37
PRESENTASI KASUS CLOSED FRAKTUR COLLUM FEMORIS DEXTRA 1/3 PROXIMAL, DENGAN UNDISPLACE COXOFEMORALIS Pembimbing dr. HARDIYANTO Sp.Rad Oleh Iga Mapatda Wita J 500 080 103 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

fhfghfghfghfghfghfghfghfghfghfghfghfghfghfghfg

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hfghfghfghfghfghfghfghgfhfghghgfhfg hgf hfg h fgh fgh fg hgf h fgh gf hg fh fgh gf hgf hg fh gf hgf h fghfghgfh

Citation preview

PRESENTASI KASUS

CLOSED FRAKTUR COLLUM FEMORIS DEXTRA 1/3 PROXIMAL, DENGAN UNDISPLACE COXOFEMORALIS

Pembimbing

dr. HARDIYANTO Sp.Rad

Oleh

Iga Mapatda Wita J 500 080 103

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh,

pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat

penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut biasa saja hilang dengan

terjatuh, benturan atau kecelakaan.

Pengertian dari fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).

Sedangkan fraktur colum femur adalah fraktur yang terjadi pada colum femur.

Kecelakaan merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan biasanya

terjadi mendadak dan bisa mengenai semua umur. Fraktur collum femur

merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan.. tetapi dalam penanganannya

masih banyak masyarakat yang berobat ke alternatif, akan tetapi kenyataannya

tidak semua orang berhasil dengan pengobatn alternatif tersebut sehingga

mengakibatkan keadaan yang yang lebih buruk atau terjadinya komplikasi seperti

mual unioun, non union ataupun delayed union, pada akhirnya keadaan tersebut

mendorong orang untuk berobat ke RS.

Data yang diperoleh dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati bahwa angka kejadian fraktur khususnya fraktur femur pada tahun

2007 dari bulan januari sampai bulan Oktober mencapai orang.Tampak adanya

peningkatan angka kejadian fraktur femur, maka profesi sebagai seorang perawat

dituntut untuk dapat melakukan asuhan keperawatan dengan cara promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif sehingga masalah dapat teratasi dan klien dapat

terhindar dari komplikasi yang lebih buruk.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil judul laporan

inti ” Asuhan keperawatan pada Tn. U dengan pre dan post operasi pemasangan

orif Fraktur colum Femur sinistra Tertutup” di ruang 1 Orthopedi Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mendapat pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan pada Tn. U

dengan kasus fraktur colum femur sinistra tertutup.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian

b. Mampu merumuskan data yang menunjang

c. Mampu menentukan diagnosa keperawatan

d. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan

e. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnosa

keperawatan

f. Mampu melaksanakan intervensi dan evaluasi keperawatan pada klien

g. Mampu mengindentifikasai faktor penghambat dan faktor penunjang

dalam melaksanakan asuhan keperawatan

h. Mampu mengidentifikasi dalam pemberian penyelesaian masalah

(solusi).

C. Metode Penulisan

Dalam penulisan laporan ini penulis menggunakan metode deskriptif dan dalam

mengumpulkan data penulis menggunakan metode studi kasus dengan teknik

pengumpulan data sebagai berikut: teknik wawancara, teknik observasi,

pemeriksaan fisik, studi kepustakaan dengan mengambil literatur yang

berhubungan dengan kasus fraktur femur.

D. Sistematika Penulisan

bab 1 : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode

penulisan dan sistematika penulisan. bab ii: Tujuan teoritis, yang terdiri dari

pengertian, etiologi, lokasi terjadinya fraktur femur, manifestasi klinis, jenis-jenis

fraktur, klasifikasi fraktur femur, proses penyembuhan tulang, patofisiologi,

komplikasi, faktor yang mempercepat penyembuhan luka, faktor yang

memperlambat penyembuhan luka, pemeriksaan diagnostik, penatalaksaan medik

dan konsep dasar asuhan keperawatan fraktur femur. bab iii: Tinjauan kasus, yang

terdiri dari gambaran kasus dan laporan asuhan keperawatan dari pengkajian

hingga evaluasi keperawatan. bab iv: Pembahasan. bab v: Penutup, yang terdiri

dari kesimpulan dan saran. daftar pustaka. Lampiran.

BAB II

Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 79 tahun

Alamat : Jetis, Suruhkalang, Karanganyar

Agama : Islam

Tanggal MRS : 23 Juli 2013

No. RM : 12.61.xx

Anamnesis

Diambil dari : Autoanamnesis, alloanamnesis dan Rekam medik pasien

1. Keluhan Utama : Kaki kanan sakit saat digerakan

2. RPS

Pasien baru datang ke IGD RSUD Karang Anyar dengan keluhan kaki

kanan sakit bila digerakan setelah jatuh terpeleset di rumah dengan posisi

terjatuh kesamping kanan pagi hari tadi. Sakit dirasakan terus menerus dan

bertambah sakit. Nyeri berkurang setelah dilakukan pemasangan kayu pada

kaki kanan tersebut dan nyeri bertambah apabila digerakan dan disentuh.

Keluhan mual, muntah, sesak, sakit kepala disangkal, tidak terjadi

penurunan kesadaran.

3. Riwayat masa lampau

a. Penyakit terdahulu : disangkal

b. Trauma terdahulu : disangkal

c. Operasi : disangkal

d. Sistem saraf : disangkal

e. Sistem kardiovaskuler : disangkal

f. Sistem gastrointestinal : disangkal

g. Sistem urinarius : disangkal

h. Sistem genitalis : disangkal

i. Sistem muskuloskeletal : nyeri kaki kanan saat mencoba berjalan

4. RPK

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan

pasien. Keluarga pasien juga tidak memiliki riwayat darah tinggi, kencing

manis, jantung, dan keganasan.

5. RPSOS

Pasien tidak bekerja. Pembiayaan pasien dengan menggunakan

JAMKESMAS.

I. Status Praesens

1. Status Umum

Keadaan umum : sakit, sedang.

Kesadaran : composmentis

Vital sign

- TD : 130/70mmHg

- Nadi : 98 kali/menit

- RR : 24 kali/menit

- Suhu : 37°C

Pemeriksaan fisik

- Kepala : simetris

- Rambut : warna : putih dan hitam, tidak mudah

dicabut

- Mata : conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-

- Telinga hidung : discharge -/-

- Mulut dan gigi : sianosis -/-

- Leher : tidak teraba benjolan dan tidak ada

pembesaran, deviasi trakea (-)

- Dada

a. Paru

Inspeksi : simetris, retraksi -/-

Palpasi : simetris, fremitus vokal +/+

Perkusi : sonor

Auskultasi : SD vesikuler, RH (-/-), wheezing -/-

b. Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba tetapi tidak kuat angkat

Perkusi : redup

Auskultasi : S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-)

- Abdomen

- Inspeksi : dinding perut datar

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Perkusi : timpani

- Palpasi : supel, defans musculus (-)

- Hepar : tidak teraba

- Lien : tidak teraba

- Ginjal : tidak teraba

- Punggung : tidak ada kelainan

- Reflex : tidak diperiksa

- Turgor kulit : turgor cukup (kembali < 1 detik)

- Akral : hangat

- Rectum/anus : tidak diperiksa

- Ekstremitas : coxae : tidak ada kelainan

Inferior : femur dextra : movemment (-)

nyeri gerak (+)

- Sensibilitas : dalam batas normal

- Vegetative

- BAB : (+)

- BAK : (+)

- Flatus : (+)

2. Status Lokalis

Regio Femur Dextra

Look : 1.Deformitas (+)

3.warna kulit : merah hematom

4. luka tertutup

5. bengkak

Feel : nyeri tekan +, krepitasi +, pulsasi arteri

Inguinalis ( + )

Move : ROM tidak dilakukan karena nyeri

III. Pemeriksaan Khusus Lain

Rontgen pelvis : Gambaran diskontinuitas tertutup collum

femoris dextra dengan luxatio

coxofemoralis.

Gambar Rontgen pelvis AP

IV. Laboratorium

Belum dilakukan

V. Resume

Ny. S, wanita 79 tahun mengeluhkan kaki kanan sakit bila digerakan setelah jatuh

1 hari sebelum masuk IGD RSUD Karang Anyar sehingga tidak bisa berjalan.

Ekstrimitas inferior region femur dextra bengkak +, movement -, nyeri gerak +.

Hasil pemeriksaan rontgen : Gambaran diskontinuitas tertutup collum femoris

dextra dengan dislokasi coxofemoralis.

VI. Diagnosis kerja

Closed fraktur collum femoris dextra 1/3 proximal, dengan undisplace

coxofemoralis.

VII. Diagnosis banding

1. Closed fraktur collum femur dextra

2. Closed fraktur 1/3 proksimal femur dextra

3. Fraktur neck femur

4. Fraktur intertrochanterica femur

5. fraktur subtrochanter femur

VIII. Pemeriksaan anjuran

1. Darah Lengkap

1) Hb

2) Leukosit

3) BT, CT

4) Ureum kreatinin

5) Gula darah

2. Pemeriksaan X-ray pelvis AP

IX. Pengobatan

1. Skin traksi : beban traksi 3-5kg, beban maksimal 5,7kg

2. Infuse RL 20 tpm

3. Injeksi ketorolac 1 ampul

4. Injeksi rantin 1 ampul

5. Ceftriaxone 2 x 1gr

6. Rujuk ke spesialis bedah ortopaedi

X. Prognosis

Quo ad vitam ad bonam

Quo ad sanationam ad bonam

Quo ad functionam dubia ad bonam

BAB III

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa

(Syamsuhidayat. 2004: 840).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).

Fraktur colum femur adalah fraktur yang terjadi pada colum tulang femur.

2. Etiologi

a. Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat

tersebut.

b. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat

yang jauh dari area benturan.

c. Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau

tanpa trauma. Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit

metabolik, infeksi tulang dan tumor tulang.

3. Lokasi Terjadinya Fraktur Femur

Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat diantaranya:

a. Kolum femoris

b. Trokhanter

c. Batang femur

d. Suprakondiler

e. Kondiler

f. Kaput

4. Manifestasi Klinis

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang dimobilisasi.

b. Deformitas disebabkan karena pergeseran fragmen pada fraktur lengan

atau tungkai.

c. Pemendekan tulang terjadi karena kontraksi otot yang melekat di atas

dan bawah tempat fraktur.

d. Krepus, teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

e. Pembengkakan lokal dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi

sebagai akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur.

5. Klasifikasi Fraktur

a. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan

biasanya mengalami pergeseran. (bergeser dari posisi normal).

b. Fraktur tidak komplit adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis

tengah tulang.

c. Fraktur tertutup tidak menyebabkan robeknya kulit.

d. Fraktur terbuka merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau

membrana mukosa sampai kepatahan tulang, fraktur terbuka digradasi

menjadi:

1) Grade 1 dengan luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm

2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang

ekstensif

3) Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami

kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling

berat

e. Fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang:

1) Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang

sisi lainnya membengkok

2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang

3) Obllik: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang

(lebih tidak stabil dibanding transversal)

4) Spiral: fraktur memuntir sepanjang batang tulang

5) Komunitif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa

fragmen

6) Depresi: fraktur dengan pragmen patahan terdorong kedalam

(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)

7) Kompresi: fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi

pada tulang belakang)

8) Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit

(kista tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor)

9) Avulsi: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada

perlakatannya

10) Epifiseal: fraktur melalui epifisis

11) Impaksi: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen

tulang yang lainnya.

6. Proses Penyembuhan tulang

a. Fase hematoma: Proses terjadinya hematoma dalam 24 jam. Apabila

terjadi fraktur pada tulang panunjang, maka pembuluh darah kecil

yang melewati kanalikuli dalam sistem haversian mengalami robekan

pada daerah luka dan akan membentuk hematoma diantar kedua sisi

fraktur.

b. Fase proliferasi/ fibrosa: terjadi dalam waktu sekitar 5 hari. Pada saat ini

terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi

penyembuhan, karena adanya sel-sel osteogenik yang berpoliferasi dari

periosteum untuk membentuk kalus eksternal serta pada daerah

endosteum membentuk kalus internal sebagai aktifitas seluler dalam

kanalis medularis.

c. Fase Pembentukkan Kalus: Waktu pembentukan kalus 3-4 minggu.

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap

fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada

kondroblas membentuk tulang rawan.

d. Fase Osifikasi: Pembentukan halus mulai mengalami perulangan dalam

2-3 minggu, patah tulang melalui proses penulangan endokondrol,

mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah

bersatu dengan keras.

e. Fase Remodeling: Waktu pembentukan 4-6 bulan. Pada fase ini

perlahan-lahan terjadi reabsorbsi secara eosteoklastik dan tetap terjadi

prosesosteoblastik pada tulang dan kalus eksternal secara perlahan-

lahan menghilang (Rasjad, 1998 : 400 ).

7.

Hematom

Tertutup

Terbuka

Kerusakan integritas kulit

Robek pembuluh darah

Resiko inflamasi

Nyeri

Hipoxia

Nekrosis Jaringan

Mal union

Operasi fiksasi

Gangguan pemenuhan ADL

Gangguan mobilitas fisik

Nyeri

Cemas

Resiko infeksi

Robekan pembuluh darah

Resiko perluasan infeksi

Pendarahan

hypovolemi

Hypotensi

Kesadaran menurun

Kematian

Immobilisasi

Gangguan vaskuler

Kerusakan integritas kulit

Resiko atrofi

kontraktur

Trauma

Daya yang berlebihan

Mengenai tulang

Fraktur

Patofisiologi

(Sumber : Long, C. Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah)

8. Komplikasi

Komplikasi awal

a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik

kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan

kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak.

b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat

masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih

tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan

oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan

memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.

c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi

jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan

jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen

otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips

atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot

karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah

(misal : iskemi, cidera remuk).

Komplikasi lambat

a. Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu

yang lebih lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan)

b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.

c. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam

waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.

9. Faktor yang mempercepat penyembuhan tulang

a. Immobilisasi fragmen tulang

b. Kontak fragmen tulang maksimal

c. Asupan darah yang memadai

d. Nutrisi yang baik

e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang

f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D,

g. Potensial listrik pada patahan tulang

10. Faktor yang menghambat penyembuhan tulang

a. Trauma berulang

b. Kehilangan massa tulang

c. Immobilisasi yang tak memadai

d. Rongga atau jaringan diantar fragmen tulang

e. Infeksi

f. Radiasi tulang (nekrosis tulang)

g. Usia

h. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

11. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

a. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur

b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan

mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak

c. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)

atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh

pada trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres

normal setelah trauma.

d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal.

12. Penatalaksanaan medik

Empat prinsip penanganan fraktur menurut Chaeruddin Rasjad tahun

1988,adalah:

a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan

anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan

perlu diperhatikan: lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknnik yang

sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan

sesudah pengobatan.

b. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur

sehingga didapat posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler

diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan

fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas

serta perubahan osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah:

alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Fraktur yang

tidak memerlukan reduksi seperti fraktur klavikula, iga, fraktur

impaksi dari humerus, angulasi <5>

c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan

memfasilitasi union sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat

dilakukan dengan fiksasi eksterna meliputi pembalut gips, bidai, traksi,

dan fiksasi interna meliputi inplan logam seperti screw.

d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal

mungkin.

B KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

1 Pengkajian

a. Anamnesa

1) Data biografi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,

pekerjaan, alamat, suku bangsa, status perkawinan, sumber

biaya, sumber informasi.

2) Riwayat kesehatan masa lalu: Riwayat kecelakaan, Dirawat

dirumah sakit, Obat-obatan yang pernah diminum

3) Riwayat kesehatan sekarang: Alasan masuk rumah sakit,

Keluhan utama, Kronologis keluhan

4) Riwayat kesehatan keluarga: penyakit keturunan

5) Riwayat psikososial: Orang terdekat dengan klien, Interaksi

dalam keluarga, Dampak penyakit terhadap keluarga, Masalah

yang mempengaruhi klien, Mekanisme koping terhadap

penyakitnya, Persepsi klien terhadap penyakitnya, Sistem nilai

kepercayaan :

6) Pola kebersihan sehari- hari sebelum sakit dan selama sakit: Pola

nutrisi, Pola eliminasi, Pola Personal Hygiene, Pola Istirahat

dan Tidur, Pola aktifitas dan latihan, Pola kebiasaan yang

mempengaruhi kesehatan,

b. Dasar Data Pengkajian Pasien

1) Aktifitas

Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi pada bagian yang terkena

(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara

sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).

2) Sirkulasi

a) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon

terhadap nyeri atau ansietas) atau hipotensi (kehilangan

darah)

b) Takikardia (respon stress, hipovolemia)

c) Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang

cedera; pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian

yang terkena.

d) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi

cedera.

3) Neurosensori

a) Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot

b) Kebas/ kesemutan (parestesia)

c) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan,

rotasi, krepitasi (bunyi berderit ) Spasme otot, terlihat

kelemahan/ hilang fungsi.

d) Agitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)

4) Nyeri/ kenyamanan

a) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin

terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang pada

imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan saraf

b) Spasme/ kram otot

5) Keamanan

a) Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan

warna

b) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap

atau tiba-tiba).

6) Penyuluh/ pembelajaran

Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

a) Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan

jenis fraktur

b) Scan tulang, tomogram, CT-scan / MRI: Memperlihatkan

fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

c) Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat

(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna

pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).

Peningkatan sel darah putih adalah respon stres normal

setelah trauma.

d) Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin

untuk klirens ginjal.

2 Diagnosa keperawatan

a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan

integritas tulang (fraktur)

b. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya

pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada

lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang

3. Intervensi dan evaluasi keperawatan

Dx. 1 Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan

integritas tulang (fraktur)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

trauma dapat berkurang atau tidak terjadi

Kriteria hasil : mempertahankan stabilitas dan posisi fraktur

Intervensi:

Mandiri

a. Pertahankan tirah baring/ ekstremitas sesuai indikasi

R/ meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan

posisi/ penyembuhan

b. Sokong fraktur dengan bantal/ gulungan selimut

R/ mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi

c. Pertahankan posisi/ integritas traksi

R/ traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang

Kolaborasi

Kaji ulang foto/ evaluasi

R/ memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/ proses

penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas

Evaluasi : Trauma tidak terjadi

Dx 2 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen

tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/

immobilisasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri

dapat berkurang atau terkontrol.

Kriteria hasil :

a. Nyeri berkurang atau hilang

b. Skala nyeri 1

c. Klien menunjukkan sikap santai

d. Klien dapat mendemonstrasikan tehnik relaksasi napas dalam

e. TD : 120 /90 mmHg

f. N : 60-80 x/mnt

g. S : 36-37 oC

h. P : 16-20 x/mnt

Intervensi :

Mandiri

a. Observasi tanda-tanda vital setiap 8 jam

R/ Peningkatan nadi menunjukan adanya nyeri

b. Evaluasi skala nyeri, karakteristik dan lokasi

R/ Mempengaruhi pilihan keefektifan intervensi

c. Atur posisi kaki yang sakit (abduksi) dengan bantal

R/ Meningkatkan sirkulasi yang umum, menurunkan area tekanan

lokal dan kelelahan otot

d. Ajarkan dan dorong tehnik relaksasi napas dalam

R/ Dengan tehnik relaksasi dapat mengurangi nyeri

Kolaborasi

Kolaborasi berikan obat sesuai program

R/ Diberikan untuk menurunkan nyeri dan / spasme otot

Evaluasi : Klien menunjukkan nyerinya hilang/ berkurang

Dx. 3 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya

pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada

lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam

resiko infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil :

a. Balutan luka bersih

b. Tidak ada rembesan

c. Tidak ada pembengkakan pada pemasangan infus

d. Warna urine kuning jernih

e. Leukosit dalam batas normal (5000-10.000 ul)

f. TD : 110/70- 130/90 mmhg

g. N : 60-80 x/mnt

h. S : 36-37 oC

i. RR : 16-20 x/mnt

Intervensi :

Mandiri

a. Ukur tanda-tanda vital setiap 8 jam.

R/ Dapat mengetahui peningkatan suhu secara dini merupakan

indikasi adanya infeksi.

b. Observasi sekitar luka terhadap tanda-tanda infeksi

R/ Mengidentifikasi timbulnya infeksi

c. Lakukan perawatan luka setiap 1 hari sekali

R/ Dapat mencegah kontaminasi silang dan menghindari dampak

infeksi yang lebih dalam

d. Lakukan perawatan kateter setiap hari

R/ Mencegah mikroorganisme masuk kea alat invasife

e. Ganti kateter setiap 1 minggu sekali

R/ Mencegah terjadinya infeksi

Kolaborasi

Kolaborasi terhadap pemeriksaan laboratorium (leukosit, led)

R/ Lekositosis menandakan proses terjadinya infeksi

Evaluasi : Infeksi tidak terjadi

DAFTAR PUSTAKA

Apley. A. Graham. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi 1.

Jakarta : EGC.

Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 8. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC .

Donges, Marilyn B, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.

Jakarta : EGC.

Lukman and Sorensen’s. 1993. Medical Surgical Nursing. 4th Edition buku

11. USA : WB Sunder Company.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II.

FKUI. Media Aesculapius.

Price, Slyvia A Dan Laraine M. Wilson.1995. Patofisiologi. Buku I . Edisi

4. Jakarta : EGC.

Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang

Lamupate.

Smetzer, Suzanna. C. dkk. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner and Suddarth. Edisi 8, vol 3. Jakarta : EGC.