Upload
delsa-andrika
View
16
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Membaca Salah Satu Aspek Keterampilan Berbahasa
Citation preview
HAKEKAT MEMBACA
Pendahuluan
Membaca menduduki posisi serta peran yang sangat penting dalam
konteks kehidupan umat manusia, terlebih pada era informasi dan
komunikasi seperti sekarang ini. Membaca juaga merupakan sebuah
jembatan bagi siapa saja dan dimana saja yang berkeinginan merih
kemajuan dan kesuksesan, baik di lingkungan dunia persekolahan
maupun di dunia pekerjaan. Oleh karena itu para pakar sepakat bahwa
kemahiran membaca membaca (reading literacy) merupakan conditio
sine quanon (prsayarat mutlak) bagi setiap insan yang ingin beroleh
kemajuan. Meskipun demikian untuk memperoleh kemahiran membaca
yang layak bukanlah perkara yang gampang. Mengapa demikian? Salah
satu jawabannya karena faktor-faktor yang melingkupinya sangat
kompleks. Atau dengan perkataan lain banyak hal yang mempengaruhi
terwujudnya salah satu aspek keterampilan berbahasa tersebut.
Apa sesungguhnya peranan membaca dalam kehidupan itu? Apa
pengertian dan hakikat membaca itu? Unsur-unsur apa saja yang terlibat
dalam setiap kegiatan atau proses membaca itu? Kemudian faktor-faktor
apa yang mempengaruhi kemampuan membaca seseorang? Serta
bagaimana supaya meningkatkan minat baca kepada para siswa kita.
Lewat modul 1 ini kita akan mencoba membongkar seputar persoalan
tersebut.
Dengan demikian setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan
dapat memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas seputar hal-ihwal
membaca sebagaimana dikemukakan diatas. Secara lebih rinci yakni
Anda diharapkan dapat:
1. menjelaskan peranan, pengertian dan proses membaca,
2. menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
membaca,
3. menjelaskan upaya meningkatkan minat baca.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam mepelajari modul
ini Anda disarankan untuk memulai membaca setiap konsep, definisi,
uraian dan contoh yang terdapat pada bagian awal setiap kegiatan
belajar. Jika anda menemukan kata atau istilah-istilah yang sulit silahkan
Anda buka bagian glosarium. Jika Anda telah memahami bagian tersebut,
kerjakan bagian latihan dengan penuh kesungguhan. Usahakan anda
jangan dulu melihat rambu-rambu jawaban sebelum Anda kerjakan
selurun bagian latihan tersebut. Jika Anda belum berhasil menjawab
dengan benar semua soal latihan perhatikan baik-baik sekali lagi
petunjuk jawaban latihan. Jika Anda menganggap perlu, silahkan baca
kembali konsep, uraian dan contoh sehubungan jawaban latihan ini. Akan
tetapi jika Anda telah berhasil menjawab sebagian besar soal latihan
tersebut silahkan Anda lanjutkan mengerjakan tes formatif.
Dalam mengerjakan tes formatif sebaiknya Anda jawab dahulu
semua soal yang ada, baru kemudian Anda mencocokannya dengan kunci
jawabannya. Sebelum Anda beralih pada kegiatan belajar selanjutnya
Anda harus merasa yakin bahwa Anda telah berhasil memahami seluruh
isi kegiatan belajar yang sudah Anda pelajari tersebut serta seluruh
latihan-latihannya. Yang perlu Anda catat, bahwa model soal-soal tes
formatif yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar akan sama dengan
model soal-soal yang terdapat pada ujian akhir semester (UAS) mata
kuliah ini. Dengan demikian bila Anda sudah terbiasa mengerjakan tes
formatif yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar dengan sebaik-
baiknya maka Anda akan mempunyai modal yang cukup besar saat
menghadapi UAS nanti.
1 PERANAN, PENGERTIAN DAN PROSES MEMBACA
Peranan Membaca
Bahwa membaca memegang peranan yang sangat penting dalam
kehidupan umat manusia tampaknya sudah kita pahami bersama.
Meskipun demikian untuk memberikan wawasan serta perspektif yang
lebih luas kepada Anda mari kita simak cerita berikut ini.
Dalam sebuah kesempatan Prof. Leo fay (1980) mantan presiden IRA
(International Reading Asociation) pernah meyakinkan para koleganya
dengan sebuah kalimat yang berbunyi, To read is to possess a power for
transcending whatever physical human can muster. Kemudian
Hartoonian salah seorang politikus AS diwawancarai oleh seorang
wartawan ihwal apa yang harus dilakukan bangsa Amerika untuk
mempertahankan supremasinya sebagai negara adidaya yang disegani
oleh bangsa-bangsa lain di kolong langit ini. Hartoonian menjawab, If me
want to be a super power we must have individuals with much higher
levels of literacy (jika kita menginginkan menjadi bangsa adidaya kita
harus memiliki lebih banyak lagi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan yang tinggi dalam hal litearsi (baca-tulis).
Berlebihankah ucapan Leo Fay dan Hartoonian tersebut? Sebagian
orang boleh jadi akan menganggapnya demikian. Mungkin mereka akan
bertanya apa hubungan membaca dengan kedigjayaan suatu bangsa atau
kualitas seorang manusia? Namun hika kita kaji masalah tersebut secara
mendalam sesungguhnya ucapan keduanya sangatlah realistis. Mengapa?
Sebab bagi masyarakat yang hidup dalam babakan pasca industri, atau
yang lazim disebut era sumber daya manusia, atau erasibernatika seperti
sekarang ini, kemahiran membaca dan menulis atau yang lazim disebut
literacy memang telah dirasakan sebagai conditio sine quanon alias
prasyarat mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Sebagai sebuah bukti, konon para ahli ekonomi telah membuat
prakiraan bahwa kehidupan perekonomian mendatang akan menemukan
sumber kekuatannya pada kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan suatu
sumber daya yang hanya ada pada manusia, yakni daya nalarnya. Sebab
daya nalar tersebut merupakan sumber utama yang dimiliki oleh manusia
untuk berkreasi dan beradaptasi agar mereka mampu memacu kehidupan
dalam jaman teknologi yang semakin canggih dan berkembang ini. Nalar
manusia hanya akan berkembang secara maksimal jika ia diasah melalui
pendidikan. Dan jantung dari pendidikan adalah kegiatan berliterasi atau
kegiatan baca tulis. Dengan demikian dalam konteks perekonomian era
pasca industri mendatang, di mana sumber daya manusia (human
resources) merupakan tiang penyangga utamanya, kemahiran baca tulis
yanglayak merupakan prasyarat mutlak bagi siapa saja dan bangsa mana
saja yang memimpin kemajuan dan kejayaan. Tanpa adanya kemahiran
tersebut, betapa kaya rayanya sumber daya alam (nature resources) yang
dimiliki oleh suatu bangsa misalnya hal itu akan sulit mengangkat derajat
bangsa tersebut ke pentas percaturan dunia serta dapat diperhitungkan
oleh bagnsa-bangsa lain.
Kalau kita rajin membolak-balik buku-buku sejarah mengenai
pasang surut perjalanan peradaban bangsa-bangsa di dunia ini
sesungguhnya penjelasan Leo Fay serta Hartoonian diatas bukan hal yang
luar biasa. Hampir semua fakta sejarah membuktikan bahwasannya tidak
ada bangsa manapun di dunia ini yang berhasil mencapai puncak-puncak
kebudayaannya yang tidak ditopang oleh budaya literasi masyarakatnya.
Contoh yang paling actual mengenai fenomena tersebut yakni bangsa
Jepang. Sebelum bangsa Jepang melakukan gerakan Restorasi Meiji, di
mana mereka melakukan terjemahan besar-besaran terhadap buku-buku
ilmu pengetahuan dan teknologi dan mengupayakan budaya baca-tulis
kepada masyarakatnya pada sekitar paruh abad ke-18, bangsa Jepang
hampir tidak pernah memperhitungkan keberadaannya oleh bangsa-
bangsa lain di dunia ini. Tetapi setelah mereka melakukan gerakan
tersebut dan masyarakat telah memiliki tingkat literasi yang merata
hanya dalam tempo kurang dari satu abad bangsa Jepang akhirnya
muncul sebagai salah satu kekuatan baru yang sangat diperhitungkan
keberadaannya sekaligus disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini.
Atau sebagian orang menyebutnya Jepang merupakan negara Asia Timur
yang menjadi catur (pembicaraan-red) dunia.
Ihwal peran literasi sebagai penopang utama kemajuan umat
manusia tersebut juga disitir oleh para pakar antropologi budaya. Mereka
mengatakan bahwa budaya literasi merupakan sesuatu yang memegang
peranan penting dalam merentas kemajuan penghidupan dan ketinggian
kebudayaan umat manusia. Oleh karena itu untu mengukur sejauh mana
ketinggian peradaban suatu bangsa kita dapat kita dapat melihatnya
dari sejauh mana bangsa tersebut pernah mengalami persentuhan
dengan aktivitas litersi atau kegiatan baca-tulisnya. Atau tegasnya untuk
melihat apakah bangsa itu telah memiliki peradaban yang tinggi, sedang
atau primitif kita dapat melihatnya dari aktivitas literasi (baca-tulis)
yang dilakukan oleh bangsa tersebut. Semakin tinggi aktivitas literasi
suatu bangsa maka secara hipotesis akan semakin tinggi pula tingkat
peradaban bangsa tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah
aktivitas literasinya maka akan semakin rendah pula tingkat peradaban
mereka.
Roijakers (1980), salah seorang pakar pendidikan, mengaitkan
peranan litersi dengan pengembangan karier seseorang. Menurutnya
hanya melalui kegiatan berlitersi yang layaklah orang akan dapat
mengembangkan diri dalam bidangnya masing-masing secara maksimal
serta akan selalu dapat mengikuti perkembangan baru yang terjadi.
Dengan perkataan lain kedudukan kemahiran berliterasi pada abad
informasi seperti sekarang ini sesungguhnya serta kesejahteraan
penghidupannya.
Dalam tulisannya Membaca Cepat Menjawab Tantangan Abad
Informasi (1987), Soedarso, menyatakan bahwasanya dengan gencarnya
arus informasi seperti sekarang ini tuntutan untuk membaca akan
semakin besar pula. Padahal waktu yang tersedia akan semakin terbatas.
Oleh karena jika pada jaman ini orang tidak memiliki kemahiran
membaca yang layak maka dirinya akan mudah terombang-ambingkan,
bahkan akan tergilas oleh arus informasi tersebut. Ahmadsslamet
Harjasujana (1988) juga menyinggung ihwal peran kemahiran membaca
ini sebagai prasyarat bagi bangsa Indonesia untuk dapat mewujudkan
cita-cita kemerdekaannya.
Secara lengkap beliau berujar, Jika kita memimpikan Nusantara ini
sebagai negara kerta raharja, gemah ripah repah rapih, baldatun
toyyibatun wa robbun ghafur, maka rakyat Nusantara dituntut untuk
menjadi masyarkat yang literal, yakni masyarakat yang menjadikan
aktivitas baca-tulis sebagai bagian dari budaya hidupnya. Mengapa?
Karena keterampilan membaca merupakan katalisator atau penghantar
yang sangat ampuh untuk mendayagunakan sumberdaya manusia
Indoensia yang jumlahnya demikian dahsyat, yang kini belum dapat
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Dalam dunia pendidikan kemahiran berliterasi juga merupakan hal
yang sangat fundamental. Mengapa demikian? Sebab selain semua proses
belajar sesungguhnya didasarkan atas kegiatan membaca dan menulis
juga hanya dengan melalui kegiatan literasi membaca dan menuliskan
kita dapat menjelajahi luasnya dunia ilmu yang terhampar luas dari
berbagai penjuru dunia dan dari berbagai babakan jaman. Menurut
William D. Baker bahwa 85% kegiatan belajar di perguruan tinggin
meliputi membaca. Dengan perkataan lain, kemahiran baca-tulis
merupakan batu loncatan bagi kebersilan seorang di sekolah dan dalam
kehidupan selanjutnya di masyarakat.
Mengomentari betapa pentingnya kaitan antara literasi dengan
dunia persekolahan tersebut, secara tamsil Andre Morois, salah seorang
sastrawan kondal asal Perancis mengatakan bahwa pada hakekatnya
salah satu tugas atau misi penting kehadiran dunia persekolahan dari
mulai SD hingga PT/universitas yakni mengantarkan para peserta
didiknya agar kelak mereka mampu membuka pintu perpustakaan
sendiri alias manusia yang mencetak manusia-manusia yang
berkebudayaan literasi (baca-tulis). Dan jika dunia sekolah tidak mampu
merealisasikan misi tersebut, ujar Moris, maka proses bersekolah pada
dasarnya boleh dianggap sebagai hal yang mubazir atau sia-sia.
Ihwal peran mebaca dalam konteks dunia pendidikan ini marilah
kita simak salah satu bagian lain dari pidato pengukuhan guru besar Prof.
Ahmadslamet Harjasujana:
Tujuan Pendidikan Nasional yang telah ditetapkan oleh MPR dan
kemudian dituangkan dalam GBHN kita itu sesungguhnya hanya akan
tercapai jika masyarakat Indoensia telah berliteral. Sebab hanya
masyarakat yang memiliki kebudayaan literatlah atau masyarkat yang
melek wacana, yang akan sanggup menyerap dan menganalisis,
kemudian membuat sintesis dan evaluasi tentang informasi yang tercetak
sebelum dirinya mengambil keputusan menurut kemampuan nalar dan
intuisinya. Hanya masyarakat yang literatlah yang mampu menjadi
masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
berbudi perkerti luhur, berkepribadian, bekerja keras dan berkualitas,
tangguh dan bertanggungjawab, mandiri, cerdas dan terampil serta
sehat jasmani dan rohaninya.
Kemudian dalam bagian lain dari pidatonya beliau juga
menyatakan:
Sehubungan hal itu maka program-program pendidikan guru
seyogyanya diperpanjang waktunya dan ditingkatkan kualitasnya. Guru
yang dapat memberikan bantuan yang tepat dan efektif kepada para
siswa yang ditugasi membaca materi untuk bidang studi yang khusus
ialahpara guru bidang studi itu sendiri. Oleh karena itu seyogyanya para
guru bidang studi perlu membekali diri dengan berbagai kompetensi
pengajaran membaca yang relevan jika mereka benar-benar
menghendaki anak-anak didik mencapai prestasi yang diharapkan. Itu
berarti mata kuliah keterampilan membaca perlu diajarkan kepada
seluruh mahasiswa calon guru.
Pengertian dan Proses Membaca
Apa yang dimaksud dengan membaca? Jawaban atas pertanyaan
tersebut akan sangat luas dan beragam, bergantung dari sudut mana kita
hendak meninjaunya. Para pakar hingga saat ini umumnya masih
memberikan batasan yang berbeda-beda. Seperti diakui oleh William
(1984:2), hingga saat ini menurutnya para pakar masih bersilang
pendapat dalam memberikan definisi membaca yang benar-benar akurat.
Meskipun demikian menurutnya ada satu yang disepakati oleh seluruh
pakar ihwal membaca, yakni bahwasannya unsur yang harus ada
dalamsetiap kegiatan membaca yakni pemahaman (understanding).
Sebab kegiatan membaca yang tidak disertai dengan pemahaman
bukanlah kegiatan membaca.
Anderson (1972:209) secara singkat dan sederhana mencoba
mendefinisikan embaca sebagai proses kegiatan mencocokan huruf atau
melafalkan lambing-lambang bahasa tulis atau reading is a recording and
decoding process. Tetapkah pengertian membaca seperti itu?
Jawabannya bisa ya bisa juga tidak. Bagi Budi yang masih duduk dikelas 1
SD misalnya, pengertian membaca semacam itu sudah bisa dikatakan
tepat. Alasannya karena ketika dia melakukankegiatan membaca dia
hanya terbtas mengemukakan atau membunyikan rangkaian lambang-
lambang bahasa tulis yang dilihatnya; dari huruf menjadi kata, kemudian
menjadi frasa, kalimat dan seterusnya. Perkara apakah dirinya mengerti
atau tidak arti atau makna dari seluruh rangkaian lambang-lambang
bahasa tulis tersebut tidak begitu menjadi persoalan benar. Kegiatan
membaca semacam itu tentunya merupakan level yang paling rendah.
Selain itu pengertian tersebut mengisyaratkan seakan-akan proses
membaca merupakan proses yang pasif belaka.
Bagi anak-anak SD kelas 2 keatas pengertian membaca sebagaimana
disebutkan oleh Anderson di atas tentunya sudah tidak dapat
dipertahankan lagi. Sebab tuntutan pada level mereka ketika mereka
melakukan kegiatan proses membaca adalah pemahaman. Atau dengan
perkataan lain saat mereka harus dapat memahami maksud atau tujuan
arti lambang-lambang bunyi bahasa tulis yang dibacanya. Oleh karena itu
Finnochiaro dan Bonomo (1973:119) mencoba mendefinisikan membaca
sebagai proses memetik serta memahami arti atau makna yang
terkandung dalam bahasa tulis (reading is bringing meaning to and
getting meaning from printed or witten material).
Kedua jenis kegiatan membaca tersebut oleh para pakar membaca
umumnya digolongkan sebagai kegiatan membaca literal. Artinya,
pembaca hanya menangkap informasi yang tercetak secara literal
(tampak jelas) dalam bacaan atau informasi yang ada dalam baris-baris
bacaan (reading the lines). Pembuka tidak lagi menangkap makna yang
lebih dalam lagi yaitu makna di balik baris-baris tersebut. Membaca
semacam ini masih mencerminkan sebagai kegiatan yang pasif.
Pengertian membaca yang sebagaimana diaktakan oleh Finnochiaro
dan Banomo di atas untuk anak-anak SLTP ke atas tampaknya sudah tidak
tepat lagi. Mengapa demikian? Jawabannya karena bagi mereka ketika
membaca bukan hanya dituntut untuk memahami informasi-informasi
yang tersurat saja tapi juga yang tersirat. Atau sebagaimana dikatakan
oleh Goodman (1967:127) bahwa ketika seseorang membaca bukan hanya
sekedar menuntut kemampuan mengambil dan memetik makna dari
materi yang tercetak melainkan juga menuntut kemampuan menyusun
konteks yang tersedia guna membentuk makna. Oleh karena itu
membaca dapat kita definisikan sebagai kegiatan memetik makna atau
pengertian bukan hanya dari deretan kata yang tersurat saja (reading
the lines), melainkan juga makna yang terdapat di antara baris (reading
between the lines), bahkan juga makna yang terdapat dibalik deretan
baris tersebut (reading beyond the lines). Dalam kajian membaca jenis
membaca semacam ini digolongkan kedalam membaca kritis serta
membaca kreatif. Selain itu dalam prosesnya kegiatan membaca ini juga
tidak lagi pasif melainkan sebagai proses yang aktif.
Dengan demikian dalam tataran yang lebih tinggi membaca bukan
hanya sekedar memahami lambing-lambang bahasa tulis belaka
melainkan pula berusaha memahami, menerima, menolak,
membandingkan dan meyakini pendapat-pendapat yang dikemukakan
oleh si pengarang. Oleh karena itu Thorndike mengatakan bahwa proses
membaca itu tak ubahnya dengan proses ketika seseorang sedang
berpikir atau bernalar (reading as thinking or reading as reasoning).
Dengan perkataan lain membaca merupakan proses yang menuntut
pembaca melakukan pertukaran ide dengan penulis melalui teks. Atas
dasar pijakan tersebut Ahmadslamet Harjasujana (1987:36) mengatakan
bahwa membaca dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan komunikasiu
interaktif yang memberi kesempatan kepada pembaca dan penulis untuk
membawa latar belakang, dan hasrat masing-masing.
Sekali lagi pengertian atau definisi membaca itu banyak sekali
ragamnya. Oleh karena yang penting bagi kita bukan menghafalkan
aneka definisi-definisi tersebut. Yang lebih penting bagi kita ialah
memahami alasan-alasan yang melatarbelakangi dari definisi-definisi
mereka itu.
Kemudian membaca bukanlah merupakan proses yang pasif
melainkan aktif. Artinya seorang pembaca harus dengan aktif berusaha
menangkap isi bacaan yang dibacanya tidak boleh hanya menerimanya
saja. Oleh karena itu seorang pakar bahasa mengibaratkan proses
membaca itu bagaikan proses menangkap bola dalam sebuah permainan
bola basket, dan bukannya proses menerimanya bingkisan lebaran
misalnya.
Sebagaimana kita maklumi seorang pemain basket yang baik harus
berusaha memperhatikan gerakan-gerakan bola yang lemparkan, baik
oleh kawan maupun lawan main. Terkadang dia harus lompat kanan
lompat kiri untuk dapat menangkap. Bola akan akan tertangkap dengan
baik kemudian menggiring dan memasukannya ke dalam keranjang
basket. Begitu pula halnya dengan kegiatan membaca. Pembaca harus
berusaha menangkap pesan yang terdapat dalam bacaannya secar aktif,
setelah itu memahami lebih lanjut isi yang terdapat di dalamnya, dan
kalau perlu mengomentarinya. Jadi tidak begitu saja menerima seluruh
pesan yang disampaikan seperti halnya saat menerima bingkisan lebaran
tadi.
Selanjutnya proses membaca juga tidak selamanya identik dengan
proses mengingat. Membaca bukan harus hafal kata demi kata atau
kalimat demi kalimat yang terdapat dalam bacaan. Yang lebih penting
ialah menangkap pesan atau ide pokok bacaan dengan baik.
a. Membaca sebagai suatu proses psikologis
Yang dimaksud dengan membaca sebagai proses psikologis yakni
bahwasannya kesiapan dan kemampuan membaca seseorang itu
dipengaruhi serta berkaitan erat dengan faktor-faktor yang bersifat
psikis seperti motivasi, minat, latar belakang sosial ekonomi, serta oleh
tingkat perkembangan dirinya, seperti intelegensi dan usia mental
(mental age).
b. Membaca sebagai proses sensoris
Membaca itu pada awalnya merupakan proses sensoris, yakni
dimulai dari melihat (bagi mereka yang matanya normal) atau meraba
(bagi mereka yang tuna netra). Stimulus masuk lewat indera
penglihatan, mata. Pada tingkat awal anak-anak menunjukkan
kemampuan yang secara umum sekali disebut membaca. Para saat
permulaan itu anak mulai sadar bahwa tanda lambang-lambang tersebut
itu dirangkai-rangkaikan maka akan tersusunlah suatu pembicaraan.
Kapankah anak-anak telah memiliki kesiapan penglihatan untuk
memulai membaca buku? Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada
umumnya anak mempunyai kesiapan penglihatan untuk membaca pada
usia 5-6 tahun. Pada usia tersebut anak dianggap telah memiliki
kompetensi koordinasi binakular, persepsi yang dalam pemfokusan
pengaturan dan pengubahan perasaan secara bebas. Akan tetapi pada
usia tersebut karena anak merupakan pribadi-pribadi dengan pola
kepribadian yang berbeda dalam pertumbuhan dan perkemvanannya kita
harus memiliki pengetahuan-pengetahuan yang layak tentang hal-hal
yang pantas diperhatikan.
Kelemahan penglihatan yang umum diderita anak-anak ialah
kekeliruan kesipian (refrective eror), yakni kondisi mata yang tidak
dapat terpusat. Salah satu jenis keliru sipi itu adalah hipermetropia,
atau pandangan jauh. Untuk mengetahui kelemahan tersebut sekolah
harus menyediakan alat uji penglihatan. Hal lain untuk mengatasi hal ini
ialah dengan jalan membawa para siswa secara teratur ke poliklinik
terdapat untuk diperiksa kesehatan matanya. Guru yang baik tidak akan
memberi tugas kepada anak-anak menderita penglihatan semacam ini
untuk membaca benda-benda yang terlalu dekat atau menyuruhnya
membaca dalam waktu yang terlalu lama secara terus-menerus. Jenis
sipi yang kedua ialah myopia atau pandangan dekat. Penderita myopia
tidak sebanyak hipermetropia pada permulaan pengajaran membaca dan
akibat yang ditimbulkannya pun tidaklah begitu parah. Sedangkan eror
refraktif ketiga ialah astigmatisme. Penderita cacat penglihatan ini
mempunyai jarak pandang yang tidak sama untuk kedua bola matanya.
Boleh jadi salah satu bola matanya menderita miopi sedangkan bola
mata satu laginya menderita hipermetropik.
Meskipun penyakit-penyakit tersebut tidak pernah dimasukan ke
dalam faktor yang ikut serta menimbulkan ketidak mampuan membaca,
namun jelaslah peranannya sebagai faktor yang ikut serta menimbulkan
gangguan dalam membaca serta ketidakbetahan, keteganan dan
rendahnya minat untuk melakukan kegiatan membaca.
Anak-anak yang merupakan pembaca pemula harus mampu
mendengarkan kesamaan di antara bunyi-bunyi huruf yang terdapat
dalam setiap kata, mendeteksi kata-kata yang mulai berakhir dengan
bunyi yang sama, mendeteksi irama dan sejenisnya. Hal yang perlu
diperhatikan oleh para guru ialah bahwa bila seorang anak kehilangan
daya dengarnya namun masih mempunyai untuk belajar membaca,
kemampuan mencari kompensasi, dan bahan pengajaran yang
diselaraskan, dia tidak akan memenuhi kesulitan dalam penguasaan
bahan bacaannya itu. Kalaupun ada kesulitan, hal tersebut tidak akan
menjadi rintangan baginya. Sebaliknya seorang anak yang mempunyai
cacat pendengaran yang tidak seberapa bisa saja akan menemui
kegagalan dalam penguasaan bacaannya jika dia tidak memiliki motivasi
yang tinggi, tidak memiliki tingkat kepercayaan diri, dan tidak
mendapatkan pengajaran yang layak.
c. Membaca sebagai proses perceptual
Proses perceptual dalam membaca mempunyai kaitan yang erat
dengan proses sensoris. Oleh karena itu Anda harus waspada untuk tidak
mempertukarkannya. Seperti halnya dalam proses sensoris, secara umum
persepsi dimulai dari melihat, mendengar, mencium, mengecap, dan
meraba. Namun demikian dalam proses membaca cukup hanya
memperhatikan kedua hal yang pertama, yakni melihat dan mendengar.
Vernon (!962) memberikan penjelasan bahwa proses perceptual
dalam membaca itu terdiri atas empat bagian:
1) kesadaran akan rangsangan visual;
2) kesadaran akan persamaan pokok untuk mengadakan klasifikasi umum
kata-kata;
3) klasifikasi lambing-lambang visual untuk kata-kata yang ada di dalam
kelas yang umum;
4) identifikasi kata-kata yang dilakukan dengan jalan menyebutkannya.
Meskipun Vernon bermaksud memperuntukkan langkah-langkah
tersebut dapat diterapkan pada persepsi auditoris. Pada umumnya orang
sepakat bahwa persepsi itu mengandung stimulus asosiasi makna dan
interpretasinya berdasarkan pengalaman tentang stimulus itu serta
respon yang menghubungkan makna dengan stimulus atau lambing.
Seperti yang pernah kita singgung, langkah pertama ialah stimulus
seringkali disalah artikan sebagai keseluruhan persepsi. Kekeliruan
semacam itu mudah dikenal dengan jalan mencamkan bahwa stimulus itu
sendiri sesungguhnya tidak mempunyai makna. Kita tidak memperoleh
makna dari lambing atau bunyi itu, tetapi kita membawa makna
kepadanya. Sebagai contoh, kalau kita melihat sebuah titik hitampada
selembar kertas makna titik hitam tersebut sesungguhnya tidak
mempunyai makna apa-apa bagi kita. Akan tetapi jika titik hitam itu
tampak di akhir deretan kata-kata yang membentuk kalimat maka ia
baru mempunyai makna, yakni tanda berhenti. Jika titik hitam itu
diletakkan pada sebuah peta, boleh jadi kita akan
menginterpretasikannya sebagai letak sebuah kota, jika dalam konteks
kode morsetitik hitam itu boleh jadi akan dimaknai sebagai huruf e atau
mungkin merupakan tanda lambing vokal dalam bahasa orang Yahudi.
Jadi jika kita tidak pernah dapat mengasosiasikan sebuah titik hitam itu
dengan makna apapun maka titik hitam itu tidak akan pernah bermakna.
Fungsi utama stimulus, sesuai dengan namanya ialah meminta.
Bagian terpenting dari stimulus ialah kemampuannya mengisolasikan dan
membedakan berbagai stimuli. Sebelum anak dapat merespons
perbedaan antara huruf b dan d, maka ia harus terlebih dahulu
mengetahui beda keduanya itu. Sebaliknya pengenalan terhadap b yang
berbeda dengan d, atau bunyi /b/ yang berbeda dengan bunyi /d/
tidaklah memberikan makna apapun. Meskipun yang demikian itu
merupakan persepsi, bagi anak hanyalah merupakan masukan permulaan
yang mempermudah proses pengenalan dan identifikasi.
Untuk mengembangkan kemampuan membacanya anak harus pula
dapat memodifikasi dan menghubungkan pengalamannya dengan
stimulus-stimulus yang ada dalam konteks dan lingkungan yang sedang
dialaminya. Dengan kata lain pada setiap anak haruslah terjadi semacam
mediasi atau pengalihan pengalaman.
Persepsi itu sesungguhnya merentang di antara batas-batas daerah
yang sangat luas, mulai dari daerah-daerah yang kongkret sangat nyata
dan khusus hingga ke daerah-daerah yang abstrak atau tidak jelas batas-
batasnya. Pada daerah itulah sebenarnya kita harus mengasah
kemampuan anak-anak agar dapat menggeneralisasikan, menganalisis,
menyintesis dan sebagainya.
Persepsi seorang anak dalam membaca berpengaruh dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya. Antara lain
oleh kebudayaan, pengalaman, emosi, kematangan bahkan kepribadian
anak yang bersakutan. Dengan demikian seyogyanyalah anak-anak sudah
terlebih dahulu memiliki banyak pengalaman sebelum dirinya pertama
kali mengenal huruf, kata dan kalimat dalam wacana. Semakin luas dan
bervariasi pengalaman seorang anak akan semakin luas dan semakin
terbuka kesempatan baginya untuk mengembangkan konsep-konsep dan
memperbaiki persepsinya. Misalnya melalui kegiatan karyawisata,
permainan bersama, cerita, gambar dan seterusnya.
Membaca Sebagai Proses Perkembangan
Membaca itu pada dasarnya merupakan suatu proses perkembangan
yang terjadi sepanjang hayat seseorang. Kita tidak tahu kapan
perkembangannya itu mulai dan kapan akan berakhir. Meskipun
membaca itu merupakan proses perkembangan gerakannya tidaklah
berada dalam jarak-jarak yang beraturan dan tidak tentu waktunya.
Seorang anak bisa berdiri pada usia tujuh bulan, berjalan pada usia
delapan bulan dan lari pada usia sembilan bulan. Kemampuan yang
demikian teratur jaraknya itu tidak dapat kita harapkan terjadi pada
setiap anak. Demikian juga untuk perkembangan kemampuan membaca,
guru harus mempunyai kejelian dalam memperhatikan kemajuan setiap
anak didiknya.
Kemajuan kemampuan membaca pada umumnya memang bergerak
tarataur, namun keistimewaan-keistimewaan tertentu bisa terjadi pada
setiap anak. Masalah yang dihadapi setiap anak ada yang bersifat
problematik dan ada pula yang bersifat alami; anak yang tidak dapat
membaca karena belum cukup matang akan meminta kesabaran guru
untuk menanti dia sampai pada tingkat kematangannya. Kesiapan anak
didik itu harus dikembangkan pada setiap taraf perkembangan
kemampuannya. Dan setiap perkembangan baru itu sesungguhnya
merupakan kelanjutan dari perkembangan sebelumnya. Oleh karena itu
untuk menjamin adanya kesiapan anak pada tingkat perkembangan yang
berikutnya guru harus betul-betul menyiapkan kesiapan anak tersebut
pada taraf sebelumnya.
Dalam upaya mencamkan membaca sebagai proses perkembangan
ada dua hal yang harus mendapat perhatian guru. Pertama, guru harus
selalu sadar bahwa membaca merupakan sesuatu yang diajarkan dan
bukan sesuatu yang terjadi secara insidental. Tidak ada seorang anak
yang dapat membaca dengan jalan melihat orang lain membaca
misalnya. Membaca juga bukanlah merupakan proses instinktif; membaca
merupakan proses yang dipelajari yang pemerolehannya akan sangat
bergantung dari upaya yang dilakukan dan prosedur yang dijalani.
Hal kedua yang patut diperhitungkan oleh para guru ialah keyakinan
bahwa membaca bukanlah suatu objek melainkan suatu proses. Guru
tidak boleh memiliki pandangan mata pelajaran yang dikelolanya itu
sebagai sebuah tujuan akhir, melainkan sebagai alat untuk mencapai
suatu tujuan. Oleh karena itu mata pelajarannya harus menarik dan
layak. Dengan demikian membaca harus dipandang sebagai suatu alat
dan bukan sebagai suatu tugas. Anak yang dapat menguasai berbagai
tingkatan proses membaca akan merasakan membaca sebagai sumber
pertolongan terpenting dalam menghadapi segala persoalan dalam
kehidupan kesehariannya.
Membaca Sebagai Proses Perkembangan Keterampilan Berbahasa
Membaca merupakan salah satu dari empat komponen keterampilan
berbahasa, yakni menyimak, berbicara dan menulis (Tarigan, 1980).
Sebagai suatu keterampilan sebagaimana keterampilan-keterampilan
lainnya, keterampilan membaca hanya akan dapat dicapai dengan baik
jika disertai dengan upaya latihan yang sungguh-sungguh. Bentuk-bentuk
latihan dapat dilakukan per aspek atau per komponen keterampilan
tertentu atau dapat pula secara sekaligus langsung mempraktikannya.
Sifat proses perkembangan keterampilan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Keterampilan tersebut bersifat objektif
Salah satu hal yang mula-mula kita sadari meneliti proses
perkembangan keterampilan membaa itu ialah bahwa perkembangan
keterampilan membaca itu bersifat objektif. Hal tersebut dipandang
objektif karena dalam perkembangannya tidak tergantung pada materi,
metode, ataupun tingkatan-tingkatan akademis.
2. Keterampilan itu mempunyai sifat berlanjut
Meskipun keterampilan itu terikat pada tingkatan kelas anak,
namun kaitannya tetap tampak. Ini tidak berarti bahwa Anda harus
mengajarkan konsonan awal sebelum mengajarkan konsonan akhir, tanda
titik sebelum tanda tanya, atau membaca fakta sebelum membaca
untuk mencari ide tama. Anak akan mampu mencari materi sumber
secara mandiri setelah mereka menguasai keterampilan-keterampilan
prasyarat.
3. Keterampilan itu dapat digeneralisasikan
Disamping objektif dan bertahap, keterampilan itu bersifat
tergeneralisasikan. Keterampilan dasar dalam membaca dapat
digeneralisasikan sehingga anak yang telah dapat menguasai
keterampilan tersebut dituntut untuk dapat menerapkannya kapan saja
dan di mana saja jika situasi dan kondisi menghendaki
penggeneralisasian itu. Jika anak telah dapat menguasai cara memahami
kata secara mandiri, maka baginya tidak akan merupakan masalah dalam
memahami kata tersebut di mana pun kata tersebut diposisikan dalam
sebuah tataran kalimat, baik dalam konteks ilmu matematika, fisika,
kimia biologi, dan seterusnya.
Latihan
Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda tentang materi yang
terdapat dalam kegiatan belajar ini kerjakan secara berpasangan latihan
berikut ini!
1. Buktikan bahwa membaca memegang peran yang sangat penting
dalam konteks kehidupan umat manusia abad ini!
2. Hal apakah yang harus ada dari definisi membaca itu seperti yang
dinyatakan oleh William?
Petunjuk Jawaban Latihan
Jika Anda telah selesai, periksalah latihan Anda dengan
memperhatikan rambu-rambu berikut ini!
1. Sebagai sebuah bukti, konon para ahli ekonomi telah membuat
prakiraan bahwa kehidupan perekonomian mendatang akan
menemukan sumber kekuatanya pada kegiatan-kegiatan yang
bertalian dengan suatu sumber daya yang ada pada manusia, yakni
daya nalar tersebut merupakan sumber utama yang dimiliki oleh
manusia untuk berkreasi dan beradaptasi agar mereka mampu
memacu kehidupan dalam jaman teknologi yang semakin canggih
dan berkembang ini. Nalar manusia hanya dan hanya akan
berkembang secar maksimal jika ia diasah melalui pendidikan.
Dengan demikian dalam perekonomian pada era pasca industri
mendatang, dimana sumber daya manusia (human resource)
merupakan tiang penyangga utamanya, kemahiran baca-tulis yang
layak merupakan prasyarat mutlak bagi siapa saja dan bangsa mana
saja, yang memimpikan kemajuan dan keberjayaan. Tanpa adanya
kemahiran tersebut, betapa kaya rayanya sumber daya alam
(nature resources) yang dimiliki oleh suatu bangsa misalnya hal itu
akan sulit mengangkat derajat bangsa tersebut bangsa tersebut ke
pentas percanturan dunia serta dapat diperhitungkan oleh bangsa-
bangsa lain.
2. Yakni pemahaman (understanding). Kegiatan membaca yang tidak
disetai dengan pemahaman bukanlah kegiatan membaca.
Rangkuman
Bagi masyarakat yang hidup dalam babakan pasca industri, atau
yang lazim disebut era sumber daya manusia, atau era sibermatika
seperti sekerang ini, kemahiran membaca dan menulis atau yang lazim
disebut literacy memang telah dirasakan sebagai conditio sine quanon
alias prasyarat mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sebagai
sebuah bukti, konon para ahli ekonomi telah membuat prakiraan bahwa
kehidupan perekonomian mendatang akan menemukan sumber
kekuatannya pada kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan suatu sumber
daya yang hanya ada pada manusia, yakni daya nalarnya. Sebab daya
nalar tersebut merupakan sumber utama yang dimiliki oleh manusia
untuk berkreasi dan beradaptasi agar mereka mampu memacu kehidupan
dalam jaman teknologi yang semakin canggih dan berkembang ini. Nalar
mausia hanya dan hanya akan berkembang secara maksimal jikaia diasah
melalui pendidikan. Dan jantung dari pendidikan adalah kegiatan
berliterasi atau kegiatan bata-tulis. Dengan demikian kedudukan
kemahiran berliterasi pada abad informasi seperti sekarang ini
sesungguhnya merupakan modal utama bagi siapa saja yang berkehendak
meningkatkan kemampuan serta kesejahteraan penghidupannya.
Dalam dunia pendidikan kemahiran berliterasi juga merupakan hal
yang sangat fundamental. Sebab selain semua proses belajar
sesungguhnya didasarkan atas kegaitan membaca dan menulis juga hanya
dengan melalui kegaitan literasi membaca dan menulislah kita dapat
menjelajahi luasnya dunia ilmu yang terhampar luas dari berbagai
penjuru dunia dan dari berbagai babakan jaman. Dengan demikian dunia
pendidikan dan persekolahan memiliki tugas untuk mengupayakan
kehadiran salah satu aspek keterampilan berbahasa ini kepada para
siswanya.
Meskipun demikian mengupayakan keterampilan membaca memang
bukanlah persoalan yang sederhana. Hal ini karena membaca merupakan
proses yang sangat kompleks. Selain itu merupakan proses sensoris
membaca juga merupakan proses psikologis, proses perkembangan,
proses keterampilan berbahasa. Banyak definisi yang telah dikemukakan
oleh para pakar tentang membaca. Meskipun demikian hal yang harus
ada dalam kegiatan membaca yakni unsur pemahaman (understanding).
Sebab kegiatan membaca yang tidak disertai dengan pemahaman
bukanlah kegiatan membaca.
Tes Formatif
Petunjuk : Untuk soal-soal no. 1-3 pilihlah satu jawaban yang paling
tepat A, B, C, atau D)!
1) Salah satu faktor yang sangat penting yang akan mengantarkan
keberhasilan umat manusia dalam bidang ekonomi pada abad
informasi dan teknologi canggih seperti sekarang ini ialah kepemilikan
sumber daya ..
A. alam
B. ekonomi
C. manusia
D. politik
2) Pada tataran yang lebih rendah membaca didefinisikan sebagai proses
kegiatan mencocokkan lambing-lambang bunyi bahasa. Pendapat ini
dikemukakan oleh..
A. Anderson
B. Goodman
C. Finnochiaro
D. Bonnomo
3) Dibawah ini merupakan faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi
kemampuan membaca, kecuali...
A. motivasi
B. persepsi
C. konsisi sosial ekonomi
D. kondisi penglihatan
Petunjuk: Untuk soal no. 4-6, pilihlah:
A. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan keduanya menunjukkan
hubungan sebab akibat.
B. Jika pernyataan benar, alasan benar, tetapi antara keduanya tidak
menunjukkan hubungan sebab akibat.
C. Jika pernyataan benar, alasan salah atau jika pernyataan salah
alasan benar.
D. Jika pernyataan dan alasan salah.
4) Dalam dunia pendidikan kemahiran membaca merupakan hal yang
sangat penting
Sebab
Semua proses belajar hampir dapat dikatakan tidak mungkin
dilepaskan dari kegiatan membaca.
5) Disamping objektif dan bertahap, keterampilan membaca itu bersifat
tergeneralisasikan.
Sebab
Keterampilan dasar dalam membaca dapat digeneralisasikan sehingga
anak yang telah dapat menguasai keterampilan tersebut dituntut
untuk dapat menerapkannya kapan saja dan di mana saja jika situasi
dan kondisi menghendaki penggeneralisasian itu.
6) Pada awalnya membaca itu merupakan proses sensoris
Sebab
Proses sensoris ialah proses memberi makna terhadap kata-kata yang
dibaca.
Petunjuk: Untuk soal no. 7-10 pilihlah:
A. Jika (1) dan (2) benar.
B. Jika (1) dan (3) benar.
C. Jika (2) dan (3) benar.
D. Jika (1), (2), dan (3) benar.
7) Membaca merupakan proses interaksi ..
(1) antara penulis dan pembaca
(2) bersifat tidak langsung
(3) aktif dan rekreatif
8) Kesiapan membaca itu dimulai dari ..
(1) melihat bagi yang normal
(2) mendengar bagi yang tuli
(3) meraba bagi yang buta
9) Sebagai guru kita harus yakin bahwa ..
(1) keterampilan membaca itu harus diajarkan kepada para siswa
(2) keterampilan membaca bukanlah bawaan alami
(3) keterampilan membaca tidak terjadi dengan sendirinya
10) Persepsi seorang anak dalam membaca berpengaruh dan dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya. Antara lain ..
(1) kebudayaan dan pengalaman
(2) emosi dan kematangan
(3) kepribadian atau watak
Cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif 1 yang
terdapat pada bagian akhir modul ini! Hitung jumlah jawaban yang
benar, kemudian gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan Anda terhadap materi yang telah Anda pelajari!
Rumus:
Tingkat penguasaan = 10010
benar yang Andajawaban Jumlah
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai
90% - 100% = Amat baik
80% - 89% = baik
70% - 79% = cukup
< 70% = kurang
Jika Anda telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih. Anda
dapat melanjutkan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi jika tingkat
penguasaan Anda kurang dari 80% Anda harus kembali mempelajari
materi yang terdapat dalam kegiatan belajar ini, terutama bagian yang
belum Anda kuasai.
2
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN
MEMBACA
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemampuan membaca
seseorang? Sebelum kita membahas lebih jauh persoalan tersebut
sejenak mari kita tinjau terlebih dahulu ihwal landasan teoritis mengenai
belajar membaca ini.
Landasan teoritis mengenai belajar membaca sebenarnya tidak
berbeda dengan landasan teoritis mengenai belajar bahasa. Sebagaimana
kita ketahui dalam belajar bahasa terdapat tiga acuan pendekatan yang
biasa digunakan sebagai landasan-pijak bagi proses dan pendekatan
prosedural. Gagasan behavioristik tentang belajar bahasa terutama
didasarkan pada teori belajar yang menitikberatkan peran lingkungan,
baik verbal maupun non-verbal dalam pemerolehan hasil belajar. Artinya
proses penguasaan dan kemampuan berbahasa itu, khususnya bahasa
pertama, dikendalikan dari luar si pembelajar dan diperoleh sebagai
akibat adanya berbagai rangsangan yang disodorkan kepada sang
pembelajar dan diperoleh sebagai akibat adanya berbagai rangsangan
yang disodorkan kepada sang pembelajar melalui lingkungannya. Dalam
pandangan behavioristik anak dianggap sebagai penerima pasif dari
lingkungannya. Oleh karena itu mereka beranggapan bahwa proses
perkembangan bahasa sangat ditentukan oleh lamanya latihan yang
dilakukan oleh lingkungannya, khususnya apa yang dikenal dengan
stimulus-respons.
Gagasan mentalistik atau nativisik menekankan pada aspek
kapasitas bawaan (innate). Para pengusung aliran ini tidak memandang
penting pengaruh dari lingkungan sekitar si pembelajar. Sebaliknya
mereka beranggapan bahwa selama belajar bahasa pertama sedikit-demi
sedikit seorang pembelajar akan membuka kemampuan lingualnya yang
secara generic telah diprogramkan pada dirinya. Oleh karena itu para
pengikuti aliran ini lebih condong pada anggapan bahwa bahasa
merupakan pemberian secara biologis. Pemerolehan bahsa menurut
mereka terlalu kompleks dan mustahil dipelajari dalam waktu yang
singkat melalui peniruan. Jadi beberapa aspek penting yang menyangkut
sistem bahasa pasti sudah ada pada manusia secara ilmiah.
Sedangkan pendekatan prosedural mencoba menjembatani kedua
kubu ekstrim tersebut dengan memadukan interaksi antara faktor-faktor
internal dengan faktor-faktor eksternal dalam belajar bahasa. Artinya
proses penguasaan dan kemampuan berbahasa seseorang itu selain
ditentukan oleh faktor-faktor yang bawaan juga sangat ditentukan oleh
sejauh mana mereka mendapat latihan-latihan, khususnya lewat
kegiatan pembelajaran.
Dalam kaitannya dengan kegiatan belajar membaca ini, kubu-kubu
ekstrim sebagaimana disebutkan di atas nampak juga dari hasil-hasil
riset para pakar membaca. Yap (1978) misalnya melaporkan bahwa
kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh faktor kuantitas
membacanya. Tegasnya, kemampuan berbahasa seseorang itu sangat
ditentukan oleh pengaruh sejauh mana (lamanya) seseorang melakukan
aktivitas membaca. Ibarat seorang penerbang, semakin tinggi jam
terbang yang dimilikinya maka akan semakin piawai kemampuan
terbangnya, begitu pula sebaliknya. Untuk menguatkan pendapatnya itu
Yap melaporkan hasil penelitiannya ihwal perbandingan faktor-faktor
yang mempengaruhi kemampuan membaca tersebut sebagai berikut: 65%
ditentukan oleh banyaknya waktu yang digunakan untuk membaca, 25%
oleh faktor IQ, dan 10% oleh faktor-faktor lain berupa lingkungan sosial,
emosional, lingkungann fisik dan sejenisnya. Dengan demikian, menurut
Yap jika kita berniat untuk meningkatkan kualitas kemampuan membaca
seseorang maka perbanyaklah melakukan aktivitas membaca. Dengan
demikian Yap termasuk seorang pakar membaca yang beraliran
behavioristik, yakni yang meyakini bahwa pemerolehan kemampuan
membaca seseorang itu sebagian besar dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang berasal fari lingkungan.
Berbeda dengan Yap, Burmenister mengatakan bahwa kemampuan
membaca seseorang itu ditentukan oleh faktor intelegensinya (IQ). Hasil
riset yang dilakukan oleh Anderson dan Freeboddy (1981) secara implicit
dapat dikatakan menyokong pendapat Burmeister tersebut. Mereka
mengatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara IQ yang
dimiliki oleh seseorang dengan kemampuannya memahami membaca.
Smith dan Mc Ginnis (1982) juga mengatakan bahwa orang yang memiliki
intelegensi rata-rataa atau intelegensinya yang lebih baik cenderung
dapat menjadi pembaca-pembaca yang baik. Meskipun demikian mereka
tetap mengingatkan bahwa intelegensi bukanlah segalanya. Ia hanyalah
merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang dapat
mempengaruhi belajar membaca. Harris (1970) juga berpendapat bahwa
faktor yang terpenting dalam masalah kesiapan membaca ialah
kepemilikan intelegensi umum. Karena faktor tersebut merupakan angka
rata-rata lain sangat jelas. Witty dan Kopel pun mempunyai pendapat
serupa. Mereka berkesimpulan bahwa seseorang yang memiliki skor IQ di
bawah 25, biasanya tidak pernah mecapai kematangan mental yang layak
untuk belajar membaca; yang skor IQ-nya di bawah 50 akan mengalami
kesulitan dalam memahami materi bacaan yang abstrak dan materi-
materi lainnya yang sukar; dan mereka yang skor IQ-nya merentang di
antara 50 hingga 70 akhirnya akan mampu membaca juga, akan tetapi
kemampuannya itu tidak akan melebihi kemampuan peringkat keempat.
Jika ditinjau dari teori belajar di atas, para pakar tersebut termasuk
mereka yang beraliran mentalistik karena mereka beranggapan bahwa
kemampuan membaca itu sangat dipengaruhii oleh unsur-unsur yang
bersifat bawaan, yakni unsur intelensi tersebut.
Sedangkan Ebel (1972:35) berpendapat bahwa faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya kemampuan pemahaman bacaan yang
dapat dicapai oleh siswa dan perkembangan minat bacaannya tergantung
pada faktor-faktor berikut: (1) siswa yang bersangkutan,(2)
keluarganya,(3) kebudayaannya, dan (4) situasi sekolah. Begitu pula
Omagio (1984) berpendapat bahwa pemahaman bacaan bergantung pada
gabungan pengetahuan bahasa, gaya kognitif, dan pengalaman
membaca. Ahli lain seperti Alexander (1983-146) berpendapat bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pemahaman bacaan
meliputi program pengajaran membaca, kepribadian siswa, motivasi,
kebiasaan dan lingkungan sosial ekonomi mereka.
Ihwal kaitan status sosial ekonomi dengan kemampuan serta minat
membaca seorang anak ini Benson (1969) menyatakan bahwa
kemampuan serta minat membaca anak-anak yang berasal dari
masyarakat kelas sosial ekonomi rendah dapat mencapai 80%. Hal yang
sama juga dikatakan oleh Coleman (1940), serta Gough. Mereka
berkesimpulan anak-anak yang berasal dari status sosial ekonomi rendah
umumnya kemampuan membacanya juga rendah.
Burron Claybaugh (1977:25-35) mengatakan bahwa pada tahap-
tahap awal tingkat pencapaian kemampuan dan minat membaca
seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka namakan kesiapan
membaca (reading readness). Mereka mengajukan enam hal yang
dipandang penting dalam mempertimbangkan reading readness ini,
yakni:
(a) Kepemilikan fasilitas bahasa lisan (oral language facility);
(b) Latar belakang pengalaman (backround experience);
(c) Diskriminasi auditori dan visual (auditory & visual discrimination);
(d) Intelegensi (intelligence);
(e) Sikap dan minta (attitude and interest);
(f) Kematangan emosi dan sosial (emotional and sosial maturity).
Wolfguy Michel dan Sterhagel (dalam Zielparache (1979) mencoba
menggambarkan faktor-faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan
proses komunikasi membaca ini sebagai berikut:
TEKS PEMBACA
Konstruksi Kondisi
- Struktur bahasa
- Isi teks
- Cirri-ciri teks
- Cara penyusunan
- Aktualitas
- Hubungan konteks
- Kelompok masyarakat
- Kepribadian
- Lingkungan (umum,
khusus,
- Sosial, actual
- Tujuan
- Motivasi
INTERAKSI
HASIL
Keduanya mengatakan bahwa hasil dari kegiatan membaca
tersebut akan sangat tegantung pada sejauh mana teks dan kondisi
pembaca saling mempengaruhi, saling membantu. Dari penjelasan
tersebut tampak jelas bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan serta membaca seseorang itu pada hakikatnya tidaklah
tunggal. Mengapa demikian karena sebagaimana yang telah kita bahas
pada kegiatan belajar 2 pada dasarnya proses membaca sendiri
sesungguhnya tidaklah tunggal.
Kemudian dari sekian banyak pendapat mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi kemampuan serta minat membaca, agaknya
pendapat Pearson-lah yang dapat dianggapsebagai cermin dari
kesimpulan. Menurutnya faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
serta minat membaca dapat diklasifikasikan ke dalam dua katori, yakni
faktor-faktor yang bersifat intrisik (yang berasal dari dalam pembaca)
dan faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik (berasal dari luar pembaca).
Faktor-faktor instrinsik antara lain meliputi kepemilikan faktor-faktor
ekstrinsik dibagi menjadi dua katagori, yakni pertama, unsur-unsur yang
berasal dari faktor-faktor ekstrinsik dibagi menjadi dua kategori, yakni
pertama, unsur-unsur yang berasal dari dalam teks bacaan, dan kedua,
unsur-unsur yang berasal dari lingkungan baca. Katagori pertama
berkenaan dengan keterbacaan (readability) dan organisasi teks atau
wacana. Sedangkan katagori kedua berkenaan dengan fasilitas, guru,
model pengajaran dan lain-lain (Pearson, 1978 dalam Hafni, 1981: 2-3).
Selanjutnya Hafni juga mencoba merumuskan beberapa penyebab
kesulitan memahami bacaan ke dalam beberapa alasan. Rumus-rumus
yang digunakannya didasarkan pada pendapat Swan (1979) yang
berpandangan bahwa beberapa penyebab kesukaran memahami isi
bacaan berakar pada kebiasaan baca yang salah. Kebiasaan-kebiasaan
dimaksudkan meliputi:
(1) Terlalu banyak memperhatikan butir demi butir informasi sehingga
gagal memberi makna pada teks;
(2) Kurang memberi perhatian kepada detail, sehingga meskipun maksud
umum bacaan tertangkap secara utuh namun gagal dalam memahami
butir-butir tertentu; dengan demikian unsur-unsur kecil dalam
bacaan, seperti, kata hubung, kata ingkar, kata modal luput dari
perhatian pembaca;
(3) Terlalu imajinatif, terutama bila pembaca menganggap telah
mengetahui topik tertentu yang dibicarakan dalam bahan bacaan
atau mempunyai pendapat yang kuat tentang topik tersebut; dengan
demikian pembaca akan menafsirkan makna teks dari sudut
pengetahuan dan pengalamannya sendiri;
(4) Kalimat-kalimat yang tersaji di dalam teks mempunyai kompleksitas
yang tinggi; keruwetan sintaksis dapat menyebabkan kesulitan pada
pembacanya;
(5) Gaya penulisan yang bertipe mengulang-mengulang gagasan dengan
ungkapan-ungkapan dan kata-kata yang khusus juga dapat
menimbulkan kesulitan pada pembacanya;
(6) Gaya pengungkapan pokok pikiran penting secara tidak langsung yang
mengharuskan pembaca mengambil inferensi atas informasi-informasi
yang tidak tersurat dalam bacaan, juga dapat menimbulkan
kesulitan pada bacaannya;
(7) Penggunaan kata yang tidak akrab dengan pembacaanya juga
merupakan kendala bagi pemahaman bacaan.
Selain hal-hal di atas dalam konteks Indonesia beberapa faktor
lain yang juga merupakan faktor penyebab rendahnya kemampuan
membaca bangsa kita antara lain, pertama, tradisi kelisanan (orality)
masih menjadi semacam penyumbat dalam kantong memori linguistik
masyakat kita. Seperti kita tahu, secara histories-kultural masyarakat
kita mengantongi warisan budaya lisan atau budaya tutur yang memfosil.
Hampir berabad-abad lamanya perilaku komunikasi masyarakat kita lebih
banyak berlangsung dalam tataran yang serba melisan (omong-dengar)
ketimbang tradisi litersi (baca-tulis). Tradisi literasi sendiri konon baru
dikenal secara terbatas oleh bangsa kita sekitar paruh abad VIII, sebagai
akibat persentuhan dengan agama serta kebudayaan Hindu, Budha
kemudian Islam. Itu pun hanya hanya hadir pada sekelompokk kecil
masyarakat elit priyayi sebagai akibat didirikannya lembaga
persekolahan oleh kolonial Belanda sebagai pengejawantahan dari politic
etic. Dan baru setelah kita merdeka dan mendirikan sekolah-sekolah
kegiatan membaca dan menulis tersebut mulai menyentuh secara lebih
luas kepada masyarakat umum.
Jadi perkenaan masyarakat kita kegiatan membaca dan menulis
memang masih relatif baru. Padahal untuk mengubah tradisi lisan
menuju budaya literasi membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai
bahan perbandingan, masyarakat Eropa memerlukan waktu tidak kurang
dua abad untuk menjadikan kegiatan literasi sebagai bagian tradisi hidup
masyarakatnya, yakni dimulai dari zaman renesans yang kemudian
dilanjutkan dengan zaman industrialisasi. Begitu pula dengan proses
terbentuknya tradisi literasi pada bangsa Jepang, konon membutuhkan
waktu satu abad lamanya, yakni dimulai dari perancangan Restorasi
Meiji.
Kedua, akibat sistem persekolahan kita yang kurang memberikan
peluang yang cukup bagi hadirnya tradisi keberaksaraan (literacy) atau
tradisi membaca pada para peserta didik. Sebagaimana kita tahu, proses
pembejalaran yang dibangun dalam dunia persekolahan kita pada
umumnya lebih banyak berbasis dalam tataran lisan (guru terlalu banyak
menjadi pembicara dan murid terlalu banyak menjadi pendengar)
tinibang dalam tataran keberaksaraan (guru dan murid bersama menjadi
seorang pembaca dan penulis). Bahkan berbagai pendekatan yang
dipahami serta diperlakukan dalam perspektif kelisanan. Para guru pada
umumnya jarang mejadikan kegiatan membaca sebagai kerangka pijak
(frame of reference) pembelajaran yang ia lakukan kepada para
siswanya. Oleh karena itu secara anekdot dikatakan bahwa untuk dapat
sukses belajar di sekolah seorang siswa tidak dituntut harus terampil
atau banyak membaca buku, apalagi memilikinya. Cukuplah menjadi
pendengar yang baik-baik saja, sebab bukanlah transer ilmu yang
dilakukan oleh para guru tidak mengacu serta bersumber dari sejumlah
buku melainkan dari omongan sang guru yang disampaikan secara lisan?
Dengan kondisi semacam itu, sebagaimana dikemukakakn oleh Prof.
Ahmad Slamet Harjasuajana, tidak heran manusia-manusia yang
dihasilkan oleh persekolahan kita masih merupakan masyarakat yang
aliterat, yakni manusia-manusia yang bias membaca tetapi mereka
memilih untuk tidak membaca, karena memang kegiatan membaca
hanya sekedar kegiatan yang tidak terlalu mendapat penekanan utama
dalam dunia pendidikan kita.
Jika dihungkan dengan pembicaraan ihwal tiga aliran teori belajar
bahasa sebagaimana kita bicarakan pada awal pembahasan di atas, maka
dapat kita katakana bahwa pandangan-pandangan terakhir ini dapat kita
masukkan sebagai para pakar yang beraliran prosedural, yakni yang
beranggapan bahwa kemampuan membaca seseorang itu selain
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat intrinsic atau yang berasal
dari dalam diri si pembaca juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
bersifat ekstrinsik atau luaran.
Sebagai seorang guru sebaiknya kita berpihak pada pendapat yang
ketiga di atas. Sebab dengan demikian kita dapat mendudukan posisi
anak secara proposional. Betul bahwa anak memiliki kapasitas atau
potensi bahwaan, seperti IQ, yang sangat besar pengaruhnya terhadap
sukses tidaknya mereka memiliki aneka kemahiran, termasuk dalam hal
ini kemahiran membaca. Namun potensi bahwaan tersebut akan sulit
berkembang dengan baik jika tidak mendapatkan penempatan lewat
proses pembelajaran yang baik dan maksimal. Begitu pula sebaliknya,
walaupun sang anak telah mendapatkan tempaan proses pembelajaran
yang baik dan maksimal akan tetapi jika modal dasarnya kurang,
misalnya IQ-nya rendah sekali maka akan susah juga mendapatkan hasil
yang maksimal.
Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda tentang materi yang
terdapat dalam kegiatan belajar ini kerjakan secaraperpasangan latihan
berikut!
1. Jelaskan secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan membaca seseorang!
2. Mengapa kita sebagai guru sebaiknya berpihak kepada kaum
prosedural dalam melibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan seseorang itu?
Petunjuk jawaban latihan
Jika anda telah selesai, periksalah latihan Anda dengan
memperhatikan rambu-rambu berikut ini!
1. Yakni faktor-fakro yang bersifat intrinsic (yang berasal dari dalam
pembaca) dan faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik (berasall dari
luar pembaca). Faktor-faktor intrinsic antara lain meliputi
kepemilikan kompetensi bahasa, motivasi, dan kemmapuan
membacanya. Sedangkan faktor-faktor ekstrinsik di bagi menjadi dua
katagori, yakni unsur-unsur yang berasal dari dalam teks bacaan
(keterbacaan dan organisasi teks) dan kedua, unsur-unsur yang
berasal dari lingkungan baca (fasilitas, guru, model pengajaran dan
lain-lain).
2. Sebagai seorang guru sebaiknya berpihak pada pendapat kaum
prosedural yang berpandangan bahwa kemampuan membaca
seseorang itu selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat
instrinsik juga oleh faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik karena
dengan demikian kita dapat mendudukkan posisi anak secara
proporsional. Betul bahwa anak memiliki kapasitas atau potensi
bawaan, seperti IQ, yang sangat besar pengaruhnya terhadap sukses
tidaknya mereka memiliki aneka kemahiran, termasuk dalam hal ini
kemahiran membaca. Namun potensi bawaan tersebut akan sulit
berkembang dengan baik jika tidak mendapatkan penempaan lewat
proses pembelajaran yang baik dan maksimal. Begitu pula sebaliknya
walaupun sang anak telah mendapat tempaan proses pembelajaran
yang baik dan maksimal namun jika modal dasar mereka kurang
begitu memadai, misalnya IQ-nya rendah sekali, maka mereka akan
sulit juga untuk ditingkatkan secara maksimal kemampuan
membacanya itu.
Rangkuman
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan serta minat
membaca seseorang. Namun secara garis besar faktor-faktor tersebut
dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yakni faktor-faktor yang
bersifat intrinsic (yang berasal dalam pembaca). Faktor-faktor intrinsic
antara lain meliputi kepemilikan kompentensi bahasa, minat, motivasi,
dan kemampuan membacanya. Sedangkan faktor-faktor ekstrinsik dibagi
menjadi dua kategori, yakni unsur-unsur yang berasal dari dalam teks
bacaan (keterbacaan dan organisasi teks), dan kedua, unsur-unsur yang
berasal dari lingkungan (fasilitas, guru, model pengajaran dan lain-lain).
Sebagai seorang guru sebaiknya berpihak pada pendapat kaum
prosedural yang berpandangan bahwa kemampuan membaca seseorang
itu selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat instrinsik juga oleh
faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik.
Selanjutnya beberapa penyebab kesulitan memahami bacaan
antara lain berakar pada kebiasaan baca yang salah. Kebiasan-kebiasaan
dimaksud meliputi (1) terlalu banyak memperhatikan butir demi butir
informasi sehingga gagal memberi makna pada teks (2) kurang memberi
perhatian kepada detail, sehingga meskipun maksud umum bacaan
tertangkap secara utuh namun gagal dalam memahami butir-butir
tertentu, (3) terlalu imajinatif, terutama bila pembaca menganggap
telah mengetahui topik tertentu yang dibicarakan dalam bahan bacaan
atau mempunyai pendapat yang kuat tentang topik tersebut, (4) kalimat-
kalimat yang tersaji di dalam teks mempunyai tingkat kompleksitas yang
tinggi, (5) gaya penulisan yang bertipe mengulang-ulang gagasan dengan
ungkapan-ungkapan dan kata-kata yang khusus (6) gaya pengungkapan
pokok pikiran yang tidak langsung sehingga mengharuskan pembaca
mengambil inferensi atas informasi-informasi yang tidak tersurat dalam
bacaan, (7) penggunaan kosakata yang tidak akrab dengan pembaca.
Beberapa faktor yang lain juga merupakan faktor penyebab
rendahnya kemampuan membaca bangsa kita antara lain, pertama,
tradisi kelisanan (orality) masih menjadi semacam penyumbatan dalam
kantong memori linguistik masyarakat kita, kedua, akibat sistem
persekolahan kita yang kurang memberikan peluang yang cukup bagi
hadirnya tradisi keberaksaraan (literacy) atau tradisi membaca pada
para pererta didik.
Petunjuk: Untuk soal-soal no. 1-3 pilihlah satu jawaban yang paling
tepat A, B, C atau D)
1) Kaum behavioristik beranggapan bahwa kemampuan membaca
seseorang itu sangat dipengaruhi oleh faktor.
A. Instrinsik
B. Ekstrinsik
C. Ekstrinsik dan instrinsik
D. Semuanya benar
2) Faktor ekstrinsik di yakini sebagai faktor dominan dalam
mempengaruhi kemampuan membaca seseorang. Anggapan semacam
itu diyakini oleh kaum.
A. Behavioral
B. Mentalistik
C. Prosedural
D. Semuanya benar
3) Manakah di bawah ini yang tidak termasuk ke dalam komponen
kesiapan membaca (reading readnness)?
A. Kepemilikan fasilitas bahasa lisan.
B. Sikap dan mental
C. Intelegensi.
D. Kondisi sosial ekonomi.
Petunjuk: untuk soal no. 4-6, pilihlah:
A. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan keduanya menunjukkan
hubungan sebab akibat
B. Jika pernyataan benar, alasan benar, tetapi antara keduanya tidak
menunjukkan hubungan sebab akibat.
C. Jika pernyataan benar, alasan salah atau jika pernyataan salah
alasan benar.
D. Jika pernyataan dan alasan salah
4) Yap mengatakan bahwa kemampuan membaca seseorang itu
diibaratkan seperti kemampuan seorang penerbang: semakin banyak
terbang maka akan semakin piawailah kemampuan terbangnya.
Sebab
Berdasarkan hasil penelitian bahwa kemampuan hampir 65%
kemampuan membaca seseorang ditentukan oleh kuantitas
membacanya
5) Burmeinster serta beberapa pakar lainnya mengatakan bahwa
kemampuan membaca seseorang itu di tentukan oleh faktor
intelegensinya (IQ)
Sebab
Menurut Harris IQ yang dimiliki seseorang memang sangat besar
pengaruhnya dalam menentukan kemampuan membaca seseorang,
namun IQ bukanlah segalanya. Ia hanyalah merupakan salah satu dari
sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar
membaca.
6) Status sosial ekonomi seseorang ternyata berkorelasi dengan
kemampuan serta minat membaca seseorang.
Sebab
Benson (1969) menyatakan bahwa kemampuan serta minat membaca
anak-anak yang berasal dari masyarakat kelas sosial ekonomi rendah
dapat mencapai 80%.
Petunjuk: untuku soal no. 7-10 pilihlah:
A. Jika (1) dan (2) benar.
B. Jika (1) dan (3) benar.
C. Jika (2) dan (3) benar.
D. Jika (1),(2), dan (3) benar.
7) Dalam konteks masyarakat Indonesia beberapa faktor lain yang juga
merupakan penyebab rendahnya kemampuan membaca bangsa kita
antara lain yaitu:
(1) Tradisi kelisanan (orality) masih menjadi semacam penyumbat
dalam kantong memori linguistik masyakat kita.
(2) Sistem persekolahan kita yang kurang memberikan peluang yang
cukup bagi hadirnya tradisi keberaksaraan (lliteracy).
(3) Guru tidak mentradisikan membaca kepada para peserta didik.
8) Beberapa faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kemampuan membaca
ialah
(1) Motivasi, IQ, hobi
(2) Keterbacaan dan organisasi teks
(3) Fasilitas, guru, model pengajaran
9) Beberapa penyebab kesulitan memahami bacaan antara lain berakar
pada kebiasaan baca yang salah. Kebiasaan-kebiasaan dimaksud
meliputi:
(1) Terlalu banyak memperhatikan butir demi butir informasi
sehingga gagal memberi makna pada teks.
(2) Kurang memberi perhatian kepada detai, sehingga meskipun
maksud umum bacaan tertangkap secara utuh namun gagal dalam
memahami butir-butir tertentu.
(3) Terlalu imajinatif, terutama bila pembaca menganggap telah
mengetahui topik tertentu yang dibicarakan dalam bahan bacaan
atau mempunyai pendapat yang kuat tentang topik tersebut.
10) Guru sebaiknya berpihak kepada kaum prosedural sebab dengan
demikian mereka akan dapat:
(1) Bersikap arif dan bijaksana dalam melihat keberbagian
kemampuannya yang dimiliki oleh para siswa.
(2) Melakkukan penilaian yang objektif kepada para siswa.
(3) Mendudukan posisi anak secara proporsional.
Cocokan jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif 2 yang
terdapat pada bagian akhir modul ini! Hitung jumlah jawaban yang
benar, kemudian gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan Anda terhadap materi yang telah Anda pelajari!
Rumus:
Tingkat penguasaan = 10010
benar yang Andajawaban Jumlah
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
90% - 100% = Amat baik
80% - 89% = Baik
70% - 79% = Cukup
< 70% = Kurang
Jika anda telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih,
berarti Anda dapat melanjutkan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus!
Tetapi jika tingkat penguasaan Anda kurang dari 80% Anda harus kembali
mempelajari materi yang terdapat dalam kegiatan belajar ini, terutama
bagian yang belum Anda kuasai.
3
Upaya meningkatkan Minat
Baca
jika kita ditanya, hal apakah yang dapat mendorong atau
menggerakan hati seseorang melakukan suatu perbuatan
dengan penuh senang hati seseorang melakukan suatu perbuatan dengan
penuh senang hati dan sukarela?. Salah satu jawabannya ialah karena
factor minat. Ya, orang yang di dalam dirinya telah memiliki minat yang
tinggi terhadap sesuatu hal, maka dirinya umumnya akan dengan senang
dan sukarela mengerjakan hal yang di minatinya tersebut,walaupun
B
untuk itu dirinya harus melakukan sebuah pengorbanan, baik secara
materi ataupun non- materi.
Contoh mengenai hal ini dengan mudah dapat kita saksikan dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya orang yang berminat terhadap
permainan golf. Kendati misalnya mereka harus mengeluarkan biaya yang
tisak sedikit untuk mereka dapat mengikuti olahraga tersebut serta harus
rela berjemur di tengah terik matahari untuk memainkannya mereka
akan menghadapinya dengan segala kesungguhan dan penuh kesenangan.
Begitu pula halnya dalam konteks membaca ini. Orang yang telah
memiliki minat yang baik, bukan hanya dengan senang dan sukarela
melakukannya tetapi juga mereka dengan penuh kerelaan melakukan
pengorbanan untuk dapat melakukannya.
Jadi sekali lagi peranan minat dalam membaca menduduki posisi yang
sangat sentral dan penting,karena ia merupakan salah satu fakror alasan
pendorong yang sangat kuat pada diri seseorang untuk berbuat dan
meningkatkan keberhasilan aktivitas membaca. Atau dengan perkataan
lain peranan minat dalam membaca menduduki tempat yang sangat
penting, karena ia merupakan sumber pemicu utama seseorang dalam
melakukan aktivitas membaca. Oleh karena itu para guru di sekolah
serta para orang tua di rumah seyogyanya lebih memahami benar seputar
persoalan minat baca ini, khususnya terhadap aneka upaya untuk
menumbuhkannya.
Persoalannya sekarang indicator-indikator apakah yang dapat kita
jadikan parameter untuk mengetahui apakah seseoarang telah memiliki
minat baca yang tinggi atau masih rendah? Salah seorang pakar mencoba
menawarkan beberapa indikatornya, yaitu:
. Frekuensi dan kuantitas Membaca
Maksudnya bagaimana frekuensi (keseringan) dan waktu yang digunakan
oleh seseorang untuk membaca. Orang yang telah memiliki minat baca
yang tinggi umumnya frekuensi membacanya pun sangat tinggi dan waktu
yang di pergunakannya pun akan sangat tinggi pula. Dengan perkataan
lain, seseorang yang mempunyai minat membaca akan banyak melakukan
kegiatan membaca, begitu pula sebaliknya.
Berapa lamakah sebaiknya seseorang pembaca melakukan aktivitas
membaca dalm setiap harinya? Jawabannya akan sangat bergantung pada
tuntutan kebutuhan orang tersebut (profesi yang mereka sandang) serta
kecepatan membaca yang dimilikinya. Sebagai gambaran kaum ibu di
Amerika sana pada setiap minggunya mereka sedikitnya dituntut
melahap 400.000 kata,yang berasal dari sumber-sumber bacaan
sepertisurat kabar, majalah wanita dan berbagai novel baru. Kalau
kecepatan efektif membaca mereka hanya sekitar 250 kata per menit
maka setiap harinya rata-rata waktu yang harus mereka luangkan untuk
membaca berkisar antara2-3 jam pada setiap harinya. Bagaimana dengan
kelompok mahasiswa seperti halnya Anda? Menurut penelitian kalau Anda
ingin selalu luls ujian dengan hasil yang memuaskan,sementara KEM yang
Anda miliki hanya berkisar hanya 250 kata/ 8jam/hari karena
volumebacaan yang harus Anda lahap pada setiap minggunya harus
mencapai 850.000 kata/minggu.Kondisi yang terjadi saat ini menurut
penelitian Syahbadyni (Kompas, 5 April1990) umumnya waktu yang
digunakan oleh sebagian besar mahasiswa kita untuk membaca rata-rata
kurang dari dua jam pada setiap harinya.
2. Kuantitas sumber bacaan
Orang yang mempunyai minat baca yang baik umumnya akan berusaha
melahap aneka bacaan atau bacaannya akan sama variatif. Merka bukan
hanya akan membaca jenis-jenis bacaan yang memiliki hubungan
langsung dengan pekerjaan atau profesi dirinya saja, tetapi juga akan
membaca jeniss-jenis bacaan lain.
Sejauh mana aktivitas membaca yang dilakukan oleh bangsa kita dan
jenis bacaan apasaja yang umumnya mereka konsumsi? Menurut
penelitian Edward Kimman (1984) aktivitas membaca masyarakat
Indonesia beserta jenis bacaan yang mereka lahap secara garis besar
dapat dipilih dalam empat kategori. Pertama, kelompok orang yang
hanya sekali-kali saja melakukan aktivitas membaca. Artinya kelompok
orang tersebut hanya akan melakukan aktivitas membaca kalau ada
tuntutan harus membaca, seperti kala menerima surat misalnya. Karena
frekuensinya tidak pasti maka menurut Kimman jenis bacaan yang
mereka baca pun menjadi sulit diidentisifikasi. Jumlah masyarakat kita
yang termasuk kelompok ini diperkirakan meliputi sepertiga dari
komunitas bangsa Indonesia.
Kedua, kelompok orang yang melakukan aktivitas membaca hanya
sekedar mencari hiburan atau kesenangan. Jenis bacaan kelompok ini
antara lain komik, novel-novel pop (picisan), serta majalah-majalah
hiburan dan koran-koran kuning seperti Pos Kota misalnya. Jumlah dari
kelompok ini juga diperkirakan meliputi sepertiga dari komunitas bangsa
kita. Ketiga, kelompok masyarakat yang membaca karena didorong oleh
kebutuhan ingin mendapatkan informasi. Jenis bacaan mereka terutama
surat kabar, majalah berita,jurnal berkala serta buku-buku ilmu
pengetahuan (khususnya buku-buku teks atau buku pelajaran). Jumlah
kelompok ini menurut Kimman diperkirakan 15% dari komunitas bangsa
kita. Para siswa dan mahasiswa termasuk kedalam kategori ketiga ini.
Keempat, kelompok orang yang melakukan aktivitas karena hal itu telah
menjadi bagian dari kebutuhan hidupnya. Jenis bacaan kelompokini
sangat variatf. Menurut Kimman kelompok inilah yang sesungguhnya
merupakan konsumen terbesar dari hasil-hasil penerbitan kita (media
cetak dan buku-buku). Hanya sayangnya jumlah kelompok masyarakat
kita yang termasuk kedalam kategori ini masih kurang dari 10% dari
seluruh komunitas penduduk Indonesia yang jumlahnya saat ini lebih dari
200 juta orang ini.
Upaya apa yang perlu kita lakukan untuk menumbuhkan minat baca,
khususnya kepada anak-anak? Ajip Rosidi (1971:1819) menjelaskan bahwa
kegemaran membaca bukanlah sesuatu yang tumbuh secara otomatis
dengan sendirinya.Minat baca harus ditanam, ditumbuhkan serta dipupuk
dan dibina sejak anak-anak masih dini. Oleh karena itu untuk
mengupayakannya diperlukan bantuan serta partisipasi aktif dari
komponen masyarakat dari mulai lingkungan sekolah (guru), lingkungan
masyarakat, pemerintah, serta yang tidak kalah pentingnya yakni
dukungan dari pihak keluarga.
Ihwal pentingnya penciptaan minat sedari kecil dan harus dimulai dari
lingkungan rumah atau keluarga ini disokong oleh para pakar psikologi
perkembangan. Menurut mereka karakteristik anak-anak, Khususnya
pada usia persekolahan (2-6 tahun) tengah mengalami yang pesat pada
beberapa aspeknya, antara lain: perkembangan motorik, emosi,
perkembangan social, pemahaman terhadap konsep maupun
perkembangan bahasanya. Dengan demikian penanaman aneka kebiasaan
pada periode ini akan sangat besar pengaruhnya pada masa-masa
selanjutnya.
Hal senada juga dinyatakan oleh Thorndike (1986).Berdasarkan
hasilpenelitian yang ia lakukan di lima belas Negara termasuk di
dalamnya negara-negara berkembang,di antara berbagai factor eksternal
membaca (dia menyebutnya faktor sosiologi) dia menyebutkan konon
pengaruh keluargalah yang sangat tinggi konstribusinya dalam
mempengaruhi terbentuknya minat serta kemahiran membaca pada
anak-anak. Bahakn Thorndike menyatakan bahwa tidak terdapat indikasi
bahwa anak-anak yang memiliki minat serta kemahiran membaca unggul
sebagai akibat langsung (pengaruh) dari pengajaran membaca yang
diselenggarakan di sekolah-sekolah. Sebaliknya berkat pengaruh serta
dukungan keluargalah minat serta keterampilan mmbaca mereka
terbentuk.
Pendapat senada dengan Thorndike juga direkomendasikan dalam
laporan penelitian slah satu badan Unesco, IAEA (International
Achievment Education Asociation) (1988). Menurut mereka, analisis lebih
jauh di negara-negara yang anak-anaknya memiliki minat serta
keterampilan membaca yang unggul, seperti Finlandia, AS atau negara-
negara Eropa (pada penelitian ini anak-anak Indonesia menduduki
peringkat ke 29 dari 30 negara yang menjadi sample penelitian mereka)
pada umumnya memiliki akses kemudahan dalam mendapatkan berbagai
bahan bacaan yang berkualitas, baik di perpustakaan sekolah, dan
terutama di rumah-rumahnya. Sehubungan dengan kenyataan tersebut
IAEA merekomendasikan bahwa faktor dukungan keluarga merupakan
salah satu kunci utama dalam pembentukan minat serta ketermpilan
membaca pada anak-anak. Wujud dukungan keluarga tersebut antara
lain penciptaan tradisi membaca di dalam lingkungan keluarga (ayah, ibu
dan saudara-saudara), serta penyediaan bahan-bahan bacaan yang sesuai
dengan anak-anak.
Upaya-upaya apa yang harus dilakukan oleh orang tua untuk
menanamkan kebiasaan membaca pada anak-anak tersebut? Inilah
beberapa upaya yang dapat kita lakukan.
. Kenalkan anak-anak dengan kegiatan membaca sejak dini
Anak usia prasekolah umumnya memiliki hubungan yang sangat dekat
dengan para anggota keluarganya, seperti dengan ayah-ibunya maupun
saudara-saudara lainnya. Untuk itu biasanya anak akan mengikuti
kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya itu.
Oleh karenanya libatkanlah mereka ketika orang tua atau anggota
keluarga lainnya tengah melakukan kegiatan membaca. Janganlah anak-
anak terlalu banyak dilarang apalagi dihardik saat mereka ikut
mengganggu orang tua atau anggota keluarganya tengah melakukan
aktivitas membaca. Sebab bila hal itu kerap dilakukan maka boleh jadi
mereka akan memiliki persepsi yang salah terhadp membaca : seolah-
olah membaca itu merupakan kegiatan yang serius dan penuh dengan
kerut kening dan bukan kegiatan yang bukan membahagiakan.
b. Bacakan aneka cerita-cerita yang menarik kepada mereka
Anak-anak prasekolah umumnya mempunyairasa ingin tau yang sangat
besar. Oleh karena itu seyogyanyalah orang tua mampu memberikan dan
mengarahkan rasa ingin tau mereka dengan benar untuk membina minat
anak alangkah yang dapat dilakukan oleh para orang tua adalah dengan
sering membacakan cerita-cerita menarik atau lucu kepada mereka
sesuai dengan usia dengan perkemabangan kejiwaan mereka. Dengan
cara semacam itu lambat laun anak-anak akan tertarik untuk
memperhatikan dan mulai membuka-buka buku bacaan tersebut.
c. Sediakan bahan bacaan yang cocok untuk mereka
Menurut Donna Norton (1989), seorang pakar membaca dari Universitas
Texas mengatakan sesungguhnya mereka sebuah presepsi yang salah jika
banyak orang tua yang mengatakan bahwa anak-anak itu tidak memiliki
kesenangan membaca buku. Menurut hasil-hasil penelitian yang ia
lakukan, dia berkesimpulan bahwa pada dasarnya semua anak senang
melakukannya. Hanya saja syaratnya pihak orang tua harus mau
menyediakan buku-buku bacaan yang memang cocok dengan kondisi
mereka, baik dari segi isi maupun bahasanya. Oleh karena itu
menurutnya untuk menanamkan kebiasaan membaca pada anak-anak
salah satu caranya sediakan saja bacaan yang mereka sukai, pasti anak-
anak dengan penuh suka cita akan melakukannya.
Mengupayakan agar anak-anak gemar dan mahir membaca, memang
bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan murah. Penyebabnya selain
karena factor-faktor yang turut mempengaruhi minat serta kemahiran
membaca pada diri seseorang itu tidaklah tunggal, jika tidak mau
dikatakan cukup kompleks, juga karena kemampuan membaca bukanlah
kemampuan bawaan (innate) tetapi kemampuan yang kehadirannya
harus diupayakan. Dan dalam mengupayakannya sebagaimana
dikemukakan oleh Ajip Rosidi diperlukan adanya sokongan dan bantuan
serta kerjasama antara berbagai pihak,seperti pihak sekolah, keluarga,
lingkungan masyarakat dan juga pemerintah.
Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda tentang materi yang
terdapat dalam kegiatan pembelajaran kegiatan ini kerjakan secara
perpasangan latihan berikut ini!
1. Mengapa minat menduduki tempat yang sangat penting dalam
kegiatan membaca?
2. Mengapa mengupayakan penumbuhan minat baca pada anak-anak
dinilai bukan
Perkara yang mudah dan murah?
Petunjuk jawaban latihan
Jika Anda telah selesai, periksalah latiha Anda dengan memperhatikan
rambu-rambu berikut ini!
1. Peranan minat dalam membaca menduduki posisi yang sangat
sentral dan penting, karena ia merupakan salah satu faktor alasan
pendorong yang sangat kuat pada dri seseorang untuk berbuat dan
meningkatkan keberhasilan aktivitas membaca. Atau dengan
perkataan lain peranan minat dalam membaca menduduki tempat
yang sangat penting, karena ia merupakan sumber pemicu utama
seseorang dalam melakukan aktivitas membaca.
2. Mengupayakan agar anak-anak gemar dan mahir membaca,
memang bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan murah.
Penyebabnya selain karena factor-faktor yang turut
mempengaruhi minat serta kemahiran membaca pada diri
seseorang itu tidaklah tunggal, jika tidak mau dikatakan cukup
kompleks, juga karena kemampuan membaca bukanlah
kemampuan bawaan (innate) tetapi kemampuan yang
kehadirannya yang harus diupayakan.
Peranan minat membaca menduduki tempat yang sangat penting, karena
ia merupakan sumber pemicu utama seseorang dalam melakukan
aktivitas membaca. Beberapa indikator yang dapat kita jadikan
parameter untuk mengetahui minat baca antara lain frekuensi dan
kuantitas membaca yang digunakan seseorang untuk membaca dan
kuantitas sumber bacaan yang dibaca. Dan menurut hasil penelitian
Edward Kimman jika dilihat dari kedua indicator tersebut minat baca
masyarakat Indonesia masih sangat memprihatinkan.
Karena kegemaran membaca bukanlah merupakan sesuatu yang
tumbuh secara otomatis dengan sendirinya, maka ia harus ditanam,
ditumbuhkan serta dipupuk dan dibina sejak masa anak-anak. Selain
itu untuk mengupayakannya diperlukan bantuan, dukungan serta
partisipasi aktif dari seluruh komponen masyarakat dari mulai
lingkungan sekolah (guru), lingkungan masyarakat, pemerintah,
serta yang tidak kalah pentingnya yakni dukungan dari pihak
keluarga. Upaya-upaya yang harus dilakukan oleh orang tua untuk
menanamkan kebiasaan membaca pada anak-anak antara lain
mengenalkan anak-anak dengan kegiatan membaca sejak dini,
membacakan kepada anak-anak aneka cerita-cerita yang menarik,
serta bahan-bahan bacaan yang cocok untuk mereka.
Petunjuk: Untuk soal-soal no.1-3 pilihlah salah satu jawaban yang paling
tepat A, B, C, atau D!
1) Ukuran lamanya seseorang pembaca melakukan aktivitas
membaca dalam setiap harinya antara lain akan sangat
bergantung pada
A. Tuntutan kebutuhan yang disandang oleh seseorang
B. Kedudukan yang disandang oleh seseorang
C. Status social yang disandang oleh seseorang
D. Jabatan yang disandang oleh seseorang
2) Menurut penelitian berapa banyak volume bacaan yang harus
dilahap oleh seorang mahasiswa pada setiap minggunya ialah.
A. harus mencapai 750.000 kata
B. harus mencapai 850.000 kata
C. harus mencapai 950.000 kata
D. semuanya betul
3) Menurut penelitian Edward Kimman kelompok orang yang hanya
sekali-kali saja melakukan aktivitas membaca, jenis bacaan
mereka antara lain.
A. Koran-koran kuning
B. Novel picisan
C. Surat-surat yang mereka terima
D. Tidak ada yang benar
Petunjuk: Untuk soal no. 4-6, pilihlah:
A. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan keduanya
menunjukkan hubungan sebab akibat.
B. Jika pernyataan benar, alasan benar, tetapi antara
keduanya tidak menunjukkan hubungan sebab akibat.
C. Jika pernyataan benar, alasan salah atau jika pernyataan
salah alasan benar.
D. Jika pernyataan dan alasan salah.
4) Menurut para pakar psikologi perkembangan penciptaan minat
baca harus diupayakan sejak kecil dan harus dimulai dari
lingkungan rumah atau keluarga.
Sebab
Para pakar psikologi perkembangan menyatakan bahwa
penanaman aneka kebiasaan pada masa anak-anak akan sangat
besar pengaruhnya pada masa-masa selanjutnya.
5) Donna, Norton mengatakan bahwa adalah sebuah persepsi yang
salh jika banyak orang tua yang menganggap seolah-olah anak-
anak itu tidak memiliki kesenangan membaca buku.
Sebab
Membaca harus dapat menyenangkan dan menggembirakan anak-
anak
6) Mendongeng sangat baik sebagai alat untuk menumbuhkan minat
baca anak-anak.
Sebab
Dongeng merupakan cerita untuk mengembangkan daya imajinasi
anak-anak.
Petunjuk: Untuk saol no.7-10 pilihlah:
A. Jika (1) dan (2) benar.
B. Jika (1) dan (3) benar.
C. Jika (2) dan (3) benar.
D. Jika (1), (2), dan (3) benar.
7) Salah satu bentuk pelibatan anak-anakdengan kegiatan membaca
di lingkungan rumah antara lain:
(1) menyuruh mereka membaca secara mandiri
(2) mengajak mereka saat anggota keluarga lainnya tengah
melakukan kegiatan membaca
(3) janganlah mereka dihardik saat mereka ikut serta membaca
bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya.
8) Bentuk-bentuk dukungan pemerintah dalam mengupayakan
penumbuhan minat baca masyarakat antara lain:
(1) memberantas pembajakan buku
(2) mendirikan perpustakaan di daerah-daerah terpencil
(3) pencanangan program KMD (Koran masuk desa).
9) Mereka yang digolongkan sebagai kelompok masyarakat yang
membaca karena didorong oleh kebutuhan ingin mendapatkan
informasi a