27
S1 Kep A. 2009 Stikes St. Elisabeth Medan Wednesday, February 15, 2012 imunologi HIV BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang benama sel CD4 sehinggan dapat merusak system kekebalan tubuh manusia yang akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Virus menyerang CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk system kekebalan tubuh. Tanpa kekebala tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia hanya karena pilek biasa. Di Indonesia kasus HIV AIDS pertama kali ditemukan di Bali tahun 1987. Sejak tahun 1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV AIDS cenderung menggeser transmisi melalui kontak antar darah terutama pada pengguna narkotika intra vena atau intravenous drug user (IDU). Pada tahun 2000 terjadi penyebaran pandemic HIV secara nyata melalui pekerja seks di Indonesia. Selama tahun 2002 orang yang rawan tertular HIV di Indonesia antara 13 juta-20juta, sedangkan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) diperkirakan antara 90.000-130.000 orang. Tahun 2006 diperkirakan terdapat 5,3-8,7 juta orang beresiko tinggi tertular HIV dengan jumlah terbesar adalah lelaki

Hilda Pengkajianmlsmdla

  • Upload
    jan

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mlkdjksajasjda

Citation preview

S1 Kep A. 2009 Stikes St. Elisabeth MedanWednesday, February 15, 2012imunologi HIVBAB IPENDAHULUANA.LATAR BELAKANGHIVadalahsingkatandari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang benama sel CD4 sehinggan dapat merusak system kekebalan tubuh manusia yang akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.VirusmenyerangCD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk system kekebalan tubuh. Tanpa kekebala tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia hanya karena pilek biasa.Di Indonesia kasus HIV AIDS pertama kali ditemukan di Bali tahun 1987. Sejak tahun 1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV AIDS cenderung menggeser transmisi melalui kontak antar darah terutama pada pengguna narkotika intra vena atau intravenous drug user (IDU). Pada tahun 2000 terjadi penyebaran pandemic HIV secara nyata melalui pekerja seks di Indonesia. Selama tahun 2002 orang yang rawan tertular HIV di Indonesia antara 13 juta-20juta, sedangkan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) diperkirakan antara 90.000-130.000 orang. Tahun 2006 diperkirakan terdapat 5,3-8,7 juta orang beresiko tinggi tertular HIV dengan jumlah terbesar adalah lelaki pelanggan penjajah seks. Pemakai narkotika suntik diestimasi 191.000-248.000 dan memiliki pasangan seksual sekitar 85.700 orang.

Secara fisiologis HIV menyerang sistim kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah dengan stress psikososial spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka akan memepercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross (1997), jika stress mencapai tahap kelelahan (eshaused stage), maka dapat menimblkan kegagalan fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat terjadinya AIDS.

B.Tujuan1.Tujuan UmumUntuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa Stikes ST. Elisabeth Medan2.Tujuan KhususAgar mahasiswa dapat mengerti tentang: Konsep Medis HIV dan Asuhan Keperawatan HIV

BAB IITINJAUAN TEORITIS1.KONSEP DASAR MEDIKa. PengertianHIV (Human Immunodefisienci Virus) merupakan virus sitopatik dari family Retro virus. HIV dapat masuk ke dalam tubuh mansia melalui berbagai cara yaitu secara vertical dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama mengandung, persalinan, menyusui), horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang terinfeksi (asas sterilisasi kurang diperhatikan terutama pada pemakaian jarum suntik bersama-sama secara bergantian, tato, tindik, transfusi darah, transplantasi organ, tindakan hemodialisa, perawatan gigi) dan trans seksual (homoseksual maupun heteroseksual). Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan diperantarai benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa seperti pada kontak seksual.Virus HIV terdiri dari 2 sub tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasinya lebih cepat.Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yangdikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merpakaan komponen fungsional dan structural. 3 gen tersebut adalah gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah singkatan dari envelope (Hoffmann, Rockstroh, Kamps, 2006). Gen mengode protein inti. Gen pol menngode enzim reverse transcriptase, protease, dan integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein.HIV ini oleh Barre-Sinoussi, Montagnier, dan kawan-kawannya di institut Pasteur pada tahun 1983 menyebutkan sebagai limfodenopati akibat virus (LAV= Lymphadenopathy associated virus). Pada tahun 1984 Popovic, Gallo, dan kerabat kerjanya menggambarkan adanya perkembangan sel yang tetap berlangsung dan produktif setelah diinfeksi oleh virus, dan berlangsung bersama-sama dengan kedua retrovirus yang telah dinyatakan sebelumnya.AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan dampak atau efek dari perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh mahluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sitem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh virus HIV.Ketika kita terkena virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan.Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :1.Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.2.Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu.3.Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.4.Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.5.AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.

b. EtiologiPenyebab AIDS adalah sejenis virus yang disebutHuman Immunodeficiency Virus(HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan namaLymphadenopathy Associated Virus(LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV. HIV terdiri dari 2 tipe yaitu virus HIV-1 dan HIV-2. Keduanya merupakan virus RNA (Ribonucleic Acid) yang termasukretrovirusdanlentivirus. Karakteristik HIV (Harris dan Bolus, 2008): Tidak dapat hidup di luar tubuh manusia Merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia Kerusakan sistem kekebalan tubuh menimbulkan kerentanan terhadap infeksi penyakit Semua orang dapat terinfeksi HIV Orang dengan HIV + terlihat sehat dan merasa sehat Orang dengan HIV + tidak tahu bahwa dirinya sudah terinfeksi HIV Seorang pengidap HIV yang belum menunjukkan gejala dapat menularkan kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk mendapatkan kepastian infeksi HIV yaitu dengan tes darah.Virus HIV termasuk virus RNA positif yang berkapsul. Diameternya sekitar 100 nm dan mengandung dua salinan genom RNA yang dilapisi oleh protein nukleokapsid. Pada permukaan kapsul virus terdapat glikoprotein transmembran gp41 dan glikoprotein permukaan gp120. Di antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat matriks protein. Selain itu juga terdapat tiga protein spesifik untuk virus HIV, yaitu enzimreverse transkriptase(RT),protease(PR), danintegrase(IN). Retrovirus juga memiliki sejumlah gen spesifik sesuai dengan spesies virusnya, antara laingag(fungsi struktural virus),pol(fungsi struktural dan sintesis DNA), sertaenv(untuk fusi kapsul virus dengan membran plasma sel pejamu) (Martin-Carbonero and Soriano, 2010).Virus HIV termasu ke dalam family Retrovirus sub family Lentivirinae. Virus family ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya ke dalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetic dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetic virus juga ikut diturunkan.Setelah HIV menginfeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan antibody negative menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi. Pada masa ini, tidak ada dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat serta test HIV belum bias mendeteksi keberadaan virus ini, tahap ini disebut juga sebagai periode jendela (window periode). Kemudian dimulai infeksi HIV asimtomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunanmenjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4+ akan mencapai 35), memerlukan kortikosteroid dan diberikan sesegera mungkin (dalam 72 jam) belum terapi antibiotika untuk menekan risiko komplikasi dan memperbaiki prognosis.16,18 Pada kasus-kasus ringan-sedang dapat diberikan kotrimoksazol oral dengan dosis 2 x 960 mg selama 21 hari. Alternatif terapi lainnya untuk PCP berat adalah pentamidin intravena (pilihan kedua) dan klindamisin plus primakuin (pilihan ketiga), sedangkan PCP ringan-sedang dapat diberikan dapsone plus trimetoprim, klindamisin plus primakuin, atovaquone atau trimetrexate plus leucovorin (Harris dan Bolus, 2008).Tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting pada infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11% penderita. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada akhir tahun 2000 kira-kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di dunia mengalami ko-infeksi M. tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian sebesar 2 kali lipat dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan derajat beratnya imunosupresi yang terjadi (Gatell, 2010).Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama dengan tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi TBC-HIV harus memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada. Namun pada beberapa atudi mendapatkan tingginya angka kekambuhan pada penderita yang menerima Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama 6 bulan dibandingkan dengan 9-12 bulan (Harris dan Bolus, 2008).Terdapat interaksi antara obat ARV dengan OAT, terutama rifampicin karena rangsangannya terhadap aktivitas sistem enzim liver sitokrom P450 yang memetabolisme PI dan NNRTI, sehingga terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya sehingga terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya obat ARV dan terapi tuberkulosis serta meningkatnya risiko toksisitas obat, sehingga pemakaian bersama obat-obat tersebut tidak direkomendasikan (Gatell, 2010).Sarkoma Kaposi jenis endemik, merupakan manifestasi keganasan yang paling sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS. Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus ini ditandai dengan lesi-lesi tersebar di daerah mukokutan, batang tubuh, tungkai atas dan bawah, muka dan rongga mulut. Bentuk lesi berupa makula eritematosa agak menimbul, berwarna hijau kekuningan sampai violet. Cara penularannya melalui kontak seksual. Karsinoma sel skuamosa tipe in situ maupun invasif di daerah anogenital; limfoma terutama neoplasma sel limfosit B; keganasan kulit non melanoma serta nevus displastik dan melanoma, merupakan neoplasma lainnya yang sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS. Seperti halnya keganasan lain, tetapi sarkoma Kaposi akan lebih efektif bila dalam keadaan baru dan besarnya terbatas. Radiasi, kemoterapi dan imunomodulator interferon telah dicoba, yang sebenarnya lebih ditujukan untuk memperpanjang masa hidup, sehingga lama terapi sulit ditentukan (Sheng Wuet al., 2008).Dalam keadaan tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau dikhawatirkan sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di Rumah Sakit tipe A atau B yang mempunyai berbagai disiplin keahlian dan fasilitas ICU. Perawatan dilakukan di Unit sesuai dengan gejala klinis yang menonjol pada penderita. Harapan untuk sembuh memang sulit, sehingga perlu perawatan dan perhatian penuh, termasuk memberikan dukungan moral sehingga rasa takut dan frustrasi penderita dapat dikurangi. Guna mencegah penularan di rumah sakit terhadap penderita lain yang dirawat maupun terhadap tenaga kesehatan dan keluarga penderita, perlu diberikan penjelasan-penjelasan khusus. Perawatan khusus diperuntukkan dalam hal perlakuan spesimen yang potensial sebagai sumber penularan. Petugas yang merawat perlu mempergunakan alat-alat pelindung seperti masker, sarung tangan, yang jasa pelindung, pelindung mata, melindungi kulit terluka dari kemungkinan kontak dengan cairan tubuh penderita dan mencegah supaya tidak terkena bahan/sampah penderita (Martin-Carbonero and Soriano, 2010).

D.PencegahanCara penularan dan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak tertular oleh virus HIV adalah1)Berperilaku seksual secara wajarRisiko tinggi penularan secara seksual adalah para pelaku homoseksual, biseksual dan heteroseksual yang promiskuitas. Penggunaan kondom pada hubungan seks merupakan usaha yang berhasil untuk mencegah penularan; sedangkan spermisida atauvaginal spongetidak menghambat penularan HIV.2)Berperilaku mempergunakan peralatan suntik yang suci hama.Penularan melalui peralatan ini banyak terdapat pada golongan muda pengguna narkotik suntik, sehingga rantai penularan harus diwaspadai. Juga penyaringan yang ketat terhadap calon donor darah dapat mengurangipenyebaran HIV melalui transfusi darah(38).3) Penularan lainnya yang sangat mudah adalah melalui cara perinatal.Seorang wanita hamil yang telah terinfeksi HIV, risiko penularan kepada janinnya sebesar 50%. Untuk mencegah agar virus HIV tidak ditularkan ke orang lain dapat dilakukan dengan cara bimbingan kepada penderita HIV yang berperilaku seksual tidak aman, supaya menjaga diri agar tidak menjadi sumber penularan. Pengguna narkotik suntik yang seropositif agar tidak memberikan peralatan suntiknya kepada orang lain untuk dipakai; donor darah tidak dilakukan lagi oleh penderita seropositif dan wanita yang seropositif lebih aman bila tidak hamil lagi (UNAIDS, 2002)2.KONSEP DASAR KEPERAWATANA.PENGKAJIAN1)Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.2)Penampilan umum : pucat, kelaparan.3)Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.4)Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.5)Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.6)HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.7)Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan, kaku kuduk, kejang, paraplegia.8)Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.9)Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.10)Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.11)Gastro Intestinal : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.12)Genitalia : lesi atau eksudat pada genital.13)Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

Pengkajian 11 Pola Gordon:1.Pola Persepsi Kesehatan-Adanya riwayat infeksi sebelumya.-Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.-Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.-Adakah konsultasi rutin ke Dokter.-Hygiene personal yang kurang.-Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.2.Pola Nutrisi Metabolik-Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari makan.-Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.-Jenis makanan yang disukai.-Napsu makan menurun.-Muntah-muntah.-Penurunan berat badan.-Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.-Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau perih.3.Pola Eliminasi-Sering berkeringat.-Tanyakan pola berkemih dan bowel.4.Pola Aktivitas dan Latihan-Pemenuhan sehari-hari terganggu.-Kelemahan umum, malaise.-Toleransi terhadap aktivitas rendah.-Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.-Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.5.Pola Tidur dan Istirahat-Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.-Mimpi buruk.6.Pola Persepsi Kognitif-Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.-Pengetahuan akan penyakitnya.7.Pola Persepsi dan Konsep Diri-Perasaan tidak percaya diri atau minder.-Perasaan terisolasi.8.Pola Hubungan dengan Sesama-Hidup sendiri atau berkeluarga-Frekuensi interaksi berkurang-Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran9.Pola Reproduksi Seksualitas-Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.-Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.10.Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress-Emosi tidak stabil-Ansietas, takut akan penyakitnya-Disorientasi, gelisah11.Pola Sistem Kepercayaan-Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah-Agama yang dianut

B.Diagnosa Keperawatan

1.Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefenisi seluler2.Intoleransi aktivitas. Hal ini berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, efeksamping pengobatan, demam, malnutrisi, dan gangguan pertukaran gas (sekunder terhadap infeksi paru atau keganasan)3.Bersihan jalan nafas tidak efektif. Hal ini berhubungan dengan penurunan energy, kelelahan, infeksi respirasi,skresi trakeobronkial, keganasan paru, dan pneumotoraks4.Diare berhubungan dengan gangguan GI5.Volume cairan kurang, berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat sekunder terhadap lesi oral dan diare6.Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.7.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis, alopsia, penurunan berat badan, dan gangguan seksual.8.Isolasi social, berhubungan dengan stigma, ketakutan orang lain terhadap penyebaran infeksi, ketakutan diri sendiri terhadap penyebaran HIV, moral, budaya, agama, penampilan fisik, serta gangguan harga diri dan gambaran diri.

C.Intervensi KeperawatanDiagnosa 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefenisi selulerTujuan :Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.IntervensiRasionalisasi

Monitor tanda-tanda infeksi baru.Gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif.Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.Atur pemberian antiinfeksi sesuai order

Untuk pengobatan diniMencegah pasien terpapar oleh kuman patogenMencegah bertambahnya infeksi

Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatanMempertahankan kadar darah yang terapeutik

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, dan gangguan pertukaran gas (sekunder terhadap infeksi paru atau keganasan).Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas sesuai jadwal yang telah dibuat.Hasil yang diharapkan :IntervensiRasionalisasi

Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi, tekanan darahdispnoe atau nyeri dada; keletihan dan kelemahan berlebihanInstruksikan pasien untuk tetap menghemat energyBerikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhanEvaluasi peningkatan intoleransi aktivitas

Untuk mengamati batas aktivitas yang mampu dilakukan oleh pasien dengan baik

Untuk menghindari kelelahan

Agar pasien mampu melakukan semua aktivitas kembali seacara bertahap.

Untuk mengetahui batas kemampuan pasien setelah tindakan dilakukan

Diagnosa 3: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energy, kelelahan, infeksi respirasi, sekresi trakeobronkial, keganasan paru dan pneumotoraks.Tujuan: mempertahankan jalan nafas yang adekuatIntervensiRasionalisasi

Kaji fungsi pernapasan, contohnya bunyi napas, kecepatan irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesoriKaji kemampuan untuk mengeluarkan secret, adanya hemoptisisPertahankan pasien pada posisi yang nyaman dan aman, seperti meninggikan posisi tempat tidurPertahankan polusi lingkungan minimum

Untuk memantau keefektifan pernafasan

Untuk mengetahui apakah tindakan Suction harus dilakukan atau tidakUntuk melapangkan jalan nafas

Agar pasien merasa nyaman untuk bernafas (memperoleh oksigen yang cukup)

Diagnosa 4 : Diare berhubungan dengan infeksi GITujuan : Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang.IntervensiRasionalisasi

Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.

Auskultasi bunyi usus

Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order

Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc osideMendeteksi adanya darah dalam fesesUntuk mengetahui apakah ada tanda-tanda luka pada saluran pencernaanUntuk mengetahui adanya hiperperistaltik usus (pada diare)Untuk menghindari kram pada perut /abdomen

Untuk meringankan kerja saluran cernaUntuk mengetahui ada tidaknya lesi pada GI

Diagnosa 5: Volume cairan kurang, berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat sekunder terhadap lesi oral dan diareTujuan : mempertahankan status hidrasi yang adekuatIntervensiRasionalisasi

berikan penjelasan tentang pentingnya cairan pada pasien dan keluargaobservasi pemasukan dan pengeluaran cairananjurkan pasien untuk banyak minum (>8gelas)observasi kelancaran tetesan infus

kolaborasi dengan pasien untuk terapi cairan (oral/ parenteral)

Untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien

Untuk mengetahui keseimbangan cairanUntuk pemenuhan kebutuhan cairanUntuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah terjadinya odemUntuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

Diagnosa 6: Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.Tujuan : Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.IntervensiRasionalisasi

Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.

Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bila merawat pasien.Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain

Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain

Diagnosa 7: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis, alopsia, penurunan berat badan, dan gangguan seksual.Tujuan : mengembalikan rasa percaya diri pasien dan dapat menerima keadaan tubuhnya.IntervensiRasionalisasi

Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.

memanfaatkan kemampuan dapat menutupi kekurangan.memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan.

Diagnosa 8: Isolasi social, berhubungan dengan stigma, ketakutan orang lain terhadap penyebaran infeksi, ketakutan diri sendiri terhadap penyebaran HIV, moral, budaya, agama, penampilan fisik, serta gangguan harga diri dan gambaran diri.Tujuan : membuat masyarakat mau bersosialisasi dengan pasienIntervensiRasionalisasi

Tentukan respon klien terhadap kondisi, perasaan tentang diri, keprihatinan atau kekhawatiran tentang respons orang lain, rasa kemampuan untuk mengendalikan situasi, dan rasa harapan.Diskusikan kekhawatiran tentang pekerjaan dan keterlibatan rekreasi. Catatan potensi masalah yang melibatkan keuangan, asuransi, dan perumahan.

Identifikasi ketersediaan dan stabilitas sistem dukungan keluarga dan masyarakat.Mendorong kontak dengan keluarga dan teman-teman.

Membantu klien membedakan antara isolasi dan kesepian atau kesendirian, yang mungkin oleh pilihan.

Waspada terhadap isyarat-isyarat verbal dan nonverbal, seperti penarikan, pernyataan putus asa, dan rasa kesendirian. Menentukan keberadaan dan tingkat risiko pikiran untuk bunuh diri.Mengidentifikasi sumber daya masyarakat, kelompok self-help, dan program rehabilitasi atau penghentian obat , seperti yang ditunjukkan.

Bagaimana menerima individu dan berhubungan dengan situasi akan membantu menentukan rencana perawatan dan intervensi.

Klien berpotensi terminal, yang membawa sebuah stigma, menghadapi masalah besar dengan kemungkinan kehilangan pekerjaan, dan mereka menjadi tidak mampu merawat diri sendiri secara mandiri.Informasi ini sangat penting untuk membantu perawatan klien merencanakan masa depan.Banyak klien takut mengatakan keluarga, dan teman-teman karena takut penolakan, dan beberapa klien menarik diri karena perasaan penuh gejolak.Memberikan kesempatan bagi klien untuk mewujudkan kontrol ia harus membuat keputusan tentang pilihan untuk mengurus diri tentang masalah ini.Indikator keputusasaan dan bunuh diri dapat hadir. Ketika isyarat diakui, klien biasanya bersedia untuk mengungkapkan pikiran dan rasa keterasingan dan keputusasaan.Menyediakan kesempatan untuk menyelesaikan masalah yang mungkin berkontribusi terhadap rasa kesepian dan isolasi, risiko penularan, dan rasa bersalah

BAB IIIPENUTUPA.KESIMPULANHIV (Human Immunodefisienci Virus) merupakan virus sitopatik dari family Retro virus. HIV dapat masuk ke dalam tubuh mansia melalui berbagai cara yaitu secara vertical dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama mengandung, persalinan, menyusui), horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang terinfeksi (asas sterilisasi kurang diperhatikan terutama pada pemakaian jarum suntik bersama-sama secara bergantian, tato, tindik, transfusi darah, transplantasi organ, tindakan hemodialisa, perawatan gigi) dan trans seksual (homoseksual maupun heteroseksual).Diagnosa yamg dapat ditegakkan dari pasien dengan HIV adalah:1.Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefenisi seluler2.Intoleransi aktivitas. Hal ini berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, efeksamping pengobatan, demam, malnutrisi, dan gangguan pertukaran gas (sekunder terhadap infeksi paru atau keganasan)3.Bersihan jalan nafas tidak efektif. Hal ini berhubungan dengan penurunan energy, kelelahan, infeksi respirasi,skresi trakeobronkial, keganasan paru, dan pneumotoraks4.Diare berhubungan dengan gangguan GI5.Volume cairan kurang, berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat sekunder terhadap lesi oral dan diare6.Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.7.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis, alopsia, penurunan berat badan, dan gangguan seksual.8.Isolasi social, berhubungan dengan stigma, ketakutan orang lain terhadap penyebaran infeksi, ketakutan diri sendiri terhadap penyebaran HIV, moral, budaya, agama, penampilan fisik, serta gangguan harga diri dan gambaran diri.

DAFTAR PUSTAKAKurniawati, Nunuk Dian., Nursalam. 2009. Asuha Keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/ AIDS. Jakarta : Salemba Medika

Posted byS1 Kep A. 2009 Stikes St. Elisabeth Medanat4:47 AMEmail ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to PinterestNo comments:Post a Comment\