2
3. Epidemiologi Atresia ani rata-rata terjadi 1 dari 5000 kelahiran, yang kebanyakan terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Di Amerika Serikat 600 anak lahir dengan atresia ani. Data yang didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran (Walker, 1996). Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan. Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki- laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan (Alpers, 2006). Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang yaitu sekitar 50 % dari tahun 2007-2009. 4. Faktor resiko a.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. b. Gangguan organogenesis dalam kandungan. c. Berkaitan dengan sindrom down. d.Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan. e.Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis,

Epidemiologi Dan Faktor Resiko Atresia Ani

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Epidemiologi Dan Faktor Resiko Atresia Ani

3. Epidemiologi

Atresia ani rata-rata terjadi 1 dari 5000 kelahiran, yang kebanyakan terjadi pada anak laki-

laki dibandingkan dengan anak perempuan. Di Amerika Serikat 600 anak lahir dengan atresia ani.

Data yang didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran

(Walker, 1996). Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh

kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani

didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai

penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan

dari pada pasien perempuan.

Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih

banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga menderita anomali

lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula

antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan (Alpers, 2006).

Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang didapatkan penulis,

kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang yaitu sekitar 50 % dari tahun

2007-2009.

4. Faktor resiko

a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa

lubang dubur.

b. Gangguan organogenesis dalam kandungan.

c. Berkaitan dengan sindrom down.

d. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.

e. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum

bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam

usia kehamilan.

f. Risiko atresia ani meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani

yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000

kelahiran.

DAFTAR PUSTAKA

Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.

Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta: EGC.

Page 2: Epidemiologi Dan Faktor Resiko Atresia Ani

Faradila, Nova et al. 2009. Anestesi pada Tindakan Posterosagital Anorektoplasti pada Kasus

Malformasi Anorectal. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau