24
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak Rawa merupakan istilah yang digunakan untuk semua lahan basah yang bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun ditumbuhi tanaman semak (Davis et al. 1995). Rawa pada umumnya dikarakteristikkan sebagai perairan genangan yang dangkal, melimpah vegetasi air dan pohon rawa (Archibold 1995 ; Suwignyo 1996). Ekosistem rawa di Indonesia dapat dibedakan menjadi rawa pasang surut dan rawa non-pasang surut. Rawa pasang surut meliputi rawa-rawa pesisir yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan rawa non pasang surut, meliputi rawa-rawa pedalaman yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Berdasarkan vegetasinya, rawa dapat dibedakan menjadi rawa berhutan dan rawa tak berhutan, atau bahkan berdasarkan jenis vegetasi yang dominan, misalnya rawa bakau, rawa nipah, dan rawa rumput (Davis et al. 1995). Menurut Saanin (1981) rawa lebak atau dikenal dengan nama “floodplainmerupakan perairan dataran rendah yang merupakan bagian dari daerah aliran sungai, baik merupakan perairan yang terbuka, secara periodik dengan vegetasinya yang meluas atau berkurang, kelihatan seperti danau besar, sedang, dan kecil namun dengan kedalaman yang kecil dan bervariasi menurut musim, dan dalam sebagian besar waktu setahun masih berhubungan dengan sungai induknya. Rawa lebak merupakan ekosistem yang terdapat di dataran banjir sekitar sungai dan merupakan daerah limpasan dari luapan air sungai (Welcomme 1983). Rawa lebak memiliki variasi yang tinggi berdasarkan waktu dan ruang . Ekosistem rawa lebak dapat meliputi : rawa berumput, rawa hutan, saluran-saluran sungai, dan danau atau kolam yang permanen dan temporal. Tipe habitat rawa lebak di Indonesia (studi kasus di Sumatera Selatan) meliputi : rawa berrumput (lebak atau lebak kumpai), rawa hutan (rawang), sawah, anak sungai (sungei), sungai mati atau oxbow (danau) dan cekungan rawa (lebung) (Utomo 1993; Hoggarth et al. 1999). Produktifitas ikan dan biota lain di rawa lebak ditentukan oleh siklus penggenangan. Produktifitas meningkat dengan meningkatnya penggenangan rawa lebak (Hoggarth et al. 1999).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak

Rawa merupakan istilah yang digunakan untuk semua lahan basah yang

bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

ditumbuhi tanaman semak (Davis et al. 1995). Rawa pada umumnya

dikarakteristikkan sebagai perairan genangan yang dangkal, melimpah vegetasi air

dan pohon rawa (Archibold 1995 ; Suwignyo 1996). Ekosistem rawa di Indonesia

dapat dibedakan menjadi rawa pasang surut dan rawa non-pasang surut. Rawa

pasang surut meliputi rawa-rawa pesisir yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut

dan rawa non pasang surut, meliputi rawa-rawa pedalaman yang tidak dipengaruhi

oleh pasang surut air laut. Berdasarkan vegetasinya, rawa dapat dibedakan

menjadi rawa berhutan dan rawa tak berhutan, atau bahkan berdasarkan jenis

vegetasi yang dominan, misalnya rawa bakau, rawa nipah, dan rawa rumput (Davis

et al. 1995).

Menurut Saanin (1981) rawa lebak atau dikenal dengan nama “floodplain”

merupakan perairan dataran rendah yang merupakan bagian dari daerah aliran

sungai, baik merupakan perairan yang terbuka, secara periodik dengan

vegetasinya yang meluas atau berkurang, kelihatan seperti danau besar, sedang,

dan kecil namun dengan kedalaman yang kecil dan bervariasi menurut musim, dan

dalam sebagian besar waktu setahun masih berhubungan dengan sungai induknya.

Rawa lebak merupakan ekosistem yang terdapat di dataran banjir sekitar sungai

dan merupakan daerah limpasan dari luapan air sungai (Welcomme 1983). Rawa

lebak memiliki variasi yang tinggi berdasarkan waktu dan ruang . Ekosistem rawa

lebak dapat meliputi : rawa berumput, rawa hutan, saluran-saluran sungai, dan

danau atau kolam yang permanen dan temporal. Tipe habitat rawa lebak di

Indonesia (studi kasus di Sumatera Selatan) meliputi : rawa berrumput (lebak atau

lebak kumpai), rawa hutan (rawang), sawah, anak sungai (sungei), sungai mati

atau oxbow (danau) dan cekungan rawa (lebung) (Utomo 1993; Hoggarth et al.

1999). Produktifitas ikan dan biota lain di rawa lebak ditentukan oleh siklus

penggenangan. Produktifitas meningkat dengan meningkatnya penggenangan

rawa lebak (Hoggarth et al. 1999).

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

11

2.1.1. Parameter fisik kimiawi perairan

Beberapa parameter kualitas air yang dapat menjadi faktor pembatas bagi

ikan di perairan rawa antara lain oksigen terlarut dan keasaman. Rawa pada

umumnya dikarakteristikkan dengan melimpahnya pertumbuhan vegetasi air dan

diasosiasikan dengan perombakan material organik. Dekomposisi ini

mengakibatkan kondisi oksigen yang rendah dan bersifat asam (Payne 1986).

Pada ekosistem perairan, oksigen terlarut merupakan faktor pembatas terpenting

bagi organisme (Bayly & Williams 1981).

Kandungan oksigen terlarut di rawa lebak pada umumnya lebih rendah

dibandingkan perairan genangan lain. Bahkan kondisi anoksik (tanpa oksigen

terlarut) kadang – kadang dijumpai pada rawa lebak yang tidak mengalir. Hal ini

disebabkan oleh produktifitas biologi yang tinggi di rawa lebak, dan respirasi lebih

besar dibandingkan fotosintesis (Hamilton 2002). Ketika suhu lingkungan

meningkat, metabolisme meningkat sehingga kebutuhan oksigen meningkat juga.

Menurut Smart (1981), kebutuhan ikan terhadap oksigen akan meningkat

dengan meningkatnya suhu perairan. Menurut (Boyd 1982), toleransi ikan

terhadap kadar oksigen terlarut minimum bergantung pada jenis ikan, ukuran,

kondisi fisiologi, dan konsentrasi zat lain yang terlarut. Batas toleransi ikan

terhadap kadar minimum oksigen terlarut adalah 1 mg/l. Kisaran kandungan

oksigen terlarut rawa lebak di Kota Palangkaraya 1,12 – 6,25 mg/l (Sulistiyarto

1998 ; Sulastri & Hartoto 2000; Harteman 2001; 2002).

Kondisi suhu yang berfluktuasi pada umumnya kurang menguntungkan bagi

kehidupan ikan. Pada umumnya suhu tubuh ikan lebih rendah 0,60 C dibanding

suhu lingkungannya (Elliott 1981). Kisaran suhu perairan rawa lebak di Kota

Palangkaraya 26,3 – 33,6 O C (Sulistiyarto 1998; Sulastri & Hartoto 2000;

Harteman 2001; 2002 )

Pada rawa yang mengandung gambut, pH perairan dapat berkisar antara

3,5 – 4,5. Perairan black water mengandung bahan organik berupa asam humus

dan pH-nya di bawah 4 (Andrews & McEwan 1987). pH rawa lebak di Sumatera

Selatan berkisar antara 5,25 – 4,5 di Lebak Air Hitam, di Teluk Galam berkisar

antara 5,5 – 6,0 (Murniyati et al. 1993) dan di rawa lebak Cala berkisar antara 5,5

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

12

– 6,5 (Nurdawati & Parsetyo 2006). pH rawa lebak di Kota Palangkaraya berkisar

antara 2,80 - 6,83 (Sulistiyarto 1998; Sulastri & Hartoto 2000; Harteman 2001;

2002 ). Pada umumnya ikan memiliki toleransi pH antara 6,7 – 8,6. Sangat

sedikit spesies ikan yang bertoleransi pada pH di bawah 5 atau di atas 9 (Andrews

& McEwan 1987).

Keberadaan karbondioksida (CO2) bebas di perairan dapat dipengaruhi oleh

pH. Pada pH 4,5 – 8,4, ion karbon anorganik terikat dalam bentuk bikarbonat,

sedangkan pada pH lebih dari 8,4 lebih banyak dalam bentuk karbonat. Pada pH di

bawah 7 mulai terdapat karbondioksida bebas dan pada pH 4,5 atau kurang semua

karbon anorganik dalam bentuk karbondioksida bebas dan asam karbonat (H2CO3)

(Bayly & Williams 1981). Menurut (Boyd 1982), kadar CO2 bebas yang tinggi tidak

berbahaya bagi ikan apabila kadar oksigen tinggi. Apabila oksigen terlarut rendah,

maka CO2 bebas dapat menghambat pengambilan O2 oleh ikan. Kadar CO2 yang

masih ditoleransi oleh ikan sebesar 12 mg/l jika kadar O2 2 mg/l, dan paling tinggi

25 mg/l jika kadar O2 minimal 5 mg/l. Kadar CO2 bebas rawa lebak di beberapa

daerah adalah sebagai berikut : di rawa Telaga Menarap, Kalimantan Selatan 16,4

– 17,9 mg/l, di rawa lebak Air Hitam Sumatera Selatan 10 mg/l (Ondara 1981), di

rawa lebak Cala, Sumatera Selatan 9,5 – 11,5 mg/l (Nurdawati & Parsetyo 2006),

dan di rawa Tawar Taplus Kalimantan Selatan 15 – 16 mg/l (Arifin et al. 1995).

Ammonia di perairan pada umumnya kadarnya rendah karena merupakan

hasil ekskresi hewan air. Kadar ammonia bergantung pada ekskresi hewan air,

oksidasi bakteri, dan penyerapan oleh fitoplankton dan vegetasi air. Pada

umumnya kadar ammonia perairan tawar kurang dari 0,1 mg/l (Goldman & Horne

1983). Kadar ammonia di rawa lebak Loa Kang, Kalimantan Timur, berkisar antara

0,016 – 0,456 mg/l (Yustiawati et al. 2004), sedangkan di rawa lebak Cala,

Sumatera Selatan 0,20 – 0,31 mg/l (Nurdawati & Parsetyo 2006). Variasi musiman

dari kadar ammonia di perairan terutama bergantung pada densitas alga dan

tingkat fotosintesa (Hargreaves and Tucker 2004). Ammonia yang tidak

berionisasi bersifat toksik, sedangkan ion ammonia tidak toksik. Ammonia semakin

bersifat toksik apabila kadar oksigen terlarut semakin rendah. Batas toleransi ikan

terhadap kadar ammonia berkisar antara 0,6 – 2,0 mg/l (Boyd 1982). Menurut

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

13

Hargreaves dan Tucker (2004) pada pH 9, batas toleransi ikan berkisar antara 1,5

– 2,0 mg/l.

Nitrit di perairan pada umumnya kadarnya sangat kecil sekali. Kadar nirit di

rawa lebak Loa Kang, Kalimantan Timur, berkisar antara 0,004 – 0,622 mg/l

(Yustiawati et al. 2004), sedangkan di rawa lebak Cala, Sumatera Selatan 0,10 –

0,16 mg/l (Nurdawati & Parsetyo 2006). Nitrit akan segera teroksidasi menjadi

nitrat, apabila terdapat oksigen. Apabila kondisi anoksik, maka nitrit akan segera

direduksi menjadi ammonia (Goldman & Horne 1983). Nitrit apabila masuk dalam

tubuh ikan akan bereaksi dengan haemoglobin menjadi methemoglobin, sehingga

menyebabkan terhambatnya penyerapan oksigen. Nitrit akan bersifat toksik bagi

ikan apabila kadarnya melebihi 0,5 mg/l (Boyd 1982).

Nitrat dan fosfat di perairan berperan sebagai nutrien bagi fitoplankton dan

vegetasi air. Fosfat dan nitrat merupakan faktor pembatas pertumbuhan

fitoplankton dan vegetasi air di perairan tawar (Moss 1998). Pada perairan rawa

lebak yang bersifat asam, kadar fosfat sangat rendah. Penyebab rendahnya fosfat

di wilayah ini adalah jarangnya mineral yang mengandung fosfor, tidak adanya fase

gas untuk fosfor sehingga tidak dapat diserap dari udara, dan fosfor dapat terikat di

dasar perairan (Goldman & Horne 1983). Rawa Lebak di Palangkaraya memiliki

kandungan nutrien tertinggi terutama pada saat musim hujan. Nutrien tersebut

berasal dari air sungai yang menggenangi rawa lebak. Peningkatan nutrien

terutama pada kadar nitrogen. Sedangkan kadar fosfor tidak berbeda antara

musim hujan dan kemarau (Sulastri & Hartoto 2000). Kadar fosfat di Rawa Lebak

Air Hitam dan Teluk Galam, Sumatera Selatan, tidak terdeteksi (Murniyati et al.

1993); sedangkan di rawa lebak Cala Sumatera Selatan 0,04 – 0,07 mg/l

(Nurdawati & Parsetyo 2006). Menurut Hartoto dan Mulyana (1996) kadar nitrat

yang masih baik untuk kehidupan komunitas ikan berkisar antara 0 – 3,0 mg/l.

Nitrat di perairan pada umumnya kurang dari 1 mg/l. Sedangkan pada danau

eutrofik, kadar nitrat lebih dari 1 mg/l. (Bayley & Williams 1981). Kadar nitrat di

rawa lebak Loa Kang, Kalimantan Timur, berkisar antara 0,051 – 1,548 mg/l

(Yustiawati et al. 2004), sedangkan di rawa lebak Cala, Sumatera Selatan 0,16 –

0,21 mg/l (Nurdawati & Parsetyo 2006).

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

14

Pada waktu permulaan musim hujan, rawa lebak akan dialiri air dari sungai.

Air tersebut akan membawa bahan-bahan tersuspensi akibat dari erosi (Saanin

1981). Menurut Boyd (1982), partikel yang menyebabkan kekeruhan akan

mengakibatkan kematian ikan apabila kandungannya mencapai 175.000 mg/l.

Padatan tersuspensi pada rawa lebak di Palangkaraya berkisar antara 105,6 –

182,5 mg/l (Hartoto & Awalina 2000 ; Harteman 2001), sedangkan di rawa lebak

Loa kang, Kalimantan Timur, berkisar antara 11,00 – 866,0 mg/l (Yustiawati et al.

2004). Peningkatan padatan tersuspensi di air merupakan dampak umum dari

aktivitas penebangan hutan dan dapat berakibat terhadap komunitas ikan melalui

gangguan penglihatan (Karagosian & Ringler 2004).

Kedalaman rawa lebak berfluktuasi menurut musim. Kedalaman maksimal

terjadi pada musim hujan, dan pada kemarau bahkan dapat menjadi kering.

Kedalaman rawa lebak menurun dengan semakin jauh jaraknya dengan sungai

utama (Poully & Rodriguez 2004). Di Rawa Tawar Taplus Kalimantan Selatan,

fluktuasi kedalaman mencapai 1,5 meter (Arifin et al. 1995). Rawa lebak di daerah

aliran Sungai Musi, Ogan, Komering, dan Air Rawas (Sumatera Selatan), Sungai

Kahayan, Kapuas Kecil dan Barito (Kalimantan Tengah dan Selatan), pada

umumnya memiliki kedalaman tidak lebih dari 6 meter (Saanin 1981). Rawa lebak

di Palangkaraya memiliki kedalaman berkisar antara 1,0 – 6,8 meter (Sulastri &

Hartoto 2000; Harteman 2001).

2.1.2. Plankton

Fitoplankton di perairan rawa yang mengandung gambut pada umumnya

dominasi oleh Desmidiaceae dan Mesotaeniaceae serta sedikit alga biru-hijau

(Ruttner 1963). Kelompok alga lain yang dominan adalah Bacillariophycecae atau

diatom. Alga yang berukuran kecil seperti diatom mampu mengatasi keterbatasan

nutrien, karena memiliki permukaan yang lebih luas dibandingkan volume sel.

Fitoplankton dengan karakteristik demikian cenderung melimpah di perairan

oligotrop (Archibold 1995). Kelimpahan fitoplankton di rawa ditentukan oleh

kondisi nutrien perairan tersebut. Fitoplankton cenderung melimpah pada rawa

hipereutrofik (total P rata rata 205 �g/L). Sedangkan perairan rawa yang eutrofik

dan mesotrofik akan cenderung didominasi oleh vegetasi air (Bayley & Prather

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

15

2003). Fitoplankton di perairan air hitam lebih rendah densitasnya dibandingkan di

air jernih (Payne 1986). Menurut Walker (2003), pertumbuhan fitoplankton di

rawa berhutan dibatasi oleh intensitas cahaya matahari yang rendah, karena

tertutup kanopi hutan. Densitas fitoplankton rawa lebak di Palangkaraya pada

musim hujan lebih tinggi dibandingkan musim kemarau, karena peningkatan kadar

nutrien dan pH air pada waktu musim hujan (Sulastri & Hartoto 2000).

Zooplankon air tawar didominasi oleh Copepoda, Cladocera, dan rotifera

(Payne 1986). Menurut Neves et al. (2003), pada perairan yang dipengaruhi oleh

banjir musiman, kelimpahan zooplankton meningkat pada saat air sungai masuk ke

perairan tersebut. Pada saat itu ketersediaan pakan bagi zooplankton lebih

melimpah, karena air sungai membawa nutrien dan material allochtonous. Menurut

Bayley & Williams (1981), kelimpahan zooplankton memiliki ketergantungan

dengan kelimpahan fitoplankton, karena pada kondisi normal fitoplankton

merupakan bagian terbesar pakan zooplankton. Kelimpahan Cladocera lebih tinggi

pada tempat dengan penutupan vegetasi air, karena vegetasi air memberikan

perlindungan dari pemangsaan (Lauridsen & Lodge 1996). Rotifera planktonik

lebih tinggi densitasnya pada saat periode surut dibandingkan periode

penggenangan (Rossa & Bonecker 2003).

Ikan bergantung pada plankton pada tahap awal kehidupannya. Sedangkan

ikan planktivora secara eksklusif bergantung pada plankton selama hidupnya.

Sekitar 36.6% karbon pada tubuh berbagai jenis ikan di rawa lebak Sungai Amazon

berasal dari fitoplankton (Forsberg et al. 1993). Beberapa jenis ikan di rawa lebak

Kalimantan Tengah yang makanan utamanya plankton, antara lain : puhing

(Cyclocheilicthys apogon), kalabau (Osteochilus kalabau), seluang (Puntius

fasciatus), sanggang (Puntius bulu), jelawat (Leptobarbus hoeveni), sepat iju

(Trichogaster trichopterus), sepat rawa (Trichogaster leeri), gurami (Osphronemus

gouramy) dan seluang bulu (Rasbora argyrotaenia) (Buchar 1998).

2.1.3. Makrozoobenthos

Menurut Wetzel (2001), diptera merupakan komponen dominan dari

invertebrata dasar di perairan lentik maupun lotik. Kelimpahan makrozoobenthos di

rawa gambut didominasi oleh diptera hingga mencapai 93% (Wulandari et al.

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

16

2005). Pada umumnya makrozoobenthos rawa lebak sangat sedikit densitasnya,

karena kadar oksigen terlarut rendah, sedimen dasar yang tidak stabil, dan

tingginya predasi ikan. Makrozoobenthos lebih melimpah pada vegetasi air bila

dibandingkan dasar perairan (Hamilton 2002). Kelimpahan makrozoobenthos yang

ditemukan oleh Wulandari et al. (2005) di rawa lebak di Kalampangan

Palangkaraya berkisar antara 242 - 2070 indv / m2. Menurut Higuti & Takeda

(2002), banjir musiman (flood pulse) merupakan faktor utama variasi temporal dari

kelimpahan dan keanekaragaman chironomidae. Peningkatan kedalaman akan

menyebabkan penurunan kelimpahan chironomid (Walker 2003).

Makrozoobenthos memiliki peranan sebagai sumber makanan ikan di rawa

lebak. Meschiati & Arcifa (2002) menemukan insekta air berperan sebagai

makanan utama untuk ikan muda di danau Monte Alegre, Brazil. Beberapa species

ikan di rawa lebak Kalimantan Tengah yang memanfaatkan makrozoobenthos

(insekta air dan cacing) sebagai makanan utama antara lain : lalang (Chela

oxygastroides), seren (Cyclocheilicthys enoplos), lais putih (Kryptopterus

hexapterus), lais junggang (K. micronema), gabus (Channa striatus), betok (Anabas

testudineus), dan belida (Chitala borneensis) (Buchar 1998).

2.1.4. Vegetasi air dan pohon hutan rawa

Vegetasi air adalah semua tumbuhan yang dapat bertoleransi atau

memerlukan penggenangan untuk sebagian atau seluruh waktu hidupnya

(Revenga & Kura 2003). Vegetasi air yang ditemukan di rawa lebak di Kelurahan

Berengbengkel Palangkaraya meliputi enceng gondok, kiambang (Salvinia

molesta), kiapu (Ultricularia vulgalis), putat (Gluta rengas), kumpai (Panicum

repens), pandan duri (Pandanus sp), bamban (Panicum paludosum) dan suduk

welut (Eleocharis dulcis) (Sulistiyarto 1998; Buchar et al. 2000 ). Menurut

Forsberg et al. (1993), vegetasi air berperan 52% dari total produktivitas primer

ekosistem rawa lebak. Struktur komunitas vegetasi air terutama ditentukan oleh

kondisi nutrien, kedalaman (Bayley & Prather 2003), penutupan penetrasi cahaya

matahari (Binzer & Sand-Jensen 2002), dan siklus penggenangan (Hamilton

2002). Rawa yang tidak permanen, pada umumnya akan didominansi oleh vegetasi

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

17

rumput-rumputan (Archibold 1995). Keberadaan vegetasi air memiliki pengaruh

terhadap biomas semua kelompok invertebrata yang fungsional. Biomas semua

kelompok invertebrata selalu lebih tinggi di vegetasi air (Diehl 1992). Vegetasi air

memiliki peranan penting sebagai substrat dasar untuk perifiton, sehingga perifiton

cenderung lebih melimpah di perairan yang bervegetasi air (Engle & Melack

1993). Vegetasi air yang mati akan terakumulasi di dasar perairan. Pada saat

vegetasi air mati, bahan nutrien yang terdapat dalam vegetasi tersebut akan

dilepaskan ke perairan (Solski 1986). Vegetasi air memiliki peranan sebagai

tempat perlindungan ikan dengan ukuran kecil atau ikan muda dari pemangsaan.

Habitat yang bervegetasi air akan memiliki kompleksitas struktur habitat dan kadar

oksigen terlarut yang rendah. Hal ini akan mengurangi efisiensi pemangsaan

(Chapman et al. 1996).

Hutan rawa di Kalimantan Tengah terdiri dari tiga tipe yaitu hutan kerangas,

semak kerangas, dan hutan rawa gambut. Hutan kerangas didominasi oleh

Cotylelobium lanceolatum, Palaquium leiocarpum dan Dryobalanops rappa.

Hutan rawa gambut didominasi oleh Shorea balangeran dan Vatica oblongifolia

(Suzuki et al. 2000). Kekayaan jenis pohon hutan rawa di gambut pada umumnya

rendah, karena hanya jenis-jenis tertentu yang mampu bertahan dan berkembang

dalam kondisi keasaman yang tinggi (Mirmanto et al. 2000). Pohon hutan rawa

memiliki pengaruh pada produktifitas perairan rawa. Penutupan pohon rawa akan

menghalangi proses fotosintesis, sehingga menghambat pertumbuhan fitoplankton.

Akibatnya rantai makanan di perairan tersebut, terutama dari dekomposisi serasah

(Walker 2003). Kompleksitas struktur habitat hutan rawa memiliki peranan sebagai

tempat perlindungan ikan dari pemangsaan dan penangkapan (Hoggarth et al.

1999).

2.2. Keanekaragaman ikan rawa lebak

Keanekaragaman hayati meliputi tiga tingkatan yaitu keanekaragaman

genetik, species dan ekosistem. Keanekaragaman genetik adalah informasi total

genetik dari individu organisme. Keanekaragaman species menggambarkan

variasi organisme hidup, sedangkan keanekaragaman ekosistem meliputi

keanekaragaman habitat, komunitas hayati dan proses ekologis dalam ekosistem

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

18

tersebut (Braatz et al. 1994). Keanekaragaman jenis adalah ukuran tingkat

pengaturan dan efisiensi energi, makanan, ruang dan waktu yang digunakan oleh

komunitas (Payne 1986). Keanekaragaman merupakan indicator dari kondisi

system ekologi (Magurran 1988). Penyebab dasar yang mengakibatkan hilangnya

keanekaragaman hayati antara lain pertumbuhan penduduk yang cepat,

kemiskinan dan pasar yang memberi penilaian rendah terhadap lingkungan.

Penyebab langsung yang mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati di

Asia terutama oleh kerusakan habitat, eksploitasi berlebih, polusi dan perubahan

iklim (Braatz et al. 1994).

Jumlah species ikan dipengaruhi oleh ukuran luas dari ekosistem. Semakin

luas wilayah ekosistem, maka semakin besar potensi keanekaragaman habitat,

yang menyebabkan keanekaragaman spesies (Payne 1986). Menurut Tejerina-

Garro et al. (2005), keanekaragaman species pada umumnya meningkat dari hulu

ke hilir sungai, karena meningkatnya ukuran habitat dan keanekaragaman habitat

ke arah hilir.

Menurut Lowe-McConnell (1987) terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi keanekaragaman ikan antara lain :

1. Kehadiran ikan predator untuk menjaga keseimbangan jumlah populasi species

mangsa.

2. Pemanfaatan kolom air permukaan, tengah, dan dasar untuk penyebaran ikan.

3. Pembagian waktu mencari makan, yaitu ada species yang mencari pada saat

malam saja, dan species lain hanya pada waktu siang saja.

4. Kondisi fisik kimiawi perairan yang optimal untuk mendukung kehidupan ikan.

5. Ketersediaan makanan alami untuk mendukung berbagai species ikan.

6. Adanya ruang di ekosistem untuk tempat pemijahan dan melindungi dari

predator.

Distribusi dan migrasi ikan rawa lebak bergantung pada toleransi terhadap

kondisi lingkungan seperti oksigen terlarut, pH, suhu dan kondisi kekeringan

selama periode surut (Hoggarth et al. 1999). Ikan yang hidup di rawa lebak dapat

digolongkan menjadi ikan ‘whitefish’ yang tidak dapat mentoleransi kondisi oksigen

terlarut yang rendah dan ‘blackfish’ yang bersifat menetap dan dapat mentoleransi

kadar oksigen rendah pada saat musim kering. Ikan blackfish adalah ikan yang

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

19

seluruh siklus hidupnya berada di rawa. Ikan golongan Labirinthici dan Ostariophisi

yang tak bersisik pada umumnya merupakan ikan penghuni tetap rawa, misalnya

haruan (Channa micropeltes), senggaringan (Macrones nigriceps), dan sepat

(Trichogaster leeri) (Saanin 1981). Ikan whitefish bermigrasi dari sungai ke rawa

pada musim hujan dan kembali ke sungai pada musim kemarau. Ikan ini banyak

diwakili dari famili Cyprinidae (Moyle & Cech 1988). Menurut Baran (2006),

perubahan tinggi air merupakan faktor utama yang mendorong ikan rawa lebak

bermigrasi. Ikan whitefish yang bermigrasi misalnya : repang (Osteochilus repang)

dan jelawat (Leptobarbus hoeveni) (Saanin 1981).

Pada umumnya ikan yang terdapat di perairan sungai di Kalimantan Tengah

didominasi oleh ikan famili Cyprinidae. Ikan lain meliputi : Siluridae, Bagridae,

Belontidae, Chandidae, Hemiramphidae, Helostomatidae, Luciocephalidae,

Pangasidae, Pristolepididae dan Sparidae (Harteman 2001). Di rawa lebak

Kelurahan Petuk Ketimpun Palangkaraya ditemukan 44 spesies ikan (Harteman

2002). Di rawa lebak sungai Kahayan diperoleh 44 species oleh Buchar et al.

(2000) dan 48 species oleh Torang & Buchar (2000).

Menurut Welcomme (2003b), komunitas ikan di rawa lebak dipengaruhi

oleh tiga faktor kunci yaitu : siklus penggenangan, tekanan aktivitas penangkapan

dan penurunan kualitas lingkungan. Pada saat periode penggenangan,

produktifitas ikan lebih tinggi. Pada saat periode penggenangan, wilayah rawa

lebak menjadi sangat luas, menyediakan tempat untuk memijah dan perlindungan

terhadap pemangsaan serta produksi makanan alami meningkat (Lowe-McConnell

1987). Kelangsungan hidup ikan rawa lebak dipengaruhi oleh lamanya periode

penggenangan. Semakin lama periode penggenangan, maka anak ikan dan ikan

muda memiliki kesempatan lebih lama di rawa lebak yang banyak makanan alami

dan mendapatkan perlindungan dari pemangsaan. Sebaliknya, semakin lama

periode penggenangan akan menurunkan kelangsungan hidup ikan predator,

karena menurunkan kesempatan untuk memangsa (Hoeinghaus et al. 2003).

Menurut Hoggarth et al. (1999), kelangsungan hidup ikan pada periode kering lebih

tinggi di kawasan rawa berumput dan danau dibandingkan di rawa berhutan.

Ikan dapat digolongkan menurut tipe makanannya, yaitu ikan herbivora,

karnivora dan omnivora. Komunitas ikan di Danau Tundai (kawasan rawa lebak di

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

20

Berengbengkel Palangkaraya), didominasi oleh golongan ikan karnivora (65,9%)

sedangkan ikan herbivora 20,45 %, dan ikan omnivora 6,81 % (Buchar et al.

2000). Sedangkan komunitas ikan di rawa lebak hulu sungai Kapuas didominasi

oleh ikan omnivora (54%), sedangkan ikan karnivora 36% dan herbivora 10 %

(Giesen 1987 dalam Mackinnon et al. 2000) Menurut Hoeinghaus et al. (2003),

ikan detritivor di rawa lebak Sungai Amazon cenderung dominan di perairan yang

dangkal dengan akumulasi detritus, ikan pemangsa cenderung di habitat yang

dalam seperti di tengah perairan atau muara sungai, dan ikan herbivora cenderung

di rawa berhutan. ikan di rawa berhutan sekitar sungai Amazon memanfaatkan

daun, bunga dan biji tumbuhan sebagai makanan (Karagosian & Ringler 2004).

2.3. Karakteristik perikanan di rawa lebak

Rawa lebak merupakan ekosistem yang memiliki potensi perikanan perairan

pedalaman yang paling produktif. Keanekaragaman jenis ikan menyebabkan

bervariasinya sistem penangkapan ikan di wilayah tersebut (Moss 1998). Tekanan

aktivitas penangkapan di rawa lebak cenderung meningkat. Bahkan pada sebagian

besar sumberdaya ikan di perairan pedalaman dieksploitasi pada tingkat atau di

atas maksimum tangkapan lestari (Revenga & Kura 2003).

Berbagai alat tangkap ikan digunakan di perairan pedalaman. Welcomme

(1983) mengelompokkan jenis alat tangkap menjadi alat tangkap pasif dan alat

tangkap aktif. Alat tangkap pasif adalah alat tangkap ikan yang tidak digerakkan

dalam pengoperasiannya. Alat tangkap jenis ini meliputi : jaring insang, bubu,

jebakan dan long line. Alat tangkap aktif adalah alat tangkap ikan yang harus aktif

digerakkan pada saat dioperasikan. Alat tangkap jenis ini meliputi : jaring lempar,

serok, anco, jaring lingkar (purse seine). Alat tangkap yang digunakan oleh

nelayan di rawa lebak bergantung pada jenis habitat ikan. Penangkapan ikan di

saluran – saluran menggunakan jaring insang pada musim ikan bermigrasi dari

sungai ke rawa atau sebaliknya. Pada rawa berhutan penggunaan jaring akan

mengalami kesulitan. Oleh karena itu cenderung digunakan alat tangkap bukan

jaring seperti : penjebak, tombak, pancing (Moss 1998). Semua alat tangkap di

rawa lebak bersifat skala kecil, tradisional dan perlu banyak tenaga manusia. Alat

tangkap ikan skala industri seperti trawl dan purse seine tidak dapat dioperasikan,

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

21

karena dibatasi oleh karakteristik ekosistem yang melimpah vegetasi air dan pohon

rawa serta kedalaman perairan yang bervariasi (Hoggarth et al. 1999).

Penggunaan alat tangkap oleh nelayan tradisional sangat bervariasi. Tipe

alat tangkap yang digunakan bergantung pada kondisi ekosistem, teknologi yang

dikenal masyarakat dan pembatasan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan. Alat

tangkap yang digunakan di rawa lebak di Kalimantan Tengah antara lain : jebakan

(tempirai, bubu), serok, rawai, pancing, rengge (jaring insang), jala, anco, dan beje

(Palis 1999). Pada kasus perikanan tangkap di Hulu Kapuas, hasil tangkapan dari

berbagai alat tangkap adalah sebagai berikut : 20% tangkapan berasal dari bubu,

20% dari jaring insang, 18% dari jaring lempar dan 16% dari pancing. Jermal

diperkirakan berperan sekitar 10%. Sekitar 16% sisanya berasal dari berbagai alat

tangkap seperti serok, anco (Dudley 2000). Penangkapan ikan rawa lebak di

Lubuk Lampam Sumatera Selatan memberikan hasil yang tertinggi pada musim

kemarau (Juni, Juli dan Agustus). Hasil tangkap minimal pada saat musim hujan

(Desember, Januari, Februari). Berdasarkan tipe ekosistemnya, hasil tangkapan

tertinggi diperoleh dari rawa berrumput, selanjutnya rawa berhutan dan paling kecil

di anak sungai (Utomo 1993).

Penangkapan ikan di rawa lebak dipengaruhi oleh ketinggian air. Waktu

penangkapan ikan dapat dibagi menjadi 4 periode (Welcomme 1983), yaitu :

1. Periode peningkatan tinggi air. Pada periode ini terjadi migrasi ikan dari sungai

utama ke rawa lebak. Penangkapan dilakukan dengan menghadang ikan yang

sedang bermigrasi.

2. Periode air tinggi. Pada periode ini ikan sangat tersebar di perairan rawa lebak

yang luas, sehingga penangkapan memberikan hasil yang minimal.

3. Periode penurunan air. Pada periode ini tangkapan ikan terutama ikan – ikan

muda yang bermigrasi dari rawa lebak menuju sungai utama

4. Periode air dangkal. Periode ini merupakan periode yang paling produktif.

Hasil tangkapan tertinggi pada periode ini. Ikan terkonsentrasi pada rawa lebak

yang sudah surut airnya . Alat tangkap yang banyak digunakan adalah jaring

insang, serok, trawl kecil, dan pancing.

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

22

Produksi ikan rawa lebak di Asia berkisar antara 40 – 60 kg/ha (Welcomme

1983) sedangkan menurut Hoggarth et al. (1999), di Indonesia produksi ikan di

rawa lebak berkisar antara 72 – 118 kg/ha/th dan di Bangladesh berkisar 51 -130

kg/ha/th. Di taman nasional danau Sentarum Kalimantan Barat, produksi ikan

mencapai 97,5 - 162 kg/ha/th (Dudley 2000). Hasil tangkapan tiap nelayan di

rawa lebak di Indonesia berkisar antara 2,2 – 3,3 ton/orang/th (Hoggarth et al.

1999). Menurut Kapetsky & Barg (1997), pada perikanan tangkap skala kecil

biasanya hasil tangkap sekitar 1 – 2 ton / orang / th. Jika kurang dari itu maka

merupakan indikasi terjadinya penangkapan berlebih atau penurunan kualitas

lingkungan yang menyebabkan penurunan potensi perikanan.

Nelayan merupakan komponen penting dalam sistem dinamik perikanan,

karena nelayan merupakan pelaku utama dalam penangkapan ikan. Nelayan di

rawa lebak dikarakteristikkan dengan keterikatan tradisional nelayan dengan

lingkungannya. Usaha perikanan dilakukan dengan skala kecil. Pada umumnya

nelayan di rawa lebak memperoleh pendapatan dari usaha lainnya juga seperti

dari pertanian (Panayotou 1985). Welcomme (1983) membagi nelayan menjadi

tiga golongan yaitu nelayan tidak tetap, nelayan paruh waktu dan nelayan penuh

waktu. Nelayan tidak tetap menangkap ikan hanya untuk konsumsi sendiri.

Nelayan paruh waktu adalah nelayan yang memiliki alternatif matapencaharian

disamping sebagai nelayan. Nelayan rawa lebak biasanya termasuk golongan ini.

Nelayan penuh waktu melakukan penangkapan ikan sebagai matapencaharian

utama. Masyarakat nelayan di rawa lebak pada umumnya merupakan nelayan

paruh waktu, karena tidak sepenuhnya bergantung pada sumberdaya ikan

(Welcomme 1983). Masyarakat nelayan di danau Sentarum Kalimantan Barat,

memiliki mata pencaharian alternatif memelihara ikan di karamba dan pertanian

(Dudley 2000).

Menurut analisa Welcomme di Afrika, 10 nelayan /km2 merupakan jumlah

populasi nelayan yang akan memberikan produksi ikan di rawa lebak tertinggi.

Apabila kepadatan nelayan lebih dari 10 orang nelayan, maka akan terjadi

persaingan yang mengakibatkan penurunan jumlah tangkapan (Welcomme 1983).

Berdasarkan survey yang dilakukan Hoggarth et al. (1999) di Sumatera Selatan,

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

23

kepadatan populasi nelayan rawa lebak berkisar antara 3 – 4 orang / km2. Aktivitas

penangkapan dilakukan sekitar 4 jam/hari.

2.4. Pendapatan nelayan

Pendapatan rumahtangga nelayan merupakan penjumlahan pendapatan

sektor perikanan dan bukan sektor perikanan. Pendapatan dari sektor perikanan

diperoleh dari kepemilikan asset perikanan seperti alat tangkap, perahu, dan mesin;

dari tenaga kerja keluarga yang bekerja pada perahu sendiri maupun perahu orang

lain ; atau dari kepemilikan atau hak atas sumberdaya ikan. Pendapatan bukan

sektor perikanan dapat berasal dari kepemilikan lahan yang produktif, kepemilikan

asset bukan perikanan seperti bangunan, alat transportasi ; tenaga kerja keluarga

yang bekerja di lahan sendiri, lahan orang lain, sektor industri, sektor pelayanan

masyarakat (Panayotou 1985)

Pendapatan masyarakat nelayan di rawa lebak terutama diperoleh pada

saat musim kering, karena penangkapan ikan lebih mudah pada saat air dangkal.

Di rawa lebak hulu Sungai Kapuas Kalimantan Barat, pendapatan tertinggi

masyarakat terjadi pada bulan Juli hingga September. Variasi musiman dari

pendapatan, menyebabkan masyarakat terdorong untuk memanfaatkan

sumberdaya alam secara tidak berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan sehari -

hari (Wickham 2003). Pada Suku Dayak yang berada di kawasan tersebut

memiliki matapencaharian bidang perikanan maupun pertanian. Kontribusi

pendapatan sektor perikanan 50 % dan pertanian 50%. Sedangkan Suku Melayu

di kawasan tersebut termasuk golongan nelayan penuh waktu (Koeshendrajana &

Samuel 1999). Keanekaragaman hayati di rawa lebak memiliki peranan penting

untuk keberlanjutan pendapatan masyarakat tradisional. Mereka memperoleh

manfaat ekonomi dari keanekaragaman hayati di ekosistem rawa lebak, yang

meliputi : hasil perairan, hasil hutan, dan lahan untuk pertanian (Pinedo-Vasquez

et al. 2001).

Tingkat pendapatan menunjuk pada unsur “ekonomi” dan termasuk dalam

pengertian luas “kesejahteraan”. Pendapatan akan membuka peluang untuk

pemenuhan kebutuhan hidup akan pangan, pakaian dan perumahan, serta

mendukung jangkauan kepada pelayanan pendidikan dan kesehatan (Sayogyo

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

24

1983). Tingkat pendapatan atau konsumsi merupakan salah satu indikator tingkat

kemiskinan. Pada umumnya tingkat pendapatan diukur berdasarkan pendapatan

perkapita atau tingkat konsumsi perkapita. Selanjutnya tingkat pendapatan atau

konsumsi dibandingkan dengan garis kemiskinan. Indikator bukan pendapatan

antara lain tingkat kejahatan, diskriminasi, dan pengangguran (Hentschel &

Seshagiri 2000). Pada kasus di rawa lebak Yaere Kamerun Utara, tingkat

kesejahteraan masyarakat bergantung pada strategi mata pencaharian yang

digunakan. Semakin tinggi kontribusi pendapatan dari sektor perikanan dibanding

sektor pertanian, maka tingkat kesejahteraan semakin rendah. Kecenderungan ini

disebabkan oleh sistem pemilikan lahan. Pada lahan pertanian, masyarakat dapat

menguasai secara individual, sedangkan pada rawa lebak merupakan milik umum.

Pada kondisi ini, peningkatan pendapatan dapat menggunakan strategi diversifikasi

matapencaharian (Bene et al. 2000).

Nelayan rawa lebak di Sumatera Selatan memasarkan hasil tangkapannya

melalui pedagang besar, perantara, atau dijual secara langsung kepada konsumen.

Harga ikan cenderung lebih rendah pada periode kering dibanding pada saat

periode penggenangan. Selama periode kering, produksi ikan yang berlebih akan

diawetkan menjadi ikan kering (Koeshendrajana & Cacho 2001).

2.5. Pengelolaan ekosistem rawa lebak

2.5.1. Pengelolaan ekosistem

Pengelolaan ekosistem digunakan sebagai pendekatan pengelolaan untuk

menolong menyelesaikan masalah ekologis dan sosial yang kompleks.

Pengelolaan ekosistem merupakan suatu pendekatan untuk melindungi lingkungan,

mempertahankan ekosistem yang sehat, mempertahankan keanekaragaman

hayati, dan menjamin keberlanjutan pembangunan (Lackey 1998). Lackey (1998)

memberikan definisi pengelolaan ekosistem adalah aplikasi informasi ekologis dan

sosial, pilihan, dan kendala untuk mencapai keuntungan sosial yang diinginkan

pada wilayah geografik tertentu dan pada periode tertentu. Sedangkan menurut

Environmental Protection Agency (EPA), Amerika Serikat, pengelolaan ekosistem

adalah memperbaiki dan memelihara kesehatan, keberlanjutan dan

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

25

keanekaragaman biologi dari ekosistem yang mendukung keberlanjutan ekonomi

dan komunitas.

Menurut Lackey (1998) terdapat tujuh prinsip pengelolaan ekosistem, yaitu

(1) pengelolaan ekosistem merefleksikan setiap perubahan nilai dan prioritas

sosial. (2) pengelolaan ekosistem berdasarkan lokasi, sehingga batasan wilayah

harus jelas didefinisikan. (3) pengelolaan ekosistem harus memelihara ekosistem

pada kondisi yang diinginkan untuk mencapai keuntungan sosial. (4) pengelolaan

ekosistem harus mempergunakan kesempatan kemampuan ekosistem untuk

merespon berbagai stressor, baik alami atau buatan manusia, tetapi ada

keterbatasan kemampuan ekosistem untuk mengatasi stressor dan memilihara

pada kondisi yang diinginkan. (5) pengelolaan ekosistem dapat ataupun tidak

untuk menekankan keanekaragaman hayati sebagai keuntungan sosial yang

diinginkan. (6) Istilah keberlanjutan, jika digunakan dalam pengelolaan ekosistem,

harus didefinisikan secara jelas. (7) informasi ilmiah merupakan hal yang penting

untuk pengelolaan ekosistem yang efektif, namun hanya merupakan salah satu

elemen proses pengambilan keputusan.

Pengelolaan perikanan dapat menggunakan 2 tingkat yaitu : sistem perairan

sebagai kesatuan utuh (ekosistem) dan pengelolaan penangkapan ikan. Tingkat

sistem perairan sebagai kesatuan utuh merupakan suatu pendekatan pengelolaan

ekosistem untuk mengelola perikanan. Perhatian utama dari tingkat sistem

perairan adalah untuk menjamin keseluruhan tanah dan air sekitar perairan,

digunakan dengan tetap menjaga kesehatan komunitas ikan. Menurut Welcomme

(1983) pengelolaan sistem perairan meliputi : kontrol runoff dan erosi, memelihara

habitat alami perairan, memelihara aliran air (kuantitas air), memelihara kualitas

air, dan struktur buatan untuk perbaikan habitat.

Menurut Budiono & Atmini (2002), strategi pengelolaan perikanan di

Indonesia meliputi: optimasi pengelolaan sumberdaya perikanan,

memformulasikan zonasi perikanan, perlindungan dan rehabilitasi ekosistem, dan

mendukung program dan strategi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat serta

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, dan membuat

alternatif pendapatan yang kreatif.

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

26

2.5.2. Pengelolaan penangkapan ikan

Pengelolaan penangkapan ikan meliputi : kontrol alat tangkap, aktivitas

penangkapan, lokasi, musim dan kontrol nelayan. Menurut Welcomme (2003)

beberapa tujuan pengelolaan antara lain : eksploitasi untuk pangan atau

keperluan rekreasi ; tujuan sosial seperti pendapatan, distribusi pendapatan,

mengurangi konflik sosial ; tujuan fiskal seperti penerimaan eksport ; dan tujuan

konservasi seperti keberlanjutan dan keanekaragaman. Pada umumnya

pengelolaan perikanan perairan pedalaman bertujuan untuk penyediaan sumber

pangan. Variasi tujuan tersebut dapat digolongkan menjadi dua strategi

pengelolaan yaitu : orientasi produksi dan orientasi konservasi. Negara maju

menggunakan orientasi konservasi, sedangkan negara berkembang menggunakan

orientasi produksi dengan tujuan penyediaan pangan dan pendapatan.

Berbagai daerah di Indonesia memiliki nilai – nilai budaya yang

beranekaragam untuk mengatur kehidupan sehari - hari masyarakat.

Kelembagaan yang mengatur pemanfaatan ekosistem rawa lebak berperan penting

terutama pada masyarakat nelayan. Kelembagaan atau lembaga kemasyarakatan

merupakan himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu

kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Suatu norma tertentu dikatakan

telah melembaga apabila norma tersebut diketahui, dipahami, ditaati dan dihargai

oleh masyarakat. Fungsi utama lembaga kemasyarakatan adalah memberikan

pedoman kepada masyarakat untuk bertingkah laku atau bersikap, menjaga

keutuhan masyarakat yang bersangkutan dan memberikan pegangan kepada

masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (Soekanto 1982).

Menurut Koeshendrajana & Hoggarth (1998), pengaturan dalam

pengelolaan perikanan dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu tipe teknis dan

tipe akses. Termasuk tipe akses adalah pelelangan (di Sumatera Selatan dan

Jambi) dan undian (di Kalimantan Barat). Tipe teknis meliputi penutupan wilayah,

penutupan musim, dan pembatasan alat tangkap. Menurut Hoggarth et al. (1999)

keuntungan pembatasan akses adalah : meningkatkan keuntungan nelayan,

efisiensi eksploitasi, mengurangi konflik nelayan dan kemudahan mengumpulkan

uang dari nelayan yang mendapat akses. Kerugiannya adalah tidak adil bagi yang

ditolak aksesnya, terutama bila tidak ada alternatif pekerjaan lain. Bentuk

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

27

kelembagaan pengelolaan perikanan rawa lebak di Kalimantan Barat terutama

dilakukan dengan penerapan aturan pembatasan penangkapan dan kontrol aturan

yang disertai sanksi adat. Pembatasan penangkapan meliputi pembatasan jenis

alat tangkap, pembatasan penangkapan oleh masyarakat di luar desa,

pembatasan penangkapan dengan sistem lelang, dan pembatasan ukuran ikan

tertentu yang boleh ditangkap. Sanksi pelanggaran aturan meliputi denda adat,

masyarakat luar yang melanggar tidak boleh menangkap ikan lagi, atau sanksi

dimusyawarahkan dulu oleh masyarakat nelayan (Koeshendrajana & Samuel

1999).

Salah satu strategi pengelolaan untuk sumberdaya ikan rawa lebak dapat

dilakukan dengan menerapkan kawasan suaka untuk meningkatkan kelangsungan

hidup ikan selama musim kering, dan pengaturan jalan untuk migrasi ikan.

Perairan pada periode kering merupakan lokasi yang kritis untuk keberhasilan

pengelolaan rawa lebak. Perairan tersebut merupakan tempat pengungsian ikan

rawa lebak selama periode kering. (Hoggarth et al. 1999). Suaka perikanan di

rawa lebak dapat dirancang untuk diberlakukan sepanjang tahun atau hanya

periode kering saja. Suaka perikanan sepanjang tahun yaitu melindungi kawasan

sepanjang tahun. Model suaka ini tidak memberikan akses penangkapan ikan

sepanjang tahun. Suaka perikanan periode kering, melindungi kawasan dari

penangkapan ikan hanya pada saat periode kering. Lokasi yang cocok untuk

suaka perikanan periode kering adalah pada perairan yang digunakan ikan untuk

tempat hidup selama periode kering (Hoggarth et al. 1999).

.

2.5.3. Pengetahuan lokal

Pengetahuan lokal atau pengetahuan tradisional adalah pengetahuan yang

terakumulasi sepanjang sejarah hidup masyarakat tradisional. Pengetahuan

tersebut didapatkan melalui proses “uji coba”, dengan meneruskan praktek –

praktek yang dianggap mempertahankan sumberdaya alam, serta meninggalkan

praktek – praktek yang dianggap merusak lingkungan. Oleh karena hubungan

mereka yang dekat dengan lingkungan dan sumberdaya alam, maka masyarakat

lokal melalui “uji coba” telah mengembangkan pemahaman terhadap sistem ekologi

dimana mereka tinggal. Masyarakat ini tidak selalu hidup secara harmoni dengan

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

28

alam, karena mereka juga menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada saat yang

sama, karena kehidupan mereka bergantung pada dipertahankannya integritas

ekosistem tempat mereka mendapatkan makanan dan rumah, kesalahan besar

biasanya tidak akan terulang. Pemahaman mereka tentang sistem alam yang

terakumulasi biasanya diwariskan secara lisan, serta biasanya tidak dapat

dijelaskan melalui istilah – istilah ilmiah (Mitchell et al. 2003). Pengetahuan

tradisional merupakan sumberdaya yang berharga untuk konservasi

keanekaragaman hayati di rawa lebak. Pengetahuan ekologis tradisional dan

pengetahuan teknik tradisional membuat masyarakat memilih cara yang digunakan

untuk memanfaatkan sumberdaya alam (Sambo & woytek 2001). Teknik

eksploitasi secara tradisional yang digunakan masyarakat merupakan sistem

eksploitasi yang berkelanjutan, mengurangi kerusakan ekosistem dan penurunan

keanekaragaman hayati (Pinedo-Vaquez et al. 2001).

Pengelolaan rawa lebak sangat memerlukan pengetahuan ekologis

tradisional, karena variasi habitat yang tinggi. Masyarakat lokal lebih tahu lokasi

suaka yang tepat untuk melindungi sumberdaya ikan (Hoggarth & Aeron-Thomas

1998). Masyarakat nelayan lokal di rawa lebak pada umumnya memiliki

pemahaman atau pengetahuan yang dalam mengenai keseluruhan perairan di

tempat mereka tinggal (Koeshendrajana & Hoggarth 1998). Kasus pada

masyarakat nelayan tradisional yang memanfaatkan sumberdaya perikanan di

sungai Kerian, Malaysia dan waduk Chenderoh, Thailand menunjukkan bahwa

mereka memiliki pemahaman mengenai prinsip-prinsip ekologi. Mereka memahami

perlunya melindungi stok induk dan daerah asuhan (nursery ground) untuk anak

ikan dan ikan muda (Ali 1996). Demikian juga masyarakat tradisional di rawa

lebak Muyuy, Peru, melakukan perlindungan stok induk ikan untuk pemijahan,

bahkan terbukti mereka mampu memulihkan populasi species yang sudah

terancam punah (Pinedo-Vasquez et al. 2001).

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

29

2.5.4. Tipe Pengelolaan

Menurut Hoggarth & Aeron-Thomas (1998) ada lima tipe unit pengelolaan

rawa lebak yaitu :

1. Pengelolaan wilayah tangkapan air (catchment management areas atau

CMAs) yang meliputi seluruh sungai dan area tangkapan.

2. Pengelolaan perairan wilayah desa (village management areas atau VMAs)

yang meliputi beberapa danau oxbow.

3. Pengelolaan perairan oleh pihak tertentu (privatized Management Areas atau

PMAs). Biasanya berupa danau oxbow yang dikuasai oleh orang tertentu

berdasarkan keturunan atau mekanisme lelang.

4. Pengelolaan yang meliputi beberapa badan air (Multi waterbody management

area).

5. Pengelolaan perairan yang meliputi beberapa desa (multi village management

area).

Keragaman ekologis dan sosial di ekosistem rawa lebak mengakibatkan

pengelolaan yang cocok di suatu lokasi belum tentu cocok untuk tempat lain.

Pengelolaan kawasan tersebut lebih bergantung pada solusi lokal dibandingkan

dengan pendekatan “top down” (Hoggarth et al. 1999). Menurut Pomeroy (1995),

model pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan

siapa yang mengelola, yaitu : pengelolaan oleh Pemerintah (Government base

management), pengelolaan oleh masyarakat (community base management) dan

pengelolaan bersama antara Pemerintah dan Masyarakat (co-management). Pada

dasarnya sumberdaya ikan di Indonesia merupakan milik Negara. Kemampuan

lembaga Pemerintah untuk mengelola perikanan di rawa lebak pada umumnya

sangat terbatas, karena ekosistem rawa lebak memiliki keragaman yang tinggi,

adanya keterbatasan kapasitas tenaga dan keuangan (Hoggarth et al. 1998).

Pada sumberdaya ikan yang dieksploitasi oleh masyarakat tradisional,

pengelolaan dilakukan berdasarkan partisipasi masyarakat, yaitu masyarakat lokal

mengelola sendiri sumberdaya ikan untuk mencapai keberlanjutan (Ali 1996).

Pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat tradisional lebih dinamis, karena

disesuaikan dengan proses sosial dan ekologis. Konservasi yang dibuat secara

tradisional oleh masyarakat di rawa lebak Muyuy, Peru, memiliki keanekaragaman

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

30

hayati lebih tinggi dibandingkan konservasi formal seperti taman alam (Pinedo-

Vasquez et al. 2001). Penerapan pengelolaan perikanan oleh masyarakat sendiri

(community base management) sudah ada di Indonesia terutama untuk masyarakat

tradisional seperti di pesisir Sulawesi Utara (Tulungen et al. 1998), di Hulu Sungai

Kapuas (Hoggarth & Aeron-Thomas 1998), dan di Jambi (Hoggarth et al. 1999).

2.5.5. Pengelolaan bersama (co-manajemen)

Pengelolaan bersama (co-manajemen) adalah pembagian kekuasaan dan

tanggungjawab antara Pemerintah dan pengguna sumberdaya lokal (Hoggarth et

al. 1998). Pengelolaan bersama pada sektor perikanan adalah kerjasama antara

pemerintah, nelayan, lembaga eksternal (NGO, Perguruan Tinggi, Lembaga

Penelitian), dan stakeholder perikanan lainnya, dalam membagi tanggungjawab

dan kekuasaan untuk pengambilan keputusan mengenai pengelolaan perikanan

(Berkes et al. 2001).

Pengelolaan bersama memiliki berbagai tingkatan, mulai dari sekedar

kesertaan masyarakat lokal dalam pencarian data untuk pemerintah, sampai pada

tingkatan masyarakat lokal memegang keseluruhan kekuasaan dan tanggungjawab

(Mitchell et al. 2003). Menurut Berkes et al. (2001), pengelolaan bersama dapat

dibagi menjadi dua kategori yaitu pengelolan bersama yang berfokus pada

masyarakat (community-centered co-maagement) dan pengelolaan bersama yang

berfokus pada stakeholder (stakeholder-centered co-management). Pengelolan

bersama yang berfokus pada masyarakat adalah pengelolaan bersama antara

masyarakat pengguna sumberdaya dengan Pemerintah, sedangkan pengelolaan

bersama yang berfokus pada stakeholder adalah pengelolaan bersama antara

stakeholder (industri) dengan Pemerintah.

Sen & Nielsen mengklasifikasikan pengelolaan bersama untuk perikanan

menjadi lima tipe berdasarkan tingkat pembagian kekuasaan dan tanggungjawab

antara pemerintah dan masyarakat nelayan (Pomeroy & Guieb 2006), meliputi :

1. Instructive : Pertukaran informasi antara Pemerintah dan nelayan sangat

terbatas. Terdapat mekanisme dialog dengan nelayan, namun cenderung

merupakan proses Pemerintah menginformasikan keputusannya kepada

nelayan.

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

31

2. Consultative : Terdapat mekanisme untuk Pemerintah berkonsultasi dengan

nelayan, namun pengambilan keputusan diambil oleh Pemerintah.

3. Cooperative : Pemerintah dan nelayan bekerjasama sebagai partner yang

seimbang di dalam pengambilan keputusan.

4. Advisory : Nelayan memberikan saran keputusan yang harus diambil oleh

Pemerintah dan Pemerintah menerima keputusan tersebut.

5. Informative : Pemerintah mendelegasikan kekuasaan untuk mengambil

keputusan kepada masyarakat nelayan, dan keputusan tersebut

diinformasikan kepada Pemerintah.

Menurut Berkes et al. (2001), kondisi masyarakat nelayan yang dapat

mendukung keberhasilan pelaksanaan pengelolaan bersama adalah :

1. Batas wilayah pengelolaan terdefinisi dengan jelas.

2. Anggota kelompok nelayan terdefinisi dengan jelas.

3. Adanya ikatan dalam kelompok nelayan yang didukung oleh ikatan domisili,

etnik, maupun agama.

4. Adanya partisipasi dari masyarakat nelayan yang menjadi objek pengelolaan.

Menurut Hoggarth et al. (1998), prospek keberhasilan penerapan

pengelolaan bersama di rawa lebak dipengaruhi oleh beberapa karakteristik

spasial. Keberhasilan penerapan pengelolaan bersama akan lebih tinggi apabila :

1. Ukuran perairan kecil.

2. Perairan bersifat tertutup atau dibatasi daratan.

3. Jumlah desa yang memanfaatkan perairan tersebut sedikit.

4. Jenis ikan yang dikelola mobilitasnya rendah seperti ikan blackfish.

5. Masyarakat nelayan merasa memiliki perairan tersebut.

Beberapa keuntungan penggunaan pengelolaan bersama antara lain

(Pomeroy & Guieb 2006) :

1. Merupakan sistem manajemen yang lebih transparan, akuntabel, demokratis

dan partisipatoris.

2. Pengelolaan bersama lebih ekonomis dibanding sistem manajemen

sentralistik, karena lebih hemat biaya untuk administrasi dan penegakan

aturan.

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

32

3. Pengetahuan lokal dapat digunakan secara maksimum untuk mendukung

informasi ilmiah dalam manajemen.

4. Pengelolaan bersama memberikan sebagian tanggungjawab pengelolaan

kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengembangkan strategi

manajemen yang sesuai dengan kondisi lokal, dan dapat menyelesaikan

masalah – masalah lokal.

5. Pengelolaan bersama memberikan nelayan rasa memiliki sumberdaya ikan,

sehingga nelayan dapat memandang sumberdaya ikan sebagai aset jangka

panjang, bukan hanya untuk keuntungan sesaat.

6. Berbagai pihak yang berkepentingan bersama-sama memberikan pemahaman

yang lebih baik mengenai sumberdaya yang dikelola.

7. Perencanaan dan aturan yang dibuat, memiliki tingkat penerimaan dan

legitimasi yang tinggi.

8. Anggota masyarakat nelayan memiliki evektivitas lebih tinggi dalam

mengontrol perilaku masyarakat dibanding birokrat.

9. Pengelolaan bersama meningkatkan komunikasi dan pemahaman diantara

stakholder, sehingga mengurangi konflik sosial dan meningkatkan keeratan

masyarakat.

Pengelolaan bersama memiliki beberapa keterbatasan dan masalah yaitu

(Berkes et al. 2001 ; Pomeroy & Guieb 2006) :

1. Pengelolaan bersama belum tentu cocok untuk setiap masyarakat nelayan.

Ada banyak masyarakat yang tidak mau mengambil tanggungjawab dalam

pengelolaan bersama.

2. Kepemimpinan dan lembaga lokal seperti organisasi nelayan kadang-kadang

tidak ada.

3. Untuk membentuk pengelolaan bersama dibutuhkan investasi yang tinggi yang

meliputi waktu, uang, dan sumberdaya manusia.

4. Tidak ada insentif (ekonomi, sosial, dan politik) bagi masyarakat ketika

menggunakan pengelolaan bersama.

5. Perubahan strategi pengelolaan perikanan memiliki resiko tinggi bagi beberapa

masyarakat nelayan.

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik ekosistem rawa lebak · Karakteristik ekosistem rawa lebak ... bervegetasi, baik yang berair tawar, air asin maupun payau, berhutan ataupun

33

6. Biaya individual untuk berpartisipasi dalam pengelolaan bersama (waktu dan

uang) dapat melebihi keuntungan yang diperoleh.

7. Kadang-kadang tidak ada kemauan politik yang cukup untuk mendukung

pengelolaan bersama. Tidak ada kemauan dari Pemerintah untuk membagi

kekuasaan.

8. Masyarakat tidak memiliki kapasitas untuk menjadi partner yang seimbang

dengan Pemerintah.

9. Pengaruh aktivitas masyarakat di luar kawasan pengelolaan dapat merusak

aktivitas pengelolaan yang telah dilakukan.

10. Ikan yang bersifat migrasi, merupakan sumberdaya ikan yang sulit dikelola

dengan pengelolaan bersama.

11. Ada yang merasa pengelolaan bersama terlalu mahal dan menghabiskan

waktu dibanding dengan alternative lain.

12. Proses pengambilan keputusan menjadi lama dan hasilnya lemah, karena

untuk mengakomodasi berbagai kepentingan.

13. Penerapan pengelolaan bersama mengakibatkan perubahan-perubahan yang

mungkin tidak memuaskan semua pihak, dan juga mungkin mengakibatkan

menambah kompleksitas aturan dan birokrasi.

14. Adanya kemungkinan penggunaan pengelolaan bersama untuk kepentingan

pribadi bagi beberapa politikus.

.