HEMOROID

Embed Size (px)

Citation preview

HEMOROID

A. Anatomi Kanalis Anal

Kanalis anal memiliki panjang sekitar 4 cm, yang dikelilingi dengan mekanisme sfingter anus. Setengah bagian atas dari kanalis anal dilapisi oleh mukosa glandular rektal. Mukosa bagian teratas dari kanalis anal berkembang sampai 6-10 lipatan longitudinal, yang disebut columns of Morgagni, yang masing masing memiliki cabang terminal dari arteri rektal superior dan vena. Lipatan-lipatan ini paling menonjol di bagian lateral kiri, posterior kanan dan kuadran anterior kanan, dimana vena membentuk pleksus vena yang menonjol. Mukosa glandular relatif tidak sensitif, berbeda dengan kulit kanalis, kulit terbawahnya lebih sensitif (Churchill,1990).Mekanisme spinter anal memiliki tiga unsur pembentuk, spinter internal, spinter eksternal dan puborektalis. Spinter internal merupakan kontinuasi yang semakin menebal dari muskular dinding ginjal. Spinter eksternal dan puborektalis sling (yang merupakan bagian dari levator ani) muncul dari dasar pelvis (Churchill, 1990).Vaskularisasi rektum dan kanalis anal sebagian besar diperoleh melalui arteri hemoroidalis superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior merupakan kelanjutan akhir arteri mesentrika inferior. Arteri hemoroidalis media merupakan cabang ke anterior dari arteri hipogastrika. Arteri hemoroidalis inferior dicabangkan oleh arteri pubenda interna yang merupakan cabang dari arteri iliaca interna, ketika arteri tersebut melewati bagian atas spina ischiadica.Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rektum mengikuti perjalanan yang sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini berasal dari 2 pleksus yaitu pleksus hemoroidalis superior (interna) yang terletak di submukosa atas anorectal junction, dan pleksus hemoroidalis inferior (eksterna) yang terletak di bawah anorectal junction dan di luar lapisan otot. Perhatikan Gambar 1 (Sobiston, 1997).

Gambar 1. Vaskularisasi Vena-Vena Kanalis Anal

Persarafan rektum terdiri atas sistem saraf simpatik dan parsimpatik. Serabut saraf simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga, dan keempat.

B. Fisiologi Rektum dan Anus

Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal ialah untuk mengeluarkan massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Rektum dan kanalis anal tidak begitu berperan dalam proses pencernaan, selain hanya menyerap sedikit cairan. Selain itu sel-sel Goblet mukosa mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai pelicin untuk keluarnya massa feses.Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian diakibatkan adanya otot sfingter yang tidak begitu kuat yang terdapat pada rectosimoid junction, kira-kira 20 cm dari anus. Terdapatnya lekukan tajam dari tempat ini juga memberi tambahan penghalang masuknya feses ke rektum. Akan tetapi, bila suatu gerakan usus mendorong feses ke arah rektum, secara normal hasrat defekasi akan timbul, yang ditimbulkan oleh refleks kontraksi dari rektum dan relaksasi dari otot sfingter. Feses tidak keluar secara terus-menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya kontraksi tonik otot sfingter ani interna dan eksterna (Sobiston, 1994).

C. Definisi hemoroidPlexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior (Dorland, 2002).Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Felix, 2006).Hemoroid merupakan dilatasi varises pleksus vena submukosa anus dan perianus. Dilatasi ini sering terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan peningkatan tekanan vena di dalam pleksus hemoroidalis (Robbins, 2007).

D. Faktor resikoHemoroid memiliki faktor resiko yang cukup banyak antara lain kurangnya mobilisasi, konstipasi, cara buang air besar yang tidak benar, kurang minum, kurang memakan makanan berserat (sayur dan buah), faktor genetika, kehamilan, penyakit yang meningkatkan tekanan intraabdomen (tumor abdomen, tumor usus), dan sirosis hati (Simadibrata, 2006).Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah penuaan, kehamilan, hereditas, konstipasi atau diare kronik, penggunaan toilet yang berlama-lama, posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama, obesitas. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution LCC, 2004)Konstipasi merupakan etiologi hemoroid yang paling sering. Konstipasi terjadi apabila feses menjadi terlalu kering, yang timbul karena defekasi yang tertunda terlalu lama. Jika isi kolon tertahan dalam waktu lebih lama dari normal, jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal, sehingga feses menjadi kering dan keras (Sherwood, 2001).Kejadian hemoroid umumnya sebanding pada laki-laki maupun perempuan. Sekitar setengah orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemoroid. Hemoroid juga terjadi pada wanita hamil. Pada wanita hamil, janin pada uterus, serta perubahan hormonal, menyebabkan pembuluh darah hemoroidalis meregang. Semua vena dapat diperparah saat terjadinya tekanan selama persalinan. Hemoroid pada wanita hamil hanya merupakan komplikasi yang bersifat sementara (Pearl, 2004).

E. Manifestasi klinikHemoroid merupakan salah satu keluhan kolorektal yang paling umum didengar oleh dokter. Setiap tahun sekitar 10,5 juta Amerika mengalami gejala hemoroid; seperempat pasien harus berkonsultasi. Gejala yang paling umum dari hemoroid yaitu darah merah yang cerah menutupi toilet duduk dan muncul di atas kertas toilet. Gejala lain termasuk iritasi kulit di sekitar anus, rasa sakit, bengkak, atau benjolan keras di sekitar anus, dan didapati lendir pada sekitar anus. Terlalu banyak menggosok atau membersihkan sekitar anus dapat memperburuk gejala dan bahkan menyebabkan iritasi yang semakin parah, berdarah, dan gatal-gatal yang disebut pruritus ani (Parker, 2004).Hemorhoid sering menimbulkan gejala-gejala secara tidak beraturan. Menurut Churchill (1990) gejala-gejala hemoroid adalah :1. Iritasi dan benjolan perianal, serta gatal-gatal ( pruritus ani),2. Rasa tidak nyaman di daerah anus dan nyeri yang semakin diperberat oleh buang air besar (BAB),3. Prolapse hemorrhoidalis,4. Pendarahan rektal.

Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba dan Abbas, 2007) yaitu:1. Hemoroid internal : prolaps dan keluarnya mukus, perdarahan, rasa tak nyaman, gatal.2. Hemoroid eksternal : rasa terbakar, nyeri ( jika mengalami trombosis), gatal.

F. Klasifikasi dan derajat hemoroid

Berdasarkan letaknya, hemoroid dibagi menjadi 3 yaitu hemoroid eksterna, interna, dan campuran. Dikatakan eksterna karena benjolan terletak dibawah linea pectinea. Hemoroid eksterna mempunyai 3 bentuk yaitu bentuk hemoroid biasa yang letaknya distal linea pectinea, bentuk trombosis, dan bentuk skin tags. Biasanya benjolan pada hemoroid eksterna akan keluar dari anus bila mengedan, tapi dapat dimasukkan kembali dengan jari. Rasa nyeri pada perabaan menandakan adanya trombosis, yang biasanya disertai penyulit seperti infeksi atau abses perianal (Felix, 2006).Berlawanan dengan hemoroid eksterna, benjolan pada hemoroid interna terletak diatas linea pectinea. Hemoroid interna merupakan benjolan dari vena hemoroidalis internus yang dilapisi epitel dari mukosa anus. Pada posisi litotomi, benjolan paling sering terdapat pada jam 3, 7, dan 11. Ketiga letak itu dikenal dengan three primary haemorrhoidal areas (Felix, 2006).Hemoroid interna dapat prolaps saat mengedan dan kemudian terperangkap akibat tekanan sfingter anus sehingga terjadi pembesaran mendadak yang edematosa, hemoragik, dan sangat nyeri. Kedua klasifikasi hemoroid tersebut memiliki pembuluh darah yang melebar, berdinding tipis, dan mudah berdarah, kadang-kadang menutupi perdarahan dari lesi proksimal yang lebih serius (Robbins, 2007). Derajat hemoroid interna dibagi berdasarkan gamabaran klinis, yaitu :

1.

2.Derajat 1 :

Derajat 2 :Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau

3.

Derajat 3 :masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.

Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam

4.

Derajat 4 :anus dengan bantuan dorongan jari.

Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk

mengalami trombosis dan infark.

Untuk melihat resiko perdarahan hemoroid, dapat dideteksi oleh adanya stigma perdarahan berupa bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas hemoroid (Simadibrata, 2006).

G. Patofisiologi Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003).Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan Schofield, 2006).Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF- serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.Hemoroid dikatakan sebagai penyakit keturunan. Namun sampai saat ini belum terbukti kebenarannya. Akhir-akhir ini, keterlibatan bantalan anus (anal cushion) makin dipahami sebagai dasar terjadinya penyakit ini. Bantalan anus merupakan jaringan lunak yang kaya akan pembuluh darah. Agar stabil, kedudukannya disokong oleh ligamentum Treitz dan lapisan muskularis submukosa. Bendungan dan hipertrofi pada bantalan anus menjadi mekanisme dasar terjadinya hemoroid. Pertama, kegagalan pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi. Kedua, bantalan anus terlalu mobile, dan ketiga, bantalan anus terperangkap oleh sfingter anus yang ketat. Akibatnya, vena intramuskular kanalis anus akan terjepit (obstruksi). Proses pembendungan diatas diperparah lagi apabila seseorang mengedan atau adanya feses yang keras melalui dinding rektum (Felix, 2006).Selain itu, gangguan rotasi bantalan anus juga menjadi dasar terjadinya keluhan hemoroid. Dalam keadaan normal, bantalan anus menempel secara longgar pada lapisan otot sirkuler. Ketika defekasi, sfingter interna akan relaksasi. Kemudian, bantalan anus berotasi ke arah luar (eversi) membentuk bibir anorektum. Faktor endokrin, usia, konstipasi dan mengedan yang lama menyebabkan gangguan eversi pada bantalan tersebut. Mitos di masyarakat yang mengatakan, hemoroid mudah terjadi pada ibu hamil ternyata benar. Tak pelak, kehamilan menjadi faktor pencetus hemoroid. Mengapa demikian? Pertama, hormon kehamilan mengurangi fungsi penyokong dari otot dan ligamentum di sekitar bantalan. Kedua, terjadi peningkatan vaskuler di daerah pelvis. Ketiga, seringnya terjadi konstipasi pada masa kehamilan. Dan terakhir adalah kerusakan kanalis anus saat melahirkan pervaginam (Felix, 2006).

H. Pemeriksaan penunjangAnal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-Person, Person, dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di daerah anorektal.Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid (Canan, 2002).

I. Penatalaksanaan Menangani hemoroid tak perlu terus melakukan tindakan invasif. Dengan obat juga dapat dilakukan. Namun, pemilihan jenis terapi (obat atau invasif) sangat bergantung dari keluhan penderita serta derajat hemoroidnya. Tidak ada indikasi mutlak dalam terapi invasif dan diusahakan menjadi pilihan terakhir. Salah satu obat hemoroid adalah diosmin dan hesperidin yang dimikronisasi. Layaknya noreadrenalin, obat ini mengakibatkan kontraksi vena, menurunkan ekstravasasi dari kapiler dan menghambat reaksi inflamasi terhadap prostaglandin (PGE2, PGF2). Kehadiran obat ini tentu memberi angin segar bagi penderita hemoroid yang takut atau enggan dioperasi. Sebuah studi acak bahkan membuktikan obat ini sama efektif dengan rubber band ligation. Malah dengan efek samping lebih kecil. Bila obat sudah tak adekuat atau terjadi perdarahan dan prolaps, tindakan invasif menjadi pilihan terakhir. Prinsip dari tindakan invasif ada 2 yaitu fiksasi dan eksisi. Fiksasi dilakukan pada derajat I dan II. Dan selebihnya adalah eksisi (Felix, 2006). Fiksasi terdiri dari:1. Skleroterapi Dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Metode ini menggunakan zat sklerosan yang disuntikan para vasal. Setelah itu, sklerosan merangsang pembentukan jaringan parut sehingga menghambat aliran darah ke vena-vena hemoroidalis. Akibatnya, perdarahan berhenti. Sklerosan yang dipakai adalah 5% phenol in almond oil dan 1% polidocanol. Metode ini mudah dilaksanakan, aman dan memberikan hasil baik.

2. Rubber band ligation

Kerja dari metode ini adalah akan mengabliterasi lokal vena hemoroidalis sampai terjadi ulserasi (7-10 hari) yang diikut i terjadinya jaringan parut (3-4 minggu). Prosedur ini dilakukan pada hemoroid derajat 1-3. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.

3. Infrared thermocoagulationPrinsipnya adalah mendenaturasi protein melalui efek panas dari infrared, yang selanjutnya mengakibatkan jaringan terkoagulasi. Untuk mencegah efek samping dari infrared berupa kerusakan jaringan sekitar yang sehat, maka jangka waktu paparan dan kedalamannya perlu diukur akurat. Metode ini diperuntukkan pada derajat 1-2. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.

4. Laser haemorrhoidectomyMetode ini mirip dengan infrared. Hanya saja mempunyai kelebihan dalam kemampuan memotong. Namun, biayanya mahal.

5. Doppler ultrasound guided haemorrhoidal artery ligationMetode ini menjadi pilihan utama saat terjadi perdarahan karena dapat mengetahui secara tepat lokasi arteri hemoroidalis yang hendak dijahit. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.

6. Cryotherapy Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid (American Gastroenterological Association, 2004).

Sedangkan eksisi dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu St. Marks Milligan Morgan Technique, Submucosal Haemorrhoidectomy (Parks method), dan yang terbaru adalah Circular Stapler Anopexy (teknik Longo). Teknik St. Marks Milligan Morgan ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus. Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana. Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringanTeknik Circular Stapler Anopexy atau dikenal dengan Procedure for Prolapse and Haemorrhoids (PPH) baru dikembangkan sekitar tahun 1993. Teknik ini bekerja dengan mendorong jaringan hemoroid yang merosot ke arah atas dan dijahitkan ke selaput lendir dinding anus. Kemudian sebuah gelang dari bahan titanium diselipkan di jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Procedure for Prolapse and Haemorrhoids (PPH) memiliki beberapa keuntungan dibandingkan operasi konvensional diantaranya, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan cepat karena hanya menghabiskan 12-45 menit, dan pasien dapat pulih lebih cepat pasca operasi. Namun risiko perdarahan, trombosis, serta penyempitan saluran anus masih dapat terjadi. Kontraindikasi PPH adalah fistula anus, bengkak, gangren, penyempitan anus, prolaps jaringan hemoroid yang tebal, serta pada pasien dengan gangguan koagulasi (pembekuan darah) (Felix, 2006). Komplikasi yang dapat timbul pasca tindakan invasif adalah perdarahan sekunder, selulitis, abses, fistula, fissura, dan inkontinensia. Hemoroid bukan penyakit yang tak mungkin dicegah. Dengan mengkonsumsi tinggi serat seperti banyak sayur dan buah akan membuat feses lembek sehingga tidak perlu mengedan saat buang air besar (Felix, 2006).Menurut Haryoga (2009), ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah berulangnya kekambuhan keluhan hemoroid, di antaranya :1. Hindari mengedan terlalu kuat saat buang air besar.

2.Cegah konstipasi dengan banyak mengonsumsi makanan kaya serat (sayur dan buah serta kacang-kacangan) serta banyak minum air put ih minimal delapan gelas sehari untuk melancarkan defekasi.3.Jangan menunda-nunda jika ingin buang air besar sebelum feses menjadi keras.4. Tidur cukup.

5. Jangan duduk terlalu lama.

6. Senam/olahraga rutin.

DilatasiTekanan vena meningkatStranggulasiProlapsus saat defekasiEdema/hematomaPembengkakan globular kemerahanProlapsus permanenPembengkakan pinggir anus bulat kebiruanGangguan aliran balik vena hemoroidKongesti vena rektalis superior dan mediaDistensi dan stasis venaBendungan vena pleksus hemoroidKongesti vena pleksus rektalis inferiorPerdarahan saat defekasiKonstipasiNyeriKonstipasiPerubahan eliminasi urineNyeriMengabaikan defekasiPK hemoragiPembedahanPost operatifRespon psikologis pre operatifLuka insisiTakut gerakSpasme ototAnsietasPeristaltik usus menurunPATHWAY KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS HEMOROID

PENGKAJIAN1. Riwayat kesehatanRiwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya rasa gatal, rasa terbakar, dan nyeri beserta karakteristiknya. Apakah terjadi selama defekasi ?, Berapa lama nyeri tersebut ? adakah nyeri abdomen yang berhubungan dengan hal itu ?, Apakah terdapat perdarahan dari rectum ?, Seberapa banyak ?, Seberapa sering ?, Apakah warnanya ?, Adakah cairan lain seperti mucus atau pus ?, Pertanyaan lain berhubung dengan pola eliminasi dan penggunaan laksatif, riwayat diet, masukan serat, jumlah latihan, tingkat aktifitas, dan pekerjaan.Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami trombosisPerdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan trombosis

2. Pengkajian ObjektifPengkajian objektif mencakup menginspeksi feses akan adanya darah atau mucus, dan area perineal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus.Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami thrombosis.Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai.

DIAGNOSA KEPERAWATANBerdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan yang utama adalah sebagai berikut :3. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama defekasi.4. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.5. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area rectal/anal sekunder akibat penyakit hemoroid dan spasme sfingter pada pasca operatif.6. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan rasa takut nyeri pada pasca operatif.7. Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik.Masalah kolaboratif yang mungkin muncul adalah Potensial Komplikasi (PK) hemoragi.

PERENCANAAN8. TujuanTujuan utama adalah sebagai berikut :a. Menghilangkan konstipasi b. Menurunkan ansietasc. Menghilangan nyeri d. Meningkatkan eliminasi urinariuse. Klien patuh dengan program terapeutikf. Mencegah terjadinya komplikasi

9. Intervensi KeperawatanMenghilangkan Konstipasi1) Masukan cairan sedikitnya 2 liter sehari untuk memberikan hidrasi yang adekuat. 2) Anjurkan makan tinggi serat untuk melancarkan defekasi.3) Berikan laksatif sesuai resep.4) Pasien dianjurkan untuk miring guna merangsang usus dan merangsang keinginan defekasi sebisa mungkin.5) Menganjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum defekasi akan membantu merilekskan otot-otot perineal abdomenyang kemungkinan berkonstriksi atau mengalami spasme abdomen.

Menurunkan Ansietas1) Identifikasi kebutuhan psikologis khusus dan rencana asuhan yang bersifat individu.2) Berikan privasi dengan membatasi pengunjung bila pasien menginginkannya.3) Pertahankan privasi klien saat memberikan tindakan keperawatan.4) Berikan pengharum ruangan bila balutan berbau menyengat.

Menghilangkan Nyeri1) Dorong klien untuk memilih posisi nyaman.2) Berikan bantalan flotasi dibawah bokong pada saat duduk dapat membantu menurunkan nyeri.3) Berikan salep analgesik sesuai resep untuk menurunkan nyeri.4) Berikan kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi dan meringankan jaringan yang teriritasi.5) Berikan rendaman duduk tiga atau empat kali sehari untuk menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan spasme sfingter.6) Berikan agen anaestetik topical sesuai resep untuk menghilangkan iritasi local dan rasa sakit.7) Anjurkan klien melakukan posisi telungkup dengan interval tertentu untuk meningkatkan drainase dependen cairan edema.

Meningkatkan Eliminasi Urinarius1) Tingkatkan masukan cairan2) Bantu klien untuk mendengarkan aliran air3) Bantu klien meneteskan air diatas meatus urinarius 4) Lakukan pemasangan kateter5) Pantau haluaran urin dengan cermat setelah pembedahan.Pemantauan dan Pelaksanaan Komplikasi1) Periksa dengan sering daerah operasi terhadap munculnya perdarahan rectal.2) Kaji indicator sistemik perdarahan berlebihan (takikardia, hipotensi, gelisah, haus).3) Hindari pemberian panas basah karena dapat menyebabkan dilatasi dan perdarahan.

Pendidikan pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah.1) Instruksikan klien untuk mempertahankan kebersihan area perianal.2) Dorong pasien untuk berespon dengan cepat ketika dorongan defekasi muncul, untuk mencegah konstipasi.3) Instruksikan klien untuk diet tinggi cairan dan serat.4) Pasien diinformasikan untuk diet yang ditentukan, laksatif yang dapat digunakan dengan aman, dan pentingnya latihan.5) Dorong klien untuk ambulasi sesgera mungkin, anjurkan latihan tingkat sedang.6) Ajarkan cara melakukan rendam duduk pada klien setiap setelah defgekasi selama 1 sampai 2 minggu setelah pembedahan.

EVALUASI Hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :10. Mendapatkan pola eliminasi normal.a. Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau setelah tidur.b. Berespon terhadap dorongan untuk defekasi dan menyediakan waktu untuk duduk ditoilet dan mencoba untuk defekasi.c. Menggunakan latihan relaksasi sesuai kebutuhan.d. Menambah makanan tinggi serat pada diet.e. Meningkatkan masukan cairan sampai 2 L/24 jam.f. Melaporkan penurunan ketidaknyamanan pada abdomen.11. Mengalami sedikit ansietas.12. Mengalami nyeri sedikit.a. Mengubah posisi tubuh dan aktifitas untuk meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan. Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau pada waktu tidur.b. Menepapkan kompres hangat/dingin pada area rectal / anal.c. Melakukan rendam duduk 3 atau 4 kali sehari.13. Mentaati program terapeutik.a. Mempertahankan area perianal kering.Mengalami feses lunak dan berbentuk secara teratur.14. Bebas dari masalah perdarahana. Insisi bersihb. Menunjukkan tanda vital normalc. Menunjukkan tidak ada tanda hemoragi.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer Suzanne C., Bare Brenda G.; ( 2001 ); Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth; edisi 8; alih bahasa; Monica Ester, et al; Jakarta; EGC.Price Sylvia A., Wilson Lorraine M.;( 1994 );Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit; jilid 1; edisi 8; alih bahasa; Peter Anugerah, Jakarta, EGC.Carpenito Lynda Juall; ( 1997 ); Diagnosa Keperawatan Buku Saku; edisi 6; alih bahasa; Yasmin Asih; Jakarta; EGC.Robbins, Stanley L;(1995); Buku Ajar Patologi II (Basic Pathology); alih bahasa, staf pengajar laboratorium patologi anatomi FK UNAIR; Jakarta; EGCUnderwood, J.C.E; (1999) Patologi Umum dan Sistematik; vol.2; ed.2; editor edisi bahasa Indonesia, Sarjadi dkk; Jakarta; EGC

13