40
5/20/2018 LapsusGnaAyu-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/lapsus-gna-ayu 1/40 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan  pada struktur ginjal yang lain. 1  Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis. 2  Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit  pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul  berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan  perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%). 3  Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal. 3 1.2. Tujuan Penulisan Untuk Mengetahui cara mendiagnosa dan penanganan kasus pasien Glomerulonefritis Akut.

Lapsus Gna Ayu

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    1/40

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan

    tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah

    untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan

    pada struktur ginjal yang lain.1

    Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai

    dalam gromerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi

    utama pada gromerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan,

    sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada

    tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi,

    meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2

    Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit

    pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul

    berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan

    perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).

    3

    Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun

    (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa

    mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata,

    kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar

    80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.3

    1.2. Tujuan Penulisan

    Untuk Mengetahui cara mendiagnosa dan penanganan kasus pasien Glomerulonefritis Akut.

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    2/40

    2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. ANATOMI GINJAL

    Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara

    vetebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks

    dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di

    korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks

    terdaat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. .4

    Panjang dan beratnya bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan,

    sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram pada orang dewasa. Pada janin permukaan ginjal tidak

    rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.1

    Gambar 1. Anatomi Ginjal

    Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan

    dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru

    tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia

    struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.1

    Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle

    dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula bowman juga disebut badan maplphigi.

    Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan

    urine tidak kalah pentingnya.1

    http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-1.jpg
  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    3/40

    3

    Gambar 2. Perdarahan pada ginjal

    2.1.1 Fungsi Ginjal

    Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel

    dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi

    glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.3

    Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :

    1. Fungsi ekskresi

    Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi air.

    Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H

    +

    danmembentuk kembali HCO3

    Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.

    Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam

    urat dan kreatinin.

    2. Fungsi non ekskresi

    Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.

    Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel

    darah merah oleh sumsum tulang.

    Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

    Degradasi insulin.

    Menghasilkan prostaglandin

    http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-2.jpg
  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    4/40

    4

    Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi

    yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk

    dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain

    itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam

    tubuh secara berlebihan.3

    Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam

    tubuh adalah :

    1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan

    cairan filtrasi.

    2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak

    akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam

    plasma dan kapiler peritubulus.

    Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak

    diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi

    dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi

    urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi

    dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.3

    2.1.2. Sistem glomerulus normalGlomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh

    simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula

    (juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari

    arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan

    kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola

    itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus

    contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang

    oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-

    kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler

    terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler

    terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan

    sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu sel epitel viseral

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    5/40

    5

    juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis

    glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi

    seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri

    atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan

    lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitelparietal yang

    gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut

    dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler

    pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi

    membentuk bulan sabit ( crescent). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa

    seluler, fibroseluler atau fibrosa.5

    Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :

    1.

    glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar

    korteks.

    2. glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian

    dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan

    merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan slut.1

    Gambar 3. Bagian-bagian nefron6

    Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai penyaring.

    Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang

    mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran basal

    glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel dengan

    mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.1,2

    Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :

    http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-3.jpg
  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    6/40

    6

    1. Lamina dense yang padat (ditengah)

    2. Lamina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel

    3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel1

    Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan

    sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-

    tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A. Pori-

    pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel mesangial

    dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian medial dinding

    kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran

    dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui

    fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-saluran intraseluler ke regio

    jukstaglomerular.1

    Gambar 4. Kapiler gomerulus normal

    Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus

    menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel

    endotel,membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion negatif

    yang kuat. Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-sulfat) dan

    glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam daragh relatif memiliki isoelektrik

    yang rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding

    kapiler gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.1

    http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-5.jpghttp://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-4.jpghttp://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-5.jpghttp://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-4.jpg
  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    7/40

    7

    Gambar 5. anatomi sistem ginjal

    6

    2.2. FISIOLOGI

    2.2.1. Filtarasi glomerulus

    Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding

    kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi

    plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat

    molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan

    globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum

    meningalkan ginjal berupa urin.1,2

    Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan

    penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron

    glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler

    glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.1

    SN GFR = Kf.(P-)

    = Kf.P.uf

    Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler glomerulus yang

    tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.

    Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler ditentukan oleh :

    tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)

    tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)

    http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-6.jpg
  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    8/40

    8

    tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus ( g)

    tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat tidak

    mengandung protein.1

    Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens kreatinin

    atau memakai rumus berikut:

    Harga k pada: BBLR < 1 tahun = 0,33

    LFG = k Tinggi Badan (cm) Aterm < 1 tahun = 0,45

    Kretinin serum (mg/dl) 112 tahun = 0,55

    2.3. DEFINISI

    Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus

    (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat

    infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit

    ini sering mengenai anak-anak.7

    Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap

    bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.

    Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam

    penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu

    mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanyakorelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit

    dan prognosis.3

    Sindrom nefritik akut (SNA) : suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria,

    hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria & hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara

    akut.2,5

    Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain :

    Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut

    Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria

    - Glomerulonefritis fokal

    - Nefritis herediter (sindrom Alport)

    - Nefropati IgA-IgG (Maladie de Berger)

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    9/40

    9

    - Benign recurrent hematuria

    Glomerulonefritis progresif cepat

    Penyakitpenyakit sistemik

    - Purpura Henoch-Schenlein (HSP)

    - Lupus erythematosus sistemik (SLE)

    - Endokarditis bakterial subakut (SBE)

    2.4. ETIOLOGI

    Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut pada streptococcus timbul setelah infeksi

    saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolitikus

    grup A tipe 1,3,4,12,18,25,4,9 sedangkan tipe 2,49,55,56,57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-

    14 hari setelah infeksi streptococcus, timbul gejala-gejala klinis.Infeksi kuman streptococcus

    beta hemolitikus ini mempunyai resikoterjadinya glomerulonefritis akut pasca streptococcus

    berkisar 10-15%.

    Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius

    bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,

    4,16,25,dan29.Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan

    pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya glomerulonefritis akut

    setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan

    meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.

    Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang

    10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada

    yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya.Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan

    umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kumanstreptococcus.Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut

    yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi

    ginjal.Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A

    disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus

    terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    10/40

    10

    (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang

    memburuk dengan cepat.

    Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus

    golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan

    pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit

    ini.Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat

    dikurangi.Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti keracunan

    timah hitam tridion, penyakitb amiloid, thrombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus

    eritematosus.

    2.5. PATOFISIOLOGI

    Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga

    terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur

    membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan

    bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam

    membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan

    yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis

    dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel

    mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus

    menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk

    oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-

    antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai

    bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan

    cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.2

    Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi

    hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap

    di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada

    membran basalis glomerulus.11

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    11/40

    11

    Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator

    utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar

    dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau

    menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam

    kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada

    pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah

    atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop

    imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti

    IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat

    diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini

    terkadang dapat diidentifikasi.12,13

    Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh

    Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic.Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap

    IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah

    yang kemudian mengendap di ginjal.7

    Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya

    GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin

    ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem

    komplemen.

    7

    Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang

    dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan

    mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel

    endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks

    terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis

    difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek

    imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran

    basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam

    membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.12,13

    Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks

    imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari

    kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    12/40

    12

    cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding

    kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian

    mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat

    berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

    Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen

    bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik.

    Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan

    kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post

    steroptokokus.1,2

    Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan

    adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan

    hipotesis sebagai berikut :

    1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis

    glomerulus dan kemudian merusaknya.

    2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan

    autoimun yang merusak glomerulus.

    3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen

    antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis

    ginjal.

    4

    2.6 EPIDEMIOLOGI

    GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur

    5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan

    pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki

    laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan

    adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku

    atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi

    meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya

    tidak sehat.3,6,7,8,11

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    13/40

    13

    2.7. GEJALA KLINIS

    GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di

    bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran pernapasan akut

    (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu

    pada pioderma. Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA

    terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.

    Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala

    yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun

    epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria

    mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.

    GNAPS simtomatik

    1. Periode laten :

    Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi

    streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu

    umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu

    didahului oleh infeksi kulit/piodermi.

    Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang

    dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi dari

    glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schenlein atau Benign

    recurrent haematuria.

    2. Edema

    Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang

    pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edemapalpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di

    daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom

    nefrotik.

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    14/40

    14

    Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan

    lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi,

    karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada

    siang dan sore hari atau setelah melakukan kegiatan fisik. Hal ini terjadi karena gaya

    gravitasi. Kadang- kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru

    diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan. Edema bersifat pitting sebagai

    akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan interstisial yang dalam waktu

    singkat akan kembali ke kedudukan semula.

    3. Hematuria

    Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS,4,5 sedangkan hematuria

    mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia

    mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik

    berkisar 84-100%.1

    Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian

    daging atau berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul

    dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung

    sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya

    menghilang dalam waktu 6 bulan.

    Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun

    secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap

    lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir

    ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya

    glomerulonefritis kronik.

    4. Hipertensi

    Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar

    mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama

    dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada

    kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg).

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    15/40

    15

    Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang

    teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan

    ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit

    kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang-kejang. Penelitian multisenter

    di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi berkisar 4-50%.1

    5. Oliguria

    Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin

    kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau

    timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul

    dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada

    akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan

    adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.

    6. Gejala Kardiovaskular

    Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang

    terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi

    akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi

    walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan

    karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi

    hipervolemia.

    a. Edema paru

    Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan

    sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologik.

    Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar

    ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang

    umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran

    klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak

    diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti

    dan jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,5-

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    16/40

    16

    85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama

    dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan

    radiologik toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan efusi pleura. Tingginya kelainan

    radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik dilakukan dengan posisi Postero Anterior

    (PA) dan Lateral Dekubitus Kanan (LDK).

    Suatu penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan efusi pleura 81,6%, sedangkan

    Srinagar da Pondy Cherry mendapatkan masing- masing 0,3% dan 52%.1 Bentuk yang

    tersering adalah bendungan paru. Kardiomegali disertai dengan efusi pleura sering

    disebut nephritic lung. Kelainan ini bisa berdiri sendiri atau bersama-sama. Pada pengamatan 48

    penderita GNAPS yang dirawat di departemen Anak RSU. Wahidin Sudirohusodo dan RS.

    Pelamonia di Makassar sejak April 1979 sampai Nopember 1983 didapatkan 56,4% kongesti

    paru, 48,7% edema paru dan 43,6% efusi pleura. Kelainan radiologik paru yang ditemukan

    pada GNAPS ini sering sukar dibedakan dari bronkopnemonia, pnemonia, atau

    peradangan pleura, oleh karena adanya ronki basah dan edema paru. Menurut

    beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya lebih cepat terjadi, yaitu

    dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada bronkopnemonia atau pneumonia diperlukan waktu

    lebih lama, yaitu 2-3 minggu. Atas dasar inilah kelainan radiologik paru dapat membantu

    menegakkan diagnosis GNAPS walaupun tidak patognomonik. Kelainan radiologik paru

    disebabkan oleh kongesti paru yang disebabkan oleh hipervolemia akibat absorpsi

    Na dan air.

    7. Gejala-gejala lain

    Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia.

    Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria

    makroskopik yang berlangsung lama.14

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    17/40

    17

    Gambar 6. proses terjadinya proteinuria dan hematuria

    2.8 Gambaran Laboratorium

    Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik

    ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik,

    leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-

    lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal

    seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya

    proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total

    hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi

    C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.

    Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.1,4,7

    Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus

    dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan

    dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal

    kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada

    glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung

    lebih lama.2,12

    Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit.

    Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen

    sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,

    ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh

    karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin

    O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun

    http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal-8.jpg
  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    18/40

    18

    beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap

    lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus

    menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi

    antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada

    awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan

    secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.1,3,7

    Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks

    imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak

    perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1

    2.9 Diagnosis

    Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya

    kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

    Gejala-gejala klinik :

    1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan

    gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas

    GNAPS.4,5

    2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO

    (meningkat) & C (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria

    & proteinuria.

    3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus hemolitikus

    grup A.

    Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria

    mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS.

    14

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    19/40

    19

    2.10 Diagnosis Banding

    GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :

    1.Hematuria berulang dengan glomerulonefritis fokal (IgA Nefropati)

    Hematuria berulang yang asimptomatis, tanpa penurunan fungsi ginjal

    Timbunan IgA di gromeruli

    2.Hematuria berulang ringan

    3.Purpura Henoch-Schonlein

    4.Gromerulonefritis progresif

    5.Sindroma nefrotik1,5

    2.11 Penatalaksanaan

    Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.

    1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu

    untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir

    menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya

    penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

    2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi

    beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus

    yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman

    penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis

    seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini

    sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg

    BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan

    eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.

    3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah

    garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan

    makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka

    diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian

    cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    20/40

    20

    jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus

    dibatasi.

    4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk

    menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala

    serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07

    mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya

    reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat

    parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

    5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah

    dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan

    usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat

    dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat

    dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

    6. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini

    pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak

    berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).

    7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11

    2.12 Komplikasi1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat

    berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan

    uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang

    lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum

    kadang-kadang di perlukan.

    2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat

    gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan

    spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

    3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung

    dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,

    melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas

    dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    21/40

    21

    4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang

    menurun.1,3,4,7

    2.13 Prognosis dan Pemantauan

    Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan

    penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis

    akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya

    sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum,

    kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen

    serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat

    selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.1,12

    Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus yang

    terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat

    baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang

    persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.

    1,4,12

    Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria)

    pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi

    tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritisakut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis

    penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih

    dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh

    karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-

    kapiler dan gagal ginjal kronik.1,4,12

    Pemantauan

    Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung

    1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala- gejala seperti edema, hematuria,

    hipertensi dan oliguria mulai menghilang, sebaliknya gejala-gejala laboratorium menghilang

    dalam waktu 1-12 bulan.

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    22/40

    22

    Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan bahwa hematuria mikroskopik

    terdapat pada rata-rata 99,3%, proteinuria 98,5%, dan hipokomplemenemia 60,4%. Kadar C3

    yang menurun (hipokomplemenemia menjadi normal kembali sesudah 2 bulan. Proteinuria dan

    hematuria dapat menetap selama 6 bln1 tahun. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan biopsi

    ginjal untuk melacak adanya proses penyakit ginjal kronik. Proteinuria dapat menetap hingga 6

    bulan, sedangkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga 1 tahun.

    Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau proteinuria yang

    berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan untuk pengamatan

    setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih terdapat hematuria mikroskopik

    dan atau proteinuria, pengamatan diteruskan hingga 1 tahun atau sampai kelainan tersebut

    menghilang. Bila sesudah 1 tahun masih dijumpai satu atau kedua kelainan tersebut, perlu

    dipertimbangkan biopsi ginjal.14

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    23/40

    23

    BAB III

    PEMBAHASAN KASUS

    1.1Status Pasien

    Identitas

    Nama : An. G

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Umur : 12 tahun

    Agama : Islam

    Suku bangsa : Jawa

    Alamat : Lemah Kembar, Sumberasih Probolinggo

    Nama ayah : Tn.U (40tahun)

    Nama ibu : Ny.E (38tahun

    Tanggal masuk : 9 Juni 2014 pukul 12.00wib

    Tanggal keluar : 17 Juni 2014

    Anamnesa

    Keluhan utama : bengkak pada mata dan kaki setelah bangun tidur

    Riwayat penyakit sekarang :

    Pasien datang dengan keluhan bengkak pada wajah dan kaki setiap bangun pagi sejak 3

    hari yang lalu. Pasien juga mengatakan perut kembung sejak 3 hari yang lalu. Panas

    sejak hari 4 hari yang lalu, panas naik turun, dan panas tinggi cenderung pada malam

    hari. Batuk pilek sejak 3 hari yang lalu, batuknya berdahak dan pasien sesak. Nafsu

    makan berkurang, minum sedikit, dan tidak ada muntah. BAB lancar, BAK sedikit dan

    berwarna kemerahan seperti teh.

    Riwayat penyakit dahulu :

    Dahulu tidak pernah sakit seperti ini. Sewaktu umur 7bulan pernah MRS karena kejang

    demam.

    Riwayat penyakit keluarga :

    Di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini, riwayat asma (+), riwayat allergi (-)

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    24/40

    24

    Riwayat psikososial:

    Pasien suka makan mie instan mentah dan makan masako

    Riwayat alergi dan pengobatan :

    Alergi makanan (-) & obat (-).

    Riwayat imunisasi :

    Imunisasi lengkap

    Riwayat kelahiran dan perkembangan

    Lahir di bidan, umur kehamilan 9bulan, berat badan lahir 3500gram

    Pemeriksaan Fisik

    Keadaan umum : lemah

    Kesadaran : kompos mentis

    Antropometri :

    BB : 27 kg

    TB : 138 cm

    BBI : 32 kg

    Status gizi : 83% mild malnutrion

    Vital sign :TD : 140/100mmhg

    N : 100x/menit

    RR : 28x/menit

    Suhu : 37,70C

    Akral : hangat

    Status generalis :

    Kepala-leher

    a/i/c/d : -/-/-/+

    odema preorbital : +

    PCH : +

    Pembesaran KGB : -

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    25/40

    25

    Thorax

    Dada : simetris

    Retraksi : + (subcosta)

    Jantung

    Paru : suara nafas vesikuler

    Rhonki : +/+ wheezing : -/-

    Abdomen

    Distended (+)

    Bising usus menurun

    Asites (+)

    Hepatomegali (-)

    Splenomegali (-)

    Genetalia : normal

    Ekatremitas

    Akral : hangat

    Odema

    CRT

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    26/40

    26

    - Odema paru

    - Pneumonia

    - Infeksi saluran kemih

    Diagnosis : Glomerulonefritis Akut dengan Odema Paru

    Laboratorium :

    Darah lengkap

    Cek kadar kolesterol

    Urine lengkap

    Renal Function Test

    Albumin

    ASTO

    Radiologi :

    Foto thorax AP

    Terapi :

    O2 via nasal 2 Lpm

    Bedrest

    Diet rendah garam

    Furosemid 1amp iv

    Hasil Lab tanggal 09-06-2014

    Lab :

    Albumin : 2,2 mg/dl

    ASTO : negative

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    27/40

    27

    Darah lengkap

    - Diff count : 2/-/10/80/5/3

    - Hb : 11,0 g/dl

    - Leukosit : 17.340/cmm

    - HCT : 34%

    - Trombosit : 253.000/cmm

    Fungsi hati (LFT)

    - Alkali fosfatase : 153 U/I

    - Billirubin direct : 0,20 mg/dl

    - Billirubin total : 0,60 mg/dl

    - SGOT : 46 U/I

    -

    SGPT : 26 U/I

    RFT

    - BUN : 40,0 mg/dl

    - Creatinin : 1,5 mg/dl

    - UA : 10,8

    Urine Lengkap

    - Albumin : +2

    -

    Reduksi : -- Urobilin : -

    - Bilirubin : -

    - Leukosit : Banyak (0-1)

    - Eritrosit : Banyak (0-1)

    - Epithel : banyak (0-1/LP)

    - Kristal : -

    - Silinder : -

    -

    Lain-lain : leko (+)2

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    28/40

    28

    Foto thorax AP

    10/6 /14

    Foto thorax AP

    Cor : ukuran normal

    Pulmo : infiltrat (-)

    Sinus costophrenicus kanan kiri tajam

    Kesimpulan : normal

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    29/40

    29

    12/06/14

    Foto thorax AP

    Cor : ukuran normal

    Pulmo : konsolidasi pada suprahillus sampai pericardia kanan

    Sinus costophrenicus kanan kiri tajam

    Kesimpulan intersisial lung odem

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    30/40

    30

    Follow up

    Tgl 10/6/2014 (Ruang Mawar) 11/6/2014(Ruang Mawar) 12/6/2014 (Ruang Mawar)

    S Perut masih kembung

    Muka pasien masih bengkak

    tangan dan kaki pasien masih bengkak Batuk berdahak

    Pilek

    Panas -

    masih sesak,

    Makan mau sedikit

    minum sedikit

    Tidak muntah

    Kencing tidak lancar berwarna

    kemerahan,

    BAB lancer

    UP 350cc

    Perut masih kembung

    Muka pasien masih bengkak ,

    tangan dan kaki pasien masihbengkak

    Batuk berdahak, masih sesak

    Pilek

    panas

    Makan sedikt

    Minum sedikit

    Tidak muntah

    Kencing lancar sedikitberwarna kemerahan

    UP 7000cc

    BAB lancar

    Perut masih kembung

    Muka pasien masih bengkak , tangan

    pasien masih bengkak tapi sudah berkur

    Batuk berdahak, masih sesak

    panas

    Makan mau

    Minum sedikit

    Tidak muntah

    Kencing berwarna kemerahan

    UP: 700 cc

    BAB lancar

    O KU: lemah

    Kesadaran : Composmentis Tanda vital :

    TD : 120/90mmHg

    N : 74x/menit

    RR : 28x/menit

    Suhu : 36,6C

    Kepala Leher

    a/i/c/d-/-/-/+

    PCH (+)

    Edema wajah

    KGB(N)

    Faring (N)

    Thorax

    Simetris kanan/kiri,Retraksi (+) subcostal

    Jantung : Bising jantung +

    Paru: suara nafas vesikuler +/+

    Ronchi (+/+)Wheezing (-/-)

    Abdomen-Distensi (+)-Bising usus +

    menurun, pembesaran hepar (-)

    Splenomegali (-)

    Ekstremitas Akral hangat CRT 380C, sakit kepala,

    gelisah malaise, penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare, batuk, sesak. Pada

    pemeriksaan fisiknya didapatkan retraksi dada, takipneu, pernafasan cuping hidung, sianosis,

    rhonki basah halus. Sedangkan pada pasien ini selain ada batuk, pilek, panas yang cenderung

    pada malam hari, sesak, nafsu makan menurun, pernafasan cuping hidung, retraksi dada

    subcosta, dan rhonki juga di dapatkan odema preorbital, asistes, odema tungkai, frekuensi

    buang air kecil yang berkurang dan air kencing berwarna kemerahan maka dari itu diagnose

    banding pneumonia dapat di singkirkan.

    Sedangkan diagnosa banding urinary tract infection juga dapat disingkirkan. Dalam

    teori urinary tract infection dikatakan beberapa gejala yaitu nyeri perut/pinggang, panas tanpa

    diketahui sebabnya, tak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih

    berbau dan berubah warna. Pada pemeriksaan urine yang dilakukan yaitu dengan biakan

    urine porsi tengah ditemukan. Pada pasien ini tidak ada keluhan nyeri perut/pinggang, panas

    tanpa tau sebabnya, tidak dapat menahan kencing, polakisuria, air kemih berbau, pada pasien

    ini hanya terjadi frekuensi buang air kecil yang berkurang dan air kencing yang berubah

    warna. Pada pemeriksaan urin lengkap didapatkan hasil Albumin +2, Reduksi Urobilin

    negative, Bilirubin negative, Leukosit Banyak (0-1) Eritrosit Banyak (0-1) Epithel banyak (0-

    1/LP), Kristal, Silinder -.

    Pada pemeriksaan penunjang ditemukan pada pasien ini Hb 11g/dl Hb pada pasien ini

    sedikit menurun, Leukosit 17.340/cmm kadar leukosit pada pasien ini terjadi peningkatan

    yang menunjukkan adanya infeksi pada pasien, HCT 34% terjadi penurunan kadar HCT,

    Trombosit 253.000/cmm masih dalam batas normal, Cholesterol 155 mg/dl kadar kolesterol

    pada pasien ini, RFT (BUN) 40 BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali, creatinin

    1,5mg/dl, UA 10,8. Dari pemeriksaan darah ditemukan keadaan pasien yang sedang

    mengalami infeksi.

    Pada pemeriksaan urine lengkap pasien ini terdapat Albumin +2, Reduksi Urobilin

    negative, Bilirubin negative, Leukosit Banyak (0-1) Eritrosit Banyak (0-1) Epithel banyak (0-

    1/LP), Kristal, Silinder -. Dapat disimpulkan dalam pemeriksaan urine lengkap pada pasien

    ini masuk dalam kriteria glomerulonefritis akut. Pada pemeriksaan kadar ASTO pasien ini

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    35/40

    35

    ditemukan kadar ASTO negatif, sedangkan pada teori dikatakan bahwa diagnose

    glomerulonefritis akut ditemukan pemeriksaan kadar ASTO ASTO > 100 kesatuan Todd.

    Pada teori Glomerulonefritis dikatakan pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya

    proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita,

    kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular,

    eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan

    kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis,

    hiperfosfatemia dan hipokalsemia.Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan

    gejala sindroma nefrotik

    Pada pemeriksaan radiologi pada pasien ini ditemukan adanya odema paru, terjadinya

    edema paru pada pasien ini disebabkan oleh gangguan sirkulasi berupa dispnea,ortopnea

    terdapatnya ronkhi basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan

    saja disebabkan spasme tekanan darah , melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya

    volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang

    menetap dan kelainan miokardium. Penatalaksanaannya adalah diberikan golongan diuretik,

    diuretik diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Diuretik yang diberikan

    pada pasien ini adalah Furosemide 2 x1 amp/hari. Diuretikum dulu tidak diberikan pada

    glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemide (lasix) secara intravena

    (1mg/kgBB/kali).

    Diagnosis pada pasien ini adalah glomerolonefritis akut dengan odema paru,

    penatalaksanaan pada kasus ini dengan bedrest, diet rendah garam, memberikan terapi

    suportif seperti furosemid untuk mengurangi odema, ambroxol untuk mengurangi batuk,

    terapi kausatif diberikan antibiotika yang sesuai dengan penyebabnya.

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    36/40

    36

    BAB III

    KESIMPULAN

    Telah dirawat anak G, 12 tahun, masuk dengan keluhan utama bengkak pada wajah saat

    bangun pagi dan di diagnosis glomerulonefritis akut dengan odema paru. Terapi pada pasien ini

    di berikan terapi suportif dan kausatif. Terapi suportif diberikan yaitu Furosemide 1x1g, terapi

    antibiotika yang sesuai Ceftriaxone 2 x 1 g ,memberikan edukasi pada pasien untuk diet rendah

    garam serta menjaga kebersihan dari pasien sehingga terhindar dari infeksi. Pasien pulang pada

    tanggal 17 Juni 2014 dalam keadaan baik.

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    37/40

    37

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC,

    Jakarta.2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839,

    Infomedika, Jakarta.

    3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut

    pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.

    4. http://www/.5mcc.com/Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th

    , 2009.

    5. http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g

    lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed April 8th

    , 2009.

    6.

    Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II,

    274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.

    7. Donna J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.

    Accessed April 8th

    , 2009.

    8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th

    , 2009.

    9. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_Klarifika

    siHistopatologik.html.Accessed April 8th

    , 2009.

    10.

    http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak

    .html.Accessed April 8th

    , 2009.

    11.http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html.Accessed April 8th

    , 2009.

    12.http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html.Accessed April 8th

    ,

    2009.

    13.http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG.Accessed April 8th

    ,

    2009.

    14.Rauf, Syarifuddin, et all, 2012. Konsesus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.

    Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta

    http://www/.5mcc.com/http://www/.5mcc.com/http://www/http://www/http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.htmlhttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.htmlhttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.htmlhttp://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPGhttp://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPGhttp://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPGhttp://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPGhttp://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.htmlhttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_KlarifikasiHistopatologik.htmlhttp://www/http://www/.5mcc.com/
  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    38/40

    38

    DISKUSI

    1. Mengapa kadar ASTO pada pasien ini negative sedangkan pada teorinya kadar ASTO

    pada pasien glomerulonefritis akut kadar ASTOnya >100 kesatuan Tood?

    Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk-produk

    ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti

    antistreptolisin O (ASTO), antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD

    Nase-B). Titer ASTO merupakan reaksi serologis yang paling sering diperiksa, karena

    mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan kombinasi titer

    ASTO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya

    infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14

    sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan

    mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASTO jelas meningkat pada GNAPS

    setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASTO bisa normal atau tidak

    meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid atau pemeriksaan dini

    titer ASO. Sebaliknya titer ASTO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga

    karena adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodyterhadap streptokokus sehingg infeksi streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus

    menyebabkan titer ASTO meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat

    setelah infeksi melalui kulit.

    2. Bagaimana bisa terjadi komplikasi odema paru pada pasien glomerulo nefritis akut?

    Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau

    miokarditis, tetapi ternyata dala klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada

    hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena

    hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi

    hipervolemia. Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    39/40

    39

    sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologic.

    Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas,sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar

    ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang

    umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran

    klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak

    diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti dan

    jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,5-

    85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama

    dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan

    radiologik paru yang ditemukan pada GNAPS ini sering sukar dibedakan dari

    bronkopnemonia, pnemonia, atau peradangan pleura, oleh karena adanya ronki basah dan

    edema paru. Menurut beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya

    lebih cepat terjadi, yaitu dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada bronkopnemonia atau

    pneumonia diperlukan waktu lebih lama, yaitu 2-3 minggu. Atas dasar inilah kelainan

    radiologik paru dapat membantu menegakkan diagnosis GNAPS walaupun tidak

    patognomonik. Kelainan radiologik paru disebabkan oleh kongesti paru yang disebabkan

    oleh hipervolemia akibat absorpsi Na dan air.

    3.

    Bagaimana mekanisme terjadinya hipertensi encefalopati?

    Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang

    disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan

    kejang-kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi

    berkisar 4-50%. Gejala dini hipertensi ensefalopati yang merupakan gejala prodromal,

    terjadi 12-48 jam sebelumnya adalah keluhan sakit kepala yang makin lama makin hebat,

    mual, muntah, dan gangguan penglihatan seperti kabur dan diplopia bahkan sampai buta

    sementara. Selanjutnya terjadi mental confusion, penurunan kesadaran yang makin berat,

    kejang umum atau fokal.Defisit neurologik fokal dapat dijumpai misalnya hemiparesis,

    afasia, refleks asimetri, dan nistagmus. Gejala neurologik fokal tersebut bersifat

    sementara. Bila kelainan tersebut menetap, maka diagnosis hipertensi ensefalopati

    dipertanyakan. Timbulnya hipertensi ensefalopati tidak hanya ditentukan oleh derajat

  • 5/20/2018 Lapsus Gna Ayu

    40/40

    40

    hipertensi tapi juga oleh kecepatan peningkatan tekanan darah. Pada penderita hipertensi

    kronk, hipertensi ensefalopati (HE) timbul pada tingkat hipertensi ang lebih tinggi karena

    telah ada pergeseran autoregulasi pembuluh darah otak sedangkan pada anak yang

    normotensif gejala HE dapat timbul pada tingkat yang lebih rendah. Pemeriksaan

    funduskopi pada anak jarang memperlihatkan gambaran perdarahan maupun edema papil.

    Pemeriksaan punksi lumbal menunjukkan peninggian tekanan intrakranial tetapi

    komposisi cairan serebrospinal normal. Punksi lumbal tidak perlu dilakukan pada

    penderita HE kecuali bila dicurigai adanya perdarahan intrakranial. Pemeriksaan EEG

    dan foto kepala tidak membantu dalam menegakkan diagnosis HE tetapi bisa untuk

    menyingkirkan kelainan intrakranial yang lain. Dalam keadaan meragukan, pemeriksaan

    CT-Scan dan MRI dapat membantu diagnosis HE walaupun penggunaannya masih sangat

    terbatas. Pasien dengan gejala hipertensi ensefalopati memerlukan terapi anti hipertensi

    yang agresif. Anak yang datang dengan krisis hipertensi dimana tekanan darah meningkat

    tinggi secara tiba-tiba (>160/120 mmHg), diberi Calsium Channel Blocker (Nifedipin

    Sublingual) yang diberikan dengan dosis 0,1 mg/kgBB, dinaikkan 0,1 mg/kgBB/kali

    setiap 5 menit pada 30 menit pertama. Lalu setiap 15 menit pada 1 jam pertama,

    selanjutnya setiap 30 menit sampai tekanan darah stabil. Bila sudah stabil, diberikan

    Nifedipin rumat 0,2- 1 mg/kgBB/hari 3-4 x. Pengobatan lini kedua adalah pemberian drip

    Klonidin 0,002 mg/kgbb/8 jam dalam 100 ml Glukosa 5% (maksimal 0,006 mg/kgbb/8jam), ditambah Lasix 1 mg/kgbb/kali intravena dan Captopril oral 0,3 mg/kgbb/kali

    (maksimal 2 mg/kgbb/kali) 2-3 kali/hari. Bila tekanan darah sudah stabil, drip Klonidin

    dihentikan, Captopril tetap dilanjutkan. Dalam melakukan evaluasi penderita hipertensi

    ensefalopati perlu diingat bahwa yang terpenting adalah secepatnya menurunkan tekanan

    darah penderita. Tahapan penanggulangan hipertensi ensefalopati adalah menurunkan

    tekanan darah secepatnya dengan obat anti hipertensi parenteral atau oral dan bila

    hipertensi telah dapat diatasi dan telah stabil, pemberian obat parenteral segera diteruskan

    dengan obat per oral, mencari dan menanggulangi kelainan organ target yang lain

    misalnya kelainan jantung kongestif, dan menanggulangi etiologi hipertensi.