39
MAKALAH HUBUNGAN ANTARA GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN PERODODONTITIS Oleh: Annisa Inayati MS G99141123 Pembimbing: Christianie, drg., Sp.Perio KEPANITERAANKLINIK BAGIAN ILMUGIGIDANMULUTFAKULTASKEDOKTERANUNS / RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA

Gagal Ginjal Dengan Perodontitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

peridontitis

Citation preview

MAKALAHHUBUNGAN ANTARA GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN PERODODONTITIS

Oleh:Annisa Inayati MSG99141123

Pembimbing:Christianie, drg., Sp.Perio

KEPANITERAANKLINIK BAGIAN ILMUGIGIDANMULUTFAKULTASKEDOKTERANUNS / RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2014BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangGagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel yang berkaitan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus. Hipertensi kronik, diabetes melitus dan glomerulonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik.1Hemodialisis menjadi salah satu terapi yang sangat dibutuhkan oleh penderita gagal ginjal kronik untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme dalam darah.2Gagal ginjal kronik serta hemodialisis dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut.Diperkirakan 90% pasien gagal ginjal kronik mengalami perubahan pada jaringan lunak mulut serta tulang rahang.3 Salah satu manifestasi oral yang dapat timbul adalah periodontitis.Periodontitis pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dapat disebabkan oleh produksi vitamin D yang tidak adekuat pada ginjal sehingga terjadi resorbsi tulang, keadaan xerostomia, dan buruknya kebersihan mulut.4 Pasien cenderung lebih fokus terhadap penyakitnya dan terapi hemodialisis yang sangat menyita waktu menjadi alasan kurangnya menjaga kesehatan mulut.5

B. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan gagal ginjal kronik dengan periodontitis.

C. Manfaat PenulisanDengan membuat tulisan ini diharap dapat lebih mengetahui dan memahami hubungan antara gagal ginjal kronik dengan periodontitis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Ginjal Kronis1. DefinisiPenyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal4. Glomerulonefritis dalam beberapa bentuknya merupakan penyebab paling banyak yang mengawali gagal ginjal kronik. Kemungkinan disebabkan oleh terapi glomerulonefritis yang agresif dan disebabkan oleh perubahan praktek program penyakit ginjal tahap akhir yang diterima pasien, diabetes mellitus dan hipertensi sekarang adalah penyebab utama gagal ginjal kronik1. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang lain, tergantung paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal yang masih berfungsi dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal 6,9. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain4 :1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi : kelainan patologis terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.

2. Klasifikasi 9Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut: LFG (ml/menit/1,73m) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)*) pada perempuan dikalikan 0,85Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

DerajatPenjelasanLFG(ml/mnt/1,73m)

12345Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau Kerusakan ginjal dengan LFG ringanKerusakan ginjal dengan LFG sedangKerusakan ginjal dengan LFG beratGagal ginjal> 9060-8930-5915- 29< 15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi

PenyakitTipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetesDiabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetesPenyakit glomerular (penyakit otoimun,infeksi sistemik, obat, neoplasia)Penyakit vascular (penyakit pembuluhdarah besar, hipertensi, mikroangiopati)Penyakit tubulointerstitial (pielonefritiskronik, batu, obstruksi, keracunan obat)Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasiRejeksi kronikKeracunan obat (siklosporin / takrolimus)Penyakit recurrent (glomerular)Transplant glomerulopathy

3. Epidemiologi 6,9Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun 6.

4. PatofisiologiPatofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi kompensatori ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya iikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor . Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

5. Pendekatan DiagnosisGambaran Klinis 7,8,9,10Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES),dll. b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).Gambaran Laboratorium 7,8,9,10Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinyab. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolicd. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuriaGambaran Radiologis 7,8,9,10Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opakb. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakanc. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasid. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasie. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

6. Penatalaksanaan MedisPerencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada tabel 3 9.Tabel 3. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya

DerajatLFG(ml/mnt/1,73m)Rencana tatalaksana

1> 90terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi pemburukan (progession)fungsi ginjal, memperkecil resikokardiovaskuler

260-89menghambat pemburukan (progession)fungsi ginjal

330-59evaluasi dan terapi komplikasi

415-29persiapan untuk terapi pengganti ginjal

560tidak dianjurkan

25-600,6-0,8/kg/hari

5-250,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino esensial atau asam keton

35%atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.- Penghambat kalsium- Diuretikb. Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dld. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrole. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/lf. Koreksi hiperkalemiag. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statinh. Terapi ginjal pengganti.B. Penyakit PeriodontalPenyakit periodontal merupakan suatu penyakit peradangan atau kerusakan pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh faktor lokal, yaitu plak bakteri. Selain faktor tersebut, terdapat juga beberapa penyakit sistemik ataupun kelainan tertentu yang dapat menurunkan respon hospes. Hal tersebut dapat mendukung terjadinya kelainan pada jaringan periodontal.Kebersihan gigi dan mulut yang tidak adekuat dapat memudahkan terjadinya penumpukan bakteri patogen dalam jaringan periodontal di celah gingiva dan membentuk struktur terorganisir yang dikenal sebagai "biofilm bakteri". Dalam biofilm matang, bakteri memiliki sejumlah faktor virulensi, termasuk lipopolisakarida (LPS) yang mungkin menyebabkan kerusakan langsung pada jaringan periodontal atau merangsang host untuk mengaktifkan respon inflamasi lokal.Biofilm plak gigi merupakan struktur kompleks bakteri yang ditandai dengan ekskresi matriks pelindung dan perekat. Dalam matriks tersebut terdapat di dalamnya bakteri Gram negatif anaerob dan bakteri mikroaerofilik yang berkoloni pada struktur gigi dan kemudian memulai proses inflamasi sehingga dapat menyebabkan hilangnya tulang dan migrasi junctional epithelium. Aktivitas bakteri tersebut kemudian dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodontal.Terdapat lima tahapan yang diketahui pada perkembangan penyakit periodontal, yaitu :1. Pristine gingiva (hanya ditemukan pada hewan percobaan) yang memiliki lapisan epitelium yang intak dan melapisi gingival crevice serta tidak terdapat sel inflamasi dalam jaringan ikat. Terdapat perpindahan yang kontinyu dari leukosit neutrofil ke bagian korona dari epithelium junctional dan gingival crevice. 2. Gingiva sehat yang normal memiliki sejumlah sel inflamasi dalam epithelium junctional dan jaringan ikat. Meskipun gingivitis pada tahap ini tidak dapat dideteksi secara klinis, perubahan inflamasi dapat dideteksi secara mikroskopik. 3. Early gingivitis nampak setelah 10-20 hari setelah akumulasi plak. Terdapat peningkatan sel inflamasi di dalam jaringan dan meningkatnya migrasi neutrofil ke dalam gingival crevice. Epitelium gingiva menjadi lebih tebal. Jaringan ikat gingiva telah banyak mengandung sel inflamasi, yaitu sekitar 15% dan terjadi dilatasi pada pembuluh darah, serta dekstruksi dini pada kolagen, seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.1: Permulaan lesi gingivitis (sumber: Essential of microbiology for dental students)

4. Established gingivitis memiliki jaringan ikat yang lebih banyak didominasi oleh sel plasma (10-30%) serta terjadi proliferasi dari dentogingival epithelium seperti pada gambar 2.2.

Gambar 2.2: Pembentukan gingivitis (sumber: Essential of microbiology for dental students) 5. Periodontitis ditandai dengan migrasi ke arah apikal dari junctional epithelium tahap pertama dari hilangnya perlekatan. Infiltrasi yang sama dari sel inflamasi dapat dilihat, namun lebih dominan (>50%). Kehilangan tulang mulai terjadi di sini.

Penyakit periodontal dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, antara lain adalah periodontitis kronis, agresif periodontitis, periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik, necrotizing periodontal disease, abses pada jaringan periodonsium, periodontitis terkait dengan lesi endodontik dan deformitas, serta kondisi perkembangan atau dapatan.Penyakit atau kelainan yang dapat mempengaruhi jaringan periodontal antara lain adalah penuaan, stress emosional dan psikososial, kelainan genetik, ketidakseimbangan endokrin, ketidakseimbangan hormon seks, penyakit/kelainandarah, defisiensi nutrisi dan gangguan metabolik, obat-obatan yang memiliki efek negatif terhadap jaringan periodontal, dan lain sebagainya.

C. Periodontitis1. Pengertian periodontitisPeriodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan periodontium. Periodontium adalah jaringan di sekitar perlekatan gigi yang mempunyai fungsi untuk mempertahankan dan menyokong gigi. Jaringan ini terdiri dari dentoginggival junction, cementum, periodontal ligament, dan alveolar bone.11Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu alveolar bone juga mengalami kerusakan. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal.11

2. Struktur jaringan periodontal

Gambar 2.3 struktur jaringan periodontal pada gigi-geligi manusia

a) Dentoginggival junctionDentoginggival junction adalah ginggiva yang melapisi gigi. Dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu epithelial dan connective tissue component.Epithelium ini dibentuk oleh sel basal (flattened cell), sel superbasal, dan sel permukaan yang terdiri dari basal lamina, merupakan sel perlekatan. Sel-sel tersebut memiliki banyak sitoplasma, retikulum endoplasma, dan badan golgi.Connective tissue terdiri dari 2 bagian, yaitu superficial dan deep. Terletak bersebelahan dengan junctional epithelium yang berfungsi untuk menyokong epithelium. Selain itu connective tissue memiliki peranan untuk memulihkan dentoginggival junction setelah pembedahan periodontal. Jaringan ini dibentuk oleh inflammatory cell infiltrate. Jaringan yang berbatasan dengan epithelium adalah extensive vascular plexus.12b) CementumCementum merupakan bagian yang menyelimuti akar gigi. Bersifat keras, tak berpembuluh darah, serta merupakan perlekatan utama periodontal ligament.11c) Periodontal ligament Sebagian besar periodontal ligament bersifat lunak, terutama jaringan yang berada diantara cementum yang menyelimuti akar gigi dan tulang. Fungsi dari periodontal ligament adalah senantiasa menjaga gigi pada tempatnya yang disesuaikan dengan kekuatan mengunyah, dan sebagai sensori reseptor pada rahang selama pengunyahan,serta sebagai cadangan sel untuk regenerasi.11d) Alveolar boneAdalah tulang yang berongga, tepatnya di samping periodontal ligament. Lapisan luar terdiri dari compact bone, lapisan tengah spongiosa bone, serta lapisan dasar adalah alveolar bone.Lapisan luar(compact bone) dan lapisan tengah (spongiosa/ trabecular bone) tersusun atas lamel-lamel dengan system havers.Trabecular tulang tidak hadir pada daerah anterior dari gigi, dan pada beberapa kasus, cortical plate dan alveolar bone yang melekat satu sama lain, tanpa adanya spongiosa bone.123. Bakteri pada jaringan periodontalAda beberapa macam bakteri yang berhubungan dengan periodontitis, antara lain P.gingivalis, A. Actinomycetemcomitans, tannerella forsythia, treponema denticola, eikonolla corrodens. Akan tetapi bakteri yang tergolong periodontopatogenik adalah P.gingivalis, A. Actinomycetemcomitans.13

4. Faktor yang mempengaruhi periodontitisPengamatan klinis menunjukkan bahwa mikroorganisme cepat berkumpul di permukaan gigi ketika sesorang berhenti menjaga kebersihan mulutnya. Hanya dengan beberapa hari, tanda-tanda mikroskopis dan klinis dari gingivitis sudah terlihat. Perubahan peradangan bisa ditanggulangi ketika orang tersebut kembali menjaga kesehatan mulutnya secara intensif. Mikroorganisme yang berasal dari plak pada gigi dan menyebabkan gingivitis juga termasuk pelepasan bakteri yang menyebabkan peradangan jaringan. Percobaan klinis menekankan pada kebutuhan untuk membuang microbial plaque pada supra- dan subgingival dalam perawatan gingivitis dan periodontitis.13Plak gigi merupakan microbial yang mengawali terjadinya penyakit jaringan periodontal. Namun bagaimana hal itu dapat mempengaruhi suatu subjek, bagaimana penyakit tersebut timbul dan bagaimana dengan progressnya, semuanya tergantung dari kekebalan atau pertahanan dari host itu sendiri. Faktor pendukung yang mempengaruhi semua hal dari periodontitis secara utama dengan efeknya terhadap kekebalan normal dan pertahanan terhadap pembengkakan adalah sebagai berikut :a) Infeksi HIVMeskipun banyak orang yang terinfeksi HIV tanpa periodontitis, mereka mungkin sering mengalami gangguan dalam rongga mulut, beberapa ditemukan pada periodontium. Jaringan periodontal pada penderita HIV-positif termasuk linear gingival erythema, necrotizing ulcerative gingivitis, periodontitis lokal parah dan severe destructive necrotizing stomatitis yang mempengaruhi gingival dan tulang (mirip noma dan cancrum oris) 14b) Tekanan EmosiStress yang berkepanjangan telah menjadi faktor pendukung timbulnya necrotizing ulcerative gingivitis. Dampak negatif dari stress pada jaringan periodontium dapat disebabkan juga oleh perubahan perilaku, misalnya kebersihan mulut yang buruk dan rokok. Hal ini dapat merusak fungsi imun sehingga meningkatkan kerentanan terkena infeksi. Pengaruh stress pada jaringan periodontium yaitu dapat meningkatkan level sirkulasi kortikostiroid. Meskipun stress merupakan faktor yang tidak mudah diukur, level kortikostiroid pada urin dapat diukur dan ditemukan lebih tinggi pada pasien necrotizing ulcerative gingivitis. 14c) Diabetes MellitusPenyakit jaringan periodontal merupakan komplikasi ke enam dari penyakit diabetes mellitus. Beberapa review menunjukkan bukti dari keterkaitan secara langsung antara diabetes mellitus dengan penyakit periodontitis. Hubungan antara diabetes mellitus dengan periodontitis tampak dengan kuat dalam populasi khusus. Sebuah studi melibatkan 75 penderita diabetes diabetes (IDDM dan NIDDM) bertujuan untuk memeriksa hubungan antara kontrol diabetes, sebagaimana dievaluasi oleh glycosylated hemoglobin levels dan periodontitis. Dalam studi tersebut, keakutan dari dari periodontitis meningkat seiring dengan control yang buruk dari diabetes. Sebuah laporan menyebutkan bahwa metabolik kontrol dapat menjadi faktor terpenting antara kesehatan periodontal dengan IDDM. Data tersebut mendukung hipotesis bahwa diabetes dan level dari metabolik kontrol penting dalam hubungannya dengan penyakit periodontitis.14d) Hormon SexElevasi di level plasma dari hormone sex selama kehamilan menyebabkan modifikasi dari respon host pada plak gigi, namun hal ini mempegaruhi jaringan yang lembut yang meningkatkan pembengkakan dan gingivitis kronis. Beberapa studi menyebutkan keadaan dari kemerahan gusi, edema, pendarahan, meningkat pada bulan ke-2 kehamilan sampai bulan ke-8 dan akhirnya menurun. Fluktuasi gingivitis dengan fase siklus menstruasi dan efek dari kontrasepsi oral pada gingival merupakan efek dari hormon sex terhadap jaringan periodontal. Lebih lanjut pubertas juga merupakan hal yang dapat menaikkan pembengkakan gingiva dan peningkatan respon pada plak merupakan akibat dari konsentrasi hormone sex dalam plasma.15e) OsteoporosisPenelitian pada hewan studi pada domba menunjukkan bahwa kekurangan estrogen dapat menyebabkan meningkatnya penyakit periodontal. Sebuah studi pada 28 wanita berumur antara 23 dan 78 tahun dengan membaginya menjadi 2 kelompok, kelompok yang lebih tua postmenopausal dan yang lebih muda premenopausal. Kelompok yang lebih tua mengalami kekurangan dalam kepadatan alveolar bone, dimana penulis menyimpulkan bahwa menopause dapat menyebabkan berkurangnya kepadatan dalam alveolar bone. Studi yang lain pada manusia dengan osteopenia dan osteoporosis, menunjukkan bahwa keakutan dari osteopenia berhubungan dengan berkurangnya alveolar cristal height dan gigi tanggal pada wanita yang mengalami postmenopause.15f) Gangguan GenetikJumlah dari gangguan genetik meningkat seiring dengan periodontitis kronis. Plak microbial, berubah sesuai level dan durasi penumpukan faktor lingkungan, misal merokok, diabetes, systemic health, dan genetik seseorang.salah satu gangguan genetik yaitu Downs syndrome dikarakteristik oleh awal dari periodontitis yang bermanifestasi pada dentition utama dan berlanjut hingga dewasa. Keakutan dari penyakit periodontal tersebut sangat tinggi dibandingkan dengan lainnya, atau individu cacat mental lainnya.14

BAB IIIPEMBAHASAN

Memasuki usia tua, seseorang mengalami banyak kemunduran pada sistem organ tubuhnya. Berbagai penyakit sistemik seperti penyakit hati, ginjal, dan jantung dan penyakit-penyakit yang mengancam jiwa banyak yang berawal dari penyakit gigi dan mulut.Menurut National Kidney Foundation, satu dari sembilan orang dewasa di Amerika Serikat menderita penyakit ginjal kronik. Penyakit ini dapat mempengaruhi tekanan darah dan kesehatan tulang. Pada akhirnya penyakit ini dapat mengarah kepada penyakit jantung atau gagal ginjal. Beberapa penelitian menyebutkan faktor risiko seperti penyakit periodontal, kurangnya pendidikan dan pengetahuan tentang kesehatan, serta buruknya akses terhadap fasilitas dan sarana kesehatan sangat berkaitan dengan penyakit ginjal kronik.Penyakit periodontal adalah penyakit pada jaringan pendukung gusi, di mana terjadi peradangan atau pun infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang kemudian disebut periodontitis, dalam tingkat lanjut periodontitis menyebabkan kerusakan tulang dan mengakibatkan kegoyangan gigi sehingga gigi akhirnya harus dicabut. Periodontitis merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.Dalam penelitian yang dipublikasikan Journal of Periodontology, didapati bahwa orang dewasa yang tidak bergigi lebih besar kemungkinan untuk menderita penyakit ginjal kronik ketimbang orang dewasa yang gigi geliginya masih cukup lengkap. Penelitian yang dilakukan oleh penelitian dari Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio tersebut melibatkan 4.053 orang dewasa berusia 40 tahun ke atas. Fungsi ginjal dan kesehatan periodontal pada partisipan tersebut diperiksa, dan dari hasil penelitian tersebut terungkap bahwa partisipan yang sudah kehilangan semua gigi ternyata lebih besar kemungkinan untuk menderita penyakit ginjal kronik daripada partisipan yang giginya masih lengkap. Peradangan kronik yang destruktif pada jaringan periodontal dapat berperan dalam tingginya angka penyakit ginjal kronik di antara pasien tidak bergigi.Pada penelitian lain yang dilakukan oleh peneliti dari Medical University Polandia, didapati angka periodontitis yang lebih tinggi pada penderita ginjal kronik dibandingkan dengan populasi umum terutama pada penderita gagal ginjal yang harus menjalani cuci darah secara rutin. Dapat diasumsikan bahwa penyakit ginjal kronik dan penyakit periodontal memiliki hubungan kausatif dua arah.Angka prevalensi dari komplikasi aterosklerosis (infark miokard, stroke, dan sudden death) meningkat pada pasien gagal ginjal tahap akhir, terutama pada hemodialisis pasien. Suatu penelitian menyatakan bahwa inflamasi sistemik memainkan peranan penting terhadap kejadian aterosklerosis. Pada populasi umum, penelitian menunjukkan bahwa periodontitis sedang-berat mengkonstribusi terhadap inflamasi dan diperberat dengan peningkatan kadar CRP dan mungkin meningkat pada aterosklerosis. Selain itu, hasil penelitian terbaru menyatakan bahwa terapi periodontal fase I dapat menurunkan kadar CRP serum. CRP adalah protein fase akut yang menandai inflamasi sistemik dan disfungsi endotel, juga digunakan sebagai prediktor inisial ( utama ) kejadian aterosklerosis. Periodontal disease sedang berat memiliki prevalensi lebih tinggi pada CKD dan pasien dialisis. Penyakit periodontal digambarkan sebagai sebuah kelompok penyakit inflamasi infeksius yang mempengaruhi jaringan yang mendukung gigi. Pada sample pasien dengan periodontitis kronik predominan bakteri gram negatif ( hampir 85% anaerob atau anaerob fakultatif). Patogen : Actinobacillus actinomycetemcomitans serotype a and b, Bacteroides forsythus and Tannerella forsythensis, Campylobacter rectus, Eubacteriumnodatum, Fusobacterium nucleatum, Peptostreptococcus micros, Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Prevotella nigrescens, Streptococcus intermedius, and Treponema sp.(Treponema denticola).Patofisiologi penyakit periodontal adalah adanya kolonisasi bakteri pathogen pada permukaan gigi yang memproduksi enzim-enzim bakteri, endotoksin, eksotoksin dan sisa produk metabolit yang memicu sekresi mediator proinflamasi sitokin seperti TNF, IL-1, INF dan PGE2 serta respon imun sehingga terjadi proses inflamasi dari permukaan jaringan (ginggiva) ke jaringan yang lebih dalam yang menyebabkan hilangnya tulang alveolar dan rusaknya ligament periodontal. Jaringan yang berdekatan dengan pocket periodontal akan diinfiltrasi oleh infiltrate seluler leukosit PMN, monosit, limfosit B dan T. Pocket periodontal mengalami infeksi dan inflamasi mengandung banyak bakteri gram negative yang dapat memproduksi Lipopolisakarida (metabolit sisa bakteri) yang dapat menyebar ke dalam darah. Seseorang dengan penyakit Periodontal aktif atau periodontitis agresif mungkin memiliki respon imun yang lebih dibandingkan dengan periodontitis inaktif atau kronik. Progresifitas penyakit Periodontitis sendiri terjadi peningkatan IgG serum terhadap Porphyromonas gingivalis. Davidovich et al., Proctor et al. (2005) menyebutkan pengaruh CKD terhadap keadaan intraoral meliputi Xerostomia,Erupsi gigi tertunda, Hipoplasia enamel, Penurunan tingkat karies, perubahan pH saliva. Pada pasien transplantasi ginjal terjadi cyclosporine induced gingival hyperplasia. Pada pasien ESRD (End Stage Renal Disease) didapatkan plak & calculus meningkat, peningkatan inflamasi gingival, peningkatan resiko dan derajat keparahan penyakit periodontal. Beberapa penelitian di Brazil, Canada, Yordania, Spanyol, Israel, Taiwan, US menyebutkan pembentukan plak terdapat lebih banyak pada pasien hemodialisa yang menyebabkan pembentukan kalkulus yang meningkat sehingga terjadilah peningkatan inflamasi gingival.Banyak kemungkinan penyebab penyakit periodontal pada pasien CKD dan ESRD. Yang terpenting adalah pasien berada pada status uremia disertai perubahan sistem imun yg disebabkan kelainan fungsi sel limfosit T dan B (monosit dan makrofag) menyebabkan respon pertahanan tubuh terhadap Mikroorganisme gram (-) di subgingiva menurun sehingga terjadilah inflamasi gingiva & periodontitis. Studi lain menemukan pada sampel pasien CKD dan ESRD yang kurang menjaga oral higiene & periksa layanan kesehatan gigi dan mulut oleh karena beban psikologis dan keterbatasan waktu. Penyakit lain yang berperan pada pasien CKD & ESRD yaitu DM yang mempunyai korelasi kuat dengan penyakit periodontal (Grossi et al. 1994) dan Hiperparatiroidisme sekunder yang menyebabkan alveolar bone loss pada pasien hemodialisis. Penelitian Rahmati dkk dengan menggunakan 86 pasien HD di USA menyebutkan bahwa periodontitis berkonstribusi terhadap inflamasi sistemik pada pasien ERSD yg menjalani HD.

BAB IVSIMPULAN DAN SARAN

A. SimpulanAngka kejadian peny.periodontal sedang-berat banyak terjadi pada populasi umum, dan meningkat pada pasien CKD dan ESRD. Terdapat korelasi positif antara peningkatan marker inflamasi sistemik dan periodontitis. Pada populasi general maupun pasien CKD dilaporkan bahwa pemberian terapi secara dini pada peny.periodontal dapat menurunkan kadar biomarker proinflamasi serumSemua pasien ESRD yang berpotensi untuk dilakukan transplantasi ginjal maka pada pasien CKD pre dialisis perlu dilakukan evaluasi & terapi kesehatan periodontal untuk menekan inflamasi sistemik sehingga perkembangan penyakit ginjal dapat dicegah.

B. SaranSetiap orang diharapkan lebih memperhatikan kesehatan gigi dan mulutnya agar terhindar dari berbagai macam bakteri penyebab infeksi di dalam tubuh. Dibutuhkan penelitian lanjutan dengan intervensi pada populasi yang lebih besar untuk mengevaluasi:1. apakah pemberian terapi pada peny.periodontal dapat menurunkan seluruh penyebab kematian karena penyakit kardiovaskular pada pasien CKD 2. apakah dengan menurunkan inflamasi sistemik dapat menurunkan progresivitas penyakit renal

DAFTAR PUSTAKA

1. Proctor R, Kumar N, Stein A, Moles D, Porter S. Oral and dental aspect of chronic renal failure. Journal of Dental Research.2005; 84(3): 199-208.2. Cerver AJ, Bagn JV, Soriano YJ, Roda RP. Dental management in renal failure: patient on dialysis. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.2008; 13(7): E419 - 26.3. DeRossi SS, Cohen DL. Renal Disease. In: Greenberg MS, Glick M, Ship JA, editors. Burkets Oral Medicine. 11th ed. Hamilton: BC Decker; 2008.p.363-65.4. Bhatsange A, Patil SR. Assessment of periodontal health status in patients undergoing renal dialysis: a descriptive, cross-sectional study. Journal of Indian Society of Periodontology.2012; 16(1): 415. Gavalda C, Bgan JV, Scully C, Silvestre FJ, Milian MA, Jimenez Y. Renal Hemodialysis Patients: Oral, Salivary, Dental and Periodontal Findings in 105 adult cases. Oral Disease.1999; 5: 300-16. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.7. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.8. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434.9. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.581-584.10. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi KedokteranPenyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.11. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG.2004.Biology 5th ed vol.3. Jakarta: Erlangga.P81-2.12. Andra. Ancaman Gigi Terhadap Jantung. http://www.majalah-farmacia.com13. Kinene,Denis F et al.2006.Environmental and The Modifying Factors of The Periodontal Disease. Periodonology 2000. vol 40. pp 107-1914. Janet HS, George WT, and Panagiota GS.2006. commonality in chronic inflammatory disease:Periodontitis, diabetes and coronary artery disease. Periodontology 2000. vol 40. pp 130-4315. Taguchi A. , Sanada M., Suei Y., et al. Tooth Loss Is Associated With an Increased Risk of Hypertension in Postmenopausal Women. http://hyper.ahajournals.org

21