang paling serius dan merupakan kegawat daruratan medik sehingga

memerlukan penanganan segera.

Page 2: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya

pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta,

kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di

Bandung dan Jogjakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun

1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1873).

Pada tahun 1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

Pada tahun1994 DBD telah menyebar ke seluruh (27) propinsi di Indonesia. Pada saat ini

DBD sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah

terjangkit di pedesaan.

Walupun angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia cenderung meningkat,

suatu hal yang menggembirakan ialah angka kematian (case fatality rate = CFR) secara

drastis menurun dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 3% pada tahun 1984. Sejak tahun

Page 3: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

1991 CFR terlihat stabil di bawah 3%. Pada umumnya letusan atau wabah di daerah

yang sebelumnya belum terjangkit DBD, CFR-nya tinggi, sedangkan di daerah/kota

endemis CFR-nya mempunyai kecenderungan rendah. Pada tahun 1998 kasus DBD

dilaporkan meningkat di atas14 propinsi, sedangkan 12 propinsi melaporkan penurunan

kasus.

Pada saat ini DBD di banyak negara di kawasan Asia Tenggara merupakan

penyebab utama perawatan anak di rumah sakit. Morbiditas dan mortalitas DBD yang

dilaporkan dari berbagai negara bervariasi dan disebabkan oleh berbagai faktor, antara

lain status umur penduduk, kerpadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue,

prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis.

Secara keseluruhan terdapat tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderita,

tetapi kematian lebih banyak pada anak perempuan daripada anak-anak laki-laki.

Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan

jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%).

Namun, pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderita yang di golongkan dalam usia

dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak ialah anak berumur 5-

11 tahun. Proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun sejak tahun1984

meningkat.

Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu Jelas, tetapi dalam

garis besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan

September sampai Februari yang mencapai puncaknya pada bulan Januari.3

VEKTOR DBD

Graham ialah sarjana pertama yang pada tahun 1903 dapat membuktikan secara

positif peran nyamuk Aedes aegypti dalam transmisi dengue di Indonesia. Vektor DBD

telah diselidiki dan Aedes aegypti di daerah perkotaan diperkirakan sebagai vektor

terpenting.

Nyamuk Aedes aegypti pada awal mulanya berasal dari Mesir yang kemudian

menyebar ke seluruh dunia, melalui kapal laut dan udara. Nyamuk Aedes aegypti hidup

Page 4: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

dan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak langsung

berhubungan dengan tanah. Nyamuk ini tersebar diseluruh pelosok tanah air kecuali

wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut.

Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa

memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan

menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Umur

nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1

½ bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara di sekelilingnya. Kemampuan

terbangnya sejauh 2 km, walupun umumnya jarak terbangnya adalah pendek berkisar

antara 40-100 m dari tempat perkembang-biakannya. Tempat istirahat yang disukainya

adalah benda-benda yang tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gordyn,

kelambu dan baju/pakian di kamar yang gelap dan lembab. Kepadatan nyamuk ini akan

meningkat pada waktu musim hujan, dimana banyak terdapat genangan air bersih yang

dapat menjjadi tempat perkembang-biakannya.

VIRUS DENGUE

Di Indonesia virus dengue (DEN) tipe 1, 2, 3 dan 4 telah berhasil diisolasi dari

darah penderita. Di Jakarta, daerah endemis tinggi, dari sebagian besar penderita DBD

derajat berat maupun yang meninggal dapat diisolasi virus dengue tipe 3.

Survai virologis penderita DBD telah dilakukan di beberapa rumah sakit di

Indonesia sejak tahun 1972 sampai dengan tahun 1995. Keempat serotipe virus dengue

berhasil diisolasi baik dari penderita DBD derajat ringan maupun berat. Selama 17

tahun, serotipe yang mendominasi ialah Dengue serotipe 2 atau 3. 3

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi

pertama kali mungkin memberi gejala seperti DF. Reaksi tubuh merupakan reaksi

yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak

bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan.

Page 5: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga

menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi)

yang tinggi.

Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal

sebagai berikut :

1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat

dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya

permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui

endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam

terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masing-masing

sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan terdapat

penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam

jumlah besar, walupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap

anafilatoksin, C3a Dan c5a agaknya perannya dalam proses terjadinya

renjatan telah mendahului proses inaktivasi tersebut. Anafilaktoksin C3a

dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan histamin dan ini terbukti

dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air seni 24 jam

pada pasien DHF.

2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami

metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan

dimusnahkan oleh sistem retikuloendotel dengan berakibat

trombositopenia hebat dan perdarahan.

Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif

(histamin dan serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler

dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi

intravaskular.

3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir

terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini,

plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan

Page 6: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

anafilatoksin yang penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product.

Disamping itu aktivasi akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam

proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah.

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara

hari ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya

reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:

1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag

dan sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.

2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik

pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue

pada permukaan sel fogosit mononukleus.

Page 7: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus

yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah

jumlah sel yang terinfeksi.

4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated

intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya

mediator-mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu.

Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan

aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding

pembuluh darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

PATOFISIOLOGI

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami

keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,

pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang

mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar–

kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DF disebabkan oleh kongesti

pembuluh darah dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan

membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler

karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem

kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat mengurangnya

volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura

dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat

permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan

renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan

ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan

perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila

Page 8: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan

kematian.

Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,

gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.

Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit

muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan

dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotelial.

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis

dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati

yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi.

DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan.

Pada awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma,

tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan

memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.

Page 9: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

DIAGNOSIS

Kriteria klinis :

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah,

nyeri pada punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus

menerus selama 2-7 hari.

2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie,

ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.

3. Hepatomegali

4. Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi

disertai gelisah dan akral dingin.

Kriteria laboratoris :

1. Trombositopenia (≤ 100.000/µl)

2. Hemokonsentrasi (kadar Ht ≥ 20% dari orang normal)

Page 10: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk

menegakkan diagnogsis kerja DBD.

DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat :

Derajat I : Demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain dengan

manifestasi perdarahan teringan yaitu uji tourniquet positif.

Derajat II : DHF Grade I + Manifestasi perdarahan

Derajat III : Kegagalan sirkulasi (nadi cepat lemah, tekanan nadi <20mmHg)

Derajat IV : Syok berat (nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur)

Kasus tipikal dari DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinik mayor : demam tinggi,

fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Trombositopenia sedang

sampai berat yuang disertai dengan hemokonsentrasi adalah temuan laboratorium yang

khusus untuk DBD. Patofisiologi yang menunjukkan derajat keparahan DBD dan

membedakannya dari Demam Dengue adalah keluarnya plasma yang bermanifestasi

sebagai peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi), efusi serosa, atau hipoproteinemia.

Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnostik klinik

pada penderita DSS menurut Wong:

1. Clouding of sensorium

2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.

3. Nyeri perut.

4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis,

hematemesis, melena, hematuri dan hemoptisis.

5. Trombositopenia berat.

6. Adanya efusi pleura pada toraks foto.

7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.

Page 11: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

Pembagian renjatan menurut Munir dan Rampengan:

1. Syok ringan/tingkat 1 (impending shock) yaitu gejala dan tanda-tanda syok

disertai menyempitnya tekanan nadi menjadi 20mmHg.

2. Syok sedang/tingkat 2 (moderate shock) yaitu=tingkat 1 ditambah tekanan nadi

menjadi <20mmHg, tetapi belum sampai nol, disertai menurunnya tekanan

sistolik menjadi <80mmHg, tetapi belum sampai nol.

3. Syok berat/tingkat 3 (profound shock) yaitu tekanan darah tidak

terukur/nol,tetapi belum ada sianosis/asidosis.

4. Syok sangat berat/tingkat 4 (moribund cases) yaitu tekanan darah tidak terukur

lagi disertai sianosis dan asidosis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Uji laboratorium meliputi :

1. Isolasi virus

Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :

Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia.

Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang ditunjukkan

dengan immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic effect) pada

biakan jaringan manusia.

Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk

Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada

kepala nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen.

2. Pemeriksaan Serologi

Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)

Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)

Uji Netralisasi (Neutralization Test)

Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay)

Uji IgG Elisa indirek

Page 12: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pada pemeriksaan radiologi dan USG, Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang

dapat dideteksi yaitu :

1. Dilatasi pembuluh darah paru

2. Efusi pleura

3. Kardiomegali dan efusi perikard

4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati

5. Caran dalam rongga peritoneum

6. Penebalan dinding vesika felea

DIAGNOSIS BANDING

1. Adanya demam pada awal penyakit dapat dibandingkan dengan infeksi bakteri

maupun virus, seperti bronkopneumonia, kolesistisis pielonefritis, demam tifoid,

malaria, dan sebagainya.

2. Adanya ruam yang akut perlu dibedakan dengan morbili.

3. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis akut dan leptospirosis.

4. Perdarahan di kulit juga terdapat pada meningitis meningokok dan sepsis.

5. Penyakit-penyakit darah seperti idiophatic thrombocytopenic purpurae, leukemia

pada stadium lanjut, dan anemia aplastik.

6. Syok endotoksin.

7. Demam Chikunguya.

PENATALAKSANAAN

1. Pada DSS segera beri infus kristaloid ( Ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20

ml/kgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2

lt/mnt. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak

terukur) diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid. Observasi tensi dan

nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan

gula darah.

Page 13: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap

dilanjutkan15-20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid

(HES) sebanyak 10-20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur

infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan

umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap

4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah. Pada syok berat (tekanan

nadi < 10 mmHg), penggunaan koloid (HES) sebagai cairan resusitasi inisial

memberi hasil perbaikan peningkatan tekanan nadi lebih cepat.

3. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit,

tekanan nadi > 20mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi

10ml/kgBB. Volume 10ml/kgBB/jam dapat tetap dipertahankan sampai 24 jam

atau sampai klinis stabildan hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan

diturunkan menjdi 7ml/kgBB sampai keadaan klinis dan hematokrit stabil

kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5ml dan seterusnya3ml/kgBB/jam.

Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi.

Observasi klinis, nadi, tekanan darah, jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan

urin >1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap

4-6 jam sampai keadaan umum baik.

4. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi

masih >40 vol% berikan darah dalam volume kecil10ml/kgBB. Apabila tampak

perdarahan masif,berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid

10ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8cmH2O) padasyok berat

kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak

dianjurkan.

5. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan

cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP

normal (>10cmH2O), maka diberikan dopamin.

Page 14: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

DSS

Oksigenasi (berikan 02 2-4 liter/menit Penggantian volume plasma segera(cairan kristaloid isotonis) RL/NaCl 0,9% 10-20 ml/kgBB secepatnya

(bolus dalam 30 menit)

Lanjutkan cairan

15-20 ml/kgBB/jam

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ? Pantau tanda vital tiap 10 menit, catat balans cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Kesadaran membaik Nadi teraba kuat Tekanan nadi > 20 mmHgTidak sesak nafas/sianosis Ekstrimitas hangat Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam

Kesadaran menurunNadi lembut/tidak teraba Tekanan nadi < 20 mmHgDistres pernafasan/sianosis Kulit dingin dan lembab Ekstrimitas dingin Periksa kadar gula daarah

Cairan dan tetesan disesuaikan

10 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketat

Tanda vital Tanda perdarahan Diuresis Hb, Ht, trombosit

Stabil dalam 24 jam Tetesan 5 ml/kgBB/jam

Tetesan 3 ml/kgBB/jam

Infus stop tidak melebihi 48 jam

Syok teratasi

Tambahkan koloid/plasma

Dekstran/FFP 10-20 (max 30) mi/kgBB

Koreksi asidosis

Evaluasi 1 jam

Syok belum teratasi

Ht turun Ht tetap tinggi naik koloid

Transfusi darah segar 10 ml/kgBB 20 ml/kg BB dapat diulang sesuai kebutuhan

Page 15: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

Komplikasi dan Manifestasi yang tidak lazim

Ensefalopati dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan

dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.

Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi

penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka

kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara

sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Virus dengue dpat

menembus sawar darah otak, tetapi sangat jarang dapat menginfeksi jaringan otak.

Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.

Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apati atau somnolen,

dapat disertai atau tidak kejang, dan dapat terjadi pada DBD/DSS. Apabila pada pasien

syok terjadi ensefalopati , syok harus diatasi terlebih dahulu. Pungsi lumbal dilakukan

apabila syok sudah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-hati apabila trombosit

<50.000/uL). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar transaminase

(SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah turun, alkalosis pada AGD, dan

hiponatremia.

Kelainan Ginjal

GGA pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak

teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupn jarang. Untuk

mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume

intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Oleh

karena apabila syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah

dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok beratsering kali dijumpai

acute tubular nekrosis, ditandai dengan penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar

ureum dan kreatinin.

Udem Paru

Page 16: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan

yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan

yang diberikan, biasanya tidak menyebabkan udem paru oleh karena perembesan

plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadinya reabsorbsi plasma dari ruang

ekstravaskular, apabila cairan diberikan secara berlebih. Pasien akan mengalami distress

pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem

paru harus dibedakan dengan pendarahan paru.

Pencegahan

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara

paling memadai saat ini. Vektor dengue khususnya A.aegypti sebenarnya mudah

diberantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak

terbangnya maksimum 100 meter. Tetapi karena vektor tersebar luas, untuk

keberhasilan pemberantasan diperlukan total coverage agar nyamuk tak dapat

berkembang biak lagi.

Ada 2 cara pemberantasan vektor :

1. Menggunakan insektisida

Malathion membunuh nyamuk dewasa (adultisida)

Temephos (abate) membunuh jentik (larvasida)

2. Tanpa insektisida

Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air minimal

1x seminggu.

Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.

Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, botol-botol

pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

Imunisasi maupun pemberian anti virus dalam usaha memutuskan rantai

penularan saat ini masih dalam taraf penelitian.1

Page 17: DSS - Malvi2

Laporan Kasus – Dengue Shock Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. Halstead SB, Heinz FX, Barrett ADT, Roehrig J : Dengue virus : molecular basis of cell

entry and pathogenesis, Conference report 25-27 June 2004, Vienna, Austria.

Vaccine. 2005;23:849-56.

2 Seema, Jain SK : Molecular mechanism of pathogenesis of dengue virus : entry and

fusion with target cell. Ind J Clin Biochem. 2005;20(2):92-103.

3. Hadinegoro SRH, Satari HI (eds) : Demam Berdarah Dengue, Naskah Lengkap. Jakarta

: Balai Penerbit FK UI. 2005:1-80.

4. Willis BA, Dung NM, Loan HT, Tam DTH, Thuy TTN, Minh LTT et al : Comparison of

three fluid solutions for resuscitation in dengue shock syndrome. N Engl J Med.

2005;353:877-89.

5. Willis BA : Volume replacement in dengue shock syndrome. Dengue Bulletin. 2001;

25: 50-4.

6. Choundry SP, Gupta RK, Kishan J : Dengue shock syndrome in newborn, a case series.

J Ind Pediatr. 2004;41:397-9.