31
BAB I PENDAHULUAN Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan dan pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainankelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Secara keseluruhan, insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior. Secara internasional, insiden hidrosefalus yang didapat juga tidak diketahui jumlahnya. Sekitar 100.000 shunt yang tertanam setiap tahun di negara maju, tetapi informasi untuk negara- negara lain masih sedikit. Kematian pada hidrosefalus yang tidak ditangani dapat terjadi oleh karena herniasi tonsil 1

Hidrosefalus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah hidrosefalus

Citation preview

Page 1: Hidrosefalus

BAB I

PENDAHULUAN

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya

cairan serebrospinal dengan dan pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga

terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat

ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu

bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainankelainan

tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-

ubun.

Secara keseluruhan, insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran.

Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43%

disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk

kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua

umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus

infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan

subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior. Secara

internasional, insiden hidrosefalus yang didapat juga tidak diketahui jumlahnya. Sekitar

100.000 shunt yang tertanam setiap tahun di negara maju, tetapi informasi untuk negara-

negara lain masih sedikit. Kematian pada hidrosefalus yang tidak ditangani dapat terjadi oleh

karena herniasi tonsil sekunder yang dapat meningkatkan tekanan intracranial, kompresi

batang otak dan sistem pernapasan.

Hidrosefalus menjadi kasus yang banyak terjadi di perkotaan. Penyebab hidrosefalus

salah satunya adalah bakteri. Pada daerah perkotaan yang padat penduduk, memungkinkan

terjadi penyebaran bakteri dengan cepat salah satunya bakteri yang menyebabkan

hidrosefalus. Selain itu, pada daerah perkotaan yang padat penduduk masih banyak penduduk

yang tingkat kesejahteraannya rendah. Tingkat kesejahteraan yang rendah dapat

mempengaruhi nutrisi pada ibu hamil. Nutrisi pada ibu hamil juga mrmpengaruhi

perkembangan janin. Pada ibu dengan nutrisi yang kurang, maka perkembangan janin pun

akan terganggu sehingga dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti hidrosefalus.

1

Page 2: Hidrosefalus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Struktur anatomi yang berkaitan dengan hidrosefalus, yaitu bangunan-bangunan dimana

CSS berada. Sistem ventrikel otak dan kanalis sentralis.

1. Ventrikel lateralis Ada dua, terletak didalam hemispherii telencephalon. Kedua

ventrikel lateralis berhubungan denga ventrikel III (ventrikel tertius) melalui foramen

interventrikularis (Monro).

2. Ventrikel III (Ventrikel Tertius) Terletak pada diencephalon. Dinding lateralnya

dibentuk oleh thalamus dengan adhesio interthalamica dan hypothalamus. Recessus

opticus dan infundibularis menonjol ke anterior, dan recessus suprapinealis dan

recessus pinealis ke arah kaudal. Ventrikel III berhubungan dengan ventrikel IV

melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus Sylvii (aquaductus cerebri).

3. Ventrikel IV (Ventrikel Quartus) Membentuk ruang berbentuk kubah diatas fossa

rhomboidea antara cerebellum dan medulla serta membentang sepanjang recessus

lateralis pada kedua sisi. Masing-masing recessus berakhir pada foramen Luschka,

muara lateral ventrikel IV. Pada perlekatan vellum medullare anterior terdapat

apertura mediana Magendie.

4. Kanalis sentralis medula oblongata dan medula spinalis Saluran sentral korda spinalis:

saluran kecil yang memanjang sepanjang korda spinalis, dilapisi sel-sel ependimal.

Diatas, melanjut ke dalam medula oblongata, dimana ia membuka ke dalam ventrikel

IV.

5. Ruang subarakhnoidal Merupakan ruang yang terletak diantara lapisan arakhnoid dan

piamater.

2

Page 3: Hidrosefalus

2.2 Definisi

Hidrosefalus adalah akumulasi yang berlebihan dari cairan serebrospinal

(Cerebrospinal fluid) didalam kepala (sistem ventrikel) yang disebabkan oleh kelainan pada

proses pembentukan, aliran dan absorpsi dari cairan tersebut; walaupun pada kasus

hidrosefalus ekternal pada anak cairan akan berakumulasi di dalam rongga arachnoid. Ada

beberapa istilah yang digunakan untuk mengklasifikasikan hidrosefalus. Hidrosefalus interna

menunjukan adanya dilatasi ventrikel; sedangkan hidrosefalus eksterna menunjukan adanya

pelebaran subarachnoid diatas korteks. Hidrosefalus komunikan keadaan dimana ada

hubungan antara sistem ventrikel dan ringga subarachnoid; sedangkan hidrosefalus

nonkomunikan merujuk kepada adanya blok pada sistem ventrikel ataupun salurannya ke

rongga sub arachnoid.

Hidrosefalus obstriktif menjabarkan adanya obstruksi pada aliran likuor, yang

ditemukan pada sebagian besar kasus. Berdasarkan onsetnya dibedakan menjadi akut ( dalam

beberapa hari), subakut (meninggi) dan kronis (dalam beberapa bulan-tahun). Berdasarkan

gejalanya diedakan menjadi simptomatik dan asimptomatik.

3

Page 4: Hidrosefalus

Sedangkan hidrosefalus ex vaccuo didefinisakan sebagai pembesaran asimptomatik

dari ventrikel yang (ventrikulomegali) secara umum disebabkan oleh kehilangan jaringan

ortak yang diakibatkan oleh trauma kepala berat, infark ataupun hipoksia otak. Hidrosefalus

Normotensi didefiniskan sebagai kondisi hidrosefalus ringan pada orang dewasa terutama

lansia dengan peningkatan tekanan intracranial yang intermiten. Keadaan tersebut

menyebabkan Trias Adam sebagai gejalanya yang ditandai oleh kelainan cara berjalan (gait

apraxia), inkontinensia, dan demensia.

2.3 Epidemiologi

Insiden hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan pasti dan kemungkinan

dipengaruhi penanganan kesehatan pada masing-masing Negara. Secara umum insidensinya

dapat dilaporkan sebanyak 3/1000 kelahiran hidup, dimana angka ini menrepresentasikan

hidrosefalus yang didapatkan secara konginetal bukan karena adanya gangguan

padahidrodinamik likuor yang sifatnya aquisita. Insidensi umumnya mempunyai gambaran

kurva bimodal, salah satu pumcaknya berada pada rentang usia anak yang dikaitkan dengan

berbagai kelainan malformasi konginetal, dan puncak kurva lain berada pada rentang usia

dewasa umumnya berkaitan dengan hidrosefalus normotensive. Dimana angka insidensinya

adalah 40% dari seluruh kasus hidrosefalus.

2.4 Patofosiologi Hidrosefalus

Hidrosefalus secara teoritis terjadi akibat tiga mekanisme sabagai berikut:

1. Produksi likuor yang berlebihan;

2. Peningkatan resistensi aliran likuor;

3. Peningkatan tekanan sinus vena.

Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme tersebut adalah peningkatan tekanan

intracranial sebagai upaya untuk mempertahankan sekresi dan absorpsinya. Mekanis

terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dapat dipahami secara terperinci, karena tidak

sesederhana akibat ketidak seimbangan anntara produksi dan absorpsinya. Dilatasi terjadi

sebagai akibat dari:

1. Kompresi sistem serebrovaskuler;

2. Redistribusi likuor atau cairan ekstravaskuler atau keduanya dalam SSP;

4

Page 5: Hidrosefalus

3. Prubahan mekanis dari otak (peningkatan elastsitas otak, gangguan viskoelastisitas

otak, kelainan turgor otak);

4. Efek tahanan denyut likuor (masih diperdebatkan);

5. Hilangnya jaringan otak;

6. Pembesaran volume tengkorak sehingga ada regangan abnormal pada sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan hampir pada semua kasus disebabkan karena adanya

tumor pleksus khoroid (papilloma atau karsinoma). Kelebihan prosuksi ini menyebabkan

peningkatan TIK dalam upaya menyeimbangkan produksi dan absorpsi yang berujung pada

pelebaran ventrikel. Selain tumor pleksus khoroid. Dalam beberapa kasus dilaporkana danya

hipervitaminosis A dapat menyebabkan hal tersebut.

Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kasus hidrosefalus. Peningkatan

resistensi karena gangguan pada aliran meingkatkan tekanan likuor sebagai upaya pertahanan

keseimbangan resorpsi. Pada mekanisme ini dapat diklasifikasikan hidrosefalus berdasarkan

ventrikel yang melebar seperti biventrikuler, triventrikuler dan kuadriventrikuler. Sumbatan

dapat disebabkan beberapa kelainan patologis seperti:

1. Malformasi yang sebabkan penyempitan saluran (stenosis akuaduktus, malformasi

Arnold Chiari);

2. Lesi massa yang sebabkan kompresi intrinsic atau ekstrinsi saluran likuor (tumor

intraventrikel, tumor paraventrikel, kista arachnoid, hematom);

3. Inflamasi (infeksi atau perdarahan dan gangguan lain seperti mukopolisakaridosis

termasuk reaksi ependymal, fibrosis leptomeningeal dan obliterasi vili arachnoid.

Peningkatan tekanan sinus vena memiliki dua konsekuensi:

1. Peningkatan tekanan vena kortikal sehingga meningkatkan volume vaskuler

intracranial;

2. Peningkatan TIK untuk pertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus yang

cenderung tinggi.

Konsekuensi klinis dari hal tersebut tergantuk pada komplians tengkorak. Bila sutura

sudah menutup, dilatasi vetrikel akan s=diimbangi peningkatan tekanan vena, yang

diterjemahkan sebagai pseudotumor. Sedangkan jika sutura belum tertutup ukuran kranial

akan bertambah dan volume cairan akan bertambah sebagai daya adaptasi. Derajat resistensi

dan kecepatan perkembangan gangguan hidrodianmik berpengaruh terhadap gambaran klinis.

5

Page 6: Hidrosefalus

2.5 Etiologi

Sebab-sebab Prenatal

Sebab ini yang bertanggung jawab terhadap hidrosefaluskonginetal yang timbul in-

utero dan berkembang baik in-utero ataupun setelah lahir. Sebab ini mengcangkup

6

Page 7: Hidrosefalus

malformasi (anomali perkembangan sporadis), infeksi atau kelainan vaskuler. Sebagian besar

kasus tidak diketahui penyebabnya sehingga disebut hidrosefalus idiopatik.

1. Stenosis Akuaduktus Sylvius akibat Malformasi

Hal ini menyebabkan 10% insidensi hidrosefalus pada bayi baru lahir. Dimana

insidensinya adalah 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Ada tiga tipe stenosis:

1. Gliosis akuaduktus: pertumbuhan berlebihan dari gia fibriler yang menyebabkan

konstriksi lumen;

2. Akuaduktus yang berbilah menjadikanal yang mungkin tersumbat;

3. Obstruksi akuaduktus oleh sptum epedim tipis (biasanya pada kaudal).

3. Malformasi Dandy Walker

Melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui.

Malformasi berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hypoplasia vermis serebelum.

Hidrosefalus yang disebabkan hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan ruang subarachnoid

yang tidak adekuat. Bisa terjadi setelah lahir tapi 80% kasus tampak dalam 3 bulan pertama.

Sering terjadi bersama anomalilain seperti agenesis korpus kalosum , labiopalatoskhisis,

anomaly okuler, janyung dan sebagainya.

4. Malformasi Arnorld Chiari (Tipe III)

Melibatkan kelainana SSP yang rumit (khas pada fosa posterior). Batang otak tampak

memanjang dan mengalami malformasi; dan tonsil serebelum memanjang dan ekstensi ke

kedalam kanalis spinalis. Kelainan ini menyebabkan obliterasi sisterna-sisterna fosa posterior

dan mengganggu aliran ventrikel IV. Malformasi Arnold Chairi dijumpai pada hampir semua

kasus myelomameningokel, walaupun tidak semuanya menjadi hidrosefalus aktif yang

membutuhkan operasi pintas (shunting). Tampilan hidrosefalus nyata pada usia 1 bulan dan

menghebat setelah defek spinal dioperasi.

5. Malformasi lain

Seperti agenesis foramen Monro, agenesus tempat resorpsi likuor, dan sejumlah

sindroma malformasi tanpa kelainan kromosom.

6. Infeksi in-utero yang melibatkan SSP dapat menyebabkan hidrosefalus.

Disamping mengganggu aliran likuor infeksi juga dapat menyebabkan kerusakan

parenkimal yang berpengaruh terhadap prognosis perkembangan bayi. Infeksi yang dapat

7

Page 8: Hidrosefalus

menyebabkan hidrosefalus terutama adalah toksoplasmosis sekunder yang menyebabkan

stenosis akuaduktus, kerusakan rongga subarachnoid dan parenkim otak. Selain itu infeksi

virus sitomegalik juga dapat menyebabkan arakhnoiditis basalis.

7. Lesi destruktif akibat iskemia berat dapat menyebabkan hidrosefalus walaupun jarang

terjadi.

8. Hidrosefalus genetic atau familial.

Tujuh persen kasus pada laki-laki merupakan hidrosefalus “x-libked” (sindroma Briker

Adam) yang diturunkan secara resesif. Kelainan ini dicirikan stenosis akuaduktus dan

retardasi mental yang berat. Hidrosefalus dapat juga dijumpai pada kelainan kromosom

8,9,13,15,18 atau 21.

Sebab-sebab Postnatal

1. Lesi massa

Merupakan 20% kasus pada anak-anak. Ekspansi masa meningkatan resistensi aliran

likuor. Sebagian besar lesi berada pada fosa posterior (astrositoma, meduloblastoma,

ependimoma, tumor batang otak yang ektopik ke dorsal). Tumor lain yang dapat

sebabkan hidrosefalus walaupun jarang adalah tumor pineal, glioma mesensefalon, tumor

ventrikel III . kistra arachnoid dan kista neuroepiteal merupaka kelompok lesi masa kedua

terbanyak yang sebabkan hidrosefalus.

2. Perdarahan

Perdarahan yang terjadi akibat berbagai macam sebab seperti prematuritas, cedera

kepala, rupture malformasi vaskuler dapat sebabkan gangguan hidrosefalik likuor. Pada

stadium akut pembentukan fibrin dan bekuan darah daoat menyumbat aliran likuor pada

saluran yang relative sempit seperti rongga arachnoid, vili arachnoid. Padda stadium kronis

yang terjadi adalah fibrosis leptomeningeal.

3. Meningitis.

Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat fibrosis

leptomeningeal atau inflamasi akuaduktus. Hidrosefalus yang terbiasa multilokulasi hal ini

disebabkan keiktsertaan parenkim otak.

8

Page 9: Hidrosefalus

4. Gangguan aliran vena

Biasanya terjadi karena sumbatan anatomis atau fungsional. Akhondroplasia dimana

terjadi gangguan drainase vena basis cranii, kraniostenosis, tumor yang menekan sinus-sinus

vena, thrombosis jugularis atau vena cava, malformasi arterio-venosa.

5. Hidrosefalus iatriogenik

Jarang terjadi, dapat terjadi karena hipervitaminosis A yang akut atau kronis dimana

hal terseut menyebabkan sekresi likuor berlebih dan meningkatnya permeabilitas sawar darah

otak.

Berkaitan dengan kepentingan klinis defek resorpsi likuor dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Lesi yang menyumbat sistemventrikel (komunikans)

2. Lesi yangmenyumbat rongga arakhnoid (non-komunikans)

Non-komunikans Komunikans

Lesi kongenital

Stenosis Akuaduktus

Lesi kongenital

Malformasi Arnold Chiari

Atresia for Luskha dan Mengendi-kista

Dandy Walker

Ensefalokel

Inflamasi leptomeningeal

Lesi massa

Kista intrakrnaial jinak

Malformasi vaskuler

Tidak adanya granulasi arakhnoid

(konginetal)

Tumor Lesi Acquired

Inflamasi leptomeningeal

(infeksi, perdarahan dll)

Gliosis akuaduktus Lesi massa

Inflamasi dan skar ventrikuler Tumor

Sekresi likuor berlebihan

Papilloma pleksus khoroid

9

Page 10: Hidrosefalus

2.6 Klasifikasi

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan:

1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus

tersembunyi (occult hydrocephalus).

2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.

3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.

4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal

menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.

Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.

Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus

arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada

saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus

ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua

(Darsono, 2005).

Hidrosefalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:

1. Kongenital

Merupakan hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga:

Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.

Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan

intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

2. Didapat

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah

penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana

pengobatannya tidak tuntas.

Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu

oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial. Sehingga perbedaan hidrosefalus

kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan

kemungkinan prognosisnya.

10

Page 11: Hidrosefalus

Berdasarkan letak obstruksi CSS (cairan serebrospinal), hidrosefalus pada bayi dan

anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu:

1. Hidrosefalus komunikan

Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid, sehingga terdapat aliran bebas

CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi

pada aliran CSS tetapi villusarachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang

sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya

disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya

hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala-gejala peningkatan

ICP).

2. Hidrosefalus non komunikan

Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat

aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah

pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan. Biasanya

diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi

tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi

congenital pada sistem saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun

bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem

ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system

ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia

12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–

gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung

terdapat pemisahan /separasi garis sutura dan pembesaran kepala.

3. Hidrosefalus bertekanan normal (Normal Pressure Hidrocephalus)

Di tandai pembesaran sister basilar dan ventrikel disertai dengan kompresi jaringan

serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala

dan tanda – tanda lainnya meliputi; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini

berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, meningitis; pada

beberapa kasus (kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemungkinan ditemukan hubungan

tersebut.

11

Page 12: Hidrosefalus

2.7 Gambaran klinis

Gejala dan tanda bervariasi sesuai dengan umur penderita. Gejala paling umum pada

pasien dibawah usia 2 tahun adalah pembesaraan abnormal yang progresif dari ukuran

kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih

besar dari dua deviasi standar diatas ukuran normal atau persentil 98 dari kelompok usianya.

Makrokrania biasanya disertai dengan empat gejala hipertensi intracranial lainnya yaitu:

1. Fontanel anterior yang sangat tegang. Dimana pada keadaan normal tampak datar atau

bahkan sedikit cekung pada posisi berdiri (tidak menangis)

2. Sutura cranium tampak atau teraba melebar

3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena superficialis menonjol. Perkusi kepala

terasa seperti kendi rengat (cracked pot sign)

4. Fenomena “matahari tenggelam” (sunset phenomenon). Tampak kedua bola mata

deviasi kebawah dan kelopak mata tertarik keatas. Esotropia akibat parese n. VI dan

kadang ada parese n. III, dapat menyebabkan diplopia dan menyebabkan bayi

memiliki resiko amblyopia

Gejala peningkatan TIK biasa lebih jelas pada anak dibandingkan bayi. Gejala tersebut

mencangkup:

1. Nyeri kepala

2. Muntah

3. Gangguan kesadaran

4. Gangguan okulomotor

5. Gangguan pada batang otak akibat herniasi tonsiler pada kasus lanjut (bradikardia,

aritmia respirasi)

Gejala lainnya adalah spastisitas yang biasanya pada ekstremitas inferior (konsekuensi

peregangan traktus piramidalis sekitar ventrikel lateral yang berdilatasi) dan berlanjut sebagai

gangguan berjalan, gangguan endokrin (karena distraksi hipotalamus dan pituitary stalk oleh

dilatasi ventrikel.

12

Page 13: Hidrosefalus

2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Ultrasonografi

USG adalah pemeriksaan penunjang yang memiliki peran penting dalam mendeteksi

adanya hidrosefalus pada periode prenatal dan pascanatal selama foramen tidak menutup.

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat

menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG

pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan

sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi

sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

2. CT Scan

Yang menjadi penunjang terpilih pada kasus-kasus hidrosefalus adalah CT scan

dimana sistem ventrikel dan seluruh isi intracranial dapat terlihat jelas dan terperinci, serta

memperkirakan prognosa kasus kedepan. Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering

menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas

ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering

ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi

transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan

dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari

daerah sumbatan.

13

Page 14: Hidrosefalus

3. MRI

MRI sebenarnya juga merupakan pemeriksaan terpilih untuk kasusu-kasus yang

efektif. Namun, mengingat waktu pemeriksaan yang cukuplama sehingga bayi perlu

mendapatkan pembiusan. Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis

dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan

struktur tubuh.

4. Ventrikulografi

Ventrikulografi Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras

lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam

ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang

ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk

memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau

oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit

yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan

dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai

lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi

sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

2.9 Diagnosis Banding

1. Higroma subdural ; penimbunan cairan dalam ruang subdural akibat pencairan

hematom subdural

2. Hematom subdural ; penimbunan darah di dalam rongga subdural

3. Emfiema subdural ; adanya udara atau gas dalam jaringan subdural.

4. Hidranensefali ; sama sekali atau hampir tidak memiliki hemisfer serebri,

ruang yang normalnya di isi hemisfer dipenuhi CSS

5. Tumor otak

6. Kepala besar

Megaloensefali : jaringan otak bertambah

Makrosefali : gangguan tulang

14

Page 15: Hidrosefalus

2.10 Tatalaksana Hidrosefalus

Penanganan sementara

Terapi konservatif medika mentosa ditujukan membatasi progresifitas hidrosefalus

yang dilakukan dengan mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid. Diberikan

Asetazollamid 100 mg/kgBB/hari (Cara pemberian dan dosis; Per oral 2-3 x 125 mg/hari,

dosis ini dapat ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari); furosemide (Cara pemberian

dan dosis; Per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari) atau meningkatan

upaya resorpsinya dengan pemberian isorbid. Terapi ini hanya bersifat sementara sebelum

dilakukan terapi definitive atau bila ada kemungkinan pulihnya gangguan hemodinamik.

Sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk pengobatan jangga panjang mengingat efek

gangguan metabolic yang bisa terjadi.

Drainase likuor eksternal dilakukan dengan menanamkan keteter ventrikuler yang

kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal. Tindakan ini dilakukan

dilakukan pada penderita yang berpotensi hidrosefalus (hidrosefalus transisi) atau penderita

yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan ini adalah adanya ancaman

kontaminasi likuor sehingga penderita harus berada dalam pengawasan yang ketat. Cara lain

yang mirip adalah punksi ventrikel yang dilaukan berkali-kali untuk mengatasi pembesaran

ventrikel. Penerapannya harus dipertimbangkan masak-masak seperti pada kasus stadium

akut hidrosefalus pasca perdarahan.

Penanganan Alternatif (selain Shunting)

Tindakan alternative diterapkan khususnya pada pasien yang mengalami sumbatan

pada ventrikel IV misalnya stenosis akuaduktus, tumor fosa posterior, kista arakhnoid.

Penanganan alternative perlu dipikrkan walaupun terkadang lebiih rumit dari pemasangan

shunting, mengingat restorasi aliran likuor menuju keadaan yang mendekati normal selalu

lenih baik dari drainase artifisial.

Terapi etiologik. Penanganan terhadap etiologi merupakan cara terbaik seperti

pengontrolan kasus intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi masa yang mengganggu aliran

likuor, pembersihan sisa perdarahan dan perbaikan malformasi. Terkadang pada beberapa

kasus harus dilakukan penanganan sementara sebelum ditemukan etiologi hidrosefalus atau

bahkan harus tetap dilakukan shunting karena sebab hidrosefalus yang multifaktorial.

15

Page 16: Hidrosefalus

Penetrasi membrane. Penetrasi dasar ventrikel III dilakukan dengan membuat jalan

pintas alternative melalui rongga subarachnoid bagi kasus-kasus stenosis akuaduktus atau

umumnya pada gangguan aliran fosa posterior. Selain memulihkan aliran secara pseudo-

fisiologi, ventrikulostomi III dapat jyga menciptakan tekanan hidroostatik yang uniform

seingga melindungi struktur garis tengan yang rentan terhadap perbedaan tekanan hidrostatik.

Saat ini cara terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan tektik bedah endoskopi, diamna suatu

neuroendoskop (rigid atau fleksibel) diamsukan melalui burrhole koronal (2-3 cm dari garis

tengah) kedalam ventrikel lateral, kemudian melalui foramen Monro (diidentifikasi melalui

pleksus Khoroid dan vena sptalis serta vena talamostriata) masuk kedalam ventrikel III. Batas

ventrikel dari posterior ke anterior adalah korpus mamilare, percabangan a. basilaris, dorsum

sela dan resesus infundibularis. Lubang dibuat di depan percabangan arteri basilaris sehingga

terbentuk saluran antara ventrikel III dengan sisterna interpendikularis. Lubang ini dibuat

dengan laser, monopolar koagulator, radiofrekuensi, dan kateter balon.

Lumbal pungsi berulang (serial lumbar puncture)

Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan progresivitas

hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi lumbal berulang akan terjadi

penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan absorpsi CSS oleh vili

arakhnoidalis akan lebih mudah.

Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama pada hidrosefalus

yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikular-intraventrikular dan meningitis

TBC. Diindikasikan juga pada hidrosefalus komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan

atau kemungkinan akan terjadi herniasi (impending herniation)

Cara:

a. LP dikerjakan dengan memakai jarum ukuran 22, pada interspace L2-3 atau L3- 4 dan

CSS dibiarkan mengalir di bawah pengaruh gaya gravitasi.

b. LP dihentikan jika aliran CSS terhenti. Tetapi ada juga yang memakai cara setiap LP CSS

dikeluarkan 3-5 ml.

16

Page 17: Hidrosefalus

c. Mula-mula LP dilakukan setiap hari, jika CSS yang keluar kurang dari 5 ml, LP

diperjarang (2-3 hari).

d. Dilakukan evaluasi dengan pemeriksaan CT scan kepala setiap minggu.

e. LP dihentikan jika ukuran ventrikel menetap pada pemeriksaan CT scan 3 minggu berturut-

turut.

f. Tindakan ini dianggap gagal jika :

Dilatasi ventrikel menetap

Cortical mantel makin tipis

Pada lokasi lumbal punksi terjadi sikatriks

Dilatasi ventrikel yang progresif

Komplikasi : herniasi transtentorial atau tonsiler, infeksi,hipoproteinemia dan gangguan

elektrolit.

Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)

Sebagian besar pasien memerluka pemasangan Shunting, yang bertujuan membuat

saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbal) dengan kavitas drainase (seperti:

peritoneum, atrium kanan atau pleura). Pemilihan kavitas bervariasi pada setiap kasus. Pada

anak-anak lokasi yang dipilih adalah rongga peritoneum mengingat mampu menampung

kateter yang cukup panjang sehingga menyesuaikan pertumbuhan anak serta resiko terjadinya

infeksi berat relative kecil dibandingkan pleura dan atrium kanan. Lokasi lain sepeti kavum

pleura dan kandung empedu dapat dipilih dalam kasus khusus. Biasanya likuor didrainase

dari ventrikel tapi pada hidrosefalus komunikasn dilakukan pada rongga subarachnoid

lumbar. Tetapi belakang jarang dilakukan mengingat resiko herniasi tonsil pada beberapa

anak.

Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu, kateter proksimal, katub

(dengan atau tanpa reservoir), dan kateter distal. Komponen dasarnya adalah elastomer

silicon. Pemilihan shunt mana yang akan digubakan disasarkan pengalaman dokter yang akan

memasang, ketersediaan alat, pertimbangan finansial, serta latar belakang prinsip ilmiah. Ada

17

Page 18: Hidrosefalus

beberapa bentuk profil shunt (tabung, bulat, lonjong dan sebagainya), pemilihan

pemilihannya didasarkan penyembuhan kulit yang sesuai dengan usia berat badan ketebalan

kulit dan ukuran kepala pasien. Sistem hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan

tinggi,s edang ataupun rendah. Pilihan didasarkanukuran ventrikel, status pasien (vegetative

atau normal) pathogenesis hidrosefalus, dan proses evolusi penyakitnya.

Penempatan reservoir umumnya dipasang di bagian frontal atau temporo-oksipitasl

yang kemudian disalurkan ke bawah kulit. Teknik operasi didasarkan pada pertimbangan

anatomis dan potensi kontaminasi (gastrostomy, trakheostomi, laparatomi dan sebagainya).

Dua hal yang perlu diperhatikan pada pascaoperasi yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap

kontaminasi infeksi dan kelancaran aliran shunt. Biasanya pasien dibaringkan selama 1-2 hari

setelah pemasangan.

b. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.

Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor- Kjeldsen)

Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.

Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior

Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus

Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum

Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum

c. “Lumbo Peritoneal Shunt” CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke

rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara

perkutan

2.11 Komplikasi

Komplikasi hidrosefalus:

- Atrofi otak

- Herniasi otak yang dapat berakibat kematian.

Komplikasi pemasangan shunt dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu: infeksi,

kegagalan mekanis dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran yang tidak

adekuat.

1. Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel

bahkan kematian.

18

Page 19: Hidrosefalus

2. Kegagalan mekanis mencakup komplikasi seperti: oklusi aliran dalam shunt

( proksimal, katub atau distal), diskoneksi atau putrusnya shunt, migrasi dari tempat

semula, pemasangan ditempat yang salah.

3. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang

lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat meningbulkan komlikasi

lanjutan seperti efusi subdural, kraniosnostosis, lokulasi ventrikel, dan hipotensi

ortostatik.

Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi.

Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari bahan –

bahan khusus (jaringan /eksudat) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari

pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis

peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk.

Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari

infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial,

infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius

lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan

ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal,

perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula

hernia, dan ilius.

2.12 Hidrosefalus Normotensif

Hidrosefalus tipe ini adalah kasus dilatasi ventrikel namun tekanan likuor

serebrospinalnya normal. Diagnostic bukan merupakan suatu masalah bila penyakit ini

dijumpai pada keadaan pasca perdarahan subarachnoid. Namun bila dijumpai tanpa faktor

penyebab pendahulu terkadang sulit dibedakan dengan Alzheimer dimana didapatkan dilatasi

ventrikel dengan TIK normal. Kriteria klinis yang dibuat sebagai patokan terdiri dari trias

gejala yang terdiri dari gangguan berjalan, demensia (melambatnya daya ingat dan reaksi)

dan inkontinesia urine.

Sebagian besar hidrosefalus normotensive tidak diketahui sebabnya (idiopathic). Ada

beberapa sebutan lain seperti: hidrosefalus okulta, demensia hidrosefalik, hidrosefalus low-

pressure, Sindroma Hakim, Sindroma Hakim-Adam, dilatasi, abnormalitas berjalan. Yang

menjadi masalah selain diagnostic etiologi adalah kontroversi pemasangan shun dan

19

Page 20: Hidrosefalus

prognosisnya. Data kepustakaan melaporkan 60-74% kasus menunjukan perbaikan setelah

dilakukan operasi. Kasus yang memberikan hasil yang baik secara umum adalah kasus-kasus

dimana ada:

1. Gangguan berjalan yang berat (ada korelasi antara dilatasi ventrikel dengangangguan

berjalan ini)

2. Kelainan dinamik likuor yang disertai dengan peningkatan resistensi aliran

3. Adanya perbaikan klini setelah punksi lumbal

4. Pada pemeriksaan CT scan menampakan hipodensitas di daerah periventrikuler

5. Sulkus otak ,asih tampak sempit

20

Page 21: Hidrosefalus

DAFTAR PUSTAKA

1. Darsono dan Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dengan UGM. (2005). Buku

ajar neurologi klinis. Yogyakarta: UGM Press

2. DeVito E.E., Salmond C.H., Owler B.K., Sahakian B.J., & Pickard J.D. (2007).

Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta

Neurol Scand 2007: 116: pages 328–332

3. Pople IK. HYDROCEPHALUS AND SHUNTS:WHAT THE

NEUROLOGISTSHOULD KNOW.J Neurol Neurosurg Psychiatry 2002;73(Suppl

I):i17–i22

4. R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. BUKU AJAR ILMU BEDAH edisi 2. EGC, Jakarta

2004. (hal 809-810).

5. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf / Satyanegara; editor L. Djoko Listiono. Ed 3. Jakarta;

Gramedia Pustaka Utama. 1998.

21