19
Executive Summary BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA MEDAN 2011

exsum_Kemiskinan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

exsum

Citation preview

  • Executive Summary

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

    PROVINSI SUMATERA UTARA

    MEDAN

    2011

  • 1

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karekteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin dan selanjutnya melakukan analisis mendalam tentang faktor pendapatan, kepemilikan rumah, umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan akses terhadap lembaga keuangan yang mempengaruhi terjadinya kemiskinan pada rumah tangga miskin di Sumatera Utara. Wilayah kajian terdiri dari empat Kabupaten/kota yaitu, Kabupaten Nias, Kabupaten Langkat, Kabupaten Simalungun dan Kota Medan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive berdasarkan pertimbangan bahwa 4 wilayah memiliki angka/jumlah penduduk miskin terbanyak dari seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung ke lokasi atau objek penelitian, setelah data diperoleh dan ditabulasi, selanjutnya diolah dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan dilanjutkan dengan analisis model probit bivariat untuk melihat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin di Sumatera Utara adalah sebagai berikut : (a) Dari kepemilikan rumah, rata-rata rumah yang ditempati oleh penduduk miskin tersebut adalah rumah warisan orang tua dan menumpang yaitu sebanyak 62%. Dan luas bangunan pada umumunya < 50 m2 (72%) dengan kondisi yang tidak layak huni. (b) Sebahagian besar umur kepala keluarga (70,27%) berada pada kelompok umur 34 51 tahun, secara ekonomi kelompok ini termasuk dalam kelompok umur yang masih produktif (c) Sebahagian besar jumlah anggota keluarga miskin adalah 3 6 orang yaitu sebanyak 81,04% dan rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 4,48 orang lebih kecil dari angka nasional 5,1 orang/KK (d) Tingkat pendidikan kepala keluarga sebahagian besar adalah SMP dan SMA yaitu sebesar 74,78% dan masih terdapat KK yang belum/tidak pernah sekolah (e) dari jenis pekerjaan sebahagian besar adalah pedagang yaitu sebanyak 20,72 %, kemudian tukang becak dan mocok-mocok masing-masing 16,22 %. Tingkat pendapatan sebahagian besar berada di bawah Rp 157.500 perkapita perbulan yaitu 45,95%. Dari hasil analisis kemiskinan dapat disimpulkan sebagai berikut (a) Secara bersama-sama variabel kepemilikan rumah, umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan dan akses lembaga keuangan dapat mempengaruhi kemiskinan pada rumah tangga miskin dengan tingkat keyakinan 95 persen (b) Secara partial, variabel kepemilikan rumah, umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan, dan akses terhadap lembaga keuangan berpengaruh secara signifikan terhadap strata kemiskinan (c) Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan yang mempunyai pengaruh positif adalah umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan akses terhadap lembaga keuangan. Sedangkan faktor kemiskinan yang berpengaruh negatif adalah kepemilikan rumah dan tingkat pendidikan (d) R2 yang dihasilkan adalah 0.8495 yang bermakna bahwa variabel kepemilikan rumah (RMH), umur (UM), Jumlah anggota keluarga (JK), pendidikan (PDD) dan akses lembaga keuangan (BANK) mampu menjelaskan variasi kemiskinan di Sumatera Utara sebesar 84,95 persen dan sisanya 15,05 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.

    Kata Kunci : Kemiskinan, Rumah Tangga Miskin, Karakteristik, Sosial Ekonomi

  • 2

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Keberhasilan provinsi Sumatera Utara dalam menanggulangi kemiskinan belum sepenuhnya berhasil. Ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi, yaitu angka diatas hard core atau diatas 10 persen. Perrsentase penduduk miskin di sepuluh provinsi di Pulau Sumatera; Persentase penduduk miskin Sumatera Utara masih tinggi yaitu sebesar 11,3 persen dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Sumatera, seperti Kepulauan Bangka Belitung yaitu sebesar 4,4 persen atau dibandingkan Provinsi Sumatera Barat yang mana persentase penduduk miskinnya hanya sebesar 6,8 persen di tahun 2010

    Faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan disertai pemerataan hasil pertumbuhan keseluruh sektor usaha sangat dibutuhkan dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu untuk mempercepat penurunan tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan melalui peningkatan pendapatan rumah tangga. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah upah. Upah minimum ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup layak yang dibutuhkan pekerja dengan harapan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan pekerja sehingga tingkat kemiskinan akan berkurang.

    Selain itu, pendidikan dan pengangguran juga berpengarh terhadap tingkat kemiskinan. Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan ketrampilan yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan memperbesar peluang kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih layak dan memperoleh kemakmuran. Pendapatan masyarakat maksimum tercapai saat perekonomian mencapai kesempatan kerja penuh. Semakin meningkatnya tingkat pengangguran akan semakin mengurangi pendapatan masyarakat yang berakibat naiknya tingkat kemiskinan.

    1.2. Perumusan Masalah

    1. Bagaimana gambaran karekteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin di Sumatera Utara?

    2. Apakah faktor pendapatan, kepemilikan rumah, umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan akses terhadap lembaga keuangan berpengaruh terhadap kemiskinan yang terjadi pada rumah tangga miskin di Sumatera Utara ?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

    1. Untuk mengetahui gambaran karekteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin di Sumatera Utara

  • 3

    2. Melakukan analisis mendalam tentang faktor pendapatan, kepemilikan rumah, umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan akses terhadap lembaga keuangan mempengaruhi terjadinya kemiskinan pada rumah tangga miskin di Sumatera Utara

    1.4. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada :

    1. Bagi Pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna di dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang perlu dipacu untuk mengatasi masalah kemiskinan.

    2. Secara umum hasil penelitian ini diharapkan menambah khazanah ilmu ekonomi khususnya ekonomi pembangunan. Manfaat khusus bagi ilmu pengetahuan yakni dapat melengkapi kajian mengenai tingkat kemiskinan dengan mengungkap secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhinya.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Landasan Teori

    Kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas Chambers (dalam Chriswardani Suryawati, 2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.

    Menurut Sayogyo, tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan (Chriswardani Suryawati, 2005).

    Daerah pedesaan: a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 320 kg nilai tukar beras

    per orang per tahun. b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 240 kg nilai tukar

    beras per orang per tahun. c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada180 kg nilai tukar

    beras per orang per tahun.

    Daerah perkotaan: a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 480 kg nilai tukar beras

    per orang per tahun. b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 380 kg nilai tukar

    beras beras per orang per tahun

  • 4

    c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 270 kg nilai tukar beras per orang per tahun.

    Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang. Seseorang yang memiliki pendapatan kurang dari US$ 1 per hari masuk dalam kategori miskin (Criswardani Suryawati, 2005).

    Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengukur kemiskinan berdasarkan dua kriterian (Criswardani Suryati, 2005), yaitu : a. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) yaitu keluarga yang tidak mempunyai

    kemampuan untuk menjalankan perintah agama dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per tahun, lantai rumah bersemen lebih dari 80%, dan berobat ke Puskesmas bila sakit.

    b. Kriteria Keluarga Sejahtera I (KS I) yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik,minimal satu kali per minggu daging/telur/ ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter per segi per anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga umur 10 sampai 60 tahun yang buta huruf, semua anak berumur antara 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga mempunyai penghasilan rutin atau tetap dan tidak ada yang sakit selama tiga bulan.

    Penelitian yang dilakukan Wongdesmiwati (2009), menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2007).

    Dalam upaya mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable development), sektor pendidikan memainkan peranan yang sangat strategis khususnya dalam mendorong akumulasi modal yang dapat mendukung proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya. Secara defenisi, seperti yang dilansir dalam World Commision on Environmental and Development, 1997 dalam McKeown (dalam Dian Satria, 2008), bahwa sustainable development adalah : sustainable development is development that meets the needs of the present without

    comprimising the ability of future generations to meet their own needs. Dalam konteks ini,pendidikan dianggap sebagai alat untuk mencapai target yang berkelanjutan, karena dengan pendidikan aktivitas pembangunan dapat tercapai, sehingga peluang untuk meningkatkan kualitas hidup dimasa depan akan lebih baik. Disisi lain, dengan pendidikan, usaha pembangunan yang lebih hijau (green development) dengan memperhatikan aspek-aspek lingkungan juga mudah tercapai.

    Pembangunan modal manusia diyakini tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan, namun juga berperan sentral mempengaruhi distribusi pendapatan di suatu perekonomian. (Becker, 1964; Schultz, 1981 dalam Dian Satria, 2008). Logika ini jugalah yang mendorong strategi pengentasan kemiskinan yang bersentral pada pentingnya pembangunan modal manusia (human capital). Romer, 1986; Lucas, 1988 (Dian Satria, 2008), menjelaskan bahwa modal manusia tidak hanya diidentifikasi sebagai kontributor kunci dalam pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan, namun juga mendorong tujuan pembangunan untuk meningkatkan human freedom secara umum. Selain itu fokus perkembangan global

  • 5

    saat ini yang dicatat dalam millennium development goals juga telah memposisikan perbaikan kualitas modal manusia dalam prioritas yang utama.

    Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital) dan mendorong penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas manusia. Kenyataannya dapat dilihat dengan melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerjanya. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan memperkerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, sehingga perusahaan juga akan bersedia memberikan gaji yang lebih tinggi bagi yang bersangkutan. Di sektor informal seperti pertanian, peningkatan ketrampilan dan keahlian tenaga kerja akan mampu meningkatkan hasil pertanian, karena tenaga kerja yang trampil mampu bekerja lebih efisien. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan (Rasidin K dan Bonar M, 2004).

    Salah satu faktor penting yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat tercapai. Pengangguran berdampak mengurangi pendapatan masyarakat, sehingga akan menurunkan tingkat kemakmuran yang mereka capai.

    Ditinjau dari sudut invidu, pengangguran menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya. Keadaan pendapatan menyebabkan para penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya. Apabila pengangguran disuatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku.

    2.2. Kerangka Pemikiran

    Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta untuk memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut gambar kerangka pemikiran yang skematis :

  • 6

    Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Sumatera Utara

    2.3. Hipotesis

    Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian di bidang ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut : ada pengaruh kepemilikan rumah, umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan dan aksesibilitas lembaga keuangan terhadap kemiskinan pada rumah tangga miskin di Sumatera Utara.

    III. METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Lokasi dan Sampel Penelitian

    Wilayah kajian terdiri dari empat Kabupaten/kota yaitu, Kabupaten Nias, Kabupaten Langkat, Kabupaten Simalungun dan Kota Medan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive berdasarkan pertimbangan bahwa 4 wilayah memiliki angka/jumlah penduduk miskin terbanyak dari seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara, pengambilan sampel dilakukan dengan metode quota sampling sebanyak 160 sampel (40 sampel per lokasi)

    3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian

    Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan skunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi ke lapangan. Data skunder yang bersumber dari data BPS, Bank Indonesia, BKPMD, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan instansi-instansi terkait lainnya di Provinsi Sumatera Utara. Disamping itu untuk data pendukung lainnya diperoleh dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan kemiskinan. Selanjutnya akan diolah dengan menggunakan software Eviews ver.4.1.

    3.3. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

    Jumlah Anggota Keluarga

    Rumah Tangga Miskin Umur (Kepala Keluarga)

    Pendidikan

    Aksesibilitas Lembaga Keuangan

    Kepemilikan Rumah

  • 7

    Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung ke lokasi atau objek penelitian, setelah data diperoleh dan ditabulasi, selanjutnya diolah dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan dilanjutkan dengan analisis regresi berganda untuk melihat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat diajukan suatu model dalam penelitian ini yaitu :

    Y = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 +

    Y = Kemiskinan

    X1 = Kepemilikan Rumah

    X2 = Umur

    X3 = Jumlah anggota keluarga

    X4 = Tingkat pendidikan

    X5 = Akses terhadap lembaga keuangan

    0 = Konstanta

    1... 5 = Koefisien

    = error term

    Model persamaan tersebut akan diregresi masing-masing dengan menggunakan Model Probit Bivariat. Model probit bivariat menggunakan dua variabel dikotomi sebagai variabel responnya, sedangkan variabel bebasnya dapat berupa variabel yang bersifat diskrit maupun variabel yang bersifat kontinu dan juga dapat berupa variabel kualitatif yaitu variabel nominal atau ordinal.

    Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maksimum likelihood dengan model probit. Prinsip maximum likelihood pada intinya adalah mencari

    sekumpulan parameter yang dapat memaksimumkan fungsi likelihood (Nachrowi dan

    Usman, 2002). Untuk mengolah data, digunakan bantuan program Eviews versi 4.1.

    3.4. Definisi Operasional

    Untuk menghindari timbulnya disparitas persepsi yang dapat mengakibatkan kesalahan penafsiran serta pengertian tentang berbagai konsep yang digunakan dalam penelitian ini, terlebih dahulu akan dijelaskan batasan atau defenisi dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

    a. Kemiskinan adalah ketidakmampuan sebuah rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai standart yang berlaku. Kriteria yang digunakan untuk menentukan status miskin sebuah rumah tangga adalah standar garis kemiskinan versi Sayogyo untuk daerah perkotaan yaitu (1) miskin bila pengeluaran perkapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 480 kg beras (2) miskin sekali bila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 360 kg beras

    b. Kepemilikan rumah adalah status kepemilikan rumah yang dimiliki oleh keluarga miskin yang dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu rumah milik sendiri (skor 4), warisan dari orang tua (skor 3) numpang (skor 2) dan sewa (skor 1).

  • 8

    c. Umur adalah lamanya seseorang hidup (KK) yang dihitung mulai dia lahir sampai berlangsungnya penelitian.

    d. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang tinggal seatap dan berada dalam tanggungan kepala keluarga seperti ayah, ibu, anak, dan orang tua kalau ada.

    e. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh kepala keluarga. Variabel ini diukur dengan cara mengelompokkan pendidikan dalam empat kategori yang terdiri dari : tidak pernah sekolah (skor 1) sekolah dasar (skor 2) SLTP (skor 3) dan SLTA keatas (skor 4).

    f. Aksesibilitas yaitu kesempatan rumah tangga untuk memanfaatkan kelembagaan ekonomi yang ada di perkotaan. Kelembagaan ekonomi yang dimaksud adalah Bank Perkreditan, Koperasi Simpan Pinjam dan lain-lain. Aksesibilitas tersebut diukur dengan menggunakan daftar pertanyaan yang terdiri dari beberapa item yang menyatu pada fungsi masing-masing kelembagaan tersebut. Nilai variabel adalah nilai rata-rata yang berasal dari total skor dibagi dengan jumlah item.

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Deskripsi Karakteristik Sosial Ekonomi Responden

    Responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang beragam, baik dilihat dari umur, jumlah keluarga, pendidikan, agama, suku ataupun daerah asal. Responden penelitian sebahagian besar berada pada kelompok umur 34 51 tahun atau sekitar 70,27%, sedangkan menurut statistik pada tahun 2009 rata-rata umur kepala keluarga miskin di perkotaan berkisar 46 tahun. Berdasarkan hasil lapangan ini berarti sebagian besar kepala keluarga berada pada usia produktif. Usia ini adalah usia yang cukup matang, stabil sebagai kepala keluarga dalam hal mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Biasanya pada usia seperti ini seseorang sudah mempunyai emosional yang stabil dan ketetapan dalam bekerja serta berada pada puncak produktivitas.

    Dari jumlah anggota keluarga, ditemukan jumlah anggota keluarga terbanyak adalah 3 6 orang (81,04%) dan jumlah keluarga di atas 6 orang sebanyak 9,01%, dan sisanya di bawah 3 orang sebanyak 9,91%. Sedangkan jumlah rata-rata anggota keluarga adalah sebanyak 4,48 orang, angka ini berarti masih dibawah jumlah angka rata-rata nasional 5,1 orang (BPS, 2009). Besarnya jumlah anggota keluarga sekaligus menentukan jumlah tanggungan dalam keluarga akan turut mempengaruhi tingkat pendapatan rata-rata dan tingkat kemiskinan dalam keluarga.

    Pendidikan responden mayoritas SMP dan SMU dengan jumlah masing-masing 35,14% dan 39,64% (74,78%), di samping itu ada yang sampai perguruan tinggi/akademi sebanyak 17,12%, sedangkan yang berpendidikan SD adalah 8,10%. Sementara itu yang tidak pernah sekolah ditemukan ada 3 responden. Dengan demikian tingkat pendidikan responden berdasarkan kategori yang ditentukan sebahagian besar berada pada tingkat sedang, hal ini berarti sudah termasuk dalam kategori program wajib belajar 9 tahun. Agama dari responden kebanyakan

  • 9

    beragama Islam (83,79%) dan sisanya adalah agama kristen dan Hindu/Budha (14,41 dan 1,80 persen).

    Kondisi perumahan miskin dan kumuh di tiga kabupaten dan 1 kota pada daerah penelitian yaitu : Kabupaten Langkat (Kecamatan Pantai Gemi),

    Kabupaten Simalungun (Kecamatan Raya) dan Kabupaten Nias (Ulu Moro O)

    dan Kotamadya Medan (Kecamatan Medan Labuhan) tidak berbeda jauh dengan kondisi perumahan yang terdapat di kawasan miskin dan kumuh lainnya di Sumatera Utara. Disamping itu terdapat pemandangan yang kontras, dimana pemukiman miskin dan kumuh berada dibalik gedung bertingkat yang dipenuhi dengan berbagai kegiatan ekonomi yang sangat kompleks.

    Kalau dilihat dari kondisi rumah juga tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukan dari hasil studi yang dilakukan Bappeda kota Medan, sebahagian besar rumah terdiri dri rumah dengan dinding papan, lantai semen dan atap seng dengan luas bangunan kurang lebih 50 m2, luas tanah sebahagian besar < 100m2 atau sekitar 51,35% dan yang memiliki tanah seluas 150-200 m2 hanya sekitar 8,10%, sedangkan luas bangunan sebahagian besar adalah kurang dari 50 m2 atau sekitar 72,07%, dan yang memiliki luas bangunan lebih dari 100 m2 hanya 2,70%.

    Bila dilihat kondisi fisik bangunan rumah, rumah dengan dinding setengah batu lebih tinggi persentasenya yaitu 38,73%, kemudian diikuti oleh rumah dinding papan sebanyak 36,93%, rumah dengan tepas dijumpai sebanyak 19,81%, sedangkan rumah dengan dinding batu sebanyak 4,50%. Kemudian bila dilihat dari lantai rumah sebahagian besar lantai rumah semen (86,49%), dan juga dijumpai belantai tanah (13,51%). Atap rumah sebahagian besar adalah atap seng (72,07%) atap asbes 8,11% dan atap rumbia 19,82%.

    Secara keseluruhan kondisi rumah keluarga responden sangat tidak layak untuk dihuni dengan jumlah keluarga yang cukup banyak dengan luas bangunan yang sempit, kondisi rumah yang memprihatinkan, ditambah lagi dengan sanitasi dan kebersihan lingkungan yang tidak terpelihara. Dari status kepemilikan rumah responden dapat diketahui bahwa sebanyak 20 orang (18,02%) dari responden adalah rumah milik sendiri, 33 orang (29,73%) merupakan warisan dari orang tua, 36 orang (32,43%) menumpang dan menyewa sebanyak 22 orang (19,82%).

    Berdasarkan hal ini dapat dilihat yang merupakan rumah milik sendiri dan warisan orang tua berjumlah 47,75%, keadaan ini cukup menguntungkan bagi responden walaupun kondisi rumah tidak memadai namun buat sementara dapat mengurangi beban karena akan membantu mengurangi pengeluaran rutin rumah tangga berupa pembayaran sewa atau meringankan beban untuk menyediakan rumah bagi keluarga yang merupakan kebutuhan yang sangat penting. Banyaknya jumlah keluarga yang menumpang dan tidak memiliki rumah adaah merupakan suatu beban tersendiri bagi keluarga.

    Membicarakan ekonomi masyarakat, tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan yang dilakukannya, jumlah pendapatan yang diperoleh setiap bulannya, pola konsumsi, jumlah keluarga yang menjadi tanggungan, kemampuan untuk menabung serta aksesnya terhadap lembaga keuangan yang ada. Dari jenis pekerjaan responden sangat beragam dan paling banyak ditemui adalah pedagang (20,72%), kemudian tukang becak, mocok-mocok dengan jumlah yang sama, masing-masing 16,22%.

  • 10

    Kemudian dari jumlah pendapatan dapat dilihat bahwa pendapatan perkapita tertinggi sebahagian besar berada pada kategori rendah yaitu dengan tingkat pendapatan per kapita kurang dari Rp 157.500,- per kapita setiap bulannya (45,95%), yaitu kelompok paling miskin menurut kategori Sayogyo yang digunakan dalam penelitian ini.

    Ternyata sebahagian besar penghasilan digunakan untuk mengkonsumsi makanan yaitu berkisar 70 75 %, dan sisanya digunakan untuk pendidikan anak-anak, sewa rumah dan transportasi. Kalau sebahagian besar pendapatan digunakan untuk konsumsi dan pemenuhan kebutuhan pokok lainnya itu menandakan bahwa masyarakat tersebut masih hidup dalam kemiskinan. Kondisi ini juga menggambarkan betapa berat beban hidup yang ditanggung oleh keluarga miskin sehingga mereka sulit untuk punya keinginan lain kecuali hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok yang wajib mereka penuhi, terkadang itupun tidak dapat mereka penuhi, sedangkan untuk menabung yang seharusnya dilakukan oleh setiap keluarga guna pembentukan modal agar tingkat ekonomi keluarga dapat ditingkatkan, tidak dapat mereka lakukan.

    Selanjutnya akses terhadap lembaga keuangan yang besar kemungkinan berpengaruh terhadap ekonomi keluarga, dapat dilihat dari hasil data penelitian di lapangan ternyata sebahagian besar responden tidak mempunyai akses terhadap lembaga keuangan dan bahkan tidak pernah mendapat informasi mengenai peran dan fungsi lembaga keuangan yang ada untuk membantu ekonomi rakyat kecil (39,64%), sedangkan yang pernah menggunakan lembaga keuangan dan mendapat informasi mengenai peranan lembaga keuangan tersebut ada sebanyak (28,8%) dan 31,5 % adalah yang pernah berhubungan dengan lembaga keuangan namun tidak pernah mendapatkan informasi mengenai peranan lembaga tersebut. Betapa kecilnya peranan dan manfaat lembaga keuangan bagi masyarakat miskin, disamping kurang akses informasi, juga sejauh ini lembaga keuangan hanya dimanfaatkan sebagai tempat untuk mendapatkan pinjaman yang sifatnya konsumtif, bukan untuk penggunaan yang semestinya, masyarakat lebih sering menggunakan koperasi keliling yang beroperasi di wilayah mereka.

    4.2. Analisis Hasil Penelitian

    Estimasi untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variabel) dilakukan dengan menggunakan model probit bivariat. Hasil perhitungan analisis regresi berganda dengan menggunakan program Eviews Versi 4.1 dapat dilihat seperti data berikut : Kemiskinan = 1,989 0,006RMH + 0,170UM + 0,488JK 0,066PDD +

    0,041BANK Std. Error = (0.008) (0.053) (0.096) (0,092)

    (0,125) t-Statistic = (2,713)** (-3,190)** (5.097)*** (-2,715)** (-

    2,330)** McFadden R-squared = 0,8495 LR statistic (5df) = 16,547 Probability (LR stat) = 0.000

  • 11

    Keterangan :

    Angka dalam kurung (tanda bintang) adalah nilai signifikan *** Signifikan pada 1%

    ** Signifikan pada 5%

    Berdasarkan hasil estimasi di atas dapat menunjukan bahwa R2 = 0.8495 yang bermakna bahwa variabel kepemilikan rumah (RMH), umur (UM), Jumlah anggota keluarga (JK), pendidikan (PDD) dan akses lembaga keuangan (BANK) mampu menjelaskan variasi kemiskinan di Sumatera Utara sebesar 84,95 persen dan sisanya 15,05 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.

    Berdasarkan hasil uji simultan (serempak) yang dilakukan melihat signifikansi secara bersama-sama variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat (dependent variable). Dari estimasi tersebut diperoleh nilai prob (F-Statistik)

    sebesar 0.000 < 0,05 atau F hitung (16,547) > F tabel (2,81) yang berarti secara bersama-sama (kepemilikan rumah, umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan dan akses lembaga keuangan) dapat mempengaruhi kemiskinan dengan tingkat keyakinan 95 persen.

    Sebagaimana yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya, bahwa pengujian secara partial dilakukan dengan membandingkan nilai t- hitung dengan nilai t-tabel. Selain itu juga dilihat berdasarkan nilai signifikansi (sig) pada hasil estimasi. Berdasarkan uji partial (Uji t-statistik) dapat diketahui variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di Sumatera Utara.

    Secara partial, variabel kepemilikan rumah, umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan, dan akses terhadap lembaga keuangan berpengaruh secara signifikan terhadap strata kemiskinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan yang mempunyai pengaruh positif adalah umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan akses terhadap lembaga keuangan. Sedangkan faktor kemiskinan yang berpengaruh negatif adalah kepemilikan rumah dan tingkat pendidikan. Penjelasannya adalah sebagai berikut : a. Kepemilikan rumah (RMH) adalah status kepemilikan rumah yang dimiliki oleh

    keluarga miskin. Peningkatan status kepemilikan rumah akan mengakibatkan berkurangnya kemiskinan.

    b. Umur (UM) adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung mulai dari lahir sampai saat berlangsungnya penelitian. Peningkatan umur kepala keluarga miskin akan mengakibatkan peningkatan kemiskinan. Usia yang tinggi mengakibatkan kepala keluarga tersebut menjadi kurang produktif lagi dalam mencari kerja dan atau berkerja.

    c. Jumlah anggota keluarga (JK) adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang tinggal dan menetap di rumah keluarga miskin. Peningkatan jumlah anggota keluarga akan mengakibatkan peningkatan kemiskinan karena semakin besarnya angka pengeluaran atau biaya hidup yang harus dibayar.

    d. Pendidikan adalah jenjang pendidikan yang ditempuh oleh kepala keluarga. Skor tertinggi adalah SLTA keatas. Peningkatan jenjang pendidikan kepala keluarga akan mengakibatkan berkurangnya kemiskinan karena peluang bekerja

  • 12

    kepala keluarga tersebut bertambah begitu juga dengan ketrampilannya dalam berusaha.

    e. Akses terhadap lembaga keuangan adalah kesempatan rumah tangga untuk memanfaatkan kelembagaan ekonomi. Peningkatan akses terhadap lembaga keuangan akan mengakibatkan naiknya skor kemiskinan (skor 3 adalah miskin)

    4.3. Pembahasan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Sumatera

    Utara

    Sebagaimana halnya kota-kota besar lainnya di Indonesia, maka Sumatera Utara juga mempunyai satu permasalahan umum yaitu adanya pemukiman miskin dan kumuh. Kawasan ini terdapat di bantaran sungai, disamping itu juga terdapat di sepanjang rel kereta api. Tentu saja pemukiman miskin ini menjadi permasalahan kota tersendiri, terutama mengganggu keindahan. Pemerintah Sumatera Utara telah melakukan program-program perbaikan pemukiman miskin dan kumuh. Kawasan miskin dan kumuh merupakan kawasan yang mempunyai ciri dan karakteristik tersendiri yang membedakan dengan kawasan yang mempunyai berbagai sarana dan prasarana dan kondisi sosial yang berbeda dengan kawasan lainnya. Kawasan kumuh memperlihatkan kondisi kekumuhan atau kondisi ketidakteraturan kawasan yang salah satunya disebabkan oleh kondisi kemiskinan. Wajah dan bentuk Sumatera Utara saat ini tidak jauh berbeda dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Hal ini karena kota-kota di Indonesia pada umumnya berkembang tanpa dilandasi perencanaan kota yang menyeluruh dan terpadu. Kota tidak betul-betul dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu relatif pendek. Kondisi kekumuhan ini bukan hanya terjadi dibantaran sungai, namun juga di kawasan rel kereta api. Ini dapat terlihat jelas pada perjalanan kereta api ke Tebing Tinggi, disepanjang jalan daerah Sukaramai, sampai ke daerah Mandala. Hal yang sama juga terlihat di kawasan Medan Labuhan. Di daerah ini banyak terlihat industri yang cukup padat dan menimbulkan efek daerah kumuh. Pola pemukiman di kawasan miskin identik dengan pemukiman yang tidak teratur, dengan bangunan perumahan yang sangat padat, jarak antara rumah yang satu dengan yang lain sangat rapat, malah ada dinding yang menyatu dengan dinding ditetangga sebelah. Bentuk dan komposisi bangunan relatif sangat kecil dan sempit, dengan rata-rata lebar bangunan berkisar 4 5 meter dengan panjang yang variatif, namun juga sangat pendek. Seperti di kawasan kumuh sepanjang bantaran rel kereta api, rata-rata lebar bangunan adalah 4 meter dengan panjang 5 meter. Secara umum karakteritik tempat tinggal dapat dilihat dari kondisi dan bangunan rumah secara keseluruhan, seperti luas lantai, jenis dinding, atap, sumber air minum dan fasilitas sanitasi. Kondisi rumah yang ada di pemukiman miskin dan kumuh secara fisik sungguh sangat memprihatinkan. Dari hasil studi yang dilakukan Bappeda Kota Medan 2009 dilaporkan bahwa sebahagian baesar merupakan rumah setengah permanen dengan dinding atas adalah papan atau tepas. Ada juga sebagian yang seluruh dinding terbuat dari tepas. Kualitas rumah juga sangat rusak, untuk yang bercat, catnya sudah mulai memudar. Tata letak bangunan relatif tidak teratur, lantai rumah kebanyakan terbuat dari semen. Fasilitas rumah dengan ruang yang sangat terbatas, jumlah kamar 2 3 kamar sangat sempit yang dihuni rata-rata 5 7 orang anggota keluarga. Ruang

  • 13

    makan merangkap dapur, sedangkan untuk kamar mandi mereka menggunakan sumur diluar rumah atau sungai disekitar, begitu juga dengan jamban keluarga. Komponen penting yang umumnya dijumpai di kawasan kumuh adalah ketidaktersediaan sarana dan prasarana yang layak. Sarana dan prasarana itu mencakup :

    a. Sarana air minum b. Sanitasi dan drainase c. Fasilitas jalan d. Fasilitas sekolah e. Fasilitas kesehatan f. Fasilitas tempat bermain g. Fasilitas olah raga h. Tempat bersosialisasi.

    Hampir di seluruh kawasan miskin tidak terdapat atau sangat terbatas

    tersedianya air bersih dari PAM. Kebutuhan air bersih mereka dapatkan dengan membuat sumur pribadi ataupu sumur umum. Pada kawasan miskin, penduduk masih mempergunakan air sungai untuk kebutuhan MCK (mandi, cuci, kakus). Sedangkan untuk air minum mereka membeli, kondisi ini semakin memprihatinkan apabila terjadi banjir, air sungai tidak bisa dimanfaatkan, akhirnya untuk berbagai kebutuhan mereka harus membeli.

    Permasalahan sanitasi dan sarana drainase memperlihatkan kondisi tidak tersedianya tempat pembuangan sampah yang memadai ataupu seluruh parit yang layak dengan aliran air yang lancar sehingga air limbah rumah tangga sering tergenang. Penduduk kebanyakan membuang sampah ke pinggir sungai, disekitar rumah atau pada tanah kosong yang sempit disekitar rumah. Apabila turun hujan aliran parit dan got akan menggenangi kawasan pemukiman sehingga bau taksedap akan tercium dari tumpukan sampah yang berbaur dengan air yang tergenang. Kondisi ini akan membahayakan kesehatan. Seperti halnya di wilayah penelitian masalah sanitasi dan drainase tetap menjadi pemandangan yang kurang bagus.

    Kondisi fasilitas jalan di kawasan miskin berbeda dengan kawasan ideal dengan lebar jalan dan kualitas jalan aspal atau hotmix. Jalan di kawasan miskin terlihat sangat sempit dan kelebaran antara 1 3 meter, dengan bahan jalan terbuat dari semen bahkan tanah. Jalan hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua atau tiga seperti becak. Kalaupun ada jalan yang cukup lebar dan bisa dilalui oleh kendaraan roda empat, namun tidak didukung oleh pola pemukiman yang sehat dan teratur.

    Fasilitas pendidikan yang tersedia di kawasan miskin pada umumnya adalah sekolah dasar, letaknya dekat dengan pemukiman. Di lapangan dijumpai sekolah untuk tingkat SLTP dan SMU, seperti madrasah atau sekolah yang dikelola oleh swasta.

    Ketersediaan fasilitas kesehatan, biasanya sejenis puskesmas ataupun puskesmas pembantu yang terletak atau agak jauh dari kawasan. Penduduk cenderung membeli obat bebas kalau menderita sakit.

    Fasilitas tempat bermain, tempat berolahraga pada umumnya tidak tersedia secara memadai. Anak-anak biasanya bermain dengan mempergunakan jalan gang didepan rumah, sehingga sering menghambat jalan. Begitu juga tempat bersosialisasi mereka sering berkumpul ditmpat tetangga terutama ibu-ibu rumah

  • 14

    tangga untuk menghabiskan waktu mereka setelah habis bekerja.dan bagi kaum bapak melakukan sosialisasi di kedai-kedai kopi di sekitar pemukiman.

    Hal yang banyak terjadi adalah komposisi penduduk di kawasan miskin ini relatif sangat padat bila dibandingkan dengan kondisi idealnya suatu kawasan. Dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi maka realistisnya menimbulkan berbagai persoalan yang menyulitkan penduduk itu sendiri dan lingkungan.

    Bila dilihat dari jumlah anggota keluarga, rumah tangga miskin cenderung besar dengan banyak anak dan banyak anggota rumah tangga yang secara ekonomis tergantung. Hubungan antara kemiskinan dan jumlah anggota rumah tangga di dasarkan pada asumsi bahwa rumah tangga miskin cenderung mempunyai tingkat kelahiran yang tinggi dan tingkat kematian anak yang tinggi akibat kurangnya pendapatan dan akses kesehatan serta pemenuhan gizi yang kurang. Keadaan ini akan menghambat peningkatan sumber daya manusia masa depan. Menurut data statistik, secara umum jumlah anggota rumah tangga miskin di perkotaan Indonesia adalah 5,1 orang /kk (BPS, 2000)

    Kemudian salah satu komponen paling penting yang menyangkut prospek kesejahteraan rumah tangga adalah pendidikan, karena secara teoritis semakin tinggi pendidikan seseorang maka dia akan mempunyai peluang yang lebih baik dan sesuai dengan kemampuannya.

    Dari data statistik secara nasional pada tahun 1999, terlihat bahwa kepala rumah tangga miskin di perkotaan menunjukkan bahwa rata-rata lamanya pendidikan (sekolah) lebih lama, dengan kata lain tingkat pendidikannya lebih tinggi jika dibanding denga wilayah pedesaan.

    Karakteristik ekonomi penduduk dapat menggambarkan miskin atau tidaknya suatu keluarga. Beberapa karakteristik ekonomi penduduk / keluarga yang akan dilihat adalah jenis pekerjaan, pendapatan dan pola konsumsi.

    Jenis pekerjaan di kawasan kumuh biasanya penduduk bekerja di sektor informal yang tidak menghendaki persyaratan tertentu dan juga tidak menjanjikan pendapatan yang tetap untuk setiap harinya. Adapun jenis pekerjaan tersebut seperti buruh bangunan, tukang becak, supir, buruh pabrik, tukang botot, pedagang dan lain-lain. Ada juga yang bekerja sebagai pegawai swasta ataupun pegawai negeri golongan rendah (Bappeda Kota Medan, 2009)

    Menurut data statistik kepala rumah tangga miskin diperkotaan banyak terlibat di sektor jasa, sedang dipedesaan tergantung pada sektor pertanian. Juga di perkotaan kemiskinan lebih banyak ditemui pada rumah tangga yang bekerja sebagai buruh / karyawan yaitu sebesar 48,10% (BPS, 2009)

    Setelah jenis pekerjaan dapat dilihat lagi tingkat pendapatan penduduk miskin berdasarkan jenis pekerjaan akan turut mempengaruhi pendapatan, sulit sekali menentukan jumlah pendapatan bagi penduduk yang jenis pekerjaannya bukan sebagai pegawai. Dari hasil studi dilakukan Bappeda, rata-rata pendapatan mereka di kawasan ini adalah Rp 500,000,-sampai dengan Rp 600.000,- . penghasilan ini digunakan untuk membiayai 5 sampai 6 orang ini berarti kalau di bagi dengan rata-rata 5 orang jumlah anggota keluarga maka pendapatan perkapita keluarga adalah Rp. 100.000 Rp 120.000 per bulan. Penghasilan mereka juga terkadang terdiri dari penghasilan utama dari bapak ditambah dengan penghasilan dari istri dan anak mereka.

    Kemudian dari pola konsumsi keluarga miskin, dikatakan oleh Sutyastie dalam bukunya bahwa pola konsumsi makanan dan bukan makanan dari penduduk

  • 15

    miskin adalah sebesar 70,6% dan hanya 29,31% untuk konsumsi bukan makanan. Kondisi ini terjadi karena kondisi keluarga miskin masih menganggap kebutuhan makanan adalah kebutuhan utama merek dibandingkan dengan kebutuhan sekunder lainnya.

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan permasalahan, hasil dan pembahasan penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakteristik kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin di Sumatera Utara

    adalah sebagai berikut : a. Dari kepemilikan rumah, rata-rata rumah yang ditempati oleh penduduk

    miskin tersebut adalah rumah warisan orang tua dan menumpang yaitu sebanyak 62%. Dan luas bangunan pada umumunya < 50 m2 (72%) dengan kondisi yang tidak layak huni

    b. Sebahagian besar umur kepala keluarga (70,27%) berada pada kelompok umur 34 51 tahun, secara ekonomi kelompok ini termasuk dalam kelompok umur yang masih produktif

    c. Sebahagian besar jumlah anggota keluarga miskin adalah 3 6 orang yaitu sebanyak 81,04% dan rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 4,48 orang lebih kecil dari angka nasional 5,1 orang/KK

    d. Tingkat pendidikan kepala keluarga sebahagian besar adalah SMP dan SMA yaitu sebesar 74,78% dan masih terdapat KK yang belum/tidak pernah sekolah

    e. Dari jenis pekerjaan sebahagian besar adalah pedagang yaitu sebanyak 20,72 %, kemudian tukang becak dan mocok-mocok masing-masing 16,22 %. Tingkat pendapatan sebahagian besar berada di bawah Rp 157.500 perkapita perbulan yaitu 45,95%

    2. Dari hasil analisis kemiskinan (rumah tangga miskin) dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Secara bersama-sama (kepemilikan rumah, umur, jumlah anggota keluarga,

    pendidikan dan akses lembaga keuangan) dapat mempengaruhi kemiskinan dengan tingkat keyakinan 95 persen.

    b. Secara partial, variabel kepemilikan rumah, umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan, dan akses terhadap lembaga keuangan berpengaruh secara signifikan terhadap strata kemiskinan.

    c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan yang mempunyai pengaruh positif adalah umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan akses terhadap lembaga keuangan. Sedangkan faktor kemiskinan yang berpengaruh negatif adalah kepemilikan rumah dan tingkat pendidikan.

    d. R2 yang dihasilkan adalah 0.8495 yang bermakna bahwa variabel kepemilikan rumah (RMH), umur (UM), Jumlah anggota keluarga (JK), pendidikan (PDD) dan akses lembaga keuangan (BANK) mampu menjelaskan variasi kemiskinan di Sumatera Utara sebesar 84,95 persen dan sisanya 15,05 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.

  • 16

    5.2. Implikasi Kebijakan

    Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan melihat kondisi sosial budaya serta ekonomi masyarakat di Sumatera Utara, maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut :

    1. Rekomendasi kebijakan pertama diarahkan pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara demi tercapainya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Program kerja yang dapat dilakukan antara lain: (1) mempercepat belanja pusat yang dialokasikan pada sejumlah proyek infrastruktur dan memberdayakan usaha kecil menengah sektor-sektor produksi ; (2) mendukung dan memfasilitasi gerakan nasional penanggulangan kemiskinan

    2. Rekomendasi kedua adalah kebijakan penguatan sistem pendidikan nasional yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja. Kepada Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara bahwa kebijakan pendidikan harus diintegrasikan dengan kebijakan yang mengatur industri, ketenagakerjaan dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bentuk program kerja yang dapat dilakukan antara lain: keberadaan kredit mikro bagi para individu miskin yang dirancang dengan skema yang sedemikian sehingga memacu produktifitas dan daya saing dari individu miskin tersebut. Program ini dilakukan dengan koordinasi Bank Indonesia melalui berbagai program keuangan mikro (microfinance) bersama bank-bank pembangunan daerah (BPD) dan bank-bank perkreditan rakyat (BPR) bekerja-sama dengan lembaga-lembaga keuangan milik masyarakat seperti Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan (LDKP) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Program kerja lainnya adalah membuka akses tanah olahan bagi para individu miskin. Untuk keberhasilan program kerja ini, diperlukan suatu kebijakan land reform yang kondusif.

    3. Rekomendasi ketiga adalah kepada Dinas Ketenagakerjaan perlu adanya kebijakan yang mengatur pembangunan suatu kelembagaan perlindungan sosial bagi warga negara. Bentuk program kerjanya antara lain adalah jaminan asuransi, jaminan penanganan khusus untuk pemberikan kredit bagi para cacat untuk wira usaha dan regulasi lainnya terkait dengan upah minimum dan fasilitas minimum bagi para pekerja.

    4. Rekomendasi keempat adalah lembaga swadaya masyarakat yang berfokus kepada pengentasan kemiskinan sebaiknya berkoordinasi dengan pemerintah daerah merumuskan kebijakan yang memungkinkan adanya akses untuk menyuarakan aspirasi dan pendapat dari kalangan miskin (the poor). Bentuk program kerjanya antara lain pemberdayaan lembaga TKPKRI (Perpres 54/2005) secara lebih intensif yang akan memberikan akses pada terbentuknya forum-forum masyarakat miskin yang difasilitasi oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat dan/atau memberdayakan forum-forum sejenis yang telah terbentuk.

  • 17

    DAFTAR PUSTAKA

    Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Utara. 2007. Dukungan Provinsi Sumatera Utara Dalam Pemberantasan Kemiskinan. http://p3b.bappenas.go.id

    Badan Pusat Statistik. 2009. Berita Resmi Statistik Sumatera Utara.

    Boediono, 2002, Ekonomi Mikro : Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1, Edisi 2, BPFE. Yokyakarta.

    Criswardani Suryawati, 2005. Memahami Kemiskinan secara Multidimensional. http://www.jmpk-online.net/Volume_8/Vol_08_No_03_2005.pdf.

    Dian Satria, 2008. Modal Manusia dan Globalisasi: Peran Subsidi Pendidikan, http://www.diansatria.web.id/wp-content/uploads/2008/12/jurnal-indef-subsidi.pdf.

    Hasanuddin Rachman, 2005. Pengaruh Pengupahan Sebagai Langkah Strategis Stabilitas Dalam Hubungan Industrial. Jakarta

    Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2008. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. http://psc.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008_MAK3.pdf.

    Kaufman, Bruce. 2000. The Economics of Labor Markets, Fifth Edition, The Dryden Press. New York.

    Mudrajad Kuncoro, 2003. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. UPP AMP YKPN: Yokyakarta.

    M.Muh. Nasir, Saichudin dan Maulizar, 2008. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Rumah Tangga di Kabupaten Purworejo. Jurnal Eksekutif. Vol. 5 No. 4 Agustus 2008. Lipi. Jakarta.

    RasidinK. Sitepu dan Bonar M. Sinaga, 2004. Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia:

    Pendekatan Model Computable General Equilibrium. Http://ejournal.unud.ac.id/?modulc=detailpenelitian&idf=7&idj=48&idv=1818&idi=48&idr=1919.

    Sri Aditya N. P. 2010. Analisis Ketimpangan Antar Wilayah dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya Dengan Model Panel Data (Studi Kasus 35

    Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2000 2007) Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang

    Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan. Erlangga: Jakarta.

    Wongdesmiwati, 2009. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia: Analisis Ekonometrika. http://wongdesmiwati.files.wordpress.com/2009/10/pertumbuhan-

  • 18

    ekonomi-dan-pengentasan-kemiskinan-di-indonesia-_analisis-ekonometrika_pdf.