28
REFERAT HEMORAGIC POST PARTUM Pembimbing : Dr. Matius S. Gasong, SpOG Disusun oleh : Ega Surya Setya N. (1102007097) KEPANITRAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI RUMAH SAKIT TINGKAT II MOCH. RIDWAN MEURAKSA 1 | HEMORAGIC POST PARTUM

HPP

  • Upload
    sisil

  • View
    76

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hpp

Citation preview

REFERATHEMORAGIC POST PARTUM

Pembimbing :Dr. Matius S. Gasong, SpOG

Disusun oleh :Ega Surya Setya N. (1102007097)

KEPANITRAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI RUMAH SAKIT TINGKAT II MOCH. RIDWAN MEURAKSA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI2014

DAFTAR ISIPENDAHULUAN.1DEFINISI.2EPIDEMIOLOGI2KLASIFIKASI2ETIOLOGI.3ATONIA UTERI.3ROBEKAN JALAN LAHIR..5INVERSIO UTERI9RETENSIO PLASENTA...10SISA PLASENTA.14KELAINAN FAKTOR PEMBEKUAN DARAH15

DAFTAR GAMBARGAMBAR 1.4GAMBAR 2..5GAMBAR 3..10GAMBAR 4..11GAMBAR 5.13GAMBAR 6..13GAMBAR 7.13

DAFTAR TABELTABEL 18

PENDAHULUANPerdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.1 Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga pasien yang mengalami perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.2,3Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. 1,4

TINJAUAN PUSTAKAI. PERDARAHAN POST PARTUMDefinisiPerdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum atau sesudah lahirnya plasenta. 1EpidemiologiPerdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta sehingga perdarahan akibat terlalu lamanya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, meningkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.1,2,3Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.1KlasifikasiKlasifikasi perdarahan postpartum :1,2,31. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir dan sisa sebagian plasenta. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama.2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik.EtiologiPenyebab perdarahan postpartum terdiri dari T : Tone, Tissue dan Thrombin.1. Tone merujuk pada tonus uteri2. Tissue merujuk pada trauma jalan lahir berupa laserasi vagina, serviks maupun uterus, retensio plasenta dan sisa plasenta.3. Thrombin merujuk pada koagulopati.31.Tone1.1. Atonia UteriAtonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan.Hal ini terjadi dalam 24 jam pasca persalinan dan bisa disebabkan oleh partus lama maupun partus presipitatus, infeksi maupun overdistensi uterus,abrupsio plasenta maupun plasenta previa, grandemultiparitas, anestesia umum dan anestesia halotan. 1,2,3DiagnosisBila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Pada saat atonia uteri terdiagnosis maka ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah tetapi masih terperangkap dalam uterus.Penanganan atonia uteri Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU dalam 500 ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan prostaglandin. Kompresi bimanualJika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu yang singkat, perlu dilakukan kompresi bimanual pada uterus. Tangan kanan penolong dimasukkan ke dalam vagina sambil membuat kepalan diletakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kiri diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain dibelakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang dengan antara 2 tangan; tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri.

Gambar 1. Kompresi bimanual eksternal

Gambar 2. Kompresi bimanual internal

Tampon utero-vaginal secara lege artis, tampon diangkat 24 jam kemudian. Tindakan ini sekarang tidak dokter dilakukan karena pendarahan yang disebabkan oleh atonia uteri sudah dapat diatasi, dikhawatirkan pemberian tamponade yang dilakukan dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan pendarahan dalam uterus dibelakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka, selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan pada miometrium untuk berkontraksi.2.Tissue2.1. Robekan Jalan LahirRobekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. 1,2,32.1.1. Robekan ServiksPersalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seseorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri. Setelah persalinan bila ada perdarahan walaupun kontraksi uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah muda harus dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika terdapat robekan yang lebih besar dari 1 cm, maka lakukan penjahitan. Untuk memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah hingga cerviks dekat dengan vulva, kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem dan ditarik ke bawah.2.1.2.Perlukaan vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.

2.1.3.Kolpaporeksis

Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.

2.1.4.Robekan perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari biasanya, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia suboksipito bregmatika.Tingkatan robekan pada perineum: Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek. Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah luka. Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang dinding depan rektum.Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m. puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri.

2.1.5.FistulaFistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.

Penanganan robekan jalan lahir Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan. Lakukan irigasi pada tempat luka dan lakukan antiseptic. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap. Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator. Khusus pada ruptur perineum komplit ( hingga anus dan sebagian rektum) dilakuakan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut:a. Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan.b. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa menggunakan benang poliglikolik no.2/0(dexon/vicryl) hingga ke spingter ani.c. Jepit kedua spingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.d. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler.e. Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2g dan metronidazol 1g per oral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah :Atonia UteriRobekan jalan lahir

Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar ( fundus uteri masih tinggi). Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterootonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

Tabel 1. Perbedaan atonia uteri dan robekan jalan lahir2.2. Inversio UteriInversio uteri post partum jarang dijumpai, pada peristiwa ini fundus uteri yang terbalik masuk kedalam kavum uteri dapat diraba melalui kanalis sevikalis yang terbuka, bahkan dapat memasuki vagina, plasenta biasanya masih melekat pada dinding uterus. Hampir semua kasus inversio uteri terjadi setelah persalinan dan mungkin akibat tarikan pada talipusat sebelum plasenta lepas. Inversio uteri non puerpural dapat dibagi menjadi inversio uteri akut, yang terjadi segera setelah plasenta lahir dan sebelum serviks menutup, dan inversio uteri kronik yang terjadi setelah 4 minggu persalinan.1,2,3Inversio uteri disebabkan tarikan pada tali pusat sebelum plasenta lepas, tekanan pada fundus dari luar sedangkan uterus tidak berkontraksi, atau spontan apabila pada atonia uteri tekanan intraabdominal meningkat dengan mendadak. Bayi lahir dengan tali pusat pendek. Inversio uteri sesudah kala III persalinan paling sering disertai perdarahan yang mengancam jiwa pasien, bila tanpa tindakan bisa mengakibatkan kematian. Syok yang terjadi cenderung tidak seimbang dengan jumlah darah yang hilang.Penderita dalam pemberian anestesi, penolong mendorong fundus dengan telapak tangan dan jari-jari tangan menurut arah sumbu memanjang, sumbu vagina sampai sumbu uterus hingga reposisi terlaksana. Apabila plasenta belum lepas, setelah reposisi plasenta dilepaskan (oksitosika tidak diberikan sebelum uterus dikembalikan pada konfigurasi normal). Segera setelah uterus dikembalikan kepada konfigurasi normal, pengunaan anestesi untuk menghasilkan relaksasi uterus harus dihentikan dan pada saat itu pula diberikan oksitosin untuk menimbulkan kontraksi uterus, sambil mempertahankan fundus dalam posisinya yang normal. Jika uterus yang inversi tidak bisa dikembalikan secara manual karena adanya cincin kontraksi yang kuat, lakukan laparotomi. Fundus didorong ke atas dari sebelah bawah dan sekaligus ditarik dari atas. Jahitan traksi yang dipasang pada fundus yang inversi bisa membantu. Jika cincin kontraksi tetap merintangi reposisi, secara hati-hati dilakukan insisi pada dinding belakang lingkaran kontraksi, sehingga kemungkinan melakukan tindakan reposisi uterus sedikit demi sedikit. Kemudian luka dibelakang uterus dijahit dan luka laparotomi ditutup.

Gambar 3. reposisi manual2.3.Retensio plasentaRetensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena: Plasenta belum lepas dari dinding uterus Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkanPlasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena: 5 Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva). Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium.Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan atau disebabkan salah penanganan pada kala tiga, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.5Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah perasat crede bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi.Syarat : Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong Teknik pelaksanaanFundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri. Perasat Crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.

GAMBAR 4. perasat crede Indikasi Manual PlasentaIndikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus. 1,2,3

Teknik PelaksanaanPenderita dalam posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki, diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan bila constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya meregang tali pusat, tangan yang lain dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya bila memungkinkan, sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan. 4,5

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.

Gambar 5. Manual plasenta

Gambar 6. Manual plasenta

Gambar 7. Manual plasenta2.4.Sisa plasentaSisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.5Sewaktu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.Penanganan perdarahan postpartum disebabkan oleh sisa plasenta : 1,2,3 Penemuan secara dini hanya dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan. Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase. Bila kadar Hb8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5 Indikasi eksplorasi kavum uteriPersangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan apakah ada ruptur uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.3,4

Teknik PelaksanaanTangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara manual.3,43.Thrombin3.1.Kelainan faktor pembekuan darah1,2,3Kausal perdarahan post partum karena gangguan pembekuan darah dapat dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai adanya riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Ada kemungkinan mudah terjadi pendarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari busi, rongga hidung, dan lain lain.Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil faal hemostasis yang up-normal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial thromboplastin time).Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio placenta, kematian janin dalam kandungan, eklamsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid).Faktor faktor yang terdapat di dalam darah dan yang berperan dalam proses pembekuan terdiri atas protein yang sebagian besar dibuat di dalam hepar. Hingga sekarang dikenal dengan 12 faktor yang ditandai dengan angka romawi dan diberi nama sebagai berikut : Faktor IFibrinogen. Faktor IIProtrombin. Faktor IIITromboplastin jaringan. Faktor IVIon kalsium. Faktor VPro akselerin (Stabil factor ). Faktor VIbelum diketahui. Faktor VIIProkon vertin. Faktor VIIIFaktor antihemofilik A ( globulin anti hemofili A ). Faktor IXFaktor antihemofilik B ( komponen tromboplastin plasma, Chrismas factor ). Faktor XFaktor Stiart power. Faktor XIAntecedent tromboplastin plasma. Faktor XIIFaktor Hagemen. Faktor XIIIFaktor menstabilkan fibrin.Berbagai faktor tersebut erdapat dalam bentuk non aktif. Apabila terjadi sesuatu, misalnya darah ke luar dari pembuluh atau terjadi pembekuan intravaskuler, barulah faktor faktor itu menjadi aktif.Proses pembekuan diawali oleh kerusakan trombosit akibat bersentuhan dengan permukaan yang tidak licin dan keluarnya tromboplastin jaringan (faktor III ). Selanjutnya selain Ion kalsium, faktor pembekuan lainnya memungkinkan proses pembekuan dengan hasil terakhir terbentuknya fibrin yang di bawah pengaruh faktor menstabilkan fibrin ( faktor XIII )menjadi tetap padat.Pada kehamilan kadar plasminogen meningkat, walaupun dengan demikian aktifitas menghancurkan fibrin justru lambat. Keping keping fibrin akibat fibrinolisis ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada pembekuan intravaskuler yang merata ( Disseminated Intavascular Coagulation, DIC ) yang menghambat terjadinya reaksi trombin- fibrinogen. Sebaliknya pada trombosis kosentrasi itu rendah.

DAFTAR PUSTAKA1. Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Ilmu kebidanan. Jakarta : YBP-SP. 2008.2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill. New York : 2005.3. Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle : 2002.4. Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.5. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2006.

2 | HEMORAGIC POST PARTUM