Upload
praktikumhasillaut
View
223
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
praktikumhasillaut
Citation preview
Acara IV
FIKOSIANIN : PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MIKROALGA
SPIRULINA”
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama: Desy Natalia
NIM: 13.70.0050
Kelompok A5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk / stirer, alat pengering (oven), plate stirer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomasa Spirulina basah atau kering, akuades, dekstrin
1.2. Metode
1
Biomassa Spirulina dimasukkan dalam erlenmeyer
Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10)
2
Diaduk dengan stirrer ± 2 jam
Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan
Supernatan diukur kadar fikosianin pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm
3
Ditambah dekstrin dengan supernatan : dekstrin = 1 : 1
Dicampur merata dan dituang ke wadah
Dioven pada suhu 45°C hingga kadar air ± 7%
4
Didapat adonan kering yang gempal
Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan dari percobaan fikosianin dapat dilihat pada Tabel.1 berikut
Kel Berat Jumlah Aquades Total Filtrat OD 615
OD 652
KF Yield Warna
BioMassa Kering(g)
yang ditambahkan(ml)
yang diperoleh (mg/ml) (mg/ml) Sebelum diOven Sesudah diOven
A1 8 80 58 0,0544 0,0225 0,819 5,938 ++ ++A2 8 80 58 0,0569 0,0223 0,868 6,293 ++ ++A3 8 80 58 0,0568 0,0227 0,862 6,250 ++ ++A4 8 80 58 0,0569 0,0226 0,865 6,271 ++ +A5 8 80 58 0,0574 0,0226 0,874 6,337 ++ ++
Tabel 1. Hasil Pengamatan FikosianinKeterangan :Warna :+ : Biru muda++ : Biru+++ : Biru tua
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa semua kelompok menggunakan berat biomassa yang sama, yaitu seberat 8 gram dan jumlah
akuades yang sama, yaitu sebanyak 80 ml. Total filtrat yang didapat juga sama, yaitu sebanyak 58 ml. Pengujian dilakukan dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm, untuk perhitungan konsentrasi fikosianin (KF), yield, dan warna.
Kelompok yang memiliki nilai OD615 paling tinggi adalah kelompok A5 dengan nilai 0,0574, kemudian diikuti kelompok A2 dan A4
dengan nilai 0,0569, kemudian kelompok A3 dengan nilai 0,0568, kelompok A1 dengan nilai 0,0544 dan yang terendah adalah kelompok
A1 dengan nilai 0,0544. Pada pengujian nilai OD652, kelompok yang memiliki nilai OD625 paling tinggi adalah kelompok A3 dengan nilai
0,0227, kemudian diikuti kelompok A4 dan A5 dengan nilai 0,0226, kemudian kelompok A1 dengan nilai 0,0225, kelompok A2 dengan
5
6
nilai 0,0223 dan yang terendah adalah kelompok A2 dengan nilai 0,0223. Setelah diperoleh data nilai OD615 dan OD652 kemudian dilakukan
perhitungan untuk memperoleh nilai Kadar Fikosianin (KF). Berdasar perhitungan nilai KF, kelompok yang memiliki nilai KF paling
tinggi adalah kelompok A5 dengan nilai 0,874 mg/ml, kemudian diikuti kelompok A2 yang memiliki nilai KF sebesar 0,868 mg/ml,
kemudian kelompok A4 dengan nilai 0,865 mg/ml dan kelompok A3 sebesar 0,862 dan yang terendah adalah kelompok A1 dengan nilai
0,819 mg/ml. Setelah diperoleh nilai KF, dilakukan perhitungan nilai Yield. Berdasarkan perhitungan nilai Yield yang diperoleh, kelompok
yang memiliki nilai Yield paling tinggi adalah kelompok A5 dengan nilai 6,337 mg/gr, kemudian diikuti kelompok A2 dan A4 yang
masing-masing memiliki nilai KF sebesar 6,293mg/gr dan 6,271 mg/gr, kemudian kelompok A3 dengan nilai 6,250 mg/gr dan yang
terendah adalah kelompok A1 dengan nilai 5,938 mg/gr. Selain itu juga dilakukan pengamatan secara visual terhadap warna dari sampel.
Keterangan warna yang diambil berdasarkan sebelum dan sesudah dilakukan pengeringan. Kelompok A1,A2,A3, dan A5 sebelum
dikeringkan berwarna biru dan setelah dikeringkan berwarna biru. Sedangkan pada kelompok A4 sebelum dikeringkan berwarna biru dsn
sesudah dilakukan pengeringan berwarna biru muda.
3. PEMBAHASAN
Pigmen atau bahan pewarna dibutuhkan oleh industri pangan untuk memberikan warna
pada produknya dengan tujuan untuk menggugah selera konsumennya (Candra, 2011).
Dengan pemberian pewarna pada produk, penampilan produk menjadi lebih menarik
dan hal ini mempengaruhi penerimaan konsumen karena warna mempunyai peran
penting yaitu sebagai indikator kualitas, kesegaran, kemanisan bahan pangan. Pigmen
digolongkan menjadi 2 jenis, pigmen alami atau biopigmen dan pigmen sintetis atau
buatan (Mohammad, 2007). Penggunaan pigmen sintetis yang berlebihan dapat
menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, maka lebih baik digunakan pigmen alami.
Pigmen alami tidak memiliki efek negatif jika dikonsumsi dan dapat diuraikan. Akan
tetapi pigmen alami yang banyak digunakan (dari daun, buah, batang, atau umbi-
umbian) memiliki beberapa kelemahan, seperti kurangnya stabilitas terhadap panas, pH,
dan cahaya, ketersediaan terbatas, lebih mahal dan kurang cocok untuk produksi massal.
Selain dari tanaman tingkat tinggi, pewarna alami juga dapat diperoleh dari spesies alga,
yaitu tumbuhan tingkat rendah yang hidup di perairan. Pigmen alami dari mikroalga
mampu mengatasi masalah terhadap ketersediaan yang terbatas tersebut karena waktu
tumbuhnya yang cepat sehingga dapat dipanen dalam waktu yang tidak terlalu lama dan
dapat diproduksi terus menerus. Produksinya pun dapat dikendalikan sesuai kebutuhan
dan keinginan (Arylza, 2005 dan Borowitzka & Borowitzka, 1988). Salah satu jenis
spesies alga yang mampu menghasilkan pewarna (pigmen) adalah Spirulina dengan
kandungan pigmen fikosianin. Hal ini sesuai dengan jurnal yang berjudul Comparison
of Different Extraction Methods for Phycocianin Extraction and Yield from Spirulina
platensis yang mengatakan bahwa kandungan fikosianin yang diekstrak dari Spirulina
platensis dapat digunakan untuk beberapa aplikasi dalam industri pangan maupun
kosmetik sebagai pewarna alami berwarna biru.
Spirulina termasuk cyanobacteria atau yang lebih dikenal dengan alga hijau biru.
Dalam jurnal yang berjudul Thermal Stability Improvement of Blue Colorant C-
Phycocyanin from Spirulina platensis for Food Industry Application dikatakan bahwa
dalam Industri Pangan menciptakan suatu bahan tambahan pangan alami yaitu pewarna
alami berwarna biru yang dapat dihasilkan dari Spirulina platensis yang memiliki
7
8
pigmen berwarna biru. Mikroorganisme ini berukuran 3,5-10 mikron dan memiliki
filamen berbentuk spiral dengan diameter 20-100 mikron. Spirulina mengandung 60%
protein dengan asam-asam amino esensial, vitamin, juga berkhasiat sebagai obat
(therapeutic). Spirulina memiliki pigmen fikosianin yang merupakan antioksidan dan
antiinflamatori polisakarida yang memiliki efek antitumor dan antiviral, γ-asam linoleat
(GLA) dari Spirulina dapat berfungsi dalam penurun kolesterol (Desmorieux, 2006).
Spirulina telah teruji aman untuk dikonsumsi. Selama bertahun-tahun berbagai badan
internasional telah melaporkan efek toksisitas yang negatif dari produk-produk
Spirulina (Angka dan Suhartono 2000). Pada umumnya kecilnya kandungan protein
nabati dalam tumbuhan disebabkan karena protein biasanya terikat dengan senyawa lain
seperti lignoselulosa yang sulit dicerna atau senyawa toksik seperti tannin, yang juga
akan menurunkan nilai kecernaan protein tersebut. Spirulina memiliki dinding sel yang
lembut tersusun dari kompleks gula dan protein yang mudah dicerna, tidak seperti alga
lain pada umumnya (Kozlenko dan Henson 2007). Secara alami, Spirulina mampu
tumbuh di perairan danau yang bersifat alkali dan suhu hangat atau kolam dangkal di
wilayah tropis. Spirulina mempunyai membran sel yang tipis dan lembut sehingga
mudah dicerna (Tietze 2004). Karakteristik ini juga menyebabkan Spirulina tidak
membutuhkan proses pengolahan khusus (Richmond 1988). Berdasarkan jurnal yang
berjudul Extraction and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in
Conventional and Integrated Aqueous Two-Phase Systems dikatakan bahwa Spirulina
platensis tergolong hidrofilik dan telah menjadi focus penelitian bioteknologi karena
ekonomis.
Spirulina dapat menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru. Pigmen fikosianin
adalah pigmen yang masuk dalam kelompok pigmen yang terikat dengan protein atau
sering disebut biliprotein. Kegunaan lain dari pigmen antosianin selain sebagai pewarna
ialah sebagai antioksidan. Karakteristik dari pigmen fikosianin adalah dapat larut pada
pelarut polar misalnya air sehingga banyak dimanfaatkan sebagai pewarna alami yang
diaplikasikan pada produk pangan seperti permen karet, wasabi, minuman ringan,dsb.
Selain itu, fikosianin mudah mengalami kerusakan akibat suhu tinggi (Tietze, 2004).
9
Menurut penelitian Boussiba dan Richmond (1980), diketahui bahwa biomasaa sel
Spirulina akan jauh lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti pada air dan buffer
bila dibandingkan dengan pelarut kurang polar. Besar maupun kecilnya keberadaan
fikosianin yang terkandung dalam biomasa sel tergantung banyak sedikitnya suplai
nitrogen yang dikonsumsi oleh Spirulina. Menurut Richmond (1988), pada umumnya
fikosianin terdapat dalam divisi Rhodophyta (alga merah), Cyanophyta (alga biru-hijau)
dan Cryptophyta (alga kriptomonad) yang dapat menyerap warna jingga, merah terang,
dan memancarkan warna biru terang. Pada panjang gelombang 620 nm, pigmen biru
fikosianin dapat terserap maksimal.
Fikosianin dalam bentuk larutan mudah mengalami pemudaran warna sebesar 30%
setelah penyimpanan 5 hari dan menjadi bening setelah 15 hari pada suhu 350C.
Berdasarkan karakteristiknya yang mudah mengalami pemudaran setelah disimpan
dalam jangka waktu yang lama, maka diupayakan suatu cara untuk menanggulangi
supaya fikosianin dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama yaitu dengan
pengeringan. Pengeringan adalah suatu proses pengurangan kadar air hingga konsentrasi
tertentu. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi air bebas yang dapat digunakan
bakteri untuk merusak fikosianin (Tietze, 2004).
Karakteristik fikosianin yang utama yaitu strukturnya mengandung rantai tetraphyrroles
terbuka yang mempunyai kemampuan menangkap radikal oksigen (Romay et al. 1998).
Struktur kimia chromophores pada c-fikosianin, (tetraphyrroles terbuka) sangat mirip
dengan bilirubin. Menurut Romay et al. (1998), bilirubin adalah antioksidan yang
penting untuk fisiologis manusia karena mampu mengikat radikal peroksi dengan cara
mendonorkan atom hidrogen yang terikat pada atom C ke 10 pada molekul
tetraphyrroles. Fikosianin juga termasuk golongan biliprotein. Fikosianin sebagai
biliprotein diketahui mampu menghambat pembentukan koloni kanker. Biliprotein atau
biasa dikenal dengan fikobiliprotein adalah kelompok pigmen yang ditemukan pada
Rhodophyta (alga merah), Cyanophyta (alga hijau-biru) dan Cryptophyta (alga
crytomonad). Pigmen ini berfungsi sebagai penyerap cahaya pada sistem fotosintesis.
Kelompok pigmen ini diantaranya adalah R-phycoerythrin, C-phycoerythrin B-
phycoerythrin, allophycocyanin, R-phycocyanin dan C-phycocyanin. Pigmen fikosianin
10
berwarna biru tua yang dapat memancarkan warna merah tua. Hal ini sesuai dengan
jurnal yang berjudul Effect of Carbon Content, Salinity and pH on Spirulina platensis
for Phycocyanin, Allophycocyanin and Phycoerythrin Accumulation dikatakan bahwa
Spirulina platensis menghasilkan fikobiliprotein, yang paling banyak yaitu fikosianin,
pigmen warna biru terang yang penting karena berperan sebagai antioksidan, anti
kanker, pelindung saraf, pelindung hati, anti tumor, penangkal radikal, pelindung
jantung, dan penyembuh luka bakar.
Untuk mendapatkan pigmen fikosianin dari spirulina, dilakukan ekstraksi. Hal yang
pertama kali dilakukan dalam ekstraksi fikosianin pada praktikum kali ini adalah
memasukkan biomassa spirulina sebanyak 8 gram ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya
dilarutkan dengan aquades dengan perbandingan 2:25 ( 8 gr spirulina : 80 ml aquades).
Hal ini dilakukan berdasarkan pada teori Walter (2011) yang mengatakan bahwa dalam
mengekstrak fikosianin dari spirulina digunakan pelarut polar yang memiliki pH netral,
salah satunya aquades. Selain aquades juga dapat menggunakan buffer fosfat pH 7.
Biomassa sel spirulina lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti air dan buffer
(Boussiba & Richmond, 1980). Selanjutnya, dilakukan pengadukan dengan stirrer
selama kurang lebih 2 jam. Tujuan pengadukan ini yaitu menghomogenkan larutan dan
memaksimalkan ekstraksi. Larutan kemudian disentrifugasi secara maksimal dengan
kecepatan 5000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh endapan dan supernatant (cairan
berisi fikosianin). Menurut Silveira et al. (2007) proses sentrifugasi ini berfungsi untuk
mengendapkan debris sel dan mengambil pigmen fikosianin yang larut dalam aquades
dan dapat digunakan untuk memisahkan padatan dan cairan sehingga proses
pengukuran absorbansi tidak terganggu. Kemudian supernatant yang diperoleh diukur
kadar fikosianinnya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 615 nm
dan 652 nm, sesuai teori Silveira et al. (2007) yang menyatakan analisa fikosianin
dilakukan dengan cara mengukur supernatan atau filtrat hasil ekstraksi dengan
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.
Achmadi et al., 1992 menambahkan pengukuran absorbansi juga bertujuan untuk
mengetahui kelarutan fikosianin pada larutan.
11
Setelah diabsorbansi, supernatan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan :
dekstrin adalah 1 : 1,25. Proses penuangan supernatan dan dekstrin dilakukan secara
hati-hati dengan menuangkan dekstrin ke dalam alas pengering kemudian supernatan
dituangkan sedikit demi sedikit pada bagian atas. Hal ini dilakukan supaya dekstrin dan
supernatan dapat tercampur dengan sempurna. Fungsi penambahan dekstrin menurut
Ribut dan Kumalaningsih (2004) adalah sebagai pembawa bahan pangan yang aktif
seperti bahan flavor dan pewarna yang membutuhkan sifat mudah larut air dan bahan
pengisi karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk selain itu jika
struktur molekul dekstrin berbentuk spiral, sehingga molekul-molekul flavor akan
terperangkap di dalam struktur ini. Fungsi lain dari penambahan dekstrin ini juga dapat
mengurangi jumlah komponen volatil yang hilang selama proses pengolahan dan juga
mampu melindungi stabilitas flavor pada proses pengeringan dengan spray dryer yang
menggunakan suhu panas. Murtala (1999) menambahkan fungsi penambahan dekstrin
ke dalam supernatan adalah untuk mempercepat pengeringan dan mencegah kerusakan
akibat panas, untuk melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan, dan
memperbesar volume.
Setelah tercampur rata, dimasukkan ke dalam oven pada suhu 45°C dan dikeringkan
hingga kadar air mencapai 7% (tidak perlu mengukur kadar air, cukup dengan
menggunakan spatula dan dilihat sudah kering atau masih menggumpal). Hal ini sesuai
dengan teori dari Desmorieux & Dacaen (2006), yang menyatakan bila menggunakan
suhu pengeringan di atas 60oC akan menyebabkan degradasi fikosianin dan timbulnya
reaksi pencoklatan (Maillard). Selain itu, pengeringan menggunakan cahaya matahari
langsung dapat menimbulkan aroma yang tidak diinginkan dan dapat meningkatkan
jumlah kontaminasi bakteri (Angka dan Suhartono, 2000). Selanjutnya, adonan yang
sudah terbentuk kemudian dihancurkan hingga berbentuk bubuk halus. Tujuan dari
penumbukan adalah dengan bentuk yang kering, maka spirulina menjadi tidak mudah
terfermentasi (Angka dan Suhartono, 2000). Menurut jurnal yang berjudul Stable
Isolation of Phycocyanin from Spirulina platensis Associated with High-Pressure
Extraction Process dikatakan bahwa fikosianin dari Spirulina platensis dapat dihasilkan
dengan gabungan proses ekstraksi heksan dengan tekanan yang tinggi.
12
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa konsentrasi fikosianin (KF), yield,
dan warna yang dihasilkan dari praktikum fikosianin tiap kelompok berbeda-beda. Nilai
KF dan yield dari fikosianin dipengaruhi oleh optical density (OD). Nilai OD ini
didapatkan dari absorbansi larutan dengan menggunakan spektrofotometer. Semakin
pekat dan keruh suatu larutan, absorbansinya semakin tinggi. Apabila semakin keruh
larutan maka nilai OD-nya akan semakin tinggi (Fox, 1991). Nilai konsentrasi
fikosianin dan nilai yield fikosianin dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini:
Konsentrasi fikosianin (KF) =
Yield =
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm, untuk perhitungan konsentrasi fikosianin (KF), yield,
dan warna. Kelompok yang memiliki nilai OD615 paling tinggi adalah kelompok A5
dengan nilai 0,0574, kemudian diikuti kelompok A2 dan A4 dengan nilai 0,0569,
kemudian kelompok A3 dengan nilai 0,0568, kelompok A1 dengan nilai 0,0544 dan
yang terendah adalah kelompok A1 dengan nilai 0,0544. Pada pengujian nilai OD652,
kelompok yang memiliki nilai OD625 paling tinggi adalah kelompok A3 dengan nilai
0,0227, kemudian diikuti kelompok A4 dan A5 dengan nilai 0,0226, kemudian
kelompok A1 dengan nilai 0,0225, kelompok A2 dengan nilai 0,0223 dan yang terendah
adalah kelompok A2 dengan nilai 0,0223. Setelah diperoleh data nilai OD615 dan OD652
kemudian dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai Kadar Fikosianin (KF).
Berdasarkan data pengamtan, diperoleh data sebagai berikut. kelompok yang memiliki
nilai KF paling tinggi adalah kelompok A5 dengan nilai 0,874 mg/ml, kemudian diikuti
kelompok A2 yang memiliki nilai KF sebesar 0,868 mg/ml, kemudian kelompok A4
dengan nilai 0,865 mg/ml dan kelompok A3 sebesar 0,862 dan yang terendah adalah
kelompok A1 dengan nilai 0,819 mg/ml. Setelah diperoleh nilai KF, dilakukan
perhitungan nilai Yield. Berdasarkan perhitungan nilai Yield yang diperoleh, kelompok
yang memiliki nilai Yield paling tinggi adalah kelompok A5 dengan nilai 6,337 mg/gr,
kemudian diikuti kelompok A2 dan A4 yang masing-masing memiliki nilai KF sebesar
6,293mg/gr dan 6,271 mg/gr, kemudian kelompok A3 dengan nilai 6,250 mg/gr dan
yang terendah adalah kelompok A1 dengan nilai 5,938 mg/gr. Berdasarkan data tersebut
13
dapat diketahui bahwa nilai yield berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin yaitu
semakin tinggi konsentrasi fikosianin yang didapatkan maka yield yang didapatkan juga
akan semakin tinggi.
Selain itu juga dilakukan pengamatan secara visual terhadap warna dari sampel.
Keterangan warna yang diambil berdasarkan sebelum dan sesudah dilakukan
pengeringan. Kelompok A1,A2,A3, dan A5 sebelum dikeringkan berwarna biru dan
setelah dikeringkan berwarna biru. Sedangkan pada kelompok A4 sebelum dikeringkan
berwarna biru dsn sesudah dilakukan pengeringan berwarna biru muda. Hasil yang tidak
seragam ini dapat disebabkan karena adanya ketidakseragaman penambahan dekstrin.
Kelompok A5 dengan nilai masing-masing sebesar 0,1382 mg/gr dan 0,8636 mg/gr dan
memiliki pengamtan warna sebelum dikeringkan berwarna biru tua dan setelah
dikeringkan berwarna biru kehijauan yang menandakan pada hasil akhir warnanya lebih
pekat dibandingkan kelompok yang lain. Sedangkan yang terendah adalah kelompok A1
dengan nilai KF dan Yield masing-masing sebesar 0,1314 mg/ml dan 0,8213 mg/gr
dengan pengamatan warna sebelum dikeringkan berwarna biru tua dan setelah
dikeringkan berwarna biru muda cerah yang menandakan pada hasil akhir, warna yang
dihasilkan paling cerah. Penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi akan
menyebabkan bubuk fikosianin yang didapatkan menjadi pudar atau cenderung pucat
karena warna dari dekstrin itu sendiri adalah putih sehingga dapat memudarkan warna
fikosianin yang didapatkan. Faktor-faktor lain yang mungkin terjadi adalah karena
pencampuran dekstrin dan fikosianin yang tidak rata (homogen) sehingga dekstrin juga
kurang dapat memerangkap pigmen fikosianin dengan sempurna, akibatnya dekstrin
juga kurang dapat melindungi pigmen secara sempurna saat pengeringan berlangsung,
sehingga warna akhir bubuk fikosianin yang didapatkan pucat (Wiyono, 2007).
4. KESIMPULAN
Pigmen yang dominan pada spirulina yaitu fikosianin yang memiliki warna biru
tua.
Fikosianin pada spirulina berperan sebagai komponen penyimpan nitrogen.
Kondisi kultur dapat mempengaruhi proporsi fikosianin.
Untuk mendapatkan pigmen fikosianin dari spirulina, dilakukan ekstraksi.
Fikosianin dari spirulina diekstraksi dengan pelarut polar yang memiliki pH
netral (aquades atau buffer pH 7).
Tujuan pengadukan dengan stirrer selama kurang lebih 2 jam yaitu untuk
menghomogenkan larutan dan memaksimalkan ekstraksi.
Sentrifugasi ini dilakukan untuk mengendapkan debris sel dan mengambil
pigmen fikosianin yang larut dalam aquades.
Tujuan penambahan dekstrin yaitu mempercepat pengeringan dan mencegah
kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan,
memperbesar volume serta sebagai bahan pengisi.
Suhu pengeringan di atas 45°C agar tidak terjadi degradasi fikosianin dan tidak
timbul reaksi Maillard.
Semakin besar absorbansi (OD), maka nilai Konsentrasi Fikosianin (KF) dan
yield juga akan semakin tinggi (berbanding lurus).
Semakin tinggi konsentrasi dekstrin, warna yang dihasilkan pada bubuk
fikosianin menjadi pudar atau cenderung pucat, untuk itu proses penimbangan
dan pencampuran dekstrin perlu diperhatikan.
Semarang, 23 September 2015 Asisten Dosen
- Deanna Suntoro
- Ferdyanto Juwono
Desy Natalia.
13.70.0050
14
15
5. DAFTAR PUSTAKA
Achmadi SS. Jayadi dan Tri-Panji. 2002. Produksi Pigmen oleh Spirulina platensis yang Ditumbuhkan pada Media Limbah Lateks Pekat. Hayati. September 2002: 80-84.
Angka SI dan Suhartono MT. (2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPL-IPB.
Antelo,Francine S, Andreia Anschau,Jorge A.V,Costa and Susana J.Kalil.(2010). Extraction and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated Aqueous Two-Phase Systems.Departamento de Quimica,Universidade Federal do Rio Grande.Brazil.
Arylza, IS. (2005). Isolasi Pigmen Biru Fikosianin dari Mikroalga Spirulina plantesis. Journal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 38:79-92.
Borowitzaka MA dan Borowitzka LJ. (1988). Dunaliella dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ. (Eds). Mikroalgal Biotechnology. Cambridge University Press. Cambridge.
Boussiba S. and Richmond A. (1980). c-Phycocianin as A Storage Protein in The Blue-green Alga Spirulina plantesis. Archives of Microbiology 125, 143-147.
Candra, Budi Atrika. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang Dikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective drying of Spirulina in thin layer. Journal Of Food Engineering, 77:64-70.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
Kozlenko R, Henson RH. 2007. The Study of Spirulina: Effect on The AIDS, Cancer and Immune System. J Heal and Nat 2007: 1-2
Martelli, Giulia, Claudia Folli, Livia Visai, Maria Daglia, Davide Ferrari.(2014). Thermal Stability Improvement of Blue Colorant C-Phycocianin from Spirulina platensis for Food Industry Application. Italy
Mohammad, Johan. (2007). Produksi dan Karakteristik Biopigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis serta Aplikasinya Sebagai Pewarna Minuman. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang. 70 hal.
Ribut, S. dan S. Kumalaningsih, (2004). Pembuatan bubuk sari buah sirsak dari bahan baku pasta dengan metode foam-mat drying. Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta. http://www.pustaka-deptan.go.id.
Richmond A. (1988). Spirulina. Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Romay C, Armesto J, Remirez D, González R, Ledón N, García I. (1998). Antioxidant and anti-inflammatory properties of c-phycocyanin from blue-green algae.Inflammation Research 47:36-41.
Seo, Young Chang, Woo Seok Choi, Jong Ho Park Jin Oh park, Kyung-Hwan Jung and Hyeon Yong Lee.(2013). Stable Isolation of Phycocianin from Spiruulina platensis Associated with High Pressure Extraction Process. Korea
Sharma,Gaurav,Manoj Kumar, Mohammad Irfan Ali and Nakuleshwar Jasuja.(2014).Effect of Carbon Content, Salinity and pH on Spirulina platensis for Phycocianin ,Allophycocianin and Phycoerythrin Accumulation. University of Delhi.Delhi
Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.; Bioresour. Technol. 2007, 98, 1629.
Sivasankari, S, Naganandhini and David Ravindran.(2014). Comparison of Different Extraction Methods for Phycocianin Extraction and Yield from Spirulina platensis. Gandhigram Rural Institute-Deemed University.Tamilnadu
Tietze H. W. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing. Ed ke-4. Australia: Haralz W Tietze Publishing.
Walter, Alfredo, Julio Cesar de C., Vanete T. S., Ana B. B., Vanessa G., and Carlos R. S. (2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra.Vol. 54, pp 675-682.
Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
KF(mg/ml) =
Yield (mg/g) =
Kelompok A1
KF(mg/ml) =
= 0,819mg/ml
Yield (mg/g) =
= 5,938 mg/g
Kelompok A2
KF(mg/ml) =
= 0,868mg/ml
Yield (mg/g) =
= 6,293 mg/g
Kelompok A3
KF(mg/ml) =
= 0,862mg/ml
Yield (mg/g) =
= 6,250 mg/g
Kelompok A4
KF(mg/ml) =
= 0,865mg/ml
Yield (mg/g) =
= 6,271 mg/g
Kelompok A5
KF(mg/ml) =
= 0,874mg/ml
Yield (mg/g) =
= 6,337 mg/g
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal