HUBUNGAN HUKUM ISLAM DENGAN KEKUASAAN

Embed Size (px)

Citation preview

Makalah HUBUNGAN HUKUM ISLAM DENGAN KEKUASAAN Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Filsafat Hukum Islam D I S U S U N OLEH Zaini Yazid 220708417

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PERBANDINGAN HUKUM DAN MAZHAB SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat berkaitan dengan yang namanya hukum dan kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri antara hukum dan kekuasaan memiliki hubunga n yang sangat erat. Sebuah hukum tidak akan tercipta tanpa adanya sebuah kekuasa an. Begitu juga sebaliknya, kekuasaan tidak akan baik tanpa adanya hukum yang ba ik pula. Jika kita lihat dalam politik Islam antara hukum dengan kekuasaan sanga tlah berkaitan. Di dalam Al-qur an kata Al-hukm dan kata-kata yang terbentuk darinya disebutkan sebanyak 210 kali. Dalam makalah ini saya akan menjelaskan antara hubungan hukum Islam dengan kek uasaan.

1.

PENGERTIAN HUKUM ISLAM

Dalam bahasa Indonesia hukum dipergunakan sebagai sebutan untuk mengganti istilah lai dalam bahasa Belanda recht . Recht dalam bahasa Latin rectum berarti lurus, pim mimpin. Dengan demikian, dalam arti ini, hukum disamakan dengan sesuatu yang mem impin atau meluruskan. Namun, untuk dapat memimpin atau meluruskan harus ada hal yang lain yang sangat penting yaitu kewibawaan. Pengertian hukum Islam adalah hukum yang bersumber kepada nilai-nilai keislaman, yang dibentuk dari sumber dalil-dalil agama Islam. Hukum itu bisa berarti ketetapan, kesepakatan, anjuran, larangan, dan sebagainya. 2. PENGERTIAN KEKUASAAN

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah la ku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan pelaku. Pengertian ini kenda ti bermakna sosiologis, boleh jadi sangat realistis mengingat bahwa manusia hidu p pada dasarnya mempunyai berbagai keinginan dan tujuan yang hendak diraihnya. D alam konteks ini, demikian pula yang terjadi pada kekuasaan yang dimiliki oleh n egara, tidak terbatas dalam kehidupan antar manusia di bidang politik semata-mat a, serta tidak pula terbatas pada negara yang baru tumbuh, tetapi, di bidang huk um pun kekuasaan senantiasa bergandengan . Suatu kekuasaan biasanya diwujudkan dalam bentuk hubungan. Di dalam antar hubung an ini ada pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah atau dengan kata lain, ada pihak yang memberi perintah dan pihak yang mematuhi perintah. Dalam se tiap hubungan kekuasaan, tidak pernah terjadi adanya persamaan kedudukan di anta ra pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan kekuasaan tersebut, tetapi senantias a ditandai oleh adanya kedudukan yang satu lebih tinggi dibanding yang lainnya. Bahkan, tidak jarang hubungan kekuasaan tersebut ditandai paksaan oleh pihak yan g lebih tinggi kedudukannya atau yang menempati posisi pemerintah . Hakikatnya ialah bahwa dalam sebuah negara demokrasi, pemerintah bertanggung jaw ab kepada rakyat, terutama dalam penggunaan kekuasaannya yang harus sesuai denga n kehendak rakyat. Hal ini telah menyebabkan sebagian pemikir politik menolak de finisi yang mengartikan negara sebagai kekuasaan untuk memerintah yang dijalanka n oleh pemerintah itu. Mereka mengatakan bahwa jika rakyat yang memberi keputusa nnya, maka dengan demikian rakyatlah yang sebenarnya memerintah. Akan tetapi, se tiap warganegara masih pula harus taat kepada pemerintahnya. Jika dia mencoba me nentang, dia seperti seseorang yang memasuki sebuah kawasan pertahanan tanpa mem iliki keberanian untuk melakukan suatu tindakan apapun, karena dia merupakan sal ah seorang pemiliknya . Agar kekuasaan menjadi baik, memerlukan legitimasi antara lain legitimasi etis . Etika politik menuntut agar kekuasaan sesuai dengan hukum yang berlaku (legalit as), disahkan secara demokratis (legitimasi demokratis) dan tidak bertentangan d engan prinsip-prinsip dasar moral (legitimasi moral). Ketiga tuntutan tersebut d apat disebut legitimasi normatif atau etis karena berdasarkan keyakinan bahwa ke kuasaan hanya sah secara etis apabila sesuai dengan tuntutan tadi. Dalam kenyata annya, orang yang memiliki pengaruh politik atau keagamaan dapat lebih berkuasa

daripada yang berwenang atau yang memiliki kekuatan fisik (senjata). Kekayaaan ( uang) atau kekuatan ekonomi lainnya juga merupakan sumber-sumber kekuasaan yang penting, sedangkan dalam keadaan-keadaan tertentu kejujuran, moral yang tinggi d an pengetahuan pun tidak dapat diabaikan sebagai sumber-sumber kekuasaan .

3.

Hukum dan Kekuasaan Dalam Perspektif Islam

Seorang Muslim haruslah mempunyai falsafah hidup, mempunyai satu ideologi sebaga imana juga orang Kristen mempunyai falsafah hidup dan ideologi, seperti juga seo rang fasis atau komunis mempunyai falsafah hidup dan ideologinya sendiri-sendiri pula. Seorang Muslim hidup di atas dunia ini adalah dengan cita-cita hendak men jadi seorang hamba Allah dengan arti yang sepenuhnya, mencari kejayaan di dunia dan kemenangan di akherat. Dunia dan akherat ini sekali-kali tidak mungkin dipis ahkan oleh seorang muslim dari ideologinya . Islam mengajarkan kepada pemeluk-pemeluknya untuk memutuskan sesuatu persoalan d engan rasa keadilan apapun juga yang menjadi akibatnya. Dalam hal hukum, semua o rang adalah sama dan tidak diperkenankan mengadakan perbedaan dalam melaksanakan keadilan. Rule of law adalah yang paling tinggi dan pelaksanaan keadilan adalah di atas segala-galanya .