Upload
dangkhuong
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
KONFLIK PEDAGANG DENGAN PENGELOLA PASAR DALAM
REVITALISASI
PASAR WINDUJENAR SOLO
(Studi Deskriptif Kualitatif Konflik Pedagang Dengan Pengelola Pasar
Dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo)
Disusun Oleh :
FATWA NURUL HAKIM
NIM D0305029
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
PERSETUJUAN
Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Di Hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Dosen Pembimbing
Dra. L.V. Ratna Devi S, M.Si
NIP. 1960041419860122002
3
PENGESAHAN
Skripsi ini telah diterima dan disahkan oleh
Panitia Ujian Skripsi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari :
Tanggal :
Panitia Penguji
Dr. Mahendra Wijaya MS
NIP. 196007231987021001
(……………………..)
Ketua
Eva Agustinawati S.Sos, M.Si
NIP. 197008131995122001
(……………………..)
Sekretaris
Dra. L.V. Ratna Devi S. M.Si
NIP. 196004141986012002
(……………………..)
Penguji
Disahkan Oleh :
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Drs. H. Supriyadi SN. SU
NIP. 195301281981031001
4
MOTTO
“Bertahanlah kamu terhadap ulat niscaya kamu akan melihat
kupu-kupu”
(Fatwa Nurul Hakim)
Jadikanlah Sabar dan Sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya
yang demikian sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk (Q.S. Al. Baqarah : 45)
5
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah,
Puji syukur kehadirat Allah SWT
atas Rahmat dan
karunia-Nya
sehingga Skripsi ini
dapat penulis selesaikan
Kupersembahkan skripsi ini untuk :
Ayah dan Ibu tercinta, terima kasih atas semua petunjuk
Dan pendidikan Selama Proses Pendewasaan.
.
6
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Beranjak dari keinginan untuk mendalami masalah konflik sosial secara
sosiologis, serta memberikan sumbangan kepada Pasar Windujenar Solo, maka
dalam skripsi ini penulis mengambil judul Konflik Pedagang dengan Pengelola
Pasar dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo (Studi Deskriptif Kualitatif
Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar dalam revitalisasi Pasar Windujenar
Solo). Ketertarikan lainnya terhadap tema ini yaitu karena tema tersebut belum
banyak diangkat dan dikaji, karena adanya anggapan bahwa situasi konflik selalu
bersifat destruktif dan hanya akan membawa dampak negatif terhadap sistem
dalam masyarakat. Namun ternyata, konflik acapkali dihindari oleh masyarakat,
tidak selamanya bersifat destruktif . Konflik dapat fungsional serta merupakan
mata rantai ke arah perubahan dan pembangunan.
Dalam penyusunan skripsi ini, tentunya tidak lepas dari bantuan dan
dukungan serat doa dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Drs. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dra. L.V. Ratna Devi S, M.Si selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing
Penulisan Skripsi, terima kasih atas dukungan, masukan, kepercayaan,
ketelitian dan kesabaran yang penuh dalam membimbing dan mengarahkan
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen dan Staff karyawan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7
5. Bapak Ucok selaku Lurah Pasar Windujenar, terima kasih atas kerjasamanya
serta informasi-informasi yang sangat berguna bagi penulis
6. Bapak Bambang HP selaku Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Windujenar
(meskipun sekarang sudah berganti kepengurusan), terima kasih atas semua
bantuannya.
7. Semua informan pedagang Pasar Windujenar yang dengan tulus dan ikhlas
memberikan informasi kepada penulis.
8. Dinas Pengelola Pasar Pemerintah Kota Surakarta, terima kasih atas izin dan
data-datanya yang relevan.
9. Keluarga Lab UCYD, Bapak. Dr. Drajat Tri Kartono, Mas Agung, Mas Adi,
Mas Lilik, Mas Beni, mbak atik dan adik-adik 2008 terima kasih atas berbagai
pengalaman saya bisa bekerja menimba ilmu dan pengalaman.
10. Teman-teman Sosiologi FISIP UNS angkatan 2005 terima kasih atas
dukungannya.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari kesempurnaan memang masih jauh dalam penyusunan
skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan menambah khasanah keilmuan bagi penulis sendiri dan bagi
pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr Wb.
Surakarta, April 2010
Fatwa Nurul Hakim
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii
HALAMAN MOTTO.................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................. v
KATA PENGANTAR................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL........................................................................................ xii
DAFTAR BAGAN....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xiv
ABSTRAK.................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 9
E. Kajian Pustaka................................................................................... 9
1. Konsep yang digunakan…………………………………………. 9
a. Konflik……………………………………………………... 9
b. Manajemen………………………………………………… 12
9
c. Pedagang……………………………………………………….. 14
d. Pasar Tradisional………………………………………………. 16
F. Teori yang Digunakan. ……………………………………………. 18
1. Teori Konflik…………………………………………………... 18
G. Penelitian Terdahulu yang Menjadi Acuan………………………... 20
H. Definisi Konseptual………………………………………………... 24
I. Kerangka Berpikir…………………………………………………. 25
J. Metode Penelitian………………………………………………….. 27
1. Jenis Penelitian………………………………………………… 27
2. Lokasi Penelitian………………………………………………. 27
3. Unit analisis……………………………………………………. 27
4. Sumber Data…………………………………………………… 28
5. Teknik Pengumpulan data……………………………………... 28
6. Teknik Pengambilan Sample…………………………………... 30
7. Validitas data…………………………………………………... 31
8. Analisis Data…………………………………………………… 31
BAB II. DESKRIPSI LOKASI
A. Potret Pasar Windujenar…………………………………………… 36
1. Sejarah Pasar Windujenar……………………………………… 36
2. Letak Geografis………………………………………………... 37
3. Bangunan kios dan sarananya…………………………………. 38
4. Pemilik kios/Pedagang………………………………………… 39
5. Jenis Barang Dagangan………………………………………... 41
10
6. Permodalan……………………………………………………. 42
7. Pengunjung/Konsumen………………………………………… 43
8. Konsep Perancangan dan Perencanaan………………………… 44
9. Permasalahan Pasar Windujenar Saat ini……………………… 49
10. Perencanaan dan Perancangan…………………………………. 49
11. Informan Penelitian……………………………………………. 52
BAB III. HASIL PENELITIAN
A. Pasar Tidak Sekedar Sebuah Ruang……………………………….. 56
B. Konflik Pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar…………………. 57
1. Adanya event/pertunjukkan di Pasar Windujenar……………... 58
2. Pintu Kios Sebelah Timur di buka agar bisa dilihat 2 sisi…….. 62
3. Merasakan Sepi Pembeli Pasca revitalisasi pasar……………… 64
4. Penyempitan kios pedagang pasar Windujenar pasca
revitalisasi pasar………………………………………………..
68
5. Janji DPP bahwa Atrium akan digunakan sebagai tempat untuk
istirahat tamu dan tempat memajang barang dagangan yang
tergolong antic dan istimewa…………………………………...
70
6. Masalah Kios Pasar Windujenar……………………………….. 71
a. Kejanggalan dalam pengundian pasar Windujenar………... 71
b. Permintaan Pedagang yang dikelompokkan per Blok
Menurut Jenis barang dagangannya………………………..
74
c. Pedagang barang-barang berat agar ditempatkan di lantai
bawah……………………………………………………….
77
11
d. Ada Indikasi bahwa DPP memikirkan bisnis……………… 79
e. Retribusi Pasar Windujenar……………………………… 79
f. Brand image Pasar Windujenar sebagai pasar barang antic
yang merugikan pedagang………………………………….
80
C. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan Kontraktor…………. 81
1. Kebocoran saluran air………………………………………….. 82
2. Pintu kios yang sulit dibuka……………………………………. 83
3. Ventilasi dan Pencahayaan…………………………………….. 85
4. Depan kios pedagang ada tangga untuk ke lantai atas…………. 86
5. Pemborong dalam pembangunan pasar Windujenar kurang
professional……………………………………………………..
88
D. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan Pedagang Pasar
Windujenar…………………………………………………………
91
BAB IV. PEMBAHASAN………………………………………………… 96
BAB V. PENUTUP……………………………………………………….. 105
A. Kesimpulan……………………………………………………….. 105
B. Implikasi…………………………………………………………… 106
C. Saran………………………………………………………………. 109
DAFTAR PUSTAKA
12
DAFTAR TABEL
Bab I.1. Banyaknya Jumlah Los dan Kios di Pasar Tradisional di Kota
Surakarta Tahun 2008…………………………………………...
2
Bab I.2. Daftar Jumlah Pedagang Pasar Windujenar.................................. 40
Bab IV.1. Konflik pedagang pasar Windujenar dengan Dinas Pengelola
Pasar………………………………………………………..........
97
Bab IV.2. Konflik pedagang Pasar Windujenar dengan perwakilan pedagang pasar Windujenar……………………………………..
100
Bab IV.3. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan kontraktor……….. 101
13
DAFTAR BAGAN
Bab I.1. Kerangka Berfikir Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar
Windujenar........................................................................................
26
14
DAFTAR GAMBAR
Bab II.1. Denah lantai dasar Pasar Windujenar................................................ 47
Bab II.2. Denah lantai atas Pasar Windujenar.................................................. 48
Bab III.1. Sudut kios pasar Windujenar……………………………………….. 63
Bab III.2. Pintu kios pasar Windujenar yang diganti pedagang dengan rooling
door………………………………………………………………….
83
Bab III.3. Tangga yang berada di depan kios………………………………….. 87
Bab III.4. Tangga di depan kios yang telah dipotong besinya dan lebar tangga
yang sempit………………………………………………………….
88
Bab III.5. Saluran air yang ditambahkan oleh pedagang………………………. 89
Bab III.6. Sempitnya tangga yang hanya bisa dilewati 1 orang……………….. 90
Bab III.7. Pembangunan pasar Windujenar tahap 2 lantai 2…………………... 92
Bab III.8. Kios pasar Windujenar pada pembangunan tahap kedua yang sudah
ditempati pedagang………………………………………………….
95
15
ABSTRAK
FATWA NURUL HAKIM, D0305029, Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo (Studi Deskriptif Kualitatif Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar Dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo), Skripsi, FISIP, UNS, Surakarta 2010.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggambarkan Konflik Manajemen Pedagang Pasar Windujenar Solo. Penelitian ini menggambarkan perbedaan kepentingan yang menyebabkan konflik, pihak-pihak yang berkonflik yang terhubung sehingga terjadi konflik Manajemen. Sistematika Skripsi ini dibagi dalam lima bab . Bab I menggambarkan latar belakang dan metodologi yang digunakan, Bab II membahas deskripsi lokasi Pasar Windujenar Solo, Bab III menjelaskan hasil penelitian, Bab IV menjelaskan pembahasan dan Bab V penutup yang berisi kesimpuan, implikasi dan saran.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah berdasarkan Purposive sampling. Informan yang diambil adalah merupakan informan yang memiliki latar belakang yang sesuai dengan kebutuhan peneliti.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konflik Dahrendorf, dimana Dahrendorf melihat konflik terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara kelompok dalam (in-group) dan kelompok luar (out group). Sifat konflik Dahrendorf ini memunculkan integrasi kelompok dalam (in-group).
Konflik yang terjadi di Pasar Windujenar adalah konflik yang bersifat langsung dan konflik tidak langsung. Konflik langsung terjadi antara pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar. Konflik ini muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar. Pedagang merasa Pasca Revitalisasi, pasar Windujenar masih sepi pembeli, sebaliknya DPP berkeinginan untuk merubah pasar Windujenar yang sebelumnya masih kotor, kumuh dan becek, sekarang menjadi bersih, modern, rapi. Konflik langsung di pasar Windujenar terjadi antar pedagang, penyebabnya ada perwakilan pedagang (yang sudah ditunjuk oleh beberapa pedagang) untuk mewakili aspirasi pedagang dalam revitalisasi pasar Windujenar tahap kedua, ada semacam keinginan dari perwakilan pedagang untuk menempati kios yang dekat dengan akses jalan. Niat perwakilan pedagang pasar Windujenar itu akhirnya tidak tercapai karena DPP telah mempertemukan 15 SHP pembangunan tahap II pasar Windujenar dan mengembalikan kios pedagang seperti semula.
Konflik tidak langsung yang terjadi di pasar Windujenar antara pedagang pasar Windujenar dengan Kontraktor Pasar Windujenar. Kontraktor pada dasarnya ditunjuk oleh DPP melalui proses lelang. Konflik ini terjadi karena pedagang merasa kontraktor dalam pembangunan Pasar Windujenar dianggap tidak professional.
16
ABSTRACT
FATWA NURUL HAKIM, D0305029, Merchant Conflict with pengelola pasar in revitalization Windujenar Market (Describtive Qualitative Study of Merchant Conflict with pengelola pasar in revitalization Windujenar Market Solo), Thesis, FISIP, UNS, Surakarta 2010.
This research is a descriptive-qualitative which describes Merchant Conflict Management of Windujenar Market Solo. This research describes the difference bussiness which causes conflict, the stake holder who connected so the management conflict happened. The sistematics of this thesis are devided in 5 chapters. Chapter I describes background and metodology that that is used, chapter II describes the location of Windujenar Market Solo, chapter III describes the result of the research, chapter IV describes the explanatio and chapter V is closing contains of conclution, implication and suggestion.
Sample taking in this research based on Purpossive sampling. The informants which are taken are those who have a suitable background for the researcher’s need.
The theory that is used in this reserach is Dahrendorf’s conflict theory, Dahrendorf saw conflict happend because of difference bussines between in-group and out group. The outlook of Dahrendorf’s conflict raised group integrity for in-gruop
Conflict that is happened in Windujenar Market is a direct conflict and undirect. Direct conflict happened between merchant and Dinas Pengelola Pasar. This conflict raised because of difference business between merchants and Dinas Pengelola Pasar. The merchants feel post-revitalization, Windujenar Market is still has no really much buyers, otherwise DPP wanted to change Windujenar Market which is still dirty, slum and muddy before, to be clean, modern, tidy. Direct conflict in Windujenar Market happened between the merchants. The cause is there was a merchant representative (that has already pointed) to represent aspiration of the merchants in second step revitalizing of Windujenar Market, there is any kind of intensions from merchant representative to dwell a kiosk which is near to road access. The intention of the representative of Windujenar merchants is not finally reached because DPP has met 15 development SHP part II of Windujenar market and restore merchants kiosk as before.
Undirect conflict happened in Windujenar Market between Windujenar merchants with contractor of Windujenar market, Contractor firstly pointed by DPP by auction process. This conflict happened because the merchants feel that the contractor in Windujenar market developing supposed to be unprofessional.
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar Windujenar merupakan pasar tradisional yang berada di kota Solo,
terletak di Kalurahan Keprabon Kecamatan Banjarsari. Memiliki nilai sejarah
karena keberadaannya berhadapan dengan Keraton Mangkunegaran. Pasar
Windujenar merupakan pasar tradisional yang khas, lain dengan pasar-pasar
tradisional lainnya dan juga menjadi identitas tersendiri atas dunia pariwisata di
kota Solo, di kota Yogyakarta dan Semarang tidak ada pasar barang antik seperti
Pasar Windujenar, hal ini karena nilai jual terletak pada existing-nya.1
Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta untuk mempercantik kota berimbas
pada di revitalisasinya pasar-pasar tradisional di kota Solo, salah satunya adalah
Pasar Windujenar. Sepanjang Jalan Slamet Riyadi telah dipercantik dengan city
walk nya, Gladak Langen Bogan (Galabo) dengan aneka makanan khasnya dan
Jalan Diponegoro dengan Night Marketnya. Kebijakan ini merupakan bukti
keseriusan Pemerintah Kota Surakarta untuk menata dan mempercantik Kota
Solo. Adapun data mengenai Pasar-pasar tradisional yang berada di Kota
Surakarta berdasarkan kelas,jumlah los, dan kios.
1 Menurut Zainal, existing Pasar Triwindu sejak berdiri hingga saat ini bukan sekadar sebagai ruang ekonomi. Pasar Triwindu juga menjadi ruang komunitas warga untuk bertukar pikiran, bercengkerama, bergurau dan bersilaturahmi. Dalam tataran praksis, warga yang datang ke Pasar Triwindu belum tentu bermaksud membeli barang antic tertentu. Banyak warga yang datang ke Pasar Triwindu sekadar inginberdiskusi tentang barang antic tertentu. Forum-forum inilah yang membangun atmosfer yang sangat khas di Pasar Triwindu sebagai Pasar barang antik. (Solopos, Kamis, 15 Juni 2006. Berita tentang : DPRD dukung pedagang Triwindu)
18
Tabel I.1. Banyaknya Jumlah Los dan Kios di Pasar Tradisional di Kota Surakarta
Tahun 2008
POTENSI Petak
PASAR KELAS LUAS
TANAH (m2) Los Luas
(m2) Kios Luas
(m2) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Legi IA 16.640 1.542 7.746,50 236 4.337,25 2 Klewer IA 13.642 2.210 2.562,75 3 Singosaren IB 4.900 254 2.067,77 4 Notoharjo IB 10.800 1.018 a) 6 5 Gede IB 5.821 633 3.875,50 108 1.732,65 6 Nusukan IB 6.531 666 2.664,00 204 2.136,00 7 Harjodaksino IB 8.997 979 2.936,00 80 776,00 8 Jongke IB 12.253 786 3.144,00 97 9 Rejosari IIA 248 161 781,50 24 229,00
10 Turisari IIA 2.750 253 883,00 36 439,50 11 Purwosari IIA 1.272 189 570,00 14 181,00 12 Sidodadi IIA 844 247 522,00 29 239,00 13 Ledoksari IIA 499 42 126,00 20 399,00 14 Kadipolo IIB 150 439 1.317,00 7 47,00 15 Tanggul IIB 2.400 145 600,00 9 125,00 16 Depok IIB 4.480 281 1.026,00 17 Kabangan IIB 1.833 132 648,00 47 566,00 18 Penumping IIB 1.200 114 457,00 2 21,00 19 Ayam IIB 11.220 320 2.400,00 0 20 Kliwon IIB 2.301 168 672,00 94 657,00 21 Jebres IIB 1.461 120 464,00 18 310,50 22 Kembang IIB 1.409 80 376,00 38 330,84 23 Ayu Balapan IIB 35 344,20 24 Proliman IIB 154 828,00 25 Mebel IIB 6.820 67 1.961,00 18 504,00 26 Windujenar IIB 1.531 212 1.470,00 27 Ngemplak IIIA 947 57 181,50 14 120,00 28 Mojosongo IIIA 1.088 180 605,00 11 84,00 29 Bangunharjo IIIA 1.116 44 176,00 5 48,00 30 Sidomulyo IIIA 3.365 59 336,50 31 Gading IIIA 2.293 132 524,00 33 226,50 32 Sangkrah IIIA 1.122 140 6.563,00 4 51,00 33 Tunggulsari IIIA 740 145 226,50 19 200,50 34 Jurug IIIA 700 36 252,20 35 Dawung IIIA 36 Mojosongo IIIB 1.458 126 384,00 3 36,00
19
Perumnas 37 Ngumbul IIIB 450 42 126,00 11 825,00 38 Bambu IIIB 39 Besi IIIB 15.120 255 11.195,00 40 Joglo IIIB 101 61 209,25 29 377,50 41 Cinderamata 2.153 121 906,00 86 663,00
Sumber : Solo dalam angka 2008
Menurut table diatas Pasar Windujenar tergolong pasar dengan kelompok
Kelas IIB dengan luas tanah 1.531 m2. Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta
untuk merevitalisasi Pasar Windujenar menuai kontra dengan pedagang Pasar
Windujenar. Pedagang Pasar Windujenar menginginkan untuk renovasi sebagian
pasar saja yaitu perbaikan atap dan saluran air, alasannya adalah pengunjung pasar
Windujenar mayoritas wisatawan asing yang apabila masuk ke pasar Windujenar
harus menunduk karena atapnya rendah, dan sanitasi air juga perlu di renovasi
karena apabila hujan air akan menggenang, sehingga pedagang lebih banyak diam
di kios dan tidak dapat melayani pembeli.2 Pedagang mengharapkan revitalisasi
Pasar Windujenar ini tidak menghilangkan nilai sejarah dari Pasar Windujenar.
Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan karena semakin hari keadaan pasar
yang sering menjadi tujuan turis asing itu tidak membaik, justru semakin tidak
menentu dan ditambah dengan adanya peristiwa bom Bali 1 dan bom Bali 2.3.
2 Lihat, Suara Merdeka, Jumat 16 Juni 2006, berita tentang : Pedagang Triwindu ingin renovasi sebagian
3 senada dengan pernyataan Eni yang menyatakan bahwa kondisi pasar yang semakin memburuk dan bertambah sepi. Ada juga pedagang yang selama 2 hari tidak didatangi oleh pembeli, hal ini dialami oleh Ratna yang menjual berbagai macam benda pecah belah dari bahan Kristal di pasar Triwindu. Selama dua hari praktis dia hanya menunggu tokonya, tidak ada barang yang terjual. Jangan kan ada yang membeli, yang melihat-lihat aja tidak ada, kata wanita yang asal Mangkubumen Wetan, Kecamatan Banjarsari itu. (Suara Merdeka, Kamis, 3 Juli 2003 berita tentang : Sepi, Pedagang barang antic mengeluh)
20
Pendapatan pedagang pasar Windujenar Solo mengalami penurunan drastis,
pedagang yang pendapatannya turun adalah pedagang onderdil sepeda motor
bekas, sementara pedagang cinderamata dan barang antik mengalami penurunan
drastis antara 60%-70%.4
Permasalahan yang dialami pedagang itulah yang memicu Pemerintah
Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar Windujenar, dengan direvitalisasinya
Pasar Windujenar diharapkan dapat mengubah persepsi masyarakat dari semula
terlihat kumuh, sempit, dan kotor, menjadi pasar yang modern, luas, dan bersih.
Langkah pertama Pemerintah Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar
Windujenar adalah merelokasi pedagang Pasar Windujenar ke kawasan bekas
studio Srimulat Sriwedari. Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta untuk
merelokasi pedagang Pasar Windujenar ke kawasan bekas studio Srimulat
Sriwedari, menimbulkan reaksi dari pedagang Pasar Windujenar. Pedagang
mengkhawatirkan keamanan barang-barangnya, karena letak kawasan bekas
studio Srimulat Sriwedari terlalu terbuka, tetapi kekhawatiran pedagang pasar
Windujenar dapat teratasi karena Dinas Pengelola Pasar Kota Surakarta telah
membentuk team untuk menjaga barang-barang dagangan Pasar Windujenar.5
4 “kasus bom Bali dampaknya hingga kini masih terasa. Turis Mancanegara yang biasanya banyak datang, saat ini hanya beberapa saja yang belanja di Pasar Triwindu” kata Pengurus Paguyuban Pedagang Pasar Triwindu (P3T), Sunarto. Menurut dia sebelum terjadinya bom Bali, setiap pedagang cinderamata dan barang antic sebulan bisa memperoleh hingga jutaan rupiah. Namun sekarang ini dalam sebulan bisa memperoleh Rp.300.000,- saja sudah bagus. “Pengaruh bom Bali itu hingga saat ini masih dirasakan, imbuh dia. (Suara Merdeka, Kamis, 12 Mei 2005 berita tentang: penjualan cinderamata di Triwindu turun)
5 "Untuk mengamankan dagangan barang-barang antik milik pedagang di pasar darurat itu telah dibentuk tim khusus keamanan yang berjaga dalam tiga kelompok," kata Kepala Dinas Pengelola
21
Kekhawatiran pedagang Pasar Windujenar tidak hanya itu saja, ada pemasalahan
yang muncul karena adanya kebijakan Pemerintah Kota Surakarta yang
merevitalisasi Pasar dengan konsep membangun Pasar Windujenar menjadi 2
lantai. Pembangunan pasar menjadi 2 lantai dapat menyebabkan perebutan kios,
karena pedagang merasa kios yang berada di bawah pasti akan lebih ramai dan
lebih sering dikunjungi oleh pembeli. Permasalahan yang lain dalam revitalisasi
Pasar Windujenar adalah sebagai berikut :
Permasalahan pertama, adanya perebutan kios diantara pedagang Pasar
Windujenar terjadi karena di Pasar Windujenar terdapat 2 macam pedagang yaitu
pedagang barang-barang antik dan pedagang onderdil motor. Kedua pedagang ini
memperebutkan untuk mendapatkan kios yang berada di lantai bawah, umumnya
di pasar Tradisional kios yang ramai adalah kios yang berada di lantai bawah
padahal dari Dinas Pengelola Pasar telah mengatur letak kios yaitu pedagang
barang-barang antik berada di lantai atas dan pedagang onderdil berada di lantai
bawah, tetapi pedagang barang antik tidak terima dengan alasan bahwa
kecenderungan pasar yang dikunjungi oleh konsumen adalah yang berada di lantai
bawah.
Kedua, meskipun Pasar Windujenar telah di revitalisasi namun tidak
mengubah luas lahan dan luas kios, Pasar Windujenar dirasa sempit meskipun
pasar Windujenar telah memiliki 2 lantai, hal ini dikarenakan lahan yang dipakai
Pasar Kota Surakarta Satriyo Teguh Subroto di Solo, Senin (19/5). Tim yang berjaga di pasar darurat ini beranggotakan enam orang dan dibantu para pedagang. Pengamanan diutamakan pada malam hari karena kawasan tersebut terbuka. (Kompas, Senin, 19 Mei 2008 berita tentang : Bekas Gedung Srimulat Jadi Pasar Benda Antik)
22
untuk kios dikurangi luasnya untuk lahan parkir, memang parkir bisa dianggap
sebelah mata, tapi parkir yang tertata rapi berdampak pada keindahan pasar
Windujenar Solo.
Ketiga, Penentuan harga kios dari Dinas Pengelola Pasar antara pedagang
lama dan pedagang baru masih belum diketahui oleh pedagang Pasar Windujenar.
Pedagang khawatir bila Dinas Pasar Pemerintah Kota Surakarta memberikan
harga kios yang sama antara pedagang yang lama dengan pedagang baru yang
berada di Pasar Windujenar. Pedagang yang sudah lama berjualan di Pasar
Windujenar berharap agar Dinas Pengelola Pasar Pemerintah Kota Surakarta tidak
memberikan harga kios yang mahal, karena pedagang lama itu telah bertahun-
tahun berdagang di Pasar Windujenar, kemudian pedagang lama itu berpendapat
agar para pedagang yang baru menempati pasar Windujenar itulah yang
dikenakan harga kios.6
Keempat terdapatnya pedagang oprokan merupakan salah satu contoh riil
yang terjadi di Pasar Windujenar, padahal Pemerintah Kota Surakarta dan
stakeholder telah mengatur kios untuk pedagang, selain itu mekanisme penentuan
harga kios juga harus jelas, karena apabila penentuan harga kios tidak jelas maka
pedagang oprokan di Pasar Windujenar akan semakin bertambah. Peran
Pemerintah Kota Surakarta dan Stakeholder sebagai pembuat kebijakan
diharapkan tidak ada yang dirugikan. Untuk meramaikan kembali Pasar
Windujenar setidaknya ada semacam upaya publikasi terhadap Pasar Windujenar,
6 Selain itu, kami juga mengkhawatirkan biaya-biaya lainnya seperti tingginya retribusi, biaya kios dan lain-lain. Namun intinya, perombakan akan merugikan pedagang,”jelas Likman (Solopos, Rabu, 14 Juni 2006. Berita tentang : Pedagang Triwindu Tolak Perombakan)
23
seperti pembuatan gapura besar di Jalan Slamet Riyadi sebagai penunjuk arah
keberadaan Pasar Windujenar.7
Sebagian besar pedagang Pasar Windujenar yang direlokasi di kawasan
bekas Studio Srimulat Sriwedari, mengeluhkan kondisi penjualan mereka yang
anjlok drastis. Omset penjualan mereka terjun bebas bahkan mencapai 100% per
harinya. Lokasi yang kurang strategis menjadi faktor utama lesunya penjualan.
Gimin, 40, pedagang pipa ledeng atau nonbenda antik, Minggu (19/4), mengaku
dirinya belum menerima pembeli yang datang satu pun. Kondisi tersebut tidak ia
rasakan hari kemaren saja, melainkan juga terjadi pada hari-hari sebelumnya.
Setelah dipindah ke sini (kawasan Sriwedari –red) penjualan sepi. Lokasinya yang
tidak sebagus di pasar Windujenar (Jl. Diponegoro Solo), jalurnya susah. Di sisi
lain, banyak pembeli dari luar kota yang tidak tahu lokasi baru, “keluhnya. Hal
senada juga di ungkapkan oleh pedagang lainnya, Philipus Sukijo, 59. Ia mengaku
dalam sepekan ia bisa sampai lima hari dirinya tak memperoleh pembeli, kalau
pun ada, omzetnya jauh berkurang. Ia mengaku semasa di lokasi lama
pendapatannya bisa mencapai Rp. 100.000 lebih per hari. Namun Pascarelokasi
tidak mencapai Rp. 20.000/hari, itupun kalau ada pembeli. “Sebenarnya lokasinya
lebih enak disini, karena lebih luas. Di tempat yang lama lebih sempit tapi jauh
lebih ramai, “ungkapnya.8
7 Lihat Solopos, Rabu, 14 Juni 2006. Berita tentang : Pedagang Triwindu tolak perombakan.
8 Lihat. Solopos, Senin 20 April 2009
24
Dengan fenomena yang terjadi di Pasar Windujenar itu maka saya selaku
peneliti tertarik untuk penelitian mengenai konflik manajemen pedagang Pasar
Windujenar Solo.
B. Rumusan Masalah
Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar
Windujenar berdampak adanya suatu masalah dan kekhawatiran yang dialami
oleh pedagang Pasar Windujenar, kekhawatiran ini di karenakan tidak sesuainya
antara Pemerintah Kota Surakarta selaku pembuat kebijakan dengan Pedagang
Pasar Windujenar yang terkena dampak dari revitalisasinya Pasar Windujenar
Solo. Permasalahan yang menonjol adalah terkait dengan konflik manajemen
pedagang Pasar Windujenar Solo. Masalah yang muncul adalah :
“Bagaimana konflik pedagang dengan pengelola pasar dalam revitalisasi Pasar
Windujenar Solo”.
C. Tujuan Penelitian
1. Mapping konflik pedagang dengan pengelola pasar dalam revitalisasi Pasar
Windujenar Solo
2. Sebagai analisa konflik pedagang dengan pengelola pasar dalam revitalisasi
Pasar Windujenar Solo
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pedagang Pasar Windujenar
a. Memberikan pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan manajemen
Pemerintah Kota Surakarta.
25
b. Sebagai bahan acuan tentang cara menyikapi kebijakan Manajemen Pasar
Windujenar Solo.
2. Bagi Pemerintah Kota Surakarta
a. Memberikan masukan dan gambaran ide kepada pemerintah sebelum
membuat kebijakan manajemen.
b. Memberikan pengetahuan dalam penyuluhan di Paguyuban Pasar
Windujenar Solo.
3. Untuk memenuhi syarat-syarat guna mencapai gelar sarjana Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
E. Kajian Pustaka
1. Konsep yang Digunakan
Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Konflik
Konflik adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai
dan keyakinan yang muncul sebagai formasi yang baru yang ditimbulkan
oleh perubahan sosial yang muncul bertentangan dengan hambatan yang
diwariskan (Miall, 2000;7-8)
Webster (1966), istilah “conflict” didalam bahasa aslinya berarti
suatu perkelahian, peperangan, atau perjuangan yaitu berupa konfrontasi
fisik maupun non fisik antara beberapa pihak. “Tetapi arti kata itu
kemudian berkembang dengan masuknya ketidaksepakatan yang tajam
26
atau oposisi atas berbagai kepentingan ide, dan lain-lain”, dengan kata
lain, istilah tersebut sekarang juga menyentuh aspek psikologis dibalik
konfrontasi fisik yang terjadi, selain konfrontasi fisik itu sendiri. Secara
singkat istilah “conflict” menjadi begitu meluas sehingga beresiko
kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep tunggal.
Definisi Webster yang kedua tentang konflik adalah persepsi
mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau
suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat
dicapai secara simultan. Mencoba menjelaskan asal mula terjadinya
perbedaan kepentingan dari apa yang dipersepsikan oleh pihak-pihak yang
berkonflik.
Sanderson mengatakan bahwa konflik merupakan pertentangan
kepentingan antara berbagai individu dan kelompok sosial, baik yang
mungkin pecah menjadi konflik terbuka atau kekerasan fisik. Konflik
merupakan hubungan antara dua atau lebih, baik itu individu maupun
kelompok dimana mereka mempunyai tujuan dan kepentingan yang
bertentangan.
Ichsan Malik dalam buku menyeimbangkan kekuatan pilihan
strategi menyelesaikan konflik atas sumber daya alam. Konflik Dilihat dari
sifatnya dibedakan menjadi dua yaitu konflik laten dan konflik manifest.
Konflik laten adalah konflik yang tertutup atau belum mencuat ke
permukaan, misalnya konflik kesenjangan dalam pengupahan antara
pekerja perempuan dalam pekerja laki-laki dalam suatu perusahaan yang
27
berlangsung secara diam-diam dan tertutup oleh dominasi patrimonial
yang pada suatu saat akan menjadi konflik terbuka. Sedangkan konflik
yang bersifat manifest adalah konflik yang terbuka dan sudah mencuat ke
permukaan, sehingga masyarakat yang berada di sekitarnya mengetahui
konflik tersebut. Adapun Dilihat dari asal mula konflik dibedakan menjadi
dua, yaitu konflik langsung dan konflik tidak langsung. Konflik langsung
adalah konflik yang terjadi tidak melalui perantara pihak ketiga, tetapi
konflik tidak langsung adalah konflik yang terjadi ada pihak ketiga, jadi
ada perantara dalam konflik itu.
Uraian konsep konflik diatas dapat di tarik suatu kesimpulan
bahwa konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih, baik itu
individu maupun kelompok yang memiliki sasaran dan kepentingan yang
berbeda. Jadi dalam penelitian konflik manajemen pedagang Pasar
Windujenar Solo ini ada suatu ketidaksesuaian antara kebijakan
Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Pengelola Pasar dengan
Pedagang Pasar Windujenar Solo, yang masing-masing mempunyai tujuan
dan kepentingan yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan pedagang
yang menyatakan penolakan mengenai ide perombakan pasar.9
b. Manajemen
9 Komisi III dan komisi IV DPRD Solo mendukung sikap pedagang Pasar Triwindu yang menolak wacana perombakan pasar tersebut. Pasalnya, perombakan dinilai justru akan kontraproduktif terhadap eksistensi Pasar Triwindu (Solopos, Kamis Pon, 15 Juni 2006, Berita tentang: soal penolakan terhadap ide perombakan pasar; DPRD dukung pedagang Triwindu)
28
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan
penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.10 Maksud organisasi dari
penelitian ini adalah organisasi merupakan institusi pengambil kebijakan
dalam hal ini adalah Dinas Pengelola Pasar.
Terry G mengatakan (dalam Endang Siti Rahayu, 2003) bahwa
manajemen adalah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
melalui usaha-usaha orang lain. Dalam ensiklopedi administrasi,
manajemen adalah segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang
dan menggerakkan fasilitas dalam usaha kerjasama untuk mencapai tujuan
tertentu. Sehingga dalam pengelolaan pasar Windujenar pembuat
kebijakan yaitu Dinas Pengelola Pasar harus bisa berdialog atau
bersosialisasi terlebih dahulu mengenai konsep apa yang akan diterapkan
di Pasar Windujenar, apakah kebijakan itu dapat mengarah ke progress
atau regress. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, manajemen adalah
pemanfaatan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan atau
sasaran yang dimaksud. Sumber daya ini meliputi stakeholder yang terlibat
di pasar Windujenar yang sesuai dengan pemanfaatan modal social (social
capital) yang meliputi nilai tanggung jawab, kebersamaan dan kejujuran
dalam pengelolaan Pasar Windujenar. Dalam kamus sosiologi, manajemen
10 James A.F. Stoner, Management, Prentice/ Hall International, Inc, Englewood Cliffs, New York, 1982, halaman 8
29
dimaksud sebagai system pengendalian untuk mencapai tujuan tertentu
(Soerjono Soekanto, 1983)
Atas dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk
menentukan, mengintepretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi
dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), dan pengawasan (controlling). Dalam
penelitian ini terjadi suatu ketidaksesuaian dari pelaku pengambil
kebijakan untuk Pasar Windujenar dari segi perencanaan,
pengorganisasian, dan pengawasan dengan pedagang Pasar Windujenar,
karena pedagang merasa ada ketidaknyamanan dari segi pengelolaan.
Karena fungsi-fungsi manajemen menurut Henry Fayol ada lima, yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan
pengawasan.
c. Pedagang
Pasar tempat jalinan hubungan antara pembeli dan penjual serta
produsen yang turut serta dalam pertukaran. Mereka melakukan transaksi
tukar-menukar, baik pada suatu tempat maupun pada suatu keadaan yang
lain. Dalam ilmu ekonomi pasar itu dibagi menjadi dua golongan :
1. pasar yang nyata, yakni tempat para penjual dan pembeli berkumpul
untuk berjual beli akan barang-barangnya.
30
2. Pasar Nirkala, yang abstrak. Barang diperdagangkan tidak sampai di
pasar. Jual beli berlaku langsung atau hanya menurut contoh barang
(Dien Majid, 1988) dalam penelitian ini berfokus pada pasar nyata,
maka penjual dan/pedagang pasar menjadi elemen penting yang
menentukan gerak pasar.
Menurut Damsar (1997) pedagang adalah orang atau institiusi yang
memperjual belikan produk atau barang, kepada konsumen baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pedagang dibedakan menurut jalur
distribusi yang dilakukan yaitu:
1. Pedagang distributor (tunggal) yaitu pedagang yang memegang hak
distribusi satu produk dari perusahaan tertentu.
2. Pedagang (partai) besar yaitu pedagang yang membeli suatu produk
dalam jumlah besar yang dimaksudkan untuk dijual kepada orang lain.
3. Pedagang eceran yaitu pedagang yang menjual produk langsung
kepada konsumen.
Menurut Geertz (1963), Mai dan Buchholt (dalam Damsar, 1997)
disimpulkan bahwa pedagang dibagi atas:
1. Pedagang professional yaitu pedagang yang menganggap aktivitas
perdagangan merupakan pendapatan dari hasil perdagangan
merupakan sumber utama dan satu-satunya bagi ekonomi keluarga.
Pedagang professional mungkin saja ia adalah pedagang distributor,
pedagang partai besar atau pedagang eceran.
31
2. Pedagang semi professional adalah pedagang yang mengakui
aktivitasnya untuk memperoleh uang tetapi pendapatannya dari hasil
perdagangan merupakan sumber tambahan dari ekonomi keluarga.
3. Pedagang subsistensi merupakan pedagang yang menjual produk atau
barang dari hasil aktivitas atau subsistensi untuk memenuhi ekonomi
rumah tangga. Hasil dari penjualan ini dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan subsistensi.
4. Pedagang semu adalah orang yang melakukan kegiatan perdagangan
karena hobi atau untuk mendapatkan suasana baru atau mengisi waktu
luang.
Geertz (1973) juga menyatakan bahwa peranan pedagang dalam
suatu pekerjaan bersifat non amatir, memerlukan kecakapan teknis dan
membutuhkan segenap waktu. Adapun hubungan antara pedagang itu
bersifat spesifik : ikatan-ikatan komersial itu sama sekali dipisahkan dari
ikatan-ikatan sosial persahabatan, ketetanggaan, bahkan kekerabatan.
Menurut Jennifer Alexander dalam pasar tradisional dikenal dengan
juragan dan bakul. Juragan adalah pedagang besar dan bakul adalah
pedagang kecil (Hefner, 2000 : 292).
Dari uraian di atas pedagang di Pasar Windujenar adalah orang
yang memperjualbelikan produk atau barang, kepada konsumen baik
secara langsung maupun tidak langsung, dan pada penelitian ini terfokus
pada pedagang Pasar Windujenar Solo.
32
d. Pasar Tradisional
Pasar adalah tukar-menukar, perdagangan sebagai kegiatan tukar
menukar yang sebenarnya, dan uang sebagai alat penukar. Pasar adalah
pranata pembangkit sedangkan perdagangan dan uang adalah fungsi-
fungsinya. Tukar menukar, perdagangan, uang dan pasar sebagai suatu
system yang membentuk suatu keseluruhan yang tidak terpisahkan.
Kerangka konsepnya adalah pasar (Mahendra Wijaya, 2007:83).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasar berarti tempat orang
berjual beli. Dengan kata lain, pasar merupakan organisasi dimana penjual
dan pembeli dapat saling berhubungan dengan mudah. Selanjutya oleh
Pemerintah Daerah, pasar adalah tempat untuk berjual beli bagi umum dan
tempat berkumpulnya para pedagang mendasarkan dan menjual barang
dagangannya baik dengan atau tidak dengan melakukan usaha kerajinan
dan pertukangan kecil (Perda No 5, Tahun 1983 tentang Pasar). Tetapi
secara sosiologis, pasar menunjuk pada suatu tempat yang diperuntukkan
bagi kegiatan yang bersifat indigenous market trade sebagaimana telah di
praktekan sejak lama (mentradisi), serta bercirikan bazaar economic type.
Pasar adalah suatu pranata ekonomi sekaligus cara hidup, maka
perdagangan bagi seorang pedagang merupakan latar belakang yang
permanen, dimana hampir segala kegiatannya dilakukannya. Pasar adalah
lingkungannya; yang merupakan gejala alami dan gejala kebudayaan dan
keseluruhan pola dari kegiatan pengelolaan dan penjajaan secara kecil-
33
kecilan yang menjadi ciri masyarakat pada umumnya. Gejala perdagangan
pasar ini meresap keseluruh kawasan.
Untuk memahami pasar dalam arti yang luas, maka harus dilihat
dari tiga sudut pandangan :
1. Sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu
2. Sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan
mengatur arus barang dan jasa.
Sebagai system sosial dan kebudayaan dimana mekanisme itu
tertanam (Geertz, 1973). Menurut Jennifer Alexander (dalam Hefner,
2000) pasar sebagai suatu system tukar menukar barang. Masalah yang
menonjol dari perspektif ini menyangkut hubungan penyebaran pasar yang
longgar (spasial) dan fungsi-fungsi ekonominya. Selain itu pasar juga
adalah suatu system sosial, penekanannya pada penggambaran tipe-tipe
pedagang, karier mereka, dan lembaga-lembaga sosial yang menyalurkan
mereka ke jaringan rumit hubungan-hubungan sosial. Dia juga
menyatakan bahwa pasar sebagai suatu aliran informasi yang terstruktur.
Berdasarkan budaya dan meneliti cara-cara yang membuat para pedagang
menghidupi mereka dengan memperoleh informasi dan
menyembunyikannya dari yang lain. Perspektif ini memusatkan perhatian
pada proses-proses pembelian dan penjualan melalui suatu analisis praktik
perdagangan yang berjajar dari “lokalisasi” para penjual barang dagangan
yang sama di suatu tempat dan kemitraan dagang yang stabil yang telah
lazim hingga ke pemanfaatan tawar-menawar sebagai suatu mekanisme
34
penentuan harga. Menurut Heru Nugroho (Dalam majalah Equilibrium,
2005) terdapat ciri pasar tradisional, yaitu : pasar tradisional para
pedagangnya melakukan kegiatan ekonomi dilandasi oleh moralitas
berkecukupan, atau motif ekonomi untuk mempertahankan hidup.
Dalam penelitian ini fokus kajiannya adalah konflik manajemen
pedagang yang terjadi di Pasar Windujenar yang meliputi pedagang,
kontraktor dan Dinas Pengelola Pasar.
F. Teori Yang Digunakan
1. Teori Konflik
Tokoh yang membahas mengenai teori konflik yaitu Ralph
Dahrendorf. Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi
konflik dan sisi kerja sama. Proses sosial yang ditekankan dalam model
konflik mungkin berlaku untuk hubungan sosial antara kelompok dalam (in-
group) dan kelompok luar (out-group). Kekuatan Solidaritas internal dan
integrasi kelompok dalam (in-group) akan bertambah tinggi karena tingkat
permusuhan atau konflik dengan kelompok luar (out-group) bertambah besar.
Dengan adanya 2 sisi tersebut terjadi suatu bentuk integrasi yang kuat antara
kelompok pedagang sebagai kelompok yang merasa dirugikan dengan
pembuat kebijakan yaitu Dinas Pengelola Pasar, kelompok pedagang ini
melakukan perlawanan dengan cara memperkuat in groupnya agar dapat
melawan kebijakan dari Dinas Pengelola Pasar. Dahrendorf telah melahirkan
kritik penting terhadap pendekatan yang pernah dominan dalam sosiologi,
yaitu kegagalan dalam menganalisa masalah konflik sosial. Dia menegaskan
35
bahwa proses konflik sosial itu merupakan kunci bagi struktur sosial.
Dahrendorf telah berperan sebagai corong teoritis utama yang menganjurkan
agar perspektif konflik dipergunakan dalam rangka memahami dengan lebih
baik fenomena sosial..
Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu menjadi
dua tipe. Kelompok semu (quasi group) merupakan kumpulan dari para
pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang
terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Tipe yang kedua adalah
kelompok kepentingan (interest group), terbentuk dari kelompok semu yang
lebih luas. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi,
program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang
menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat.
Aspek terakhir teori konflik Dahrendorf adalah mata rantai antara
konflik dan perubahan sosial. Konflik menurutnya memimpin kearah
perubahan dan pembangunan. Dalam situasi konflik golongan yang terlibat
melakukan tindakan-tindakan untuk mengadakan perubahan dalam struktur
sosial. Kalau konflik itu terjadi secara hebat maka perubahan yang timbul
akan bersifat radikal. Begitu juga jika konflik itu disertai oleh penggunaan
kekerasan maka perubahan struktural akan efektif.
Konflik timbul disebabkan karena adanya beberapa hal yaitu:
1. Perbedaan antara individu-individu. Perbedaan pendirian dan perasaan
mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka
36
2. Perbedaan kepentingan baik antar individu maupun kelompok.
Kepentingan ini dapat bermacam-macam, ada kepentingan ekonomi,
politik dsb.
G. Penelitian Terdahulu yang Menjadi Acuan.
Penelitian yang dilakukan oleh Eva Agustinawati S,Sos untuk mencapai
derajat sarjana S-2. Penelitian tentang Dinamika Konflik Pasar Gede yang
dilakukan di kota Surakarta tepatnya di komplek Pasar Gede. Konflik yang terjadi
bersumber pada perbedaan pendapat mengenai pembangunan kembali Pasar Gede
setelah terbakar tanggal 28 April 2000. Perbedaan kepentingan menjadi latar
belakang munculnya perbedaan pendapat tentang desain Pasar Gede yang akan
dibangun. Berbagai permasalahan dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama, terjadinya konflik antar warga Pasar Gede dengan Pemerintah
disebabkan adanya perbedaan pendapat dalam menentukan alternative desain
Pasar Gede. Walikota sebagai wakil dari Pemda pertama kali melontarkan ide
untuk membangun kembali Pasar Gede menjadi bangunan pasar yang modern
(mall). Tujuan dari pembangunan tersebut agar bangunan Pasar Gede tidak
ketinggalan jaman.
Selain dengan walikota, warga pasar juga berhadapan dengan DPRD
dalam penentuan alternative desain. Kelima fraksi yang ada didalam DPRD,
empat diantaranya setuju dengan alternative I yaitu dibangun seperti semula tanpa
ada perubahan sedikitpun. Hanya satu fraksi yaitu PDIP yang tidak setuju dengan
alternative I dan lebih memilih alternative III dimana ada penambahan ruang di
dalama pasar. Menurut PDIP dengan adanya penambahan ruang diharapkan
37
pedagang baru dapat masuk sehingga ada peningkatan retribusi yang nantinya
akan dapat juga menaikkan PAD kota Solo. Selain itu PDIP juga menginginkan
agar Pasar Gede menjadi pasar modern sehingga pasar modern sehingga kota Solo
menjadi megacity
Kedua, bentuk yang muncul akibat isu yang muncul dari berbagai pihak
misalnya isu perubahan desain Pasar Gede yang pertama kali dikemukakan oleh
Walikota Surakarta yaitu menjadi mall. Bangunan Pasar Gede yang merupakan
peninggalan dari Kraton Surakarta akan diganti dengan bangunan modern. Isu lain
yang muncul bahwa pasar akan dibangun oleh investor. Kata investor merupakan
sosok yang ditakuti oleh para pedagang. Mekanisme pasar sebagai pasar
tradisional kemungkinan akan diganti dengan mekanisme bisnis dengan untung
yang sebesar besarnya. Isu yang dibangun investor ditambah lagi dengan isu
penambahan ruang di dalam pasar. Penambahan ruang membuka kesempatan
pedagang baru untuk masuk didalamnya. Persaingan antar pedagang akan
bertambah, kemungkinan pedagang kecil akan kalah bersaing dengan pedagang
dengan modal besar. Semua isu yang muncul berinti pada isu kepentingan
ekonomi. Pemda menginginkan agar pembangunan pasar juga dapat dijadikan alat
utuk menaikkan PAD. Warga pasar sendiri juga mempunyai keinginan agar pasar
tetap seperti semula sehingga pendapat mereka tidak terganggu. Pedagang di
pasar Gede sebagian besar adalah pedagang kecil yang hanya mengantungkan
kehidupannya dari berjualan. Besar kecilnya pendapatan ditentukan dari laku
tidaknya barang dagangan. Jika dibangun menjadi pasar modern dan adanya
38
penambahan ruang yang menyebabkan ada pedagang baru maka mereka akan
tersingkirkan.
Ketiga, perbedaan kepentingan tersebut telah melahirkan konflik yang
nyata antara pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dengan warga pasar
sebagai pihak yang dikuasai. Pemerintah ingin menggunakan otoritasnya sebagai
pemegang kekuasaan dalam menentukan bentuk bangunan Pasar Gede. Alasan
kota Solo dimasa depan dan untuk menambah pemasukan PAD menjadikan
landasan untuk menjadikan Pasar Gede menjadi pasar modern. Tragedi pasar
Singosaren yang telah menyingkirkan pedagang kecil akan terulang lagi. Janji
pemda pada waktu itu akan mengutamakan pedagang lama telah diingkari.
Pedagang besar dengan modal besar yang mampu masuk dan membeli lahan di
pasar yang baru. Pedagang pasar sebagai pihak yang dikuasai oleh pemda tidak
lagi punya otorita untuk menentangnya terlebih lagi untuk menagih janji.
Warga pasar sebagai yang dikuasai berusaha untuk melawan pemegang
kekuasaan. Konflik pun akan muncul jika pemegang kekuasaan bertahan dalam
menggunakan kekuasaannya. Dinamika konflik menurut Dahrendorf akan muncul
karena adanya suatu isu tertentu yang memunculkan dua kelompok untuk
berkonflik. Dasar pembentukan kelompok adalah otorita yang dimiliki oleh setiap
kelompok yaitu kelompok yang berkuasa dan kelompok yang dikuasai.
Kepentingan kelompok yang berkuasa adalah mempertahankan kekuasaanya
sedangkan kelompok yang dikuasai adalah menentang legitimasi otoritas yang
ada.
39
Keempat, konflik di pasar gede ternyata membawa dampak positif
dikalangan warga pasar. Kelompok kecil dengan ikatan yang kuat melawan
musuh dari luar maka kelompok tersebut tidak akan member toleransi pada
pertikaina internal. Dalam mempertahankan kelompok dari konflik dengan pihak
luar maka memakai katub penyelamat (savety value). Warga Pasar Gede dengan
ikatan yang kuat untuk mempertahankan struktur yang ada serta konflik dengan
pihak luar maka dibentuklah paguyuban. Sebuah paguyuban dalam suatu konflik
merupakan jalan keluar uang digunakan sebagai peredam konflik.
Kelima, penyelesaian konflik antara warga pasar dengan pemda dilakukan
dengan konsiliasi yaitu melalui diskusi dalam mengambil keputusan. Pihak yang
berkonflik berusaha untuk mengambil kata sepakat mengenai sesuatu yang
dipertentangkan. Salah satu pihak mengalah untuk mencapai kesepakatan dalam
hal ini PDIP. Hal ini sudah seharusnnya karena DPRD sebagai wakl rakyat
semestinya mendengar apa yang menjadi kehendak rakyat, apalagi PDIP
disimbolkan dengan partainya wong cilik. Kepentingan penguasa tidak lagi harus
menjadi prioritas tetapi kepentingan rakyat yang dikuasai yang harus diutamakan.
H. Definisi Konseptual
1. Konflik
Konflik merupakan pertentangan antara berbagai individu dan
kelompok sosial dimana mereka mempunyai tujuan dan kepentingan yang
berbeda. Adapun kepentingannya adalah keinginan untuk merubah pasar
menjadi bangunan yang lebih modern, tetapi di sisi lain dengan modernnya
pasar membuat sepinya kegiatan perekonomian. Sifat konflik adalah konflik
40
laten yaitu konflik tertutup yang belum mencuat ke permukaan, sedangkan
konflik manifest adalah konflik terbuka yang sudah mencuat ke permukaan.
Adapun konflik yang berdasarkan asal mulanya, yaitu konflik langsung yang
merupakan pertentangan yang terjadi tanpa ada perantara dan konflik tidak
langsung adalah pertentangan yang terjadi melalui perantara pihak ketiga.
2. Manajemen
Manajemen merupakan proses perencanaan, pengelolaan,
pengorganisasian, dan pengawasan untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Pedagang
Orang atau sekelompok orang yang memperjualbelikan produk atau
barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan tempat jual beli dimana ditemui suatu
proses tawar-menawar untuk mendapatkan harga yang sesuai antara penjual
dan pembeli.
5. Konflik Manajemen
Perbedaan kepentingan yang berkaitan dengan pengelolaan,
perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan
I. Kerangka Berpikir
41
Revitalisasi Pasar Windujenar memunculkan konflik pengelolaan
pedagang pasar Windujenar. Konflik ini melibatkan Dinas Pengelola Pasar,
pedagang Pasar Windujenar dengan kontraktor pasar Windujenar. Dinas
Pengelola Pasar merupakan institusi yang mempunyai kebijakan dalam revitalisasi
Pasar Windujenar, sedangkan kontraktor adalah lembaga yang ditunjuk oleh DPP
melalui proses lelang dimana terjadi kesepakatan harga untuk merevitalisasi pasar
Windujenar. DPP dan kontraktor merupakan partner dalam revitalisasi pasar
Windujenar. Revitalisasi Pasar Windujenar ini berdampak adanya kebijakan
pengelolaan di Pasar Windujenar, hal yang paling menonjol adalah
direvitalisasinya pasar Windujenar menjadi 2 lantai yang memunculkan konflik
dengan pedagang. Kebijakan DPP itu juga berdampak pada adanya konflik antar
sesama Pedagang Pasar Windujenar karena kurangnya komunikasi yang baik
antara DPP dengan pedagang sehingga memunculkan kesalahpahaman antar
pedagang Pasar Windujenar.
Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat disusun
dalam bagan berikut ini:
Bagan I.1. Kerangka Berfikir Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar Windujenar
Dinas Pengelola Pasar 1. pihak
2. sebab
Revitalisasi konflik 3. waktu
Kontraktor
42
J. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif (Koentjaraningrat, 1993;129). Sebagaimana telah
disebutkan dalam perumusan masalah dan tujuan penelitian, penelitian ini
bertujuan untuk menggali sumber-sumber data dan informasi berkaitan dengan
permasalahan penelitian dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan
data, klasifikasi dan analisis data mengenai konflik manajemen pedagang
Pasar Windujenar Solo terkait adanya revitalisasi.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih adalah Pasar Windujenar Solo yang berada di
kelurahan Keprabon Kecamatan Banjarsari Kotamadya Surakarta. Untuk
pengambilan data dari pemerintah dipilih lokasi di Balaikota Surakarta
khususnya di Dinas Pengelola Pasar (DPP). Lokasi penelitian ini sengaja
dengan maksud menemukan data-data yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Adapun alasan pemilihan lokasi itu karena lokasi tersebut merupakan tempat
dimana konflik manajemen pedagang itu terjadi.
3. Unit Analisis
Unit analisis dari penelitian ini adalah pedagang Pasar Windujenar
yang terdiri dari beberapa pedagang yaitu pedagang barang antic, pedagang
43
onderdil motor, pedagang perpipaan, pedagang pusaka dan pedagang
timbangan.
4. Sumber Data
a. Data Primer : Sumber data primer diperoleh secara langsung dari informan
yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indept interview). Informan
dalam penelitian ini adalah pedagang barang antic, pedagang onderdil
motor, pedagang perpipaan, pedagang pusaka, pedagang timbangan di
Pasar Windujenar Solo
b. Data Sekunder : Data yang diperoleh bukan secara langsung dari
sumbernya. Dalam penelitian ini data sekunder yang dipakai adalah
sumber tertulis seperti data atau arsip-arsip yang terkait dengan Pasar
Windujenar yang diperoleh dari Lurah Pasar Windujenar dan data-data
dari Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta tentang Pasar Windujenar.
Dalam penelitian ini data sekunder yang sudah diperoleh dari Dinas
Pengelolaan Pasar Kota Surakarta yaitu data keadaan geografis dari Pasar
Windujenar Solo, dan data Banyaknya Jumlah Los dan Kios di Pasar
Tradisional di Kota Surakarta Tahun 2008.
5. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan bersumber pada dua jenis yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam (dept
interview). Data Sekunder diperoleh dari data-data seperti jurnal, artikel, buku,
44
tesis, skripsi, hasil penelitian, arsip dan internet yang terkait dengan konflik
manajemen pedagang Pasar Windujenar Solo.
a. Wawancara mendalam
Wawancara ini dilakukan dengan struktur yang ketat, namun
dengan pertanyaan yang semakin memfokus sehingga informasi yang
dikumpulkan cukup mendalam. Kelonggaran cara ini akan mampu
mengorek kejujuran informan untuk memberikan informasi yang
sebenarnya terutama yang bersangkutan dengan perasaan, sikap,
pandangan dan perbuatan mereka.
Wawancara mendalam dilakukan dengan key informan yaitu ketua
paguyuban yang dianggap mengetahui permasalahan dengan lengkap serta
dapat menunjuk responden lain yang diperlukan. Wawancara dilakukan
dengan tujuan untuk menggali tentang permasalahan yang muncul di Pasar
Windujenar sampai keputusan revitalisasi pasar. Wawancara dilakukan
tidak hanya dengan sekali datang bisa sampai berkali-kali.
Pelaksanaan wawancara menggunakan alat bantu flashrecord atas
persetujuan responden. Untuk mempermudah wawancara pertanyaan yang
diajukan sudah disusun dan dihafal sebelumnya. Pertanyaan terhadap
responden diajukan sepanjang berkaitan dengan tema penelitian, jika
masih ada pertanyaan yang terlewat atau timbul data baru yang
menimbulkan pertanyaan baru maka dilakukan wawancara lanjutan.
Wawancara dianggap cukup apabila kesimpulan akhir sudah didapat.
45
Key Informan juga diwawancarai mengenai sejarah Pasar
Windujenar karena beliau merupakan keturunan ahli waris tanah di
kawasan Pasar Windujenar dan ketua Paguyuban Pasar Windujenar
menulis “Potret Pasar Windujenar”.
b. Dokumen
Pengumpulan data ini digunakan untuk memperoleh data sekunder
dari Kantor Dinas Pengelola Pasar, kantor Pemkot untuk mengetahui latar
belakang dari Pasar Windujenar Solo. Dari tulisan berbagai media masa
juga artikel digunakan data sekunder untuk melengkapi informasi yang
diperlukan begitu juga dengan arsip-arsip yang ada di berbagai instansi
yang berhubungan dengan Pasar Windujenar Solo. Misalnya di Dinas
Pariwisata mengenai event-event yang digelar di Pasar Windujenar.
6. Teknik Pengambilan Sample
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan purposive sample,
yaitu memilih informan yang dapat dipercaya karena dianggap paling
mengetahui dan menguasai permasalahan di lapangan, yang kemudian dapat
berkembang menjadi snowball sampling. Adapun alasan pemilihan Purposive
sample adalah untuk menggali data mengenai konflik manajemen pedagang
Pasar Windujenar harus benar-benar mencari informan yang terlibat konflik,
bisa dilihat dari letak kios, kepentingan pedagang antara satu dengan yang lain
dan pedagang yang melakukan complain kepada DPP ketika DPP meninjau
pembangunan Pasar Windujenar. Adapun pedagang dalam pengambilan
46
sample ini adalah pedagang barang antic, pedagang onderdil motor, pedagang
timbangan, pedagang perpipaan, dan pedagang pusaka.
7. Validitas Data
Dalam penelitian ini peneliti menguji validitas data dengan melakukan
Triangulasi data dan cross-check antar informan sehingga dapat diketahui
kebenaran dari data yang telah didapat di lapangan. Teknik trianggulasi ada
empat macam, yaitu pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, penyelidik, teori.
Dalam penelitian ini, untuk mengecek kembali derajat kepercayaan
suatu informasi dengan trianggulasi sumber dapat dengan cara :
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data yang diperoleh dari
hasil wawancara.
b) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
(Lexy J. Moleong;2002; 176) 8. Analisis Data
Untuk analisa data pada penelitian ini dipergunakan cara analisa tiga alur
kegiatan yang dikemukakan oleh Miles dan Hubberman, yaitu reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.
a. Reduksi Data
Reduksi Data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada proses penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi
47
data ‘kasar’ yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi
data berlangsung terus-menerus selama kegiatan penelitian berlangsung di
lapangan. Bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, antisipasi akan
adanya reduksi data sudah nampak. Selama pengumpulan data
berlangsung, terjadilah tahapan reduksi berikutnya yaitu membuat
ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat
pemilihan data, menulis memo. Reduksi data ini berlanjut terus-menerus
sesudah penelitian dilapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengkoordinasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan
finalnya dapat di tarik dan diverifikasi.
b. Penyajian Data
Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data,
penyajian data yang paling sering digunakan pada masa lalu adalah bentuk
bentuk teks naratif. Dalam penelitian kita mendapatkan data yang amat
banyak. Data tersebut amatlah tidak praktis bila kita sajikan semuanya.
Teks tersebut terkadang masih terpencar-pencar, tidak simultan, tersusun
kurang baik, dan kadangkala berlebih-lebihan. Peneliti tidak boleh
mengambil kesimpulan yang gegabah, menyingkirkan hal-hal yang tidak
perlu, mengadakan pembobotan, menyeleksi.
48
Sekali lagi perlu dicatat di sini, sama halnya dengan reduksi data,
penciptaan dan penggunaan penyajian data tidaklah terpisah dari
analisisnya. Ia merupakan bagian dari analisis.
c. Penarikan Kesimpulan/verifikasi
Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu konfigurasi yang
utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penulisan
berlangsung. Verifikasi merupakan tinjauan-tinjauan ulang pada data yang
ada. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data yang harus diuji
kebenaran, kekokohan, dan kecocokan. Hal ini merupakan validitasnya.
Adapun kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Persiapan
· Mengurus perijinan penelitian : Fakultas, Universitas Negeri
Sebelas Maret, KesBangLinMas, Dinas Pengelolaan Pasar Kota
Surakarta, Pasar lokasi yaitu Pasar Windujenar.
· Meninjau pasar terpilih sebagai lokasi penelitian untuk secara
sepintas mempelajari keadaannya, serta kemungkinan memilih
informan yang tepat, khususnya para pelaku pasar.
· Mendatangi Lurah Pasar Windujenar untuk menanyakan segala
sesuatu yang berkaitan dengan pedagang Pasar Windujenar.
· Menyusun persiapan penelitian, pengembangan pedoman
pengumpulan data (daftar pertanyaan) dan juga penyusunan
jadwal kegiatan secara rinci.
49
b. Pengumpulan data
· Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan,
wawancara mendalam kepada pedagang Pasar Windujenar
berdasarkan tempat kios yang berkonflik
· Mencatat dokumen data sekunder dari Kantor Lurah Pasar
Windujenar Surakarta.
· Melakukan review dan pembahasan beragam informasi yang
telah terkumpul kemudian dipilih data yang sesuai dengan
penelitian yang dilakukan.
· Menentukan strategi pengumpulan data yang paling tepat, dan
menentukan fokus, serta pendalaman dan pemantapan data, pada
proses pengumpulan data berikutnya.
c. Analisis data
· Melakukan verivikasi dan validasi data dengan mengkroscekkan
data yang diperoleh dari informan I ke informan yang
selanjutnya dan berjalan seterusnya hingga informan terakhir.
Semua hasil wawancara direkam dalam flashrecord, yang
kemudian dibuat naratifnya, reduksi dan belum di buat
simpulannya.
· Hasil wawancara tersebut peneliti pilih yang sesuai dengan
konsep yang dipakai dalam penelitian, kemudian peneliti sajikan
50
dalam bentuk matriks-matriks hasil wawancara. Data yang
dimasukkan ke dalam matriks adalah data yang telah direduksi
(dibuang yang tidak perlu) oleh peneliti.
· Dari matrik yang telah dibuat peneliti melakukan analisis dan
simpulan. Analisis dilakukan untuk mengetahui konflik
pedagang yang ada di pasar Windujenar
d. Penyusunan Laporan penelitian
· Penyusunan laporan awal
· Peneliti menyusun semua data dan analisis yang telah dibuat.
· Setelah semua disusun secara sistematis, peneliti
mendiskusikannya dengan dosen pembimbing.Kemudian
diberikan kritik dan masukan oleh dosen pembimbing.
· Peneliti memperbaiki hal-hal yang kurang sesuai dan
menambahkan masukan yang diberikan oleh dosen pembimbing.
· Perbanyakan laporan sesuai dengan kebutuhan
51
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
A. Potret Pasar Windujenar
1. Sejarah Pasar Windujenar
Pasar Windujenar sejak 5 Juli 2008 mengalami pemugaran sesuai
arsitektur budaya Solo. Pasar tradisional ini adalah pasar tempat penjualan
benda-benda antik, yang dulu terkenal bernama Pasar Triwindu. Menurut
sejarahnya, Pasar Windujenar dibangun pada 1939 sebagai peringatan ke-24
tahun atau tiga windu kenaikan tahta Mangkunegara VII. Mungkin karena
sebab itulah pasar Windujenar juga dikenal sebagai pasar Triwindu. Sebelum
dibangun pasar lokasi tersebut adalah kandang kuda. Menurut sejarahnya,
Pasar Triwindu atau Windujenar adalah hadiah ulang tahun ke-24 Gusti Putri
Mangkunegara VII yang bernama Nurul Khamaril. Pasar yang diberi nama
Triwindu artinya tiga delapan. Awalnya penjual di sini menggunakan sistem
barter dengan menggelar barang dagangannya di meja-meja, karena semakin
bertambah sejak 1960 mereka mendirikan kios. Di Pasar Windujenar ini,
dipasang tiga topeng panji besar di wajah bangunan depan pasar sebagai
hiasan eksterior. Tiga topeng yang terpasang di bangunan Windujenar itu,
tidak hanya sebagai hiasan eksterior belaka, melainkan menjadi spirit Panji
yang mengilhami Festival Seni Pasar Panji ini. Nilai-nilai kultural Panji
menjadi inspirasi kreatif untuk menggerakan pertumbuhan pasar tradisional di
52
Solo dan kepedulian masyarakat Solo terhadap pelestarian pusaka budaya
serta ekonomi kreatif.
Tanah yang beralamat di Jl. Diponegoro dengan luas 2384 m²
merupakan asset Kota Surakarta yang saat ini status penggunaannya berada di
bawah SKPD Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta. Pada saat ini diatas
tanah tersebut terdapat bangunan pasar. Sehingga termasuk pada kategori
tanah untuk bangunan gedung tempat perdagangan. Pada saat peringatan 3
Windu Tahta Mangkunegoro 7 menyelenggarakan Pasar Malam dilokasi
tersebut dan membawa keberuntungan dan berlanjut sampai sekarang menjadi
pasar, tahun 2002 ada perbaikan saluran air, menjadi Pasar barang antik, tahun
2008 rehap total pasar. Pada awalnya tanah tersebut merupakan Tanah Negara
eks Swapraja DMN yang kemudian dikuasai Pemerintah Kota Surakarta sejak
tahun 1950. Pada tanggal 24 april 2000 tanah tersebut disertifikasi dengan
status hak pakai nomor 1/ kelurahan Keprabon atas nama Pemerintah Kota
Surakarta, tercatat dalam Buku Sertifikat Nomor AP 978235. Peruntukan yang
tertulis dalam sertifikat adalah Pasar Triwindu.
2. Letak Geografis
Lokasi Pasar Windujenar berada di Jalan Diponegoro (Ngarsopuro),
tepatnya di depan Puro Mangkunegaran di tengah kota Surakarta, batas Pasar
Windujenar yaitu : Depan (sebelah barat) Jalan Diponegoro (Ngarsopuro),
belakang (sebelah timur) jalan Lingkungan dan Pemukiman, Sebelah kanan
(sebelah Utara) jalan lingkungan dan kantor Kalurahan Keprabon dan
53
permukiman pertokoan. Sebelah kiri (sebelah selatan) jalan lingkungan
pemukiman dan pertokoan.
Pasar Windujenar mempunyai luasan existing 1487 m2, sedangkan
luasan perencanaan 1454 m2. Luasan satu lantai existing 1826 m2, luasan 2
lantai pengembangan 1454 M2. Pasar Windujenar memiliki permukaan yang
datar dengan tinggi muka tanah (peil) terhadap permukaan + 0,17 M.
Berdasarkan Undang-undang atau peraturan, tanah-tanah bekas milik
Mangkunegaran tersebut dikuasai (dikelola) oleh Pemerintah Kota. Sebagai
akibatnya para pedagang pasar sejak berdirinya sampai sekarang ini
membayar retribusi, Surat Ijin Penempatan (SHP) dan balik nama kepada
Pemerintah Kota Surakarta.
3. Bangunan Kios dan Sarananya
Sebagian kios di Pasar Windujenar asli milik Mangkunegaran (yang
membangun dulu dari Mangkunegaran) dan sebagian dibangun sendiri oleh
pedagang atas ijin Pemerintah Kota Surakarta. Semua bangunan kios tersebut
masih asli 90% seperti sejak berdiri, jadi dapat dikatakan belum pernah ada
pembangunan kios oleh Pemerintah Kota. Hanya pada tahun 2002 oleh Dinas
Pengelola Pasar Bpk. Drs. Rusmanto, MM dibangunkan sanitasi lingkungan
(saluran air sewaktu hujan turun) Pagar (pintu pasar) pengaman, itupun atas
prakarsa Bpk. Bambang HP selaku ketua Paguyuban Pasar dengan melobi ke
Dewan (DPRD) dan Kepala Pasar. (sebelum dibangun sanitasi, apabila hujan
turun pasar jadi banjir seperti sungai pepe)
54
Sedang untuk MCK dan Gapuro (tulisan pagar) hingga sampai detik
ini belum tersentuh sama sekali. Dan apabila bukan Bpk. Drs. Rusmanto MM
sebagai Kadinas Pengelola Pasar tidak mungkin pasar Windujenar
diperhatikan lebih-lebih Walikota yang terdahulu, sama sekali tidak peduli
adanya pasar Windujenar yang notabene sebagai pemasok retribusi yang
cukup besar. Mulai dari pasar tersebut berdiri baru tahun 2002 di bawah
kadinas Bapak Drs. Rusmanto MM tersebut diperhatikan.
Jadi pada saat itu keadaannya sangat memprihatinkan, dan sangat tidak
layak pandang apa lagi layak jual, dan tidak sesuai dengan potensi keberadaan
pasar Windujenar yang sesungguhnya sebagai “asset” Pemerintah Kota yang
selalu didatangi oleh wisatawan asing serta para buyer dari luar negeri. (tidak
ada MCK yang layak dipakai untuk wisatawan).
4. Pemilik Kios/Pedagang
Para pemilik/pedagang pasar Windujenar dapat dikatakan 90% sudah
berganti pada generasi II dan generasi ke III. Sedang untuk generasi I banyak
yang sudah sukses, meskipun ada yang masih ketinggalan. (lainnya sudah
meninggal). Mereka yang sudah sukses telah dapat memperluas usahanya di
tempat lain dan mempunyai rumah yang layak bahkan ada yang mempunyai
rumah mewah serta ada yang sudah menunaikan ibadah haji serta
menyekolahkan anak-anaknya sampai lulus sebagai sarjana hingga
Pascasarjana. Para pedagang Pasar Windujenar inilah secara langsung maupun
tidak langsung telah melahirkan Exportir mebel kayu dan rotan serta barang-
barang mebel antic di Surakarta, Yogyakarta, Jepara, Jakarta dll.
55
Tabel I.2. DAFTAR JUMLAH PEDAGANG PASAR WINDUJENAR
No Jenis Dagangan Jumlah pedagang existing
Jumlah pedagang rencana
Rencana lokasi/penempatan
1 Barang Antik 42 2 Barang antic dan
bolo pecah 2 45
50 Lantai dasar tengah
3 Barang antic dan Besi tua
1
4 Bolo Pecah 11 16 Lantai atas utara 5 Klitikan 36 6 Besi Tua 24 7 Timbangan 3 8 Alat listrik 6 9 Alat pertukangan 4 76 79 Lantai atas tengah 63
Lantai atas timur 16 10 Tukang jam 1 11 Alat gamelan 1 12 Keris 1 13 Servis Senapan 1 14 Alat2 besi 1 15 Alat/onderdil sepeda
motor 33 34 Lantai dasar utara 21
Lantai atas utara 13 16
Alat/onderdil mobil 10 10 Lantai bawah utara
17 Warung makanan 1 18 Warung soto 2 12 Lantai dasar timur 19 Warung timlo 1 20 Sate 1 21 Kantor Pasar 1 1 Lantai bawah timur 22 Kantor koperasi 1 1 Lantai atas timur Jumlah 183 203
Sumber : Dinas Pengelola Pasar
5. Jenis Barang Dagangan
Barang-barang yang diperdagangkan di Pasar Windujenar dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Pada awal berdiri samapai tahun 1966, barang dagangan masih bercampur
antara onderdil sepeda motor/mobil, alat pertukangan, alat-alat rumah
56
tangga dan sedikit model antic dan lain-lain. Begitu juga ada warung soto
Triwindu serta rumah makan nasi Rawon dan Bestik, timlo dan pedagang
koran serta majalah.
2. Sesudah banjir tahun 1966 yaitu setelah berdirinya pasar Sumodilagan
barang-barang klitikan/rongsokan sudah hampir tidak ada. Pada masa itu
masih banyak barang-barang lama yang berkualitas baik tetapi belum
disebut barang Antik, seperti contoh : lampu-lampu gantung, patung-
patung perunggu Eropa, Keramik dari Cina, pot/vas bunga model Eropa,
dan alat-alat rumah tangga yang terbuat dari perak dan lain-lainnya.
3. Sejak tahun 1970 an barang dagangan tersebut diatas berubah menjadi apa
yang disebut dengan barang antic. Barang antic adalah barang yang
mempunyai nilai cukup umur (lebih dari 50 tahun) tetapi kondisinya masih
bagus.
4. Mulai tahun 1990 an para pedagang barang antic di Pasar Windujenar
mencoba memprakarsai membuat barang/produk baru yang bermotif antic
(reproduksi) misalnya : mebel dari serenan dan Jepara serta patung
perunggu dari Mojoagung dan Trowulan Jawa Timur, dan keramik dari
Jawa Barat (Bandung), Dinoyo, Malang, (Jawa Timur) serta Singkawang
(Kalimantan Barat) Pontianak. Sedangkan kerajinan lainnya seperti
kuningan dari Juwono dan Perak dari Yogyakarta serta besi cor dari Ceper
Pedan Klaten dan patung-patung kayu dari Kabupaten Wonogiri, kerajinan
keris dari kota Solo sendiri.
57
5. Sejak krisis ekonomi tahun 1997 perdagangan oderdil sepeda motor/mobil
dan elektro maupun alat-alat pertukangan mengalami saingan dan turun
drastis sekali dengan adanya “pasar loak” di Banjarsari serta peristiwa
bom Bali tahun 2002 nsangat berpengaruh sekali bahkan sangat negative
terhadap perdagangan barang-barang antik di pasar Windujenar Kota Solo,
khususnya dengan adanya sweeping ke hotel-hotel dan lain-lainnya.
6. Permodalan
Pada awalnya banyak pedagang yang tidak bermodal dan mereka
menjual barang apa adanya dan membelikan barang lagi untuk dijual agar
mendapatkan keuntungan yang lumayan. Karena para pedagang sangat hemat,
irit serta mempunyai niat menabung maka mulai berkembanglah modal kerja
dari para pedagang tersebut menjadi lebih besar. Perkembangan para
pedagang mendirikan “arisan” antar sesama pedagang sehingga dapat
menambah modal usahanya apabila mendapat arisan, disamping ada koperasi
“pertapan” yang pada waktu itu jumlahnya masih relative kecil, tetapi sudah
dapat menyalurkan simpan pinjam kepada anggotanya guna menambah modal
untuk usaha tersebut.
Adanya Bom Bali tahun 2002 juga sangat memukul perdagangan di
Pasar Windujenar karena konsumennya kebanyakan orang-orang asing/turis,
para pedagang berpikir taktis untuk mengusahakan pinjaman bagi para
pedagang dengan kredit dari Bank BNI 46 Solo. Adapun program dari BNI 46
adalah “Kredit Mikro” yang telah dikucurkan kepada para pedagang di Pasar
58
Windujenar hingga sampai sekarang ini, untuk itu kami ucapkan terimakasih
kepada Bank BNI 46 Kota Solo.
Sedangkan dari Pemerintah Kota Solo Khusunya Walikota terdahulu
sama sekali tidak ada perhatian sehingga ketua paguyuban Pasar Windujenar
menilainya sangat ironis, sebagai Bapaknya kota Solo perhatian terhadap
rakyatnya khususnya pedagang di sector riil/pasar Windujenar yang
merupakan “asset” dari Pemerintah Kota Surakarta sendiri kurang
diperhatikan secara sungguh-sungguh.
7. Pengunjung / Konsumen
Konsumen/pengunjung terdiri dari bermacam-macam kelompok
masyarakat, misalnya pemakai langsung sebagai souvenir, produsen,
pemborong dll. Untuk barang-barang antic pembelinya adalah dari dalam
negeri maupun luar negeri, tetapi barang-brang lama tersebut sudah hampir
langka (tidak ada lagi) yang ada hanya barang-barang antic hasil reproduksi.
Sedangkan pedagang/buyers yang datang ke pasar Windujenar ataupun touris
luar negeri dari amerika, Canada, Australia, Belanda, Jerman, Perancis, Italia,
Jepang, Korea, Singapura, Meksiko, Timur Tengah, Afrika Selatan, Inggris,
Spanyol, Malaysia, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Untuk turis Domestik/ lokal kebanyakan pejabat dari Jakarta, bintang film
serta pejabat dari luar Pulau Jawa.
Justru pejabat dari kota Solo sendiri hampir dapat dikatakan tidak ada
yang datang dan berbelanja di Pasar Windujenar, apalagi belanja hal yang
jarang sekali terjadi.
59
8. Konsep Perencanaan dan Perancangan
Sebagai salah satu fasilitas layanan masyarakat yang berpotensi di kota
Surakarta Pasar Windujenar seperti juga pasar-pasar yang lain, mendapat
kesempatn untuk peremajaan.
Secara arsitektur target peremajaan dan pengembangan adalah aspek
kenyamanan, keamanan, dan peningkatan pemberdayaan potensi pasar
· Kenyamanan
Dimaksudkan untuk mengembangkan citra masyarakat dalam
memanfaatkan keberadaan potensi pasar barang-barang antic atas suasana
interaksi sosial dengan nuansa galeri atas suasana interaksi dengan nuansa
modern.
· Keamanan
Meningkatkan aspek “Safety” dan “Security” di tengah suasana interaksi
sosial dengan rasa tenteram.
· Peningkatan Pemberdayaan Potensi Pasar :
Menata kembali, pengembangan, dan meningkatkan potensi pendapatan,
melalui : ruang, elemen dan komponen bangunan site untuk lebih efektif
dan efisien.
Menata, mengembangkan dan meningkatkan pasar Windujenar seluas 1826
M2 satu lantai dengan luasan site 1487 M2 setelah ada penyesuaian lebar Jl.
Diponegoro luasan site menjadi 1454 M2. Hal ini membawa konsekuensi
pengembangan bangunan ke arah vertical (dua lantai) dengan luasan lantai
60
bawah dan lantai atas seluas 1454 M2, sedang luasan bangunan lama
(sebelumnya) 1826 M2. Kenyamanan, keamanan, dan peningkatan
pemberdayaan potensi pasar ini diposisikan sebagai dasar konsep perencanaan
dan perancangan pembangunan pasar Windujenar dengan
pengimplementasikan sebagai berikut : Kemudahan, keamanan pencapaian,
kejelasan pola sirkulasi.
· Kondisi pasar saat ini :
Jenis bangunan pasar Windujenar meliputi barang antic, bolo pecah, alat
gambar, keris, timbangan, alat pertukangan, tukang jam, alat listrik.
· Servis senapan : servis mesin pompa air, kipas angin, elektrikal lainnya :
onderdil mobil : onderdil sepeda motor, klitikan dan esi tua : makanan
seperti timlo, soto, sate dll,keseluruhan berjumlah 183 pedagang.
· Besarnya ruang masing-masing jenis dagangan bervariasi : 1,00 x 1,50 :
1,55 x 2,00 : 2,00 x 2,00 : 2,00 x 3,00 dan 3,00 x 3,00. Fasilitas sirkulasi
jalan lebar 1,00 ; 1,50 ; 2,00 m dengan permukaan rabat beton yang sudah
mulai rusak, sebagian bangunan semi permanen.
61
Kantor Kelurahan
KEPRABON
Tanah Warga
BANGUNAN UTARA
Tanah Warga
Ke Jl. Teuku Umar Tanah Warga
BANGUNAN TIMURKe Jl. Teuku Umar
Jl. Diponegoro
BAN
GU
NA
N TEN
GA
H
Ke Pura Mangkunegaran Ke PersimpanganJl. Slamet Riyadi
Trotoar
Trotoar
GapuroGapuro
naik naik
naik
naik
naik
Kantor Pasar
km/wc
UTARA
naik
C
A
D
E
B
+0.34 +0.34 +0.34 +0.34
+0.17
+0.85
+0.68
+0.51
+0.34
0.00
+0.17
+0.85+0.85
+0.68 +0.68
Gambar II.1. Denah lantai dasar Pasar Windujenar
62
sumber : Dinas Pengelola Pasar
Gambar II.1. Denah Lantai Atas Pasar Windujenar
UTARAGapuro Gapuro
Trotoar
Trotoar
SD Kristen Triwindu
SMP Negeri 5
Ke PersimpanganJl. Slamet Riyadi
Ke Pura Mangkunegaran
BAN
GU
NA
N TEN
GA
H
Jl. Diponegoro
Ke Jl. Teuku UmarBANGUNAN TIMUR
Tanah WargaKe Jl. Teuku Umar
Tanah Warga
BANGUNAN UTARA
Tanah Warga
Kantor Kelurahan
KEPRABON
+3.57
turun
turun
turun
turun
turun
km/wc
Kantor koperasi
turun
63
Sumber Dinas Pengelola Pasar
9. Permasalahan Pasar Windujenar saat ini
a. Ketidaklayakan kondisi fisik bangunan dan sarana-prasarana karena
tingkat keausan bangunan semi permanen
b. Ketidakjelasan beberapa jalan sebagai fasilitas sirkulasi dikarenakan
banyak para pedagang menempati sebagian besar badan jalan. Faktor-
faktor ini menjadikan tidak diperolehnya kenyamanan yang seharusnya
dapat dirasakan pengunjung.
c. Keausan dan kondisi bangunan yang semi permanen serta kerusakan –
kerusakan sarana – prasarana, menyebabkan aktifitas kegiatan tidak
maksimal.
64
d. Bahan bangunan semi permanen berpotensi untuk mudah terjadi
kebakaran. Hal ini mengurangi kenyamanan dikarenakan kekhawatiran
akan keamanan diri.
e. Citra pasar yang sebagian besar jenis dagangan barang –barang antic,
klasik dan punya nilai seni yang tinggi memerlukan suasana mirip galeri,
salah satu faktor pendukungnya adalah wadah fisik bangunannya mampu
membawa ke suasana pameran inilah faktor utama yang harus dapat di
capai sebagai upaya peningkatan potensi pasar.
10. Perencanaan dan Perancangan
a. Sesuai RTBL yang secara bersamaan sedang disusun, diantaranya adalah :
pertokoan dan area parkir di sebelah timur jalan diponegoro dipindahkan
kesisi barat Jl. Diponegoro.
b. Sebagai latar depan kompleks pasar perlu adanya space terbuka semacam
plasa yang cukup luas, untuk lebih memberikan ruang bagi pedestrian dan
penyesuaian keberadaan side di depan Puro Mangkunegaran.
Untuk itu perencanaan dan perancangan sebagai berikut
a. Kurang lebih separoh site bagian depan sisi selatan dan utara ketinggian
bangunan satu lantai
b. Kurang lebih sepertiga luasan site bagian depan yang berbatasan dengan
jalan Diponegoro di peruntukkan space terbuka
c. Sedang sisi site dibelakangnya untuk ketinggian bangunan dua lantai
d. Dihindari visualisasi tampilan bangunan masif dengan bidang yang luas,
terutama pada tampak depannya.
65
e. Karena keseluruhan site terdiri dari tiga blok, bagian tengah yang paling
luas sedang kiri dan kanan bangunan belakangnya kurang begitu luas.
f. Maka lantai dasar blok site ditengah diperuntukkan kegiatan perdagangan
utama yaitu barang-barang antic sedang dilantai atas dibagian belakang
site diperuntukkan barang-barang non antik lainnya.
Begitu juga lantai dasar dari lantai atas pada site disisi kiri dan kanannya.
a. Pengembangan dan perubahan status jalan disekeliling site
Ø Jalan disebelah utara sebelunya dapat dilalui kendaraan roda dua,
dirubah khusus untuk pejalan kaki.
Ø Jalan disebelah selatan dinormalisasikan untuk pejalan kaki.
Ø Jalan dibelakang site yang semula untuk kendaraan roda dua dan
pejalan kaki ditingkatkan menjadi jalan kendaraan roda empat satu
arah, kedaraan roda dua dan pejalan kaki.
b. Akses keluar masuknya kendaraan roda empat dari dan masuk kejalan
Teuku Umar.
Ø Sedang jalan disebelah utara site bagian belakang yang semula
buntu, difungsikan kembali untuk akses menuju ke permukiman.
Ø Begitu juga jalan masuk yang terletak diantara permukiman
disebelah timur jalan lingkunngan dengan site sebelah selatan
bangunan belakang
Ø Perlu pihak Dinas Pengelola Pasar segera koordinasi dengan Dinas
Tata Kota dalam menangani normalisasi jalan lingkungan yang ada
sekarang. Dari arah Jalan Teuku Umar baik yang ada di sisi utara
66
maupun selatan. Hal ini terkait dengan rencana peningkatan strata
jalan lingkungan tersebut.
Ø Fasilitas parkir di konsentrasikan di sisi barat sepanjang jalan
Diponegoro sedang area parkir kendaraan di belakang, berada di
depan masing-masing kios.
Ø Mushala berada di samping Ruang Kantor di lantai atas belakang sisi
selatan.
Ø Sebagai upaya menjaga kelestarian air tanah, maka selain dibuat
peresapan juga penutup muka tanah yang dapat menentukan air
kedalam tanah seperti paving, grassblok.
11. Informan Penelitian
a. Bambang HP
Berdagang sejak tahun 1939. Beliau di Pasar Windujenar
berdagang barang-barang antic dan memiliki 2 kios di Pasar Windujenar.
Merupakan Key informan dalam penelitian ini. Selama 2 periode beliau
sebagai ketua paguyuban Pasar Windujenar meskipun di tahun 2009 lalu
masa jabatannya sudah habis, tetapi belum ada figure penggantinya,
sampai pada awal tahun 2010 baru ada pemilihan ketua paguyuban untuk
menggantikan Pak Bambang HP. Beliau merupakan pewaris dari tanah
milik Mangkunegoro karena eyangnya memiliki tanah di Pasar
Windujenar. Tanah milik eyangnya ini kemudian diambil alih oleh
Pemerintah Kota Surakarta untuk didirikan Pasar Triwindu (sekarang
Windujenar).
67
b. Mas Apin
Mas Apin merupakan pedagang yang menjual timbangan, rokok,
mnuman dan barang antic, tetapi ia spesialisasinya pada timbangan. Ia
sudah berjualan selama 6 tahun di Pasar Windujenar, Ia bertempat tinggal
di Notosuman RT 04 RW 09 Serengan Surakarta dan sudah memiliki satu
orang anak yang sekarang duduk di kelas 1 SD. Awal mula Mas Apin di
Pasar Windujenar adalah dia pernah menjadi pegawai di salah satu
pedagang di Pasar Windujenar, kemudian lama-kelamaan dia bisa
mempunyai kios di Pasar Windujenar dan dia bisa mengembangkan
usahanya beserta istrinya.
c. Budianto
Berdagang sejak tahun 1976, dengan spesialisasi barang-barang
pusaka yaitu keris. Pak Budianto beralamat pada jalan sumber Surakarta.
Proses dapat berjualan di Pasar Windujenar adalah ketika ada temannya
yang menjual kios di Pasar Windujenar, kemudian ia membeli kiosnya
tersebut. Pasca revitalisasi pak Budianto menempati kios yang letaknya di
depan tangga untuk naik ke lantai 2, jadi akses jalan di depan kiosnya
terhalangi adanya tangga itu.
d. Sugeng Pramono
Berjualan di Pasar Windujenar sejak tahun 1987, bertempat tinggal
di perum griya nusa colomadu. Awal mula dapat berdagang di Pasar
Windujenar adalah dari ibunya yang dulu juga berjualan di Pasar
Windujenar, kemudian regenerasi kepada anak-anaknya. Barang yang
68
dijual adalah barang-barang antic, mesin-mesin sepeda motor. Pak Sugeng
Pramono ini mempunyai 2 kios atas nama ibunya dan atas namanya
sendiri.
e. Suwarno
Berjualan di Pasar Windujenar sejak 1990. Mempunyai 4 orang
anak dan bertempat tinggal di Cemani. Barang dagangan yang
diperjualbelikan adalah onderdil sepeda motor. Selama di Pasar
Windujenar, pak Suwarno merasakan naik turunnya ekonomi, menurutya
pada tahun 2002 bagus, kemudian tahun 2005 mulai turun dan 2006
sampai sekarang semakin turun drastis arena diakibatkan penempatan kios
yang kurang pas.
f. Suratno
Berjualan di Pasar Windujenar sejak tahun 1980, mempunyai 3
orang anak dimana anak yang pertama sudah berkeluarga. Berdagang
barang perpipaan, letak kiosnya berada di lantai 2. Beliau dulu kerja di
Dinas Kesehatan kota Surakarta. Awal mula bisa berdagang di Pasar
Windujenar karena dulu mertuanya mempunyai kios di Pasar Windujenar,
sepulang dari kantor beliau membantu mertuanya berjualan di Pasar
Windujenar dan pada akhirnya kiosnya diberikan kepada pak Suratno dan
dimanfaatkan untuk berjualan sampai sekarang.
g. Aminah
Berjualan sejak 1966, mempunyai 3 orang anak, dan bertempat
tinggal di Keprabon, berdagang barang-barang antic, dengan spesialisasi
69
macam-macam lampu. Awal mula bisa berjualan di Pasar Windujenar
adalah kios dari mertuanya yang diberikan kepadanya. Aminah belajar
berjualan dari ibunya. Mendapatkan modal secara sedikit demi sedikit dan
pada akhirnya beliau dapat menggantungkan hidupnya dengan berjualan di
Pasar Windujenar.
h. Pini
Berjualan di Pasar Windujenar sejak tahun 1864 bulan Oktober.
Beliau berasal dari Kebumen. Di Pasar Windujenar berdagang barang-
barang antic. Awal mula dapat berdagang di Pasar Windujenar duunya
tidak mempunyai modal, tetapi sedikit demi sedikit beliau diberi uang
kepada orang tuanya sehingg pada akhirnya dapat berjualan di Pasar
Windujenar.
70
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Pasar Tidak Sekedar Sebuah Ruang
Pasar bukan sekedar atmosfer yang kehampaan ruang yang menjadi
hunian benda mati. Pasar adalah biosfer bagi sebuah kehidupan yang memiliki
dinamika dalam perjumpaan maupun kontak sosial, dari pasarlah
sesungguhnya perubahan peradaban dunia dibangun khususnya dunia
perdagangan bahkan tidak dapat dipungkiri ketika era globalisasi dewasa ini
seluruh kekuatan hidup dunia mengacu pada norma pasar. Konon para filosof
di Yunani kuno memulai dan membangun peradaban dari ruang perdebatan
wacana di tengah sebuah pasar. Hakekat demokrasipun adalah kesepakatan
yang dibangun dari sifat tawar menawar dari kosmis sebuah pasar. Kosmis
71
sosiologis orang mengenal peradaban dari kehidupan dunia adalah makro
kosmis, sedangkan keluarga sebagai mikro kosmis (lembaga sosial terkecil).
Ketua Paguyuban Pasar Windujenar mencoba melihat pasar adalah trans
kosmis keduanya sebagai jagad tengahan, dimana untuk memahami kehidupan
kultur masyarakat pada sebuah wilayah (daerah) akan tercermin dalam
keberadaan sebuah pasar. Sangat ironis ditengah pasar menjadi acuan norma
kehidupan dunia, pasar tradisional justru semakin terpinggirkan
(termajinalkan) dan nyaris hilang kedengarannya “Ilang Kumandange”
Bicara pasar tidaklah sekedar bicara tentang ruang secara geografis
(arsitektur fisik) tetapi harus dilihat pula ruang sosiologis (arsitektur
sosialnya) serta ruang dimana sumber daya ekonomi dialokasikan. Arsitektur
sosial menjadi yang paling awal untuk dilihat dan disimak karena kajian
sosiologis akan melihat sejauh mana struktur masyarakat, kultur dan
mekanisme sosial yang berlangsung dalam sebuah ruang.
Jaringan ekonomi dan kekuatan pasar itu dibangun serta ditentukan
oleh karakter pasar yang ada. Dari sini kita akan melihat sebetulnya dalam
kelas mana pasar tersebut memiliki posisi dalam perdagangan. Tentunya akan
melihat komoditas jejaring ekonomi yang kemudian mengkomparasikan
dengan kekuatan pertumbuhan ekonomi pada pasar-pasar yang lain. Pada
tingkat mana sebetulnya kelas dan karaker pasar tersebut berada, minimal ada
tiga yang dapat dilihat :
Pasar Produksi – Pasar Suplier – Pasar Konsumsi
72
Bisa juga merupakan karakter ganda tetapi sejauh mana dominasi dari
karakter tersebut memiliki kecenderungan. Kajian tersebut barulah dapat
menentukan bentuk arsitektur bangunan pasar diterjemahkan kedalam
artikulasi dan morfologi arsitektural yang fungsional. Maka tidak setiap
bentuk dan bangunan interior maupun eksterior ruang sebuah pasar itu sama.
B. Konflik Pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar.
Kebijakan revitalisasi Pasar Windujenar menuai pro dan kontra dari
pedagang Pasar Windujenar. Pasca revitalisasi bangunan existing pasar
Windujenar terlihat eksotis dan modern, tetapi dibalik itu terdapat prahara
yang terjadi di pasar Windujenar.
1. Adanya event/pertunjukkan di Pasar Windujenar.
Pemerintah Kota melalui Dinas Pengelola Pasar yang bekerjasama
dengan Dinas Pariwisata kota Surakarta menyelenggarakan
event/pertunjukkan di pasar Windujenar. Event itu dimaksudkan agar
pasar Windujenar dapat di promosikan dan dapat dikenal oleh masyarakat
pasca revitalisasi pasar Windujenar, tetapi pedagang Pasar Windujenar
mengeluhkan bahwa bila ada event yang diselenggarakan di pasar
Windujenar, seperti apa yang dirasakan oleh bu pini, pedagang pasar
Windujenar yang sudah berjualan sejak tahun 1964 :
apabila ada event pedagang merasa dirugikan karena pembeli sepi dan pasar terlihat tertutup karena dilihat dari depan gak bisa dan akses jalan masuk juga di tutup, yang ada Cuma orang-orang lihat saja. Sebenarnya kemasan dari event itu menarik. Tetapi dampaknya bagi pedagang sangat kurang. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)
73
Pedagang mengeluhkan kalau ada event di pasar Windujenar
pembeli menjadi sepi dan pasar terlihat tertutup karena depan pasar sudah
tertutup panggung untuk pertunjukan. Akses jalan ke pasar Windujenar
sudah di tutup, penutupan jalan itu dimulai dari perempatan pasar pon dan
di pertigaan puro Mangkunegaran, jadi pembeli tidak bisa lewat kalau
akses jalannya ditutup. Waktu ada event memang ramai, tetapi yang ada
cuma orang-orang yang lihat event-event itu jadi posisinya tidak pembeli.
Hal sama juga diungkapkan oleh bu Aminah pedagang Pasar Windujenar
yang telah berdagang sejak tahun 1966 :
Pertunjukkan di pasar windujenar malah membuat sepi karena jalannya ditutup sejak dari slamet riyadi, itu sangat-sangat menggangu, menurut saya itu bukan bentuk promosi karena pedagang tidak bisa memanfaatkan adanya event tersebut.pada saat event kita malah disuruh buka sampai malam hari, tetapi kami menolaknya karena pada siang hari kita buka pembeli sepi, apalagi malam buka pasti sepi juga karena yang ada hanya orang-orang yang lihat di Pasar Windujenar. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)
Event di Pasar Windujenar menurutnya bukan merupakan bentuk
promosi karena tidak ada efek positif bagi pedagang, meskipun di depan
pasar terlihat ramai, pedagang belum bisa memanfaatkan event-event itu
untuk menarik pembeli. Hal serupa juga diungkapkan oleh Pak Sugeng
Pramono yang telah berjualan di Pasar Windujenar ini sejak tahun 1987 :
Event-event di pasar Windujenar contohnya Solo City jazz yang diselenggarakan kemarin di pasar Windujenar ternyata pasar terlihat sepi , la bagaimana adanya Cuma orang-orang yang lihat dan cah enom-enom yang jarang sekali tertarik dengan barang-barang seperti ini. Menurut saya itu hanya untuk kepentingan pemkot saja, karena menggelar acara di halaman Pasar WIndujenar ini kan harus bayar ke pemkot, jadi ini semata-mata hanya untuk bisnis, tidak untuk kesejahteraan pedagang. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)
74
Pada saat event memang ramai tapi hanya orang-orang yang lihat
dan anak muda yang jarang membeli di pasar Windujenar, selain itu event-
event di Pasar Windujenar dilakukan pada malam hari, kalau malam
pedagang diminta membuka kios akan merasa keberatan karena malam
hari waktunya istirahat, tapi dari Pemkot jarang sekali melihat keadaan
pedagang bila ada event-event.
Senada juga diungkapkan oleh mas Apin salah satu pedagang Pasar
Windujenar yang telah berjualan selama kurang lebih 6 tahun, dia berkata
bahwa :
Pertunjukan di pasar Windujenar dapat merugikan pedagang karena sebelum ada event dan sesudah ada event jalannya juga di tutup jadi merugikan pedagang karena akses jalannya cuma searah, dengan akses jalan yang ditutup itu otomatis pembeli hanya melihat eventnya itu saja tetapi tidak melihat pasar dan barang-barangnya.sebenarnya event yang diselenggarakan hanya I hari gak masalah, tetapi event 1 hari sebelumnya harus menata panggung, cek sound yang kadang memerlukan 2-3 hari, pada saat itulah pedagang merasa terganggu dan efeknya tidak ada pembeli di pasar Windujenar. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)
Penutupan jalan saat event yang digelar di Pasar Windujenar
membuat para pedagang merasa sepi pembeli, akses jalan masuk ke pasar
Windujenar yang ditutup, dari jalan Slamet Riyadi. Kondisi ini memang
yang seharusnya diantisipasi oleh pihak DPP agar dapat
menyelesaikannya, meskipun pergelaran event-event di Pasar Windujenar
tidak sepenuhnya dipegang oleh DPP, juga kerjasama dengan Dinas
Pariwisata dan Badan Informasi dan Komunikasi Kota Surakarta. Event
yang diselenggarakan di Pasar Windujenar durasinya sebenarnya tidak
lama, tetapi persiapan untuk menggelar event itu yang memakan waktu,
75
mulai dari menata panggung, cek sound dan lain-lain, hal itu yang
membuat pembeli di pasar Windujenar menjadi sepi. Pemerintah Kota
Surakarta seharusnya memikirkan kemasan event yang membuat pasar
Windujenar ramai dikunjungi oleh masyarakat baik Warga Negara
Indonesia maupun Warga Negara Asing seperti pada saat dahulu sekitar 5
tahun yang lalu.
Pernyataan keempat informan mengenai dampak dari adanya event
yang digelar di Pasar Windujenar adalah sepinya pembeli yang
dikarenakan akses jalan masuk ke Pasar Windujenar yang ditutup.
Keresahan pedagang dengan adanya event-event di pasar Windujenar yang
membuat sepi pembeli. Pedagang masih merasakan dan mengeluh kepada
antar pedagang yang merasakan hal yang sama. Pedagang belum
mengemukakan permasalahan ini kepada DPP agar DPP dapat
memberikan desain event yang dapat memajukan pasar Windujenar. Event
yang ada di Pasar Windujenar dalam rangka memamerkan produk-produk
unggulan pasar Windujenardan dapat menarik masayarakat untuk membeli
barang di Pasar Windujenar.
Dahulu sebelum revitalisasi, pasar Windujenar sering diadakan
acara “Festival Seni Pasar Kumandang”. Acara yang digelar di Pasar
Triwindu (sebelum berganti nama menjadi Pasar Windujenar) tidak
semeriah seperti sekarang ini setelah di revitalisasi, pada waktu dulu
meskipun acara tidak semeriah sekarang tetapi dampaknya sangat bertolak
belakang, kalau dulu acara tidak meriah tetapi dampaknya dapat menarik
76
wisatawan untuk datang dan membeli barang-barang yang ada di Pasar
Triwindu, tetapi sekarang dengan acara yang begitu mewah tetapi efeknya
membuat pedagang merasa sepi karena konsep, desain dan kemasan yang
belum terencana dari DPP.11
DPP sebenarnya harus menyadari bahwa Pasar bukanlah sekedar
sebagai ruang ekonomi, tetapi pasar juga sebagai “pusar” kehidupan sosial
yang humanis sebagai jagad kecil sosiologis sekaligus living heritage.
Sinergisitas pasar sebagai public space dan kesenian sebagai kehidupan
dari oleh cipta manusia adalah suatu keniscayaan yang tak terhindarkan.
Keduanya memiliki peran penting dalam membangun ketahanan sosial
bangsa.
2. Pintu Kios sebelah timur di buka agar bisa dilihat 2 sisi.
Kios yang ada di Pasar Windujenar telah berubah pasca revitalisasi
pasar. Perubahan itu dapat dilihat dari luas maupun keadaan kios. Akibat
dari berkurangnya luas kios adalah pedagang kesulitan dalam menata
barang dagangannya, dulu barang dagangannya bisa masuk ke kios tetapi
sekarang Barang dagangan sebagian di letakkan dirumah. Sempitnya luas
kios itu memunculkan ide bagi Pedagang untuk meminta kepada DPP agar
pintu kios di buka dua sisi, khususnya bagi pedagang yang berada di sisi
11 Salah seorang pedagang barang antic Muh Marseno 30, mengungkapkan dirinya bersama para pedagang lainnya sangat senang dengan diselenggarakannya acara tersebut (Festival Pasar Seni Kumandang), setidaknya kegiatan ini bisa menjadikan para pembeli datang kembali ke Pasar tradisional. Di samping itu, kami ingin agar Pemerinth Kota (Pemkot) Solo juga terus memperhatikan kondisi Pasar Triwindu yang dulu menjadisalah satu tujuan wisata di Solo. (Solopos, Minggu 21 Mei 2006, Berita : Festival Seni Pasar Kumandang II digelar di Triwmdu, Pedagang berharap pembeli datang kembali)
77
pertigaan jalan di Pasar Windujenar. Pedagang bermaksud agar kiosnya
dapat dilihat dua sisi dan barang dagangannya juga semakin terlihat..
Seperti apa yang diungkapkan oleh bu Pini, pedagang terlama di Pasar
Windujenar :
Kios saya ini di pojok depan tapi menghadap kearah selatan kemudian saya meminta kepada DPP untuk yang menghadap ke barat dibuka, agar kios saya bisa dilihat dua sisi dan tidak kelihatan sumpek, saya memasang barang dagangan juga enak, karena dapat dilihat dari dua sisi. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)
Pedagang yang berada di pertigaan jalan Pasar Windujenar tidak begitu
banyak, mereka yang berada di situ meminta kepada DPP untuk membuka
pintu sebelah barat jadi kios bisa dilihat dua sisi.
Gambar diatas menunjukkan bahwa kios menghadap ke selatan dimana
maksud pedagang adalah bagian barat kios itu dibuka agar dapat dilihat
Gambar III.1. : Sudut kios pasar Windujenar
78
dari sisi barat maupun sisi selatan, jadi kios dapat dilihat dari dua sisi.
Pedagang pernah menyampaikan hal ini kepada DPP. Respon DPP sudah
untuk membuka kios itu, tetapi sampai sekarang belum ada tindakan untuk
membuka kios tersebut. Permasalahan ini masih pada tahap ungkapan
pedagang Pasar Windujenar yang merasa belum puas dengan keadaan di
Pasar Windujenar pasca revitalisasi tempat para pedagang untuk mengais
rezeki dan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
3. Merasakan sepi pembeli pasca revitalisasi pasar Windujenar.
Mayoritas pedagang mengeluh pasca revitalisasi pasar Windujenar,
pasar yang menjadi sepi dan omzet pedagang menurun drastis,
kekhawatiran pedagang dengan adanya kebijakan revitalisasi pasar
ternyata menjadi kenyataan. Saat pedagang menempati pasar darurat di
gedung Sriwedari sampai pedagang menempati kios baru di pasar
Windujenar, dalam kurun waktu tersebut pedagang mengalami penurunan
omzet yang drastis. Seperti yang diungkapkan oleh Bu Aminah yang
sudah berjualan sejak tahun 1966 :
“Sebelum dibangun banyak tamu,maksudnya tamu pedagang, kalau pasar sini kan kebanyakan tamu yang dagang jadi kulakan dari sini gitu lo mas, kalau tamu turis atau orang-orang jalan-jalan atau tamu lokal yang belanja itu juga jarang Cuma satu-dua yang belanja. Kemudian setelah ada revitalisasi pasar dan pedagang menempati kios baru sampai sekarang sulit sekali menjual barang dagangan karena pasar yang sepi dan tidak ada lagi pembeli yang kulakan di pasar ini.” (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)
Bentuk keresahan dari seorang pedagang dengan kondisi yang
sekarang terjadi di pasar Windujenar. Sepinya pembeli di Pasar
79
Windujenar juga terjadi karena keadaan sekarang serba susah, barang-
barang apa saja mengalami kenaikan harga, dan dulu sampai sekarang
kondisi barang dagangan pedagang di Pasar Windujenar sudah berbeda.
Sekitar 10-15 tahun yang lalu pedagang di Pasar Windujenar ini barang
dagangannya berbeda-beda. Turis atau pembeli bila mencari barang bisa
langsung menuju pedagang yang menjualnya, karena setiap kios memiliki
spesialisasi jenis barang sendiri. Sekarang pedagang Pasar Windujenar
menjualkan barang yang sama antara pedagang yang satu dengan
pedagang yang lain. Sekarang mencari barang yang benar-benar antic juga
susah. Sekarang barang dagangannya bisa di bilang “ngantik” sehingga di
Pasar Windujenar ini terjadi persaingan antar pedagang.
Hal senada juga diungkapkan oleh Pak Suwarno yang telah
berdagang di Pasar Windujenar ini selama 20 tahun :
“habis pembangunan, penjualan pedagang 100% merosot karena penempatan tidak sesuai dengan pertama kali pengaduan, yang datang itu hanya pembeli yang sudah langganan, kalau pembeli yang datang terus mencari barang tertentu terus langsung dibayar tidak ada, jadi kita hanya menyiapkan untuk langganan, padahal masalahnya pelanggan kita juga sudah tidak kayak dulu, sekarang pelanggan pun sungkan untuk datang membeli barang karena pembeli harus naik dulu ke lantai 2”. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)
Sebelum revitalisasi Pak Suwarno bisa dikatakan sebagai pedagang
yang sukses. Omzet berdagang di Pasar Windujenar begitu besar sehingga
bisa membeli rumah dan mobil. Sekarang pasca revitalisasi pasar
Windujenar ini omzet berdagangnya menurun drastis, pembeli yang
datang hanya pembeli langganan saja yang jumlahnya mengalami
penurunan. Pembeli yang datang, kemudian mencari barang tidak pernah
80
ditemui di pasar Windujenar pasca revitalisasi ini, padahal pedagang Pasar
Windujenar harus memenuhi kebutuhan hidupnya yang butuh makan dan
minum setiap harinya. Seringkali pedagang tidak mendapatkan pembeli
satupun dalam sehari, sangat ironis memang apa yang terjadi di Pasar
Windujenar pasca revitalisasi pasar.
Pak Budianto pedagang pasar Windujenar juga merasakan hal yang sama
yaitu mengalami sepi pembeli pasca revitalisasi Pasar Windujenar :
” sebelum revitalisasi pasar ramai mas, pembeli juga ramai, tapi sekarang setelah dibangun Biasanya pembeli yang lewat bisa liat dagangan kita, sekarang jadi ga bisa liat. Dulu bisa liat-liat barang, entah cocok atau tidak, paling tidak menunjukan sesuatu yang positif. Dibeli ya syukur, tidak ya syukur. Kalo saya ini tidak dibeli,dilihat saja sudah enak. Tidak harus saya laku. Tetapi pasca revitalisasi ini dilihat pun tidak ada yang melihat, apalagi membeli barang. Mayoritas pedagang disini mengalami hal yang sama.”. (wawancara tanggal 8 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)
Pasca revitalisasi keadaan yang dialami oleh pedagang pasar
Windujenar berubah total, mulai dari bangunan hingga ke keadaan
pedagangnya, Pak Budianto merupakan pedagang yang menjual barang-
barang pusaka karena spesialisasinya barang-barang pusaka. Pedagang
pasar Windujenar sebenarnya dikunjungi oleh pembeli saja sudah merasa
senang, meskipun pembeli itu tidak membeli barang dagangannya, pasca
revitalisasi jarang sekali ditemui pembeli, tamu yang datang sangat sepi.
jangankan datang lewat pun gak ada, ini juga pengaruh letak kios saya
yang depannya ada tangga untuk naik ke lantai 2. Pedagang meresahkan
apa yang terjadi di Pasar Windujenar, keresahan dari pedagang ini masih
pada taraf pembicaraan antar pedagang, belum mencuat ke permukaan.
81
Memang menurut pedagang yang harus bertanggung jawab atas semua ini
adalah Dinas Pengelola Pasar, tetapi DPP belum melakukan tindakan atas
respon keresahan yang dialami oleh Pedagang Pasar Windujenar.
Pedagang yang bernama Pak Sugeng Pramono juga sama mengungkapkan
penurunan omzet pasca revitalisasi pasar Windujenar :
“Dilihat secara fisik pasca revitalisasi memang bagus, tapi dari penghasilan berkurang drastic, Padahal saya sudah 10 tahun lebih berjualan disini, ya keadaan sekarang ini yang menurut saya sangat parah, pembeli sepi, omzet turun drastic.sehingga pedagang merasa tercekik dengan keadaan seperti ini, banyak pedagang yang tidak membuka kiosnya, pindah di tempat yang lain. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)
Revitalisasi pasar Windujenar ini diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan pedagang pasar Windujenar, direvitalisasinya pasar
Windujenar terlihat bahwa bangunan dari luar sudah terlihat bagus, indah
dan menarik, sehingga pembeli atau warga di kota Solo pada khususnya
merasa terdorong untuk datang ke pasar Windujenar, tetapi kenyataan di
lapangan sangat berbeda, kesan bangunan pasar Windujenar yang telah
direvitalisasi ternyata berdampak pada belum normalnya kegiatan
ekonomi di Pasar Windujenar sehingga pedagang pasar Windujenar belum
mendapatkan perbaikan ekonomi sejak dulu dari pasar darurat di kawasan
sriwedari. Pedagang meminta kepada DPP bahwa revitalisasi ini sebaiknya
hanya merenovasi kiosnya saja dengan tidak mengubah letak dan luas
kios.
4. Penyempitan kios Pedagang Pasar Windujenar pasca revitalisasi pasar
82
Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan penyempitan kios pasca
revitalisasi pasar. Penyempitan kios berkaitan dengan pedagang harus
meletakkan dan menata barang dagangannya, Setiap kios mendapat
pengurangan sekitar 2-5 meter tergantung dari luas kios sebelumnya, bila
luas kios sebelumnya melebihi 7 meter maka pengurangannya 3 meter
untuk kios masing – masing pedagang. Pedagang menuntut adanya MoU
(Memorandum of Undersatanding) antara pedagang dengan DPP dalam
membahas mengenai jaminan luas kios yang akan ditetapkan oleh DPP
proporsional, jaminan itu bagi pedagang sangat dibutuhkan karena
pedagang membutuhkan jaminan agar tidak ada perbedaan luas kios pasca
revitalisasi pasar dengan realisasi yang ada di lapangan.12 Hasil penelitian
selama di pasar Windujenar, ada pedagang yang menjual pipa-pipa air
yang besar dan panjang dimana untuk menata barang-barang itu
membutuhkan luas kios yang luas, tetapi kenyataannya kios tetap
dikurangi, sehingga bila pedagang mempunyai barang dagangan yang
banyak maka barang dagangannya sebagian ditaruh dirumah, bila ada
pembeli yang mencari barang tersebut baru diantarkan.
Keresahan pedagang terkait penyempitan kios diungkapkan oleh
Bu Aminah, yaitu :
12 Salah satu pedagang, H Bambang Sarjuno, ketika ditemui di kiosnya sabtu (19/4) mengatakan kalau perlu jaminan kepastian itu diberikan dalam bentuk MoU, sehingga pedagang puna bukti jika pada kenyataan setelah pembangunan pasar itu nanti, DPP tidak memenuhi janjinya (Pusat Dokumentasi Solopos, edisi : Selasa 22 April 2008, Hal II, tentang : Pedagang Triwindu tuntut MoU
83
“ya kios saya kan dulunya dari orang tua jadi sekarang di hitung saja kerugian dari pengurangan luas lahannya,kios saya juga jadi sempit, bingung naruh barang kalau lagi pas ada tamu dan pembeli. Kios yang semakin sempit ini membuat tidak semua barang dagangan dapat saya taruh dikios, dan memajang diluar juga ada aturannya, yakni tidak boleh melebihi 2 lantai. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)
Pedagang Pasar Windujenar mayoritas sudah pada generasi kedua
karena generasi yang pertama sudah meninggal dan diturunkan oleh anak,
menantu maupun cucunya, warisan dari orang tua itu dulu kiosnya sangat
luas. Budaya di Pasar Windujenar pada waktu dulu tidak hanya melayani
pembeli, tetapi juga kadang ada sanak saudara yang berkunjung. pasar
windujenar pada jaman dulu tidak hanya sebagai tempat berjdagang tetapi
juga sebagai tempat interaksi sosial baik pembeli maupun saudara atau
teman. Sekarang sudah berubah, kios yang sempit dan tidak dapat
menerima tamu dan barang tidak dapat di letakkan di kios. Sekarang
kiosnya sudah dipersempit terkait revitalisasi pasar, aturan dari DPP bila
kiosnya panjangnya 10 meter maka dikurangi 3 meter. Pedagang pasar
Windujenar meminta pemberian kios baru harus disesuaikan dengan luas
yang tercantum dalam Surat Hak Penempatan (SHP) yang telah dimiliki
oleh setiap pedagang.
Seorang pedagang Pasar Windujenar bernama Bambang Sarjuno
meminta agar luas kios pasar baru sesuai dengan luas yang dimiliki
pedagang dalam SHP. Seharusnya antar pedagang ada komunikasi dengan
pemkot sehingga pedagang tahu keputusannya tidak merugikan pedagang,
84
pedagang khawatir bila kios dijadikan praktek jual beli yang tidak sehat
oleh DPP.13
5. Janji DPP bahwa atrium akan digunakan sebagai tempat untuk istirahat
tamu dan tempat memajang barang dagangan yang tergolong antik dan
istimewa.
Bangunan pasar Windujenar telah di desain sebagai pasar yang
modern dimana di depan atau loby dibuat suatu space (pedagang
menyebutnya atrium) dimana kadang-kadang juga dibuat pertunjukkan tari
maupun pertunjukkan yang lain. Bangunan depan atau loby di Pasar
Windujenar pada konsep awal yaitu untuk memajang barang dagangan
yang tergolong istimewa, tetapi kenyataan sekarang disitu dijadikan
sebagai tempat kantor lurah sementara dan diberi kursi untuk pedagang
yang sedang menjaga tokonya. Seperti apa yang diungkapkan oleh ibu
Aminah
di lobi itu nanti ditata tempat duduk atau kursi, jadi kalau ada tamu nanti bisa beristirahat di situ, dan nanti siapa yang punya barang-barang bagus istimewa bisa ditata atau di taruh disitu, ternyata sekarang nggak, itu aja bukan dari pemerintah, jadi ditata itu juga milik pedagang dan tapi tamu juga gak ada yang duduk disitu dan DPP tidak memfasilitasi, dari situ kita sudah merasakan ketidakpuasan di situ (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)
Fungsi lobi di Pasar Windujenar digunakan untuk memamerkan
barang-barang dagangan yang tergolong antik dan istimewa sehingga
pedagang yang mendapatkan kios di belakang bisa memamerkan
13 Pusat Dokumentasi Solopos, edisi rabu 16 April 2008 hal II, tentang : Pedagang minta luas los disesuaikan SHP
85
barangnya di Lobi supaya tamu dan wisatawan yang datang sudah
disuguhkan dengan barang-barang yang istimewa. Pedagang Pasar
Windujenar akan terbantu dengan Space loby untuk memamerkan barang
dagangannya meskipun hanya dikhususkan pada barang-barang yang
sangat antik. Konflik pedagang dengan DPP yang belum menempati janji-
janjinya itu belum mencuat ke permukaan maksudnya ini hanya ungkapan
dari pedagang yang belum merasa puas dengan DPP, bila isu konflik
mendapatkan dukungan dari banyak pedagang maka akan terjadi konflik
yang lebih besar.
6. Masalah kios di Pasar Windujenar
a. Kejanggalan dalam pengundian kios Pasar Windujenar
Pengaturan kios Pasar Windujenar dengan bangunan yang
berlantai 2 membuat suatu permasalahan karena mayoritas pedagang
pasar Windujenar tidak mau bila kiosnya ada di lantai 2. Kios di Pasar
tradisional khususnya pasar Windujenar merupakan pemasalahan yang
rawan akan memunculkan konflik, dan ini terbukti dengan adanya
kejanggalan-kejanggalan dalam pembagian kios pasar Windujenar.
Bahkan isu-isu bahwa pedagang tidak mau menempati kios di lantai 2
sudah terdengar saat rencana revitalisasi pasar Windujenar. Pada saat
itu pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Pedagang Pasar
Triwindu (P3T) menuntut ditempatkan di lantai bawah pasar
Windujenar, lantaran pedagang merasa khawatir dagangannya tidak
laku jika di lantai 2. Pernyataan pedagang itu disampaikan dalam
86
musayawarah P3T. tujuan pertemuan itu adalah untuk menampung
aspirasi pedagang terkait revitalisasi pasar Windujenar dan dihadiri
oleh berbagai kelompok pedagang dan diharapkan aspirasi pedagang
tersebut dapat tersalurkan kepada Dinas Pengelola Pasar14. Tapi sampai
sekarang permasalahan kios masih belum terselesaikan, permasalahan
kios saat ini adalah ketika pembagian/pengundian kios Pasar
Windujenar, dimana ada indikasi bahwa DPP sudah mengatur letak
kios bagi para pedagang Pasar Windujenar, hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Bu Aminah yaitu :
lha dulu saya itu di kelas A sekarang dipindah di sini.. dulu kan katanya ganti ruginya per luas potongan wilayah jadi berapa meter per berapa rupiah gitu..tapi ternyata tidak jadi, pengundiannya dipanggil satu diganti satu gitu, jadi per paket..kayak sini aja ganti ruginya dua, itu gak etis namanya..dari situ saja kita sudah gelo,tapi ya namanya kita orang kecil ya menerima apa adanya saja mas. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)
Pembagian kios pasar Windujenar seolah-olah sudah diatur
oleh DPP karena pedagang merasa ada kejanggalan, dalam pembagian
kios di Pasar Windujenar pedagang di kelompokkan berdasarkan luas
kios, dari pengundian ada kejanggalannya yaitu ketika pengundian
pedagang dipanggil satu persatu oleh perwakilan dari DPP untuk
14 Perwakilan pedagang onderdil di pasar Triwindu, sarjuno menyatakan, semua pedagang onderdil tetap menghendaki ditempatkan di kios lantai bawah, mengingat barang-barang dagangan yang dimiliki cukup berat . hal senada juga diungkapkan pedagang onderdil lainnya, jumadi 40 bahwa menurut dia dirinya tidak ingin seperti yang terjadi di pasar notoharjo, dimana banyak pedagang yang menempati lantai atas menjadi gulung tikar, karena tidak ada yang membelinya. (Pusat Dokumenatasi Solopos, edisi : selasa, 2 Desember 2008 hal III, tentang 100-an Pedagang pasar Triwindu pilih tempati kios lantai 1)
87
mengambil undian di dalam pundi-pundi, tetapi dalam pundi-pundi itu
awalnya tidak ada isinya kemudian ada pedagang yang dipanggil untuk
mengambil undian pembagian kios baru undiannya itu dimasukkan ke
dalam pundi-pundinya, semisal di pasar Windujenar ada 100 pedagang
harusnya dalam pundi-pundi itu juga ada 100 undian tetapi tidak, saat
pedagang mengambil undian baru undian itu dimasukkan ke pundi-
pundi. Senada juga diungkapkan oleh pak Sugeng Pramono yaitu :
jadi undiannya diambil terus di tambah, harusnya ada 10 pedagang setelah diambil satu harusnya ada 9 tapi itu ada 4 ditambah lagi. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)
Entah bagaimana maksud DPP memperlakukan pedagang pasar
Windujenar seperti itu, yang jelas pedagang pasar Windujenar merasa
kecewa hal-hal semacam itu yang menurut pedagang Pasar Windujenar
sebagai kejanggalan-kejanggalan dalam pembagian kios, karena
pedagang pasar Windujenar tidak ada kekuatan untuk menekan DPP
maka mereka tetap melakukan proses itu meskipun pedagang
menyesalkan hasil undiannya itu. Konflik ini masih pada taraf bentuk-
bentuk ungkapan antar pedagang belum ada tindakan pedagang untuk
menuntut kepada DPP karena pedagang merasa mereka warga kecil
yang tidak bisa apa-apa dan tanah di pasar Windujenar adalah tanah
milik Pemkot Surakarta
b. Permintaan pedagang kios dikelompokkan per blok menurut jenis
barangnya.
88
Revitalisasi pasar Windujenar yang sekarang menjadi dua
lantai memunculkan konflik antara pedagang dengan Dinas Pengelola
pasar. penurunan omzet penjualan dari pedagang juga alasan yang
membuat pedagang merasa sangat kecewa dengan DPP. Selain
pedagang berada di lantai atas, pedagang merasa kecewa karena
pedagang tidak dibagi letaknya berdasarkan jenis barangnya sehingga
dilantai atas terdapat pedagang bermacam-macam pedagang ada
pedagang onderdil motor, mobil, sekrup, timbangan, diesel dll
sehingga jarang sekali ada pembeli yang datang kemudian membeli
barang itu, paling hanya langganan saja. Seperti apa yang diungkapkan
oleh pak Suwarno yang menjual onderdil motor :
penempatan kurang bagus, itu yang paling membuat pedagang hatinya tidak cocok, semuanya jadi tidak cocok itu ya cuma penempatan itu. Kalo penempatannya pas sesuai blok, sesuai yg dijual masing-masing itu tidak nggrundel, udah cuma itu aja. Karena itu semua pedagang jadi anyel. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)
Pernyataan diatas membuktikan bahwa pedagang sangat kecewa
dengan pembagian kios oleh DPP, pedagang meminta kepada DPP
agar pedagang di kelompokkan berdasarkan jenis barang dagangan
meskipun di lantai 2. Bila pedagang di kelompokkan maka pembeli
juga mudah mencari barang tertentu, kalau pembagiannya seperti ini
yaitu pedagang bercampur maka pembeli juga merasa kesulitan untuk
mencari pedagang, semisal saja pedagang onderdil motor ada di blok
A, terus pedagang timbangan di blok B dll, itu yang diminta oleh
89
pedagang, tetapi DPP belum merespon permintaan dari pedagang.
Pedagang mengeluhkan sangat lambatnya DPP dalam merespon
keluhan-keluhan dari pedagang seolah-olah DPP tidak mau
mendengarkan keluhan pedagang, karena kita mengeluh sampai saat
ini belum ada tindak lanjut dari DPP, seperti apa yang diungkapkan
oleh pak Suwarno :
dibangun tidak apa-apa asal penempatan sesuai pedagang/sesuai yang dijual misal blok A antic, blok B onderdil. Tidak seperti ini morak-marik, ini antik, ini antic, ini pertukangan, ini onderdil, ini laker. Orang cari barang kan susah. Kalau sama kan enak. Pedagang gak minta ini itu. Pedagang cuma minta dikelompokkan per blok (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)
Dijelaskan Bahwa permintaan pedagang tidak macam-macam
kepada DPP hanya meminta pengelompokkan per blok setiap barang
yang diperdagangkan, tetapi permintaan pedagang itu belum terpenuhi,
sekarang malah tidak terpenuhi karena pengundian kios sudah
dilakukan dan letak kios bercampur-campur, sedangkan pedagang
onderdil motor yang ada di bawah bawah bagian utara pasar ada, jadi
pembeli sekarang pada lari ke lantai bawah semua.
Senada juga diungkapkan oleh pak Sugeng yang mempunyai banyak
kios di Pasar Windujenar yaitu :
Mungkin dulu bila tidak pecah pedagang tidak pada nggresulo jadi ada antic dibawah, onderdil di sendirikan dan laker disendirikan, terus timbangan disendirikan mungkin pedagang tidak nggresulo
90
(wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)
Kekecewaan pedagang sebenarnya cuma satu yaitu penempatan kios
yang tidak teratur, bila pedagang ini penempatan kiosnya di
kelompokkan menurut jenis dagangannya maka pedagang tidak akan
ada yang kecewa. Pak Sugeng ini di pasar Windujenar mempunyai
beberapa kios, waktu pengundian kios mendapatkan 1 di lantai bawah
dan 2 di lantai atas, untuk 2 kios di lantai atas letaknya bersebelahan,
saat DPP sidak ke Pasar Windujenar ia mengungkapkan bahwa kalau
keberatan dengan penempatan kios ini, kemudian pedagang pasar
Windujenar ini memberikan solusi, karena kiosnya yang bersebelahan
maka ia meminta untuk membuka pembatas kios, tetapi DPP tidak
memperbolehkan dengan alasan tertentu.
Saya itu punya 3 kios, setelah di revitalisasi ini kios saya malah dipindah-pindah dan di pisah-pisah, terus yang nunggu kios siapa, masak harus bayar 3 pegawai gek tempate jauh semua mas. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)
Ini merupakan bentuk bahwa DPP kurang memikirkan kesejahteraan
pedagang, secara logika bagaimana pedagang yang mempunyai kios
lebih dari satu dapat pengundian kios yang letaknya jauh-jauh ketika
dia menjaga kiosnya harus berpindah-pindah juga, apakah harus nyari
pegawai lagi, terus gaji pegawainya dibayar memakai apa sedang pasar
ekonominya masih belum normal. DPP semestinya dapat melihat hal-
hal semacam ini, tidak hanya melihat pasar dari luar, memang dari luar
eksterior pasar sangat bagus, tetapi di dalamnya terdapat prahara yang
91
luar biasa dari setiap pedagang. Pedagang pasar Windujenar ketika ada
permasalahan semacam ini belum bisa melakukan counter kepada DPP
karena saat ini paguyuban pasar sangat kurang dalam men support
pedagang, selain ketuanya yang sibuk tetapi juga karena masa
kepengurusan dari ketua paguyuban yang sudah tidak menjabat,
sehingga pedagang pasar Windujenar harus segera membuat
kepengurusan baru terkait untuk menyalurkan aspirasi pedagang Pasar
Windujenar.
c. Pedagang barang-barang berat agar ditempatkan di lantai bawah
Kasus lain juga demikian, pedagang perpipaan yang besar-
besar dan panjang pipa itu mencapai 4-5 meter, pedagang itu berada di
lantai 2 padahal pipa itu beratnya mencapai 10kg, dan bila
menyambung atau memperbaiki pipa cara kerjanya harus dipukul-
pukul sehingga suaranya sangat berisik dan terdengar sampai lantai
bawah, kekecewaan pedagang terhadap DPP diungkapkan oleh pak
suratno pedagang pipa di Pasar Windujenar :
Pasar memang baik tapi secara pembagiannya menurut saya ya kurang pas. Contohnya perpipaan terus bangsa alat itu tempatnya kok diatas gitu lho. Kalau masih lama dulu kan dibawah semua tapi penataannya ini menurut saya seharusnya barang-barang berat itu dibawah. Tapi itu haknya pemkot. Dulu perjanjiannya barang-barang berat dan pipa-pipa itu mayoritas di bawah, itu dulu tapi kok setelah dilotere kok dapatnya gini. Trus cara kerjanya itu kan pipa pakai dipukul-pukul akhirnya kalau mau pukul-pukul nggak enak dengan yang dibawah. Diesel kecil aja kemarin orang mau beli dibunyikan, orang bawah pada protes gini-gini. Kan goyang.Harusnya ada pengelompokan, kalo pertukangan ya campur lah.
92
(wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)
Seperti apa yang sudah dijelaskan diatas bahwa ada
kejanggalan, mulai janji dari DPP bahwa pedagang barang-barang
yang berat akan ditempatkan di lantai dasar, tetapi kenyataannya tidak
seperti itu, kemudian pak suratno merasa sungkan atau tidak nyaman
dengan pedagang yang lainnya bila dia akan memukul-mukul pipa,
padahal cara kerja pipa itu harus dipukul-pukul dulu, selain itu di dekat
kios pak Suratno ada pedagang diesel, kita tahu bahwa diesel beratnya
sekitar 15kg, orang kalau mau membeli harus mencoba dan
dinyalakan, ketika dinyalakan getarannya itu dapat dirasakan sampai
ke lantai bawah sehingga pedagang barang-barang antik di lantai
bawah protes, pedagang diesel itupun sudah menyampaikannya ke
DPP ketika ada sidak ke pasar Windujenar, tetapi DPP
mengungkapkan bila pedagang diesel dipindah ke lantai bawah maka
akan memunculkan rasa iri antar pedagang. Konflik pedagang dengan
DPP ini belum ada suatu forum penyelesaian masalah ini, karena DPP
belum begitu merespon sedangkan pedagang belum berani membuat
suatu kelompok untuk menekan DPP agar merubah letak penempatan
kios.
d. Ada indikasi bahwa DPP memikirkan bisnis
Adanya sikap dari DPP yang menjual belikan kios di Pasar
Windujenar membuat ada persepsi stigma dari pedagang bahwa DPP
93
hanya memikirkan bisnis saja, kios yang dijual di pasar Windujenar
mencapai 20-25 juta per kios, dimana di Pasar Windujenar sekarang
ada sekita 100 kios. Seperti apa yang diutarakan oleh pak Sugeng yaitu
:
DPP juga memikirkan untuk bisnis karena ada pedagang yang membeli kios seharga 20 juta, jadi pemkot bangun tapi nyilakake
(wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)
DPP telah terbukti memperjual belikan kios di Pasar Windujenar
seharga 20 juta, dan yang membeli adalah orang yang terkenal di Kota
Surakarta.
e. Retribusi Pasar Windujenar
Retribusi pasar Windujenar saat ini belum ada pembayaran
sejak revitalisasi pasar, tetapi pada waktu itu sudah ada sosialisasi dari
DPP bahwa akhirnya juga pedagang yang mempunyai SHP harus
membayar retribusi pasar Windujeanar. Tetapi yang dipermasalahkan
oleh pedagang adalah retribusi disamakan semua antar pedagang
meskipun mempunyai luas kios yang sempit dan berada di belakang,
kalau caranya seperti itu saya tidak setuju, hal itu diungkapkan oleh
ibu Aminah pedagang barang antic di pasar Windujenar :
Waktu petugas datang saya sudah ngomong karena kita tidak berada di kelas 2 (depan), jadi kalau retribusinya disamakan dengan yang kelas 2 (depan) maka kita merasa keberatan, apalagi yang kios diatas sangat keberatan. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)
94
Retribusi pedagang akan disamakan maka pedagang banyak yang tidak
setuju, apabila pedagang pasar Windujenar yang berada di lantai atas,
semakin menolak dengan hal itu, kalau kita lihat harusnya kios yang
berada di depan retribusinya agak lebih tinggi dibandingkan dengan
kios yang berada dibelakang dan e43wkk diatas karena yang di depan
aksesnya sangat mudah untuk dilihat oleh pembeli, sedangkan yang
berada dibelakang dan diatas aksesnya tidak semudah yang berada di
depan. Alasan-alasan inilah mengapa pedagang Pasar Windujenar
menolak adanya retribusi pasar yang disamakan antar pedagang dan
masalah retribusi ini pedagang meminta kepada DPP untuk mengkaji
lagi, supaya pedagang tidak merasa kecewa. Bentuk ungkapan-
ungkapan antar pedagang ini nanti bisa menimbulkan suatu tindakan
yang lebih besar karena pedagang berada di Pasar Windujenar selama
seumur hidup dan di pasar Windujenar para pedagang mengais rejeki
untuk mempertahankan hidupnya.
f. Brand Image pasar Windujenar sebagai pasar Barang antic yang
merugikan pedagang.
Pasar Windujenar identik dengan pasar barang antic, itu bagi
sebagian besar masyarakat yang mengetahui bahwa branding image
dari pasar Windujenar adalah pasar Barang antik, adanya image
semacam itu pedagang onderdil motor, besi dan laker merasa kecewa
karena pasar Windujenar tidak hanya barang-barang antik tapi juga
barang laker, besi dan pipa, padahal menurut sejarahnya pada waktu
95
itu namanya pasar Triwindu, awal mula berdirinya pasar Windujenar
adalah dari pedagang besi tua kemudian datang pedagang barang antic
yang mengikutinya, tetapi sekarang ada penonjolan bahwa pasar
Windujenar adalah pasar barang antic. Pedagang tidak sependapat
dengan itu seperti ungkapan dari pak Suwarno :
tidak cocoknya karena yang ditonjolkan cuma antik, yg disebut cuma antik. Padahal yang pedagang disini bukan cuma antik tapi kok yang dianak emaskan cuma antik. Saya bukannya iri tapi mbok iya pedagang itu sama-sama, kan antik juga tidak bisa berdiri sendiri. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)
Pedagang tidak setuju bila yang ditonjolkan pedagang barang antic, hal
ini memang ada kecenderungan akan dibawa kearah itu sebagai pasar
barang-barang antic, hal itu bisa dibuktikan bahwa kios pedagang
barang antik berada di lantai bawah, dan ketika promosi pasar yang
ditonjolkan adalah pedagang barang antic, pedagang meminta agar
DPP tidak menganaktirikan pedagang selain barang antik, karena
pedagang barang antik juga tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada
pedagang lain.
C. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan Kontraktor
Revitalisasi pasar Windujenar melibatkan Kontraktor. Kontraktor itu
diberikan tanggung jawab sepenuhnya dalam melakukan desain bangunan
pasar Windujenar, Sebelum pasar Windujenar selesai pembangunan tahap I
dan tahap II kontraktor menjadi penanggung jawab terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan perbaikan atas kekurangan dan kehilangan material di
96
bangunan baru pasar Windujenar. Kontraktor yang ditunjuk oleh DPP adalah
kontraktor Applause C Indonesia15.
Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan sikap kontraktor yang tidak
merespon keluhan-keluhan pedagang terkait bangunan yang ada di pasar
Windujenar yaitu sebagai berikut :
1. Kebocoran saluran air
Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan adanya salah satu
saluran air di lantai dasar yang bocor. Pedagang sebelumnya belum tahu
kalau saluran airnya bocor, karena pada saat hujan biasanya pada malam
hari. Saat pedagang datang pada pagi harinya tiba-tiba lantai di Pasar
Windujenar terdapat genangan-genangan air yang volumenya cukup
banyak, pedagang pasar Windujenar penasaran dan berusaha mencari
dimana saluran airnya yang bocor. Suatu saat hujan turun pada siang hari
dan saat itulah pedagang tahu bahwa saluran air yang bocor, ternyata
saluran yang bocor itu sudah parah, pedagang merasa bangunan pasar
Windujenar yang baru saja dibangun saluran airnya sudah rusak, hal ini
diungkapkan oleh bu pini yaitu :
kalau hujan talang masih ada yang bocor.kalau yang lainnya saya tidak tahu, kebetulan talang yang bocor itu berada di deket kios saya. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)
15 Perbaikan atas kerusakan dan kehilangan material di bangunan baru Pasar WIndujenar seharusnya masih menjadi tanggung jawab pihak kontraktor applause C Indonesia, menyusul belum adanya penyerahan tahap II pasar tersebut ke DInas Pengelola Pasar (DPP)
(Solopos, Senin, 11 Mei 2009, tentang, DPP : Pasar Windujenar masih jadi tanggung jawab Kontraktor)
97
Saluran air yang bocor itu letaknya di dekat kios bu Pini, jadi bu Pini ini
tahu kalau ada saluran air yang bocor. Kios bu pini ini juga paling banyak
tergenang air. Hal senada juga diungkapkan oleh Bu Aminah bahwa :
Kemudian selain itu talangnya bocor, kebetulan pas hujan siang talangnya kan keliatan yang bocornya, dan genangan airnya itu sampai ke kios saya mas. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB) Kedua pedagang ini menyatakan sikapnya yang kecewa terhadap
kontraktor, karena bangunan belum selesai. Pedagang juga mengeluh tidak
cepatnya respon kontraktor pasar Windujenar dalam memperbaiki
kerusakan-kerusakan di pasar Windujenar. Kondisi ini masih dalam
bentuk ungkapan-ungkapan dari pedagang pasar Windujenar, tetapi
kontraktor seharusnya harus memiliki respon yang cepat bila ada keluhan-
keluhan dari pedagang terkait dengan bangunan pasar Windujenar
2. Pintu kios yang sulit dibuka
Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan pintu kiosnya yang
sangat sulit dibuka, untuk membuka pintu kios harus dibantu 2-3 orang.
Ibu Aminah pedagang Pasar Windujenar mengatakan :
Saya itu punya masalah pintu, kalau buka harus bertiga, dulu saya pernah komplain sama pemborongnya langsung, tapi pemborongnya malah bilang itu ada perawatan 6 bulan tapi ternyata tidak ada perawatan, selain itu saya waktu ketemu saya bilang tapi pemborongnya ya yo ya yo tok, terus sekrupnya juga pada protol. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)
Ungkapan Ibu Aminah merupakan ketidakpuasan dengan apa yang
dilakukan oleh kontraktor pasar Windujenar, pemborong sudah
98
menjanjikan kepada pedagang pasar Windujenar bahwa ada perawatan
selama 6 bulan bila terjadi kerusakan atau kekurangan, tapi ternyata tidak
ada perawatan apapun, sekrup yang ada di pintu kios juga sudah pada
copot. Pedagang pasar Windujenar sudah berulang kali mengadu kepada
pihak pemborong tetapi pihak pemborong kurang menanggapi secara
serius. Pintu kios pasar Windujenar ada yang diganti oleh pedagang
dengan pintu “rooling door”, tetapi waktu ada sidak dari DPP pedagang itu
disuruh ganti lagi dengan pintu yang semula, pedagang beralasan bahwa
pintunya sangat sulit dibuka, dan pedagang memilih pintu yang lebih
mudah untuk dibuka
Gambar diatas merupakan apa yang terjadi di Pasar Windujenar bahwa
Pedagang pasar Windujenar merasa kecewa dengan kontraktor yang
Gambar III.2.. pintu kios pasar Windujenar yang diganti rooling door oleh pedagang
99
pintunya sangat sulit dibuka. Pedagang pasar Windujenar berinisiatif dan
nekat untuk membuat pintu sendiri, tetapi dari Dinas tidak
memperbolehkan hal itu karena nanti bisa menimbulkan iri antar
pedagang.
3. Ventilasi dan pencahayaan
Ventilasi dan Pencahayaan yang ada di Pasar Windujenar dinilai
masih kurang oleh pedagang pasar Windujenar terutama di lantai 2. Kios
di lantai 2 cahayanya sedikit sekali yang masuk, dan bila tidak memakai
kipas angin suhunya panas, hal ini membuktikan bahwa vnetilasi dan
pencahayaan di Pasar Windujenar masih kurang, hal ini diungkapkan oleh
Pak Suwarno ketika saya wawancara dengan beliau yaitu :
Untuk pencahayaan dan ventilasi di pasar Windujenar sangat kurang mas, Kalau tidak ada kipas ini panas banget, ini kurang banget.semuanya kurang.apalagi ini musim panas. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)
Ungkapan pak Suwarno merupakan fakta yang terjadi di pasar Windujenar
dengan keadaaan ventilasi dan pencahayaan yang kurang
Di lantai atas kondisi pencahayaan masih kurang dan kondisi angin kurang, tapi rencananya atapnya ada yang mau dibongkar biar pencahayaan dan angin bisa masuk. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)
Kondisi itulah yang sekarang dihadapi oleh pedagang pasar Windujenar,
kondisi yang gelap, panas dan bau yang tidak sedap, kondisi tempat
memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi menurut pak Sugeng dalam waktu
dekat akan dibongkar atap-atapnya agar cahaya dan udara dapat masuk.
100
Keluhan dari pedagang inilah yang kemudian memunculkan konflik
pedagang dengan kontraktor meski masih pada taraf konflik laten yang
belum ada tindakan perlawanan secara besar-besaran.
4. Depan kios pedagang ada tangga untuk ke lantai atas
Pedagang pasar Windujenar menilai bangunan yang ada di pasar
Windujenar tidak terkonsep meskipun pada awalnya desain bangunan
pasar Windujenar telah digambarkan secara rinci, tetapi hasilnya berbeda
dengan hasil pada gambar. Seperti apa yang diungkapkan oleh pak
Budianto yaitu :
Tapi banyak orang pasar yang mengeluh masalah tangga ini. Karena ini lalu lintas umum, bisa berputar kemana-mana. Banyak tamu yang perutnya kena tajeman itu, sobek, baret.apalagi tamu di pasar Windujenar ada yang orang asing yang tubuhnya tinggi dan besar. (wawancara tanggal 8 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)
Gambar III.3. Tangga yang berada di depan kios
101
Pedagang pasar Windujenar telah menuntut kepada DPP tetapi DPP tidak
merespon keluhan pedagang secara cepat, DPP melemparkan kesalahan itu
kepada kontraktor pasar Windujenar. Pedagang pasar Windujenar
mencoba menceritakan hal ini kepada kontraktor, dan kontraktor pasar
Windujenar telah memberikan solusi, tetapi solusi itu belum cukup untuk
menyelesaikan masalah, karena yang dilakukan oleh kontraktor hanya
memotong besi di tangga tersebut. Seperti apa yang diungkapkan oleh pak
Sugeng pramono bahwa :
kalau masalah tangga itu harusnya tidak disitu. Banyak pedagang yang mengeluh khususnya pedagang yang kiosnya berada di depan tangga tersebut, seumpama pedagang yang berada di dekat tangga itu diajak ngomong dan diajak urunan untuk memindahkan tangga, saya rasa pedagang akan mau urunan. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)
Gambar III. 4. Tangga di depan kios yang telah dipotong besinya dan lebar tangga yang sempit
102
Existing pasar Windujenar yang terlihat bagus dan modern, tetapi di
dalamnya tidak didukung oleh prasarana yang baik, faktanya adalah letak
kios yang salah, sehingga tamu/pembeli tidak bisa lewat karena terhalang
oleh tangga. Pedagang juga mengungkapkan kesiapannya untuk diajak
urunan untuk merubah atau menghilangkan tangga, karena pedagang telah
merasa “nggresulo” dengan penempatan tangga dan tidak cepatnya respon
dari DPP maupun kontraktor.
5. Pemborong dalam pembangunan pasar Windujenar kurang professional
Pemborong dan kontraktor dalam pembangunan pasar Windujenar
dianggap kurang professional, ada indikasi-indikasi yang membuktikan hal
itu, yaitu letak tangga yang berada di depan kios pedagang, pendeknya
talang yang ada di lantai 2 sehingga pedagang yang berada di bawahnya
terkena air buangnya,
103
Sehingga pedagang menambahi sendiri pipa agar jatuh air saat hujan tidak
mengenai kios yang berada di bawahnya, sempitnya tangga yang ada di
pasar Windujenar yang hanya cukup untuk dilewati satu orang saja.
Gambar III.5. Saluran air yang ditambahkan oleh pedagang
104
Desain tangga pasar Windujenar yang sempit ini sesuai dengan pernyataan
Pak Budianto yaitu :
Pasar Windujenar merupakan pasar yang berkelas internasional, tetapi prasarana pasar tidak mendukung , tangga untuk berjalan dari atas
kebawah hanya satu arah. Sangat sempit sekali. (wawancara tanggal 8 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)
Mengenai lantai Pasar Windujenar yang sebagian sudah copot, hal ini juga
mengindikasikan bahwa pemborong dan kontraktor pasar Windujenar
kurang professional. Seperti apa yang diungkapkan oleh pak Bambang HP
beliau juga selaku ketua paguyuban Pasar Windujenar :
Gambar III.6. Sempitnya tangga yang hanya bisa dilewati 1 orang
105
karena pemborong yang dipilih kurang professional bisa dikatakan tidak kapabel dan kredibel, lihat saja lantai pasar Windujenar yang sudah pada copot (kebetulan lantai yang copot itu berada di dekat kios saya) (wawancara tanggal 18 Desember 2009 pukul 15.00 WIB)
beliau menilai bahwa tidak hanya kontraktor yang kurang professional
tetapi juga DPP salah dalam memilih partner, sehingga hasilnya kurang
maksimal. Lantai yang copot itu jumlahnya tidak hanya 1-2 saja tetapi
banyak sekali lantai yang sudah copot terutama yang berada di lantai atas.
D. Konflik pedagang pasar Windujenar dengan pedagang pasar Windujenar
Konflik ini terjadi antar pedagang dengan pedagang tetapi juga
konflik antar saudara, maksudnya adalah pedagang yang terlibat konflik
masih mempunyai hubungan saudara, yakni berasal dari orang tua yang
sama, meskipun sudah ada istri dan suami. Konflik ini bermula ketika proses
pembangunan pasar Windujenar tahap ke dua, pembangunan pasar
Windujenar tahap kedua yang melibatkan 15 SHP (Surat Hak Penenmpatan),
dimana 6 SHP masih memiliki hubungan saudara. 15 SHP itu melakukan
rapat untuk menunjuk salah satu pedagang agar menjadi perwakilan dalam
pembangunan pasar Windujenar tahap ke dua. Perwakilan itu nantinya akan
bertugas sebagai penghubung antara pihak pedagang dengan pihak DPP.
Paguyuban pasar pada pembangunan tahap ke dua tidak ikut campur tangan,
karena merasa selain ada unsur keluarga juga tidak melibatkan banyak SHP
106
Tugas perwakilan pedagang awal mulanya berjalan baik, tetapi lama
kelamaan ada kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan oleh perwakilan
pedagang itu. Puncaknya ketika DPP mengundang 15 SHP tersebut untuk
mengundi penempatan kios, perwakilan pedagang tersebut di hubungi
pertama kali oleh DPP karena tugas perwakilan pedagang itu adalah salah
satu penghubung dengan DPP. Perwakilan pedagang itu diberikan surat
undangan dengan agenda untuk penempatan kios dan harus diberikan kepada
tiap SHP pada pembangunan pasar Windujenar tahap kedua, tetapi
perwakilan pedagang itu tidak memberikan kepada tiap SHP hanya melalui
lesan. Perwakilan pedagang itu memberikan informasi palsu kepada tiap SHP
Gambar III.7. Pembangunan pasar Windujenar tahap 2 lantai 2
107
bahwa ada undangan ke DPP tetapi acaranya tidak terlalu penting, jadi kalau
tidak hadir tidak masalah.
Seperti apa yang diungkapkan oleh Pak Sugeng Pramono yaitu :
Ternyata ada ketidak transparan, sekarang ya mas, kita dua kali ke DPP yang 1 x ada undangan resmi, yang kedua undangan untuk penempatan kios ya mas, tetapi tidak ada undangan resmi, sehingga ada undangan tapi Cuma lesan, karena dianggap pedagang tidak terlalu penting maka pedagang tidak pada datang sehingga diwakilkan, sampai disana ternyata suruh tanda tangan untuk penempatan. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)
Hal itulah yang menyebabkan pedagang merasa dipermainkan dan dibohongi
oleh perwakilan pedagang itu. Usaha yang dilakukan pedagang untuk
menuntut kepada DPP agar letak kiosnya dikembalikan semula adalah
pedagang pasar Windujenar pembangunan tahap ke dua mendatangi DPP
mengungkapkan kejanggalan yang terjadi pada pembangunan pasar tahap
kedua, tetapi DPP kurang merepon keluhan pedagang itu secara cepat, hanya
sekedar lesan tetapi belum ada realisasinya. Kemudian ada inisiatif dari
pedagang bahwa permasalahan penempatan kios di pasar Windujenar tahap
kedua ini akan dimuat di media massa, karena sifat DPP yang tidak merespon
permasalahan pedagang secara cepat, meskipun permasalahan itu juga
menyangkut masalah keluarga. Akhirnya ada salah satu pedagang pasar yang
meminta kepada wartawan dengan maksud agar statement pedagang dapat
dimuat di media massa. Apa yang dilakukan oleh pedagang memang benar
keesokan harinya dimuat di media massa. DPP yang membaca berita itu
kemudian memanggil pedagang dan ketua paguyuban agar dilakukan
pertemuan yang intinya untuk membicarakan pembagian kios. Hal senada
108
juga di ungkapkan oleh mas Apin spesialis timbangan di pasar Windujenar
yaitu :
untuk ravitalisasi pasar Windujenar tahap pertama tidak ada komplain dan tidak ada konflik , tapi untuk tahap kedua ada konflik, karena pedagang mersa di tipu oleh perwakilan pedagang. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)
Pada pertemuan DPP dengan 15 SHP pasar Windujenar di aula DPP kota
Surakarta berjalan lancer, meskipun saat pembagian kios diulang sempat
terjadi kericuhan antara pedagang dengan perwakilan pedagang, karena
perwakilan pedagang berkepentingan tetap pada keputusan semula bahwa
kios tidak dirubah, pedagang yang lain minta untuk letak kios disesuaiakan
dengan yang dulu ketika pasar Windujenar belum dibangun. Akhirnya karena
ketegasan dari DPP, memutuskan bahwa penempatan kios sesuai dengan
penempatan sebelum pembangunan pasar Windujenar, meskipun perwakilan
pedagang tidak setuju dan tidak mau tanda tangan di berita acara rapat
penempatan kios.
109
Revitalisasi pasar Windujenar tahap kedua dalam penempatan kios sudah
selesai dilakukan, karena adanya penyimpangan pembagian kios maka DPP
harus membongkar sekat-sekat kios yang telah dibuat oleh DPP. Sekarang
pedagang sudah menempati kios yang telah di musyawarahkan sebelumnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
Gambar III.8. Kios pasar Windujenar pada pembangunan tahap kedua yang sudah ditempati pedagang
110
Dahrendorf melihat masyarakat berisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi
kerjasama, sehingga segala sesuatunya dapat dianalisa dengan konflik.
Dahrendorf dalam menjelaskan konflik berpindah dari struktur peran kepada
tingkah laku peran. Tetapi keduanya tidak bisa berjalan bersama-sama dalam
bentuk hubungan sebab-akibat, karena keduanya tidak dipisahkan secara jelas
sebagai fenomena yang berbeda. Masing-masing tergantung pada yang lain tanpa
melakukan penjelasan satu sama lain. Kelompok-kelompok kepentingan yang
berbeda dalam system sosial akan saling mengejar tujuan yang berbeda dan saling
bertanding. kekuatan – kekuatan yang saling berlomba dalam mengejar
kepentingannya akan melahirkan mekanisme ketidakteraturan sosial (social
disorder). Ia melihat yang terlibat konflik adalah kelompok semu yaitu para
pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk
karena munculnya kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok kedua adalah
kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur,
organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan
inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik. Terakhir dahrendorf
mengenai “kepentingan” selalu memiliki suatu harapan-harapan. Dalam
memegang peran penguasa seseorang tersebut akan bertindak demi keuntungan
organisasi sebagai suatu keseluruhan untuk mempertahankan kekuasaan. Konflik
di pasar Windujenar terjadi secara 2 hal yaitu konflik langsung dan konflik tidak
langsung. Konflik pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar dan konflik pedagang
dengan pedagang pasar Windujenar merupakan konflik yang terjadi langsung di
Pasar Windujenar.
111
a. Konflik Manajemen Pedagang Pasar Windujenar dengan Dinas Pengelola
Pasar
Konflik ini bersifat langsung karena pedagang dengan DPP melakukan kontak
secara langsung dalam upaya penyelesaian perbedaan kepentingan tersebut.
Tabel IV.1. Konflik pedagang pasar Windujenar dengan Dinas Pengelola
Pasar
No Respon informan Temuan konflik 1 adanya event di Pasar Windujenar
membuat akses masuk ke Pasar Windujenar tertutup, sehingga berdampak sepinya pembeli di
Pasar Windujenar. Memang saat event pasar Windujenar terlihat
ramai, tetapi ramainya itu penonton event, bukan pembeli di
Pasar Windujenar. DPP harus memberikan solusi bagaimana event yang diselenggarakan di
Pasar Windujenar dapat menarik pembeli sehingga kegiatan
ekonomi di pasar Windujenar menajadi ramai
Pedagang merasa tidak perlu ada event-event diselenggarakan di pasar Windujenar, sedangkan DPP melaksanakan event-event di Pasar Windujenar karena pasar Windujenar di desain memang digunakan selain ada pasar barang antic juga untuk public space warga Surakarta, khususnya kawasan ngarsopuro.
2 Pedagang meminta agar pintu kios di pasar Windujenar dibuka dua sisi agar tidak terlihat sempit
dan barang dagangan dapat terlihat sama pembeli, tetapi sampai sekarang belum ada
realisasinya.
Pedagang meminta kepada DPP, pintu Kios sebelah timur di buka agar bisa dilihat 2 sisi, tetapi DPP belum merealisasikan karena alasan kerapian pasar, bila kios dibuka 2 sisi maka barang dagangan akan ditaruh oleh pedagang di bawah di dean kios.
3 Pedagang merasa sepinya pembeli pasca revitalisasi pasar
disebabkan penempatan kios yang tidak dibagi per blok berdasarkan jenis barangnya, pembeli di pasar
Windujenar merupakan pelanggan
Pedagang Merasakan sepi pembeli pasca revitalisasi pasar Windujenar. DPP dalam hal kebijakan penempatan kios beralasan agar tercapai keadilan karena penempatan kios telah disepakati dengan menggunakan
112
sebelum dibangunnya pasar Windujenar
undian.
4 Pedagang mengeluh kepada DPP bahwa barang dagangannya tidak
bisa di letakkan di kios, jadi sebagian barang dagangan
pedagang di taruh di rumah. Memang sebelumnya sudah ada
sosialisasi terlebih dahulu dari DPP bahwa luas kiosnya akan
berkurang
Keluhan pedagang terkait penyempitan kios pedagang pasar
Windujenar pasca revitalisasi. Revitalisasi pasar Windujenar
mengubah bentuk dan luas pasar Windujenar, oleh karena itu setiap kios pedagang pasti akan menjadi
lebih sempit, alasannya pasar lebih tertata rapi dilihat daribangunan pasar
Windujenar 5 Saat revitalisasi pasar Windujenar
DPP menjanjikan kepada pedagang pasar Windujenar
bahwa atrium/lobi ini nantinya untuk beristirahat tamu yang
datang di pasar Windujenar, dan untuk memajang barang dagangan
yang tergolong istimewa dan antic, tetapi kenyataannya atrium atau loby tidak digunakan untuk
apa-apa.
Janji DPP bahwa atrium akan digunakan sebagai tempat untuk istirahat tamu dan tempat memajang barang dagangan yang tergolong antik dan istimewa. Tetapi DPP belum merealisasikan karena sifat pedagang yang sulit diatur, dan alasan kebersihan pasar Windujenar
6 a. Dalam pengundian kios, pedagang merasa sudah di setting sama DPP, karena pengundiannya diambil satu terus di masukkan satu, jadi tidak semuanya masuk ke kotak pengundian
b. Sebenarnya bila pembagian kios di pasar Windujenar di bagi per blok menurut jenis barangnya, mungkin pasar terlihat ramai.
c. Dulu janji DPP akan menempatkan pedagang barang – barang berat seperti perpipaan dan diesel di bawah, tetapi sekarang kenyataannya berada di lantai atas
d. Pedagang mengetahui bahwa pemkot solo menjual kios di pasar Windujenar seharga 20 – 30 juta.
Masalah kios pasar Windujenar a. Pedagang merasa ada kejanggalan
dalam pengundian kios pasar Windujeanar. Kebijakan DPP dalam pengundian kios pasar Windujenar supaya tercapai keputusan yang adil meskipun pedagang merasa ada kejanggalan
b. Permintaan pedagang agar letak kios dibagi per blok menurut jenis barangnya. Setting awal DPP memang tidak mengatur pedagang per blok, karena telah di sepakati bahwa system pembagian kios berdasarkan pengundian.
c. Pedagang yang menjual barang-barang berat semisal diesel di letakkan di lantai bawah. Penempatan barang-barang berat juga berpedoman pada pengundian kios, bila meletakkan pedagang diesel maka akan muncul konflik antar pedagang khusunya pedagang
113
barang antic yang telah di tempatkan di lantai bawah.
d. Pedagang merasa bahwa DPP hanya memikirkan bisnis. Maksud DPP untuk menyewa kios (bukan menjual) memang untuk menambah pendapatan DPP, karena selama 1 tahun ini dalam revitalisasi pasar-pasar tradisional di kota Surakarta DPP mengalami defisit
7 Pedagang tidak setuju bila
retribusi pasar Windujenar sama antara pedagang yang letak kiosnya di depan dan letak kiosnya di belakang
Pedagang merasa ada kejanggalan dalam penarikan retribusi Pasar
Windujenar. DPP berkepentingan bahwa dalam penarikan retribusi pasar
Windujenar tidak membeda-bedakan antar pedagang karena DPP merasa
pedagang Pasar Windujenar merupakan keluarga.
8 Pedagang barang-barang non antic merasa di nomor duakan karena yang ditonjolkan hanya
pedagang barang antic, padahal sejarah pasar Windujenar dulu adalah dimulai oleh pedagang
besi tua.
Brand Image pasar Windujenar sebagai pasar Barang antic yang merugikan pedagang. Image pasar windujenar sebagai pasar barang antic memang dilakukan oleh DPP, karena pasar windujenar di kenal dengan pasar Windujenar. Tetapi sebenarnya DPP memperlakukan setiap pedagang sama
b. Konflik Manajemen Pedagang Pasar Windujenar dengan Perwakilan
pedagang pasar Windujenar
Konflik terjadi secara langsung karena pedagang dengan perwakilan pedagang
melakukan kontak secara langsung dalam upaya penyelesaian perbedaan
kepentingan. Konflik ini terjadi karena adanya kesalahpahaman dan keinginan
untuk mendapatkan tempat yang mudah dengan akses jalan di Pasar
Windujenar.
114
Tabel IV.2. Tabel Konflik pedagang Pasar Windujenar dengan perwakilan pedagang pasar Windujenar
No Respon Informan Temuan Konflik 1 Pedagang merasa dibohongi oleh
perwakilan pedagang saat pembagian kios pasar Windujenar
tahap kedua, hal ini terbukti dengan adanya tidak
disampaikannya undangan pembagian kios kepada pedagang
dan tanda tangan palsu di DPP saat pembagian kios
Pedagang meminta agar letak kios saat pembangunan pasar Windujenar
tahap kedua tidak dirubah, sedangkan perwakilan pedagang berkepentingan
agar kiosnya berada di depan yang mudah dengan akses jalan pasar
Windujenar
c. Konflik pedagang Pasar Windujenar dengan kontraktor
Konflik ini terjadi secara tidak langsung karena keluhan-keluhan pedagang
Pasar Windujenar tidak langsung tersalurkan ke kontraktor. Keluhan –
keluhan pedagang kepada kontraktor pasar Windujenar lebih ke aspek fisik
pasar yang telah rusak, padahal pasar baru saja diresmikan. Penyampaian
keluhan pedagang lebih tertuju kepada DPP, karena DPP secara langsung
harus dapat mengontrol kontraktor dalam pembangunan fisik pasar, dan DPP
diharapkan dapat menyampaikannya kepada kontraktor Pasar Windujenar
Solo
Tabel IV.3. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan kontraktor
No Respon informan Temuan konflik 1 Setelah hujan pasar Windujenar
lantainya pasti ada genangan air karena ada talang yang bocor
Kebocoran saluran air
2 Pedagang saat membuka pintu harus dibantu oleh 2-3 orang
Pintu kios yang sulit dibuka
115
karena roda pintu kios pasar Windujenar tidak dapat berputar
3 Khususnya pedagang yang berada di lantai atas, pencahayaan sangat
kurang karena kondisinya panas dan gelap
Ventilasi dan pencahayaan yang kurang
4 Pedagang yang mempunyai kios yang depannya ada tangga merasa
sangat terganggu karena apabila ada tamu dan pembeli maka pasti tidak akan lewat di depan kiosnya
karena jalannya terhalang oleh tangga
Depan kios pedagang ada tangga untuk ke lantai atas
5 Pasar Windujenar merupakan salah satu pasar yang terkenal di
Surakarta, tetapi dalam revitalisasi pasar ternyata
kontraktor dan pemborongnya kurang professional sehingga ada indikasi kekurangan, missal yang
paling nyata adalah masalah lantai yang sudah copot, padahal pasar
belum di tempati.
Pemborong dalam pembangunan pasar Windujenar kurang professional
d. Latar Belakang Konflik
Ciri khas Pasar Windujenar sebagai pasar barang antic di kota Solo
merupakan simbol bagi kota Solo. Hal ini diperkuat dengan adanya gelaran
event-event yang berkelas internasional yang diselenggarakan di kota Solo.
Revitalisasi pasar tradisional merupakan bagian dari penyiapan agar dapat
dikenal di dunia internasional. Kita tahu bahwa kota Solo mempunyai 42
Pasar Tradisional, dan itu merupakan penyumpang Pendapatan Asli Daerah
tertinggi dibanding dengan mall-mall yang ada di kota Solo. Permasalahan
yang muncul dalam revitalisasi pasar Tradisional secara umum dan secara
khususnya adalah pasar Windujenar secara fisik lebih terlihat modern,
sedangkan kehidupan pasar Windujenar masih sepi dengan adanya revitalisasi.
116
e. Pihak yang Berkonflik.
Konflik ini merupakan konflik yang terjadi antara pedagang pasar
Windujenar dengan Dinas Pengelola Pasar. Dasar terjadinya konflik yaitu
adanya perbedaan kepentingan antara pedagang dengan Dinas Pengelola
Pasar. Disatu sisi Dinas Pengelola Pasar melihat aspek fisik pasar agar terlihat
lebih modern sehingga merubah pasar yang semula sempit, becek, gelap,
panas, dan kumuh menjadi pasar yang terkesan eksotis. Disisi lain kebijakan
DPP untuk merevitalisasi pasar Windujenar berdampak pada sepinya pembeli
di pasar Windujenar sehingga kegiatan perekonomian di pasar Windujenar
belum berjalan normal. Konflik ini mayoritas bersifat laten dan merupakan
konflik langsung karena antara DPP dengan pedagang Pasar Windujenar
terlibat kontak secara langsung. Antara DPP dengan pedagang pasar
Windujenar ada 2 sisi, yaitu sisi konflik dan sisi kerjasama. Kerjasama ini
muncul dari in-group (kelompok dalam) yaitu pedagang pasar Windujenar,
kerjasama itu tercermin dari pedagang bersama-sama menyatukan persepsi
untuk mengkritik dan merubah kebijakan-kebijakan dari DPP yang banyak
merugikan pedagang. Salah satunya adalah pedagang bersama-bersama datang
ke DPP untuk mempertanyakan kecurangan dalam pembagian kios pada
pembangunan pasar Windujenar tahap kedua. Kemudian pedagang bersama
dengan paguyuban pasar Windujenar mengadakan pertemuan untuk
membahas titik temu dan solusi yang telah dilakukan oleh DPP. Dinas
Pengelola Pasar adalah institusi yang memiliki kekuasaan sepenuhnya untuk
mengatur pasar, karena DPP mempunyai fungsi budgeting dan manajemen.
117
f. Dinamika konflik
Konflik pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar terkait revitalisasi
Pasar Windujenar merupakan konflik yang bersifat langsung, Kebijakan
Pemerintah Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar Windujenar menuai
kontra dengan pedagang Pasar Windujenar. Pedagang Pasar Windujenar
menginginkan untuk renovasi sebagian pasar saja yaitu perbaikan atap dan
saluran air, alasannya adalah pengunjung pasar Windujenar mayoritas
wisatawan asing yang apabila masuk ke pasar Windujenar harus menunduk
karena atapnya rendah, dan sanitasi air juga perlu di renovasi karena apabila
hujan air akan menggenang, sehingga pedagang lebih banyak diam di kios dan
tidak dapat melayani pembeli.16 Pedagang mengharapkan revitalisasi Pasar
Windujenar ini tidak menghilangkan nilai sejarah dari Pasar Windujenar.
Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan karena semakin hari keadaan pasar
yang sering menjadi tujuan turis asing itu tidak membaik, justru semakin tidak
menentu. Konflik ini tidak secara fisik tetapi kekesalan-kekesalan yang
muncul karena revitalisasi pasar. Pedagang juga merasa tidak puas terkait
dengan pengaturan kios, retribusi pasar, dan fisik bangunan yang mulai rapuh.
Pedagang berulang-ulang berkeluh-kesah dengan Pengelola pasar, tetapi pihak
pengelola pasar merespon keluhan pedagang secara lambat. Sehingga
pengelola pasar dapat lebih merespon keluhan pedagang agar meminimalkan
potensi terjadinya konflik yang lebih besar, dan pedagang pasar Windujenar
16 Lihat, Suara Merdeka, Jumat 16 Juni 2006, berita tentang : Pedagang Triwindu ingin renovasi sebagian
118
juga tidak memikirkan egonya sendiri, juga harus melihat kondisi Dinas
Pengelola Pasar.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan dengan judul Konflik
Manajemen Pedagang Pasar Windujenar Solo bahwa Konflik yang terjadi di
119
Pasar Windujenar adalah konflik yang bersifat langsung dan konflik tidak
langung, dimana konflik langsung terjadi antara pedagang dengan Dinas
Pengelola Pasar. Konflik ini muncul karena adanya perbedaan kepentingan
antara pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar. Pedagang merasa Pasca
Revitalisasi, pasar Windujenar masih sepi pembeli, dan ada kejanggalan
dalam pembagian kios, penyempitan kios dan pembagian kios pedagang yang
berada di lantai 2, kemasan event yang berdampak pembeli sepi. Sebaliknya
DPP berkeinginan untuk merubah pasar Windujenar yang sebelumnya masih
kotor, kumuh dan becek, sekarang menjadi bersih, modern, rapi. Konflik yang
bersifat langsung di pasar Windujenar juga terjadi antar pedagang, hal ini
disebabkan adanya perwakilan pedagang (yang sudah ditunjuk oleh beberapa
pedagang) untuk mewakili aspirasi pedagang dalam revitalisasi pasar
Windujenar tahap kedua, ada semacam keinginan dari perwakilan pedagang
untuk menempati kios yang dekat dengan akses jalan. Akhirnya hal tersebut
diketahui oleh pedagang, khususnya pedagang yang merasa dirugikan. Niat
perwakilan pedagang pasar Windujenar itu akhirnya tidak tercapai karena
DPP telah mempertemukan 15 SHP Pembangunan tahap II pasar Windujenar
dan mengembalikan kios pedagang seperti semula.
Konflik tidak langsung yang terjadi di pasar Windujenar antara
pedagang pasar Windujenar dengan Kontraktor Pasar Windujenar. Kontraktor
pada dasarnya ditunjuk oleh DPP melalui proses lelang. Konflik ini terjadi
karena pedagang merasa kontraktor dalam pembangunan Pasar Windujenar
dianggap tidak professional, hal ini terbukti dengan talang saluran air pasar
120
Windujenar sudah ada yang bocor, padahal pasar Windujenar baru selesai
pembangunannya, kemudian lantai keramik yang sudah lepas, dan yang paling
membuat pedagang kecewa adalah adanya Tangga yang berada di depan kios
dan tangga itu sangat sempit. Pedagang mengutarakan kekecewaannya kepada
DPP, tetapi DPP berkilah karena itu merupakan pekerjaan dari kontraktor, dan
pedagang Pasar Windujenar jarang sekali bertemu dengan kontraktor
pembangunan pasar Windujenar Solo. Itulah yang menjadi kesimpulan
penelitian Konflik Manajemen Pedagang Pasar Windujenar Solo.
B. IMPLIKASI
1. Implikasi Empiris
Hasil penelitian di lapangan dan pembahasan, Konflik Manajemen
Pedagang Pasar Windujenar Solo ini yaitu konflik berdampak pada
munculnya integrasi in-group (kelompok dalam) yaitu pedagang pasar
Windujenar, hal ini terbukti dengan kerjasama yang dilakukan pedagang
pasar Windujenar dalam hal menyatukan persepsi, bersama paguyuban
pasar mengadakan rapat untuk membahas kekurangan-kekurangan pasca
revitalisasi pasar Windujenar. Hal yang paling menonjol dalam bentuk
kerjasama pedagang pasar Windujenar adalah ketika adanya tangga di
depan kios, dan pedagang rela untuk patungan (dalam bahasa jawa urunan)
untuk membongkar tangga tersebut. Itulah yang merupakan bentuk
integrasi antar pedagang dengan adanya konflik pasar Windujenar Solo
2. Implikasi Teoritis
121
Penelitian tentang Konflik Manajemen pedagang pasar Windujenar
Solo, menggunakan teori konflik Dahrendorf. Teori ini menjelaskan
bahwa konflik terjadi karena adanya perbedaan kepentingan dan dalam
unsure konflik ada sisi kerjasama yang di lakukan oleh in-group
(kelompok dalam) yaitu pedagang dengan out-group (kelompok luar) yaitu
DPP sebagai pemilik kekuasaan. Jadi pembahasan mengenai konflik tidak
hanya bersifat kekerasan atau chaos tetapi juga di dalamnya ada pihak
interest group pemilik kepentingan yaitu DPP.
3. Implikasi Metodologis
Penelitian yang telah dilaksanakan ini merupakan penelitian
kualitatif dengan jenis deskriptif yang berupa kata-kata tertulis ataupun
lisan mengenai Konflik Manajemen pedagang pasar Windujenar yang
berasal dari para informan.
Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen dalam
pengumpulan data dengan wawancara mendalam dengan obyek yang
diteliti, disamping itu peneliti juga menggunakan dokumentasi sebagai
bahan pelengkap untuk penelitian ini. Informan dipilih berdasarkan
purposive sampling dengan diteruskan menggunakan random sampling.
Random sampling ini dilakukan oleh peneliti dengan cara memilih sampel
informan sesuai dengan yang ditunjukkan oleh paguyuban pasar.
Paguyuban pasar memilihkan sampel informan sesuai yang diutarakan
oleh peneliti dan paguyuban pasar memilihkan informan-informan yang
berpengaruh di Pasar Windujenar. Pengambilan data menggunakan teknik
122
wawancara mendalam yang dibantu dengan interview guide yang berupa
pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya yang
digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan wawancara. Wawancara
dilakukan secara informal, yaitu percakapan biasa yang dilakukan secara
santai tetapi tetap bertujuan menggali data sebanyak-banyaknya. Peneliti
melakukan wawancara terhadap pedagang yang terlibat konflik dimana
peneliti mengetahuinya dari letak kios, dan dari paguyuban pasar
Data yang berhasil dikumpulkan berupa field note direduksi secara
terus-menerus dan dibuatkan tabel tersendiri baru kemudian disajikan.
Data yang berhasil ditemukan agar memiliki kredibilitas dan validitas
yang tinggi, maka dilakukan trianggulasi yaitu dengan trianggulasi
sumber. Trianggulasi dengan cara pembandingan hasil dari wawancara
mendalam dan observasi/pengamatan dengan melakukan kroscek dengan
sumber lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Kroscek
dilakukan kepada lurah Pasar, Ketua Paguyuban Pedagang Pasar
Windujenar.
Diverifikasi selama penelitian berlangsung. Dalam proses reduksi
data, penyajian dan penarikan kesimpulan saling dihubung-hubungkan
hingga proses analisis selesai. Setelah itu, disajikan dengan hasil temuan di
lapangan. Pada akhirnya ditarik kesimpulan mengenai Konflik manajemen
pedagang pasar Windujenar.
C. SARAN
123
Mengacu pada hasil dan kesimpulan di atas, penulis merekomendasikan
saran sebagai alternative tindakan sebagai berikut:
1. Bagi Pedagang pasar Windujenar
a. Membuat pameran barang-barang antic di pasar Windujenar.
b. Melakukan komunikasi yang intensif dengan DPP sehingga terjalin
kerjasama yang baik.
2. Bagi Dinas Pengelola Pasar
a. Diharapkan DPP Meninjaukembali kebijakan mengenai pembagian kios
Pasar Windujenar dan retribusi pedagang Pasar Windujenar yang lebih
bersifat partisipatif yaitu mementingkan kepentingan masyarakat pasar
Windujenar keluh kesah dari pedagang dan dapat dengan cepat
memberikan solusi yang terbaik.
3. Bagi Kontraktor Pasar Windujenar
b. Diharapkan kontraktor Pasar Windujenar dapat melakukan Solo.
c. DPP harus melakukan monev di Pasar Windujenar untuk mengetahui
d. Recovery kerusakan-kerusakan di Pasar Windujenar. Misalnya saluran air
yang bocor, keramik yang sudah pecah dan perawatan pintu kios agar
mudah dibuka.
124
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Mustafa, Ali. 2008. Transformasi Sosial Masyarakat Marginal. In-
Trans, Malang.
Hendricks, William. 1992. Bagaimana Mengelola Konflik. Bumi aksara. Jakarta.
Hendricks, William. 1992. How to Manage Conflict. Education Center.
Rockhurst College Countinuing.
Hendropuspito. 1989. Sosiologi Sistemik. Kanisius. Yogyakarta.
125
Hoffer, Eric. 1988. Gerakan Massa. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia.
Jakarta.
Leibo, Jefta. 2004. Problem Perkotaan dan Konflik Sosial. INPEDHAM.
Yogyakarta.
Lofland, John. 2003. Protes. INSIST Press. Jogjakarta.
Mas’oed, Mohtar. 1997 Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan. UII Press.
Jogjakarta.
Miles Mathew B, dan A. Michael Huberman. 2000. Analisis Data Kualitatif. UI-
Press. Jakarta.
Miles, Hugh. 2000. Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Moleong, DR. Lexy J, M.A. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Pruitt G, Dean, dan Rubin Z, Jeffrey. 2004. Social Conflict, Escalation,
Stalemate,and Settlement, Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Rasuanto, Bur. 2005. Keadilan Sosial : Pandangan Deontologist Rawls dan
Habermas, Dua Teori Filsafat Politik Modern. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.
Rajawali Pers. Jakarta.
Ritzer, George. dan Goodman J, Douglas. 2007. Teori Sosiologi Modern.
Kencana. Jakarta,
126
Rukmana, Nana. Van der Hoff, Robert. Steinberg. Florina. 1993. Manajemen
Pembangunan Prasarana Perkotaan. LP3ES. Jakarta.
Santoso, Thomas. 2002. Teori-teori Kekerasan. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.
Susan. Novri. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer.
Kencana. Jakarta.
Susetiawan. 2000. Konflik Sosial. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Usman. Sabian. 2007. Konflik dan Soilidaritas Masyarakat Nelayan. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
SURAT KABAR
Solopos
Asale. (Minggu, 25 t luring Juli 2004). Hal. 1. “Triwindu, 3 Windu
Mangkunagoro VII berkuasa”.
Bisnis Soloraya. (Jumat, 11 Oktober 2002). Hal. 20. “Pasar Triwindu, pusatnya
barang antic, Kalau begini bisa saja terjadi pencurian…”
Bisnis Soloraya. (Jumat, 17 September 2004). Hal. 13. “Barang-barang antic
jumlahnya sedikit”.
Ekonomi dan Bisnis. (Sabtu, 1 November 2008). Hal. IV. “Kebanjiran saat hujan,
Supriyati, 76, pedagang klithikan di Pasar Triwindu”.
Ekonomi dan Bisnis. (Senin, 20 april 2009). Hal. IV. “Omzet pedagang Triwindu
turun drastis”.
127
Halaman Utama. (Jumat, 15 Februari 2008), Hal. 1, “Pedagang nonbenda antic
Triwindu ancam tolak relokasi”.
Halaman Utama. (Kamis, 14 Februari 2008), Hal. 1, “April, Pasar Windujenar
mulai dibangun pedagang nonbenda antic Triwindu direlokasi”.
Halaman Utama. (Selasa, 17 Februari 2009). Hal. 1. “Peringati Hari Jadi Kota,
kado pemkot bagi wong Solo, Perpaduan ekonomi & budaya bikin
Ngarsopuran lebih hidup”.
Kota Solo, (Kamis, 11 Desember 2008) Hal III. “Walikota : Proyek STP &
Triwindu paling kritis”.
Kota Solo. (Jumat, 16 Juni 2006), Hal III, “Wacana perombakan Pasar Triwindu
Disperindag janji libatkan pedagang”.
Kota Solo. (Kamis, 11 September 2008), Hal II. “PKL Triwindu minta
diperhatikan”.
Kota Solo. (Kamis, 17 April 2008), Hal III, “Tidak puas hasil sosialisasi,
pedagang Triwindu datangi DPP”.
Kota Solo. (Kamis, 29 Agustus 2002), Hal 7. “Pedagang Triwindu akan bentuk
paguyuban”.
Kota Solo. (Rabu, 16 April 2008), Hal II, “Pedagang minta luas los disesuaikan
SHP”.
Kota Solo. (Rabu, 5 Maret 2008). Hal II. “Pedagang Triwindu desak kejelasan
pasar darurat”.
Kota Solo. (Rabu, 5 Maret 2008). Hal II. “Pedagang Triwindu desak kejelasan
pasar darurat.”
Kota Solo. (Rabu, 7 Juni 2006). Hal II. “Perhatikan MCK Pasar Triwindu…!”.
128
Kota Solo. (Sabtu, 14 Juni 2008). Hal. III. “Pembangunan Pasar Triwindu, pasar
darurat dinilai tidak layak”.
Kota Solo. (Selasa, 1 September 2009). Hal III. “Pedagang Pasar Windujenar
pindah setelah lebaran”.
Kota Solo. (Selasa, 2 Desember 2008). Hal. III. “100-an pedagang Triwindu pilih
tempati los lantai I”.
Kota Solo. (Selasa, 22 April 2008), Hal. II, “Pedagang Triwindu tuntut MoU”.
Kota Solo. (Selasa, 23 Maret 2004). Hal 9. “Pasar Barang antikTriwindu perlu
ditata lagi”
Kota Solo. (Selasa, 23 Mei 2006). Hal 12. “Ketika pasar seniman srawung pasar
Triwindu”.
Kota Solo. (Selasa, 25 Januari 2005). Hal. 9. “Pemkot kurang perhatikan Pasar
Triwindu
Kota Solo. (Senin, 7 Juli 2008). Hal III. “Pedagang Triwindu tempati pasar
darurat”.
Pergelaran. (Selasa, 30 Mei 2006). Hal 5. “Mbah Prapto merasa tersentuh”
Soloraya. (Kamis, 8 April 2004). Hal. 7. “Pertokoan kian marak, Pasar Triwindu
pun tak kelihatan.
Soloraya. (Minggu, 21 Mei 2006). “Festival Seni Kuamandang digelas di
Triwindu, Pedagang berharap pembeli datang kembali”.
Soloraya. (Senin, 11 Mei 2009). “DPP : Pasar Windujenar masih jadi tanggung
jawab kontraktor”.
Soloraya. (Senin, 2 Januari 2006), Hal 13, “Pedagang minta Pemkot benahi kios
di Pasar Triwindu
129
Jurnal ilmiah
Hempel S. Paul, Zhang Zhi-Xue and Tjosvold Dean. Conflict management
between and within teams for trusting relationship and performance in
China. 2008
Schutz M.M. and ayres J.S.extension’s Role in conflict Resolution and Consumer
Education. 2005.
Karya Ilmiah
Eva Agustinawati. 2002. Dinamika Konflik Pedagang Pasar Gede.