Upload
sheina-abbas-kalashnikov
View
74
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hepatitis
Citation preview
1. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium (1). Kejang demam ini terjadi pada
2% - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun(2). Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam(4). Kejang demam
harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam(3). Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam(1). Kejang disertai demam pada
bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam(4). Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun mengalami kejang didahuluidemam, kemungkinan lain
harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam(4). Definisi ini menyingkirkan
kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang
mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat(3).
2. Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber diluar susunan saraf
pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang
demam . Penyakit yang paling seringmenimbulkan kejang
demam adalah infeksi saluran pernafasan atas , otitis media akut,
pneumonia ,gastroenteritis, bronchitis dan infeksi . Penentuan
faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk tatalaksana
selanjutnya,2 karena kejang dapat diakibatkan berbagai macam
etiologi.
Adapun etiologi kejang yang tersering pada anak yaitu:
- Infeksi: meningitis, ensefalitis
- Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia,
hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal
ginjal,
gagal hati, gangguan metabolik bawaan
- Trauma kepala
- Keracunan: alkohol, teofilin
- Penghentian obat anti epilepsi
- Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan
intrakranial, idiopatik
3. Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah
demam(3). Ada riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada
saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan
genetik (1,3). Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat,
problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,
dan kadar natrium rendah, cepatnya anak mendapat kejang
setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang,
riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsi(1,3).
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya
gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks,
riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan,
lebih dari satu kali kejang demam kompleks(1).
4. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ
otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme.
Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan
diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler(6). Jadi sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air (6). Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar
adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase yang
terdapat pada permukaan sel(6). Keseimbangan potensial
membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan(6).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15 % dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak
berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan
terjadilah kejang (6). Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau
lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang
kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang(6).
Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin
dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang
akibat hipertermia(1).
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya
terjadihipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian
diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah
yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak(6). Kerusakan pada
daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di
kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi(6).
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik yang berlebihan berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat (GABA) atau meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang. Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.
5. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk
umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam(7). Kejang demam sederhana
merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam(6). Suhu yang
tinggi merupakan keharusan pada kejang demam sederhana,
kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh
kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat lain,
misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya.
Bila dalam riwayat penderita pada umur – umur sebelumnya
terdapat periode - periode dimana anak menderita suhu
yangsangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka
pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati – hati,
mungkin kejang yang ini ada penyebabnya(2). Pada kejang
demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu
sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang
tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita
demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba – tiba merupakan
faktor yang penting untuk menimbulkan kejang(2). Kejang pada
kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya
bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal; kadang –
kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang
dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu
16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang
mendadak, dalam hal ini juga kejang demamsederhana masih
mungkin(2).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(7).
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %
kejangn demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi,
atau kejang umum yang didahului kejang parsial(4). Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 %
diantara anak yang mengalami kejang demam(4).
6. Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media kut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6). Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:1. Kejang demam sederhana (simple febrile
convulsion)2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy
triggered off by fever).Modifikasi kriteria Livingston(6):
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah
timbulnya demam.5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang
normal.6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1
minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam(6).
Gambar 1. kejang fase tonik dan klonik
7. Penegakan Diagnosa
Pada kasus ini, anamnesis dilakukan secara allo-
anamnesis yaitu menanyakan pada penjaga atau ibu bapak anak
hal-hal berkaitan dengan keluhan anaknya. Anamnesis anak
dengan kejang demam biasanya didapatkan riwayat kejang
demam pada anggota keluarga lainnya(ayah,ibu atau saudara
kandung).
A. Anamneis
1. Identitas penderita:
Nama, alamat, tempat/tanggal lahir, umur, jenis
kelamin,status sosial ekonomi keluarga serta lingkungan
tempat tinggal.
2. Riwayat penyakit sekarang:
a. Apakah keluhan utama pasien datang berobat?
b. Adakah terjadi kejang? Kapan pertama kejang?Berapa
lama kejang? Jenis kejang? Suhu sebelum/saat kejang,
frekuensi kejang?
c. Demam sejak kapan? Penyebab demam adakah di luar
susunan saraf pusat?
d. Kesadaran anak sebelum/setelah kejang?
e. Kejang tonik,klonik,fokal,generalisata?
3. Riwayat penyakit dahulu:
a. Adakah pernah menderita kejang demam sebelumnya?
Jika ada di usia berapa? Frekuensi kejang?
b. Adakah ada riwayat penyakit neurologis yang lain seperti
meningitis?
c. Adakah ada sebarang kelainan pada organ atau sistem
tubuh yang lain?
4. Riwayat pengobatan:
a. Adakah pernah berjumpa dokter lain untuk mendapatkan
perawatan?
b. Adakah ada mangkonsumsi obat-obat yang diresep oleh
dokter atau dibeli di apotek sebelumnya?
5. Riwayat kehamilan:
a. Kesehatan ibu saat kehamilan
b. Pernah sakit panas?
c. Pernah tetanus toxoid?
6. Riwayat kelahiran:
a. Tanggal lahir
b. Tempat lahir
c. Ditolong oleh siapa
d. Cara kelahiran
e. Kehamilan ganda
f. Keadaan stlh lahir, pasca lahir, hari-hari 1 kehidupan
g. Masa kehamilan
h. Berat badan dan panjang badan lahir (apakah sesuai
dengan masa kehamilan, kurang atau besar).
7. Riwayat penyakit keluarga
a. Adakah ada riwayat kejang demam dalam keluarga?
b. Adakah ada riwayat epilepsi dalam keluarga?
c. Adakah ada riwayat penyakit neurologis lain dalam
keluarga?
8. Riwayat pertumbuhan.
a. Kurva berat badan terhadap umur.
b. Gizi cukup atau kurang.
B. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang
demam. Umumnya dapat dilakukan pemeriksaan tanda – tanda
vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan, denyut nadi
serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.Pemeriksaan
tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk memperhatikan
apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk pemeriksaan
kesadaran yang digunakan dapat berbentuk pemeriksaan
kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kesadaran kualitatif pasien
terbagi atas: : a) Compos mentis: sadar terhadap diri dan
lingkungan b) Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi c )
Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri
d) Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat,
kemudian kesadaran turun lagi e) Koma : tanpa gerakan sama
sekali. Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale,
tabel berikut akan menjelaskan tentang Glasgow Coma Scale.
Gambar 1 . Tabel Glasgow Coma Scale
Skor terendah ialah 3 yang berarti pasien dalam keadaan
koma dalam dan yang tertinggi 15 berarti pasien dalam keadaan
sadar sepenuhnya.Pemeriksaan tanda rangsang meningial dapat
digunakan untuk mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk
pemeriksaan tanda rangsang meningeal meliputi kaku kuduk,
tanda Kernig, tanda Laseque dan tanda Brudzinsky.
Gambar 2. Pemeriksaan fisik pada kejang demam.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Selama ini lumbal punksi dikerjakan pada semua anak dengan
kejang demam yang pertama, meskipun anak menderita kejang
demam simpleks, tetapi saat ini kecenderungan LP pada
penderita kejang demam berdasarkan pada adanya gejala-gejala
meningitis atau umur anak di bawah 18 bulan oleh karena pada
anak di bawah 18 bulan gejala meningitis tidak selalu dijumpai
pada penderita meningitis. Leung dan Lane, memberikan kriteria
indikasi LP, yakni : adanya klinis meningitis, umur kurang dari
2 tahun atau lebih 5 tahun, kejang demam kompleks, pulih dari
kejang lebih lama dari biasanya, anak terlihat tidak seperti anak
sehat (look right). Hati-hati bila ditemukan tanda-tanda TIK
yang sangat tinggi, perlu dilakukan CT Scan sebelumnya untuk
menentukan adanya SOL (Space Occupying lesion). Resiko
terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada bayi
kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitiskarena manifestasi klinisnya tidak jelas.
Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
b. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.
c. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih
dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.
Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan
Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed
tomography scan (CT – scan) atau magnetic resonance imaging
(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti :
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papiledema.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu
pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam
keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan
dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5
menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan
dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang
dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3
tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila
setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan caradan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin
secara intravena dengan dosis awal 10 – 20mg/kgBB/kali
dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8
mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan
fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamapakah kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
b. Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari.
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan
sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % -
60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis
0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut
cukup tinggi dan menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejangdemam.
3. Pemberian Obat Rumat (4)
a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut (salahsatu) :
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
b. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12
bulan.
c. Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejandemam >
15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan
neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan
ringan bukan merupakanindikasi pengobatan rumat. Kejang
fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.
b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap
hari efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang.
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak
berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus selektif dandalam jangka pendek. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil
kasus,terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis
asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan
fenobarbital 3 – 4mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada
penatalaksanaan kejang demam yaitu
1. Pengobatan fase akut
Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah
aspirasi ludah ataumuntahan dan diusahakan jalan nafas
harus bebas agar oksigenisasi terjamin.Perhatikan
keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu,
pernafasan, danfungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi
diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian
antipiretik.Kejang demam terjadi akibat adanya demam,
maka tujuan utama pengobatanadalah mencegah
terjadinya peningkatan demam oleh karena itu
pemberian obat – obatan antipiretik sanagt diperlukan.
Obat – obat yang dapat digunakan sebagaiantipiretik
adalah asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6
jam atau ibuprofen5 – 10 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6
jam.Diazepam adalah obat yang paling cepat
menghentikan kejang. Efek terapeutik diazepam sangat
cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek
toksik yangserius hampir tidak dijumpai apa bila
diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50
mg persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara
intravena danintrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-
0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2mg/menit
dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti
sebelum diazepam
habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila
tidak timbul kejang lagi jarumdicabut.
5
Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang
kejang seringkalimenyulitkan, cara pemberian yang
mudah, sederhana dan efektif melalui rektum
telahdibuktikan keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael
dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981).Pemberian dilakukan
pada anak/bayi dalam posisi miring/ menungging dan
denganrektiol yang ujungnya diolesi vaselin,
dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol kerektum
sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol dipijat hingga
kosong betul danselanjutnya untuk beberapa menit
lubang dubur ditutup dengan cara merapatkankedua
muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg dapat
digunakan adalah 5 mg(BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10
kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang5
menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin
dengan dosis awal 10-20mg/kgBB secara intravena
perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah
pemberianfenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan
NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan
menyebabkan iritasi vena.
5
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan
fenobarbital yanglangsung diberikan setelah kejang
berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan – 1 tahun50 mg
dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4
jam kemudiandiberikan fenobarbital dosis rumatan.
Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan
dosis 4-5mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan
belum membaik, obat diberikan secarasuntikan dan
setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa
dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek
sampingnya adalah hipotensi, penurunankesadaran, dan
depresi pernafasan.
2. Mencari dan mengobati penyebab.
Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menyingkirkankemungkinan meningitis, terutama pada
pasien kejang demam yang pertama.Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasusyang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila
ada gejala meningitis atau bilakejang demam
berlangsung lama.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang
demam.
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:
1. Profilaksis intermitenUntuk mencegah terulangnya
kejang kembali dikemudian hari, penderita
yangmenderita kejang demam sederhana diberikan
diazepam secara oral untuk profilaksisintermiten
dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis saat pasiendemam. Diazepam dapat juga
diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5
mg(BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien
menunjukan suhu lebih dari 38,5°C.Profilaksis
intermiten ini sebaiknya diberikan sampai
kemungkinan anak untuk menderita kejang demam
sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4
tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin
terdapatnya dosisterapeutik yang stabil dan cukup
didalam darah penderita untuk mencegahterulangnya
kejang demam berat yang dapat menyebabkan
kerusakan otak tetapitidak dapat mencegah terjadinya
epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-
menerussetiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/
kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yangdapat
digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40
mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus
diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir
dandihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila
ada 2 kriteria (termasuk poin 1atau 2) yaitu:
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada
kelainan neurologis atau perkembangan (misalnya
serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).2.
Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau
diikuti kelainan neurologissementara atau
menetap.3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada
orang tua atau saudara kandung.4. Bila kejang
demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12
bulan atau terjadi kejangmultipel dalam satu episode
demam.
2. Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin
memberikan pengobatan jangka panjang, maka
berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak
demam dengandiazepam oral alau rektal tiap 8 jam
di samping antipiretik.
3. Dalam penanganan kejang demam, orang tua
harus mengupayakan dirisetenang mungkin dalam
mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus
diperhatikanadalah sebagai berikut :
a. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan
posisi menyamping, bukan terlentang, untuk
menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si
anak seperti sendok atau penggaris, karena justru
benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak
memerlukan penanganankhusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak
harus segera dibawa kefasilitas kesehatan terdekat.
Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa
kefasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut
setelah 5 menit. Ada pulasumber yang menyatakan
bahwa penanganan lebih baik dilakukan
secepatmungkin tanpa menyatakan batasan menit.
f. Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu
dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber
demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-
muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.
g. Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan
yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah
sebagai berikut :
1. Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
2. Pemberian oksigen melaluiface mask
3. Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per
rektal (melalui anus) atau jikatelah terpasang selang
infus 0,2 mg/kg per infus
4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
5. Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan
kadar gula darah untuk menelitikemungkinan
hipoglikemia. Namun sumber lain hanya
menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang
mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca
kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.