12
Klasifikasi Berdasarkan waktunya, perdarahan pascapersalinan dibedakan atas (Prawirohardjo, 2008) : a. Perdarahan pascapersalinan primer / dini (early postpartum hemorrhage), Adalah perdarahan ≥ 500 cc yang terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan. Etiologi dari perdarahan pascapersalinan dini biasanya disebabkan oleh: 1. atonia uteri 2. laserasi jalan lahir 3. ruptura uteri 4. inversio uteri 5. plasenta akreta 6. gangguan koagulasi herediter b. Perdarahan pascapersalinan sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage) Merupakan perdarahan sebanyak ≥ 500 cc yang terjadi setelah 24 jam pascapersalinan. Etiologi dari perdarahan pascapersalinan lambat biasanya disebabkan oleh: 1. sisa plasenta 2. subinvolusi dari placental bed Perdarahan pasacapersalin dini lebih sering terjadi, melibatkan perdarahan yang masif dan menimbulkan morbiditas, dan terutama paling sering disebabkan oleh atonia uteri (Mochtar, 1998). PLASENTA REST (SISA PLASENTA ) DEFINISI

Hpp Sisa Plas1

  • Upload
    kaysa3

  • View
    15

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hemorrhagic Post Partum disebabkan oleh karena adanya sisa plasenta. Sisa plasenta harus menjadi salah satu pertimbangan untuk mencari penyebab dari HPP selain faktor lainnya.

Citation preview

KlasifikasiBerdasarkan waktunya, perdarahan pascapersalinan dibedakan atas (Prawirohardjo, 2008) :a. Perdarahan pascapersalinan primer / dini (early postpartum hemorrhage),Adalah perdarahan 500 cc yang terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan. Etiologi dari perdarahan pascapersalinan dini biasanya disebabkan oleh: 1. atonia uteri 2. laserasi jalan lahir3. ruptura uteri 4. inversio uteri 5. plasenta akreta 6. gangguan koagulasi herediter

b. Perdarahan pascapersalinan sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage)Merupakan perdarahan sebanyak 500 cc yang terjadi setelah 24 jam pascapersalinan. Etiologi dari perdarahan pascapersalinan lambat biasanya disebabkan oleh:1. sisa plasenta2. subinvolusi dari placental bedPerdarahan pasacapersalin dini lebih sering terjadi, melibatkan perdarahan yang masif dan menimbulkan morbiditas, dan terutama paling sering disebabkan oleh atonia uteri (Mochtar, 1998).

PLASENTA REST (SISA PLASENTA )DEFINISI Plasenta rest merupakan tertinggalnya bagian plasenta (satu atau lebih lobus), sehingga uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder. Plasenta Rest adalah adanya sisa plasenta di dalam rahim yang sudah lepas tapi belum keluar sehingga dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Plasenta rest dapat disebabkan oleh karena atonia uteri, adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, dan hal-hal yang dapat menyebabkan terhalangnya plasenta keluar.FISIOLOGI & TIPE PLASENTAPlasenta berbentuk bundar atau oval, diameter 15-20cm, tebal 2-3cm, berat 500-600 gram, biasanya plasenta akan berbentuk lengkap pada kehamilan kira-kira 16 minggu, dimana ruang amnion telah mengisi seluruh rongga rahim.Letak plasenta yang normal umumnya pada corpus uteri bagian depan atau belakang agak kearah fundus uteri. Plasenta terdiri atas tiga bagian yaitu : Bagian janin (fetal portion)Bagian janin terdiri dari korion frondosum dan vili. Vili dari uri yang matang terdiri atas : Vili korialis Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam ruang interviler berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua basalis. Pada sistole, darah dipompa dengan tekanan 70-80mmHg kedalam ruang interviler sampai lempeng korionik (chorionic plate) pangkal dari kotiledon-kotiledon.Darah tersebut membanjiri vili korialis dan kembali perlahan ke pembuluh darah balik (vena-vena) didesidua dengan tekanan 8mmHg. Pada bagian permukaan janin uri diliputi oleh amnion yang licin, dibawah lapisan amnion ini berjalan cabang-cabang pembuluh darah tali pusat. Tali pusat akan berinsersi pada uri bagian permukaan janin Bagian maternal (maternal portion)Bagian maternal terdiri atas desidua kompakta yang terbentuk dari beberapa lobus dan kotiledon (15-20buah). Desidua basalis pada uri yang matang disebut lempeng korionik (basal) dimana sirkulasi utero-plasental berjalan keruang-ruang intervili melalui tali pusat. Tali pusatTali pusat merentang dari pusat janin ke uri bagian permukaan janin. Panjangnya rata-rata 50-55 cm, sebesar jari (diameter 1- 2.5 cm), strukturnya terdiri atas 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis serta jelly wharton.

Tipe tipe plasenta Menurut bentuknya Plasenta normal Plasenta menbranasea (tipis) Plasenta suksenturiata (satu lobus terpisah) Plasenta spuria Plasenta bilobus ( 2 lobus) Plasenta trilobus (3 lobus)

Menurut pelekatan pada dinding rahim Plasenta adhesiva (melekat) Plasenta akreta(lebih melekat) Plasenta inkreta (sampai ke otot polos) Plasenta perkreta (sampai keserosa)

GEJALA KLINISSewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

PATOGENESISSetelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.

PENCEGAHAN 1. Perawatan masa kehamilanMencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit (Mochtar, 1998).

2. Persiapan persalinanDi rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan (DeCherney & Nathan , 2003).3. PersalinanSetelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massase yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum (DeCherney & Nathan , 2003).4. Kala tiga dan Kala empat Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Studi memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%. Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati (DeCherney & Nathan , 2003).

MANAJEMENTiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut (Mochtar,1998):1. Menghentikan perdarahan dengan mencari sumber perdarahan2. Mencegah timbulnya syok.3. Mengganti darah yang hilang.Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta (Mochtar,1998): Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan Perbaiki keadaan umum dengan memasang infus Rl atau cairan Nacl 0,9 % Ambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin, golongan darah dan Cross match. Bila kadar Hb8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. Pada kasus syok parah, dapat gunakan plasma ekspander. Plasma expender diberikan karena cairan ini dapat meresap ke jaringan dan cairan ini dapat menarik cairan lain dari jaringan ke pembuluh darah. Jika ada indikasi terjadi infeksi yang diikuti dengan demam, menggigil, rabas vagina berbau busuk, segera berikan antibiotika spectrum luas. Antibiotik yang dapat diberikan :a. Benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU setiap 6 jam +gentamisin 100 mg stat IM, kemudian 80 mg tiap 8 jam+metronidazol 400 atau 500mg secara oral setiap 8 jam.b. Ampisilin 1 g IV diikuti 500 mg secara IM setiap 6 jam+metronidazol 400 mg atau 500 mg secara oral setiap 8 jamc. Benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU tiap 6 jam+gentamisin 100 mg stat IM lalu 80 gr tiap 6 jam.d. Benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU tiap 6 jam+kloramfenikol 500 mg secara IV tiap 6 jam. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase. Kuretase oleh Dokter. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatiftipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Sisa plasenta dapat dikeluarkan dengan manual plasenta. Tindakan ini dapat dilakukan untuk mengeluarkan sisa plasenta yang tertinggal di dalam rahim setelah plasenta lahir. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

Ekplorasi Cavum Uteri IndikasiPersangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam (Mochtar,1998).

Manual PlasentaIndikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus (Mochtar,1998).KuretasePilihan utama bagi evakuasi uterus adalah aspirasi vakum manual, dilatasi dan kuretase dianjurkan apabila aspirasi vakum manual tidak tersedia (Mochtar,1998).

Penatalaksanaan pada pasien ini berupa:IVFD :1. RL 500cc rapid line kemudian dilanjutkan 20tpm2. RL 500cc + OD 20 IU -- 20 tpmInj. Cefazoline 3 x 1 gr IV (Skin test)Pro Curretage sisa plasenta

PMo:Vital Signs, keluhan subyektif, kontraksi uterusPEd : KIE (Komunikasi, Infomasi, Edukasi) pasien dan keluarga tentang:1. Kondisi pasien2. Prosedur tindakan medis yang akan dilakukan3. Efek samping dan komplikasi dari tindakan yang dilakukan4. Prognosis

Pasien dilakukan curretage. Satu jam sebelumnya pasien diberikan Inj. Cefazolin (Skin test (+), reaksi (-)) dan Kaltrofen Supp II. Planning Post Curretage:PDx: DLPTx: IVFD: RL 500 ml + OD 20 IU 28 tpm sampai 12 jam post curretage Inj Cefazolin 3 x 1 gr IV Inj Metronidazole 3 x 500 mg IV Inj. Gentamycin 2 x 80 mg IV Per Oral: Metergin 3 x 1 tabAs. Mefenamat 3 x 500 mg tabROB 1 x 1 tabPmo: Observasi VS, Keluhan Subjektif, Kontraksi uterus, FluxPEd: KIE pada pasien dan keluarga1. Kondisi pasien2. Tindakan medis yang telah dilakukan3. Rencana Observasi

1. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Jakarta : EGC, 19982. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.

3. Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Tretment, Ninth edition : Alan H. DeCherney and Lauren Nathan , 2003 by The McGraw-Hill Companies, Inc.