Upload
nidakecil
View
57
Download
7
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
DSS
Citation preview
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik
DENGUE SHOCK SINDROME
(DSS)
Oleh:
Zara Pilar Kusuma Aji 0708015020
Pembimbing:
dr. Hj. Sukartini, Sp.A
LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FK UNMUL – RSUD A. W. SJAHRANIE
SAMARINDA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Infeksi virus Dengue menurut WHO (2005) telah menjadi masalah kesehatan
yang serius di banyak negara tropis dan sub tropis. Kejadian penyakit demam berdarah
dengue (DBD) semakin tahun semakin meningkat dengan manifestasi klinis yang
bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang terberat yaitu mild
undifferentiated febrile illness, dengue fever, dengue haemorrhagic fever (DHF) dan
dengue shock syndrome atau syok sindrom dengue (SSD).
SSD menurut WHO ( 2007 ) harus memenuhi empat kriteria DBD disertai bukti
adanya kegagalan sirkulasi yaitu kegelisahan, kulit yang dingin lembab, nadi yang cepat
dan lemah, juga hipotensi (tekanan darah sistolik < 80 mmHg jika berusia < 5 tahun
atau < 90 mmHg jika berusia > 5 tahun).
Angka mortalitas rata- rata di rumah sakit pada pasien DSS masih sangat tinggi.
RS Dr. Kariadi (RSDK) Semarang menunjukkan angka kematian 26% pada tahun 1996
dan menurun menjadi 12% pada tahun 2002 ( Setiati, 2004 ). Pasien yang mengalami
SSD akan menghadapi risiko kematian apabila tidak cepat ditangani dan mendapatkan
pengobatan. Sampai saat ini SSD masih merupakan penyebab utama kematian pada
penderita DBD dan 30 % dari kasus DBD berkembang menjadi SSD
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman
baru, kurangnya prilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya
vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus
yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai
strategi dalam mengatasi kasus ini. pada awalnya strategi yang digunakan adalah
memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi diperluas dengan
menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang belum
memeperlihatkan hasil yang memuaskan. Titik berat upaya pemberantasan vektor
2
demam berdarah oleh masyarakat dengan melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
( PSN ). (1,6)
Pertolongan yang cepat dan tepat sangat membantu penyelamatan hidup pada
kasus kegawatan demam berdarah dengue. Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD,
dengue shock syndrome ( DSS ), disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular
yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya perfusi organ. Pemberian cairan resusitasi
yang tepat dan adekuat pada fase awal syok merupakan dasar utama pengobatan DSS. (10) Prognosis kegawatan DBD tergantung pada pengenalan, pengobatan yang tepat
segera dan pemantauan ketat syok. Oleh karena itu peran dokter sangat membantu untuk
menurunkan angka kematian. (1)
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas pasien :
• Ruang perawatan : Melati
• Nama : An.M
• Jenis kelamin : Perempuan
• Umur : 6 Tahun
• Alamat : Jl. Diponegoro Rt.18
• Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
Identitas Orang Tua
• Nama Ayah : Tn.R
• Umur : 28 tahun
• Alamat : Jl. Diponegoro Rt.18
• Pekerjaan : Palaran
• Pendidikan Terakhir : SMA
• Nama Ibu : Ny.F
• Umur : 27 tahun
• Alamat : Jl. Diponegoro Rt.18
• Pekerjaan : IRT
• Pendidikan Terakhir : SMP
Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan terhadap ibu pasien pada tanggal 13 Desember 2012
pukul 11.00 WITA.
4
Keluhan utama
Demam
R i wayat Penyakit Sekarang
Pasien telah menjalani perawatan di RS selama 2 hari. Demam dialami pasien tiba-
tiba sejak 4 hari SMRS, menggigil (+), mengigau (-). Demam tidak disertai adanya
batuk maupun pilek. Pasien mengeluhkan adanya mual muntah dan nyeri pada ulu hati,
namun muntah hanya sesekali. Saat dirumah pasien mengalami mimisan sebanyak 1x,
jumlah darah tidak banyak, dan sebelumnya pasien tidak pernah mengalami mimisan.
BAB (-) selama 3 hari SMRS, BAK dbn. Satu hari sebelum masuk RS paada lengan kiri
pasien muncul bintik-bintik kemerahan.
Riwayat penyakit dahulu :
Tidak pernah masuk RS sebelumnya.
Pasien memiliki alergi antibiotik Sulfa.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.
Riwayat Kehamilan
• Pemeliharaan Prenatal : pernah
• Periksa di : puskesmas
• Penyakit kehamilan : tidak ada
• Obat-obatan yang sering diminum : tablet penambah darah dan vitamin.
Riwayat Kelahiran :
• Lahir di : Rumah sakit
• di tolong oleh : bidan
• Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
• Jenis partus : Spontan
5
• Pemeliharaan postnatal : tidak
• Periksa di : -
• Keluarga berencana : Ya
• Memakai sistem : spiral
• Sikap dan kepercayaan : Percaya
Pertumbuhan dan perkembangan anak :
• Berat badan lahir : 3200 gram
• Panjang badan lahir : lupa
• Miring : lupa
• Tengkurap : lupa
• Tersenyum : 6 bulan
• Duduk : 9 bulan
• Gigi keluar : 9 bulan
• Merangkak : 7 bulan
• Berdiri : 9 bulan
• Berjalan : 10 bulan
• Berbicara dua suku kata : 10 bulan
• Masuk TK : -
• Masuk SD : -
Riwayat Makan Minum anak :
• ASI : 6 bulan
• Dihentikan : 10 bulan
• Alasan : -
• Susu sapi/buatan : sejak 7 bulan sampai sekarang
• Jenis susu buatan : -
• Takaran : 3 sendok takar untuk 250 cc
• Frekuensi : bila anak mau minum
• Buah : 8 bulan
• Bubur susu : tidak diberikan
6
• Tim saring : tidak diberikan
• Makanan padat dan lauknya : 9 bulan
Riwayat Imunisasi :
ImunisasiUsia Saat Imunisasi
I II III IV
BCG + //////// /////// ///////
Polio 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak + ///////// //////// ///////
DPT 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Hepatitis B + + + ///////
Keadaan Sosial Ekonomi :
• Pasien tinggal dan dirawat oleh ibu dan ayah kandungnya serta kakanya.
• Konsumsi untuk keluarga pasien berasal dari penghasilan ayah pasien dengan
pendapatan sekitar Rp 1.500.000,- perbulan. Dalam satu hari keluarga pasien
biasa makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur, lauk berupa tahu tempe dan jarang
mengkonsumsi ikan maupun daging. Namun pasien termasuk anak yang sulit
makan, hanya suka makan jajanan dan jadwal makan tidak teratur.
• Pasien dan keluarga tinggal menyewa rumah yang berdinding papan, beratap
seng dan lantai dari kayu berukuran 20x15 m.
• Dalam satu rumah dihuni oleh 3 orang, yaitu: ibu pasien, kakak pasien, pasien ,
dan ayah pasien.
• Kamar mandi dan toilet berada di dalam rumah sejumlah satu buah dengan
penggunaan bersama-sama.
• Sumber air: membeli air PDAM.
• Listrik berlangganan PLN
• Tempat sampah : tidak ada tempat khusus, sampah dikumpulkan dalam jumlah
banyak di sekitar rumah, kemudian dibakar.
• Pasien memiliki jaminan kesehatan (JAMKESDA).
7
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal : 13 Desember 2012 pukul 11.00 WITA.
Antropometri
• Berat badan : 18 kg
• Panjang Badan : 128 cm
• BMI : 11 Kg/m2
Tanda Vital
• Nadi : 120 x/menit (reguler, kuat angkat)
• Frekuensi napas : 28 x/menit
• Suhu aksiler : 38,9⁰C
Keadaan Umum
• Kesan sakit : Sakit sedang
• Kesadaran : compos mentis
• Status Gizi : baik
Rumus Behrman
BB ideal = (umur dalam tahun) x 7-5= (6x7)-5 : 2 = 18.5 kg
Status gizi = BB sekarang/BB ideal x 100% = 18 kg/18.5 kg x 100%
= 97 % (gizi baik)
Kepala
• Rambut : hitam
• Mata : cowong (-), edema pre orbita (-/-), anemis (-), ikterik (-),
pupil 3mm/3mm, Reflek cahaya +/+
• Hidung : sumbat (-), bau (-), selaput putih (-)
• Telinga : Bersih, Bau (-), sakit (-)
• Mulut : lidah bersih, tonsil dan faring tidak hiperemi
Leher
• pembesaran kelenjar : (-)
• kaku kuduk : (-)
8
Kulit
Kering dengan turgor baik
Paru
• Inspeksi : diam simetris, gerak simetris, retraksi suprasternal (-)
retraksi interkostal (-)
• Palpasi : krepitasi (-)
• Perkusi : sonor
• Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
• Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS V MCL Sinistra
• Perkusi : Batas Kiri = ICS V MCL Sinistra
Batas Kanan = ICS IV PSL Dextra
• Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)
Abdomen
• Inspeksi : datar, venektasi (-)
• Palpasi : organomegali (-)
• Perkusi : Timpani
• Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas
1. Akral Hangat, sianosis (-), edema (-)
Pemeriksaan refleks:
Refleks fisiologi :
• Refleks patella : +/+
• Refleks Achilles : +/+
• Refleks tendo biceps : +/+
• Refleks triceps : +/+
9
Pemeriksaan Penunjang
Hasil
laboratorium
10-12-
2012
(15.00)
10-12-
2012
(22.00)
11-12-
2012
(09.00)
11-12-
2012
(19.20)
11-12-
2012
(02.00)
12-12-
2012
(07.30)
12-12-
2012
(10.30)
12-12-
2012
(23.00)
13-12-
2012
(05.00)
13-12-
2012
(19.00)
14-12-
2012
(03.00)
14-12-
2012
(11.00)
Hemoglobin 11,4 11,1 11,3 13,3 14,3 13,4 12,5 11,2 12,5 10,9 11,1 11,0
Leukosit 1200 1700 2200 2.500 3.000 4.700 6000 5900 5500 4300 3400 3.900
Trombosit 63.000 58.000 22.000 20.000 21.000 22.000 33.000 22.000 36.000 47.000 50.000 53.000
Hematrokit 35,6% 36 % 33% 42% 45% 43% 40 % 36% 40% 34% 35 % 32,8%
GDS 124 mg/dl 153 mg/dl
IgG Dengue (+)
Igm Dengue (+)
Salmonella
Typhi O 1/160
(+)
(+)
Na 133
K 3,9
Cl 103
Diagnosis :
Diagnosis Kerja : DBD
Diagnosis Komplikasi : DSS
Penatalaksanaan :
1. IVFD RL 20 tpm
2. Paracetamol Syr 3 x 1 ½ cth
3. Cek ulang Hb, Ht, Plt 6 jam lagi
4. Observasi Vital Sign
Prognosis :
Bonam bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan adekuat.
Lembar Follow Up
TanggalPerjalanan penyakit
Perintah Pengobatan / Tindakan yang diberikan
11/12/2012 S: Demam (+) H V, menggigil, mual (+),
BAB (-), BAK dbn, badan lemas. O:
Nadi 100x/menit, RR 26x/menit, Suhu
38,00 C,BB 18 kg,
An (-/-),mata cowong (-/-), soefl, BU (+)
dbn, NTE (+), akral hangat, ptekia (+)
P:1. IVFD RL 20 tpm2. Parasetamol Syr 4 x 1
½ cth3. Chlorampenicol inj 3
x 300 mg4. Cortidex inj 3 x 3 mg5. Cek DL, trombo
Dengue blood IgG, IgMWidal test
12/12/2012(04.37)
S : badan lemas
O: Nadi 98x/menit, lemah, RR
22x/menit, Suhu 35,50 C,
TD 110/90 mmHg
Akral lembab dan dingin.
Konsul dr. Wahab, Sp. A:
1. Infus RL 8 cc/kgBB/jam
2. Terapi lain lanjut.
12/12/2012(06.00)
S : Demam (-) H VI, mual (-), muntah (-),
BAB (-), BAK dbn, badan lemas.
P:1. IVFD RL 15 tpm
11
O: Nadi 88x/menit, lemah, RR
28x/menit, Suhu 35,40 C,
TD 110/90 mmHg
An (-/-),mata cowong (-/-), soefl, BU (+)
dbn, NTE (-), akral lembab, dingin,
ptekia (+).
2. Observasi
Visited dr,Sp.A, advice:
1. IVFD Primahes 180cc/30 menit
2. RL 25 tpm
3. DL,Trombo/ 6 jam.
13/12/2012 S : Demam (-) H VI, mual (-), muntah (-),
BAB (-), BAK dbn, badan lemas.
O: Nadi 88x/menit, kuat angkat, RR
24x/menit, Suhu 36,40 C,
TD 100/60 mmHg
An (-/-),mata cowong (-/-), soefl, BU (+)
dbn, NTE (-), akral hangat, ptekia
berkurang.
P:1. DL, Trombo/8 jam
2. Terapi lanjut
14/12/2012 S : Demam (-) H VI, mual (-), muntah (-),
BAB (-), BAK dbn, nafsu mkan (+).
O: Nadi 90x/menit, kuat angkat, RR
24x/menit, Suhu 36,50 C,
TD 100/60 mmHg
An (-/-),mata cowong (-/-), soefl, BU (+)
dbn, soefl, NTE (-), akral hangat, ptekia
(-).
P: 1. DL,trombo/hari 2. Terapi lanjut
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI INFEKSI VIRUS DENGUE
Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh Virus Dengue yang
ditransmisikan oleh nyamuk sebagai vektornya dengan karekteristik penyakit
diantaranya seperti demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, adanya rash atau
petechiae. Beberapa infeksi dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang
secara cepat dapat menyebabkan penderita jatuh ke dalam syok, yang disebut sebagai
dengue shock syndrome ( DSS ). (7)
EPIDEMIOLOGI
Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di
Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus penyakit serupa di Bangkok. Setelah
tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara
lain di Asia Tenggara. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun
1968, tetapi konfirmasi virulogis baru diperoleh tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama
dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD dilaporkan berturut-turut dilaporkan di
Bandung (1972), Yogyakarta (1972).
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat
penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis.
Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian lebih
banyak ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya
wabah di sebuah negara distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak dari
golongan anak berumur.
13
ETIOLOGI
Virus Dengue termasuk grup B arthropord borne virus (Arbovirus) dan
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus ini
mempunyai hubungan yang erat secara antigenik. Infeksi dengan salah satu serotipe
akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi
tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di di daerah
endemis dapat terinfeksi 3 bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Di Indonesia serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. (2,7)
Virus Dengue yang matur terdiri dari single stranded RNA genom (ssRNA)
yang mempunyai polaritas positif. Genom ini dikelilingi oleh nukleocapsid icosahedral
denagn diameter 30 nm. Nucleocapsid ini ditutupi oleh suatu lipid envelope yang
tebalnya 10 nm. Genom virus mengandung 3 protein struktural dan 7 protein non
struktural. Protein struktural termasuk kapsul protein yang kaya arginine dan lisin serta
protein prM nonglycosylated. Sedangkan protein non struktural dikenal sebagai NS1-7
yang mempunyai fungsi yang berbeda diantaranya :
NS1 merupakan suatu glikoprotein dapat dideteksi dari pasien dengan titer tinggi
terhadap infeksi dengue sekunder, fungsinya belum diketahui.
NS2 terdiri dari 2 protein (NS2A dan NS2B) yang berhubungan dengan proses
poliprotein
NS3 merupakan proteinase virus
NS4 merupakan kode untuk dua protein hidrofobik yang sepertinya terlibat
dalam pembentukan kompleks replikasi dari rantai RNA
NS5 merupakan kode untuk protein dengan berta molekul 105.000 dan
merupakan protein pelindung dari Flavivirus.
NS6 dan NS7 belum diketahui fungsinya. (7)
14
VEKTOR PENULAR
Host natural dari Virus Dengue adalah manusia, primata dan nyamuk. Vektor
arthropoda merupakan anggota dari genus Aedes yang hidup baik di daerah perkotaan
maupun daerah pedesaan. Spesies predominan yang berperan dalam transmisi penyakit
adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk betina menggigit sepanjang hari
dimana aktivitas puncaknya pada pagi dan siang hari. (6,7) Mereka yang berisiko terkena
demam berdarah adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar
tinggal di lingkungan lembab serta daerah pinggiran yang kumuh. Penyakit DBD sering
terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan
muncul akibat pengaruh musim serta prilaku manusia. (6)
Di Indonesia nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di seluruh pelosok tanah air,
baik kota maupun desa kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di
atas permukaan laut. Perkembangan hidup nyamuk ini memerlukan waktu sekitar 10-12
hari dari telur hingga dewasa. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap
darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak
menghisap darah tapi hidup dari sari tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk betina berkisar
antar 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu
kelembaban udara disekelilingnya. Kemampuan terbangnya berkisar antara 40-100
meter dari tempat berkembang biaknya. Tempat yang disukai adalah benda-benda
tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan pakaian di kamar
yang gelap dan lembab.
Di dalam tubuh nyamuk Virus Dengue akan berkembang biak dengan cara
membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus ini
berada di dalam kelenjar liur nyamuk tersebut. Ketika nyamuk ini menggigit manusia
maka Virus Dengue dikeluarkan bersama air liur nyamuk. (1)
15
Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypty dewasa (9)
Gambar 2.2 Telur Nyamuk (9)
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari infeksi Virus Dengue bervariasi mulai dari yang
asimptomatis, demam ringan flu like syndrome (demam dengue) sampai yang berat
seperti dengue shock syndrome. Bervariasinya gejala klinis yang timbul masih belum
dipahami dan sepertinya berhubungan dengan umur, jenis kelamin serta status
imunologi dan nutrisi dari pasien sendiri. Selain itu faktor risiko yang berpengaruh pada
16
berat-ringannya gejala yang ditimbulkan adalah jenis serotipe dari virus yang
menginfeksi. (7,8)
Bagan 1. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue (2)
a. DEMAM DENGUE
Masa inkubasi dari demam dengue setelah gigitan nyamuk bervariasi antara 3
sampai 14 hari, rata-rata 4 sampai 7 hari. (7,8) Demam biasanya timbul mendadak, disertai
gejala-gejala yang tidak spesifik seperti sakit kepala frontal, sakit didaerah retroorbital,
myalgia dan atralgia, nausea dan vomiting, serta adanya bercak-bercak pada kulit.
Bercak-bercak ini dapat berupa makular atau makulopapular yang diskret. (7,8)
Bercak atau ruam ini timbul 6-12 jam sebelum suhu naik untuk pertama kali, yaitu pada
hari sakit ke3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam ini terdapat pada dada, abdomen serta
menyebar ke anggota gerak dan muka. Pada 67-77% kasus terdapat pembesaran
kelenjar limfe servikal, beberapa sarjana menyebutnya sebagai Castelani’s sign, sangat
patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk membuat diagnosis
banding. (2)
17
Demam pada beberapa kasus dapat mencapai 39 0C atau lebih tinggi. Demam
ini bertahan selama 5 sampai 6 hari. (7) Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk
kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bersifat bifasik, tetapi pada beberapa
penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga
dianggap tidak patognomonik. Selanjutnya demam ini akan menghilang secara lisis
disertai keluarnya banyak keringat. (2)
Manifestasi perdarahan pada demam dengue jarang terjadi, bisa bersifat ringan
sampai berat. Perdarahan kulit seperti petechiae dan purpura merupakan manifestasi
perdarahan yang paling sering terjadi. Selain itu dapat terjadi juga epistaksis,
menorrhagia dan perdarahan gastrointestinal. (8)
Kelainan darah tepi pada demam dengue ialah leukopenia selama periode
prademam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia
relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesen. (2)
Trombositopenia dapat terjadi pada demam dengue, 34% pasien yang didiagnosa
demam dengue, jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. (8)
Umumnya demam dengue dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan jarang
berakibat fatal. Fase akut dapat terjadi 3-7 hari tetapi fase konvalesens mungkin dapat
lebih lama, beberapa minggu, terutama pasien dewasa. Tidak ada sekuele permanen
yang berhubungan dengan infeksi ini. (8)
b. DEMAM BERDARAH DENGUE
Demam berdarah dengue ditandai dengan 4 manifestasi klinis, yaitu:
Demam tinggi, perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, kegagalan
sirkulasi. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan demam berdarah dengue dari demam dengue adalah peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia
dan diatesis hemoragik. (1,2,10)
18
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji torniquet positif, memar dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petechiae halus yang tersebar di
anggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan
dapat terjadi di setiap organ. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan
perdarahan saluran cerna yang hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan yang tidak teratasi. Perdarahan subkonjungtiva kadang-kadang ditemukan. (2)
WHO (1997) memberikan pedoman untuk menegakkan diagnosis demam
berdarah dengue secara dini, yaitu :
Klinis :
1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2 sampai 7 hari
2. Manifestasi perdarahan termasuk sekurangnya uji torniquet positif dan salah satu
bentuk perdarahan lain ( petechiae, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan
gusi ) hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Syok yang ditandai nadi kecil dan cepat, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg),
tekanan darah menurun (tekanan sistolik ≤ 80 mmHg) disertai kulit yang teraba
dngin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi
gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium :
1. Adanya trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
2. Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelum sakit atau pada fase konvalesens.
Ditemukannya 2 atau 3 dari gejala klinis di atas disertai trombositopenia dan
hemokonsentrasi cukup untuk membuat diagnosis klinis demam berdarah dengue.(1,2)
Sedangkan untuk menentukan berat-ringannya derajat penyakit demam berdarah
dengue, WHO membaginya dalam 4 derajat :
19
Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet positif.
Derajat II : derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.
Derajat III : ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan
nadi menurun (<= 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab
dan pasien gelisah.
Derajat IV : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Isolasi virus
Ada beberapa cara isolasi yang dikembangkan, yaitu :
– inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari
– inokulasi pada biakn jaringan mamalia dan nyamuk
– inokulasi pada nyamuk dewasa secara intraserebral pada larva
2. Pemeriksaan serologis
Dikenal 5 jenis uji serologik adanya infeksi virus dengue, yaitu :
– HI test (Tes Hemaglutinasi Inhibisi), merupakan uji serologis yang paling
sering dipakai.
– Uji komplemen fiksasi
– Uji neutralisasi
– IgM dan IgG Elisa
Pada dasarnya hasil uji serologis dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi
fase konvalesens terhadap fase akut (naik 4x lipat atau lebih). (2)
c. DENGUE SHOCK SYNDROME
SSD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang disertai
renjatan (Behrman, 2004). Diagnosis SSD menurut WHO ( 2007 ) harus memenuhi
empat kriteria DBD disertai bukti adanya kegagalan sirkulasi yaitu kegelisahan, kulit
yang dingin lembab, nadi yang cepat dan lemah, juga hipotensi (tekanan darah sistolik <
80 mmHg jika berusia < 5 tahun atau < 90 mmHg jika berusia > 5 tahun).
20
Demam berdarah dengue yang disertai syok ini dapat terjadi tiba-tiba, biasanya
setelah demam turun, yaitu antara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Syok yang terjadi pada saat
demam mempunyai prognosis yang buruk. (2) Syok ditandai dengan nadi yang cepat dan
lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi yang menurun, kulit dingin dan lembab. (1)
Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri perut hebat
seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal. (2)
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan
hemokonsentrasi. Jumlah trombosit menurun ditemukan diantara hari sakit ke-3 sampai
ke-7. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, terjadi
juga pada kasus derajat ringan walaupun tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil
laboratorium yang lain biasanya ditemukan hipoproteinemia, hiponatremi, kadar
transminase serum dan urea nitrogen darah meningkat (2).
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ke-3 terlihat peningkatan
limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke-8. Limfosit ini disebut sebagai limfosit
plasma biru (LPB). Pemeriksaan LPB secara seri dari preparat hapus tepi
memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncaknya pada hari ke-6
demam. LPB merupakan campuran antara limfosit-B dan limfosit-T (1) .
PATOGENESIS DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS)
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh
memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang
dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda. Hal ini merupakan dasar teori yang
disebut the secondary heterologous infection atau the sequential infection hypothesis.
Infeksi virus yang berulang atau re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi
anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks antigen-antibodi (kompleks
virus-antibodi) dengan konsentrasi tinggi (4).
Terdapatnya kompleks virus-antibodi di dalam sirkulasi darah mengakibatkan
hal sebagai berikut :
21
1. Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat
dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan meyebabkan plasma keluar melalui
dinding tersebut (plasma leakege), suatu keadaan yang berperan pada terjadinya
syok. Telah terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a menurun masing-
masing sebanyak 33% dan 89% (4). Meningginya nilai hematokrit pada kasus
syok diduga akibat kebocoran plasma melaui kapiler yang rusak ke daerah
ekstravaskular seperti rongga pleura, peritonium atau perikardium (2).
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami
metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis ini akan
dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat
dan perdarahan. Pada keadaan terjadinya agregasi, trombosit akan melepaskan
amin vasoaktif yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan
trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskular (4)
3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat terjadinya
pembekuan intravaskular yang luas (DIC). Dalam proses aktivasi ini,
plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan
anafilatoksin dan pengahancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Di
samping itu aktivasi ini juga merangsang sistem kinin yang berperan dalam
proses meningginya permeabilitas dinding kapiler (4).
22
Bagan 2. Potogenesis Perdarahan Renjatan pada DHF
PENATALAKSANAAN
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan
utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak cepat
sekali mengalami syok dan sembuh segera dalam 48 jam setelah diobati. (3)
Beberapa penelitian mengenai penggunaan kortikosteroid pada pasien anak
dengan Demam Dengue telah banyak dilakukan Pemberian kortikosteroid pada pasien
Demam Dengue tidak membantu menurunkan angka kejadian SSD, sehingga tidak
dianjurkan penggunaan kortikosteroid pada anak ( WHO, 2010 ).
Penggantian Volume Plasma Segera
Penggantian awal cairan intravena dengan larutan kristaloid 20 ml/kgBB dengan
tetesan secepatnya ( diberikan bolus selama 10 menit ), jika syok belum teratasi setelah
dua kali resusitasi cairan dapat digantikan dengan koloid 10- 20 mg/kgBB selama 10
menit (maksimal untuk anak 30ml/kgBB/ hari). Setelah terjadi perbaikan keadaan klinis
23
segera menukar kembali dengan cairan kristaloid, tetesan tersebut dikurangi bertahap
dengan tetesan 10ml/kgBB/jam dan dievaluasi selama 4- 6jam, dan jika membaik
diturunkan 7ml/kgBB/jam selanjutnya 5ml/kgBB/jam dan terakhir 3ml/kgBB/jam
( sesuai dengan berat badan).
Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan koloidal
(dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faal atau plasma)
dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam. Selanjutnya pemberian cairan infus
dilanjutkan dengan tetesan yang diatur sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai
petunjuk digunakan harga hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan selama
kurun waktu 24-48 jam.
24
Bagan 3. Skema penanganan DSS
Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Pemberian cairan tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar
Ht turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kgbb/jam dan kemudian
disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Cairan
25
intravena dapat dihentikan apabila Ht telah turun, jumlah urin 1 ml/kgbb/jam atau lebih
merupakan keadaan sirkulasi membaik.
Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DSS, maka
pemeriksaan analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa. Dalam hal ini
perlu dipikirkan kemungkinan dapat terjadi Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC). Terkumpulnya asam dalam darah mendorong terjadinya DIC yang dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan hebat dan renjatan yang sukar diatasi.
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen harus selalu diberika pada semua pasien syok. Dianjurkan
pemberian oksigen dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat bahwa anak
sering menjadi gelisah apabila dipasang masker oksigen.
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap
pasien syok, terutama pad asyok yang berkepanjangan (prolonged shock). Transfusi
darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Penurunan ematokrit
tanpa parbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi merupakan
tanda perdarahan. Pemberian darah segar adalah untuk meningkat konsentrasi sel darah
merah. Plasma segar atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan DIC yang
menimbulkan perdarahan masif. Pemeriksaan hematologi seperti PT, PTT dan FDP
berguna untuk mementukan berat-ringannya DIC.
Pemberian tranfusi darah dilakukan saat terjadi perdarahan yang nyata seperti
hematemesis dan melena. Hemoglobin perlu dipertahankan dalam batas cukup untuk
mencapai transport oksigen ke jaringan, Hb dipertahankan sekitar 10g/ dl. Fresh Frozen
Plasma ( 15 ml/kg BB) dan kriopresipitat diberikan apabila terdapat pemanjangan
bermakna dari APTT (Anti Platelet Trombine Time ) dan PT (Protrombine Time)
26
disertai manifestasi perdarahan. Konsentrat trombosit diberikan bila terdapat
trombositopeni berat ( trombosit < 30.000/ mm3) dengan manifestasi PIM ( pembekuan
intravaskuler menyeluruh ) dan perdarahan. Dan yang perlu diketahui bahwa dari
consensus pada Workshop manajemen DBD disebutkan bahwa tranfusi trombosit
profilaksis tidak direkomendasikan SSD termasuk kasus kegawatan yang membutuhkan
penanganan secara cepat dan perlu memperoleh cairan pengganti secara cepat dan tepat.
Pemantauan
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur
untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan
adalah :
Nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit
atau lebih sering sampai syok teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai klinis pasien stabil.
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan mengenai jenis cairan,
jumlah dan tetesan, untuk mementukan apakah cairan sudah mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis (normal diuresis 2-3 ml/kgbb/jam).
Rawat di PICU
Anak dengan DSS sebaiknya dirawat di PICU untuk memantau dan
mengantisipasi perubahan sirkulasi dan metabolik serta memberiakn tindakan suportif. (3)
KRITERIA MEMULANGKAN PASIEN
Pasien dapat pulang apabila :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan klinis
27
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit >50.000/mm3
7. Tidak dijumpai distress pernafasan (3)
28
BAB IV
PEMBAHASAN
NO Fakta Teori
1. Anamnesis demam tinggi tiba-tiba sejak 4 hari
SMRS, mengigau (+), menggigil (-). Mimisan (+) 1x Muncul bintik-bintik kemerahan 1
hari SMRS Mual/muntah BAB (-) 3 hari SMRS
Pemeriksaan fisis: Suhu 38,1oC Petekie (+) Nyeri Tekan Epigastrium (+) Nadi 98x/menit, lemah. TD 110/90 mmHg Akral lembab, dingin.
Pemeriksaan penunjang: Leukosit 3.000 ; Hb 14,3 ; HCT 45 %;
Plt 21.000 IgG dengue (+), IgM dengue (+),
Salmonella Typhi O 1/160 (+)
Diagnosis DBD menurut WHO:1. Demam tinggi mendadak dan
terus-menerus selama 2 sampai 7 hari
2. Manifestasi perdarahan termasuk sekurangnya uji RL (+) dan salah satu bentuk perdarahan lain ( petechiae, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi ) hematemesis dan atau melena
3. Hepatomegali4. Syok yang ditandai nadi kecil
dan cepat, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik ≤ 80 mmHg) disertai kulit yang teraba dngin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium : 1. Adanya trombositopenia
(100.000/mm3 atau kurang)2. Hemokonsentrasi yang dapat
dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelum sakit atau pada fase konvalesens.
Ditemukannya 2 atau 3 dari gejala klinis di atas disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi cukup untuk membuat diagnosis klinis
29
demam berdarah dengue.2. Terapi:
1. Parasetamol Syr 4 x 1 ½ cth2. IVFD Primahes 180cc/30 menit3. RL 25 tpm4. Cek DL,Trombo/ 6 jam5. Cortidex inj 3 x 3 mg6. Chlorampenikol inj 3 x 300 mg
Terapi : Kebutuhan cairan rumatan:
1000+50 x 18 kg = 1900 ml/24 jam
Fase demam: Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu < 390 , dosis 10-15 mg/kgBB/kali.
Pemeriksaan hematokrit berkala Fase syok:Penggantian awal
cairan intravena dengan larutan kristaloid 20 ml/kgBB dengan tetesan secepatnya ( diberikan bolus selama 10 menit ), jika syok belum teratasi setelah dua kali resusitasi cairan dapat digantikan dengan koloid 10- 20 mg/kgBB selama 10 menit (maksimal untuk anak 30ml/kgBB/ hari). Setelah terjadi perbaikan keadaan klinis segera menukar kembali dengan cairan kristaloid, tetesan tersebut dikurangi bertahap dengan tetesan 10ml/kgBB/jam dan dievaluasi selama 4- 6jam, dan jika membaik diturunkan 7ml/kgBB/jam selanjutnya 5ml/kgBB/jam dan terakhir 3ml/kgBB/jam ( sesuai dengan berat badan).
Pemberian kortikosteroid pada pasien Demam Dengue tidak membantu menurunkan angka kejadian SSD, sehingga tidak dianjurkan penggunaan kortikosteroid pada anak ( WHO, 2010 ).
30
BAB V
KESIMPULAN
Demam berdarah dengue adalah demam berdarah yang disebabkan oleh Virus
dengue yang ditularkan oleh nyamuk betina Aedes aegypti. Manifestasi klinis dari
penyakit ini mulai dari asipmtomatis sampai demam berdarah dengue yang disertai syok
atau yang disebut sebagai dengue shock syndrome (DSS).
Infeksi primer oleh Virus Dengue mungkin memberi gejala demam dengue,
apabila terjadi re-infeksi oleh Virus Dengue dengan serotipe yang berbeda maka reaksi
yang terjadi sangat berbeda. Teori patogenesis demam berdarah dengue yang banyak
dianut saat ini adalah secondary heterologous infection. Menurut teori ini re-infeksi
akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi. Patofisiologi utama yang
membedakan demam dengue dengan DBD adalah peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah, penurunan volume plasma, serta diatesis hemoragik.
Dasar penatalaksanaan DSS yang utama adalah penggantian volume plasma
secepat mungkin untuk memperbaiki kehilangan volume plasma. Dengan memahami
patogenesis DBD yang baik dan adanya keterampilan yang baik untuk menegakkan
diagnosis secara dini dan pengambilan keputusan yang tepat, akan menentukan
keberhasilan pengobatan DBD.
Berdasarkan teori yang telah kita bahas sebelumnya, diagnosis kasus dan
penatalaksanaan dalam kasus ini sudah benar, hanya saja berdasarkan penelitian yang
telah banyak dilakukan, penggunaan kortikosteroid dalam kasus DSS pada anak tidak
dianjurkan.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Sri Rezeki H.H., Hindra Irawan. 2000. Demam Berdarah Dengue. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. Halaman 16-17, 30-31, 55-62, 73-79, 136-140.
2. S, S., Garna, H., S, S. R., & Safari, H. I. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI. 2002. Updates in Pediatrics
Emergences. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman 95-108.
4. Behrman R., Kliegman R., Jenson HB. 2000. Nelson Text Book of Pediatrics
Jilid 1. 16th Edition. USA : Saunders Company. Page 1005-1007.
5. http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm
6. http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htm
7. http://www.emr.asm.org/cgi/content/full/11/3/480
8. http://health.allrefer.com/health/dengue-hemorrhagic-fever-info.html
9. http://w3.whosea.org/linkfiles/dengue-bulletin-volume-25-chg.pdf
32