23
Ringworm atau Dermatofitosis Etiologi Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh cendawan pada bagian kutan/superfisial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut dan tanduk). Trichopyton spp dan Microsporum spp, merupakan 2 jenis kapang yang menjadi penyebab utama ringworm pada hewan. Di Indonesia yang menonjol diserang adalah anjing, kucing dan sapi. Penyebab ringworm ialah cendawan dermatofit yaitu sekelompok cendawan dari genus Epidermophyton, Microsporum dan Trichophyton. Cendawan dermatofit penyebab ringworm menurut taksonomi tergolong fungi imperfekti (Deuteromycetes), karena pembiakannya dilakukan secara aseksual, namun ada juga yang secara seksual tergolong Ascomycetes (Ahmad., R.Z. 2009). Divisi : Amastigomycotina. Sub-Divisi : Ascomycotina Klas : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Family : Moniliaceae Genus : Microsporum, Trichophyton Species : M. canis, M. gypseum, T.mentagrophytes M. canis bersifat ectothrix dan zoofilik yang terdapat pada kucing, anjing, kuda, dan kelinci, gambaran mikroskopis dari kultur adalah macroconidia berbentuk spindle, berdinding tebal dan kasar. Microconidia berbentuk clubbing dan berdnding halus, sedangkan M. gypseum bersifat ectothrix dan geofilik. Gambaran makroskopisnya macroconidia berbentuk spindle, dinding tipis 3-6 septa, dan microconidianya sedikit dan berbentuk clubbing (Pohan., A. 2009). Patogenesis Sebaran geografis keberadaannya cukup luas, namun penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis, terutama daerah dengan kondisi udara panas dan kelembaban yang tinggi. Kemudian pada daerah yang mempunyai empat musim, setelah periode multiplikasi kapang pada bulu selama musim panas. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena luka, bekas luka atau patahan bulu untuk melangsungkan hidupnya. Dapat tumbuh pada lingkungan kering, dingin, aerobik serta tanpa mikroorganisme lain

hennnn

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: hennnn

Ringworm atau DermatofitosisEtiologi Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh cendawan pada bagian kutan/superfisial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut dan tanduk). Trichopyton spp dan Microsporum spp, merupakan 2 jenis kapang yang menjadi penyebab utama ringworm pada hewan. Di Indonesia yang menonjol diserang adalah anjing, kucing dan sapi. Penyebab ringworm ialah cendawan dermatofit yaitu sekelompok cendawan dari genus Epidermophyton, Microsporum dan Trichophyton. Cendawan dermatofit penyebab ringworm menurut taksonomi tergolong fungi imperfekti (Deuteromycetes), karena pembiakannya dilakukan secara aseksual, namun ada juga yang secara seksual tergolong Ascomycetes (Ahmad., R.Z. 2009). 

Divisi         : Amastigomycotina. Sub-Divisi : Ascomycotina Klas          : Deuteromycetes Ordo         : Moniliales Family        : Moniliaceae Genus        : Microsporum, Trichophyton Species      : M. canis, M. gypseum, T.mentagrophytes 

M. canis bersifat ectothrix dan zoofilik yang terdapat pada kucing, anjing, kuda, dan kelinci, gambaran mikroskopis dari kultur adalah macroconidia berbentuk spindle, berdinding tebal dan kasar. Microconidia berbentuk clubbing dan berdnding halus, sedangkan M. gypseum bersifat ectothrix dan geofilik. Gambaran makroskopisnya macroconidia berbentuk spindle, dinding tipis 3-6 septa, dan microconidianya sedikit dan berbentuk clubbing (Pohan., A. 2009). 

Patogenesis Sebaran geografis keberadaannya cukup luas, namun penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis, terutama daerah dengan kondisi udara panas dan kelembaban yang tinggi. Kemudian pada daerah yang mempunyai empat musim, setelah periode multiplikasi kapang pada bulu selama musim panas. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena luka, bekas luka atau patahan bulu untuk melangsungkan hidupnya. Dapat tumbuh pada lingkungan kering, dingin, aerobik serta tanpa mikroorganisme lain dan terlindung dari sinar matahari. Di negara-negara yang beriklim subtropik atau dingin, kejadian ringworm lebih sering, karena dalam bulan-bulan musim dingin, hewan-hewan selain kurang menerima sinar matahari secara langsung, juga sering bersama-sama di kandang, sehingga kontak langsung di antara sesama individu lebih banyak terjadi. Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor seperti faktor virulensi dari dermatofita, faktor trauma, kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, factor suhu dan kelembaban, kurangnya kebersihan dan faktor umur dan jenis kelamin (Ahmad., R.Z. 2009). 

Page 2: hennnn

Gejala klinis 

Kerusakan bulu di seluruh muka, hidung dan telinga

Perubahan yang tampak pada kulit berupa lingkaran atau cincin dengan batas jelas dan umumnya dijumpai di daerah leher, muka terutama sekitar mulut, pada kaki dan perut bagian bawah

Selanjutnya terjadi keropeng, lepuh dan kerak, dan dibagian keropeng biasanya bagian tengahnya kurang aktif, sedangkan pertumbuhan aktif terdapat pada bulu berupa kekusutan, rapuh dan akhirnya patah (Ahmad., R.Z. 2009).

Umumnya gejala-gejala klinik yang ditimbulkan oleh golongan geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang dan lebih mudah sembuh.

Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia, karena memilih manusia sebagai hospes tetapnya.

Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif, karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan.

Contoh jamur yang antropofilik ialah: Mikrosporon audoinii Trikofiton rubrum. (Boel., T. 2009).

Diagnosa Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan sampel kerokan kulit, serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan Wood light, atau pemeriksaan langsung dengan mikroskop dengan KOH, atau pewarnaan, atau dengan membuat biakan pada media. Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan seperti gigitan serangga, urtikaria, infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan adanya bentuk cincin pada derah yang terinfeksi dan peneguhan diagnose dengan pemeriksaan laboratorium akan memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit (Ahmad., R.Z. 2009). 

Penanganan & pengendalian Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sanitasi kesehatan, lingkungan maupun hewannya. Terdapat 5 kelompok macam obat dengan berbagai cara dapat dipakai untuk menghilangkan dermatofit, yaitu: (1). Iritan, dilakukan untuk membuat reaksi radang sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit; (2). Keratolitik, digunakan untuk menghilangkan dermatofit yang hidup pada stratum korneum; (3) Fungisidal, secara langsung merusak dan membunuh dermatofit; (4). Perubah. Merubah dari stadium aktif menjadi tidak aktif pada rambut. Salah satu cara yang efektif untuk penanggulangan adalah mencegah penyebaran sehingga tidak terjadi endemik, peningkatkan masalah kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana pemeliharaan. Hewan kesayangan harus terawat dengan cara memandikan secara teratur, pemberian makanan yang sehat dan bergizi sangat diperlukan untuk anjing dan kucing. Vaksinasi adalah pencegahan yang baik. Di Indonesia pemakaian vaksin dermatofit belum dilaksanakan. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal. Secara sistemik dengan preparat Griseofulvin, Natamycin, dan azole peroral maupun intravena dengan cara topikal menggunakan fungisida topikal dengan berulang kali, setelah itu kulit hewan penderita tersebut disikat sampai keraknya bersih; setelah itu dioles atau digosok pada tempat yang terinfeksi. Selain itu, dapat pula dengan obat tradisional seperti daun

Page 3: hennnn

ketepeng (Cassia alata), Euphorbia prostate dan E. thyophylia (Ahmad., R.Z. 2009). 

DAFTAR PUSTAKA 

Ahmad., R.Z. 2009. Permasalahan & Penanggulangan Ring Worm Pada Hewan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor. 

Boel., T. 2009. Mikosis superficial. Fakultas kedoteran gigi. Universitas Sumatera Utara. 

Pohan., A. 2009. Bahan Kuliah Mikologi. [email protected]://cahyadiblogsan.blogspot.com/2012/04/ringworm-atau-dermatofitosis.html\

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya

stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan golongan jamur

dermatofita (Budimulja, 2005).

Dermatofita dibagi menjadi genera Microsporum, Trichophyton dan

Epidermophyton (Madani, 2000). Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan

keratin. Hingga kini dikenal sekitar 40 spesies dermatofita, masing-masing dua

spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum dan 21

spesies Trichophyton (Budimulja, 2005).

II. 1. Dermatofita

Menurut Madani (2000) golongan jamur dermatofita dapat menyebabkan beberapa

bentuk klinis yang khas. Satu jenis dermatofita dapat menghasilkan bentuk klinis yang

berbeda, tergantung letak lokasi anatominya.

A. Tinea Kapitis

Dermatofitosis pada kulit kepala dan rambut ini umumnya menyerang anak

prapubertas. Jamur menyerang stratum korneum dan masuk ke folikel rambut yang

selanjutnya akan menyerang bagian luar atau sampai ke bagian dalam rambut,

bergantung pada spesiesnya (Daili, dkk., 2005).

Page 4: hennnn

Menurut Madani (2000) ada tiga bentuk klinis tinea kapitis, yaitu :

1. Grey patch ringworm

Bentuk ini terutama disebabkan oleh Microsporum audouinii (Mulyono, 1986). Bentuk ini

ditemukan pada anak-anak dan biasanya dimulai dengan timbulnya papula merah kecil

di sekitar folikel rambut. Papula ini kemudian melebar dan membentuk bercak pucat

karena adanya sisik. Penderita mengeluh gatal, warna rambut menjadi abu-abu, tidak

berkilat lagi. Rambut menjadi mudah patah dan juga mudah terlepas dari akarnya. Pada

daerah yang terserang oleh jamur terbentuk alopesia setempat dan terlihat

sebagai grey patch.Bercak abu-abu ini sulit terlihat batas-batasnya dengan pasti bila

tidak menggunakan lampu Wood. Pemeriksaan dengan lampu Wood memberikan

fluoresensi kehijau-hijauan sehingga batas-batas yang sakit dapat terlihat jelas.

Gambar 1. Grey Patch Ringworm (Sumber : Kao, 2005)

2. Kerion

Merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Microsporum canis(Mulyono,

1986). Bentuk yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi berupa

pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di sekitarnya.

Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang menetap.

Page 5: hennnn

Gambar 2. Kerion (Sumber : Kao, 2005)

3. Black dot ringworm

Merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Trichophyton

tonsurans dan Trichophyton violaceum (Mulyono, 1986). Gambaran klinis berupa

terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut yang terinfeksi

tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah dan penuh spora terlihat sebagai titik

hitam.

Diagnosis banding pada tinea kapitis adalah alopesia areata, dermatitis seboroik dan

psoriasis (Siregar, 2005).

B. Tinea Favosa

Tinea favosa adalah infeksi jamur kronis, terutama oleh Trichophyton schoenleini,

Trichophyton violaceum dan Microsporum gypseum. Penyakit ini merupakan bentuk lain

tinea kapitis, yang ditandai oleh skutula berwarna kekuningan dan bau seperti tikus

pada kulit kepala. Biasanya, lesinya menjadi sikatrik alopesia permanen. Kadang kulit

halus dan kuku dapat terkena.

Gambaran klinis mulai dari gambaran ringan, berupa kemerahan pada kulit kepala dan

terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan, hingga skutula dan kerontokan rambut,

serta lesi menjadi lebih merah dan lebih luas. Setelah itu, terjadi kerontokan rambut

luas, kulit mengalami atrofi dan sembuh dengan jaringan parut permanen.

Penegakan diagnosis tinea favosa berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan

mikroskopis langsung, dengan menemukan miselium, air bubbles yang bentuknya tidak

Page 6: hennnn

teratur. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood tampak fluoresensi hijau pudar (dull

green) (Madani, 2000).

C. Tinea Korporis

Tinea korporis atau tinea sirsinata adalah infeksi jamur golongan dermatofita (berbagai

spesies Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton) pada badan, tungkai dan

lengan dan mempunyai gambaran morfologi yang khas (Daili, dkk., 2005).

Menurut Madani (2000) penyebab tersering penyakit ini adalah Trichophyton

rubrum dan Trichophyton mentagrophytes.

Pasien merasa gatal dan kelainan umumnya berbentuk bulat, berbatas tegas, terdiri

atas macam-macam efloresensi kulit (polimorf) dengan bagian tepi lesi lebih jelas tanda

peradangannya daripada bagian tengah. Beberapa lesi dapat bergabung dan

membentuk gambaran polisiklis. Lesi dapat meluas dan memberi gambaran yang tidak

khas terutama pada pasien imunodefisiensi. Pada kasus dermatofitosis dengan

gambaran klinis tidak khas, diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan kulit dengan larutan KOH 10-20 &#x (;Daili, dkk.,

2005).

Gambar 3. Tinea korporis (Sumber : Lesher, 2004)

Diagnosis banding tinea korporis adalah morbus hansen, pitiriasis rosea dan

neurodermatitis sirkumskripta (Siregar, 2005).

D. Tinea Imbrikata

Tinea imbrikata adalah dermatofitosis kronik rekuren disebabkan Trichophyton

concentricum. Di indonesia penyakit ini ditemukan endemis di wilayah tertentu, antara

Page 7: hennnn

lain Papua, Sulawesi, Sumatra dan pulau-pulau bagian tengah Indonesia Timur,

terutama pada masyarakat terasing. Kerentanan terhadap penyakit ini diduga

diturunkan secara genetik dengan pola penurunan autosomal resesif.

Gambaran klinis pada kulit berupa lingkaran-lingkaran konsentris terdiri atas lesi

papuloskuamosa, dengan stratum korneum yang lepas sisi bebasnya menghadap ke

arah dalam lesi, sehingga tampak tersusun seperti genting. Pada keadaan kronik rasa

gatal tidak menonjol (Daili, dkk., 2005).

E. Tinea Kruris

Tinea kruris adalah penyakit jamur dermatofita di daerah lipat paha, genitalia dan

sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Penyebabnya

biasanya adalah Epidermophyton floccosum, kadang-kadang dapat juga disebabkan

oleh Trichophyton rubrum.

Gambaran klinik biasanya adalah lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri. Mula-mula

lesi ini berupa bercak eritematosa dan gatal, yang lama-kelamaan meluas sehingga

dapat meliputi skrotum, pubis, glutea bahkan sampai paha. Tepi lesi aktif, polisiklis,

ditutupi skuama dan kadang-kadang disertai dengan banyak vesikel kecil-kecil.

Diagnosis banding tinea kruris meliputi dermatitis seboroik, kandidosis kutis, eritrasma,

dermatitis kontak dan psoriasis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis

yang khas dan ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan

mikroskop langsung memakai larutan KOH 10-20 &#x (;Madani, 2000; Siregar, 2005).

Gambar 5. Tinea Kruris (2) (Sumber : Wiederkehr, 2004)

F. Tinea Manus dan Pedis

Tinea manus dan pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur

dermatofita di daerah kulit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari

tangan dan kaki, serta daerah interdigital. Penyebab tersering

adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton

mentagrophytes danEpidermophyton floccosum.

Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa yang setiap hari harus memakai sepatu

tertutup dan pada orang yang sering bekerja di tempat yang basah, mencuci, di sawah

Page 8: hennnn

dan sebagainya. Keluhan penderita bervariasi mulai tanpa keluhan sampai mengeluh

sangat gatal dan nyeri karena terjadinya infeksi sekunder dan peradangan (Madani,

2000).

Menurut Madani (2000) dikenal tiga bentuk klinis tinea manus dan pedis yang sering

dijumpai, yakni :

1. Bentuk intertriginosa

Manifestasi kliniknya berupa maserasi, deskuamasi dan erosi pada sela jari. Tampak

warna keputihan basah dan dapat terjadi fisura yang terasa nyeri bila tersentuh. Infeksi

sekunder dapat menyertai fisura tersebut dan lesi dapat meluas sampai ke kuku dan

kulit jari. Pada kaki, lesi sering mulai dari sela jari III, IV dan V. Bentuk klinik ini dapat

berlangsung bertahun-tahun tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu ketika kelainan ini

dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri, sehingga terjadi limfangitis, selulitis dan

erisipelas yang disetai gejala-gejala umum.

2. Bentuk vesikular akut

Penyakit ini ditandai terbentuknya vesikula-vesikula dan bula yang terletak agak dalam

di bawah kulit dan sangat gatal. Lokasi yang tersering adalah telapak kaki bagian

tengah dan kemudian melebar serta vesikulanya memecah. Infeksi sekunder dapat

memperburuk keadaan ini.

3. Bentuk mocassin foot

Pada bentuk ini seluruh kaki dari telapak, tepi sampai punggung kaki, terlihat kulit

menebal dan berskuama. Eritem biasanya ringan, terutama terlihat pada bagian tepi

lesi.

Diagnosis banding untuk tinea manus adalah dermatitis kontak alergika, dermatitis

dishidrotik dan dermatitis numularis. Diagnosis banding untuk tinea pedis adalah

kandidiasis, akrodermatitis perstans dan pustular bacterid(Siregar, 2005). Diagnosis

ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan

KOH 10-20 &#x y;ang menunjukkan elemen jamur (Madani, 2000).

G. Tinea Unguium

Page 9: hennnn

Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita.

Penyebab penyakit yang tersering adalah Trichophyton

mentagrophytes dan Trichophyton rubrum.

Penyakit ini biasanya menyertai tinea pedis atau tinea manus. Keluhan penderita

berupa kuku menjadi rusak dan warnanya menjadi suram. Bergantung penyebabnya,

destruksi kuku dapat mulai dari distal, lateral ataupun keseluruhan. Bila disertai

paronikia, sekitar kuku akan terasa

nyeri dan gatal. Pada  umumnya tinea unguium berlangsung kronik

dan sukar penyembuhannya (Madani, 2000).

Gambar 6. Tinea Unguium (Sumber : Anonim, 2003)

Menurut Madani (2000) dikenal tiga bentuk gejala klinis tinea unguium, yakni :

1. Bentuk subungual distalis

Penyakit ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Penyakit akan menjalar ke

proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh.

2. Leukonikia trikofita atau leukonikia mikofita

Bentuk ini berupa bercak keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk

membuktikan adanya elemen jamur.

3. Bentuk subungual proksimal

Pada bentuk ini, kuku bagian distal masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak.

Kuku kaki lebih sering diserang daripada kuku tangan.

Diagnosis banding adalah onikodistrofi oleh karena kandida albikans, onikodistrofi

akibat trauma dan psoriasis pada kuku (Siregar, 2005). Diagnosis ditegakkan

Page 10: hennnn

berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 10-20 tau

dilakukan biakan untuk menemukan elemen jamur (Madani, 2000).

II. 2. Pengobatan Topikal

Menurut Djuanda (1994) ada dua pedoman dalam pengobatan topikal, yaitu :

1. a. Basah dengan basah

Berarti jika dermatosis basah (eksudatif) diobati dengan kompres terbuka. Tetapi

prinsip ini tidak mutlak, kompres terbuka juga digunakan pada dermatosis dengan

peradangan hebat.

b. Kering dengan kering

Berarti jika dermatosis kering diobati dengan vehikulum yang kering, misalnya salep.

2. Makin akut suatu dermatosis, makin lemah bahan aktif yang dipakai

Berarti pada dermatosis yang akut jangan diberi terapi dengan bahan aktif yang kuat,

yakni dengan konsentrasi yang tinggi karena akan menghebat.

Menurut Hamzah (2005) prinsip obat topikal secara umum terdiri atas dua bagian yaitu

bahan dasar (vehikulum) dan bahan aktif dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Bahan dasar (vehikulum)

Memilih bahan dasar (vehikulum) obat topikal merupakan langkah awal dan terpenting

yang harus diambil pada pengobatan penyakit kulit. Pada umumnya sebagai pegangan

ialah pada keadaan yang membasah dipakai bahan dasar yang cair atau basah,

misalnya kompres; dan pada keadaan kering dipakai bahan dasar padat atau kering,

misalnya salep. Secara sederhana bahan dasar dibagi menjadi tiga yaitu cairan, bedak

dan salep. Disamping itu ada dua campuran atau lebih bahan dasar, yaitu bedak kocok

(lotion), krim, pasta dan linimen.

a. Cairan

Cairan terdiri atas solusio (larutan dalam air) dan tinctura (larutan dalam alkohol).

Solusio dibagi dalam kompres, rendam (bath) dan mandi (full bath). Prinsip pengobatan

cairan ialah membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan sebagainya) dan

sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai. Disamping itu terjadi perlunakan atau

Page 11: hennnn

pecahnya vesikel, bula dan pustula. Hasil akhir pengobatan ialah keadaan yang

membasah menjadi kering, permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak

dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan berguna juga

untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar, parestesi oleh

bermacam-macam dermatosis. Harus diingat bahwa pengobatan dengan cairan dapat

menyebabkan kulit menjadi terlalu kering. Jadi pengobatan cairan harus dipantau

secara teliti. Kalau keadaan sudah mulai kering, maka pemakaiannya dikurangi dan

kalau perlu dihentikan untuk diganti dengan bentuk pengobatan lainnya. Cara kompres

lebih disukai daripada cara rendam dan mandi, karena pada kompres terdapat

pendinginan dengan adanya penguapan, sedangkan pada rendam dan mandi terjadi

proses maserasi. Bahan aktif yang dipakai dalam kompres ialah biasanya bersifat

astringen dan antimikrobial. Astringen mengurangi eksudat akibat presipitasi protein.

Kompres terdiri dari dua macam, yaitu kompres terbuka dan kompres tertutup.

Kompres terbuka dasarnya adalah penguapan cairan kompres disusul oleh absorbsi

eksudat atau pus. Indikasinya meliputi dermatosis madidans, infeksi kulit dengan eritem

yang mencolok (misalnya erisipelas) dan ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta

(Hamzah, 2005). Menurut Hardyanto (1990) cara ko

mpres bekerja pada radang akut melalui :

1) Penguapan air akan menarik kalor dari lesi, sehingga terjadi vasokonstriksi yang

mengakibatkan eritem berkurang.

2) Vasokonstriksi memperbaiki permeabilitas vaskuler, sehingga pengeluaran serum

dan udem berkurang.

3) Air melunakkan dan melarutkan krusta pada permukaan kulit, sehingga mudah

terangkat bersama kain kasa. Pembersihan krusta ini akan mengurangi sarang

makanan untuk bakteri dari cairan yang terperangkap di bawah krusta.

Kompres tertutup (kompres impermeabel) dasarnya adalah vasodilatasi, bukan untuk

penguapan. Indikasinya ialah kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venereum

(Hamzah, 2005).

b. Bedak

Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat

erat sehingga penetresinya sedikit sekali. Efek bedak ialah mendinginkan, antiinflamasi

Page 12: hennnn

ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi, antipruritus lemah, mengurangi

pergeseran pada kulit yang berlipat (intertrigo) dan proteksi mekanis. Pengobatan

dengan bedak yang diharapkan terutama ialah efek fisis. Bahan dasarnya ialah talkum

venetum. Bedak biasanya dicampur dengan seng oksida, sebab zat ini bersifat

mengabsorbsi air dan sebum, astringen, antiseptik lemah dan antipruritus lemah.

Indikasi pemberian bedak ialah dermatosis yang kering dan superfisial,

mempertahankan vesikel atau bula agar tidak pecah. Kontraindikasinya adalah

dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi sekunder (Hamzah, 2005).

Jika terjadi eksudat atau pus, maka campuran bedak dengan eksudat merupakan

adonan yang memudahkan terjadinya infeksi (Djuanda, 1994).

c. Salep

Salep ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi

seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula lanolin atau minyak.

Indikasinya adalah dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam dan

kronik dan dermatosis yang bersisik dan berkrusta. Kontraindikasinya adalah dermatitis

madidans. Jika kelainan kulit terdapat pada bagian badan yang berambut, penggunaan

salep tidak dianjurkan dan salep jangan dipakai di seluruh tubuh (Hamzah, 2005).

d. Bedak kocok

Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak yang biasanya ditambah dengan

gliserin sebagai bahan perekat, supaya bedak tidak terlalu kental dan cepat menjadi

kering maka jumlah zat padat maksimal 40 an jumlah gliserin 10 15 &#x. ;Hal ini berarti

jika beberapa zat aktif padat ditambahkan, maka prosentase tersebut jangan

terlampaui. Indikasi digunakan bedak kocok adalah dermatosis yang kering, superfisial

dan agak luas, serta dermatosis pada keadaan sub akut. Kontraindikasinya ialah

dermatitis madidans dan daerah badan yang berambut (Hamzah, 2005).

e. Krim

Krim adalah emulsi O/W (oil in water) atau W/O (water in oil). Kombinasi antara minyak

dengan air ditambah emulgator menghasilkan emulsi W/O atau O/W, bergantung pada

susunan komponen di atas. Krim W/O (cold cream) lebih cocok dipakai waktu malam

karena melengket lebih lama di kulit. Krim O/W (vanishing cream) lebih cocok dipakai

waktu siang karena lebih cair dan tidak lengket (Madani, 2000). Indikasi digunakan krim

Page 13: hennnn

ialah indikasi kosmetik, dermatosis yang subakut dan luas, dan boleh digunakan di

daerah yang berambut. Kontraindikasi untuk krim W/O ialah dermatitis madidans

(Hamzah, 2005).

f. Pasta

Pasta ialah campuran homogen bedak dan vaselin. Pasta bersifat protektif dan

mengeringkan. Indikasi penggunaan pasta ialah dermatosis yang agak basah.

Kontraindikasinya ialah dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk

daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan badan, pasta tidak dianjurkan karena terlalu

melekat (Hamzah, 2005). Sekarang pasta jarang dipakai karena pengolesan dan

pembersihannya lebih sulit (Madani, 2000).

g. Linimen

Linimen atau pasta pendingin ialah campuran cairan, bedak dan salep. Indikasi

penggunaanya yaitu pada dermatosis yang subakut. Kontraindikasinya yaitu dermatosis

madidans (Hamzah, 2005).

Menurut Hamzah (2005) ada vehikulum lain yaitu gel. Gel ialah sediaan hidrokoloid atau

hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari senyawa organik. Zat untuk membuat gel di

antaranya ialah karbomer, metilselulosa dan tragakan. Bila zat-zat tersebut dicampur

dengan air dengan perbandingan tertentu akan terbentuk gel. Karbomer akan membuat

gel menjadi sangat jernih dan halus. Gel segera mencair, jika berkontak dengan kulit

dan membentuk satu lapisan. Absorbsi per kutan lebih baik daripada krim.

2. Bahan aktif

Pemilihan obat topikal selain faktor vehikulum, juga faktor bahan aktif yang dimasukkan

ke dalam vehikulum, yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk pengobatan

topikal. Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisiko-kimia permukaan

kulit, di samping komposisi formulasi zat yang dipakai.

Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk

konsentrasi obat, kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas dan efek

vehikulum terhadap kulit.

Page 14: hennnn

Bahan-bahan aktif yang biasa digunakan pada penyakit kulit secara umum di antaranya

ialah alumunium asetat, asam asetat, asam benzoat, asam borat, asam salisilat, asam

undesilenat, asam vitamin A (tretionin, asam retinoat), benzokain, benzil

benzoat, camphora, kortikosteroid topikal, mentol, padofilin, selenium disulfid, sulfur,

ter, tiosulfas natrikus, urea, zat antiseptik, antibiotik dan antifungal (Djuanda, 1994;

Hamzah, 2005).

II. 3. Obat Antijamur Topikal

Menurut Kuswadji dan Widaty (2001) obat antijamur topikal yang ideal adalah obat

yang aktif pada konsentrasi sangat rendah, mempunyai formula yang beragam, efek

samping minimal atau bahkan tidak ada, dengan formula yang spesifik (misalnya untuk

kuku dan mukosa) dan mempunyai manfaat tambahan untuk kelainan yang biasa

menyertai infeksi jamur (misalnya antiinflamasi, keratolitik dan antibakteri).

Obat topikal yang diperuntukkan pada infeksi dermatofita berdasarkan mekanisme

kerjanya meliputi :

1. Bahan kimia antiseptik

Mempunyai sifat antibakteri dan antijamur ringan serta bersifat mengeringkan,

misalnya Cestallani paint (solusio carbol fuchsin) dapat digunakan untuk kasus tinea

kruris dan kandidosis intertriginosa. Selain itu juga dapat dindikasikan untuk tinea

unguium, tinea imbrikata dan tinea korporis (Kuswadji dan Widaty, 2001; Siregar,

2005).

2. Bahan keratolitik

Yaitu bahan yang meningkatkan eksfoliasi stratum korneum. Misalnya

salepWhitefield mengandung asam salisilat 3 &#x, ;asam benzoat 6 alam petrolatum,

dikatakan efektif bagi tinea pedis dan asam undesilenat krim dan bedak 3 &#x. ;Asam

salisilat pada konsentrasi rendah (1 2 &#x) ;berefek keratoplastik, konsentrasi tinggi (3

20 &#x) ;berefek keratolitik dan dipakai pada keadaan dermatosis yang hiperkeratotik

dan pada konsentrasi sangat tinggi (40 &#x) ;dipakai untuk kelainan-kelainan yang

dalam. Asam salisilat berkhasiat fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3 6

alam salep, selain itu berkhasiat bakteriostasis lemah. Asam salisilat tidak dapat

dikombinasikan dengan seng oksida karena akan terbentuk garam sengsalisilat yang

tidak aktif. Asam benzoat mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal.

Page 15: hennnn

Salep Whitefield dapat juga berguna untuk pengobatan topikal pada tinea kruris, tinea

unguium dan tinea korporis. Asam undesilenat dalam bentuk cairan dapat digunakan

pada tinea unguium (Kuswadji dan Widaty, 2001; Tjay dan Rahardja, 2003; Hamzah,

2005; Siregar, 2005).

3. Golongan allilamin

Golongan ini bekerja dengan menghambat enzim epoksidase skualen pada proses

pembentukan ergosterol membran sel jamur. Allilamin memiliki efektivitas klinis yang

tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70 100 &#x. ;Naftitin merupakan obat

antijamur berspektrum luas dan derivat allilamin yang sintetis. Dapat menurunkan

ergosterol yang menghambat pertumbuhan sel jamur. Pada konsentrasi 1 &#x

m;emiliki daya antiinflamasi. Tersedia dalam bentuk krim, g

el atau solusio 1 &#x. ;Penderita tinea korporis dewasa maupun anak-anak cukup

dioleskan 4 kali sehari pada sekitar lesi selama 2 minggu dalam bentuk krim 1

&#x. ;Tinea kruris 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 &#x. ;Tinea

pedis dioleskan 4 kali sehari dalam bentuk krim 1 tau 2 kali sehari dalam bentuk gel 1

&#x. ;Terbinafin merupakan derivat allilamin yang sintetis yang menghambat

epoksidase skualen, sebuah enzim penting dalam biosintesis sterol pada jamur yang

menghasilkan defisiensi ergosterol, penyebab kematian sel jamur. Penelitian

menemukan bahwa obat ini efektif dan tertoleransi dengan baik oleh anak-anak.

Terbinafin dioleskan 4 kali sehari pada penderita tinea kruris dan tinea korporis baik

dewasa maupun anak-anak dalam waktu 1 4 minggu. Penderita tinea pedis dewasa dan

anak-anak (>12 tahun) diberikan olesan sebanyak 2 kali sehari dalam bentuk krim

(Cholis, 2001; Kuswadji dan Widaty, 2001; Lesher, 2004; Rubiez, 2004; Wiederkehr,

2004; Robins, 2005). MIMS tahun 2005 menyebutkan contoh nama merk dagang obat

naftitin yaitu exoderil dan contoh nama merk dagang obat terbinafin yaitu interbi,

lamisil dan termisil (Evaria, 2005).

4. Golongan benzilamin

Butenafin merupakan obat anti jamur baru, termasuk golongan benzilamin yang bersifat

fungisidik terhadap dermatofit, seperti Trichophyton mentagrophytes, Microsporum

canis dan Trichophyton rubrum yang menyebabkan infeksi-infeksi tinea. Butenafin

bekerja pada stadium yang lebih dini dalam alur metabolisme sehingga menyebabkan

terjadinya akumulasi skualen dan kematian sel jamur. Sifat fungisidik butenafin

Page 16: hennnn

menyebabkan masa pengobatan yang pendek dengan angka kesembuhan yang tinggi

dan angka kekambuhan yang rendah. Penderita tinea korporis dewasa dan anak-anak

(> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 1

&#x. ;Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4

kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 &#x. ;Penderita tinea pedis dewasa

dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 2 kali sehari selama 1 minggu atau 4

kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 &#x. ;Contoh nama merk dagang

obat butenafin adalah mentax (Cholis, 2001; Lesher, 2004; Wiederkehr, 2004; Robins,

2005).

5. Golongan imidazol

Umumnya senyawa imidazol ini berkhasiat fungistatis dan pada dosis tinggi bekerja

fungisid terhadap fungi tertentu. Imidazol memiliki efektivitas klinis yang tinggi dengan

angka kesembuhan berkisar 70 100 &#x. ;Mekanisme kerjanya dengan menghambat

sintesis ergosterol, suatu unsur penting untuk integritas membran sel (Gonzales, 1987

cit Hardyanto, 1990; Cholis, 2001; Tjay dan Rahardja, 2003). Golongan imidazol meliputi

:

a. Mikonazol

Derivat mikonazol ini berkhasiat fungisid kuat dengan spektrum kerja lebar sekali. Lebih

aktif dan efektif terhadap dermatofit biasa dan kandida daripada fungistatika lainnya.

Zat juga bekerja bakterisid pada dosis terapi terhadap sejumlah kuman Gram positif

kecuali basil-basil Doderlein yang terdapat dalam vagina. Penderita tinea kruris dewasa

dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 2

&#x, ;bedak kocok ataupun bedak. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak

diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 2 6 minggu dalam bentuk krim 2 tau bedak

kocok. Jika menggunakan bedak, maka cukup ditaburkan 2 kali sehari selama 2 4

minggu (Tjay dan Rahardja, 2003; Rubeiz, 2004; Wiederkehr, 2004; Robins, 2005). MIMS

tahun 2005 menyebutkan contoh nama merk dagang obat mikonazol yaitu micoskin,

mexoderm dan daktarin (Evaria, 2005).

b. Klotrimazol

Derivat imidazol ini memiliki spektrum fungistatis yang relatif lebih sempit daripada

mikonazol. Pada konsentrasi tinggi, zat ini juga berdaya bakteriostatis terhadap kuman

Page 17: hennnn

Gram positif. Penderita tinea pedis dan tinea korporis dewasa diberikan sebanyak 2 kali

sehari selama 2 6 minggu dalam bentuk krim 1 tau solusio, sedangkan pada anak-anak

tidak tersedia. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali

sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 1 &#x, ;solusio ataupun bedak kocok (Tjay

dan Rahardja, 2003; Rubeiz, 2004; Wiederkehr, 2004; Robins, 2005). MIMS tahun 2005

menyebutkan contoh nama merk dagang obat klotrimazol yaitu canesten, lotremin dan

fungiderm (Evaria, 2005).

c. Ketokonazol

Ketokonazol adalah fungistatikum imidazol pertama yang digunakan per oral (1981).

Spektrum kerjanya mirip dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi patogen.

Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali

sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 &#x. ;Penderita tinea kruris dewasa dan

anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam

bentuk krim 2 &#x. ;Penderita tinea korporis dewasa dan anak-anak dioleskan

sebanyak 4 kali sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 2 &#x (;Tjay dan Rahardja,

2003; Lesher, 2004; Rubeiz, 2004; Wiederkehr, 2004; Robins, 2005). MIMS tahun 2005

menyebutkan contoh nama merk dagang obat ketokonazol yaitu formyco, nizoral dan

mycozid (Evaria, 2005).

d. Ekonazol

Ekonazol adalah derivat mikonazol, tetapi satu dari empat atom klor diganti oleh atom

H. Spektrum kerjanya lebih kurang sama, hanya lebih aktif terhadap Aspergillus. Obat

ini efektif untuk infeksi kutaneus. Titik tangkapnya berhubungan dengan metabolisme

sintesis RNA dan protein, mengganggu permeabilitas dinding sel jamur sehingga

menyebabkan kematian sel jamur. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak

dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 1 &#x.

;Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali

sehari dalam bentuk krim 1 &#x. ;Contoh nama merk dagang obat ekonazol adalah

pevaryl (Tjay dan Rahardja, 2003; Wiederkehr, 2004; Robins, 2005).

e. Oksikonazol

Oksikonazol merupakan obat jamur yang memiliki spetrum luas. Titik tangkapnya yaitu

menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kematian sel jamur.

Page 18: hennnn

Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2

minggu dalam bentuk krim 1 &#x. ;Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak

dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 tau bedak

kocok. Contoh nama merk dagang obat oksikonazol adalah oxistat (Wiederkehr, 2004;

Robins, 2005).

f. Sulkonazol

Sulkonazol merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu

menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel,

sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-

anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk

krim 1 tau solusio. Contoh nama merk dagang obat sulkonazol adalah exelderm

(Wiederkehr, 2004).

g. Sertakonazol

Bentuk krim sertakonazol nitrat merupakan antijamur yang aktif melawanTrichophyton

rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum. Diindikasikan

untuk tinea pedis dengan dioleskan 2 kali sehari baik dewasa maupun anak-anak (> 12

tahun). Contoh nama merk dagang obat sertakonazol adalah ertaczo (Rubeiz, 2004).

h. Bifonazol

Bifonazol merupakan derivat imidazol yang berkhasiat terhadap beberapa jenis jamur

dan ragi yang patogen terhadap manusia serta terhadap beberapa kuman Gram positif.

Bifonazol bermanfaat pada pengobatan tinea unguium dalam bentuk losio atau krim

yang dikombinasikan bersama urea 40 engan bebat (Madani, 2000; Tjay dan Rahardja,

2003). MIMS tahun 2005 menyebutkan contoh nama merk dagang obat bifonazol yaitu

mycospor (Evaria, 2005).

6. Golongan lainnya

a. Siklopiroks

Senyawa hidroksipiridon ini berspektrum luas. Senyawa ini berkhasiat fungisid

terhadap Candida albican dan Trichophyton rubrum, fungistatis terhadapMalassezia

furfur (panu), lagi pula bekerja bakteriostatis lemah. Walaupun struktur kimianya

Page 19: hennnn

berbeda dengan zat-zat imidazol, tetapi mekanisme kerjanya diperkirakan sama, yaitu

ter

hadap membran plasma sel jamur. Mungkin juga mekanisme kerjanya berdasarkan

perintah transpor dari asam-asam amino dan ion-ion melalui membran sel. Daya

kerjanya diperkuat bila dibuat ester oalmin. Siklopiroks khusus digunakan secara

dermal. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (> 10 tahun) dioleskan sebanyak

2 kali sehari dalam bentuk krim 1 &#x, ;jika tidak ada perbaikan setelah 4 minggu maka

perlu dievaluasi lagi. Hal tersebut juga berlaku pada penderita tinea kruris dan tinea

kapitis. Solusio siklopiroks telah dilaporkan dapat berpenetrasi melalui semua lapisan

kuku pada kasus tinea unguium namun memiliki efikasi yang rendah sehingga perlu

kombinasi dengan obat antijamur oral. (Tjay dan Rahardja, 2003; Lesher, 2004;

Wiederkehr, 2004; Blumberg, 2005; Robins, 2005). MIMS tahun 2005 menyebutkan

contoh nama merk dagang obat siklopiroks yaitu batrafen dan loprox nail lacquer

(Evaria, 2005).

b. Tolnaftat

Tonaftat termasuk golongan tiokarbonat dan merupakan antijamur yang sangat efektif

terhadap dermatofitosis dan infeksi Pityrosporum orbicularetetapi tidak

terhadap Candida. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat epoksidasi

skualen pada membran sel jamur. Biasanya digunakan 2 kali sehari selama 2 4 minggu

dan dilanjutkan 2 minggu setelah gejala klinis hilang. Penderita tinea kruris dewasa dan

anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1 &#x, ;solusio

dan bedak. Tolnaftat dapat diindikasikan pada pengobatan topikal untuk tinea korporis

dan tinea unguium. Contoh nama merk dagang obat tolnaftat adalah tinactin

(Hardyanto, 1990; Wiederkehr, 2004, Siregar, 2005).

c. Haloprogin

Haloprogin berkhasiat fungisid terhadap Epidermophyton, Pityrosporum,

Trichophyton dan Candida. Kadang-kadang terjadi sensitasi dengan timbulnya gatal-

gatal, perasaan terbakar dan iritasi kulit. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak

dioleskan sebanyak 3 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1 an solusio. Biasanya

digunakan dalam waktu 2 4 minggu. Contoh nama merk dagang obat haloprogin adalah

halotex (Kuswadji dan Widaty, 2001; Tjay dan Rahardja, 2003; Wiederkehr, 2004).

Page 20: hennnn

Pengobatan pada tinea unguium sangat memerlukan kombinasi dengan obat antijamur

oral terutama generasi baru seperti itrakonazol dan terbinafin, karena jika hanya

mengandalkan obat topikal saja maka daya penetrasi terhadap kuku sangat terbatas

sehingga tidak efektif (Blumberg, 2005). Pengobatan tinea manus pada prinsipnya

sama dengan pengobatan yang dilakukan pada tinea pedis (Madani, 2000).

DAFTAR PUSTAKA

Adiguna, M.S., 2001, Epidemiologi Dermatomikosis Di Indonesia, dalamBudimulja,

U., Kuswadji., Bramono, K., Menaldi, S.L., Dwihastuti, P. dan Widaty, S. (eds),

Dermatomikosis Superfisialis Pedoman Untuk Dokter dan Mahasiswa Kedokteran, Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 1 6.

Anonim, 2003, Fungus Infections : Tinea,/derm

title=http://www.emedicine.com/derm

target=_blank>http://www.emedicine.com/derm

Budimulja, U., 2005, Mikosis, dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S. (eds), Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin, 4th ed, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta :

89 105.

Cholis, M., 2001, Penatalaksanaan Tinea Glabrosa Dan Perkembangan Obat

Antijamur baru, Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Brawidjaja, Malang : 21 24.

Daili, E.S.S., Menaldi S.L. dan Wisnu, I.M., 2005, Penyakit Kulit Yang Umum Di

Indonesia Sebuah Panduan Bergambar, PT Medical Multimedia Indonesia, Jakarta :

27 37.

Djuanda, A., 1994, Pengobatan Topikal Dalam Bidang Dermatologi, Yayasan

Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta.

Dorland, 1996, Kamus Kedokteran Dorland, dalam Harjono, R.M., Oswari, J.,

Ronardy, D.H., Santoso, K., Setio, M., Soenarno, Widianto, G., Wijaya, C. dan Winata, I.

(eds), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 1937.

Evaria, 2005, MIMS Edisi Bahasa Indonesia, 6th vol, PT InfoMaster, Jakarta : 395 398.

Hamzah, M., 2005, Dermatoterapi, dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S. (eds),

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 4th ed, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta: 340 - 350.

Page 21: hennnn

Hardyanto, 1990, Antijamur Dalam Dermatologi, dalam Ednawati dan Soedarmadi

(eds), Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah mada, Yogyakarta : 41 58.

Kao, G.F., 2005, Tinea Capitis,

title=http://www.emedicine.com/derm

target=_blank>http://www.emedicine.com/derm

Siregar, R.S., 2005, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta : 10 44.

Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2003, Obat-Obat Penting, 5th, Penerbit PT Elex Media

Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta: 91 104.

Wiederkehr, M., 2004, Tinea Cruris,http://medicom.blogdetik.com/2009/03/10/dermatofitosis-2/