129
1 KONFLIK PEDAGANG DENGAN PENGELOLA PASAR DALAM REVITALISASI PASAR WINDUJENAR SOLO (Studi Deskriptif Kualitatif Konflik Pedagang Dengan Pengelola Pasar Dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo) Disusun Oleh : FATWA NURUL HAKIM NIM D0305029 SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

FATWA NURUL HAKIM NIM D0305029 SKRIPSI … Barang Dagangan ... 41 10 6. Permodalan . 42 7. Pengunjung/Konsumen 43 8. Konsep Perancangan dan ... yang sempit . 88 Bab …

Embed Size (px)

Citation preview

1

KONFLIK PEDAGANG DENGAN PENGELOLA PASAR DALAM

REVITALISASI

PASAR WINDUJENAR SOLO

(Studi Deskriptif Kualitatif Konflik Pedagang Dengan Pengelola Pasar

Dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo)

Disusun Oleh :

FATWA NURUL HAKIM

NIM D0305029

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

2

PERSETUJUAN

Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Di Hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Dosen Pembimbing

Dra. L.V. Ratna Devi S, M.Si

NIP. 1960041419860122002

3

PENGESAHAN

Skripsi ini telah diterima dan disahkan oleh

Panitia Ujian Skripsi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari :

Tanggal :

Panitia Penguji

Dr. Mahendra Wijaya MS

NIP. 196007231987021001

(……………………..)

Ketua

Eva Agustinawati S.Sos, M.Si

NIP. 197008131995122001

(……………………..)

Sekretaris

Dra. L.V. Ratna Devi S. M.Si

NIP. 196004141986012002

(……………………..)

Penguji

Disahkan Oleh :

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Drs. H. Supriyadi SN. SU

NIP. 195301281981031001

4

MOTTO

“Bertahanlah kamu terhadap ulat niscaya kamu akan melihat

kupu-kupu”

(Fatwa Nurul Hakim)

Jadikanlah Sabar dan Sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya

yang demikian sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang

khusyuk (Q.S. Al. Baqarah : 45)

5

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah,

Puji syukur kehadirat Allah SWT

atas Rahmat dan

karunia-Nya

sehingga Skripsi ini

dapat penulis selesaikan

Kupersembahkan skripsi ini untuk :

Ayah dan Ibu tercinta, terima kasih atas semua petunjuk

Dan pendidikan Selama Proses Pendewasaan.

.

6

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

berkat dan rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Beranjak dari keinginan untuk mendalami masalah konflik sosial secara

sosiologis, serta memberikan sumbangan kepada Pasar Windujenar Solo, maka

dalam skripsi ini penulis mengambil judul Konflik Pedagang dengan Pengelola

Pasar dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo (Studi Deskriptif Kualitatif

Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar dalam revitalisasi Pasar Windujenar

Solo). Ketertarikan lainnya terhadap tema ini yaitu karena tema tersebut belum

banyak diangkat dan dikaji, karena adanya anggapan bahwa situasi konflik selalu

bersifat destruktif dan hanya akan membawa dampak negatif terhadap sistem

dalam masyarakat. Namun ternyata, konflik acapkali dihindari oleh masyarakat,

tidak selamanya bersifat destruktif . Konflik dapat fungsional serta merupakan

mata rantai ke arah perubahan dan pembangunan.

Dalam penyusunan skripsi ini, tentunya tidak lepas dari bantuan dan

dukungan serat doa dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Drs. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dra. L.V. Ratna Devi S, M.Si selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing

Penulisan Skripsi, terima kasih atas dukungan, masukan, kepercayaan,

ketelitian dan kesabaran yang penuh dalam membimbing dan mengarahkan

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen dan Staff karyawan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7

5. Bapak Ucok selaku Lurah Pasar Windujenar, terima kasih atas kerjasamanya

serta informasi-informasi yang sangat berguna bagi penulis

6. Bapak Bambang HP selaku Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Windujenar

(meskipun sekarang sudah berganti kepengurusan), terima kasih atas semua

bantuannya.

7. Semua informan pedagang Pasar Windujenar yang dengan tulus dan ikhlas

memberikan informasi kepada penulis.

8. Dinas Pengelola Pasar Pemerintah Kota Surakarta, terima kasih atas izin dan

data-datanya yang relevan.

9. Keluarga Lab UCYD, Bapak. Dr. Drajat Tri Kartono, Mas Agung, Mas Adi,

Mas Lilik, Mas Beni, mbak atik dan adik-adik 2008 terima kasih atas berbagai

pengalaman saya bisa bekerja menimba ilmu dan pengalaman.

10. Teman-teman Sosiologi FISIP UNS angkatan 2005 terima kasih atas

dukungannya.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari kesempurnaan memang masih jauh dalam penyusunan

skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat dan menambah khasanah keilmuan bagi penulis sendiri dan bagi

pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Surakarta, April 2010

Fatwa Nurul Hakim

8

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii

HALAMAN MOTTO.................................................................................. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................. v

KATA PENGANTAR................................................................................. vi

DAFTAR ISI................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL........................................................................................ xii

DAFTAR BAGAN....................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR................................................................................... xiv

ABSTRAK.................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.............................................................................. 8

C. Tujuan Penelitian............................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian............................................................................. 9

E. Kajian Pustaka................................................................................... 9

1. Konsep yang digunakan…………………………………………. 9

a. Konflik……………………………………………………... 9

b. Manajemen………………………………………………… 12

9

c. Pedagang……………………………………………………….. 14

d. Pasar Tradisional………………………………………………. 16

F. Teori yang Digunakan. ……………………………………………. 18

1. Teori Konflik…………………………………………………... 18

G. Penelitian Terdahulu yang Menjadi Acuan………………………... 20

H. Definisi Konseptual………………………………………………... 24

I. Kerangka Berpikir…………………………………………………. 25

J. Metode Penelitian………………………………………………….. 27

1. Jenis Penelitian………………………………………………… 27

2. Lokasi Penelitian………………………………………………. 27

3. Unit analisis……………………………………………………. 27

4. Sumber Data…………………………………………………… 28

5. Teknik Pengumpulan data……………………………………... 28

6. Teknik Pengambilan Sample…………………………………... 30

7. Validitas data…………………………………………………... 31

8. Analisis Data…………………………………………………… 31

BAB II. DESKRIPSI LOKASI

A. Potret Pasar Windujenar…………………………………………… 36

1. Sejarah Pasar Windujenar……………………………………… 36

2. Letak Geografis………………………………………………... 37

3. Bangunan kios dan sarananya…………………………………. 38

4. Pemilik kios/Pedagang………………………………………… 39

5. Jenis Barang Dagangan………………………………………... 41

10

6. Permodalan……………………………………………………. 42

7. Pengunjung/Konsumen………………………………………… 43

8. Konsep Perancangan dan Perencanaan………………………… 44

9. Permasalahan Pasar Windujenar Saat ini……………………… 49

10. Perencanaan dan Perancangan…………………………………. 49

11. Informan Penelitian……………………………………………. 52

BAB III. HASIL PENELITIAN

A. Pasar Tidak Sekedar Sebuah Ruang……………………………….. 56

B. Konflik Pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar…………………. 57

1. Adanya event/pertunjukkan di Pasar Windujenar……………... 58

2. Pintu Kios Sebelah Timur di buka agar bisa dilihat 2 sisi…….. 62

3. Merasakan Sepi Pembeli Pasca revitalisasi pasar……………… 64

4. Penyempitan kios pedagang pasar Windujenar pasca

revitalisasi pasar………………………………………………..

68

5. Janji DPP bahwa Atrium akan digunakan sebagai tempat untuk

istirahat tamu dan tempat memajang barang dagangan yang

tergolong antic dan istimewa…………………………………...

70

6. Masalah Kios Pasar Windujenar……………………………….. 71

a. Kejanggalan dalam pengundian pasar Windujenar………... 71

b. Permintaan Pedagang yang dikelompokkan per Blok

Menurut Jenis barang dagangannya………………………..

74

c. Pedagang barang-barang berat agar ditempatkan di lantai

bawah……………………………………………………….

77

11

d. Ada Indikasi bahwa DPP memikirkan bisnis……………… 79

e. Retribusi Pasar Windujenar……………………………… 79

f. Brand image Pasar Windujenar sebagai pasar barang antic

yang merugikan pedagang………………………………….

80

C. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan Kontraktor…………. 81

1. Kebocoran saluran air………………………………………….. 82

2. Pintu kios yang sulit dibuka……………………………………. 83

3. Ventilasi dan Pencahayaan…………………………………….. 85

4. Depan kios pedagang ada tangga untuk ke lantai atas…………. 86

5. Pemborong dalam pembangunan pasar Windujenar kurang

professional……………………………………………………..

88

D. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan Pedagang Pasar

Windujenar…………………………………………………………

91

BAB IV. PEMBAHASAN………………………………………………… 96

BAB V. PENUTUP……………………………………………………….. 105

A. Kesimpulan……………………………………………………….. 105

B. Implikasi…………………………………………………………… 106

C. Saran………………………………………………………………. 109

DAFTAR PUSTAKA

12

DAFTAR TABEL

Bab I.1. Banyaknya Jumlah Los dan Kios di Pasar Tradisional di Kota

Surakarta Tahun 2008…………………………………………...

2

Bab I.2. Daftar Jumlah Pedagang Pasar Windujenar.................................. 40

Bab IV.1. Konflik pedagang pasar Windujenar dengan Dinas Pengelola

Pasar………………………………………………………..........

97

Bab IV.2. Konflik pedagang Pasar Windujenar dengan perwakilan pedagang pasar Windujenar……………………………………..

100

Bab IV.3. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan kontraktor……….. 101

13

DAFTAR BAGAN

Bab I.1. Kerangka Berfikir Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar

Windujenar........................................................................................

26

14

DAFTAR GAMBAR

Bab II.1. Denah lantai dasar Pasar Windujenar................................................ 47

Bab II.2. Denah lantai atas Pasar Windujenar.................................................. 48

Bab III.1. Sudut kios pasar Windujenar……………………………………….. 63

Bab III.2. Pintu kios pasar Windujenar yang diganti pedagang dengan rooling

door………………………………………………………………….

83

Bab III.3. Tangga yang berada di depan kios………………………………….. 87

Bab III.4. Tangga di depan kios yang telah dipotong besinya dan lebar tangga

yang sempit………………………………………………………….

88

Bab III.5. Saluran air yang ditambahkan oleh pedagang………………………. 89

Bab III.6. Sempitnya tangga yang hanya bisa dilewati 1 orang……………….. 90

Bab III.7. Pembangunan pasar Windujenar tahap 2 lantai 2…………………... 92

Bab III.8. Kios pasar Windujenar pada pembangunan tahap kedua yang sudah

ditempati pedagang………………………………………………….

95

15

ABSTRAK

FATWA NURUL HAKIM, D0305029, Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo (Studi Deskriptif Kualitatif Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar Dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo), Skripsi, FISIP, UNS, Surakarta 2010.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggambarkan Konflik Manajemen Pedagang Pasar Windujenar Solo. Penelitian ini menggambarkan perbedaan kepentingan yang menyebabkan konflik, pihak-pihak yang berkonflik yang terhubung sehingga terjadi konflik Manajemen. Sistematika Skripsi ini dibagi dalam lima bab . Bab I menggambarkan latar belakang dan metodologi yang digunakan, Bab II membahas deskripsi lokasi Pasar Windujenar Solo, Bab III menjelaskan hasil penelitian, Bab IV menjelaskan pembahasan dan Bab V penutup yang berisi kesimpuan, implikasi dan saran.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah berdasarkan Purposive sampling. Informan yang diambil adalah merupakan informan yang memiliki latar belakang yang sesuai dengan kebutuhan peneliti.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konflik Dahrendorf, dimana Dahrendorf melihat konflik terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara kelompok dalam (in-group) dan kelompok luar (out group). Sifat konflik Dahrendorf ini memunculkan integrasi kelompok dalam (in-group).

Konflik yang terjadi di Pasar Windujenar adalah konflik yang bersifat langsung dan konflik tidak langsung. Konflik langsung terjadi antara pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar. Konflik ini muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar. Pedagang merasa Pasca Revitalisasi, pasar Windujenar masih sepi pembeli, sebaliknya DPP berkeinginan untuk merubah pasar Windujenar yang sebelumnya masih kotor, kumuh dan becek, sekarang menjadi bersih, modern, rapi. Konflik langsung di pasar Windujenar terjadi antar pedagang, penyebabnya ada perwakilan pedagang (yang sudah ditunjuk oleh beberapa pedagang) untuk mewakili aspirasi pedagang dalam revitalisasi pasar Windujenar tahap kedua, ada semacam keinginan dari perwakilan pedagang untuk menempati kios yang dekat dengan akses jalan. Niat perwakilan pedagang pasar Windujenar itu akhirnya tidak tercapai karena DPP telah mempertemukan 15 SHP pembangunan tahap II pasar Windujenar dan mengembalikan kios pedagang seperti semula.

Konflik tidak langsung yang terjadi di pasar Windujenar antara pedagang pasar Windujenar dengan Kontraktor Pasar Windujenar. Kontraktor pada dasarnya ditunjuk oleh DPP melalui proses lelang. Konflik ini terjadi karena pedagang merasa kontraktor dalam pembangunan Pasar Windujenar dianggap tidak professional.

16

ABSTRACT

FATWA NURUL HAKIM, D0305029, Merchant Conflict with pengelola pasar in revitalization Windujenar Market (Describtive Qualitative Study of Merchant Conflict with pengelola pasar in revitalization Windujenar Market Solo), Thesis, FISIP, UNS, Surakarta 2010.

This research is a descriptive-qualitative which describes Merchant Conflict Management of Windujenar Market Solo. This research describes the difference bussiness which causes conflict, the stake holder who connected so the management conflict happened. The sistematics of this thesis are devided in 5 chapters. Chapter I describes background and metodology that that is used, chapter II describes the location of Windujenar Market Solo, chapter III describes the result of the research, chapter IV describes the explanatio and chapter V is closing contains of conclution, implication and suggestion.

Sample taking in this research based on Purpossive sampling. The informants which are taken are those who have a suitable background for the researcher’s need.

The theory that is used in this reserach is Dahrendorf’s conflict theory, Dahrendorf saw conflict happend because of difference bussines between in-group and out group. The outlook of Dahrendorf’s conflict raised group integrity for in-gruop

Conflict that is happened in Windujenar Market is a direct conflict and undirect. Direct conflict happened between merchant and Dinas Pengelola Pasar. This conflict raised because of difference business between merchants and Dinas Pengelola Pasar. The merchants feel post-revitalization, Windujenar Market is still has no really much buyers, otherwise DPP wanted to change Windujenar Market which is still dirty, slum and muddy before, to be clean, modern, tidy. Direct conflict in Windujenar Market happened between the merchants. The cause is there was a merchant representative (that has already pointed) to represent aspiration of the merchants in second step revitalizing of Windujenar Market, there is any kind of intensions from merchant representative to dwell a kiosk which is near to road access. The intention of the representative of Windujenar merchants is not finally reached because DPP has met 15 development SHP part II of Windujenar market and restore merchants kiosk as before.

Undirect conflict happened in Windujenar Market between Windujenar merchants with contractor of Windujenar market, Contractor firstly pointed by DPP by auction process. This conflict happened because the merchants feel that the contractor in Windujenar market developing supposed to be unprofessional.

17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasar Windujenar merupakan pasar tradisional yang berada di kota Solo,

terletak di Kalurahan Keprabon Kecamatan Banjarsari. Memiliki nilai sejarah

karena keberadaannya berhadapan dengan Keraton Mangkunegaran. Pasar

Windujenar merupakan pasar tradisional yang khas, lain dengan pasar-pasar

tradisional lainnya dan juga menjadi identitas tersendiri atas dunia pariwisata di

kota Solo, di kota Yogyakarta dan Semarang tidak ada pasar barang antik seperti

Pasar Windujenar, hal ini karena nilai jual terletak pada existing-nya.1

Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta untuk mempercantik kota berimbas

pada di revitalisasinya pasar-pasar tradisional di kota Solo, salah satunya adalah

Pasar Windujenar. Sepanjang Jalan Slamet Riyadi telah dipercantik dengan city

walk nya, Gladak Langen Bogan (Galabo) dengan aneka makanan khasnya dan

Jalan Diponegoro dengan Night Marketnya. Kebijakan ini merupakan bukti

keseriusan Pemerintah Kota Surakarta untuk menata dan mempercantik Kota

Solo. Adapun data mengenai Pasar-pasar tradisional yang berada di Kota

Surakarta berdasarkan kelas,jumlah los, dan kios.

1 Menurut Zainal, existing Pasar Triwindu sejak berdiri hingga saat ini bukan sekadar sebagai ruang ekonomi. Pasar Triwindu juga menjadi ruang komunitas warga untuk bertukar pikiran, bercengkerama, bergurau dan bersilaturahmi. Dalam tataran praksis, warga yang datang ke Pasar Triwindu belum tentu bermaksud membeli barang antic tertentu. Banyak warga yang datang ke Pasar Triwindu sekadar inginberdiskusi tentang barang antic tertentu. Forum-forum inilah yang membangun atmosfer yang sangat khas di Pasar Triwindu sebagai Pasar barang antik. (Solopos, Kamis, 15 Juni 2006. Berita tentang : DPRD dukung pedagang Triwindu)

18

Tabel I.1. Banyaknya Jumlah Los dan Kios di Pasar Tradisional di Kota Surakarta

Tahun 2008

POTENSI Petak

PASAR KELAS LUAS

TANAH (m2) Los Luas

(m2) Kios Luas

(m2) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Legi IA 16.640 1.542 7.746,50 236 4.337,25 2 Klewer IA 13.642 2.210 2.562,75 3 Singosaren IB 4.900 254 2.067,77 4 Notoharjo IB 10.800 1.018 a) 6 5 Gede IB 5.821 633 3.875,50 108 1.732,65 6 Nusukan IB 6.531 666 2.664,00 204 2.136,00 7 Harjodaksino IB 8.997 979 2.936,00 80 776,00 8 Jongke IB 12.253 786 3.144,00 97 9 Rejosari IIA 248 161 781,50 24 229,00

10 Turisari IIA 2.750 253 883,00 36 439,50 11 Purwosari IIA 1.272 189 570,00 14 181,00 12 Sidodadi IIA 844 247 522,00 29 239,00 13 Ledoksari IIA 499 42 126,00 20 399,00 14 Kadipolo IIB 150 439 1.317,00 7 47,00 15 Tanggul IIB 2.400 145 600,00 9 125,00 16 Depok IIB 4.480 281 1.026,00 17 Kabangan IIB 1.833 132 648,00 47 566,00 18 Penumping IIB 1.200 114 457,00 2 21,00 19 Ayam IIB 11.220 320 2.400,00 0 20 Kliwon IIB 2.301 168 672,00 94 657,00 21 Jebres IIB 1.461 120 464,00 18 310,50 22 Kembang IIB 1.409 80 376,00 38 330,84 23 Ayu Balapan IIB 35 344,20 24 Proliman IIB 154 828,00 25 Mebel IIB 6.820 67 1.961,00 18 504,00 26 Windujenar IIB 1.531 212 1.470,00 27 Ngemplak IIIA 947 57 181,50 14 120,00 28 Mojosongo IIIA 1.088 180 605,00 11 84,00 29 Bangunharjo IIIA 1.116 44 176,00 5 48,00 30 Sidomulyo IIIA 3.365 59 336,50 31 Gading IIIA 2.293 132 524,00 33 226,50 32 Sangkrah IIIA 1.122 140 6.563,00 4 51,00 33 Tunggulsari IIIA 740 145 226,50 19 200,50 34 Jurug IIIA 700 36 252,20 35 Dawung IIIA 36 Mojosongo IIIB 1.458 126 384,00 3 36,00

19

Perumnas 37 Ngumbul IIIB 450 42 126,00 11 825,00 38 Bambu IIIB 39 Besi IIIB 15.120 255 11.195,00 40 Joglo IIIB 101 61 209,25 29 377,50 41 Cinderamata 2.153 121 906,00 86 663,00

Sumber : Solo dalam angka 2008

Menurut table diatas Pasar Windujenar tergolong pasar dengan kelompok

Kelas IIB dengan luas tanah 1.531 m2. Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta

untuk merevitalisasi Pasar Windujenar menuai kontra dengan pedagang Pasar

Windujenar. Pedagang Pasar Windujenar menginginkan untuk renovasi sebagian

pasar saja yaitu perbaikan atap dan saluran air, alasannya adalah pengunjung pasar

Windujenar mayoritas wisatawan asing yang apabila masuk ke pasar Windujenar

harus menunduk karena atapnya rendah, dan sanitasi air juga perlu di renovasi

karena apabila hujan air akan menggenang, sehingga pedagang lebih banyak diam

di kios dan tidak dapat melayani pembeli.2 Pedagang mengharapkan revitalisasi

Pasar Windujenar ini tidak menghilangkan nilai sejarah dari Pasar Windujenar.

Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan karena semakin hari keadaan pasar

yang sering menjadi tujuan turis asing itu tidak membaik, justru semakin tidak

menentu dan ditambah dengan adanya peristiwa bom Bali 1 dan bom Bali 2.3.

2 Lihat, Suara Merdeka, Jumat 16 Juni 2006, berita tentang : Pedagang Triwindu ingin renovasi sebagian

3 senada dengan pernyataan Eni yang menyatakan bahwa kondisi pasar yang semakin memburuk dan bertambah sepi. Ada juga pedagang yang selama 2 hari tidak didatangi oleh pembeli, hal ini dialami oleh Ratna yang menjual berbagai macam benda pecah belah dari bahan Kristal di pasar Triwindu. Selama dua hari praktis dia hanya menunggu tokonya, tidak ada barang yang terjual. Jangan kan ada yang membeli, yang melihat-lihat aja tidak ada, kata wanita yang asal Mangkubumen Wetan, Kecamatan Banjarsari itu. (Suara Merdeka, Kamis, 3 Juli 2003 berita tentang : Sepi, Pedagang barang antic mengeluh)

20

Pendapatan pedagang pasar Windujenar Solo mengalami penurunan drastis,

pedagang yang pendapatannya turun adalah pedagang onderdil sepeda motor

bekas, sementara pedagang cinderamata dan barang antik mengalami penurunan

drastis antara 60%-70%.4

Permasalahan yang dialami pedagang itulah yang memicu Pemerintah

Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar Windujenar, dengan direvitalisasinya

Pasar Windujenar diharapkan dapat mengubah persepsi masyarakat dari semula

terlihat kumuh, sempit, dan kotor, menjadi pasar yang modern, luas, dan bersih.

Langkah pertama Pemerintah Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar

Windujenar adalah merelokasi pedagang Pasar Windujenar ke kawasan bekas

studio Srimulat Sriwedari. Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta untuk

merelokasi pedagang Pasar Windujenar ke kawasan bekas studio Srimulat

Sriwedari, menimbulkan reaksi dari pedagang Pasar Windujenar. Pedagang

mengkhawatirkan keamanan barang-barangnya, karena letak kawasan bekas

studio Srimulat Sriwedari terlalu terbuka, tetapi kekhawatiran pedagang pasar

Windujenar dapat teratasi karena Dinas Pengelola Pasar Kota Surakarta telah

membentuk team untuk menjaga barang-barang dagangan Pasar Windujenar.5

4 “kasus bom Bali dampaknya hingga kini masih terasa. Turis Mancanegara yang biasanya banyak datang, saat ini hanya beberapa saja yang belanja di Pasar Triwindu” kata Pengurus Paguyuban Pedagang Pasar Triwindu (P3T), Sunarto. Menurut dia sebelum terjadinya bom Bali, setiap pedagang cinderamata dan barang antic sebulan bisa memperoleh hingga jutaan rupiah. Namun sekarang ini dalam sebulan bisa memperoleh Rp.300.000,- saja sudah bagus. “Pengaruh bom Bali itu hingga saat ini masih dirasakan, imbuh dia. (Suara Merdeka, Kamis, 12 Mei 2005 berita tentang: penjualan cinderamata di Triwindu turun)

5 "Untuk mengamankan dagangan barang-barang antik milik pedagang di pasar darurat itu telah dibentuk tim khusus keamanan yang berjaga dalam tiga kelompok," kata Kepala Dinas Pengelola

21

Kekhawatiran pedagang Pasar Windujenar tidak hanya itu saja, ada pemasalahan

yang muncul karena adanya kebijakan Pemerintah Kota Surakarta yang

merevitalisasi Pasar dengan konsep membangun Pasar Windujenar menjadi 2

lantai. Pembangunan pasar menjadi 2 lantai dapat menyebabkan perebutan kios,

karena pedagang merasa kios yang berada di bawah pasti akan lebih ramai dan

lebih sering dikunjungi oleh pembeli. Permasalahan yang lain dalam revitalisasi

Pasar Windujenar adalah sebagai berikut :

Permasalahan pertama, adanya perebutan kios diantara pedagang Pasar

Windujenar terjadi karena di Pasar Windujenar terdapat 2 macam pedagang yaitu

pedagang barang-barang antik dan pedagang onderdil motor. Kedua pedagang ini

memperebutkan untuk mendapatkan kios yang berada di lantai bawah, umumnya

di pasar Tradisional kios yang ramai adalah kios yang berada di lantai bawah

padahal dari Dinas Pengelola Pasar telah mengatur letak kios yaitu pedagang

barang-barang antik berada di lantai atas dan pedagang onderdil berada di lantai

bawah, tetapi pedagang barang antik tidak terima dengan alasan bahwa

kecenderungan pasar yang dikunjungi oleh konsumen adalah yang berada di lantai

bawah.

Kedua, meskipun Pasar Windujenar telah di revitalisasi namun tidak

mengubah luas lahan dan luas kios, Pasar Windujenar dirasa sempit meskipun

pasar Windujenar telah memiliki 2 lantai, hal ini dikarenakan lahan yang dipakai

Pasar Kota Surakarta Satriyo Teguh Subroto di Solo, Senin (19/5). Tim yang berjaga di pasar darurat ini beranggotakan enam orang dan dibantu para pedagang. Pengamanan diutamakan pada malam hari karena kawasan tersebut terbuka. (Kompas, Senin, 19 Mei 2008 berita tentang : Bekas Gedung Srimulat Jadi Pasar Benda Antik)

22

untuk kios dikurangi luasnya untuk lahan parkir, memang parkir bisa dianggap

sebelah mata, tapi parkir yang tertata rapi berdampak pada keindahan pasar

Windujenar Solo.

Ketiga, Penentuan harga kios dari Dinas Pengelola Pasar antara pedagang

lama dan pedagang baru masih belum diketahui oleh pedagang Pasar Windujenar.

Pedagang khawatir bila Dinas Pasar Pemerintah Kota Surakarta memberikan

harga kios yang sama antara pedagang yang lama dengan pedagang baru yang

berada di Pasar Windujenar. Pedagang yang sudah lama berjualan di Pasar

Windujenar berharap agar Dinas Pengelola Pasar Pemerintah Kota Surakarta tidak

memberikan harga kios yang mahal, karena pedagang lama itu telah bertahun-

tahun berdagang di Pasar Windujenar, kemudian pedagang lama itu berpendapat

agar para pedagang yang baru menempati pasar Windujenar itulah yang

dikenakan harga kios.6

Keempat terdapatnya pedagang oprokan merupakan salah satu contoh riil

yang terjadi di Pasar Windujenar, padahal Pemerintah Kota Surakarta dan

stakeholder telah mengatur kios untuk pedagang, selain itu mekanisme penentuan

harga kios juga harus jelas, karena apabila penentuan harga kios tidak jelas maka

pedagang oprokan di Pasar Windujenar akan semakin bertambah. Peran

Pemerintah Kota Surakarta dan Stakeholder sebagai pembuat kebijakan

diharapkan tidak ada yang dirugikan. Untuk meramaikan kembali Pasar

Windujenar setidaknya ada semacam upaya publikasi terhadap Pasar Windujenar,

6 Selain itu, kami juga mengkhawatirkan biaya-biaya lainnya seperti tingginya retribusi, biaya kios dan lain-lain. Namun intinya, perombakan akan merugikan pedagang,”jelas Likman (Solopos, Rabu, 14 Juni 2006. Berita tentang : Pedagang Triwindu Tolak Perombakan)

23

seperti pembuatan gapura besar di Jalan Slamet Riyadi sebagai penunjuk arah

keberadaan Pasar Windujenar.7

Sebagian besar pedagang Pasar Windujenar yang direlokasi di kawasan

bekas Studio Srimulat Sriwedari, mengeluhkan kondisi penjualan mereka yang

anjlok drastis. Omset penjualan mereka terjun bebas bahkan mencapai 100% per

harinya. Lokasi yang kurang strategis menjadi faktor utama lesunya penjualan.

Gimin, 40, pedagang pipa ledeng atau nonbenda antik, Minggu (19/4), mengaku

dirinya belum menerima pembeli yang datang satu pun. Kondisi tersebut tidak ia

rasakan hari kemaren saja, melainkan juga terjadi pada hari-hari sebelumnya.

Setelah dipindah ke sini (kawasan Sriwedari –red) penjualan sepi. Lokasinya yang

tidak sebagus di pasar Windujenar (Jl. Diponegoro Solo), jalurnya susah. Di sisi

lain, banyak pembeli dari luar kota yang tidak tahu lokasi baru, “keluhnya. Hal

senada juga di ungkapkan oleh pedagang lainnya, Philipus Sukijo, 59. Ia mengaku

dalam sepekan ia bisa sampai lima hari dirinya tak memperoleh pembeli, kalau

pun ada, omzetnya jauh berkurang. Ia mengaku semasa di lokasi lama

pendapatannya bisa mencapai Rp. 100.000 lebih per hari. Namun Pascarelokasi

tidak mencapai Rp. 20.000/hari, itupun kalau ada pembeli. “Sebenarnya lokasinya

lebih enak disini, karena lebih luas. Di tempat yang lama lebih sempit tapi jauh

lebih ramai, “ungkapnya.8

7 Lihat Solopos, Rabu, 14 Juni 2006. Berita tentang : Pedagang Triwindu tolak perombakan.

8 Lihat. Solopos, Senin 20 April 2009

24

Dengan fenomena yang terjadi di Pasar Windujenar itu maka saya selaku

peneliti tertarik untuk penelitian mengenai konflik manajemen pedagang Pasar

Windujenar Solo.

B. Rumusan Masalah

Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar

Windujenar berdampak adanya suatu masalah dan kekhawatiran yang dialami

oleh pedagang Pasar Windujenar, kekhawatiran ini di karenakan tidak sesuainya

antara Pemerintah Kota Surakarta selaku pembuat kebijakan dengan Pedagang

Pasar Windujenar yang terkena dampak dari revitalisasinya Pasar Windujenar

Solo. Permasalahan yang menonjol adalah terkait dengan konflik manajemen

pedagang Pasar Windujenar Solo. Masalah yang muncul adalah :

“Bagaimana konflik pedagang dengan pengelola pasar dalam revitalisasi Pasar

Windujenar Solo”.

C. Tujuan Penelitian

1. Mapping konflik pedagang dengan pengelola pasar dalam revitalisasi Pasar

Windujenar Solo

2. Sebagai analisa konflik pedagang dengan pengelola pasar dalam revitalisasi

Pasar Windujenar Solo

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pedagang Pasar Windujenar

a. Memberikan pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan manajemen

Pemerintah Kota Surakarta.

25

b. Sebagai bahan acuan tentang cara menyikapi kebijakan Manajemen Pasar

Windujenar Solo.

2. Bagi Pemerintah Kota Surakarta

a. Memberikan masukan dan gambaran ide kepada pemerintah sebelum

membuat kebijakan manajemen.

b. Memberikan pengetahuan dalam penyuluhan di Paguyuban Pasar

Windujenar Solo.

3. Untuk memenuhi syarat-syarat guna mencapai gelar sarjana Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

E. Kajian Pustaka

1. Konsep yang Digunakan

Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Konflik

Konflik adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai

dan keyakinan yang muncul sebagai formasi yang baru yang ditimbulkan

oleh perubahan sosial yang muncul bertentangan dengan hambatan yang

diwariskan (Miall, 2000;7-8)

Webster (1966), istilah “conflict” didalam bahasa aslinya berarti

suatu perkelahian, peperangan, atau perjuangan yaitu berupa konfrontasi

fisik maupun non fisik antara beberapa pihak. “Tetapi arti kata itu

kemudian berkembang dengan masuknya ketidaksepakatan yang tajam

26

atau oposisi atas berbagai kepentingan ide, dan lain-lain”, dengan kata

lain, istilah tersebut sekarang juga menyentuh aspek psikologis dibalik

konfrontasi fisik yang terjadi, selain konfrontasi fisik itu sendiri. Secara

singkat istilah “conflict” menjadi begitu meluas sehingga beresiko

kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep tunggal.

Definisi Webster yang kedua tentang konflik adalah persepsi

mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau

suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat

dicapai secara simultan. Mencoba menjelaskan asal mula terjadinya

perbedaan kepentingan dari apa yang dipersepsikan oleh pihak-pihak yang

berkonflik.

Sanderson mengatakan bahwa konflik merupakan pertentangan

kepentingan antara berbagai individu dan kelompok sosial, baik yang

mungkin pecah menjadi konflik terbuka atau kekerasan fisik. Konflik

merupakan hubungan antara dua atau lebih, baik itu individu maupun

kelompok dimana mereka mempunyai tujuan dan kepentingan yang

bertentangan.

Ichsan Malik dalam buku menyeimbangkan kekuatan pilihan

strategi menyelesaikan konflik atas sumber daya alam. Konflik Dilihat dari

sifatnya dibedakan menjadi dua yaitu konflik laten dan konflik manifest.

Konflik laten adalah konflik yang tertutup atau belum mencuat ke

permukaan, misalnya konflik kesenjangan dalam pengupahan antara

pekerja perempuan dalam pekerja laki-laki dalam suatu perusahaan yang

27

berlangsung secara diam-diam dan tertutup oleh dominasi patrimonial

yang pada suatu saat akan menjadi konflik terbuka. Sedangkan konflik

yang bersifat manifest adalah konflik yang terbuka dan sudah mencuat ke

permukaan, sehingga masyarakat yang berada di sekitarnya mengetahui

konflik tersebut. Adapun Dilihat dari asal mula konflik dibedakan menjadi

dua, yaitu konflik langsung dan konflik tidak langsung. Konflik langsung

adalah konflik yang terjadi tidak melalui perantara pihak ketiga, tetapi

konflik tidak langsung adalah konflik yang terjadi ada pihak ketiga, jadi

ada perantara dalam konflik itu.

Uraian konsep konflik diatas dapat di tarik suatu kesimpulan

bahwa konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih, baik itu

individu maupun kelompok yang memiliki sasaran dan kepentingan yang

berbeda. Jadi dalam penelitian konflik manajemen pedagang Pasar

Windujenar Solo ini ada suatu ketidaksesuaian antara kebijakan

Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Pengelola Pasar dengan

Pedagang Pasar Windujenar Solo, yang masing-masing mempunyai tujuan

dan kepentingan yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan pedagang

yang menyatakan penolakan mengenai ide perombakan pasar.9

b. Manajemen

9 Komisi III dan komisi IV DPRD Solo mendukung sikap pedagang Pasar Triwindu yang menolak wacana perombakan pasar tersebut. Pasalnya, perombakan dinilai justru akan kontraproduktif terhadap eksistensi Pasar Triwindu (Solopos, Kamis Pon, 15 Juni 2006, Berita tentang: soal penolakan terhadap ide perombakan pasar; DPRD dukung pedagang Triwindu)

28

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan

penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai

tujuan organisasi yang telah ditetapkan.10 Maksud organisasi dari

penelitian ini adalah organisasi merupakan institusi pengambil kebijakan

dalam hal ini adalah Dinas Pengelola Pasar.

Terry G mengatakan (dalam Endang Siti Rahayu, 2003) bahwa

manajemen adalah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya

melalui usaha-usaha orang lain. Dalam ensiklopedi administrasi,

manajemen adalah segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang

dan menggerakkan fasilitas dalam usaha kerjasama untuk mencapai tujuan

tertentu. Sehingga dalam pengelolaan pasar Windujenar pembuat

kebijakan yaitu Dinas Pengelola Pasar harus bisa berdialog atau

bersosialisasi terlebih dahulu mengenai konsep apa yang akan diterapkan

di Pasar Windujenar, apakah kebijakan itu dapat mengarah ke progress

atau regress. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, manajemen adalah

pemanfaatan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan atau

sasaran yang dimaksud. Sumber daya ini meliputi stakeholder yang terlibat

di pasar Windujenar yang sesuai dengan pemanfaatan modal social (social

capital) yang meliputi nilai tanggung jawab, kebersamaan dan kejujuran

dalam pengelolaan Pasar Windujenar. Dalam kamus sosiologi, manajemen

10 James A.F. Stoner, Management, Prentice/ Hall International, Inc, Englewood Cliffs, New York, 1982, halaman 8

29

dimaksud sebagai system pengendalian untuk mencapai tujuan tertentu

(Soerjono Soekanto, 1983)

Atas dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya

manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk

menentukan, mengintepretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi

dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), dan pengawasan (controlling). Dalam

penelitian ini terjadi suatu ketidaksesuaian dari pelaku pengambil

kebijakan untuk Pasar Windujenar dari segi perencanaan,

pengorganisasian, dan pengawasan dengan pedagang Pasar Windujenar,

karena pedagang merasa ada ketidaknyamanan dari segi pengelolaan.

Karena fungsi-fungsi manajemen menurut Henry Fayol ada lima, yaitu

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan

pengawasan.

c. Pedagang

Pasar tempat jalinan hubungan antara pembeli dan penjual serta

produsen yang turut serta dalam pertukaran. Mereka melakukan transaksi

tukar-menukar, baik pada suatu tempat maupun pada suatu keadaan yang

lain. Dalam ilmu ekonomi pasar itu dibagi menjadi dua golongan :

1. pasar yang nyata, yakni tempat para penjual dan pembeli berkumpul

untuk berjual beli akan barang-barangnya.

30

2. Pasar Nirkala, yang abstrak. Barang diperdagangkan tidak sampai di

pasar. Jual beli berlaku langsung atau hanya menurut contoh barang

(Dien Majid, 1988) dalam penelitian ini berfokus pada pasar nyata,

maka penjual dan/pedagang pasar menjadi elemen penting yang

menentukan gerak pasar.

Menurut Damsar (1997) pedagang adalah orang atau institiusi yang

memperjual belikan produk atau barang, kepada konsumen baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pedagang dibedakan menurut jalur

distribusi yang dilakukan yaitu:

1. Pedagang distributor (tunggal) yaitu pedagang yang memegang hak

distribusi satu produk dari perusahaan tertentu.

2. Pedagang (partai) besar yaitu pedagang yang membeli suatu produk

dalam jumlah besar yang dimaksudkan untuk dijual kepada orang lain.

3. Pedagang eceran yaitu pedagang yang menjual produk langsung

kepada konsumen.

Menurut Geertz (1963), Mai dan Buchholt (dalam Damsar, 1997)

disimpulkan bahwa pedagang dibagi atas:

1. Pedagang professional yaitu pedagang yang menganggap aktivitas

perdagangan merupakan pendapatan dari hasil perdagangan

merupakan sumber utama dan satu-satunya bagi ekonomi keluarga.

Pedagang professional mungkin saja ia adalah pedagang distributor,

pedagang partai besar atau pedagang eceran.

31

2. Pedagang semi professional adalah pedagang yang mengakui

aktivitasnya untuk memperoleh uang tetapi pendapatannya dari hasil

perdagangan merupakan sumber tambahan dari ekonomi keluarga.

3. Pedagang subsistensi merupakan pedagang yang menjual produk atau

barang dari hasil aktivitas atau subsistensi untuk memenuhi ekonomi

rumah tangga. Hasil dari penjualan ini dipergunakan untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan subsistensi.

4. Pedagang semu adalah orang yang melakukan kegiatan perdagangan

karena hobi atau untuk mendapatkan suasana baru atau mengisi waktu

luang.

Geertz (1973) juga menyatakan bahwa peranan pedagang dalam

suatu pekerjaan bersifat non amatir, memerlukan kecakapan teknis dan

membutuhkan segenap waktu. Adapun hubungan antara pedagang itu

bersifat spesifik : ikatan-ikatan komersial itu sama sekali dipisahkan dari

ikatan-ikatan sosial persahabatan, ketetanggaan, bahkan kekerabatan.

Menurut Jennifer Alexander dalam pasar tradisional dikenal dengan

juragan dan bakul. Juragan adalah pedagang besar dan bakul adalah

pedagang kecil (Hefner, 2000 : 292).

Dari uraian di atas pedagang di Pasar Windujenar adalah orang

yang memperjualbelikan produk atau barang, kepada konsumen baik

secara langsung maupun tidak langsung, dan pada penelitian ini terfokus

pada pedagang Pasar Windujenar Solo.

32

d. Pasar Tradisional

Pasar adalah tukar-menukar, perdagangan sebagai kegiatan tukar

menukar yang sebenarnya, dan uang sebagai alat penukar. Pasar adalah

pranata pembangkit sedangkan perdagangan dan uang adalah fungsi-

fungsinya. Tukar menukar, perdagangan, uang dan pasar sebagai suatu

system yang membentuk suatu keseluruhan yang tidak terpisahkan.

Kerangka konsepnya adalah pasar (Mahendra Wijaya, 2007:83).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasar berarti tempat orang

berjual beli. Dengan kata lain, pasar merupakan organisasi dimana penjual

dan pembeli dapat saling berhubungan dengan mudah. Selanjutya oleh

Pemerintah Daerah, pasar adalah tempat untuk berjual beli bagi umum dan

tempat berkumpulnya para pedagang mendasarkan dan menjual barang

dagangannya baik dengan atau tidak dengan melakukan usaha kerajinan

dan pertukangan kecil (Perda No 5, Tahun 1983 tentang Pasar). Tetapi

secara sosiologis, pasar menunjuk pada suatu tempat yang diperuntukkan

bagi kegiatan yang bersifat indigenous market trade sebagaimana telah di

praktekan sejak lama (mentradisi), serta bercirikan bazaar economic type.

Pasar adalah suatu pranata ekonomi sekaligus cara hidup, maka

perdagangan bagi seorang pedagang merupakan latar belakang yang

permanen, dimana hampir segala kegiatannya dilakukannya. Pasar adalah

lingkungannya; yang merupakan gejala alami dan gejala kebudayaan dan

keseluruhan pola dari kegiatan pengelolaan dan penjajaan secara kecil-

33

kecilan yang menjadi ciri masyarakat pada umumnya. Gejala perdagangan

pasar ini meresap keseluruh kawasan.

Untuk memahami pasar dalam arti yang luas, maka harus dilihat

dari tiga sudut pandangan :

1. Sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu

2. Sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan

mengatur arus barang dan jasa.

Sebagai system sosial dan kebudayaan dimana mekanisme itu

tertanam (Geertz, 1973). Menurut Jennifer Alexander (dalam Hefner,

2000) pasar sebagai suatu system tukar menukar barang. Masalah yang

menonjol dari perspektif ini menyangkut hubungan penyebaran pasar yang

longgar (spasial) dan fungsi-fungsi ekonominya. Selain itu pasar juga

adalah suatu system sosial, penekanannya pada penggambaran tipe-tipe

pedagang, karier mereka, dan lembaga-lembaga sosial yang menyalurkan

mereka ke jaringan rumit hubungan-hubungan sosial. Dia juga

menyatakan bahwa pasar sebagai suatu aliran informasi yang terstruktur.

Berdasarkan budaya dan meneliti cara-cara yang membuat para pedagang

menghidupi mereka dengan memperoleh informasi dan

menyembunyikannya dari yang lain. Perspektif ini memusatkan perhatian

pada proses-proses pembelian dan penjualan melalui suatu analisis praktik

perdagangan yang berjajar dari “lokalisasi” para penjual barang dagangan

yang sama di suatu tempat dan kemitraan dagang yang stabil yang telah

lazim hingga ke pemanfaatan tawar-menawar sebagai suatu mekanisme

34

penentuan harga. Menurut Heru Nugroho (Dalam majalah Equilibrium,

2005) terdapat ciri pasar tradisional, yaitu : pasar tradisional para

pedagangnya melakukan kegiatan ekonomi dilandasi oleh moralitas

berkecukupan, atau motif ekonomi untuk mempertahankan hidup.

Dalam penelitian ini fokus kajiannya adalah konflik manajemen

pedagang yang terjadi di Pasar Windujenar yang meliputi pedagang,

kontraktor dan Dinas Pengelola Pasar.

F. Teori Yang Digunakan

1. Teori Konflik

Tokoh yang membahas mengenai teori konflik yaitu Ralph

Dahrendorf. Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi

konflik dan sisi kerja sama. Proses sosial yang ditekankan dalam model

konflik mungkin berlaku untuk hubungan sosial antara kelompok dalam (in-

group) dan kelompok luar (out-group). Kekuatan Solidaritas internal dan

integrasi kelompok dalam (in-group) akan bertambah tinggi karena tingkat

permusuhan atau konflik dengan kelompok luar (out-group) bertambah besar.

Dengan adanya 2 sisi tersebut terjadi suatu bentuk integrasi yang kuat antara

kelompok pedagang sebagai kelompok yang merasa dirugikan dengan

pembuat kebijakan yaitu Dinas Pengelola Pasar, kelompok pedagang ini

melakukan perlawanan dengan cara memperkuat in groupnya agar dapat

melawan kebijakan dari Dinas Pengelola Pasar. Dahrendorf telah melahirkan

kritik penting terhadap pendekatan yang pernah dominan dalam sosiologi,

yaitu kegagalan dalam menganalisa masalah konflik sosial. Dia menegaskan

35

bahwa proses konflik sosial itu merupakan kunci bagi struktur sosial.

Dahrendorf telah berperan sebagai corong teoritis utama yang menganjurkan

agar perspektif konflik dipergunakan dalam rangka memahami dengan lebih

baik fenomena sosial..

Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu menjadi

dua tipe. Kelompok semu (quasi group) merupakan kumpulan dari para

pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang

terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Tipe yang kedua adalah

kelompok kepentingan (interest group), terbentuk dari kelompok semu yang

lebih luas. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi,

program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang

menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat.

Aspek terakhir teori konflik Dahrendorf adalah mata rantai antara

konflik dan perubahan sosial. Konflik menurutnya memimpin kearah

perubahan dan pembangunan. Dalam situasi konflik golongan yang terlibat

melakukan tindakan-tindakan untuk mengadakan perubahan dalam struktur

sosial. Kalau konflik itu terjadi secara hebat maka perubahan yang timbul

akan bersifat radikal. Begitu juga jika konflik itu disertai oleh penggunaan

kekerasan maka perubahan struktural akan efektif.

Konflik timbul disebabkan karena adanya beberapa hal yaitu:

1. Perbedaan antara individu-individu. Perbedaan pendirian dan perasaan

mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka

36

2. Perbedaan kepentingan baik antar individu maupun kelompok.

Kepentingan ini dapat bermacam-macam, ada kepentingan ekonomi,

politik dsb.

G. Penelitian Terdahulu yang Menjadi Acuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Eva Agustinawati S,Sos untuk mencapai

derajat sarjana S-2. Penelitian tentang Dinamika Konflik Pasar Gede yang

dilakukan di kota Surakarta tepatnya di komplek Pasar Gede. Konflik yang terjadi

bersumber pada perbedaan pendapat mengenai pembangunan kembali Pasar Gede

setelah terbakar tanggal 28 April 2000. Perbedaan kepentingan menjadi latar

belakang munculnya perbedaan pendapat tentang desain Pasar Gede yang akan

dibangun. Berbagai permasalahan dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama, terjadinya konflik antar warga Pasar Gede dengan Pemerintah

disebabkan adanya perbedaan pendapat dalam menentukan alternative desain

Pasar Gede. Walikota sebagai wakil dari Pemda pertama kali melontarkan ide

untuk membangun kembali Pasar Gede menjadi bangunan pasar yang modern

(mall). Tujuan dari pembangunan tersebut agar bangunan Pasar Gede tidak

ketinggalan jaman.

Selain dengan walikota, warga pasar juga berhadapan dengan DPRD

dalam penentuan alternative desain. Kelima fraksi yang ada didalam DPRD,

empat diantaranya setuju dengan alternative I yaitu dibangun seperti semula tanpa

ada perubahan sedikitpun. Hanya satu fraksi yaitu PDIP yang tidak setuju dengan

alternative I dan lebih memilih alternative III dimana ada penambahan ruang di

dalama pasar. Menurut PDIP dengan adanya penambahan ruang diharapkan

37

pedagang baru dapat masuk sehingga ada peningkatan retribusi yang nantinya

akan dapat juga menaikkan PAD kota Solo. Selain itu PDIP juga menginginkan

agar Pasar Gede menjadi pasar modern sehingga pasar modern sehingga kota Solo

menjadi megacity

Kedua, bentuk yang muncul akibat isu yang muncul dari berbagai pihak

misalnya isu perubahan desain Pasar Gede yang pertama kali dikemukakan oleh

Walikota Surakarta yaitu menjadi mall. Bangunan Pasar Gede yang merupakan

peninggalan dari Kraton Surakarta akan diganti dengan bangunan modern. Isu lain

yang muncul bahwa pasar akan dibangun oleh investor. Kata investor merupakan

sosok yang ditakuti oleh para pedagang. Mekanisme pasar sebagai pasar

tradisional kemungkinan akan diganti dengan mekanisme bisnis dengan untung

yang sebesar besarnya. Isu yang dibangun investor ditambah lagi dengan isu

penambahan ruang di dalam pasar. Penambahan ruang membuka kesempatan

pedagang baru untuk masuk didalamnya. Persaingan antar pedagang akan

bertambah, kemungkinan pedagang kecil akan kalah bersaing dengan pedagang

dengan modal besar. Semua isu yang muncul berinti pada isu kepentingan

ekonomi. Pemda menginginkan agar pembangunan pasar juga dapat dijadikan alat

utuk menaikkan PAD. Warga pasar sendiri juga mempunyai keinginan agar pasar

tetap seperti semula sehingga pendapat mereka tidak terganggu. Pedagang di

pasar Gede sebagian besar adalah pedagang kecil yang hanya mengantungkan

kehidupannya dari berjualan. Besar kecilnya pendapatan ditentukan dari laku

tidaknya barang dagangan. Jika dibangun menjadi pasar modern dan adanya

38

penambahan ruang yang menyebabkan ada pedagang baru maka mereka akan

tersingkirkan.

Ketiga, perbedaan kepentingan tersebut telah melahirkan konflik yang

nyata antara pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dengan warga pasar

sebagai pihak yang dikuasai. Pemerintah ingin menggunakan otoritasnya sebagai

pemegang kekuasaan dalam menentukan bentuk bangunan Pasar Gede. Alasan

kota Solo dimasa depan dan untuk menambah pemasukan PAD menjadikan

landasan untuk menjadikan Pasar Gede menjadi pasar modern. Tragedi pasar

Singosaren yang telah menyingkirkan pedagang kecil akan terulang lagi. Janji

pemda pada waktu itu akan mengutamakan pedagang lama telah diingkari.

Pedagang besar dengan modal besar yang mampu masuk dan membeli lahan di

pasar yang baru. Pedagang pasar sebagai pihak yang dikuasai oleh pemda tidak

lagi punya otorita untuk menentangnya terlebih lagi untuk menagih janji.

Warga pasar sebagai yang dikuasai berusaha untuk melawan pemegang

kekuasaan. Konflik pun akan muncul jika pemegang kekuasaan bertahan dalam

menggunakan kekuasaannya. Dinamika konflik menurut Dahrendorf akan muncul

karena adanya suatu isu tertentu yang memunculkan dua kelompok untuk

berkonflik. Dasar pembentukan kelompok adalah otorita yang dimiliki oleh setiap

kelompok yaitu kelompok yang berkuasa dan kelompok yang dikuasai.

Kepentingan kelompok yang berkuasa adalah mempertahankan kekuasaanya

sedangkan kelompok yang dikuasai adalah menentang legitimasi otoritas yang

ada.

39

Keempat, konflik di pasar gede ternyata membawa dampak positif

dikalangan warga pasar. Kelompok kecil dengan ikatan yang kuat melawan

musuh dari luar maka kelompok tersebut tidak akan member toleransi pada

pertikaina internal. Dalam mempertahankan kelompok dari konflik dengan pihak

luar maka memakai katub penyelamat (savety value). Warga Pasar Gede dengan

ikatan yang kuat untuk mempertahankan struktur yang ada serta konflik dengan

pihak luar maka dibentuklah paguyuban. Sebuah paguyuban dalam suatu konflik

merupakan jalan keluar uang digunakan sebagai peredam konflik.

Kelima, penyelesaian konflik antara warga pasar dengan pemda dilakukan

dengan konsiliasi yaitu melalui diskusi dalam mengambil keputusan. Pihak yang

berkonflik berusaha untuk mengambil kata sepakat mengenai sesuatu yang

dipertentangkan. Salah satu pihak mengalah untuk mencapai kesepakatan dalam

hal ini PDIP. Hal ini sudah seharusnnya karena DPRD sebagai wakl rakyat

semestinya mendengar apa yang menjadi kehendak rakyat, apalagi PDIP

disimbolkan dengan partainya wong cilik. Kepentingan penguasa tidak lagi harus

menjadi prioritas tetapi kepentingan rakyat yang dikuasai yang harus diutamakan.

H. Definisi Konseptual

1. Konflik

Konflik merupakan pertentangan antara berbagai individu dan

kelompok sosial dimana mereka mempunyai tujuan dan kepentingan yang

berbeda. Adapun kepentingannya adalah keinginan untuk merubah pasar

menjadi bangunan yang lebih modern, tetapi di sisi lain dengan modernnya

pasar membuat sepinya kegiatan perekonomian. Sifat konflik adalah konflik

40

laten yaitu konflik tertutup yang belum mencuat ke permukaan, sedangkan

konflik manifest adalah konflik terbuka yang sudah mencuat ke permukaan.

Adapun konflik yang berdasarkan asal mulanya, yaitu konflik langsung yang

merupakan pertentangan yang terjadi tanpa ada perantara dan konflik tidak

langsung adalah pertentangan yang terjadi melalui perantara pihak ketiga.

2. Manajemen

Manajemen merupakan proses perencanaan, pengelolaan,

pengorganisasian, dan pengawasan untuk mencapai tujuan tertentu.

3. Pedagang

Orang atau sekelompok orang yang memperjualbelikan produk atau

barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung.

4. Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan tempat jual beli dimana ditemui suatu

proses tawar-menawar untuk mendapatkan harga yang sesuai antara penjual

dan pembeli.

5. Konflik Manajemen

Perbedaan kepentingan yang berkaitan dengan pengelolaan,

perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan

I. Kerangka Berpikir

41

Revitalisasi Pasar Windujenar memunculkan konflik pengelolaan

pedagang pasar Windujenar. Konflik ini melibatkan Dinas Pengelola Pasar,

pedagang Pasar Windujenar dengan kontraktor pasar Windujenar. Dinas

Pengelola Pasar merupakan institusi yang mempunyai kebijakan dalam revitalisasi

Pasar Windujenar, sedangkan kontraktor adalah lembaga yang ditunjuk oleh DPP

melalui proses lelang dimana terjadi kesepakatan harga untuk merevitalisasi pasar

Windujenar. DPP dan kontraktor merupakan partner dalam revitalisasi pasar

Windujenar. Revitalisasi Pasar Windujenar ini berdampak adanya kebijakan

pengelolaan di Pasar Windujenar, hal yang paling menonjol adalah

direvitalisasinya pasar Windujenar menjadi 2 lantai yang memunculkan konflik

dengan pedagang. Kebijakan DPP itu juga berdampak pada adanya konflik antar

sesama Pedagang Pasar Windujenar karena kurangnya komunikasi yang baik

antara DPP dengan pedagang sehingga memunculkan kesalahpahaman antar

pedagang Pasar Windujenar.

Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat disusun

dalam bagan berikut ini:

Bagan I.1. Kerangka Berfikir Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar Windujenar

Dinas Pengelola Pasar 1. pihak

2. sebab

Revitalisasi konflik 3. waktu

Kontraktor

42

J. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif kualitatif (Koentjaraningrat, 1993;129). Sebagaimana telah

disebutkan dalam perumusan masalah dan tujuan penelitian, penelitian ini

bertujuan untuk menggali sumber-sumber data dan informasi berkaitan dengan

permasalahan penelitian dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan

data, klasifikasi dan analisis data mengenai konflik manajemen pedagang

Pasar Windujenar Solo terkait adanya revitalisasi.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih adalah Pasar Windujenar Solo yang berada di

kelurahan Keprabon Kecamatan Banjarsari Kotamadya Surakarta. Untuk

pengambilan data dari pemerintah dipilih lokasi di Balaikota Surakarta

khususnya di Dinas Pengelola Pasar (DPP). Lokasi penelitian ini sengaja

dengan maksud menemukan data-data yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Adapun alasan pemilihan lokasi itu karena lokasi tersebut merupakan tempat

dimana konflik manajemen pedagang itu terjadi.

3. Unit Analisis

Unit analisis dari penelitian ini adalah pedagang Pasar Windujenar

yang terdiri dari beberapa pedagang yaitu pedagang barang antic, pedagang

43

onderdil motor, pedagang perpipaan, pedagang pusaka dan pedagang

timbangan.

4. Sumber Data

a. Data Primer : Sumber data primer diperoleh secara langsung dari informan

yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indept interview). Informan

dalam penelitian ini adalah pedagang barang antic, pedagang onderdil

motor, pedagang perpipaan, pedagang pusaka, pedagang timbangan di

Pasar Windujenar Solo

b. Data Sekunder : Data yang diperoleh bukan secara langsung dari

sumbernya. Dalam penelitian ini data sekunder yang dipakai adalah

sumber tertulis seperti data atau arsip-arsip yang terkait dengan Pasar

Windujenar yang diperoleh dari Lurah Pasar Windujenar dan data-data

dari Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta tentang Pasar Windujenar.

Dalam penelitian ini data sekunder yang sudah diperoleh dari Dinas

Pengelolaan Pasar Kota Surakarta yaitu data keadaan geografis dari Pasar

Windujenar Solo, dan data Banyaknya Jumlah Los dan Kios di Pasar

Tradisional di Kota Surakarta Tahun 2008.

5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan bersumber pada dua jenis yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam (dept

interview). Data Sekunder diperoleh dari data-data seperti jurnal, artikel, buku,

44

tesis, skripsi, hasil penelitian, arsip dan internet yang terkait dengan konflik

manajemen pedagang Pasar Windujenar Solo.

a. Wawancara mendalam

Wawancara ini dilakukan dengan struktur yang ketat, namun

dengan pertanyaan yang semakin memfokus sehingga informasi yang

dikumpulkan cukup mendalam. Kelonggaran cara ini akan mampu

mengorek kejujuran informan untuk memberikan informasi yang

sebenarnya terutama yang bersangkutan dengan perasaan, sikap,

pandangan dan perbuatan mereka.

Wawancara mendalam dilakukan dengan key informan yaitu ketua

paguyuban yang dianggap mengetahui permasalahan dengan lengkap serta

dapat menunjuk responden lain yang diperlukan. Wawancara dilakukan

dengan tujuan untuk menggali tentang permasalahan yang muncul di Pasar

Windujenar sampai keputusan revitalisasi pasar. Wawancara dilakukan

tidak hanya dengan sekali datang bisa sampai berkali-kali.

Pelaksanaan wawancara menggunakan alat bantu flashrecord atas

persetujuan responden. Untuk mempermudah wawancara pertanyaan yang

diajukan sudah disusun dan dihafal sebelumnya. Pertanyaan terhadap

responden diajukan sepanjang berkaitan dengan tema penelitian, jika

masih ada pertanyaan yang terlewat atau timbul data baru yang

menimbulkan pertanyaan baru maka dilakukan wawancara lanjutan.

Wawancara dianggap cukup apabila kesimpulan akhir sudah didapat.

45

Key Informan juga diwawancarai mengenai sejarah Pasar

Windujenar karena beliau merupakan keturunan ahli waris tanah di

kawasan Pasar Windujenar dan ketua Paguyuban Pasar Windujenar

menulis “Potret Pasar Windujenar”.

b. Dokumen

Pengumpulan data ini digunakan untuk memperoleh data sekunder

dari Kantor Dinas Pengelola Pasar, kantor Pemkot untuk mengetahui latar

belakang dari Pasar Windujenar Solo. Dari tulisan berbagai media masa

juga artikel digunakan data sekunder untuk melengkapi informasi yang

diperlukan begitu juga dengan arsip-arsip yang ada di berbagai instansi

yang berhubungan dengan Pasar Windujenar Solo. Misalnya di Dinas

Pariwisata mengenai event-event yang digelar di Pasar Windujenar.

6. Teknik Pengambilan Sample

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan purposive sample,

yaitu memilih informan yang dapat dipercaya karena dianggap paling

mengetahui dan menguasai permasalahan di lapangan, yang kemudian dapat

berkembang menjadi snowball sampling. Adapun alasan pemilihan Purposive

sample adalah untuk menggali data mengenai konflik manajemen pedagang

Pasar Windujenar harus benar-benar mencari informan yang terlibat konflik,

bisa dilihat dari letak kios, kepentingan pedagang antara satu dengan yang lain

dan pedagang yang melakukan complain kepada DPP ketika DPP meninjau

pembangunan Pasar Windujenar. Adapun pedagang dalam pengambilan

46

sample ini adalah pedagang barang antic, pedagang onderdil motor, pedagang

timbangan, pedagang perpipaan, dan pedagang pusaka.

7. Validitas Data

Dalam penelitian ini peneliti menguji validitas data dengan melakukan

Triangulasi data dan cross-check antar informan sehingga dapat diketahui

kebenaran dari data yang telah didapat di lapangan. Teknik trianggulasi ada

empat macam, yaitu pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,

metode, penyelidik, teori.

Dalam penelitian ini, untuk mengecek kembali derajat kepercayaan

suatu informasi dengan trianggulasi sumber dapat dengan cara :

a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data yang diperoleh dari

hasil wawancara.

b) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

(Lexy J. Moleong;2002; 176) 8. Analisis Data

Untuk analisa data pada penelitian ini dipergunakan cara analisa tiga alur

kegiatan yang dikemukakan oleh Miles dan Hubberman, yaitu reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan.

a. Reduksi Data

Reduksi Data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada proses penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi

47

data ‘kasar’ yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi

data berlangsung terus-menerus selama kegiatan penelitian berlangsung di

lapangan. Bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, antisipasi akan

adanya reduksi data sudah nampak. Selama pengumpulan data

berlangsung, terjadilah tahapan reduksi berikutnya yaitu membuat

ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat

pemilihan data, menulis memo. Reduksi data ini berlanjut terus-menerus

sesudah penelitian dilapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan

mengkoordinasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan

finalnya dapat di tarik dan diverifikasi.

b. Penyajian Data

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data,

penyajian data yang paling sering digunakan pada masa lalu adalah bentuk

bentuk teks naratif. Dalam penelitian kita mendapatkan data yang amat

banyak. Data tersebut amatlah tidak praktis bila kita sajikan semuanya.

Teks tersebut terkadang masih terpencar-pencar, tidak simultan, tersusun

kurang baik, dan kadangkala berlebih-lebihan. Peneliti tidak boleh

mengambil kesimpulan yang gegabah, menyingkirkan hal-hal yang tidak

perlu, mengadakan pembobotan, menyeleksi.

48

Sekali lagi perlu dicatat di sini, sama halnya dengan reduksi data,

penciptaan dan penggunaan penyajian data tidaklah terpisah dari

analisisnya. Ia merupakan bagian dari analisis.

c. Penarikan Kesimpulan/verifikasi

Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu konfigurasi yang

utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penulisan

berlangsung. Verifikasi merupakan tinjauan-tinjauan ulang pada data yang

ada. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data yang harus diuji

kebenaran, kekokohan, dan kecocokan. Hal ini merupakan validitasnya.

Adapun kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan dengan

tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Persiapan

· Mengurus perijinan penelitian : Fakultas, Universitas Negeri

Sebelas Maret, KesBangLinMas, Dinas Pengelolaan Pasar Kota

Surakarta, Pasar lokasi yaitu Pasar Windujenar.

· Meninjau pasar terpilih sebagai lokasi penelitian untuk secara

sepintas mempelajari keadaannya, serta kemungkinan memilih

informan yang tepat, khususnya para pelaku pasar.

· Mendatangi Lurah Pasar Windujenar untuk menanyakan segala

sesuatu yang berkaitan dengan pedagang Pasar Windujenar.

· Menyusun persiapan penelitian, pengembangan pedoman

pengumpulan data (daftar pertanyaan) dan juga penyusunan

jadwal kegiatan secara rinci.

49

b. Pengumpulan data

· Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan,

wawancara mendalam kepada pedagang Pasar Windujenar

berdasarkan tempat kios yang berkonflik

· Mencatat dokumen data sekunder dari Kantor Lurah Pasar

Windujenar Surakarta.

· Melakukan review dan pembahasan beragam informasi yang

telah terkumpul kemudian dipilih data yang sesuai dengan

penelitian yang dilakukan.

· Menentukan strategi pengumpulan data yang paling tepat, dan

menentukan fokus, serta pendalaman dan pemantapan data, pada

proses pengumpulan data berikutnya.

c. Analisis data

· Melakukan verivikasi dan validasi data dengan mengkroscekkan

data yang diperoleh dari informan I ke informan yang

selanjutnya dan berjalan seterusnya hingga informan terakhir.

Semua hasil wawancara direkam dalam flashrecord, yang

kemudian dibuat naratifnya, reduksi dan belum di buat

simpulannya.

· Hasil wawancara tersebut peneliti pilih yang sesuai dengan

konsep yang dipakai dalam penelitian, kemudian peneliti sajikan

50

dalam bentuk matriks-matriks hasil wawancara. Data yang

dimasukkan ke dalam matriks adalah data yang telah direduksi

(dibuang yang tidak perlu) oleh peneliti.

· Dari matrik yang telah dibuat peneliti melakukan analisis dan

simpulan. Analisis dilakukan untuk mengetahui konflik

pedagang yang ada di pasar Windujenar

d. Penyusunan Laporan penelitian

· Penyusunan laporan awal

· Peneliti menyusun semua data dan analisis yang telah dibuat.

· Setelah semua disusun secara sistematis, peneliti

mendiskusikannya dengan dosen pembimbing.Kemudian

diberikan kritik dan masukan oleh dosen pembimbing.

· Peneliti memperbaiki hal-hal yang kurang sesuai dan

menambahkan masukan yang diberikan oleh dosen pembimbing.

· Perbanyakan laporan sesuai dengan kebutuhan

51

BAB II

DESKRIPSI LOKASI

A. Potret Pasar Windujenar

1. Sejarah Pasar Windujenar

Pasar Windujenar sejak 5 Juli 2008 mengalami pemugaran sesuai

arsitektur budaya Solo. Pasar tradisional ini adalah pasar tempat penjualan

benda-benda antik, yang dulu terkenal bernama Pasar Triwindu. Menurut

sejarahnya, Pasar Windujenar dibangun pada 1939 sebagai peringatan ke-24

tahun atau tiga windu kenaikan tahta Mangkunegara VII. Mungkin karena

sebab itulah pasar Windujenar juga dikenal sebagai pasar Triwindu. Sebelum

dibangun pasar lokasi tersebut adalah kandang kuda. Menurut sejarahnya,

Pasar Triwindu atau Windujenar adalah hadiah ulang tahun ke-24 Gusti Putri

Mangkunegara VII yang bernama Nurul Khamaril. Pasar yang diberi nama

Triwindu artinya tiga delapan. Awalnya penjual di sini menggunakan sistem

barter dengan menggelar barang dagangannya di meja-meja, karena semakin

bertambah sejak 1960 mereka mendirikan kios. Di Pasar Windujenar ini,

dipasang tiga topeng panji besar di wajah bangunan depan pasar sebagai

hiasan eksterior. Tiga topeng yang terpasang di bangunan Windujenar itu,

tidak hanya sebagai hiasan eksterior belaka, melainkan menjadi spirit Panji

yang mengilhami Festival Seni Pasar Panji ini. Nilai-nilai kultural Panji

menjadi inspirasi kreatif untuk menggerakan pertumbuhan pasar tradisional di

52

Solo dan kepedulian masyarakat Solo terhadap pelestarian pusaka budaya

serta ekonomi kreatif.

Tanah yang beralamat di Jl. Diponegoro dengan luas 2384 m²

merupakan asset Kota Surakarta yang saat ini status penggunaannya berada di

bawah SKPD Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta. Pada saat ini diatas

tanah tersebut terdapat bangunan pasar. Sehingga termasuk pada kategori

tanah untuk bangunan gedung tempat perdagangan. Pada saat peringatan 3

Windu Tahta Mangkunegoro 7 menyelenggarakan Pasar Malam dilokasi

tersebut dan membawa keberuntungan dan berlanjut sampai sekarang menjadi

pasar, tahun 2002 ada perbaikan saluran air, menjadi Pasar barang antik, tahun

2008 rehap total pasar. Pada awalnya tanah tersebut merupakan Tanah Negara

eks Swapraja DMN yang kemudian dikuasai Pemerintah Kota Surakarta sejak

tahun 1950. Pada tanggal 24 april 2000 tanah tersebut disertifikasi dengan

status hak pakai nomor 1/ kelurahan Keprabon atas nama Pemerintah Kota

Surakarta, tercatat dalam Buku Sertifikat Nomor AP 978235. Peruntukan yang

tertulis dalam sertifikat adalah Pasar Triwindu.

2. Letak Geografis

Lokasi Pasar Windujenar berada di Jalan Diponegoro (Ngarsopuro),

tepatnya di depan Puro Mangkunegaran di tengah kota Surakarta, batas Pasar

Windujenar yaitu : Depan (sebelah barat) Jalan Diponegoro (Ngarsopuro),

belakang (sebelah timur) jalan Lingkungan dan Pemukiman, Sebelah kanan

(sebelah Utara) jalan lingkungan dan kantor Kalurahan Keprabon dan

53

permukiman pertokoan. Sebelah kiri (sebelah selatan) jalan lingkungan

pemukiman dan pertokoan.

Pasar Windujenar mempunyai luasan existing 1487 m2, sedangkan

luasan perencanaan 1454 m2. Luasan satu lantai existing 1826 m2, luasan 2

lantai pengembangan 1454 M2. Pasar Windujenar memiliki permukaan yang

datar dengan tinggi muka tanah (peil) terhadap permukaan + 0,17 M.

Berdasarkan Undang-undang atau peraturan, tanah-tanah bekas milik

Mangkunegaran tersebut dikuasai (dikelola) oleh Pemerintah Kota. Sebagai

akibatnya para pedagang pasar sejak berdirinya sampai sekarang ini

membayar retribusi, Surat Ijin Penempatan (SHP) dan balik nama kepada

Pemerintah Kota Surakarta.

3. Bangunan Kios dan Sarananya

Sebagian kios di Pasar Windujenar asli milik Mangkunegaran (yang

membangun dulu dari Mangkunegaran) dan sebagian dibangun sendiri oleh

pedagang atas ijin Pemerintah Kota Surakarta. Semua bangunan kios tersebut

masih asli 90% seperti sejak berdiri, jadi dapat dikatakan belum pernah ada

pembangunan kios oleh Pemerintah Kota. Hanya pada tahun 2002 oleh Dinas

Pengelola Pasar Bpk. Drs. Rusmanto, MM dibangunkan sanitasi lingkungan

(saluran air sewaktu hujan turun) Pagar (pintu pasar) pengaman, itupun atas

prakarsa Bpk. Bambang HP selaku ketua Paguyuban Pasar dengan melobi ke

Dewan (DPRD) dan Kepala Pasar. (sebelum dibangun sanitasi, apabila hujan

turun pasar jadi banjir seperti sungai pepe)

54

Sedang untuk MCK dan Gapuro (tulisan pagar) hingga sampai detik

ini belum tersentuh sama sekali. Dan apabila bukan Bpk. Drs. Rusmanto MM

sebagai Kadinas Pengelola Pasar tidak mungkin pasar Windujenar

diperhatikan lebih-lebih Walikota yang terdahulu, sama sekali tidak peduli

adanya pasar Windujenar yang notabene sebagai pemasok retribusi yang

cukup besar. Mulai dari pasar tersebut berdiri baru tahun 2002 di bawah

kadinas Bapak Drs. Rusmanto MM tersebut diperhatikan.

Jadi pada saat itu keadaannya sangat memprihatinkan, dan sangat tidak

layak pandang apa lagi layak jual, dan tidak sesuai dengan potensi keberadaan

pasar Windujenar yang sesungguhnya sebagai “asset” Pemerintah Kota yang

selalu didatangi oleh wisatawan asing serta para buyer dari luar negeri. (tidak

ada MCK yang layak dipakai untuk wisatawan).

4. Pemilik Kios/Pedagang

Para pemilik/pedagang pasar Windujenar dapat dikatakan 90% sudah

berganti pada generasi II dan generasi ke III. Sedang untuk generasi I banyak

yang sudah sukses, meskipun ada yang masih ketinggalan. (lainnya sudah

meninggal). Mereka yang sudah sukses telah dapat memperluas usahanya di

tempat lain dan mempunyai rumah yang layak bahkan ada yang mempunyai

rumah mewah serta ada yang sudah menunaikan ibadah haji serta

menyekolahkan anak-anaknya sampai lulus sebagai sarjana hingga

Pascasarjana. Para pedagang Pasar Windujenar inilah secara langsung maupun

tidak langsung telah melahirkan Exportir mebel kayu dan rotan serta barang-

barang mebel antic di Surakarta, Yogyakarta, Jepara, Jakarta dll.

55

Tabel I.2. DAFTAR JUMLAH PEDAGANG PASAR WINDUJENAR

No Jenis Dagangan Jumlah pedagang existing

Jumlah pedagang rencana

Rencana lokasi/penempatan

1 Barang Antik 42 2 Barang antic dan

bolo pecah 2 45

50 Lantai dasar tengah

3 Barang antic dan Besi tua

1

4 Bolo Pecah 11 16 Lantai atas utara 5 Klitikan 36 6 Besi Tua 24 7 Timbangan 3 8 Alat listrik 6 9 Alat pertukangan 4 76 79 Lantai atas tengah 63

Lantai atas timur 16 10 Tukang jam 1 11 Alat gamelan 1 12 Keris 1 13 Servis Senapan 1 14 Alat2 besi 1 15 Alat/onderdil sepeda

motor 33 34 Lantai dasar utara 21

Lantai atas utara 13 16

Alat/onderdil mobil 10 10 Lantai bawah utara

17 Warung makanan 1 18 Warung soto 2 12 Lantai dasar timur 19 Warung timlo 1 20 Sate 1 21 Kantor Pasar 1 1 Lantai bawah timur 22 Kantor koperasi 1 1 Lantai atas timur Jumlah 183 203

Sumber : Dinas Pengelola Pasar

5. Jenis Barang Dagangan

Barang-barang yang diperdagangkan di Pasar Windujenar dapat

dikelompokkan sebagai berikut :

1. Pada awal berdiri samapai tahun 1966, barang dagangan masih bercampur

antara onderdil sepeda motor/mobil, alat pertukangan, alat-alat rumah

56

tangga dan sedikit model antic dan lain-lain. Begitu juga ada warung soto

Triwindu serta rumah makan nasi Rawon dan Bestik, timlo dan pedagang

koran serta majalah.

2. Sesudah banjir tahun 1966 yaitu setelah berdirinya pasar Sumodilagan

barang-barang klitikan/rongsokan sudah hampir tidak ada. Pada masa itu

masih banyak barang-barang lama yang berkualitas baik tetapi belum

disebut barang Antik, seperti contoh : lampu-lampu gantung, patung-

patung perunggu Eropa, Keramik dari Cina, pot/vas bunga model Eropa,

dan alat-alat rumah tangga yang terbuat dari perak dan lain-lainnya.

3. Sejak tahun 1970 an barang dagangan tersebut diatas berubah menjadi apa

yang disebut dengan barang antic. Barang antic adalah barang yang

mempunyai nilai cukup umur (lebih dari 50 tahun) tetapi kondisinya masih

bagus.

4. Mulai tahun 1990 an para pedagang barang antic di Pasar Windujenar

mencoba memprakarsai membuat barang/produk baru yang bermotif antic

(reproduksi) misalnya : mebel dari serenan dan Jepara serta patung

perunggu dari Mojoagung dan Trowulan Jawa Timur, dan keramik dari

Jawa Barat (Bandung), Dinoyo, Malang, (Jawa Timur) serta Singkawang

(Kalimantan Barat) Pontianak. Sedangkan kerajinan lainnya seperti

kuningan dari Juwono dan Perak dari Yogyakarta serta besi cor dari Ceper

Pedan Klaten dan patung-patung kayu dari Kabupaten Wonogiri, kerajinan

keris dari kota Solo sendiri.

57

5. Sejak krisis ekonomi tahun 1997 perdagangan oderdil sepeda motor/mobil

dan elektro maupun alat-alat pertukangan mengalami saingan dan turun

drastis sekali dengan adanya “pasar loak” di Banjarsari serta peristiwa

bom Bali tahun 2002 nsangat berpengaruh sekali bahkan sangat negative

terhadap perdagangan barang-barang antik di pasar Windujenar Kota Solo,

khususnya dengan adanya sweeping ke hotel-hotel dan lain-lainnya.

6. Permodalan

Pada awalnya banyak pedagang yang tidak bermodal dan mereka

menjual barang apa adanya dan membelikan barang lagi untuk dijual agar

mendapatkan keuntungan yang lumayan. Karena para pedagang sangat hemat,

irit serta mempunyai niat menabung maka mulai berkembanglah modal kerja

dari para pedagang tersebut menjadi lebih besar. Perkembangan para

pedagang mendirikan “arisan” antar sesama pedagang sehingga dapat

menambah modal usahanya apabila mendapat arisan, disamping ada koperasi

“pertapan” yang pada waktu itu jumlahnya masih relative kecil, tetapi sudah

dapat menyalurkan simpan pinjam kepada anggotanya guna menambah modal

untuk usaha tersebut.

Adanya Bom Bali tahun 2002 juga sangat memukul perdagangan di

Pasar Windujenar karena konsumennya kebanyakan orang-orang asing/turis,

para pedagang berpikir taktis untuk mengusahakan pinjaman bagi para

pedagang dengan kredit dari Bank BNI 46 Solo. Adapun program dari BNI 46

adalah “Kredit Mikro” yang telah dikucurkan kepada para pedagang di Pasar

58

Windujenar hingga sampai sekarang ini, untuk itu kami ucapkan terimakasih

kepada Bank BNI 46 Kota Solo.

Sedangkan dari Pemerintah Kota Solo Khusunya Walikota terdahulu

sama sekali tidak ada perhatian sehingga ketua paguyuban Pasar Windujenar

menilainya sangat ironis, sebagai Bapaknya kota Solo perhatian terhadap

rakyatnya khususnya pedagang di sector riil/pasar Windujenar yang

merupakan “asset” dari Pemerintah Kota Surakarta sendiri kurang

diperhatikan secara sungguh-sungguh.

7. Pengunjung / Konsumen

Konsumen/pengunjung terdiri dari bermacam-macam kelompok

masyarakat, misalnya pemakai langsung sebagai souvenir, produsen,

pemborong dll. Untuk barang-barang antic pembelinya adalah dari dalam

negeri maupun luar negeri, tetapi barang-brang lama tersebut sudah hampir

langka (tidak ada lagi) yang ada hanya barang-barang antic hasil reproduksi.

Sedangkan pedagang/buyers yang datang ke pasar Windujenar ataupun touris

luar negeri dari amerika, Canada, Australia, Belanda, Jerman, Perancis, Italia,

Jepang, Korea, Singapura, Meksiko, Timur Tengah, Afrika Selatan, Inggris,

Spanyol, Malaysia, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Untuk turis Domestik/ lokal kebanyakan pejabat dari Jakarta, bintang film

serta pejabat dari luar Pulau Jawa.

Justru pejabat dari kota Solo sendiri hampir dapat dikatakan tidak ada

yang datang dan berbelanja di Pasar Windujenar, apalagi belanja hal yang

jarang sekali terjadi.

59

8. Konsep Perencanaan dan Perancangan

Sebagai salah satu fasilitas layanan masyarakat yang berpotensi di kota

Surakarta Pasar Windujenar seperti juga pasar-pasar yang lain, mendapat

kesempatn untuk peremajaan.

Secara arsitektur target peremajaan dan pengembangan adalah aspek

kenyamanan, keamanan, dan peningkatan pemberdayaan potensi pasar

· Kenyamanan

Dimaksudkan untuk mengembangkan citra masyarakat dalam

memanfaatkan keberadaan potensi pasar barang-barang antic atas suasana

interaksi sosial dengan nuansa galeri atas suasana interaksi dengan nuansa

modern.

· Keamanan

Meningkatkan aspek “Safety” dan “Security” di tengah suasana interaksi

sosial dengan rasa tenteram.

· Peningkatan Pemberdayaan Potensi Pasar :

Menata kembali, pengembangan, dan meningkatkan potensi pendapatan,

melalui : ruang, elemen dan komponen bangunan site untuk lebih efektif

dan efisien.

Menata, mengembangkan dan meningkatkan pasar Windujenar seluas 1826

M2 satu lantai dengan luasan site 1487 M2 setelah ada penyesuaian lebar Jl.

Diponegoro luasan site menjadi 1454 M2. Hal ini membawa konsekuensi

pengembangan bangunan ke arah vertical (dua lantai) dengan luasan lantai

60

bawah dan lantai atas seluas 1454 M2, sedang luasan bangunan lama

(sebelumnya) 1826 M2. Kenyamanan, keamanan, dan peningkatan

pemberdayaan potensi pasar ini diposisikan sebagai dasar konsep perencanaan

dan perancangan pembangunan pasar Windujenar dengan

pengimplementasikan sebagai berikut : Kemudahan, keamanan pencapaian,

kejelasan pola sirkulasi.

· Kondisi pasar saat ini :

Jenis bangunan pasar Windujenar meliputi barang antic, bolo pecah, alat

gambar, keris, timbangan, alat pertukangan, tukang jam, alat listrik.

· Servis senapan : servis mesin pompa air, kipas angin, elektrikal lainnya :

onderdil mobil : onderdil sepeda motor, klitikan dan esi tua : makanan

seperti timlo, soto, sate dll,keseluruhan berjumlah 183 pedagang.

· Besarnya ruang masing-masing jenis dagangan bervariasi : 1,00 x 1,50 :

1,55 x 2,00 : 2,00 x 2,00 : 2,00 x 3,00 dan 3,00 x 3,00. Fasilitas sirkulasi

jalan lebar 1,00 ; 1,50 ; 2,00 m dengan permukaan rabat beton yang sudah

mulai rusak, sebagian bangunan semi permanen.

61

Kantor Kelurahan

KEPRABON

Tanah Warga

BANGUNAN UTARA

Tanah Warga

Ke Jl. Teuku Umar Tanah Warga

BANGUNAN TIMURKe Jl. Teuku Umar

Jl. Diponegoro

BAN

GU

NA

N TEN

GA

H

Ke Pura Mangkunegaran Ke PersimpanganJl. Slamet Riyadi

Trotoar

Trotoar

GapuroGapuro

naik naik

naik

naik

naik

Kantor Pasar

km/wc

UTARA

naik

C

A

D

E

B

+0.34 +0.34 +0.34 +0.34

+0.17

+0.85

+0.68

+0.51

+0.34

0.00

+0.17

+0.85+0.85

+0.68 +0.68

Gambar II.1. Denah lantai dasar Pasar Windujenar

62

sumber : Dinas Pengelola Pasar

Gambar II.1. Denah Lantai Atas Pasar Windujenar

UTARAGapuro Gapuro

Trotoar

Trotoar

SD Kristen Triwindu

SMP Negeri 5

Ke PersimpanganJl. Slamet Riyadi

Ke Pura Mangkunegaran

BAN

GU

NA

N TEN

GA

H

Jl. Diponegoro

Ke Jl. Teuku UmarBANGUNAN TIMUR

Tanah WargaKe Jl. Teuku Umar

Tanah Warga

BANGUNAN UTARA

Tanah Warga

Kantor Kelurahan

KEPRABON

+3.57

turun

turun

turun

turun

turun

km/wc

Kantor koperasi

turun

63

Sumber Dinas Pengelola Pasar

9. Permasalahan Pasar Windujenar saat ini

a. Ketidaklayakan kondisi fisik bangunan dan sarana-prasarana karena

tingkat keausan bangunan semi permanen

b. Ketidakjelasan beberapa jalan sebagai fasilitas sirkulasi dikarenakan

banyak para pedagang menempati sebagian besar badan jalan. Faktor-

faktor ini menjadikan tidak diperolehnya kenyamanan yang seharusnya

dapat dirasakan pengunjung.

c. Keausan dan kondisi bangunan yang semi permanen serta kerusakan –

kerusakan sarana – prasarana, menyebabkan aktifitas kegiatan tidak

maksimal.

64

d. Bahan bangunan semi permanen berpotensi untuk mudah terjadi

kebakaran. Hal ini mengurangi kenyamanan dikarenakan kekhawatiran

akan keamanan diri.

e. Citra pasar yang sebagian besar jenis dagangan barang –barang antic,

klasik dan punya nilai seni yang tinggi memerlukan suasana mirip galeri,

salah satu faktor pendukungnya adalah wadah fisik bangunannya mampu

membawa ke suasana pameran inilah faktor utama yang harus dapat di

capai sebagai upaya peningkatan potensi pasar.

10. Perencanaan dan Perancangan

a. Sesuai RTBL yang secara bersamaan sedang disusun, diantaranya adalah :

pertokoan dan area parkir di sebelah timur jalan diponegoro dipindahkan

kesisi barat Jl. Diponegoro.

b. Sebagai latar depan kompleks pasar perlu adanya space terbuka semacam

plasa yang cukup luas, untuk lebih memberikan ruang bagi pedestrian dan

penyesuaian keberadaan side di depan Puro Mangkunegaran.

Untuk itu perencanaan dan perancangan sebagai berikut

a. Kurang lebih separoh site bagian depan sisi selatan dan utara ketinggian

bangunan satu lantai

b. Kurang lebih sepertiga luasan site bagian depan yang berbatasan dengan

jalan Diponegoro di peruntukkan space terbuka

c. Sedang sisi site dibelakangnya untuk ketinggian bangunan dua lantai

d. Dihindari visualisasi tampilan bangunan masif dengan bidang yang luas,

terutama pada tampak depannya.

65

e. Karena keseluruhan site terdiri dari tiga blok, bagian tengah yang paling

luas sedang kiri dan kanan bangunan belakangnya kurang begitu luas.

f. Maka lantai dasar blok site ditengah diperuntukkan kegiatan perdagangan

utama yaitu barang-barang antic sedang dilantai atas dibagian belakang

site diperuntukkan barang-barang non antik lainnya.

Begitu juga lantai dasar dari lantai atas pada site disisi kiri dan kanannya.

a. Pengembangan dan perubahan status jalan disekeliling site

Ø Jalan disebelah utara sebelunya dapat dilalui kendaraan roda dua,

dirubah khusus untuk pejalan kaki.

Ø Jalan disebelah selatan dinormalisasikan untuk pejalan kaki.

Ø Jalan dibelakang site yang semula untuk kendaraan roda dua dan

pejalan kaki ditingkatkan menjadi jalan kendaraan roda empat satu

arah, kedaraan roda dua dan pejalan kaki.

b. Akses keluar masuknya kendaraan roda empat dari dan masuk kejalan

Teuku Umar.

Ø Sedang jalan disebelah utara site bagian belakang yang semula

buntu, difungsikan kembali untuk akses menuju ke permukiman.

Ø Begitu juga jalan masuk yang terletak diantara permukiman

disebelah timur jalan lingkunngan dengan site sebelah selatan

bangunan belakang

Ø Perlu pihak Dinas Pengelola Pasar segera koordinasi dengan Dinas

Tata Kota dalam menangani normalisasi jalan lingkungan yang ada

sekarang. Dari arah Jalan Teuku Umar baik yang ada di sisi utara

66

maupun selatan. Hal ini terkait dengan rencana peningkatan strata

jalan lingkungan tersebut.

Ø Fasilitas parkir di konsentrasikan di sisi barat sepanjang jalan

Diponegoro sedang area parkir kendaraan di belakang, berada di

depan masing-masing kios.

Ø Mushala berada di samping Ruang Kantor di lantai atas belakang sisi

selatan.

Ø Sebagai upaya menjaga kelestarian air tanah, maka selain dibuat

peresapan juga penutup muka tanah yang dapat menentukan air

kedalam tanah seperti paving, grassblok.

11. Informan Penelitian

a. Bambang HP

Berdagang sejak tahun 1939. Beliau di Pasar Windujenar

berdagang barang-barang antic dan memiliki 2 kios di Pasar Windujenar.

Merupakan Key informan dalam penelitian ini. Selama 2 periode beliau

sebagai ketua paguyuban Pasar Windujenar meskipun di tahun 2009 lalu

masa jabatannya sudah habis, tetapi belum ada figure penggantinya,

sampai pada awal tahun 2010 baru ada pemilihan ketua paguyuban untuk

menggantikan Pak Bambang HP. Beliau merupakan pewaris dari tanah

milik Mangkunegoro karena eyangnya memiliki tanah di Pasar

Windujenar. Tanah milik eyangnya ini kemudian diambil alih oleh

Pemerintah Kota Surakarta untuk didirikan Pasar Triwindu (sekarang

Windujenar).

67

b. Mas Apin

Mas Apin merupakan pedagang yang menjual timbangan, rokok,

mnuman dan barang antic, tetapi ia spesialisasinya pada timbangan. Ia

sudah berjualan selama 6 tahun di Pasar Windujenar, Ia bertempat tinggal

di Notosuman RT 04 RW 09 Serengan Surakarta dan sudah memiliki satu

orang anak yang sekarang duduk di kelas 1 SD. Awal mula Mas Apin di

Pasar Windujenar adalah dia pernah menjadi pegawai di salah satu

pedagang di Pasar Windujenar, kemudian lama-kelamaan dia bisa

mempunyai kios di Pasar Windujenar dan dia bisa mengembangkan

usahanya beserta istrinya.

c. Budianto

Berdagang sejak tahun 1976, dengan spesialisasi barang-barang

pusaka yaitu keris. Pak Budianto beralamat pada jalan sumber Surakarta.

Proses dapat berjualan di Pasar Windujenar adalah ketika ada temannya

yang menjual kios di Pasar Windujenar, kemudian ia membeli kiosnya

tersebut. Pasca revitalisasi pak Budianto menempati kios yang letaknya di

depan tangga untuk naik ke lantai 2, jadi akses jalan di depan kiosnya

terhalangi adanya tangga itu.

d. Sugeng Pramono

Berjualan di Pasar Windujenar sejak tahun 1987, bertempat tinggal

di perum griya nusa colomadu. Awal mula dapat berdagang di Pasar

Windujenar adalah dari ibunya yang dulu juga berjualan di Pasar

Windujenar, kemudian regenerasi kepada anak-anaknya. Barang yang

68

dijual adalah barang-barang antic, mesin-mesin sepeda motor. Pak Sugeng

Pramono ini mempunyai 2 kios atas nama ibunya dan atas namanya

sendiri.

e. Suwarno

Berjualan di Pasar Windujenar sejak 1990. Mempunyai 4 orang

anak dan bertempat tinggal di Cemani. Barang dagangan yang

diperjualbelikan adalah onderdil sepeda motor. Selama di Pasar

Windujenar, pak Suwarno merasakan naik turunnya ekonomi, menurutya

pada tahun 2002 bagus, kemudian tahun 2005 mulai turun dan 2006

sampai sekarang semakin turun drastis arena diakibatkan penempatan kios

yang kurang pas.

f. Suratno

Berjualan di Pasar Windujenar sejak tahun 1980, mempunyai 3

orang anak dimana anak yang pertama sudah berkeluarga. Berdagang

barang perpipaan, letak kiosnya berada di lantai 2. Beliau dulu kerja di

Dinas Kesehatan kota Surakarta. Awal mula bisa berdagang di Pasar

Windujenar karena dulu mertuanya mempunyai kios di Pasar Windujenar,

sepulang dari kantor beliau membantu mertuanya berjualan di Pasar

Windujenar dan pada akhirnya kiosnya diberikan kepada pak Suratno dan

dimanfaatkan untuk berjualan sampai sekarang.

g. Aminah

Berjualan sejak 1966, mempunyai 3 orang anak, dan bertempat

tinggal di Keprabon, berdagang barang-barang antic, dengan spesialisasi

69

macam-macam lampu. Awal mula bisa berjualan di Pasar Windujenar

adalah kios dari mertuanya yang diberikan kepadanya. Aminah belajar

berjualan dari ibunya. Mendapatkan modal secara sedikit demi sedikit dan

pada akhirnya beliau dapat menggantungkan hidupnya dengan berjualan di

Pasar Windujenar.

h. Pini

Berjualan di Pasar Windujenar sejak tahun 1864 bulan Oktober.

Beliau berasal dari Kebumen. Di Pasar Windujenar berdagang barang-

barang antic. Awal mula dapat berdagang di Pasar Windujenar duunya

tidak mempunyai modal, tetapi sedikit demi sedikit beliau diberi uang

kepada orang tuanya sehingg pada akhirnya dapat berjualan di Pasar

Windujenar.

70

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Pasar Tidak Sekedar Sebuah Ruang

Pasar bukan sekedar atmosfer yang kehampaan ruang yang menjadi

hunian benda mati. Pasar adalah biosfer bagi sebuah kehidupan yang memiliki

dinamika dalam perjumpaan maupun kontak sosial, dari pasarlah

sesungguhnya perubahan peradaban dunia dibangun khususnya dunia

perdagangan bahkan tidak dapat dipungkiri ketika era globalisasi dewasa ini

seluruh kekuatan hidup dunia mengacu pada norma pasar. Konon para filosof

di Yunani kuno memulai dan membangun peradaban dari ruang perdebatan

wacana di tengah sebuah pasar. Hakekat demokrasipun adalah kesepakatan

yang dibangun dari sifat tawar menawar dari kosmis sebuah pasar. Kosmis

71

sosiologis orang mengenal peradaban dari kehidupan dunia adalah makro

kosmis, sedangkan keluarga sebagai mikro kosmis (lembaga sosial terkecil).

Ketua Paguyuban Pasar Windujenar mencoba melihat pasar adalah trans

kosmis keduanya sebagai jagad tengahan, dimana untuk memahami kehidupan

kultur masyarakat pada sebuah wilayah (daerah) akan tercermin dalam

keberadaan sebuah pasar. Sangat ironis ditengah pasar menjadi acuan norma

kehidupan dunia, pasar tradisional justru semakin terpinggirkan

(termajinalkan) dan nyaris hilang kedengarannya “Ilang Kumandange”

Bicara pasar tidaklah sekedar bicara tentang ruang secara geografis

(arsitektur fisik) tetapi harus dilihat pula ruang sosiologis (arsitektur

sosialnya) serta ruang dimana sumber daya ekonomi dialokasikan. Arsitektur

sosial menjadi yang paling awal untuk dilihat dan disimak karena kajian

sosiologis akan melihat sejauh mana struktur masyarakat, kultur dan

mekanisme sosial yang berlangsung dalam sebuah ruang.

Jaringan ekonomi dan kekuatan pasar itu dibangun serta ditentukan

oleh karakter pasar yang ada. Dari sini kita akan melihat sebetulnya dalam

kelas mana pasar tersebut memiliki posisi dalam perdagangan. Tentunya akan

melihat komoditas jejaring ekonomi yang kemudian mengkomparasikan

dengan kekuatan pertumbuhan ekonomi pada pasar-pasar yang lain. Pada

tingkat mana sebetulnya kelas dan karaker pasar tersebut berada, minimal ada

tiga yang dapat dilihat :

Pasar Produksi – Pasar Suplier – Pasar Konsumsi

72

Bisa juga merupakan karakter ganda tetapi sejauh mana dominasi dari

karakter tersebut memiliki kecenderungan. Kajian tersebut barulah dapat

menentukan bentuk arsitektur bangunan pasar diterjemahkan kedalam

artikulasi dan morfologi arsitektural yang fungsional. Maka tidak setiap

bentuk dan bangunan interior maupun eksterior ruang sebuah pasar itu sama.

B. Konflik Pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar.

Kebijakan revitalisasi Pasar Windujenar menuai pro dan kontra dari

pedagang Pasar Windujenar. Pasca revitalisasi bangunan existing pasar

Windujenar terlihat eksotis dan modern, tetapi dibalik itu terdapat prahara

yang terjadi di pasar Windujenar.

1. Adanya event/pertunjukkan di Pasar Windujenar.

Pemerintah Kota melalui Dinas Pengelola Pasar yang bekerjasama

dengan Dinas Pariwisata kota Surakarta menyelenggarakan

event/pertunjukkan di pasar Windujenar. Event itu dimaksudkan agar

pasar Windujenar dapat di promosikan dan dapat dikenal oleh masyarakat

pasca revitalisasi pasar Windujenar, tetapi pedagang Pasar Windujenar

mengeluhkan bahwa bila ada event yang diselenggarakan di pasar

Windujenar, seperti apa yang dirasakan oleh bu pini, pedagang pasar

Windujenar yang sudah berjualan sejak tahun 1964 :

apabila ada event pedagang merasa dirugikan karena pembeli sepi dan pasar terlihat tertutup karena dilihat dari depan gak bisa dan akses jalan masuk juga di tutup, yang ada Cuma orang-orang lihat saja. Sebenarnya kemasan dari event itu menarik. Tetapi dampaknya bagi pedagang sangat kurang. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)

73

Pedagang mengeluhkan kalau ada event di pasar Windujenar

pembeli menjadi sepi dan pasar terlihat tertutup karena depan pasar sudah

tertutup panggung untuk pertunjukan. Akses jalan ke pasar Windujenar

sudah di tutup, penutupan jalan itu dimulai dari perempatan pasar pon dan

di pertigaan puro Mangkunegaran, jadi pembeli tidak bisa lewat kalau

akses jalannya ditutup. Waktu ada event memang ramai, tetapi yang ada

cuma orang-orang yang lihat event-event itu jadi posisinya tidak pembeli.

Hal sama juga diungkapkan oleh bu Aminah pedagang Pasar Windujenar

yang telah berdagang sejak tahun 1966 :

Pertunjukkan di pasar windujenar malah membuat sepi karena jalannya ditutup sejak dari slamet riyadi, itu sangat-sangat menggangu, menurut saya itu bukan bentuk promosi karena pedagang tidak bisa memanfaatkan adanya event tersebut.pada saat event kita malah disuruh buka sampai malam hari, tetapi kami menolaknya karena pada siang hari kita buka pembeli sepi, apalagi malam buka pasti sepi juga karena yang ada hanya orang-orang yang lihat di Pasar Windujenar. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)

Event di Pasar Windujenar menurutnya bukan merupakan bentuk

promosi karena tidak ada efek positif bagi pedagang, meskipun di depan

pasar terlihat ramai, pedagang belum bisa memanfaatkan event-event itu

untuk menarik pembeli. Hal serupa juga diungkapkan oleh Pak Sugeng

Pramono yang telah berjualan di Pasar Windujenar ini sejak tahun 1987 :

Event-event di pasar Windujenar contohnya Solo City jazz yang diselenggarakan kemarin di pasar Windujenar ternyata pasar terlihat sepi , la bagaimana adanya Cuma orang-orang yang lihat dan cah enom-enom yang jarang sekali tertarik dengan barang-barang seperti ini. Menurut saya itu hanya untuk kepentingan pemkot saja, karena menggelar acara di halaman Pasar WIndujenar ini kan harus bayar ke pemkot, jadi ini semata-mata hanya untuk bisnis, tidak untuk kesejahteraan pedagang. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)

74

Pada saat event memang ramai tapi hanya orang-orang yang lihat

dan anak muda yang jarang membeli di pasar Windujenar, selain itu event-

event di Pasar Windujenar dilakukan pada malam hari, kalau malam

pedagang diminta membuka kios akan merasa keberatan karena malam

hari waktunya istirahat, tapi dari Pemkot jarang sekali melihat keadaan

pedagang bila ada event-event.

Senada juga diungkapkan oleh mas Apin salah satu pedagang Pasar

Windujenar yang telah berjualan selama kurang lebih 6 tahun, dia berkata

bahwa :

Pertunjukan di pasar Windujenar dapat merugikan pedagang karena sebelum ada event dan sesudah ada event jalannya juga di tutup jadi merugikan pedagang karena akses jalannya cuma searah, dengan akses jalan yang ditutup itu otomatis pembeli hanya melihat eventnya itu saja tetapi tidak melihat pasar dan barang-barangnya.sebenarnya event yang diselenggarakan hanya I hari gak masalah, tetapi event 1 hari sebelumnya harus menata panggung, cek sound yang kadang memerlukan 2-3 hari, pada saat itulah pedagang merasa terganggu dan efeknya tidak ada pembeli di pasar Windujenar. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)

Penutupan jalan saat event yang digelar di Pasar Windujenar

membuat para pedagang merasa sepi pembeli, akses jalan masuk ke pasar

Windujenar yang ditutup, dari jalan Slamet Riyadi. Kondisi ini memang

yang seharusnya diantisipasi oleh pihak DPP agar dapat

menyelesaikannya, meskipun pergelaran event-event di Pasar Windujenar

tidak sepenuhnya dipegang oleh DPP, juga kerjasama dengan Dinas

Pariwisata dan Badan Informasi dan Komunikasi Kota Surakarta. Event

yang diselenggarakan di Pasar Windujenar durasinya sebenarnya tidak

lama, tetapi persiapan untuk menggelar event itu yang memakan waktu,

75

mulai dari menata panggung, cek sound dan lain-lain, hal itu yang

membuat pembeli di pasar Windujenar menjadi sepi. Pemerintah Kota

Surakarta seharusnya memikirkan kemasan event yang membuat pasar

Windujenar ramai dikunjungi oleh masyarakat baik Warga Negara

Indonesia maupun Warga Negara Asing seperti pada saat dahulu sekitar 5

tahun yang lalu.

Pernyataan keempat informan mengenai dampak dari adanya event

yang digelar di Pasar Windujenar adalah sepinya pembeli yang

dikarenakan akses jalan masuk ke Pasar Windujenar yang ditutup.

Keresahan pedagang dengan adanya event-event di pasar Windujenar yang

membuat sepi pembeli. Pedagang masih merasakan dan mengeluh kepada

antar pedagang yang merasakan hal yang sama. Pedagang belum

mengemukakan permasalahan ini kepada DPP agar DPP dapat

memberikan desain event yang dapat memajukan pasar Windujenar. Event

yang ada di Pasar Windujenar dalam rangka memamerkan produk-produk

unggulan pasar Windujenardan dapat menarik masayarakat untuk membeli

barang di Pasar Windujenar.

Dahulu sebelum revitalisasi, pasar Windujenar sering diadakan

acara “Festival Seni Pasar Kumandang”. Acara yang digelar di Pasar

Triwindu (sebelum berganti nama menjadi Pasar Windujenar) tidak

semeriah seperti sekarang ini setelah di revitalisasi, pada waktu dulu

meskipun acara tidak semeriah sekarang tetapi dampaknya sangat bertolak

belakang, kalau dulu acara tidak meriah tetapi dampaknya dapat menarik

76

wisatawan untuk datang dan membeli barang-barang yang ada di Pasar

Triwindu, tetapi sekarang dengan acara yang begitu mewah tetapi efeknya

membuat pedagang merasa sepi karena konsep, desain dan kemasan yang

belum terencana dari DPP.11

DPP sebenarnya harus menyadari bahwa Pasar bukanlah sekedar

sebagai ruang ekonomi, tetapi pasar juga sebagai “pusar” kehidupan sosial

yang humanis sebagai jagad kecil sosiologis sekaligus living heritage.

Sinergisitas pasar sebagai public space dan kesenian sebagai kehidupan

dari oleh cipta manusia adalah suatu keniscayaan yang tak terhindarkan.

Keduanya memiliki peran penting dalam membangun ketahanan sosial

bangsa.

2. Pintu Kios sebelah timur di buka agar bisa dilihat 2 sisi.

Kios yang ada di Pasar Windujenar telah berubah pasca revitalisasi

pasar. Perubahan itu dapat dilihat dari luas maupun keadaan kios. Akibat

dari berkurangnya luas kios adalah pedagang kesulitan dalam menata

barang dagangannya, dulu barang dagangannya bisa masuk ke kios tetapi

sekarang Barang dagangan sebagian di letakkan dirumah. Sempitnya luas

kios itu memunculkan ide bagi Pedagang untuk meminta kepada DPP agar

pintu kios di buka dua sisi, khususnya bagi pedagang yang berada di sisi

11 Salah seorang pedagang barang antic Muh Marseno 30, mengungkapkan dirinya bersama para pedagang lainnya sangat senang dengan diselenggarakannya acara tersebut (Festival Pasar Seni Kumandang), setidaknya kegiatan ini bisa menjadikan para pembeli datang kembali ke Pasar tradisional. Di samping itu, kami ingin agar Pemerinth Kota (Pemkot) Solo juga terus memperhatikan kondisi Pasar Triwindu yang dulu menjadisalah satu tujuan wisata di Solo. (Solopos, Minggu 21 Mei 2006, Berita : Festival Seni Pasar Kumandang II digelar di Triwmdu, Pedagang berharap pembeli datang kembali)

77

pertigaan jalan di Pasar Windujenar. Pedagang bermaksud agar kiosnya

dapat dilihat dua sisi dan barang dagangannya juga semakin terlihat..

Seperti apa yang diungkapkan oleh bu Pini, pedagang terlama di Pasar

Windujenar :

Kios saya ini di pojok depan tapi menghadap kearah selatan kemudian saya meminta kepada DPP untuk yang menghadap ke barat dibuka, agar kios saya bisa dilihat dua sisi dan tidak kelihatan sumpek, saya memasang barang dagangan juga enak, karena dapat dilihat dari dua sisi. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)

Pedagang yang berada di pertigaan jalan Pasar Windujenar tidak begitu

banyak, mereka yang berada di situ meminta kepada DPP untuk membuka

pintu sebelah barat jadi kios bisa dilihat dua sisi.

Gambar diatas menunjukkan bahwa kios menghadap ke selatan dimana

maksud pedagang adalah bagian barat kios itu dibuka agar dapat dilihat

Gambar III.1. : Sudut kios pasar Windujenar

78

dari sisi barat maupun sisi selatan, jadi kios dapat dilihat dari dua sisi.

Pedagang pernah menyampaikan hal ini kepada DPP. Respon DPP sudah

untuk membuka kios itu, tetapi sampai sekarang belum ada tindakan untuk

membuka kios tersebut. Permasalahan ini masih pada tahap ungkapan

pedagang Pasar Windujenar yang merasa belum puas dengan keadaan di

Pasar Windujenar pasca revitalisasi tempat para pedagang untuk mengais

rezeki dan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

3. Merasakan sepi pembeli pasca revitalisasi pasar Windujenar.

Mayoritas pedagang mengeluh pasca revitalisasi pasar Windujenar,

pasar yang menjadi sepi dan omzet pedagang menurun drastis,

kekhawatiran pedagang dengan adanya kebijakan revitalisasi pasar

ternyata menjadi kenyataan. Saat pedagang menempati pasar darurat di

gedung Sriwedari sampai pedagang menempati kios baru di pasar

Windujenar, dalam kurun waktu tersebut pedagang mengalami penurunan

omzet yang drastis. Seperti yang diungkapkan oleh Bu Aminah yang

sudah berjualan sejak tahun 1966 :

“Sebelum dibangun banyak tamu,maksudnya tamu pedagang, kalau pasar sini kan kebanyakan tamu yang dagang jadi kulakan dari sini gitu lo mas, kalau tamu turis atau orang-orang jalan-jalan atau tamu lokal yang belanja itu juga jarang Cuma satu-dua yang belanja. Kemudian setelah ada revitalisasi pasar dan pedagang menempati kios baru sampai sekarang sulit sekali menjual barang dagangan karena pasar yang sepi dan tidak ada lagi pembeli yang kulakan di pasar ini.” (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)

Bentuk keresahan dari seorang pedagang dengan kondisi yang

sekarang terjadi di pasar Windujenar. Sepinya pembeli di Pasar

79

Windujenar juga terjadi karena keadaan sekarang serba susah, barang-

barang apa saja mengalami kenaikan harga, dan dulu sampai sekarang

kondisi barang dagangan pedagang di Pasar Windujenar sudah berbeda.

Sekitar 10-15 tahun yang lalu pedagang di Pasar Windujenar ini barang

dagangannya berbeda-beda. Turis atau pembeli bila mencari barang bisa

langsung menuju pedagang yang menjualnya, karena setiap kios memiliki

spesialisasi jenis barang sendiri. Sekarang pedagang Pasar Windujenar

menjualkan barang yang sama antara pedagang yang satu dengan

pedagang yang lain. Sekarang mencari barang yang benar-benar antic juga

susah. Sekarang barang dagangannya bisa di bilang “ngantik” sehingga di

Pasar Windujenar ini terjadi persaingan antar pedagang.

Hal senada juga diungkapkan oleh Pak Suwarno yang telah

berdagang di Pasar Windujenar ini selama 20 tahun :

“habis pembangunan, penjualan pedagang 100% merosot karena penempatan tidak sesuai dengan pertama kali pengaduan, yang datang itu hanya pembeli yang sudah langganan, kalau pembeli yang datang terus mencari barang tertentu terus langsung dibayar tidak ada, jadi kita hanya menyiapkan untuk langganan, padahal masalahnya pelanggan kita juga sudah tidak kayak dulu, sekarang pelanggan pun sungkan untuk datang membeli barang karena pembeli harus naik dulu ke lantai 2”. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)

Sebelum revitalisasi Pak Suwarno bisa dikatakan sebagai pedagang

yang sukses. Omzet berdagang di Pasar Windujenar begitu besar sehingga

bisa membeli rumah dan mobil. Sekarang pasca revitalisasi pasar

Windujenar ini omzet berdagangnya menurun drastis, pembeli yang

datang hanya pembeli langganan saja yang jumlahnya mengalami

penurunan. Pembeli yang datang, kemudian mencari barang tidak pernah

80

ditemui di pasar Windujenar pasca revitalisasi ini, padahal pedagang Pasar

Windujenar harus memenuhi kebutuhan hidupnya yang butuh makan dan

minum setiap harinya. Seringkali pedagang tidak mendapatkan pembeli

satupun dalam sehari, sangat ironis memang apa yang terjadi di Pasar

Windujenar pasca revitalisasi pasar.

Pak Budianto pedagang pasar Windujenar juga merasakan hal yang sama

yaitu mengalami sepi pembeli pasca revitalisasi Pasar Windujenar :

” sebelum revitalisasi pasar ramai mas, pembeli juga ramai, tapi sekarang setelah dibangun Biasanya pembeli yang lewat bisa liat dagangan kita, sekarang jadi ga bisa liat. Dulu bisa liat-liat barang, entah cocok atau tidak, paling tidak menunjukan sesuatu yang positif. Dibeli ya syukur, tidak ya syukur. Kalo saya ini tidak dibeli,dilihat saja sudah enak. Tidak harus saya laku. Tetapi pasca revitalisasi ini dilihat pun tidak ada yang melihat, apalagi membeli barang. Mayoritas pedagang disini mengalami hal yang sama.”. (wawancara tanggal 8 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)

Pasca revitalisasi keadaan yang dialami oleh pedagang pasar

Windujenar berubah total, mulai dari bangunan hingga ke keadaan

pedagangnya, Pak Budianto merupakan pedagang yang menjual barang-

barang pusaka karena spesialisasinya barang-barang pusaka. Pedagang

pasar Windujenar sebenarnya dikunjungi oleh pembeli saja sudah merasa

senang, meskipun pembeli itu tidak membeli barang dagangannya, pasca

revitalisasi jarang sekali ditemui pembeli, tamu yang datang sangat sepi.

jangankan datang lewat pun gak ada, ini juga pengaruh letak kios saya

yang depannya ada tangga untuk naik ke lantai 2. Pedagang meresahkan

apa yang terjadi di Pasar Windujenar, keresahan dari pedagang ini masih

pada taraf pembicaraan antar pedagang, belum mencuat ke permukaan.

81

Memang menurut pedagang yang harus bertanggung jawab atas semua ini

adalah Dinas Pengelola Pasar, tetapi DPP belum melakukan tindakan atas

respon keresahan yang dialami oleh Pedagang Pasar Windujenar.

Pedagang yang bernama Pak Sugeng Pramono juga sama mengungkapkan

penurunan omzet pasca revitalisasi pasar Windujenar :

“Dilihat secara fisik pasca revitalisasi memang bagus, tapi dari penghasilan berkurang drastic, Padahal saya sudah 10 tahun lebih berjualan disini, ya keadaan sekarang ini yang menurut saya sangat parah, pembeli sepi, omzet turun drastic.sehingga pedagang merasa tercekik dengan keadaan seperti ini, banyak pedagang yang tidak membuka kiosnya, pindah di tempat yang lain. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)

Revitalisasi pasar Windujenar ini diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan pedagang pasar Windujenar, direvitalisasinya pasar

Windujenar terlihat bahwa bangunan dari luar sudah terlihat bagus, indah

dan menarik, sehingga pembeli atau warga di kota Solo pada khususnya

merasa terdorong untuk datang ke pasar Windujenar, tetapi kenyataan di

lapangan sangat berbeda, kesan bangunan pasar Windujenar yang telah

direvitalisasi ternyata berdampak pada belum normalnya kegiatan

ekonomi di Pasar Windujenar sehingga pedagang pasar Windujenar belum

mendapatkan perbaikan ekonomi sejak dulu dari pasar darurat di kawasan

sriwedari. Pedagang meminta kepada DPP bahwa revitalisasi ini sebaiknya

hanya merenovasi kiosnya saja dengan tidak mengubah letak dan luas

kios.

4. Penyempitan kios Pedagang Pasar Windujenar pasca revitalisasi pasar

82

Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan penyempitan kios pasca

revitalisasi pasar. Penyempitan kios berkaitan dengan pedagang harus

meletakkan dan menata barang dagangannya, Setiap kios mendapat

pengurangan sekitar 2-5 meter tergantung dari luas kios sebelumnya, bila

luas kios sebelumnya melebihi 7 meter maka pengurangannya 3 meter

untuk kios masing – masing pedagang. Pedagang menuntut adanya MoU

(Memorandum of Undersatanding) antara pedagang dengan DPP dalam

membahas mengenai jaminan luas kios yang akan ditetapkan oleh DPP

proporsional, jaminan itu bagi pedagang sangat dibutuhkan karena

pedagang membutuhkan jaminan agar tidak ada perbedaan luas kios pasca

revitalisasi pasar dengan realisasi yang ada di lapangan.12 Hasil penelitian

selama di pasar Windujenar, ada pedagang yang menjual pipa-pipa air

yang besar dan panjang dimana untuk menata barang-barang itu

membutuhkan luas kios yang luas, tetapi kenyataannya kios tetap

dikurangi, sehingga bila pedagang mempunyai barang dagangan yang

banyak maka barang dagangannya sebagian ditaruh dirumah, bila ada

pembeli yang mencari barang tersebut baru diantarkan.

Keresahan pedagang terkait penyempitan kios diungkapkan oleh

Bu Aminah, yaitu :

12 Salah satu pedagang, H Bambang Sarjuno, ketika ditemui di kiosnya sabtu (19/4) mengatakan kalau perlu jaminan kepastian itu diberikan dalam bentuk MoU, sehingga pedagang puna bukti jika pada kenyataan setelah pembangunan pasar itu nanti, DPP tidak memenuhi janjinya (Pusat Dokumentasi Solopos, edisi : Selasa 22 April 2008, Hal II, tentang : Pedagang Triwindu tuntut MoU

83

“ya kios saya kan dulunya dari orang tua jadi sekarang di hitung saja kerugian dari pengurangan luas lahannya,kios saya juga jadi sempit, bingung naruh barang kalau lagi pas ada tamu dan pembeli. Kios yang semakin sempit ini membuat tidak semua barang dagangan dapat saya taruh dikios, dan memajang diluar juga ada aturannya, yakni tidak boleh melebihi 2 lantai. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)

Pedagang Pasar Windujenar mayoritas sudah pada generasi kedua

karena generasi yang pertama sudah meninggal dan diturunkan oleh anak,

menantu maupun cucunya, warisan dari orang tua itu dulu kiosnya sangat

luas. Budaya di Pasar Windujenar pada waktu dulu tidak hanya melayani

pembeli, tetapi juga kadang ada sanak saudara yang berkunjung. pasar

windujenar pada jaman dulu tidak hanya sebagai tempat berjdagang tetapi

juga sebagai tempat interaksi sosial baik pembeli maupun saudara atau

teman. Sekarang sudah berubah, kios yang sempit dan tidak dapat

menerima tamu dan barang tidak dapat di letakkan di kios. Sekarang

kiosnya sudah dipersempit terkait revitalisasi pasar, aturan dari DPP bila

kiosnya panjangnya 10 meter maka dikurangi 3 meter. Pedagang pasar

Windujenar meminta pemberian kios baru harus disesuaikan dengan luas

yang tercantum dalam Surat Hak Penempatan (SHP) yang telah dimiliki

oleh setiap pedagang.

Seorang pedagang Pasar Windujenar bernama Bambang Sarjuno

meminta agar luas kios pasar baru sesuai dengan luas yang dimiliki

pedagang dalam SHP. Seharusnya antar pedagang ada komunikasi dengan

pemkot sehingga pedagang tahu keputusannya tidak merugikan pedagang,

84

pedagang khawatir bila kios dijadikan praktek jual beli yang tidak sehat

oleh DPP.13

5. Janji DPP bahwa atrium akan digunakan sebagai tempat untuk istirahat

tamu dan tempat memajang barang dagangan yang tergolong antik dan

istimewa.

Bangunan pasar Windujenar telah di desain sebagai pasar yang

modern dimana di depan atau loby dibuat suatu space (pedagang

menyebutnya atrium) dimana kadang-kadang juga dibuat pertunjukkan tari

maupun pertunjukkan yang lain. Bangunan depan atau loby di Pasar

Windujenar pada konsep awal yaitu untuk memajang barang dagangan

yang tergolong istimewa, tetapi kenyataan sekarang disitu dijadikan

sebagai tempat kantor lurah sementara dan diberi kursi untuk pedagang

yang sedang menjaga tokonya. Seperti apa yang diungkapkan oleh ibu

Aminah

di lobi itu nanti ditata tempat duduk atau kursi, jadi kalau ada tamu nanti bisa beristirahat di situ, dan nanti siapa yang punya barang-barang bagus istimewa bisa ditata atau di taruh disitu, ternyata sekarang nggak, itu aja bukan dari pemerintah, jadi ditata itu juga milik pedagang dan tapi tamu juga gak ada yang duduk disitu dan DPP tidak memfasilitasi, dari situ kita sudah merasakan ketidakpuasan di situ (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)

Fungsi lobi di Pasar Windujenar digunakan untuk memamerkan

barang-barang dagangan yang tergolong antik dan istimewa sehingga

pedagang yang mendapatkan kios di belakang bisa memamerkan

13 Pusat Dokumentasi Solopos, edisi rabu 16 April 2008 hal II, tentang : Pedagang minta luas los disesuaikan SHP

85

barangnya di Lobi supaya tamu dan wisatawan yang datang sudah

disuguhkan dengan barang-barang yang istimewa. Pedagang Pasar

Windujenar akan terbantu dengan Space loby untuk memamerkan barang

dagangannya meskipun hanya dikhususkan pada barang-barang yang

sangat antik. Konflik pedagang dengan DPP yang belum menempati janji-

janjinya itu belum mencuat ke permukaan maksudnya ini hanya ungkapan

dari pedagang yang belum merasa puas dengan DPP, bila isu konflik

mendapatkan dukungan dari banyak pedagang maka akan terjadi konflik

yang lebih besar.

6. Masalah kios di Pasar Windujenar

a. Kejanggalan dalam pengundian kios Pasar Windujenar

Pengaturan kios Pasar Windujenar dengan bangunan yang

berlantai 2 membuat suatu permasalahan karena mayoritas pedagang

pasar Windujenar tidak mau bila kiosnya ada di lantai 2. Kios di Pasar

tradisional khususnya pasar Windujenar merupakan pemasalahan yang

rawan akan memunculkan konflik, dan ini terbukti dengan adanya

kejanggalan-kejanggalan dalam pembagian kios pasar Windujenar.

Bahkan isu-isu bahwa pedagang tidak mau menempati kios di lantai 2

sudah terdengar saat rencana revitalisasi pasar Windujenar. Pada saat

itu pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Pedagang Pasar

Triwindu (P3T) menuntut ditempatkan di lantai bawah pasar

Windujenar, lantaran pedagang merasa khawatir dagangannya tidak

laku jika di lantai 2. Pernyataan pedagang itu disampaikan dalam

86

musayawarah P3T. tujuan pertemuan itu adalah untuk menampung

aspirasi pedagang terkait revitalisasi pasar Windujenar dan dihadiri

oleh berbagai kelompok pedagang dan diharapkan aspirasi pedagang

tersebut dapat tersalurkan kepada Dinas Pengelola Pasar14. Tapi sampai

sekarang permasalahan kios masih belum terselesaikan, permasalahan

kios saat ini adalah ketika pembagian/pengundian kios Pasar

Windujenar, dimana ada indikasi bahwa DPP sudah mengatur letak

kios bagi para pedagang Pasar Windujenar, hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Bu Aminah yaitu :

lha dulu saya itu di kelas A sekarang dipindah di sini.. dulu kan katanya ganti ruginya per luas potongan wilayah jadi berapa meter per berapa rupiah gitu..tapi ternyata tidak jadi, pengundiannya dipanggil satu diganti satu gitu, jadi per paket..kayak sini aja ganti ruginya dua, itu gak etis namanya..dari situ saja kita sudah gelo,tapi ya namanya kita orang kecil ya menerima apa adanya saja mas. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)

Pembagian kios pasar Windujenar seolah-olah sudah diatur

oleh DPP karena pedagang merasa ada kejanggalan, dalam pembagian

kios di Pasar Windujenar pedagang di kelompokkan berdasarkan luas

kios, dari pengundian ada kejanggalannya yaitu ketika pengundian

pedagang dipanggil satu persatu oleh perwakilan dari DPP untuk

14 Perwakilan pedagang onderdil di pasar Triwindu, sarjuno menyatakan, semua pedagang onderdil tetap menghendaki ditempatkan di kios lantai bawah, mengingat barang-barang dagangan yang dimiliki cukup berat . hal senada juga diungkapkan pedagang onderdil lainnya, jumadi 40 bahwa menurut dia dirinya tidak ingin seperti yang terjadi di pasar notoharjo, dimana banyak pedagang yang menempati lantai atas menjadi gulung tikar, karena tidak ada yang membelinya. (Pusat Dokumenatasi Solopos, edisi : selasa, 2 Desember 2008 hal III, tentang 100-an Pedagang pasar Triwindu pilih tempati kios lantai 1)

87

mengambil undian di dalam pundi-pundi, tetapi dalam pundi-pundi itu

awalnya tidak ada isinya kemudian ada pedagang yang dipanggil untuk

mengambil undian pembagian kios baru undiannya itu dimasukkan ke

dalam pundi-pundinya, semisal di pasar Windujenar ada 100 pedagang

harusnya dalam pundi-pundi itu juga ada 100 undian tetapi tidak, saat

pedagang mengambil undian baru undian itu dimasukkan ke pundi-

pundi. Senada juga diungkapkan oleh pak Sugeng Pramono yaitu :

jadi undiannya diambil terus di tambah, harusnya ada 10 pedagang setelah diambil satu harusnya ada 9 tapi itu ada 4 ditambah lagi. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)

Entah bagaimana maksud DPP memperlakukan pedagang pasar

Windujenar seperti itu, yang jelas pedagang pasar Windujenar merasa

kecewa hal-hal semacam itu yang menurut pedagang Pasar Windujenar

sebagai kejanggalan-kejanggalan dalam pembagian kios, karena

pedagang pasar Windujenar tidak ada kekuatan untuk menekan DPP

maka mereka tetap melakukan proses itu meskipun pedagang

menyesalkan hasil undiannya itu. Konflik ini masih pada taraf bentuk-

bentuk ungkapan antar pedagang belum ada tindakan pedagang untuk

menuntut kepada DPP karena pedagang merasa mereka warga kecil

yang tidak bisa apa-apa dan tanah di pasar Windujenar adalah tanah

milik Pemkot Surakarta

b. Permintaan pedagang kios dikelompokkan per blok menurut jenis

barangnya.

88

Revitalisasi pasar Windujenar yang sekarang menjadi dua

lantai memunculkan konflik antara pedagang dengan Dinas Pengelola

pasar. penurunan omzet penjualan dari pedagang juga alasan yang

membuat pedagang merasa sangat kecewa dengan DPP. Selain

pedagang berada di lantai atas, pedagang merasa kecewa karena

pedagang tidak dibagi letaknya berdasarkan jenis barangnya sehingga

dilantai atas terdapat pedagang bermacam-macam pedagang ada

pedagang onderdil motor, mobil, sekrup, timbangan, diesel dll

sehingga jarang sekali ada pembeli yang datang kemudian membeli

barang itu, paling hanya langganan saja. Seperti apa yang diungkapkan

oleh pak Suwarno yang menjual onderdil motor :

penempatan kurang bagus, itu yang paling membuat pedagang hatinya tidak cocok, semuanya jadi tidak cocok itu ya cuma penempatan itu. Kalo penempatannya pas sesuai blok, sesuai yg dijual masing-masing itu tidak nggrundel, udah cuma itu aja. Karena itu semua pedagang jadi anyel. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)

Pernyataan diatas membuktikan bahwa pedagang sangat kecewa

dengan pembagian kios oleh DPP, pedagang meminta kepada DPP

agar pedagang di kelompokkan berdasarkan jenis barang dagangan

meskipun di lantai 2. Bila pedagang di kelompokkan maka pembeli

juga mudah mencari barang tertentu, kalau pembagiannya seperti ini

yaitu pedagang bercampur maka pembeli juga merasa kesulitan untuk

mencari pedagang, semisal saja pedagang onderdil motor ada di blok

A, terus pedagang timbangan di blok B dll, itu yang diminta oleh

89

pedagang, tetapi DPP belum merespon permintaan dari pedagang.

Pedagang mengeluhkan sangat lambatnya DPP dalam merespon

keluhan-keluhan dari pedagang seolah-olah DPP tidak mau

mendengarkan keluhan pedagang, karena kita mengeluh sampai saat

ini belum ada tindak lanjut dari DPP, seperti apa yang diungkapkan

oleh pak Suwarno :

dibangun tidak apa-apa asal penempatan sesuai pedagang/sesuai yang dijual misal blok A antic, blok B onderdil. Tidak seperti ini morak-marik, ini antik, ini antic, ini pertukangan, ini onderdil, ini laker. Orang cari barang kan susah. Kalau sama kan enak. Pedagang gak minta ini itu. Pedagang cuma minta dikelompokkan per blok (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)

Dijelaskan Bahwa permintaan pedagang tidak macam-macam

kepada DPP hanya meminta pengelompokkan per blok setiap barang

yang diperdagangkan, tetapi permintaan pedagang itu belum terpenuhi,

sekarang malah tidak terpenuhi karena pengundian kios sudah

dilakukan dan letak kios bercampur-campur, sedangkan pedagang

onderdil motor yang ada di bawah bawah bagian utara pasar ada, jadi

pembeli sekarang pada lari ke lantai bawah semua.

Senada juga diungkapkan oleh pak Sugeng yang mempunyai banyak

kios di Pasar Windujenar yaitu :

Mungkin dulu bila tidak pecah pedagang tidak pada nggresulo jadi ada antic dibawah, onderdil di sendirikan dan laker disendirikan, terus timbangan disendirikan mungkin pedagang tidak nggresulo

90

(wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)

Kekecewaan pedagang sebenarnya cuma satu yaitu penempatan kios

yang tidak teratur, bila pedagang ini penempatan kiosnya di

kelompokkan menurut jenis dagangannya maka pedagang tidak akan

ada yang kecewa. Pak Sugeng ini di pasar Windujenar mempunyai

beberapa kios, waktu pengundian kios mendapatkan 1 di lantai bawah

dan 2 di lantai atas, untuk 2 kios di lantai atas letaknya bersebelahan,

saat DPP sidak ke Pasar Windujenar ia mengungkapkan bahwa kalau

keberatan dengan penempatan kios ini, kemudian pedagang pasar

Windujenar ini memberikan solusi, karena kiosnya yang bersebelahan

maka ia meminta untuk membuka pembatas kios, tetapi DPP tidak

memperbolehkan dengan alasan tertentu.

Saya itu punya 3 kios, setelah di revitalisasi ini kios saya malah dipindah-pindah dan di pisah-pisah, terus yang nunggu kios siapa, masak harus bayar 3 pegawai gek tempate jauh semua mas. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)

Ini merupakan bentuk bahwa DPP kurang memikirkan kesejahteraan

pedagang, secara logika bagaimana pedagang yang mempunyai kios

lebih dari satu dapat pengundian kios yang letaknya jauh-jauh ketika

dia menjaga kiosnya harus berpindah-pindah juga, apakah harus nyari

pegawai lagi, terus gaji pegawainya dibayar memakai apa sedang pasar

ekonominya masih belum normal. DPP semestinya dapat melihat hal-

hal semacam ini, tidak hanya melihat pasar dari luar, memang dari luar

eksterior pasar sangat bagus, tetapi di dalamnya terdapat prahara yang

91

luar biasa dari setiap pedagang. Pedagang pasar Windujenar ketika ada

permasalahan semacam ini belum bisa melakukan counter kepada DPP

karena saat ini paguyuban pasar sangat kurang dalam men support

pedagang, selain ketuanya yang sibuk tetapi juga karena masa

kepengurusan dari ketua paguyuban yang sudah tidak menjabat,

sehingga pedagang pasar Windujenar harus segera membuat

kepengurusan baru terkait untuk menyalurkan aspirasi pedagang Pasar

Windujenar.

c. Pedagang barang-barang berat agar ditempatkan di lantai bawah

Kasus lain juga demikian, pedagang perpipaan yang besar-

besar dan panjang pipa itu mencapai 4-5 meter, pedagang itu berada di

lantai 2 padahal pipa itu beratnya mencapai 10kg, dan bila

menyambung atau memperbaiki pipa cara kerjanya harus dipukul-

pukul sehingga suaranya sangat berisik dan terdengar sampai lantai

bawah, kekecewaan pedagang terhadap DPP diungkapkan oleh pak

suratno pedagang pipa di Pasar Windujenar :

Pasar memang baik tapi secara pembagiannya menurut saya ya kurang pas. Contohnya perpipaan terus bangsa alat itu tempatnya kok diatas gitu lho. Kalau masih lama dulu kan dibawah semua tapi penataannya ini menurut saya seharusnya barang-barang berat itu dibawah. Tapi itu haknya pemkot. Dulu perjanjiannya barang-barang berat dan pipa-pipa itu mayoritas di bawah, itu dulu tapi kok setelah dilotere kok dapatnya gini. Trus cara kerjanya itu kan pipa pakai dipukul-pukul akhirnya kalau mau pukul-pukul nggak enak dengan yang dibawah. Diesel kecil aja kemarin orang mau beli dibunyikan, orang bawah pada protes gini-gini. Kan goyang.Harusnya ada pengelompokan, kalo pertukangan ya campur lah.

92

(wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)

Seperti apa yang sudah dijelaskan diatas bahwa ada

kejanggalan, mulai janji dari DPP bahwa pedagang barang-barang

yang berat akan ditempatkan di lantai dasar, tetapi kenyataannya tidak

seperti itu, kemudian pak suratno merasa sungkan atau tidak nyaman

dengan pedagang yang lainnya bila dia akan memukul-mukul pipa,

padahal cara kerja pipa itu harus dipukul-pukul dulu, selain itu di dekat

kios pak Suratno ada pedagang diesel, kita tahu bahwa diesel beratnya

sekitar 15kg, orang kalau mau membeli harus mencoba dan

dinyalakan, ketika dinyalakan getarannya itu dapat dirasakan sampai

ke lantai bawah sehingga pedagang barang-barang antik di lantai

bawah protes, pedagang diesel itupun sudah menyampaikannya ke

DPP ketika ada sidak ke pasar Windujenar, tetapi DPP

mengungkapkan bila pedagang diesel dipindah ke lantai bawah maka

akan memunculkan rasa iri antar pedagang. Konflik pedagang dengan

DPP ini belum ada suatu forum penyelesaian masalah ini, karena DPP

belum begitu merespon sedangkan pedagang belum berani membuat

suatu kelompok untuk menekan DPP agar merubah letak penempatan

kios.

d. Ada indikasi bahwa DPP memikirkan bisnis

Adanya sikap dari DPP yang menjual belikan kios di Pasar

Windujenar membuat ada persepsi stigma dari pedagang bahwa DPP

93

hanya memikirkan bisnis saja, kios yang dijual di pasar Windujenar

mencapai 20-25 juta per kios, dimana di Pasar Windujenar sekarang

ada sekita 100 kios. Seperti apa yang diutarakan oleh pak Sugeng yaitu

:

DPP juga memikirkan untuk bisnis karena ada pedagang yang membeli kios seharga 20 juta, jadi pemkot bangun tapi nyilakake

(wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)

DPP telah terbukti memperjual belikan kios di Pasar Windujenar

seharga 20 juta, dan yang membeli adalah orang yang terkenal di Kota

Surakarta.

e. Retribusi Pasar Windujenar

Retribusi pasar Windujenar saat ini belum ada pembayaran

sejak revitalisasi pasar, tetapi pada waktu itu sudah ada sosialisasi dari

DPP bahwa akhirnya juga pedagang yang mempunyai SHP harus

membayar retribusi pasar Windujeanar. Tetapi yang dipermasalahkan

oleh pedagang adalah retribusi disamakan semua antar pedagang

meskipun mempunyai luas kios yang sempit dan berada di belakang,

kalau caranya seperti itu saya tidak setuju, hal itu diungkapkan oleh

ibu Aminah pedagang barang antic di pasar Windujenar :

Waktu petugas datang saya sudah ngomong karena kita tidak berada di kelas 2 (depan), jadi kalau retribusinya disamakan dengan yang kelas 2 (depan) maka kita merasa keberatan, apalagi yang kios diatas sangat keberatan. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)

94

Retribusi pedagang akan disamakan maka pedagang banyak yang tidak

setuju, apabila pedagang pasar Windujenar yang berada di lantai atas,

semakin menolak dengan hal itu, kalau kita lihat harusnya kios yang

berada di depan retribusinya agak lebih tinggi dibandingkan dengan

kios yang berada dibelakang dan e43wkk diatas karena yang di depan

aksesnya sangat mudah untuk dilihat oleh pembeli, sedangkan yang

berada dibelakang dan diatas aksesnya tidak semudah yang berada di

depan. Alasan-alasan inilah mengapa pedagang Pasar Windujenar

menolak adanya retribusi pasar yang disamakan antar pedagang dan

masalah retribusi ini pedagang meminta kepada DPP untuk mengkaji

lagi, supaya pedagang tidak merasa kecewa. Bentuk ungkapan-

ungkapan antar pedagang ini nanti bisa menimbulkan suatu tindakan

yang lebih besar karena pedagang berada di Pasar Windujenar selama

seumur hidup dan di pasar Windujenar para pedagang mengais rejeki

untuk mempertahankan hidupnya.

f. Brand Image pasar Windujenar sebagai pasar Barang antic yang

merugikan pedagang.

Pasar Windujenar identik dengan pasar barang antic, itu bagi

sebagian besar masyarakat yang mengetahui bahwa branding image

dari pasar Windujenar adalah pasar Barang antik, adanya image

semacam itu pedagang onderdil motor, besi dan laker merasa kecewa

karena pasar Windujenar tidak hanya barang-barang antik tapi juga

barang laker, besi dan pipa, padahal menurut sejarahnya pada waktu

95

itu namanya pasar Triwindu, awal mula berdirinya pasar Windujenar

adalah dari pedagang besi tua kemudian datang pedagang barang antic

yang mengikutinya, tetapi sekarang ada penonjolan bahwa pasar

Windujenar adalah pasar barang antic. Pedagang tidak sependapat

dengan itu seperti ungkapan dari pak Suwarno :

tidak cocoknya karena yang ditonjolkan cuma antik, yg disebut cuma antik. Padahal yang pedagang disini bukan cuma antik tapi kok yang dianak emaskan cuma antik. Saya bukannya iri tapi mbok iya pedagang itu sama-sama, kan antik juga tidak bisa berdiri sendiri. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)

Pedagang tidak setuju bila yang ditonjolkan pedagang barang antic, hal

ini memang ada kecenderungan akan dibawa kearah itu sebagai pasar

barang-barang antic, hal itu bisa dibuktikan bahwa kios pedagang

barang antik berada di lantai bawah, dan ketika promosi pasar yang

ditonjolkan adalah pedagang barang antic, pedagang meminta agar

DPP tidak menganaktirikan pedagang selain barang antik, karena

pedagang barang antik juga tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada

pedagang lain.

C. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan Kontraktor

Revitalisasi pasar Windujenar melibatkan Kontraktor. Kontraktor itu

diberikan tanggung jawab sepenuhnya dalam melakukan desain bangunan

pasar Windujenar, Sebelum pasar Windujenar selesai pembangunan tahap I

dan tahap II kontraktor menjadi penanggung jawab terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan perbaikan atas kekurangan dan kehilangan material di

96

bangunan baru pasar Windujenar. Kontraktor yang ditunjuk oleh DPP adalah

kontraktor Applause C Indonesia15.

Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan sikap kontraktor yang tidak

merespon keluhan-keluhan pedagang terkait bangunan yang ada di pasar

Windujenar yaitu sebagai berikut :

1. Kebocoran saluran air

Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan adanya salah satu

saluran air di lantai dasar yang bocor. Pedagang sebelumnya belum tahu

kalau saluran airnya bocor, karena pada saat hujan biasanya pada malam

hari. Saat pedagang datang pada pagi harinya tiba-tiba lantai di Pasar

Windujenar terdapat genangan-genangan air yang volumenya cukup

banyak, pedagang pasar Windujenar penasaran dan berusaha mencari

dimana saluran airnya yang bocor. Suatu saat hujan turun pada siang hari

dan saat itulah pedagang tahu bahwa saluran air yang bocor, ternyata

saluran yang bocor itu sudah parah, pedagang merasa bangunan pasar

Windujenar yang baru saja dibangun saluran airnya sudah rusak, hal ini

diungkapkan oleh bu pini yaitu :

kalau hujan talang masih ada yang bocor.kalau yang lainnya saya tidak tahu, kebetulan talang yang bocor itu berada di deket kios saya. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)

15 Perbaikan atas kerusakan dan kehilangan material di bangunan baru Pasar WIndujenar seharusnya masih menjadi tanggung jawab pihak kontraktor applause C Indonesia, menyusul belum adanya penyerahan tahap II pasar tersebut ke DInas Pengelola Pasar (DPP)

(Solopos, Senin, 11 Mei 2009, tentang, DPP : Pasar Windujenar masih jadi tanggung jawab Kontraktor)

97

Saluran air yang bocor itu letaknya di dekat kios bu Pini, jadi bu Pini ini

tahu kalau ada saluran air yang bocor. Kios bu pini ini juga paling banyak

tergenang air. Hal senada juga diungkapkan oleh Bu Aminah bahwa :

Kemudian selain itu talangnya bocor, kebetulan pas hujan siang talangnya kan keliatan yang bocornya, dan genangan airnya itu sampai ke kios saya mas. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB) Kedua pedagang ini menyatakan sikapnya yang kecewa terhadap

kontraktor, karena bangunan belum selesai. Pedagang juga mengeluh tidak

cepatnya respon kontraktor pasar Windujenar dalam memperbaiki

kerusakan-kerusakan di pasar Windujenar. Kondisi ini masih dalam

bentuk ungkapan-ungkapan dari pedagang pasar Windujenar, tetapi

kontraktor seharusnya harus memiliki respon yang cepat bila ada keluhan-

keluhan dari pedagang terkait dengan bangunan pasar Windujenar

2. Pintu kios yang sulit dibuka

Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan pintu kiosnya yang

sangat sulit dibuka, untuk membuka pintu kios harus dibantu 2-3 orang.

Ibu Aminah pedagang Pasar Windujenar mengatakan :

Saya itu punya masalah pintu, kalau buka harus bertiga, dulu saya pernah komplain sama pemborongnya langsung, tapi pemborongnya malah bilang itu ada perawatan 6 bulan tapi ternyata tidak ada perawatan, selain itu saya waktu ketemu saya bilang tapi pemborongnya ya yo ya yo tok, terus sekrupnya juga pada protol. (wawancara tanggal 7 Desember 2009 pukul 12.00 WIB)

Ungkapan Ibu Aminah merupakan ketidakpuasan dengan apa yang

dilakukan oleh kontraktor pasar Windujenar, pemborong sudah

98

menjanjikan kepada pedagang pasar Windujenar bahwa ada perawatan

selama 6 bulan bila terjadi kerusakan atau kekurangan, tapi ternyata tidak

ada perawatan apapun, sekrup yang ada di pintu kios juga sudah pada

copot. Pedagang pasar Windujenar sudah berulang kali mengadu kepada

pihak pemborong tetapi pihak pemborong kurang menanggapi secara

serius. Pintu kios pasar Windujenar ada yang diganti oleh pedagang

dengan pintu “rooling door”, tetapi waktu ada sidak dari DPP pedagang itu

disuruh ganti lagi dengan pintu yang semula, pedagang beralasan bahwa

pintunya sangat sulit dibuka, dan pedagang memilih pintu yang lebih

mudah untuk dibuka

Gambar diatas merupakan apa yang terjadi di Pasar Windujenar bahwa

Pedagang pasar Windujenar merasa kecewa dengan kontraktor yang

Gambar III.2.. pintu kios pasar Windujenar yang diganti rooling door oleh pedagang

99

pintunya sangat sulit dibuka. Pedagang pasar Windujenar berinisiatif dan

nekat untuk membuat pintu sendiri, tetapi dari Dinas tidak

memperbolehkan hal itu karena nanti bisa menimbulkan iri antar

pedagang.

3. Ventilasi dan pencahayaan

Ventilasi dan Pencahayaan yang ada di Pasar Windujenar dinilai

masih kurang oleh pedagang pasar Windujenar terutama di lantai 2. Kios

di lantai 2 cahayanya sedikit sekali yang masuk, dan bila tidak memakai

kipas angin suhunya panas, hal ini membuktikan bahwa vnetilasi dan

pencahayaan di Pasar Windujenar masih kurang, hal ini diungkapkan oleh

Pak Suwarno ketika saya wawancara dengan beliau yaitu :

Untuk pencahayaan dan ventilasi di pasar Windujenar sangat kurang mas, Kalau tidak ada kipas ini panas banget, ini kurang banget.semuanya kurang.apalagi ini musim panas. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)

Ungkapan pak Suwarno merupakan fakta yang terjadi di pasar Windujenar

dengan keadaaan ventilasi dan pencahayaan yang kurang

Di lantai atas kondisi pencahayaan masih kurang dan kondisi angin kurang, tapi rencananya atapnya ada yang mau dibongkar biar pencahayaan dan angin bisa masuk. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)

Kondisi itulah yang sekarang dihadapi oleh pedagang pasar Windujenar,

kondisi yang gelap, panas dan bau yang tidak sedap, kondisi tempat

memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi menurut pak Sugeng dalam waktu

dekat akan dibongkar atap-atapnya agar cahaya dan udara dapat masuk.

100

Keluhan dari pedagang inilah yang kemudian memunculkan konflik

pedagang dengan kontraktor meski masih pada taraf konflik laten yang

belum ada tindakan perlawanan secara besar-besaran.

4. Depan kios pedagang ada tangga untuk ke lantai atas

Pedagang pasar Windujenar menilai bangunan yang ada di pasar

Windujenar tidak terkonsep meskipun pada awalnya desain bangunan

pasar Windujenar telah digambarkan secara rinci, tetapi hasilnya berbeda

dengan hasil pada gambar. Seperti apa yang diungkapkan oleh pak

Budianto yaitu :

Tapi banyak orang pasar yang mengeluh masalah tangga ini. Karena ini lalu lintas umum, bisa berputar kemana-mana. Banyak tamu yang perutnya kena tajeman itu, sobek, baret.apalagi tamu di pasar Windujenar ada yang orang asing yang tubuhnya tinggi dan besar. (wawancara tanggal 8 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)

Gambar III.3. Tangga yang berada di depan kios

101

Pedagang pasar Windujenar telah menuntut kepada DPP tetapi DPP tidak

merespon keluhan pedagang secara cepat, DPP melemparkan kesalahan itu

kepada kontraktor pasar Windujenar. Pedagang pasar Windujenar

mencoba menceritakan hal ini kepada kontraktor, dan kontraktor pasar

Windujenar telah memberikan solusi, tetapi solusi itu belum cukup untuk

menyelesaikan masalah, karena yang dilakukan oleh kontraktor hanya

memotong besi di tangga tersebut. Seperti apa yang diungkapkan oleh pak

Sugeng pramono bahwa :

kalau masalah tangga itu harusnya tidak disitu. Banyak pedagang yang mengeluh khususnya pedagang yang kiosnya berada di depan tangga tersebut, seumpama pedagang yang berada di dekat tangga itu diajak ngomong dan diajak urunan untuk memindahkan tangga, saya rasa pedagang akan mau urunan. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)

Gambar III. 4. Tangga di depan kios yang telah dipotong besinya dan lebar tangga yang sempit

102

Existing pasar Windujenar yang terlihat bagus dan modern, tetapi di

dalamnya tidak didukung oleh prasarana yang baik, faktanya adalah letak

kios yang salah, sehingga tamu/pembeli tidak bisa lewat karena terhalang

oleh tangga. Pedagang juga mengungkapkan kesiapannya untuk diajak

urunan untuk merubah atau menghilangkan tangga, karena pedagang telah

merasa “nggresulo” dengan penempatan tangga dan tidak cepatnya respon

dari DPP maupun kontraktor.

5. Pemborong dalam pembangunan pasar Windujenar kurang professional

Pemborong dan kontraktor dalam pembangunan pasar Windujenar

dianggap kurang professional, ada indikasi-indikasi yang membuktikan hal

itu, yaitu letak tangga yang berada di depan kios pedagang, pendeknya

talang yang ada di lantai 2 sehingga pedagang yang berada di bawahnya

terkena air buangnya,

103

Sehingga pedagang menambahi sendiri pipa agar jatuh air saat hujan tidak

mengenai kios yang berada di bawahnya, sempitnya tangga yang ada di

pasar Windujenar yang hanya cukup untuk dilewati satu orang saja.

Gambar III.5. Saluran air yang ditambahkan oleh pedagang

104

Desain tangga pasar Windujenar yang sempit ini sesuai dengan pernyataan

Pak Budianto yaitu :

Pasar Windujenar merupakan pasar yang berkelas internasional, tetapi prasarana pasar tidak mendukung , tangga untuk berjalan dari atas

kebawah hanya satu arah. Sangat sempit sekali. (wawancara tanggal 8 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)

Mengenai lantai Pasar Windujenar yang sebagian sudah copot, hal ini juga

mengindikasikan bahwa pemborong dan kontraktor pasar Windujenar

kurang professional. Seperti apa yang diungkapkan oleh pak Bambang HP

beliau juga selaku ketua paguyuban Pasar Windujenar :

Gambar III.6. Sempitnya tangga yang hanya bisa dilewati 1 orang

105

karena pemborong yang dipilih kurang professional bisa dikatakan tidak kapabel dan kredibel, lihat saja lantai pasar Windujenar yang sudah pada copot (kebetulan lantai yang copot itu berada di dekat kios saya) (wawancara tanggal 18 Desember 2009 pukul 15.00 WIB)

beliau menilai bahwa tidak hanya kontraktor yang kurang professional

tetapi juga DPP salah dalam memilih partner, sehingga hasilnya kurang

maksimal. Lantai yang copot itu jumlahnya tidak hanya 1-2 saja tetapi

banyak sekali lantai yang sudah copot terutama yang berada di lantai atas.

D. Konflik pedagang pasar Windujenar dengan pedagang pasar Windujenar

Konflik ini terjadi antar pedagang dengan pedagang tetapi juga

konflik antar saudara, maksudnya adalah pedagang yang terlibat konflik

masih mempunyai hubungan saudara, yakni berasal dari orang tua yang

sama, meskipun sudah ada istri dan suami. Konflik ini bermula ketika proses

pembangunan pasar Windujenar tahap ke dua, pembangunan pasar

Windujenar tahap kedua yang melibatkan 15 SHP (Surat Hak Penenmpatan),

dimana 6 SHP masih memiliki hubungan saudara. 15 SHP itu melakukan

rapat untuk menunjuk salah satu pedagang agar menjadi perwakilan dalam

pembangunan pasar Windujenar tahap ke dua. Perwakilan itu nantinya akan

bertugas sebagai penghubung antara pihak pedagang dengan pihak DPP.

Paguyuban pasar pada pembangunan tahap ke dua tidak ikut campur tangan,

karena merasa selain ada unsur keluarga juga tidak melibatkan banyak SHP

106

Tugas perwakilan pedagang awal mulanya berjalan baik, tetapi lama

kelamaan ada kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan oleh perwakilan

pedagang itu. Puncaknya ketika DPP mengundang 15 SHP tersebut untuk

mengundi penempatan kios, perwakilan pedagang tersebut di hubungi

pertama kali oleh DPP karena tugas perwakilan pedagang itu adalah salah

satu penghubung dengan DPP. Perwakilan pedagang itu diberikan surat

undangan dengan agenda untuk penempatan kios dan harus diberikan kepada

tiap SHP pada pembangunan pasar Windujenar tahap kedua, tetapi

perwakilan pedagang itu tidak memberikan kepada tiap SHP hanya melalui

lesan. Perwakilan pedagang itu memberikan informasi palsu kepada tiap SHP

Gambar III.7. Pembangunan pasar Windujenar tahap 2 lantai 2

107

bahwa ada undangan ke DPP tetapi acaranya tidak terlalu penting, jadi kalau

tidak hadir tidak masalah.

Seperti apa yang diungkapkan oleh Pak Sugeng Pramono yaitu :

Ternyata ada ketidak transparan, sekarang ya mas, kita dua kali ke DPP yang 1 x ada undangan resmi, yang kedua undangan untuk penempatan kios ya mas, tetapi tidak ada undangan resmi, sehingga ada undangan tapi Cuma lesan, karena dianggap pedagang tidak terlalu penting maka pedagang tidak pada datang sehingga diwakilkan, sampai disana ternyata suruh tanda tangan untuk penempatan. (wawancara tanggal 6 Desember 2009 pukul 10.00 WIB)

Hal itulah yang menyebabkan pedagang merasa dipermainkan dan dibohongi

oleh perwakilan pedagang itu. Usaha yang dilakukan pedagang untuk

menuntut kepada DPP agar letak kiosnya dikembalikan semula adalah

pedagang pasar Windujenar pembangunan tahap ke dua mendatangi DPP

mengungkapkan kejanggalan yang terjadi pada pembangunan pasar tahap

kedua, tetapi DPP kurang merepon keluhan pedagang itu secara cepat, hanya

sekedar lesan tetapi belum ada realisasinya. Kemudian ada inisiatif dari

pedagang bahwa permasalahan penempatan kios di pasar Windujenar tahap

kedua ini akan dimuat di media massa, karena sifat DPP yang tidak merespon

permasalahan pedagang secara cepat, meskipun permasalahan itu juga

menyangkut masalah keluarga. Akhirnya ada salah satu pedagang pasar yang

meminta kepada wartawan dengan maksud agar statement pedagang dapat

dimuat di media massa. Apa yang dilakukan oleh pedagang memang benar

keesokan harinya dimuat di media massa. DPP yang membaca berita itu

kemudian memanggil pedagang dan ketua paguyuban agar dilakukan

pertemuan yang intinya untuk membicarakan pembagian kios. Hal senada

108

juga di ungkapkan oleh mas Apin spesialis timbangan di pasar Windujenar

yaitu :

untuk ravitalisasi pasar Windujenar tahap pertama tidak ada komplain dan tidak ada konflik , tapi untuk tahap kedua ada konflik, karena pedagang mersa di tipu oleh perwakilan pedagang. (wawancara tanggal 13 Desember 2009 pukul 11.00 WIB)

Pada pertemuan DPP dengan 15 SHP pasar Windujenar di aula DPP kota

Surakarta berjalan lancer, meskipun saat pembagian kios diulang sempat

terjadi kericuhan antara pedagang dengan perwakilan pedagang, karena

perwakilan pedagang berkepentingan tetap pada keputusan semula bahwa

kios tidak dirubah, pedagang yang lain minta untuk letak kios disesuaiakan

dengan yang dulu ketika pasar Windujenar belum dibangun. Akhirnya karena

ketegasan dari DPP, memutuskan bahwa penempatan kios sesuai dengan

penempatan sebelum pembangunan pasar Windujenar, meskipun perwakilan

pedagang tidak setuju dan tidak mau tanda tangan di berita acara rapat

penempatan kios.

109

Revitalisasi pasar Windujenar tahap kedua dalam penempatan kios sudah

selesai dilakukan, karena adanya penyimpangan pembagian kios maka DPP

harus membongkar sekat-sekat kios yang telah dibuat oleh DPP. Sekarang

pedagang sudah menempati kios yang telah di musyawarahkan sebelumnya.

BAB IV

PEMBAHASAN

Gambar III.8. Kios pasar Windujenar pada pembangunan tahap kedua yang sudah ditempati pedagang

110

Dahrendorf melihat masyarakat berisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi

kerjasama, sehingga segala sesuatunya dapat dianalisa dengan konflik.

Dahrendorf dalam menjelaskan konflik berpindah dari struktur peran kepada

tingkah laku peran. Tetapi keduanya tidak bisa berjalan bersama-sama dalam

bentuk hubungan sebab-akibat, karena keduanya tidak dipisahkan secara jelas

sebagai fenomena yang berbeda. Masing-masing tergantung pada yang lain tanpa

melakukan penjelasan satu sama lain. Kelompok-kelompok kepentingan yang

berbeda dalam system sosial akan saling mengejar tujuan yang berbeda dan saling

bertanding. kekuatan – kekuatan yang saling berlomba dalam mengejar

kepentingannya akan melahirkan mekanisme ketidakteraturan sosial (social

disorder). Ia melihat yang terlibat konflik adalah kelompok semu yaitu para

pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk

karena munculnya kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok kedua adalah

kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur,

organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan

inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik. Terakhir dahrendorf

mengenai “kepentingan” selalu memiliki suatu harapan-harapan. Dalam

memegang peran penguasa seseorang tersebut akan bertindak demi keuntungan

organisasi sebagai suatu keseluruhan untuk mempertahankan kekuasaan. Konflik

di pasar Windujenar terjadi secara 2 hal yaitu konflik langsung dan konflik tidak

langsung. Konflik pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar dan konflik pedagang

dengan pedagang pasar Windujenar merupakan konflik yang terjadi langsung di

Pasar Windujenar.

111

a. Konflik Manajemen Pedagang Pasar Windujenar dengan Dinas Pengelola

Pasar

Konflik ini bersifat langsung karena pedagang dengan DPP melakukan kontak

secara langsung dalam upaya penyelesaian perbedaan kepentingan tersebut.

Tabel IV.1. Konflik pedagang pasar Windujenar dengan Dinas Pengelola

Pasar

No Respon informan Temuan konflik 1 adanya event di Pasar Windujenar

membuat akses masuk ke Pasar Windujenar tertutup, sehingga berdampak sepinya pembeli di

Pasar Windujenar. Memang saat event pasar Windujenar terlihat

ramai, tetapi ramainya itu penonton event, bukan pembeli di

Pasar Windujenar. DPP harus memberikan solusi bagaimana event yang diselenggarakan di

Pasar Windujenar dapat menarik pembeli sehingga kegiatan

ekonomi di pasar Windujenar menajadi ramai

Pedagang merasa tidak perlu ada event-event diselenggarakan di pasar Windujenar, sedangkan DPP melaksanakan event-event di Pasar Windujenar karena pasar Windujenar di desain memang digunakan selain ada pasar barang antic juga untuk public space warga Surakarta, khususnya kawasan ngarsopuro.

2 Pedagang meminta agar pintu kios di pasar Windujenar dibuka dua sisi agar tidak terlihat sempit

dan barang dagangan dapat terlihat sama pembeli, tetapi sampai sekarang belum ada

realisasinya.

Pedagang meminta kepada DPP, pintu Kios sebelah timur di buka agar bisa dilihat 2 sisi, tetapi DPP belum merealisasikan karena alasan kerapian pasar, bila kios dibuka 2 sisi maka barang dagangan akan ditaruh oleh pedagang di bawah di dean kios.

3 Pedagang merasa sepinya pembeli pasca revitalisasi pasar

disebabkan penempatan kios yang tidak dibagi per blok berdasarkan jenis barangnya, pembeli di pasar

Windujenar merupakan pelanggan

Pedagang Merasakan sepi pembeli pasca revitalisasi pasar Windujenar. DPP dalam hal kebijakan penempatan kios beralasan agar tercapai keadilan karena penempatan kios telah disepakati dengan menggunakan

112

sebelum dibangunnya pasar Windujenar

undian.

4 Pedagang mengeluh kepada DPP bahwa barang dagangannya tidak

bisa di letakkan di kios, jadi sebagian barang dagangan

pedagang di taruh di rumah. Memang sebelumnya sudah ada

sosialisasi terlebih dahulu dari DPP bahwa luas kiosnya akan

berkurang

Keluhan pedagang terkait penyempitan kios pedagang pasar

Windujenar pasca revitalisasi. Revitalisasi pasar Windujenar

mengubah bentuk dan luas pasar Windujenar, oleh karena itu setiap kios pedagang pasti akan menjadi

lebih sempit, alasannya pasar lebih tertata rapi dilihat daribangunan pasar

Windujenar 5 Saat revitalisasi pasar Windujenar

DPP menjanjikan kepada pedagang pasar Windujenar

bahwa atrium/lobi ini nantinya untuk beristirahat tamu yang

datang di pasar Windujenar, dan untuk memajang barang dagangan

yang tergolong istimewa dan antic, tetapi kenyataannya atrium atau loby tidak digunakan untuk

apa-apa.

Janji DPP bahwa atrium akan digunakan sebagai tempat untuk istirahat tamu dan tempat memajang barang dagangan yang tergolong antik dan istimewa. Tetapi DPP belum merealisasikan karena sifat pedagang yang sulit diatur, dan alasan kebersihan pasar Windujenar

6 a. Dalam pengundian kios, pedagang merasa sudah di setting sama DPP, karena pengundiannya diambil satu terus di masukkan satu, jadi tidak semuanya masuk ke kotak pengundian

b. Sebenarnya bila pembagian kios di pasar Windujenar di bagi per blok menurut jenis barangnya, mungkin pasar terlihat ramai.

c. Dulu janji DPP akan menempatkan pedagang barang – barang berat seperti perpipaan dan diesel di bawah, tetapi sekarang kenyataannya berada di lantai atas

d. Pedagang mengetahui bahwa pemkot solo menjual kios di pasar Windujenar seharga 20 – 30 juta.

Masalah kios pasar Windujenar a. Pedagang merasa ada kejanggalan

dalam pengundian kios pasar Windujeanar. Kebijakan DPP dalam pengundian kios pasar Windujenar supaya tercapai keputusan yang adil meskipun pedagang merasa ada kejanggalan

b. Permintaan pedagang agar letak kios dibagi per blok menurut jenis barangnya. Setting awal DPP memang tidak mengatur pedagang per blok, karena telah di sepakati bahwa system pembagian kios berdasarkan pengundian.

c. Pedagang yang menjual barang-barang berat semisal diesel di letakkan di lantai bawah. Penempatan barang-barang berat juga berpedoman pada pengundian kios, bila meletakkan pedagang diesel maka akan muncul konflik antar pedagang khusunya pedagang

113

barang antic yang telah di tempatkan di lantai bawah.

d. Pedagang merasa bahwa DPP hanya memikirkan bisnis. Maksud DPP untuk menyewa kios (bukan menjual) memang untuk menambah pendapatan DPP, karena selama 1 tahun ini dalam revitalisasi pasar-pasar tradisional di kota Surakarta DPP mengalami defisit

7 Pedagang tidak setuju bila

retribusi pasar Windujenar sama antara pedagang yang letak kiosnya di depan dan letak kiosnya di belakang

Pedagang merasa ada kejanggalan dalam penarikan retribusi Pasar

Windujenar. DPP berkepentingan bahwa dalam penarikan retribusi pasar

Windujenar tidak membeda-bedakan antar pedagang karena DPP merasa

pedagang Pasar Windujenar merupakan keluarga.

8 Pedagang barang-barang non antic merasa di nomor duakan karena yang ditonjolkan hanya

pedagang barang antic, padahal sejarah pasar Windujenar dulu adalah dimulai oleh pedagang

besi tua.

Brand Image pasar Windujenar sebagai pasar Barang antic yang merugikan pedagang. Image pasar windujenar sebagai pasar barang antic memang dilakukan oleh DPP, karena pasar windujenar di kenal dengan pasar Windujenar. Tetapi sebenarnya DPP memperlakukan setiap pedagang sama

b. Konflik Manajemen Pedagang Pasar Windujenar dengan Perwakilan

pedagang pasar Windujenar

Konflik terjadi secara langsung karena pedagang dengan perwakilan pedagang

melakukan kontak secara langsung dalam upaya penyelesaian perbedaan

kepentingan. Konflik ini terjadi karena adanya kesalahpahaman dan keinginan

untuk mendapatkan tempat yang mudah dengan akses jalan di Pasar

Windujenar.

114

Tabel IV.2. Tabel Konflik pedagang Pasar Windujenar dengan perwakilan pedagang pasar Windujenar

No Respon Informan Temuan Konflik 1 Pedagang merasa dibohongi oleh

perwakilan pedagang saat pembagian kios pasar Windujenar

tahap kedua, hal ini terbukti dengan adanya tidak

disampaikannya undangan pembagian kios kepada pedagang

dan tanda tangan palsu di DPP saat pembagian kios

Pedagang meminta agar letak kios saat pembangunan pasar Windujenar

tahap kedua tidak dirubah, sedangkan perwakilan pedagang berkepentingan

agar kiosnya berada di depan yang mudah dengan akses jalan pasar

Windujenar

c. Konflik pedagang Pasar Windujenar dengan kontraktor

Konflik ini terjadi secara tidak langsung karena keluhan-keluhan pedagang

Pasar Windujenar tidak langsung tersalurkan ke kontraktor. Keluhan –

keluhan pedagang kepada kontraktor pasar Windujenar lebih ke aspek fisik

pasar yang telah rusak, padahal pasar baru saja diresmikan. Penyampaian

keluhan pedagang lebih tertuju kepada DPP, karena DPP secara langsung

harus dapat mengontrol kontraktor dalam pembangunan fisik pasar, dan DPP

diharapkan dapat menyampaikannya kepada kontraktor Pasar Windujenar

Solo

Tabel IV.3. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan kontraktor

No Respon informan Temuan konflik 1 Setelah hujan pasar Windujenar

lantainya pasti ada genangan air karena ada talang yang bocor

Kebocoran saluran air

2 Pedagang saat membuka pintu harus dibantu oleh 2-3 orang

Pintu kios yang sulit dibuka

115

karena roda pintu kios pasar Windujenar tidak dapat berputar

3 Khususnya pedagang yang berada di lantai atas, pencahayaan sangat

kurang karena kondisinya panas dan gelap

Ventilasi dan pencahayaan yang kurang

4 Pedagang yang mempunyai kios yang depannya ada tangga merasa

sangat terganggu karena apabila ada tamu dan pembeli maka pasti tidak akan lewat di depan kiosnya

karena jalannya terhalang oleh tangga

Depan kios pedagang ada tangga untuk ke lantai atas

5 Pasar Windujenar merupakan salah satu pasar yang terkenal di

Surakarta, tetapi dalam revitalisasi pasar ternyata

kontraktor dan pemborongnya kurang professional sehingga ada indikasi kekurangan, missal yang

paling nyata adalah masalah lantai yang sudah copot, padahal pasar

belum di tempati.

Pemborong dalam pembangunan pasar Windujenar kurang professional

d. Latar Belakang Konflik

Ciri khas Pasar Windujenar sebagai pasar barang antic di kota Solo

merupakan simbol bagi kota Solo. Hal ini diperkuat dengan adanya gelaran

event-event yang berkelas internasional yang diselenggarakan di kota Solo.

Revitalisasi pasar tradisional merupakan bagian dari penyiapan agar dapat

dikenal di dunia internasional. Kita tahu bahwa kota Solo mempunyai 42

Pasar Tradisional, dan itu merupakan penyumpang Pendapatan Asli Daerah

tertinggi dibanding dengan mall-mall yang ada di kota Solo. Permasalahan

yang muncul dalam revitalisasi pasar Tradisional secara umum dan secara

khususnya adalah pasar Windujenar secara fisik lebih terlihat modern,

sedangkan kehidupan pasar Windujenar masih sepi dengan adanya revitalisasi.

116

e. Pihak yang Berkonflik.

Konflik ini merupakan konflik yang terjadi antara pedagang pasar

Windujenar dengan Dinas Pengelola Pasar. Dasar terjadinya konflik yaitu

adanya perbedaan kepentingan antara pedagang dengan Dinas Pengelola

Pasar. Disatu sisi Dinas Pengelola Pasar melihat aspek fisik pasar agar terlihat

lebih modern sehingga merubah pasar yang semula sempit, becek, gelap,

panas, dan kumuh menjadi pasar yang terkesan eksotis. Disisi lain kebijakan

DPP untuk merevitalisasi pasar Windujenar berdampak pada sepinya pembeli

di pasar Windujenar sehingga kegiatan perekonomian di pasar Windujenar

belum berjalan normal. Konflik ini mayoritas bersifat laten dan merupakan

konflik langsung karena antara DPP dengan pedagang Pasar Windujenar

terlibat kontak secara langsung. Antara DPP dengan pedagang pasar

Windujenar ada 2 sisi, yaitu sisi konflik dan sisi kerjasama. Kerjasama ini

muncul dari in-group (kelompok dalam) yaitu pedagang pasar Windujenar,

kerjasama itu tercermin dari pedagang bersama-sama menyatukan persepsi

untuk mengkritik dan merubah kebijakan-kebijakan dari DPP yang banyak

merugikan pedagang. Salah satunya adalah pedagang bersama-bersama datang

ke DPP untuk mempertanyakan kecurangan dalam pembagian kios pada

pembangunan pasar Windujenar tahap kedua. Kemudian pedagang bersama

dengan paguyuban pasar Windujenar mengadakan pertemuan untuk

membahas titik temu dan solusi yang telah dilakukan oleh DPP. Dinas

Pengelola Pasar adalah institusi yang memiliki kekuasaan sepenuhnya untuk

mengatur pasar, karena DPP mempunyai fungsi budgeting dan manajemen.

117

f. Dinamika konflik

Konflik pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar terkait revitalisasi

Pasar Windujenar merupakan konflik yang bersifat langsung, Kebijakan

Pemerintah Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar Windujenar menuai

kontra dengan pedagang Pasar Windujenar. Pedagang Pasar Windujenar

menginginkan untuk renovasi sebagian pasar saja yaitu perbaikan atap dan

saluran air, alasannya adalah pengunjung pasar Windujenar mayoritas

wisatawan asing yang apabila masuk ke pasar Windujenar harus menunduk

karena atapnya rendah, dan sanitasi air juga perlu di renovasi karena apabila

hujan air akan menggenang, sehingga pedagang lebih banyak diam di kios dan

tidak dapat melayani pembeli.16 Pedagang mengharapkan revitalisasi Pasar

Windujenar ini tidak menghilangkan nilai sejarah dari Pasar Windujenar.

Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan karena semakin hari keadaan pasar

yang sering menjadi tujuan turis asing itu tidak membaik, justru semakin tidak

menentu. Konflik ini tidak secara fisik tetapi kekesalan-kekesalan yang

muncul karena revitalisasi pasar. Pedagang juga merasa tidak puas terkait

dengan pengaturan kios, retribusi pasar, dan fisik bangunan yang mulai rapuh.

Pedagang berulang-ulang berkeluh-kesah dengan Pengelola pasar, tetapi pihak

pengelola pasar merespon keluhan pedagang secara lambat. Sehingga

pengelola pasar dapat lebih merespon keluhan pedagang agar meminimalkan

potensi terjadinya konflik yang lebih besar, dan pedagang pasar Windujenar

16 Lihat, Suara Merdeka, Jumat 16 Juni 2006, berita tentang : Pedagang Triwindu ingin renovasi sebagian

118

juga tidak memikirkan egonya sendiri, juga harus melihat kondisi Dinas

Pengelola Pasar.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan dengan judul Konflik

Manajemen Pedagang Pasar Windujenar Solo bahwa Konflik yang terjadi di

119

Pasar Windujenar adalah konflik yang bersifat langsung dan konflik tidak

langung, dimana konflik langsung terjadi antara pedagang dengan Dinas

Pengelola Pasar. Konflik ini muncul karena adanya perbedaan kepentingan

antara pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar. Pedagang merasa Pasca

Revitalisasi, pasar Windujenar masih sepi pembeli, dan ada kejanggalan

dalam pembagian kios, penyempitan kios dan pembagian kios pedagang yang

berada di lantai 2, kemasan event yang berdampak pembeli sepi. Sebaliknya

DPP berkeinginan untuk merubah pasar Windujenar yang sebelumnya masih

kotor, kumuh dan becek, sekarang menjadi bersih, modern, rapi. Konflik yang

bersifat langsung di pasar Windujenar juga terjadi antar pedagang, hal ini

disebabkan adanya perwakilan pedagang (yang sudah ditunjuk oleh beberapa

pedagang) untuk mewakili aspirasi pedagang dalam revitalisasi pasar

Windujenar tahap kedua, ada semacam keinginan dari perwakilan pedagang

untuk menempati kios yang dekat dengan akses jalan. Akhirnya hal tersebut

diketahui oleh pedagang, khususnya pedagang yang merasa dirugikan. Niat

perwakilan pedagang pasar Windujenar itu akhirnya tidak tercapai karena

DPP telah mempertemukan 15 SHP Pembangunan tahap II pasar Windujenar

dan mengembalikan kios pedagang seperti semula.

Konflik tidak langsung yang terjadi di pasar Windujenar antara

pedagang pasar Windujenar dengan Kontraktor Pasar Windujenar. Kontraktor

pada dasarnya ditunjuk oleh DPP melalui proses lelang. Konflik ini terjadi

karena pedagang merasa kontraktor dalam pembangunan Pasar Windujenar

dianggap tidak professional, hal ini terbukti dengan talang saluran air pasar

120

Windujenar sudah ada yang bocor, padahal pasar Windujenar baru selesai

pembangunannya, kemudian lantai keramik yang sudah lepas, dan yang paling

membuat pedagang kecewa adalah adanya Tangga yang berada di depan kios

dan tangga itu sangat sempit. Pedagang mengutarakan kekecewaannya kepada

DPP, tetapi DPP berkilah karena itu merupakan pekerjaan dari kontraktor, dan

pedagang Pasar Windujenar jarang sekali bertemu dengan kontraktor

pembangunan pasar Windujenar Solo. Itulah yang menjadi kesimpulan

penelitian Konflik Manajemen Pedagang Pasar Windujenar Solo.

B. IMPLIKASI

1. Implikasi Empiris

Hasil penelitian di lapangan dan pembahasan, Konflik Manajemen

Pedagang Pasar Windujenar Solo ini yaitu konflik berdampak pada

munculnya integrasi in-group (kelompok dalam) yaitu pedagang pasar

Windujenar, hal ini terbukti dengan kerjasama yang dilakukan pedagang

pasar Windujenar dalam hal menyatukan persepsi, bersama paguyuban

pasar mengadakan rapat untuk membahas kekurangan-kekurangan pasca

revitalisasi pasar Windujenar. Hal yang paling menonjol dalam bentuk

kerjasama pedagang pasar Windujenar adalah ketika adanya tangga di

depan kios, dan pedagang rela untuk patungan (dalam bahasa jawa urunan)

untuk membongkar tangga tersebut. Itulah yang merupakan bentuk

integrasi antar pedagang dengan adanya konflik pasar Windujenar Solo

2. Implikasi Teoritis

121

Penelitian tentang Konflik Manajemen pedagang pasar Windujenar

Solo, menggunakan teori konflik Dahrendorf. Teori ini menjelaskan

bahwa konflik terjadi karena adanya perbedaan kepentingan dan dalam

unsure konflik ada sisi kerjasama yang di lakukan oleh in-group

(kelompok dalam) yaitu pedagang dengan out-group (kelompok luar) yaitu

DPP sebagai pemilik kekuasaan. Jadi pembahasan mengenai konflik tidak

hanya bersifat kekerasan atau chaos tetapi juga di dalamnya ada pihak

interest group pemilik kepentingan yaitu DPP.

3. Implikasi Metodologis

Penelitian yang telah dilaksanakan ini merupakan penelitian

kualitatif dengan jenis deskriptif yang berupa kata-kata tertulis ataupun

lisan mengenai Konflik Manajemen pedagang pasar Windujenar yang

berasal dari para informan.

Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen dalam

pengumpulan data dengan wawancara mendalam dengan obyek yang

diteliti, disamping itu peneliti juga menggunakan dokumentasi sebagai

bahan pelengkap untuk penelitian ini. Informan dipilih berdasarkan

purposive sampling dengan diteruskan menggunakan random sampling.

Random sampling ini dilakukan oleh peneliti dengan cara memilih sampel

informan sesuai dengan yang ditunjukkan oleh paguyuban pasar.

Paguyuban pasar memilihkan sampel informan sesuai yang diutarakan

oleh peneliti dan paguyuban pasar memilihkan informan-informan yang

berpengaruh di Pasar Windujenar. Pengambilan data menggunakan teknik

122

wawancara mendalam yang dibantu dengan interview guide yang berupa

pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya yang

digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan wawancara. Wawancara

dilakukan secara informal, yaitu percakapan biasa yang dilakukan secara

santai tetapi tetap bertujuan menggali data sebanyak-banyaknya. Peneliti

melakukan wawancara terhadap pedagang yang terlibat konflik dimana

peneliti mengetahuinya dari letak kios, dan dari paguyuban pasar

Data yang berhasil dikumpulkan berupa field note direduksi secara

terus-menerus dan dibuatkan tabel tersendiri baru kemudian disajikan.

Data yang berhasil ditemukan agar memiliki kredibilitas dan validitas

yang tinggi, maka dilakukan trianggulasi yaitu dengan trianggulasi

sumber. Trianggulasi dengan cara pembandingan hasil dari wawancara

mendalam dan observasi/pengamatan dengan melakukan kroscek dengan

sumber lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. Kroscek

dilakukan kepada lurah Pasar, Ketua Paguyuban Pedagang Pasar

Windujenar.

Diverifikasi selama penelitian berlangsung. Dalam proses reduksi

data, penyajian dan penarikan kesimpulan saling dihubung-hubungkan

hingga proses analisis selesai. Setelah itu, disajikan dengan hasil temuan di

lapangan. Pada akhirnya ditarik kesimpulan mengenai Konflik manajemen

pedagang pasar Windujenar.

C. SARAN

123

Mengacu pada hasil dan kesimpulan di atas, penulis merekomendasikan

saran sebagai alternative tindakan sebagai berikut:

1. Bagi Pedagang pasar Windujenar

a. Membuat pameran barang-barang antic di pasar Windujenar.

b. Melakukan komunikasi yang intensif dengan DPP sehingga terjalin

kerjasama yang baik.

2. Bagi Dinas Pengelola Pasar

a. Diharapkan DPP Meninjaukembali kebijakan mengenai pembagian kios

Pasar Windujenar dan retribusi pedagang Pasar Windujenar yang lebih

bersifat partisipatif yaitu mementingkan kepentingan masyarakat pasar

Windujenar keluh kesah dari pedagang dan dapat dengan cepat

memberikan solusi yang terbaik.

3. Bagi Kontraktor Pasar Windujenar

b. Diharapkan kontraktor Pasar Windujenar dapat melakukan Solo.

c. DPP harus melakukan monev di Pasar Windujenar untuk mengetahui

d. Recovery kerusakan-kerusakan di Pasar Windujenar. Misalnya saluran air

yang bocor, keramik yang sudah pecah dan perawatan pintu kios agar

mudah dibuka.

124

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Mustafa, Ali. 2008. Transformasi Sosial Masyarakat Marginal. In-

Trans, Malang.

Hendricks, William. 1992. Bagaimana Mengelola Konflik. Bumi aksara. Jakarta.

Hendricks, William. 1992. How to Manage Conflict. Education Center.

Rockhurst College Countinuing.

Hendropuspito. 1989. Sosiologi Sistemik. Kanisius. Yogyakarta.

125

Hoffer, Eric. 1988. Gerakan Massa. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia.

Jakarta.

Leibo, Jefta. 2004. Problem Perkotaan dan Konflik Sosial. INPEDHAM.

Yogyakarta.

Lofland, John. 2003. Protes. INSIST Press. Jogjakarta.

Mas’oed, Mohtar. 1997 Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan. UII Press.

Jogjakarta.

Miles Mathew B, dan A. Michael Huberman. 2000. Analisis Data Kualitatif. UI-

Press. Jakarta.

Miles, Hugh. 2000. Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Moleong, DR. Lexy J, M.A. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja

Rosdakarya. Bandung.

Pruitt G, Dean, dan Rubin Z, Jeffrey. 2004. Social Conflict, Escalation,

Stalemate,and Settlement, Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Rasuanto, Bur. 2005. Keadilan Sosial : Pandangan Deontologist Rawls dan

Habermas, Dua Teori Filsafat Politik Modern. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.

Rajawali Pers. Jakarta.

Ritzer, George. dan Goodman J, Douglas. 2007. Teori Sosiologi Modern.

Kencana. Jakarta,

126

Rukmana, Nana. Van der Hoff, Robert. Steinberg. Florina. 1993. Manajemen

Pembangunan Prasarana Perkotaan. LP3ES. Jakarta.

Santoso, Thomas. 2002. Teori-teori Kekerasan. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.

Susan. Novri. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer.

Kencana. Jakarta.

Susetiawan. 2000. Konflik Sosial. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Usman. Sabian. 2007. Konflik dan Soilidaritas Masyarakat Nelayan. Pustaka

Pelajar. Yogyakarta.

SURAT KABAR

Solopos

Asale. (Minggu, 25 t luring Juli 2004). Hal. 1. “Triwindu, 3 Windu

Mangkunagoro VII berkuasa”.

Bisnis Soloraya. (Jumat, 11 Oktober 2002). Hal. 20. “Pasar Triwindu, pusatnya

barang antic, Kalau begini bisa saja terjadi pencurian…”

Bisnis Soloraya. (Jumat, 17 September 2004). Hal. 13. “Barang-barang antic

jumlahnya sedikit”.

Ekonomi dan Bisnis. (Sabtu, 1 November 2008). Hal. IV. “Kebanjiran saat hujan,

Supriyati, 76, pedagang klithikan di Pasar Triwindu”.

Ekonomi dan Bisnis. (Senin, 20 april 2009). Hal. IV. “Omzet pedagang Triwindu

turun drastis”.

127

Halaman Utama. (Jumat, 15 Februari 2008), Hal. 1, “Pedagang nonbenda antic

Triwindu ancam tolak relokasi”.

Halaman Utama. (Kamis, 14 Februari 2008), Hal. 1, “April, Pasar Windujenar

mulai dibangun pedagang nonbenda antic Triwindu direlokasi”.

Halaman Utama. (Selasa, 17 Februari 2009). Hal. 1. “Peringati Hari Jadi Kota,

kado pemkot bagi wong Solo, Perpaduan ekonomi & budaya bikin

Ngarsopuran lebih hidup”.

Kota Solo, (Kamis, 11 Desember 2008) Hal III. “Walikota : Proyek STP &

Triwindu paling kritis”.

Kota Solo. (Jumat, 16 Juni 2006), Hal III, “Wacana perombakan Pasar Triwindu

Disperindag janji libatkan pedagang”.

Kota Solo. (Kamis, 11 September 2008), Hal II. “PKL Triwindu minta

diperhatikan”.

Kota Solo. (Kamis, 17 April 2008), Hal III, “Tidak puas hasil sosialisasi,

pedagang Triwindu datangi DPP”.

Kota Solo. (Kamis, 29 Agustus 2002), Hal 7. “Pedagang Triwindu akan bentuk

paguyuban”.

Kota Solo. (Rabu, 16 April 2008), Hal II, “Pedagang minta luas los disesuaikan

SHP”.

Kota Solo. (Rabu, 5 Maret 2008). Hal II. “Pedagang Triwindu desak kejelasan

pasar darurat”.

Kota Solo. (Rabu, 5 Maret 2008). Hal II. “Pedagang Triwindu desak kejelasan

pasar darurat.”

Kota Solo. (Rabu, 7 Juni 2006). Hal II. “Perhatikan MCK Pasar Triwindu…!”.

128

Kota Solo. (Sabtu, 14 Juni 2008). Hal. III. “Pembangunan Pasar Triwindu, pasar

darurat dinilai tidak layak”.

Kota Solo. (Selasa, 1 September 2009). Hal III. “Pedagang Pasar Windujenar

pindah setelah lebaran”.

Kota Solo. (Selasa, 2 Desember 2008). Hal. III. “100-an pedagang Triwindu pilih

tempati los lantai I”.

Kota Solo. (Selasa, 22 April 2008), Hal. II, “Pedagang Triwindu tuntut MoU”.

Kota Solo. (Selasa, 23 Maret 2004). Hal 9. “Pasar Barang antikTriwindu perlu

ditata lagi”

Kota Solo. (Selasa, 23 Mei 2006). Hal 12. “Ketika pasar seniman srawung pasar

Triwindu”.

Kota Solo. (Selasa, 25 Januari 2005). Hal. 9. “Pemkot kurang perhatikan Pasar

Triwindu

Kota Solo. (Senin, 7 Juli 2008). Hal III. “Pedagang Triwindu tempati pasar

darurat”.

Pergelaran. (Selasa, 30 Mei 2006). Hal 5. “Mbah Prapto merasa tersentuh”

Soloraya. (Kamis, 8 April 2004). Hal. 7. “Pertokoan kian marak, Pasar Triwindu

pun tak kelihatan.

Soloraya. (Minggu, 21 Mei 2006). “Festival Seni Kuamandang digelas di

Triwindu, Pedagang berharap pembeli datang kembali”.

Soloraya. (Senin, 11 Mei 2009). “DPP : Pasar Windujenar masih jadi tanggung

jawab kontraktor”.

Soloraya. (Senin, 2 Januari 2006), Hal 13, “Pedagang minta Pemkot benahi kios

di Pasar Triwindu

129

Jurnal ilmiah

Hempel S. Paul, Zhang Zhi-Xue and Tjosvold Dean. Conflict management

between and within teams for trusting relationship and performance in

China. 2008

Schutz M.M. and ayres J.S.extension’s Role in conflict Resolution and Consumer

Education. 2005.

Karya Ilmiah

Eva Agustinawati. 2002. Dinamika Konflik Pedagang Pasar Gede.