efrin titip

Embed Size (px)

Citation preview

Taman Nasional Bali BaratTaman Nasional Bali Barat terdiri dari beberapa tipe vegetasi yaitu hutan mangrove, hutan pantai, hutan musim, hutan hujan dataran rendah, savana, terumbu karang, padang lamun, pantai berpasir, dan perairan laut dangkal dan dalam. Taman nasional ini memiliki 175 jenis tumbuhan dan 14 jenis diantaranya merupakan tumbuhan langka seperti bayur (Pterospermum javanicum), ketangi (Lagerstroemia speciosa), burahol (Stelechocarpus burahol), cendana (Santalum album), dan sonokeling (Dalbergia latifolia). Disamping memiliki satwa burung yang endemik dan langka yaitu burung jalak bali (Leucopsar rothschildi), terdapat jenis burung lain seperti jalak putih (Sturnus melanopterus), terucuk (Pycnonotus goiavier), dan ibis putih kepala hitam (Threskiornis melanocephalus). Di taman nasional ini dapat dijumpai beberapa satwa seperti kijang (Muntiacus muntjak nainggolani), luwak (Pardofelis marmorata), trenggiling (Manis javanica), landak (Hystrix brachyura brachyura), dan kancil (Tragulus javanicus javanicus).

Di taman nasional ini dapat dijumpai beberapa satwa seperti banteng (Bos javanicus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak nainggolani), luwak (Pardofelis marmorata), trenggiling (Manis javanica), landak (Hystrix brachyura brachyura), dan kancil (Tragulus javanicus javanicus). Sedangkan biota laut yang berada di sekitar Pulau Menjangan dan Tanjung Gelap terdiri dari 45 jenis karang diantaranya Halimeda macroloba, Chromis spp., Balistes spp., Zebrasoma spp., dan Ypsiscarus ovifrons; 32 jenis ikan diantaranya ikan bendera (Platax pinnatus), ikan sadar (Siganus lineatus), dan barakuda (Sphyraena jello); 9 jenis molusca laut diantaranya kima selatan (Tridacna derasa), triton terompet (Charonia tritonis), dan kima raksasa (Tridacna gigas). Burung jalak bali merupakan satwa primadona taman nasional ini, dan termasuk burung pesolek yang senantiasa menyenangi habitat yang bersih, serta jelajah terbangnya tidak pernah jauh. Burung tersebut memerlukan perhatian dan pengawasan ekstra ketat, karena populasinya rendah dan mudah untuk ditangkap.

Keadaan Umum

Letak dan Luas Secara administrasi pemerintahan, Taman Nasional Bali Barat (TNBB) terletak dalam 2 kabupaten yaitu Kabupaten Buleleng dan Jembrana, Propinsi Bali. Secara geografis terletak antara 8o 05 20 sampai dengan 8o 15 25 LS dan 114o 25 00 sampai dengan 114o 56 30 BT. Keadaan Kawasano

Topografi Topografi kawasan terdiri dari dataran landai (sebagian besar datar), agak curam,

dengan ketinggian tempat antara 0 s.d 1.414 mdpl. Terdapat 4 buah gunung yang cukup dikenal dalam kawasan, yaitu Gunung Prapat Agung setinggi 310 mdpl, Gunung Banyuwedang 430 mdpl, Gunung Klatakan 698 mdpl dan Gunung Sangiang yang tertinggi yaitu 1002 mdpl. Di perairan laut terdapat 4 pulau yang masuk dalam kawasan TNBB yaitu P. Menjangan 175 Ha, P. Burung, P. Gadung, dan P. Kalong.o

Geologi dan Tanah Berdasarkan Peta Tanah Tinjau P. Bali skala 1 : 250.000 (Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wilayah DAS Pancoran, Teluk Terima, Balingkang Anyar Unda dan Sema Bor) tahun 1984 formasi Geologi, TNBB sebagian besar terdiri dari Latosol. Iklim dan Hidrologi Berdasarkan Schmidt dan Ferguson, kawasan TNBB termasuk tipe klasifikasi D, E, C dengan curah hujan rata-rata D : 1.064 mm / tahun, E : 972 mm / tahun, dan C : 1.559 mm / tahun. Temperatur udara rata-rata 33o C pada beberapa lokasi, kelembaban udara di dalam hutan sekitar 86 %. Sungai-sungai yang ada dalam kawasan TNBB meliputi S. Labuan Lalang, S. Teluk Terima, S. Trenggulun, S. Bajra / Klatakan, S. Melaya, dan S. Sangiang Gede.

o

2. Aksesibilitas Taman Nasional Bali Barat terletak di ujung barat Pulau Bali lebih kurang 2 Kilometer dari Pelabuhan Penyebrangan Gili,manuk. Untuk sampai ke kawasan ini dapat dicapai dengan kendaraan darat. Dari Ibu Kota Propinsi Bali, Denpasar, dapat ditempuh selama 3 jam perjalanan darat. 3. Keadaan Penduduk di Sekitar Kawasan Seperti penduduk lainnya yang berbatasan langsung dengan hutan yang merupakan kawasan konservasi, ketergantungan penduduk terhadap sumberdaya hutan juga masih cukup tinggi. Ketergantungan ini biasanya terhadap sumberdaya kayu bakar untuk keperluan rumah tangga maupun sumberdaya pakan ternak. Ketergantungan ini tentunya juga sedikit banyak akan mempengaruhi keutuhan dan kelestarian sumberdaya kawasan konservasi. Selain itu, sumberdaya hutan yang seringkali dijadikan komoditi dan diambil dari Taman Nasional oleh penduduk diantaranya satwa-satwa liar. 4. Sarana Prasarana Pendukung Sekitar Kawasan Beberapa sarana dan prasarana untuk kepentingan wisata alam yang ada antara lain : beberapa obyek wisata yang berada di dalam kawasan Taman Nasional maupun di sekitar kawasan Taman Nasional. Untuk di dalam kawasan Taman Nasional, kebanyakan berupa wisata budaya yang berupa pura. Beberapa sarana yang dimiliki oleh Taman Nasional diantaranya Information Centre di Kantor Taman Nasional, shelter-shelter yang tersebar di dalam kawasan.

5. Data Jumlah Pengunjung 5 (Lima) Tahun Terakhir Data jumlah pengunjung , peneliti dan berkemah per tahun antara tahun 1995 - 2004 : Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Nusantara 34.496 45.774 87.947 91.371 52.010 11.001 21.010 19.633 65.848 11.731 22.635 20.280 38.215 22.099 20.168 20.895 21.008 15.226 2.897 Mancanegara 21.611

Keterangan : Wisatawan yang terbanyak dari : Eropa, Amerika dan Asia (Jepang) Data 2004 sampai dengan bulan Maret

Kegiatan Pokok PengelolaanDalam menyikapi berbagai kendala, hambatan dan tantangan, Balai Taman Nasional Bali Barat menempuh strategi sebagai berikut : 1. Pemantapan kawasan Untuk terselenggaranga pengelolaan kawasan yang mantap, seluruh kawasan harus memiliki status hukum yang legal. Kawasan TNBB sudah dilakukan penataan batas baik teritorial kewenangan wilayah dan fungsi khususnya di darat. 2. Penyusunan Rencana Perencanaan pengelolaan TNBB meliputi Rencana Jangka Panjang yaitu Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) 25 Tahun, rencana jangka menengah yaitu Rencana Karya Lima Tahun (RKL) 5 Tahun, dan dan rencana jangka pendek yaitu Rencana Karya Tahunan (RKT). Rencana teknis disusun terpisah sebagai bagian implementasi Rencana Karya Pengelolaan. 3. Pembangunan sarana dan prasarana Sarana dan prasarana pengelolaan terdiri dari sarana dan prasarana pokok pengelolaan, sarana dan prasarana pariwisata, dan sarana penunjang antara lain : Kantor pengelola, Pondok Kerja, Jalan Patroli, Pusat Informasi, Fasilitas Penangkaran, Wisma Cinta Alam, Peralatan Komunikasi, Peta Dasar dan Kerja, Perlengkapan Kerja di Perairan, dll

4. Pengelolaan potensi kawasan Kegiatan yang dilakukan yaitu inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan dan upaya penanganan hasil-hasilnya melalui sistem database, pengembangan sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kondisi kawasan dan potensinya, pembinaan habitat dan populasinya (khususnya Jalak Bali ), program pemulihan populasi liar Jalak Bali melalui penangkaran dan peliaran ke habitat, penyediaan plasma nutfah untuk menunjang kegiatan budi daya, rehabilitasi kawasan, pemakaian kawasan sebagai tempat pengkayaan, penangkaran jenis untuk kepentingan penelitian, pembinaan habitat dan populasi dan rehabilitasi kawasan 5. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Meningkatan efektivitas pengamanan terutama berkaitan erat dengan aksesibilitas Taman Nasional Bali Barat yang terbuka maka diperlukan sistem pengamanan yang benar-benar efektif sesuai sarana dan prasarana yang ada. 6. Pengelolaan Penelitian dan Pendidikan

Identifikasi obyek penelitian dan pendidikan mengenai tumbuhan, satwa, ekosistem dan sosial ekonomi budaya masyarakat setempat Penyiapan pelayanan dan materi penelitian dan pendidikan Penyiapan database informasi kegiatan penelitian dan pendidikan Penyusunan rencana dan skala prioritas pelaksanaan kegiatan penelitian dan pendidikan Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi dan promosi

7. Pengelolaan Wisata Alam Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan wisata alam diantaranya :

Inventarisasi dan identifikasi obyek dan daya tarik wisata dan rekreasi alam di dalam kawasan Inventarisasi, identifikasi, dan analisis sosial ekonomi dan budaya masyarakat, kecenderungan pasar, kebijakan daerah, ketersediaan sar-pras pendukung Peningkatan peranserta masyarakat dalam kesempatan dan peluang usaha dan kerja untuk peningkatan kesejahteraan Penjagaan keunikan dan keindahan alam serta mutu kondisi lingkungan Pemasaran obyek wisata alam dan pengusahaannya

8. Pengembangan Integrasi dan Koordinasi

Koordinasi dengan lintas sektoral (stakeholder) Pengembangan kemitraan dangan Organisasi Pemerintah dan Non Pemerintah (LSM) baik dalam maupun luar negeri dan masyarakat dengan mengembangkan kemitraan dalam bentuk : Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, promosi penelitian, pendidikan wisata alam dan Publik awareness, baik melalui jalur resmi maupun informal

tentang fungsi, tujuan, dan manfaat konservasi khususnya mengenai keberadaan Taman Nasional

Pembinaan daerah penyangga dititik beratkan pada peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam dan pemanfaatan plasma nutfah untuk menunjang budidaya. Membina program bersama pemangku kawasan hutan dan pesisir untuk dapat mengintegrasikan suatu ekosistem kawasan sesuai fungsinya melalui managemen kolaborasi (Co-Management) sesuai otoritas kewenangan dan tanggung jawab.

9. Pengelolaan potensi kawasan

Pada saat ini di Taman Nasional Bali Barat terdapat 3 (Tiga) perusahaan yang sudah mendapatkan Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) yaitu : PT. Shorea Barito Wisata dan PT. Trimbawan Swastama Sejati (Penyediaan Resort dengan wisata alam sebagai atraksi wisata) , dan PT. Disthi Kumala Bahari (Pengusahaan pariwisata alam dengan pengakaran mujtiara sebagai atraksi wisata).

Potensi Flora dan Fauna

A. Fauna TNBB seringkali identik sebagai taman nasional yang dibentuk untuk memberikan perlindungan bagi kelangsungan / keberadaan Jalak Bali (Leucopsar rothchildi). Namun secara umum dapat dikatakan kawasan TNBB kaya akan potensi fauna. Berdasarkan jenisnya, fauna yang terdapat di

TNBB antara lain terdiri dari 7 jenis mamalia, 2 jenis reftilia, 105 jenis aves, 120 jenis ikan, dan lain-lain. Jenis-jenis fauna yang dilindungi yang terdapat di TNBB antara lain: No 1 Jalak Bali 2 Trenggiling, Kesih (Bali) Nama Nama Ilmiah Leucopsar rothschildi Manis javanicus Status langka; dilindungi Langka; dilindungi katagori II (CITES) Langka; dilindungi katagori II (CITES) Langka langka; dilindungi populasi menurun Dilindungi; katagori II (CITES) langka; menuju kepunahan katagori III vulnerable langka; dilindungi populasi menurun langka; langka; dilindungi

3 Jelarang, Kapan-kapan (Bali) Ratufa bicolor 4 Landak 5 Kueuk 6 Menjangan 7 Banteng 8 Pelanduk, Kancil (Bali) 9 Biawak 10 Penyu rider Hystric branchyura Felis marmorata Cervus timorensis Bos javanicus Trangulus javanicus Varanus salvator Lepidochelys olivceae

B. Vegetasi Berdasarkan ketinggian tempat maka kawasan TNBB dibagi dalam 2 ekosistem yakni Tipe Ekosistem Darat yang meliputi : Ekosistem Hutan Mangrove, Ekosistem Hutan Pantai, Ekosistem Hutan Pantai, Ekosistem Hutan Musim, Ekosistem Hutan Hujan Dataran Rendah, Ekosistem Evergreen, Ekosistem Savana, dan Ekosistem River Rain Forest. Sedangkan Tipe Ekosistem Laut meliputi Ekosistem Coral Reef, Ekosistem Padang Lamun, Ekosistem Pantai Berpasir, Ekosistem Perairan Laut Dangkal, Dan Ekosistem Perairan Laut Dalam.

Jenis-jenis flora yang dilindungi yang terdapat di TNBB antara lain: No 1 Bayur 2 Buni 3 Bungur 4 Burahol 5 Cendana Nama Nama Ilmiah Pterospermum diversifolium Antidesma bunius Langerstroemia speciosa Steleochocarpus burahol Santalum album Status Tanaman langka (IUCN; dilindungi SK Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 Tanaman langka Tanaman langka (IUCN; dilindungi SK Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 Langka Tanaman langka (IUCN; dilindungi SK Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 Tanaman langka (IUCN; dilindungi SK Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972 Tamanam langka IUCN Tamanam langka IUCN Tanaman langka BTNBB Tamanam langka IUCN Tamanam langka IUCN Tamanam langka (IUCN; dilindungi SK Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972)

6 Kemiri 7 Kepah, Kepuh (Bali) 8 Kesambi 9 Kruing bunga 10 Mundu 11 Pulai 12 Sawo kecik

Aleuritas moluccana Sterculia foetida Schleichera oleosa Diptercocaus Hasseltii Garcinia dulcis Alstonia scolaris Manilkara kauki

13 Sono keling 14 Trengguli

Dalbergia latifolia Cassia fistula

Tanaman Langka (IUCN; dilindungi SK Mentan No. 54/Kpts/Um/2/1972) Tanaman Langka

Sejarah Taman Nasional

1. Sejarah Kawasan Pada tanggal 24 Maret 1911 seorang biologiawan dari Jerman, Dr. Baron Stressman yang terpaksa mendarat karena kapal Ekspedisi Maluku II rusak di sekitar Singaraja selama 3 bulan, menemukan burung Jalak Bali sebagai spesimen penelitiannya di sekitar Desa Bubunan 50 Km dari Singaraja. Kemudian pada tahun 1025 dilakukan observasi intensif oleh Dr. Baron Viktor von Plesen, atas pendapat Stressman yang melihat Jalak Bali sangat langka dan berbeda dengan jenis lain dari seluruh spesimen yang dia peroleh, dan diketahui penyebaran Jalak Bali hanya mulai Desa Bubunan sampai ke Gilimanuk seluas 320 Km2. Untuk melindungi keberadaan spesies yang sangat langka yaitu burung Jalak Bali dan Harimau Bali, berdasarkan SK Dewan Raja-Raja di Bali No.E/I/4/5/47 tanggal 13 Agustus 1947 menetapkan kawasan hutan Banyuwedang dengan luas 19.365,6 Ha sebagai Taman Pelindung Alam / Natuur Park atau sesuai dengan Ordonansi Perlindungan Alam 1941 statusnya sama dengan Suaka Margasatwa. Kawasan hutan Bali Barat dipandang memenuhi syarat untuk pengembangan hutan tanaman dibandingkan dengan bagian lain di Propinsi Bali (Menurut Brigade VIII Planologi Kehutanan Nusa Tenggara Singaraja, Tahun 1974). Sehingga sejak tahun 1947/1948 sampai dengan 1975/1976 di RPH Penginuman telah dilakukan pengembangan hutan tanaman dengan jenis Jati, Sonokeling, dan rimba campuran seluas 1.568,24 Ha. Tahun 1968/1969 sampai dengan 1975/1976 dikembangkan hutan tanaman Kayu Putih dan Sonokeling di RPH Sumberkima serta pada tahun 1956/1957 di RPH Sumberklampok telah dilakukan penanaman Sawo Kecik, Cendana, Bentawas, Sonokeling, dan Talok seluas 1.153,60 Ha. Dalam pelaksanaan penanaman ini dilakukan perabasan dan eksploitasi beberapa jenis hutan evergreen Sumberrejo dan Penginuman dan tebang pilih hutan alam Sawo Kecik di Prapat Agung.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDh Tk. I Bali No. 58/Skep/EK/I.C/1977 tahun 1977 tanah Swapraja Sombang seluas 390 Ha ditambahkan ke dalam kawasan sebagai pengganti kawasan yang terpakai untuk pembangunan Propinsi Bali dan kemudian SK Menteri Pertanian No. 169/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10 Maret 1978 menetapkan Suaka Margasatwa Bali Barat Pulau Menjangan, Pulau Burung, Pulau Kalong dan Pulau Gadung sebagai Suaka Alam Bali Barat seluas 19.558,8 Ha. Deklarasi Menteri Pertanian tentang penetapan Calon Taman Nasional Nomor 736/Mentan/X/1982 kawasan Suaka Alam Bali Barat ditambah hutan lindung yang termasuk ke dalam Register Tanah Kehutanan (RTK) No. 19 dan wilayah perairan sehingga luasnya mencapai 77.000 Ha terdiri dari daratan 75.559 Ha dan wilayah perairan 1.500 Ha. Namun pengelolaan UPT Taman Nasional Bali Barat sesuai SK Menteri Kehutanan No. 096/KptsII/1984 tanggal 12 Mei 1984 secara intensif hanya seluas 19.558,8 Ha daratan termasuk hutan produksi terbatas (HPT) dengan pembagian zonasi Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan, dan Zona Penyangga. Adanya konflik kewenangan di dalam kawasan TNBB, dimana pengelolaan HPT seluas 3.979,91 Ha adalah kewenangan Dinas Kehutanan Provinsi Bali, sehingga berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1995 tanggal 15 September 1995 luas Taman Nasional Bali Barat hanya sebesar 19.002,89 Ha yang terdiri dari 15.587,89 Ha wilayah daratan dan 3.415 Ha wilayah perairan sampai sekarang. Penataan kawasan pengelolaan TNBB sesuai fungsi peruntukannya telah ditetapkan berdasarkan SK Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam No.186/Kpts/Dj-V/1999 tanggal 13 Desember 1999 tentang pembangian zonasi sebagai berikut :

Zona Inti ; merupakan zona yang mutlak dilindungi, tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia kecuali yang berhubungan dengan kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan ; meliputi daratan selauas 7.567,85 hektar dan perairan laut seluas 455.37 hektar Zona Rimba; merupakan zona penyangga dari zona inti, dapat dilakukan kegiatan seperti pada zona inti dan kegiatan wisata alam terbatas ; meliputi daratan selauas 6.009,46 hektar dan perairan laut seluas 243.96 hektar Zona Pemanfaatan Intensif ; dapat dilakukan kegiatan seperti pada kedua zona di atas, pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam dan rekreasi atau penggunaan lain yang menunjang fungsi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ; meliputi daratan selauas 1.645,33 hektar dan perairan laut seluas 2.745.66 hektar Zona Pemanfaatan Budaya ; Zona ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan terbatas untuk kepentingan budaya atau relegi ; selauas 245,26 hektar yang digunakan untuk kepentingan pembangunan sarana ibadat umat Hindu.

2. Sejarah Organisasi Pengelolaan hutan Bali Barat sebelum dikelola oleh Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) Bali masih dalam pengelolaan Cabang Dinas Kehutanan Singaraja dan Jembrana sebagai unit dari Dinas Kehutanan Propinsi Bali, sedangkan unit pengelola terkecil wilayah yaitu RPH (Resort Pemangkuan Hutan) Penginuman, Sumberklampok dan Sumberkima.

Kawasan Suaka Alam berupa cagar Alam atau Suaka Margasatwa dikelola oleh Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) / SBKSDA Provinsi Bali sebagai Unit Pelaksana Teknis Dirjen PPA dengan unit pemangku terkecil di lapangan yaitu Kepala Resort sebagai pelaksana pengamanan dan perlindungan, yang dikepalai oleh Kepala Sub Seksi / Rayon Kawasan Suaka Margasatwa Bali Barat / Sub Seksi Wilayah PPA yang setara Eselon V. Bedasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 096/Kpts-II/1984 tanggal 12 Mei 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Taman Nasional Bali Barat, Suaka Alam Bali Barat dikelola se bagai UPT Taman Nasional Bali Barat yang dikepalai oleh seorang Kepala yang setara Eselon IV, yang dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pemanfaatan, Kepala Seksi Penyusunan Program. Sedangkan pelaksana teknis di lapangan adalah Kelompok Perlindungan, Pengawetan, dan Pelestarian. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dan Unit Taman Nasional, meningkatkan pengelolaan Taman Nasional sebagai Balai yang dipimpin oleh seorang Kepala Balai setara Eselon III, yang dalam pengelolaannya dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Konservasi yang membawahi tiga sub seksi wilayah konservasi (Jembrana, Buleleng dan Labuan Lalang). Dan untuk pelaksana teknis di lapangan dibantu kelompok jabatan fungsional yang teridi dari Fungsional Jagawana, Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Konservasi Jenis Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Konservasi Kawasan dan Lingkungan dan Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Bina Wisata Alam. Nuansa otonomi daerah memerlukan desentralisasi koordinasi birokrasi sehingga pengelolaan Taman Nasional Bali Barat sesuai dengan Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/KptsII/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dibagi menjadi 3 wilayah pengelolaan yaitu Seksi Konservasi Konservasi Wilayah I di Jembrana, Seksi Konservasi Wilayah II di Buleleng dan Seksi Konservasi Wilayah III di Labuhan Lalang dengan Kepala Seksi sebagai pejabat pemangku Wilayah yang setara Eselon IV.

Kendala, Tantangan dan KekuatanKendala dan hambatan yang dihadapi dalam rangka pelestarian Jalak Bali meliputi faktor-faktor sebagai berikut : 1. Kendala

Berdasarkan klasifikasi Schmidth dan Ferguson, Taman Nasional Bali Barat mempunyai tipe D dan E dengan curah hujan yang rendah menyebabkan kawasan ini rawan terjadi kebakaran terutama pada musim kemarau. Aksesibilitas yang begitu terbuka baik dari darat maupun lewat perairan, menyulitkan penjagaan untuk mencegah kegiatan perusakan sumber daya alam hayati yang merupakan bagian dari potensi kawasan. Sumberdaya manusia yang terlibat dalam pengelolaan Taman Nasional Bali Barat masih perlu ditingkatkan untuk mampu disatukan visi dan misinya di dalam mendukung pola pengelolaan TNBB yang pada saat ini mulai merintis pola Co- Management. Pada saat ini pendekatan pengaman kawasan TNBB yang menekankan kepada kegiatan patroli kawasan dan penegakan peraturan serta pendekatan sentralistik dalam pengelolaan konservasi dan belum berbasis masyarakat, menyebabkan pengelolaan kawasan konservasi ini menjadi sangat mahal dari segi finansial dan social. Terbatasnya dana untuk pengembangan dan pemeliharaan dan pengamanan potensi kawasan Sosial ekonomi masyarakat di beberapa daerah penyangga masih relatif rendah yang ditandai dari tingkat pendidikan serta ketergantungan pada pemanfaatan sumber daya hutan yang ada, menyebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai konservasi. Kawasan hutan Bali Barat yang terdiri dari Taman Nasional Bali Barat, Hutan Produksi dan Hutan Lindung merupakan satu kesatuan ekosistem. Penebangan ilegal tanaman produksi di Hutan Produksi secara signifikan mempengaruhi keseimbangan ekosistem secara keseluruhan, yang akan menyebabkan penurunan kualitas potensi sumber daya alam hayati. Masih lemahnya kesamaan persepsi, interpretasi pola tindak dalam mengimplementasi- kan kaidah-kaidah konservasi dalam pengelolaan Taman Nasional diantara pihak-pihak terkait akibat perbedaan kepentingan. Masih ditemukan kendala dalam rangka padu serasi kepentingan pengembangan pariwisata alam di zona pemanfaatan TNBB dengan kepentingan lainnya. Belum sepenuhnya potensi TNBB diketahui khalayak luas sehingga kegiatan pariwisata alam

belum sepenuhnya dapat dikatakan berhasil (kalau indikator keberhasilan dilihat dari banyaknya jumlah kunjungan wisatawan ke TNBB yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kunjungan wisatawan ke obyek-obyek wisata lainnya di Pulau Bali). 2. Tantangan Tantangan yang dihadapi merupakan konsekuensi dari pesatnya pembangunan serta perkembangan / kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa hal yang perlu dijaga agar tidak memberikan ekses negatif terhadap pengelolaan TNBB secara keseluruhan :

Pengusahaan Pariwisata Alam Berkembanganya PPA di Balai Taman Nasional Bali Barat merupakan konsekwensi dari prinsip pengelolaan terutama berkaitan dengan asas pemanfaatan yang lestari. Pengembangan pariwisata alam di dalam zona pemanfaatan harus memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu 10% dari luas daerah konsesi pengusahaan pariwisata alam untuk dapat menekan seminimal mungkin dampak dari aktifitas yang dilakukan. Pada saat ini masih terdapat interpretasi yang berbeda mengenai kewenangan pemberian Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) sebagai tindak lanjut dari Undang-undang No. 22/1999 dan PP No. 25/1999 dan juga PPA yang dikembangkan di Taman Nasional umumnya yang padat modal. Komunitas masyarakat sekitar kawasan umumnya menjadi kelompok pendukung dan kurang memiliki posisi tawar menawar yang tinggi. Implementasi UU No. 22/1999 Masa transisi dari semangat sentralisasi menuju desentralisasi belum menemukan bentuknya yang pas di tingkat lapangan. Di era desentralisasi terdapat penyerahan sebagian kewenangan teknis Departemen Kehutanan kepada Pemerintah Daerah. Di dalam UU No. 22/1999 pasal 7 ayat 2 dan PP No. 25/2000 pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa konservasi masih ditangani oleh Pemerintah Pusat, sehubungan dengan hal tersebut maka implementasi pada lingkup UPT Balai TNBB diupayakan melalui padu serasi menghindari terjadinya intervensi kewenangan. Rencana Jembatan Jawa Bali Rencana pembangunan jembatan Jawa Bali, walaupun sampai saat ini tidak/belum terealisasi masih harus dipertanyakan apakah hal tersebut terjadi karena kebijakan pemerintah (pusat dan daerah) atau sekadar karena tidak tersedia dana untuk melanjutkan proyek tersebut. Pembangunan jembatan ini jelas akan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap upaya pelestarian Jalak Bali pada khususnya dan konservasi sumber daya alam hayati Taman Nasional Bali Barat.

Daerah sekitar TNBB adalah daerah dengan tingkat kemajemukan etnis dan sosial yang tinggi. TNBB dibelah oleh dua jalan utama lintas propinsi dan sangat dekat dengan pelabuhan penyebarangan yang padat. Walaupun secara resmi kawasan TNBB tidak mempunyai daerah kantung (enclave) penduduk, pada kenyataannya kawasan TNBB sejak lama telah memberikan mata pencaharian dan kehidupan bagi penduduk di sekitar kawasan. Selain penduduk asli Bali, tercatat penduduk menetap dari Jawa, Madura dan Bugis mendominasi penduduk sekitar TNBB. Penduduk dari daerah lainpun banyak memanfaatkan sumberdaya dan pelayanan ekologis TNBB. Isu kedaerahan untuk masing-masing etnis dan agama masih cukup tinggi. Banyak organisasi-organisasi yang berdiri dengan etnisitas dan agama sebagai latar belakangnya. Walaupun belum pernah ada konflik muncul ke permukaan, pergesekan-pergesekan sosial di daerah ini menjadi perhatian utama sebagai tantangan pengelolaan TNBB. Terutama karena masing-masing kelompok etnis mempunyai pendekatan yang berbedabeda dalam menilai dan menghargai sumberdaya alam dan pelayanan ekologis dari kawasan TNBB. Keterbatasan sumberdaya TNBB di dalam menangani permasalahan salah satunya karena banyak permasalahan di TNBB terjadi di luar fokus utama pengelolaan TNBB. TNBB dibentuk untuk melindungi habitat burung Jalak Bali sehingga sumberdaya manusia dan lainnya yang tersedia dipusatkan untuk pengelolaan dan pengamanan Jalak Bali dan habitatnya.

3. Kekuatan Sungguhpun kelihatannya cukup sulit didalam mengelola kawasan TNBB masih terdapat beberapa hal yang cukup memberikan harapan antara lain:

Jumlah Pegawai BTNBB pada saat ini 131 orang yang kesemuanya dapat diberdayakan sebagai kekuatan TNBB di dalam mengelola kawasan. Masih banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan ( stakeholders) yang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap kelestarian TNBB yang terus menerus memberikan dorongan, koreksi, maupun kritikan terhadap pengelolaan TNBB. Dukungan pemerintah pusat terhadap pengelolaan TNBB yang berkesinambungan masih cukup kuat. Potensi kawasan TNBB terutama perairan yang diindikasikan dengan 80 % tujuan kunjungan wisatawan ke TNBB adalah dengan tujuan wisata bahari terutama di perairan Pulau Menjangan, menjadikan kawasan perairan Pulau Menjangan dapat dijadikan Tambang Uang untuk menggali Dana Konservasi yang sangat diperlukan di dalam pengelolaan kawasan baik darat maupun perairan. Masih terjalin harmonisnya jalur komunikasi, koordinasi, antara pengelola TNBB dengan pemerintahan setempat di dalam menyikapi segala permasalahan yang timbul sebagai akibat berhimpitnya daerah kewenangan pengelola TNBB maupun pemerintah setempat, yang dimungkinkan untuk suatu saat nanti kerjasama ini dilegalkan dalam bentuk pengelolaan bersama yang akan menguntungkan semua pihak