Upload
budhiasa-ari
View
38
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
HIPERTENSI
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang
bersangkutan mencapai umur 60 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Lanjut
usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari dari usia manusia sebagai
makhluk hidup yang terbatas oleh suatu putaran alam dengan batas usia 60 tahun / lebih.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran
darah yang sering terdapat pada usia pertengahan atau lebih, yang ditandai dengan tekanan
darah lebih dari normal. Hipertensi menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan makin meningkatnya tekanan darah.
Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya umur
hipertensi menjadi masalah pada lansia karena sering ditemukan pada lansia. Pada lansia
hipertensi menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit jantung koroner. Lebih dari
separuh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan
serebrovaskular. Secara nyata kematian akibat stroke dan morbiditas penyakit
kardiovaskuler menurun dengan pengobatan hipertensi
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana definisi dari hipertensi pada lansia?
2. Apa penyebab terjadinya hipertensi pada lansia?
3. Bagaimana patofisiologi hipertensi pada lansia?
4. Bagaimana askep lansia dengan hipertensi?
1.3. TUJUAN
1. Mengetahui definisi dari hipertensi pada lansia
2. Dapat menjelaskan penyebab terjadinya hipertensi pada lansia.
3. Mampu menjelaskan patofisiologi hipertensi pada lansia
4. Mengetahui askep lansia dengan hipertensi
1
1.4. MANFAAT
1. Memahami definisi dari hipertensi pada lansia
2. Memahami penyebab terjadinya hipertensi pada lansia.
3. Memahami patofisiologi hipertensi pada lansia
4. Memahami askep lansia dengan hipertensi
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1.1 DEFINISI HIPERTENSI
Hipertensi atau tekanan darah tingi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan
darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode. Hal ini
terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi. Kontriksi arteriole membuat darah sulit mengalir
dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah bebah kerja
jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh
darah.
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. (Smeltzer,2001). Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas
160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
2.1.2 KLASIFIKASI HIPERTENSI
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu :
Hipertensi essensial (hipertensi primer)
Yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Merupakan 90% dari seluruh
kasus hipertensi. Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi
esensial seperti berikut.
a. Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, berisiko
tinggi untuk mendapatkan penyakit.
b. Jenis kelamin dan usia : laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca-
menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
3
c. Diet : konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan
dengan berkembangnya hipertensi.
d. Berat badan : obesitas (>25% di atas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya
hipertensi.
e. Gaya hidup : merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah,
bila gaya hidup menetap.
Hipertensi sekunder
Yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain, merupakan 10 % dari seluruh
kasus hipertensi yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu
kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Faktor
pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain : penggunaan kontrasepsi oral,
coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan,
peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : (Darmojo, 1999)
· Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
· Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
2.1.3. ETIOLOGI
Hipertensi pada lansia dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam faktor, antara lain:
· Kelelahan
· Proses penuaan
· Keturunan
· Diet yang tidak seimbang
· Stress
· Sosial budaya
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan–perubahan
pada :
· Elastisitas dinding aorta menurun
4
· Katub jantung menebal dan menjadi kaku
· Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun. Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
· Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
· Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian
telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor
tersebut adalah sebagai berikut :
· Faktor keturunan
Menurut data dari statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
· Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
c. Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
· Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
· Glomerulonefritis
· Pielonefritis
· Nekrosis tubular akut
· Tumor
5
· Vascular
· Aterosklerosis
· Hiperplasia
· Trombosis
· Aneurisma
· Emboli kolestrol
· Vaskulitis
· Kelainan endokrin
· DM
· Hipertiroidisme
· Hipotiroidisme
· Saraf
· Stroke
· Ensepalitis
· SGB
· Obat–obatan
· Kontrasepsi oral
· Kortikosteroid
2.1.4 FAKTOR PREDISPOSISI
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita
kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini
menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang
olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan
Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja
pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak
beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan
darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di
6
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat
dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di
kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi
dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi
dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi
esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal.
2.1.5. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala hipertensi pada lansia secara umum adalah :
Sakit kepala
Perdarahan hidung
Vertigo
Mual muntah
Perubahan penglihatan
Kesemutan pada kaki dan tangan
Sesak nafas
Kejang atau koma
Nyeri dada
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
7
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah,
mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.
2.1.6. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
8
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan
curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
9
2.1.7. PATHWAY
10
2.1.8. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah
diantaranya :
a. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic
attack (TIA).
b. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut
(IMA).
c. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
d. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
e. Kelumpuhan.
2.1.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urinalisis dapat memperlihatkan protein, sel darah merah, atau sel darah putih, yang
menunjukkan adanya penyakit ginjal, atau glukosa, yang menunjukkan diabetes
melitus.
b. Urografi ekskretorik dapat memperlihatkan atrofi ginjal, yang menandakan penyakit
ginjal kronis. Satu ginjal yang lebih pendek 1,5 cm dari ginjal yang lainnya
menunjukkan penyakit ginjal unilateral.
c. Pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar kalium serum di bawah 3,5 mEq/L
dapat menandakan adanya disfungsi adrenal (khusus hiperaldosteronisme). Kadar
nitrogen urea darah yang normal atau meningkat sampai lebih 20 g/dl dan kadar
kreatinin serum yang normal atau meningkat sampai lebih dari 1,5 mg/dl
menunjukkan adanya penyakit ginjal.
d. Elektrokardiografi dapat menunjukkan adanya hipertrofi ventrikular kiri atau
iskemia.
e. Sinar-X dada dapat memperlihatkan kardiomegali.
f. Oftalmoskopi memperlihatkan penorehan arteriovenosa dan pada edema enselopati
hipertensif.
g. Orak captopril challenge dapat dilakukan untuk memerikasa hipertensi
renovaskular. Pemeriksaan fungsional yang bersifat diagnostik ini bergantung pada
hambatan tiba-tiba pada sirkulasi angiotensin II oleh inhibitor enzim mengubah
angiotensin, yang memindahkan sokongan mayor untuk perfusi melalui ginjal yang
11
mengalami stenosis. Ginjal yang iskemik secara tiba-tiba melepaskan renin dan
memperlihatkan penurunan nyata pada laju filtrasi glomerulus dan aliran darah
ginjal.
h. Arteriografi ginjal dapat menunjukkan stenosis arteri ginjal.
2.1.10. PENATALAKSANAAN
Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada
anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan
dianjurkan untuk:
1. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
2. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa:
1. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan
tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
2. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan
stabil mungkin.
3. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
4. Batasi aktivitas.
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
12
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1. Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
2. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3. Penurunan berat badan
4. Penurunan asupan etanol
5. Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah dianjurkan untuk
penderita hipertensi. Macam olah raganya yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 %
dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20
– 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan
paling baik 5 x perminggu.
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek
tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak
normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik
seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan
dan ketegangan.
2. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar
membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.
13
d. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi
juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (JOINT
NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF
HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
a. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor.
b. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
1. Dosis obat pertama dinaikkan.
2. Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama.
3. Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca
antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator.
c. Step 3 :
Alternatif yang bisa ditempuh :
1. Obat ke-2 diganti.
2. Ditambah obat ke-3 jenis lain.
d. Step 4
Alternatif pemberian obatnya :
14
1. Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2. Re-evaluasi dan konsultasi
3. Follow Up untuk mempertahankan terapi
4. Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter)
dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
15
2.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1. PENGKAJIAN
a. Aktifitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner aterosklerosis.
Tanda : Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disrythmia, denyutan nadi jelas, bunyi
jantung murmur, distensi vena jugularis
c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor
stress multiple (hubungan, keuangan, pekerjaan)
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata), peningkatan pola
bicara
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit
ginjal ), obstruksi.
Tanda : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningakatan JVP,
glikosuria.
e. Makanan/ cairan
Gejala : Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual,
muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
f. Neurosensori
Gejala : Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda : Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina
optik. Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
16
h. Pernafasan
Gejala : Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/
tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda : Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu
pernafasan.
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara berjalan.
Tanda : Episode parestesia unilateral transien.
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
- Faktor resiko keluarga, hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM, penyakit
serebrovaskuler, ginjal.
- Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain, penggunaan
obat/alkohol.
Studi Diagnostik
1. Hitung darah lengkap (Complete Blood cells Count) meliputi pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan indikator faktor resiko sepeti
hiperkoagulabilitas, anemia.
2. Kimia darah.
a. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau faal
renal.
b. Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah presipitator hipertensi)
akibat dari peningkatan kadar katekolamin.
c. Kadar kolesterol atau trigliserida: peningkatan kadar mengindikasikan
predisposisi pembentukkan plaque antheromatus.
d. Kadar serum aldosteron: menilai adanya aldosteronisme primer.
e.Studi tiroid (T3 dan T4): menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi
terhadap vasokontriksi dan hipertensi.
f. Asam urat: hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi.
17
3. Elektrolit
a. Serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya
aldosteronisme atau efek samping terapi diuretik).
b. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.
4. Urine
a. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengindikasikan
disfungsi renal dan diabetes.
b. Urine VMA (catecholamine metabolite): peningktan kadar mengindikasikan
adanya pheochromacytoma.
c. Steroid urine: peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s, kadar renin
juga meningkat.
5. Radiologi
a. Intra venous Pyelografi (IVP): mengindentifikasi penyebab hipertensi seperti
renal pharenchymal disease, urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BHP).
b. Rontgen toraks: menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit
kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung.
6. EKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau
disritmia.
2.2.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen otak
2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular serebral dan iskemia
miokard
3. Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebih sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema, peningkatan cairan
intravaskular
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum dan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan Krisis situasional
18
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan rencana pengobatan berhubungan
dengan Misinterpretasi informasi
8. Ansietas berhubungan dengan perubahan kondisi kesehatan
9. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan Peningkatan afterload,
vasokontriksi pembuluh darah.
10. Risiko injuri/cedera berhubungan dengan penglihatan ganda ( diplopia )
19
2.2.3. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSATUJUAN DAN KRITERIA
HASILINTERVENSI RASIONAL
1 Gangguan perfusi
serebral
berhubungan
dengan penurunan
suplai oksigen otak
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan perfusi
serebral efektif dengan kriteria
hasil :
Pasien dapat
mendemonstrasikan tanda-tanda
vital stabil.
Pusing berkurang
Kesadaran : composmetis
1. Pantau TD, catat
adanya hipertensi
sistolik secara terus
menerus dan tekanan
nadi yang semakin
berat.
2. Pantau frekuensi
jantung, catat adanya
Bradikardi,
Tacikardia atau
bentuk Disritmia
lainnya.
3. Pantau pernapasan
Normalnya autoregulasi
mempertahankan aliran
darah otak yang konstan
pada saat ada fluktuasi TD
sistemik. Kehilangan
autoregulasi dapat
mengikuti kerusakan
kerusakan vaskularisasi
serebral lokal/menyebar.
Perubahan pada ritme
(paling sering Bradikardi)
dan Disritmia dapat timbul
yang mencerminkan adanya
depresi/trauma pada batang
otak pada pasien yang tidak
memiliki kelainan jantung
sebelumnya.
Napas yang tidak teratur
20
meliputi pola dan
iramanya.
4. Catat status
neurologis dengan
teratur dan
bandingkan dengan
keadaan normalnya
5. Berikan obat anti
hipertensif misal
diazoksida (hiperstat)
dan hidralazin
(apresolin)
dapat menunjukkan lokasi
adanya gangguan serebral
dan memerlukan intervensi
yang lebih lanjut.
Pengkajian kecenderungan
adanya perubahan tingkat
kesadaran adalah sangat
berguna dalam menentukan
lokasi penyebaran/luasnya
dan perkembangan dari
kerusakan serebral.
Efektif dalam menurunkan
tekanan darah untuk
mencegah krisis hipertensif
yang dapat dihubungkan
dengan intoksifikasi PCP.
2 Nyeri berhubungan
dengan peningkatan
tekanan vascular
serebral dan
iskemia miokard
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan pasien
Nyeri terkontrol dengan kriteria
hasil :
Melaporkan nyeri, ke-
1. Kaji nyeri secara
komperenhesif
(PQRST)
Mengetahui derajat nyeri
yang dirasakan pasien dan
mempermudah intervensi
selanjutnya
21
tidaknyaman hilang/terkontrol
Mengikuti regimen farmakologi
yang diresepkan
Skala nyeri 0-1
Wajah pasien tidak meringis.
N: 80-100x/mnt
RR : normal 20x/mnt
TD: normal (130/90 mmHg-
140/90 mmHg)
S : 36oC
2. Pertahankan tirah
baring selama fase
akut
3. Berikan tindakan
nonfarmakologi
untuk menghilangkan
sakit kepala atau
nyeri dada misal,
kompres dingin pada
dahi, pijat punggung
dan leher, teknik
relaksasi(panduan
imajinasi, distraksi )
dan aktivitas waktu
senggang.
4. Minimalkan aktivitas
vasokontriksi yang
dapat meningkatkan
sakit kepala
misalnya, mengejan
saat BAB, batuk
Meminimalkan
stimulasi/meningkatkan
relaksasi
Tindakan yang menurunkan
tekanan vaskular serebral
dan yang memperlambat/
memblok respon simpatis
efektif dalam
menghilangkan sakit kepala
dan komplikasinya.
Aktivitas yang
meningkatkan vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala
pada adanya penigkatan
tekanan vaskular serebral.
22
panjang,
membungkuk.
5. Kaji tanda-tanda vital
6. Berikan cairan,
makanan lunak,
perawatan mulut
yang teratur bila
terjadi perdarah
hidung/kompres
hidung telah
dilakukan untuk
menghentikan
perdarahan
7. Kolaborasi :
- Analgesik
Mengetahui keadaan umum
pasien. Peningkatan tanda-
tanda vital mengindikasikan
nyeri belum dapat
terkontrol.
Meningkatkan kenyaman
umum. Kompres hidung
dapat mengganggu
menelan/membutuhkan
nafas dengan mulut,
menimbulkan stagnasi
sekresi oral dan
mengeringkan membran
mukosa.
Menurunkan/mengontrol
nyeri dan menurunkan
rangsang sistem saraf
23
- Antiansietas mis,
lorazepam (Ativan),
diazepam (valium)
simpatis.
Dapat mengurangi tegangan
dan ketidaknyamanan yang
diperberat oleh stres.
3 Perubahan nutrisi :
lebih dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan masukan
berlebih
sehubungan dengan
kebutuhan
metabolik.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan nutrisi
pasien stabil dengan kriteria hasil :
Pasien menunjukkan perubahan
pola makan
Mempertahankan berat badan
dengan pemeliharaan kesehatan
optimal
Melakukan/mempertahankan
program olahraga yang tepat
secara individual
1. Kaji pemahaman
pasien tentang
hubungan langsung
antara hipertensi dan
kegemukan
2. Bicarakan pentingnya
menurunkan masuka
kalori dan batasi
batasan lemak, garam
dan gula
Kegemukan adalah risiko
tambahan terhadap tekanan
darah tinggi karena
disproporsi antara kapasitas
aorta dan peningkatan curah
jantungberkaitan dengan
peningkatan masa tubuh
Kesalahan kebiasaan makan
menunjang terjadinya
aterosklerosis dan
kegemukan, yang
merupakan predisposisi
hipertensi. Kelebiah
masukan garam
memperbanyak volume
cairan intravaskuler dan
dapat merusak ginjal yang
24
3. Tetapkan keinginan
pasien untuk
menurunkan berat
badan
4. Kaji ulang masukan
kalori harian dan
pilihan diet.
5. Rujuk ke ahli gizi
sesuai indikasi
lebih memperburuk kondisi
Motivasi
untuk.menurunkan berat
badan adalah internal.
Individu harus berkeinginan
untuk menurunkan berat
badan bila tidak maka
program tidak akan berhasil
Mengidentifikasi
kekuatan/kelemahan dalam
program diet terakhir.
membantu dalam
menentukan individu untuk
penyesuaian/penyuluhan
Memberikan konseling dan
bantuan dengan memenuhi
kebutuhan diet individual
4 Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan edema
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan pasien
menunjukkan keseimbangan
masukan dan haluaran dengan
kriteria hasil :
1. Awasi denyut
jantung, TD, CVP
Tacikardi dan hipertensi
terjadi karena 1. Kegagalan
ginjal untuk mengeluarkan
urine, 2. Pembatasan cairan
berlebih selama mengobati
25
Menyatakan pemahaman diet
individu/pembatasan cairan.
Mendemonstrasikan volume
cairan stabil dengan
kesimbangan
masukan/haluaran ,BB stabil,
tanda vital dalam rentang
normal dan tak ada oedema.
Menyatakan hilangnya mual
dan tak adanya muntah.
2. Catat pemasukan dan
pengeluaran secara
akurat.
3. Awasi berat jenis
urine
4. Timbang tiap hari
dengan alat dan
pakaian yang sama
5. Kaji kulit, wajah area
tergantung untuk
edema
hipovolemia/hipotensi atau
perubahan fase oliguri gagal
ginjal dan 3. Perubahan
pada renin-angiotensin.
Perlu untuk menentukan
fungsi gnjal, kebutuhan
penggantian cairan
Mengukur kemampuan
ginjal untuk
mengkonsentrasikan urine
Penimbangan berat badan
harian adalah pengawasan
status cairan terbaru.
Peningkatan berat badan
lebih dari 0,5 kg per hari
diduga ada retensi cairan.
Edema terjadi terutama pada
jaringan yang tergantung
pada tubuh contoh : tangan,
kaki, area lumbosakral
Membantu dalam
26
6. Berikan obat sesuai
indikasi (diuretik)
pengeluaran cairan
5 Intoleransi aktivitas
berhubungan
dengan Kelemahan
umum dan ketidak-
seimbangan antara
suplai & kebutuhan
oksigen.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan pasien
dapat berpartisipasi dalam
aktivitas yang
diinginkan/diperukan dengan
kriteria hasil :
Melaporkan peningkatan dalam
toleransi aktivitas yang dapat
diukur
Menunjukkan penurunan dalam
tanda-tanda intoleransi fisiologi
1. Kaji respon pasien
terhadap aktivitas,
perhatikan frekuensi
nadi lebih dari 20 kali
per menit di atas
frekuensi istirahat,
peningkatan tekanan
darah yang nyata
selama /sesudah
aktivitas, dpsnea atau
nyeri dada, keletihan
dan kelemahan yang
berlebihan,
diaforesis, pusing
atau pingsan.
2. Instruksikan pasien
tentang teknik
penghematan energi ,
misalnya
Menyebutkan parameter
membantu dalam mengkaji
respons fisiologi terhadap
stres aktivitas dan bila ada,
merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang
berkaitan dengan tingkat
aktivitas
Teknik menghemat energi
mengurangi pengguanan
energi, juga membantu
keseimbangan antara suplai
27
menggunakan kursi
saat mandi, duduk
saat menyisir rambut
atau menggosok gigi,
melakukan aktivitas
dengan perlahan
3. Kaji sejauh mana
aktivitas yang dapat
ditoleransi
4. Berikan dorongan
untuk melakukan
aktivitas/perawatan
diri bertahap jika
dapat ditoleransi
dan kebutuhan oksigen
Mengidentifikasi sejauh
mana kemampuan pasien
dalam melakukan aktivitas
dan perawatan diri.
Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan kerja
jantung tiba-tiba.
Memberikan bantuan hanya
sebatas kebutuhan hanya
akan mendorong
kemandirian dalam
melakukan aktivitas.
6 Koping individu
tidak efektif
berhubungan
dengan Krisis
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan pasien
mampu mengidentifikasi perilaku
koping efektif dengan kriteria
1. Kaji keefektifan
strategi koping
dengan
mengobservasi
Mekanisme adaptif perlu
untuk mengubah pola hidup
seseorang, mengatasi
hipertensi kronik dan
28
situasional hasil :
Menyatakan kesadaran
kemampuan koping/kekuatan
pribadi
Mengidentifikasi potensial
situasi stres dan mengambil
langkah untuk menghindari atau
mengubahnya.
Mendemonstrasikan
pengguanaan keterampilan atau
metode koping efektif
perilaku misal,
kemampuan
menyatakan perasaan
dan perhatian,
keinginan dalam
partisipasi dalam
rencana pengobatan.
2. Catat laporan gg.
tidur, keletihan,
kerusakan
konsentrasi, peka
rangsang, toleransi
sakit kepala, ketidak
mampuan untuk
mengatasi/menyelesa
ikan masalah.
3. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
stresor spesifik dan
kemungkinan strategi
untuk mengatasinya.
mengintegrasikan terapi
yang diharuskan ke dalam
kehidupan sehari-hari.
Manifetasi mekanisme
koping maladaftif mungkin
merupakan indikator marah
yang ditekan dan diketahui
telah menjadi penentu
utama TD diastolik.
Manifestasi mekanisme
koping maladaptif mungkin
merupakan indikator marah
yang ditekan dan diketahui
telah menjadi penentu
29
4. Libatkan pasien
dalam perencanaan
perawatan dan beri
dorongan partisipasi
maksimum dalam
rencana pengobatan.
5. Dorong pasien untuk
mengevaluasi
prioritas/tujuan
hidup. Tanyakan ”
apakah yang anda
lakukan merupakan
apa yang anda
inginkan?”
6. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi dan
mulai merencanakan
perubahan hidup
yang perlu. Bantu
utama TD diastolik
Keterlibatan memberikan
pasien perasan kontrol diri
yang berkelanjutan,
memperbaiki keterampilan
koping, dan dapat
meningkatkan kerja sama
dalam regimen terapeutik
Fokus perhatian pasien
terhadap realitas situasi
yang ada relatif terhadap
pandangan pasien tentang
apa yang diinginkan.
Perubahan yang perlu harus
diprioritaskan secara
realistik untuk menghindari
rasa tidak menentu dan
tidak berdaya.
30
untuk menyesuaikan
daripada
membatalkan tujuan
diri/keluarga
7 Kurang
pengetahuan
mengenai kondisi
dan rencana
pengobatan
Hipertensi
berhubungan
dengan
Misinterpretasi
informasi
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan pasien
menyatakan pemahaman tentang
proses penyakit dan regimen
pengobatan dengan kriteria hasil :
Mengidentifikasi efek samping
obat dan kemungkinan
komplikasi yang perlu
diperhatikan
Mempertahankan TD dalam
parameter normal
1. Kaji kesiapan dan
hambatan dalam
belajar. Termasuk
orang terdekat
2. Tetapkan dan
nyatakan batas TD
normal. Jelaskan
tentang hipertensi
Kesalahan konsep dan
menyangkal diagnosakarena
perasaan sejahtera yang
sudah lama dinikmati
mempengaruhi minat
pasien/orang terdekat untuk
mempelajari penyakit,
kemajuan dan prognosis.
Bila pasien tidak menerima
realitas bahwa
membutuhkan pengobatan
kontinu, maka perubahan
perilaku tidak akan
dipertahankan.
Pemahaman bahwa tekanan
darah tinggi dapat terjadi
tanpa gejala adalah untuk
memungkinkan pasien
31
efeknya pada
jantung, pembuluh
darah, ginjal dan
otak.
3. Hindari mengatakan
TD ” normal ” dan
gunakan istilah ”
terkontrol dengan
baik ” saat
menggambarkan TD
pasien dalam batas
yang diinginkan.
4. Bantu pasien dalam
mengidentifikasi
faktor-faktor risiko
kardiovaskuler yang
dapa diubah misal,
obesitas, diet tinggi
lemak jenuh dan
kolesterol, pola hidup
monoton,merokok,
melanjutkan pengobatan
meskipun ketika merasa
sehat.
Karena pengobatan untuk
hipertensi adalah sepanjang
kehidupan, maka dengan
penyampaian ide ”terkotrol”
akan membantu pasien
untuk memahami kebutuhan
untuk melanjutkan
pengobatan/medikasi.
Faktor-faktor risiko ini telah
menunjukkan hubungan
dalam menunjang hipertensi
dan penyakit kardiovaskular
serta ginjal.
32
minum alkohol, pola
hidup penuh stres.
5. Atasi masalah dengan
pasien untuk
mengidentifikasi cara
dimana perubahan
gaya hidup yang
tepat dapat dibuat
untuk mengurangi
faktor-faktor
penyebab Hipertensi
6. Bahas pentingnya
menghentikan
merokok dan bantu
pasien dalam
membuat rencana
untuk berhenti
merokok.
7. Beri penguatan
pentingnya kerja
sama dalam regimen
Dengan mengubah pola
perilaku yang
”biasa/memberikan rasa
aman”akan sangat
menyusahkan. Dukungan,
petunjuk dan empati dapat
meningkatkan keberhasilan
pasien dalam menyelesaikan
tugas.
Nikotin meningkatkan
pelepasan ketokolamin,
mengakibatkan peningkatan
frekuensi jantung, TD, dan
vasokontriksi, mengurangi
oksigenasi jaringan, dan
meningkatkan beban kerja
miokardium.
Kurangnya kerja sama
adalah alasan umum
33
pengobatan dan
mempertahankan
perjanjian tindak
lanjut.
8. Jelaskan tentang obat
yang diresep
bersamaan dengan
rasional, dosis, efek
samping yang
diperkirakan serta
efek yang merugikan,
dan idiosinkrasi.
9. Dorong pasien untuk
membuat olahraga
sendiri.
10. Berikan informasi
tentang sumber-
sumber di masyarakat
dan dukungan pasien
dalam membuat
perubahan pola
hidup. Lakukan
kegagalan terapi
antihipertensif, maka
evaluasi itu sangat penting
untuk keberhasilan
pengobatan.
Informasi yang adekuat dan
pemahaman bahwa efek
samping adalah umum dan
sering menghilang dengan
berjalnnya waktu.
Selain menurunkan TD juga
dapat menguatkan sistem
kardiovaskular.
Sumber-sumber di
masyarakat seperti Yayasan
Jantung Indonesia,
“coronary club”, klinik
berhenti merokok, program
penurunan BB, kelas
34
untuk rujukan biala
ada indikasi.
penanganan stress, &
pelayanan konseling dapat
membantu pasien dalam
upaya mengawali dan
mempertahankan perubahan
pola hidup.
8 Ansietas
berhubungan
dengan perubahan
kondisi kesehatan
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan pasien
tampak rileks
Kriteria hasil:
Melaporkan cemas berkurang
sampai hilang
Mampu mengidentifikasi cara
hidup yang sehat untuk
membagikan perasaannya
1. Observasi tingkah
laku yang
menunjukkan tingkat
ansietas
2. Tinggal bersama
pasien,
mempertahankan
sikap yang tenang.
Mengakui atau
menjawab
Ansietas ringan dapat
ditunjukkan dengan peka
rangsang dan insomnia.
Ansietas berat yang
berkembang kedalam
keadaan panik dapat
menimbulkan perasaan
terancam, ketidakmampuan
untuk berbicara dan
bergerak.
Menegaskan pada pasien
atau orang terdekat bahwa
walaupun perasaan pasien
diluar kontrol
lingkungannya tetap aman
35
kekhawatirannya dan
mengizinkan perilaku
pasien yang umum.
3. Jelaskan prosedur,
lingkungan sekeliling
atau suara yang
mungkin didengar
oleh pasien
4. Bicara singkat
dengan kata
sederhana.
5. Kurangi stimulasi
dari luar : tempatkan
pada ruangan yang
tenang, kurangi
lampu yang terlalu
terang, kurangi orang
jumlah orang yang
berhubungan dengan
Memberikan informasi
yang akurat yang dapat
menurunkan kesalahan
interpretasi yang dapat
berperan pada reaksi
ansietas
Rentang perhatian mungkin
menjadi pendek,
konsentrasi berkurang yang
membatasi kemampuan
untuk menerima informasi.
Menciptakan lingkungan
yang terapiutik
36
pasien.
9 Risiko tinggi
penurunan curah
jantung
berhubungan
dengan Peningkatan
afterload,
vasokontriksi
pembuluh darah.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan pasien
mampu berpartisipasi dalam
aktivitas yang menurunkan
tekanan darah/ beban kerja
jantung dengan criteria hasil :
Mempertahankan tekanan darah
dalam rentang individu yang
dapat diterima
Memperlihatkan irama dan
frekuensi jantung yang stabil
dalam rentang normal pasien
1. Pantau TD. Ukur
pada kedua tangan/
paha untuk evaluasi
awal. Gunakan
ukuran manset yang
tepat dan teknik yang
akurat.
2. Catat keberadaan,
Perbandingan dari tekanan
memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang
keterlibatan/ bidang
masalah vaskular.
Hipertensi diklasifikasikan
pada orang dewasa sebagai
peningkatan tekanan
diastolik sampai 130, hasil
pengukuran diastolik di atas
130 dipertimbangkan
sebagai peningkatan
pertama, kemudian maligna.
Hipertensisistolik juga
merupakan faktor risiko
yang ditentukan untuk
penyakit serebrovaskular
dan penyakit iskemi jantung
bila tekanan diastolik 90-
115.
Denyutan
37
kualitas denyutan
sentral dan perifer
3. Auskultasi tonus
jantung dan bunyi
nafas
4. Amati warnakulit,
kelembaban, suhu
dan masa pengisian
kapiler
karotis ,jugularis,radialis
dan femoralis mungkin
terpalpasi. Denyut pada
tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari
vasokontriksi ( peningkatan
SVR ) dan kongesti vena
S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat
karena adanya hipertrofi
atrium. Adanya krakel,
mengi dapat
mengindikasikan kongesti
paru sekunder terhadap
terjadinya atau gagal
jantung kronik
Adanya pucat, dingin, kulit
lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan
vasokontriksi atau
mencerminkan
38
5. Pertahankan
pembatasan aktivitas
seperti istirahat di
tempat tidur/ kursi,
jadwal periode
istirahat tanpa
gangguan, bantu
pasien melakukan
aktivitas perawatan
diri sesuai kebutuhan
6. Berikan lingkungan
tenang, nyaman,
kurangi aktivitas /
keributan lingkungan.
Batasi jumlah
pengunjung dan
lamanya tinggal.
7. Kolaborasi :
- Berikan obat-obat
dekompensasi/penurunan
curah jantung.
Menurunkan stres dan
ketegangan yang
mempengaruhi tekanan
darah dan perjalanan
penyakit hipertensi
Membantu untuk
menurunkan rangsang
simpatis; meningkatkan
relaksasi.
Tiazide mungkin digunakan
sendiri atau dicampur
dengan obat lain untuk
39
sesuai indikasi seperti
Diuretik tiazid dan
vasodilator.
- Berikan pembatasan
cairan dan diit
natrium sesuai
indikasi.
- Siapkan pembedahan
bila ada indikasi
menurunkan TD pada
pasien dengan fungsi ginjal
yang relatif normal.
Diuretik ini memperkuat
agen-agen antihipertensi
lain dengan membatasi
retensi cairan. Vasodilator
menurunkan aktivitas
kontriksi arteri dan vena
pada ujung saraf simpatik.
Pembatasna ini dapat
menangani responn
hipertensif, dengan
demikian menurunkan
beban kerja jantung.
Bila hipertensi berhubungan
dengan adanya
feokkromositoma, maka
pengangkatan tumor akan
memperbaiki kondisi.
10 Risiko injuri/cedera
berhubungan
Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan pasien
1. Jauhkan dari benda- Meminimalkan risiko
40
dengan penglihatan
ganda ( diplopia )
tidak mengalami suatu injury
dalam perawatan di rumah sakit
maupun di rumah dengan kriteria
hasil :
- Pasien tidak mengalami cedera.
benda tajam
2. Berikan penerangan
yang cukup
3. Usahakan lantai tidak
licin dan basah
4. Pasang side rail.
5. Anjurkan pada
keluarga klien untuk
selalu menemani
klien dalam
beraktivitas
cedera
Meminimalkan terjadinya
benturan
Meminimalkan klien jatuh
Menghindari klien terjatuh
pada saat istirahat
Untuk meningkatkan
menjaga keamanan
2.2.4. IMPLEMENTASI
Implementasi sesuai dengan intervensi
41
2.2.5. EVALUASI
N
O
DX
Keperawatan
EVALUASI TTD
1. DX. 1 - Pasien dapat mendemonstrasikan tanda-tanda
vital stabil.
- Pusing pada pasien berkurang/hilang
- Composmetis
2. DX 2 - Pasien dapat mengungkapkan metode yang
memberikan pengurangan rasa nyeri.
- Nyeri pasien berkurang/hilang
- Skala nyeri 0
- Wajah pasien tidak meringis
- TTV:
N: 80-100x/mnt
RR : normal 20x/mnt
TD: normal (130/90 mmHg- 140/90 mmHg)
S : 36oC
3. DX 3 - Pasien menunjukkan perubahan pola makan
- Mempertahankan berat badan dengan
pemeliharaan kesehatan optimal
- Melakukan/mempertahankan program
olahraga yang tepat secara individual
4. DX 4 - Pasien menunjukkan keseimbangan masukan
dan haluaran,BB stabil, tanda vital dalam
rentang normal dan tak ada oedema.
- Menyatakan pemahaman diet
individu/pembatasan cairan.
- Pasien tidak mual dan muntah.
5. DX 5 - Pasien mampu melakukan aktivitas.
42
- Pasien menunjukkan penurunan tanda-tanda
intoleransi fisiologi
6. DX 6 - Menyatakan kesadaran kemampuan
koping/kekuatan pribadi
- Mengidentifikasi potensial situasi stres dan
mengambil langkah untuk menghindari atau
mengubahnya.
- Mendemonstrasikan pengguanaan keterampilan
atau metode koping efektif
7. DX 7 - Mengidentifikasi efek samping obat dan
kemungkinan komplikasi yang perlu
diperhatikan
- Mempertahankan TD dalam parameter normal
8. DX 8 - Pasien tampak rileks
- Melaporkan cemas berkurang sampai hilang
- Mampu mengidentifikasi cara hidup yang
sehat untuk membagikan perasaannya
9. DX 9 - Mempertahankan tekanan darah dalam rentang
individu yang dapat diterima
- Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung
yang stabil dalam rentang normal pasien
10. DX 10 - Pasien tidak mengalami cedera
43
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001). Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama
dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut
dibedakan hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg dan hipertensi sistolik terisolasi
dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari
90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan–
perubahan pada elastisitas dinding aorta menurun, katub jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun
kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah, meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer.
Tanda dan gejala hipertensi pada lansia secara umum adalah sakit kepala, perdarahan
hidung, vertigo, mual muntah, perubahan penglihatan, kesemutan pada kaki dan tangan,
sesak nafas, kejang atau koma, dan nyeri dada. Sementara itu diagnosa yang muncul pada
asuhan keperawatan hipertensi adalah : Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan
penurunan suplai oksigen otak, Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular
serebral dan iskemia miokard, Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan masukan berlebih sehubungan dengan kebutuhan metabolik, Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan edema, peningkatan cairan intravaskular, Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan Kelemahan umum dan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, Koping individu tidak efektif berhubungan dengan Krisis situasional, Kurang
pengetahuan mengenai kondisi dan rencana pengobatan berhubungan dengan Misinterpretasi
informasi, Ansietas berhubungan dengan perubahan kondisi kesehatan, Risiko tinggi
penurunan curah jantung berhubungan dengan Peningkatan afterload, vasokontriksi
pembuluh darah, Risiko injuri/cedera berhubungan dengan penglihatan ganda ( diplopia ).
44
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien edisi 3. Jakarta :EGC
Gray H Huoh, dkk.2006. Lecture Notes Kardiologi edisi 4. Jakarta: Erlangga.
Juni Wajan.2010. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta:Salemba Medika.
Price, Sylvia A.2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6
volume 1. Jakarta ;EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001.Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta :EGC
Stockslager,Schaeffer.2008.Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik edisi 2.
Jakarta: EGC.
http://www.scrib.com, diakses pada tanggal 31 Maret 2012.
45