32
4  II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Kepok Pisang kepok memiliki sebutan yang bermacam-macam di beberapa daerah. Buahnya memiliki bentuk agak gepeng pipih dan kulit yang tebal. Berat per tandan bisa mencapai 20 kg lebih yang terdiri 12-16 sisir, tiap sisir terdiri atas 12-20 buah. Jika matang warnanya kuning penuh, saat mentah warna hijau. Pisang kepok terdiri atas dua jenis yaitu kepok kuning dan putih. Daging kepok kuning berwarna sedikit kuning atau sedikit orange, teksturnya lebih kenyal dan lembut, manis dan tidak lembek. Kepok kuning paling digemari sehingga harganya lebih mahal dibanding kepok putih. Kepok putih lebih lembek, ada rasa asam dan kurang manis. Jenis pisang kepok paling umum digunakan untuk membuat pisang crispy yang digoreng (Yuyun, 2011). Pisang kepok kuning dan putih terlihat serupa, hanya dibedakan oleh bagian ujungnya. Bentuk ujung dari pisang kepok putih lebih tumpul dibandingkan pisang kepok kuning. Pisang kepok putih juga mempunyai biji di dalam daging buahnya, sedangkan daging buah pisang kepok kuning tidak terdapat biji. Pada umumnya, sebagian zat padat dalam buah adalah karbohidrat. Karbohidrat terdiri dari gula sederhana, polisakarida seperti pati, selulosa, dan hemiselulosa. Pisang memiliki sumber karbohidrat yang relatif tinggi, yaitu kisaran 17-34% tergantung jenis pisangnya. Setelah penepungan, tepung pisang memiliki warna yang agak kekuningan dengan kandungan karbohidrat pada kisaran 70-80% (Prabawati, 2008).

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Kepokeprints.mercubuana-yogya.ac.id/2602/3/BAB II.pdf · 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Kepok Pisang kepok memiliki sebutan yang bermacam-macam di

Embed Size (px)

Citation preview

4  

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pisang Kepok

Pisang kepok memiliki sebutan yang bermacam-macam di beberapa

daerah. Buahnya memiliki bentuk agak gepeng pipih dan kulit yang tebal. Berat

per tandan bisa mencapai 20 kg lebih yang terdiri 12-16 sisir, tiap sisir terdiri atas

12-20 buah. Jika matang warnanya kuning penuh, saat mentah warna hijau. Pisang

kepok terdiri atas dua jenis yaitu kepok kuning dan putih. Daging kepok kuning

berwarna sedikit kuning atau sedikit orange, teksturnya lebih kenyal dan lembut,

manis dan tidak lembek. Kepok kuning paling digemari sehingga harganya lebih

mahal dibanding kepok putih. Kepok putih lebih lembek, ada rasa asam dan

kurang manis. Jenis pisang kepok paling umum digunakan untuk membuat pisang

crispy yang digoreng (Yuyun, 2011).

Pisang kepok kuning dan putih terlihat serupa, hanya dibedakan oleh

bagian ujungnya. Bentuk ujung dari pisang kepok putih lebih tumpul

dibandingkan pisang kepok kuning. Pisang kepok putih juga mempunyai biji di

dalam daging buahnya, sedangkan daging buah pisang kepok kuning tidak

terdapat biji. Pada umumnya, sebagian zat padat dalam buah adalah karbohidrat.

Karbohidrat terdiri dari gula sederhana, polisakarida seperti pati, selulosa, dan

hemiselulosa. Pisang memiliki sumber karbohidrat yang relatif tinggi, yaitu

kisaran 17-34% tergantung jenis pisangnya. Setelah penepungan, tepung pisang

memiliki warna yang agak kekuningan dengan kandungan karbohidrat pada

kisaran 70-80% (Prabawati, 2008).

5  

Buah pisang mengandung nilai gizi cukup tinggi sebagai sumber

karbohidrat, vitamin, dan mineral. Kandungan karbohidratnya terutama berupa zat

tepung atau pati (starch) dan macam-macam gula. Kandungan gula dalam pisang

terdiri atas senyawa-senyawa seperti dextrosa 4,6%, levulosa 3,6%, dan sukrosa

2%. Ketiga jenis gula tersebut mudah dicerna oleh tubuh manusia baik tua

maupun muda bahkan bayi. Daging buah pisang mengandung berbagai vitamin

seperti vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan lainnya. Buah pisang juga

mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, dan besi (Santoso, 1995). Buah

pisang segar ketika dipanen mengandung pati 20-30% berat basah dan kandungan

gula sekitar 1-2%. Kandungan gula pisang hijau segar selama proses pematangan

meningkat sekitar 15-20%, sedangkan total pati menurun sekitar 1-2%

(Simmonds, 1970). Komponen kimia pisang kepok disajikan pada Tabel 1.

Pisang yang baik untuk pembuatan tepung pisang adalah yang dipanen

pada saat mencapai tingkat ketuaan ¾ penuh atau kira-kira berumur 80 hari

setelah berbunga. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut pembentukan pati telah

mencapai maksimum dan sebagian besar tanin telah terurai menjadi senyawa eter

aromatik dan fenol, sehingga dihasilkan rasa asam dan manis yang seimbang. Jika

pisang yang digunakan terlalu matang, maka rendemen tepung yang dihasilkan

sedikit dan selama pengeringan akan terbentuk cairan. Hal ini karena pati telah

terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana sehingga kandungan patinya menurun

(Crowther, 1979).

6  

Tabel 1. Komposisi kimia pisang kepok (per 100 g) Komposisi Kadar

Air 70,00 (g) Karbohidrat 27,00 (g) Serat kasar 0,50 (g) Protein 1,20 (g) Lemak 0,30 (g) Abu 0,90 (g) Kalsium 80,00 (mg) Fosfor 290,00 (mg) Sodium - β-carotein 2,40 (mg) Thiamin 0,50 (mg) Riboflavin 0,50 (mg) Asam askorbat 120,00 (mg) Energi 104,00 (kal)

Sumber: Satuhu (1999)

B. Tepung Pisang

Tepung pisang adalah salah satu olahan pisang yang bertujuan untuk

pengawetan pisang dalam bentuk olahan. Syarat bahan pembuatan tepung pisang

adalah buah pisang mentah yang sudah tua, tetapi belum masak. Keunggulan dari

pengolahan pisang menjadi tepung pisang adalah meningkatkan daya guna, hasil

guna, dan nilai guna, lebih mudah diolah atau diproses menjadi produk yang

memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dicampur dengan tepung dan bahan

lainnya, serta menambah umur simpan pisang sendiri. Tepung pisang dapat

digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu. Tepung pisang memiliki

kandungan amilosa cukup tinggi yaitu 9,1-17,2%, selain itu tepung pisang

mempunyai kandungan vitamin C yang tidak dimiliki pada tepung terigu. Tepung

pisang merupakan produk setengah jadi yang dapat dimanfaatkan untuk

7  

pembuatan cake, roti, dan kue kering (Kaleka, 2013). Kandungan gizi tepung

pisang (per 100 g) disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan gizi tepung pisang (per 100 g) Kandungan Tepung Pisang

Kalori 340 (kal) Air 11,2 – 13,5 (g) Protein 3,84 – 4,1 (g) Lemak 0,9 –1,0 (g) Karbohidrat 79,6 (g) Serat 3,2 – 4,5 (g) Abu 3,1 (g) Kalsium 30 – 39 (mg) Fosfor 93 – 94 (mg) Zat besi 2,6 – 2,7 (mg)

Sumber: Morton (1987) dalam Lolodatu (2014)

Tepung pisang dapat dibuat menggunakan teknologi pengeringan. Menurut

Adams (2004), teknologi pengeringan merupakan salah satu teknologi

pengawetan yang sudah lama pada pembuatan tepung dan melalui teknologi

pengeringan dapat memperpanjang umur simpan serta mengurangi kerugian buah

pisang apabila disimpan dalam bentuk segar. Selanjutnya, (Juarez, 2006)

melaporkan bahwa tepung pisang memiliki total pati 73,36% dan serat pangan

14,52% dari total pati. Syarat mutu tepung pisang berdasarkan SNI 01-3841-1995

disajikan pada Tabel 3.

8  

Tabel 3. Syarat mutu tepung pisang

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

Jenis A Jenis B 1 2 3 4 5

1. 1.1 1.2 1.3 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 9.1 9.2 9.3 9.4 10. 11. 11.1 11.2 11.3 11.4 11.5 11.6

Keadaan : Bau Rasa Warna Benda asing Serangga (dalam segala bentuk stadia dan potongan-potongannya Jenis pati lain selain tepung pisang Kehalusan lolos ayakan 60 mesh Air Bahan tambahan makanan Sulfit (SO2) Cemaran logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba : Angka lempeng total Bakteri bentuk coli Escherichia coli Kapang dan khamir Salmonella/25 gram Staphilococcus aureus/g

- - - - - - % b/b % b/b - mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/gAPM/G koloni/gkoloni/g- -

normal normal normal tidak boleh ada tidak boleh ada tidak boleh ada min. 95 maks. 5 negatif maks. 1,0 maks. 10,0 maks. 40,0 maks. 0,05 maks. 0,5 maks. 104 0 0 maks. 102 negatif negatif

normal normal normal tidak boleh ada tidak boleh ada tidak boleh ada min. 95 maks. 12 maks. 10 maks. 1,0 maks. 10,0 maks. 40,0 maks. 0,05 maks. 0,5 maks. 106 0 maks. 106 maks. 106 - -

Sumber: Anonim (1995)

Keterangan:

Jenis A : Tepung yang diperoleh dari penepungan pisang yang sudah matang

melalui proses pengeringan dengan menggunakan mesin pengering.

Jenis B : Tepung yang diperoleh dari penepungan pisang yang sudah tua, tidak

matang melalui proses pengeringan.

9  

Secara umum, semua jenis pisang dapat digunakan sebagai bahan baku

pembuatan tepung pisang. Tetapi, tingkat ketuaan pisang harus mencukupi (cukup

tua tetapi belum masak). Tingkat ketuaan yang dipilih berdasarkan kadar patinya

yaitu pada saat kadar maksimum. Sifat tepung pisang sangat dipengaruhi oleh

jenis pisang yang digunakan. Keseragaman bahan baku seperti tingkat

kematangan buah sangat mempengaruhi tepung pisang yang dihasilkan. Tidak

semua jenis pisang dapat menghasilkan tepung pisang yang bermutu baik. Pisang

yang terbaik untuk dijadikan tepung adalah pisang kepok karena menghasilkan

warna tepung yang paling putih. Selain itu, jenis pisang kepok mempunyai tekstur

yang lebih padat (Choo, 2007).

Cara membuat tepung pisang yaitu dengan memilih pisang yang sudah

cukup matang atau tua, dan yang berkualitas baik tanpa cacat apapun. Kemudian,

kupas kulitnya dan potong-potong hingga berukuran kecil dengan menggunakan

pisau yang steril. Potongan pisang tadi selanjutnya direndam di dalam air matang

bersih yang telah dicampurkan dengan sodium metabisulfit. Durasi perendaman

selama kurang lebih 10 menit. Perendaman ini dilakukan dengan tujuan agar getah

pada buah pisang lenyap sempurna. Sebab, jika getah masih menempel, kualitas

tepung kurang maksimal. Setelah 10 menit, potongan pisang tadi ditiriskan dalam

sebuah wadah bersih untuk kemudian dijemur di bawah terik sinar matahari.

Penjemuran kira-kira selama kurang lebih 2 hari. Setelah kering sempurna,

potongan pisang tersebut digiling atau dihaluskan dengan cara ditumbuk. Akan

jauh lebih baik jika menggunakan mesin penghalus beras agar hasil jauh lebih

sempurna. Setelah selesai, tepung pisang segera dikemas dalam wadah

10  

penyimpanan tertutup dan selanjutnya tepung pisang siap untuk digunakan

(Suryana, 2013). Diagram alir proses pembuatan tepung pisang kepok putih

disajikan pada Gambar 1 (Ariefa, 2006).

Pisang kepok putih tua

Tepung pisang kepok putih

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan tepung pisang kepok putih

Penimbangan pisang kepok (timbangan)

Perendaman pisang dengan asam sitrat 0,5% (5 menit)

Pengupasan kulit pisang, dan pemotongan daging pisang setebal 0,5 cm (pisau)

Pengukusan pisang (panci)

Pengeringan pisang dengan oven suhu 700C (2 jam)

Penggilingan pisang (mesin penggiling tepung)

Pengayakan tepung dengan ayakan 60 mesh (ayakan)

Kulit pisang

Air

11  

Pembuatan tepung pisang dapat dilakukan dengan menggunakan asam

sitrat. Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang

berbentuk kristal atau serbuk putih. Sifat-sifat asam sitrat antara lain : mudah larut

dalam air, spirtus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika

dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai

menjadi arang. Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat

mengkompleks ion tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam

reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan

dengan cara menurunkan pH sehingga enzim PPO (polifenol oksidase) menjadi

inaktif (Winarno, 2002).

Menurut Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas

Obat dan Makanan Amerika Serikat, asam sitrat merupakan bahan pengawet yang

dinyatakan benar-benar aman untuk dikonsumsi. Asam sitrat masih berdekatan

dengan vitamin C dan sama-sama merupakan pengawet alami yang baik.

Kandungan asam didalamnya berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri dan

jamur. Asam sitrat dinyatakan aman pada 99,9% populasi (Cahyono, 2013).

Menurut Balai Pengawasan Pangan Obat dan Makanan (BPPOM) penggunaan

maksimum asam sitrat dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter. Asam sitrat

dapat dipakai untuk mengatur keasaman ataupun bahan pengawet makanan, dan

juga untuk mencegah pemucatan/browning misalnya pada buah-buahan.

12  

C. Cookies

Cookies berbeda dengan roti karena mengandung lemak lebih tinggi,

sehingga menghasilkan cookies dengan tekstur yang rapuh dan garing. Cookies

yang baik memiliki tekstur yang ringan dan rapuh. Ketika membuat cookies yang

berbentuk tipis, pembuatan harus diperhatikan pada saat mencampurkan adonan

lemak dan terigu sebelum ditambahkan air, terigu telah bercampur dengan lemak

dan tidak berubah menjadi gluten. Namun sebaliknya, mencampurkan adonan

terlalu lama dapat membuat tekstur cookies menjadi keras (Ngabito, 2014).

Cookies merupakan salah satu produk yang tahan lama. Cookies dapat

disimpan untuk jangka waktu yang lama berkisar antara 3-6 bulan. Secara umum,

karakteristik cookies adalah berstruktur renyah, rapuh, kering, berwarna kuning

kecoklatan atau sesuai warna bahan yang digunakan, beraroma harum khas, serta

terasa lezat, gurih dan manis. Prinsip pembuatan cookies adalah dibuat dari

adonan tepung, telur, lemak, dan gula dicetak dan dibakar. Dua bagian utama dari

proses pembuatan cookies adalah pembuatan adonan dan pembakaran

(Adikhairani, 2012). Cookies biasanya dibuat dari tepung terigu. Tetapi, kini

cookies telah banyak diformulasi dari beberapa macam tepung non terigu, baik

sebagai campuran maupun pengganti terigu. Pembuatan cookies dapat

menggunakan metode creaming, yaitu telur dan gula diaduk hingga setengah

mengembang supaya gula larut dalam telur dan telur mengikat udara (adonan

pertama), kemudian bahan lain seperti margarin atau butter diaduk hingga

homogen dengan ditandai berwarna pucat (adonan kedua). Kedua adonan tersebut

lalu dicampur secara merata beserta tepung hingga homogen. Pembuatan cookies

13  

menggunakan margarin bertujuan untuk menambah aroma serta untuk

memudahkan pemindahan cookies dari loyang (tidak lengket) (Pratiwi, 2008).

Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam empat jenis,

yaitu biskuit keras, crackers, cookies dan wafer. Syarat mutu kue kering

berdasarkan SNI 01-2973-1992 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu kue kering

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan Kue

Kering

1

Keadaan: 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna

Normal Normal Normal

2 Kadar air (b/b) % Maks. 5 3 Kadar abu (b/b) % Maks. 2 4 Kadar protein (b/b) % Min. 6 5 Kadar Lemak (b/b) % Min. 8 6 Kadar Karbohidrat (b/b) % Min. 70 7 Asam Lemak Bebas (b/b) % Maks. 1 8 Bilangan Peroksida mEq/kg Maks. 6

9

Cemaran Logam: 8.1 Kadmium (Cd) 8.2 Timah (sn) 8.3 Merkuri (hg) 8.4 Timbal (pb)

Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg

Maks. 0,2 Maks. 40 Maks. 0,05 Maks. 0,5

10 Cemaran Arsen (as) Mg/kg Maks. 0,1

11

Cemaran Mikroba: 10.1 Angka Lempeng Total 10.2 Escherichia coli 10.3 Salmonella sp 10.4 Bacillus cereus 10.5 Kapang dan Khamir

Koloni/g Per g Per 25g Koloni/g Koloni/g

Maks. 1x104 Maks. 10 Negatif Maks. 1x102 Maks. 1x104

Sumber: Anonim (1992)

14  

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas cookies yaitu pemilihan bahan,

penimbangan bahan, pencampuran bahan, pencetakkan adonan, pemanggangan,

pendinginan, dan pengemasan. Bahan yang tidak baik kualitasnya akan

menghasilkan cookies yang tidak baik pula. Pemilihan bahan harus diteliti antara

lain dengan memperhatikan warna, aroma, kebersihan dan umur. Proses

penimbangan bahan harus dilakukan dengan tepat dan menggunakan alat ukur

yang standart. Penimbangan bahan yang dilakukan tidak tepat akan menyebabkan

kegagalan dalam pembuatan cookies. Bahan-bahan yang telah ditimbang

dicampur secara rata (homogen) untuk mendapatkan adonan yang bagus. Ketika

mencampur adonan tidak boleh terlalu lama, karena jika terlalu lama, adonan akan

lembek, sehingga adonan tidak dapat dicetak (Fajiarningsih, 2013).

Pencetakan adonan yang terlalu tebal akan menjadikan kue kurang bagus

bentuknya dan tekstur bagian dalam kurang kering sedangkan jika pencetakan

terlalu tipis mengakibatkan kue cepat gosong. Ukuran tebal cookies harus sama

yaitu 0,5 cm – 1 cm, bila akan dioven, hal ini bertujuan untuk mencegah

kehangusan, mencegah perbedaan warna, mempengaruhi tingkat kematangan serta

tekstur cookies yang dihasilkan. Suhu pembakaran tergantung pada tebal tipisnya

adonan. Suhu yang terlalu panas akan mengakibatkan kue terbentuk sebelum

menyebar. Suhu yang terlalu rendah akan mengakibatkan kue terlalu banyak

menyebar, sehingga terlalu banyak air yang hilang karena pembakarannya terlalu

lama, selain itu aroma dan rasa juga menjadi hilang. Oven dipanaskan 10–15

menit sebelum adonan dipanggang agar suhu stabil atau ketika suhu mencapai

1500C selama 20 menit (Fajiarningsih, 2013).

15  

D. Bahan Pembuatan Cookies

Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan cookies secara umum

terdiri dari tepung terigu, lemak (margarin), gula, dan telur. Formula bahan

pembuatan cookies disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Formula dasar pembuatan cookies No Bahan Jumlah 1 Tepung terigu 250 g 2 Margarin 175 g 3 Kuning telur 1 butir 4 Gula halus 100 g

Sumber: Raya (2005) dalam Fajiarningsih (2013)

1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah tepung yang berasal dari bulir gandum, dan

digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti. Tepung terigu

mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam

air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan

dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Tepung

terigu juga berasal dari gandum, bedanya terigu berasal dari biji gandum yang

dihaluskan, sedangkan tepung gandum utuh (whole wheat flour) berasal dari

gandum beserta kulit arinya yang ditumbuk (Fajiarningsih, 2013). Kandungan gizi

tepung terigu (per 100 g) disajikan pada Tabel 6.

16  

Tabel 6. Kandungan gizi tepung terigu (per 100 g) Komposisi Jumlah

Energi Min 340 kal Air 14 g Protein Min 13 g Besi (Fe) Min 5 mg Zinc (Zn) Min 3 mg Asam folik Min 0,2 mg Kalsium 13 mg Karbohidrat 70 mg Lemak 0,9 g Vitamin B1 Min 0,25 mg Vitamin B2 Min 0,4 mg

Sumber: Fitasari, 2009

Menurut jenisnya tepung terigu dibedakan menjadi 3 macam, yaitu tepung

protein rendah (soft wheat), tepung protein sedang (medium wheat), dan tepung

protein tinggi (hard wheat) (Pertiwi, 2011).

a. Tepung protein rendah (soft wheat)

Tepung ini dibuat dari gandum lunak yang kandungan glutennya hanya 8-

9%. Tepung ini memiliki daya serap terhadap air yang rendah sehingga

sulit diuleni, tidak elastis, lengket, dan susah untuk mengembang. Tepung

ini cocok untuk kue kering, biskuit, pastel, dan kue yang tidak memerlukan

fermentasi.

b. Tepung protein sedang (medium wheat)

Tepung ini memiliki kandungan gluten 10–11%. Tepung terigu ini terbuat

dari campuran terigu protein tinggi dan terigu protein rendah atau biasa

disebut tepung serbaguna. Tepung ini cocok untuk membuat kue, bolu, kue

kering dan gorengan.

17  

c. Tepung protein tinggi (hard wheat)

Tepung ini dibuat dari gandum keras dan memiliki kandungan protein 11–

13%. Tingginya kadar protein pada terigu ini membuatnya mudah

dicampur, difermentasi, memiliki daya serap terhadap air yang tinggi,

elastis dan mudah digiling. Tepung ini cocok untuk membuat mie, roti dan

pasta.

Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung

protein rendah yang kandungan glutennya hanya 8-9%. Gluten merupakan protein

elastis yang umumnya terkandung pada bahan pembuat roti, biskuit, pasta, sereal,

mie dan semua jenis makanan yang terbuat dari tepung terigu. Dalam proses

pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuat adonan menjadi

elastis, sehingga mudah dibentuk. Komponen pembentuk gluten mengandung 75-

80% protein yang terbentuk dari gliadin dan glutenin. Gliadin dan glutenin

bergabung membentuk gluten sangat lengket. Fungsi utama tepung dalam

pembuatan cookies adalah untuk membentuk kerangka kue. Pada dasarnya

cookies tidak memerlukan proses pengembangan adonan dalam pembentukannya.

Jika digunakan bahan pengembang pada pembuatan cookies berfungsi untuk

menambah volume dan membantu merenyahkan tekstur cookies (Surjani, 2009).

Syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan berdasarkan SNI 01-3751-2006

disajikan pada Tabel 7.

18  

Tabel 7. Syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan No. Jenis uji Satuan Persyaratan 1

1.1 1.2 1.3

Keadaan Bentuk Bau Warna

- - -

serbuk normal (bebas dari bau asing) putih, khas terigu

2 Benda asing - tidak ada

3 Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak

- tidak ada

4 Kehalusan, lolos ayakan 212 μm No. 70 (b/b)

% min. 95

5 Kadar air (b/b) % maks. 14,5 6 Kadar abu (b/b) % maks. 0,6 7 Kadar protein (b/b) % min. 7,0 8 keasaman mg KOH/100g maks. 50

9 Falling number (atas dasar kadar air 14%)

detik min. 300

10 Besi (Fe) mg/kg min. 50 11 Seng (Zn) mg/kg min. 7,0 12 Vitamin B1 (thiamin) mg/kg min. 2,5 13 Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg min. 4 14 Asam folat mg/kg min. 2 15

15.1 15.2 15.3

Cemaran logam Timbal (Pb) Raksa (Hg) Tembaga (Cu)

mg/kg mg/kg mg/kg

maks. 1,00 maks. 0,05 maks. 10

16 Cemaran Arsen mg/kg maks. 0,50 17

17.1 17.2 17.3

Cemaran mikroba Angka lempeng total E.coli Kapang

koloni/g APM/g koloni/g

maks. 106 maks. 10 maks. 104

Sumber: Anonim (2006)

19  

2. Lemak (Margarin)

Jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan cookies adalah

margarin. Margarin merupakan lemak nabati yang terbuat dari minyak kelapa

sawit, memiliki kadar lemak berkisar 80-85%. Menurut Standar Nasional

Indonesia (SNI 01-3541-1994), margarin adalah produk makanan berbentuk

emulsi padat atau semipadat yang dibuat dari lemak nabati dan air dengan atau

tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan (Fajiarningsih, 2013).

Penggunaan margarin dalam kue kering berpengaruh pada teksturnya lebih

kokoh dan berbentuk, dan aromanya tak segurih bila menggunakan lemak

mentega (Vivi, 2011). Fungsi lemak adalah memberikan aroma harum sehingga

meningkatkan cita rasa. Selain itu, lemak membuat tekstur kue menjadi lebih

lembut dan renyah. Lemak yang terlalu banyak menyebabkan kue melebar saat

dipanggang, sedangkan kurang lemak membuat kue seret dan kasar dimulut

(Sutomo, 2008). Komposisi kimia margarin disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi kimia margarin (per 100 g) No. Komposisi Jumlah 1 Kalori 720 (kal) 2 Karbohidrat 0,6 (g) 3 Lemak 81 (g) 4 Protein 0,4 (g) 5 Kalsium 20 (mg) 6 Fosfor 16 (mg) 7 Besi 0 (mg) 8 Vitamin A 2000 (RE) 9 Vitamin B 0 (mg) 10 Vitamin C 0 (mg) 11 Air 15,5 (g)

Sumber : Anonim, 2005

20  

3. Gula

Gula merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan kue kering.

Gula dalam pembuatan kue kering berfungsi sebagai pengikat, pemberi rasa manis

dan memberi warna agar kue tidak pucat. Gula yang digunakan untuk membuat

kue kering adalah gula halus. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3821-

1995) tepung gula adalah tepung yang diperoleh dengan menghaluskan gula pasir

dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Jenis

gula yang dicampur di dalam adonan tidak menggunakan gula pasir yang berbutir

terlalu besar/kasar karena akan sulit larut. Gula pasir yang berbutir kasar cocok

untuk taburan kue kering (Surjani, 2009). Komposisi kimia gula halus disajikan

pada Tabel 9.

Tabel 9. Komposisi kimia gula halus (per 100 g) No. Komposisi Jumlah 1 Kalori 364 (kal) 2 Karbohidrat 94 (g) 3 Lemak 0 (g) 4 Protein 0 (g) 5 Kalsium 5 (mg) 6 Fosfor 1 (mg) 7 Besi 0,1 (mg) 8 Vitamin A 0 (RE) 9 Vitamin B 0 (mg) 10 Vitamin C 0 (mg) 11 Air 5,4 (g)

Sumber: Anonim, 2005

21  

4. Telur

Telur yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah jenis telur ayam

negeri atau telur ayam ras. Selain harganya murah, telur tersebut mudah didapat

dan tidak terlalu amis dibandingkan dengan telur bebek. Telur berfungsi sebagai

mengikat bahan lain, membangun struktur kue, melembabkan, memberikan rasa

gurih, dan meningkatkan nilai gizi (Sutomo, 2008). Umumnya, kue kering

menggunakan kuning telur saja atau kuning telur lebih banyak dari putihnya

karena kuning telur akan memberikan hasil yang lembut/tidak keras (Surjani,

2009). Kuning telur mengandung lecithin yang berfungsi sebagai emulsifier dan

mengandung kadar air sebanyak 50%, sedangkan putih telur mempunyai sifat

creaming yang sangat baik dibandingkan dengan kuning telur, dan mengandung

air 86% didalamnya. Komposisi kimia telur ayam disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Komposisi kimia telur (per 100 g) No. Komposisi Jumlah 1 Kalori 361 (kal) 2 Karbohidrat 0,7 (g) 3 Lemak 81 (g) 4 Protein 16,3 (g) 5 Kalsium 147 (mg) 6 Fosfor 586 (mg) 7 Besi 7,2 (mg) 8 Vitamin A 2000 (RE) 9 Vitamin B 0,27 (mg) 10 Vitamin C 0 (mg) 11 Air 49,4 (g)

Sumber: Anonim, 2005

22  

E. Bahan Pengembang (Natrium Bikarbonat)

Natrium bikarbonat atau natrium hidrogen karbonat adalah senyawa kimia

dengan rumus NaHCO3. Natrium bikarbonat berbentuk padatan putih kristal tetapi

sering muncul berbentuk bubuk halus, memiliki rasa sedikit asin basa menyerupai

soda (natrium karbonat). Natrium bikarbonat memiliki banyak nama seperti

baking soda, soda roti, soda memasak, dan soda bikarbonat. Natrium bikarbonat

digunakan dalam membuat kue yang berperan seperti zat ragi, bereaksi dengan

komponen asam dalam butter (lemak), melepaskan karbondioksida yang

menyebabkan pengembangan adonan dan membentuk tekstur dari olahan gandum

seperti pancake, kue, roti, dan makanan panggang dan goreng lainnya. Senyawa

asam yang menginduksi reaksi ini termasuk fosfat, krim tartar, jus lemon,

yoghurt, buttermilk, kakao, cuka, dan lain-lain.

Natrium bikarbonat dapat digantikan dengan baking powder. Bentuk

baking powder mengandung natrium bikarbonat yang dikombinasikan dengan

satu atau lebih asam fosfat atau krim tartar. Natrium bikarbonat dapat bereaksi

dengan asam dalam makanan, termasuk vitamin C (asam askorbat-L). Hal ini juga

digunakan dalam breadings, seperti untuk makanan yang digoreng untuk

meningkatkan kerenyahan. Penggunaan yang luas dari natrium bikarbonat sebagai

bahan pengembang didasarkan pada harga yang murah, tidak beracun, mudah

penggunaannya, relatif tidak terasa dalam produk akhir dan memiliki kemurnian

tinggi. Menurut SK. Menkes No.722/Menkes/Per/IX/88 penggunaan natrium

bikarbonat yang diperbolehkan adalah 2 g/kg adonan (Praja, 2015).

23  

Menurut Haryadi (1997), menambahkan bahan pengembang dapat

meningkatkan kemampuan pati dalam menyerap air. Natrium bikarbonat

(NaHCO3) dapat mengikat air membentuk NaOH dan H2CO3 yang nantinya

berperan pada pengembangan dengan dihasilkan CO2 dan uap air karena adanya

pemanasan (pengukusan, pengeringan, dan penggorengan). Hal tersebut

menunjukkan bahwa semakin tinggi NaHCO3 yang ditambahkan maka gas CO2

dari NaHCO3 yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga pada saat

pemanasan rongga-rongga dari suatu produk pangan akan semakin banyak atau

semakin mengembang. Rongga-rongga inilah yang menyebabkan tingkat

kekerasan menurun.

F. Tahapan Pembuatan Cookies

Tahap-tahap pembuatan cookies meliputi: pencampuran semua bahan,

pencetakan, dan pemanggangan. Pencampuran bahan dilakukan dengan

memasukkan margarin dan gula halus terlebih dahulu ke dalam baskom,

kemudian di mixer hingga rata (tidak boleh terlalu lembut), masukkan kuning

telur dan kocok hingga rata, dan terakhir masukkan tepung terigu yang sudah

diayak terlebih dahulu, lalu aduk hingga rata. Pemanggangan adalah suatu cara

untuk mematangkan cookies menggunakan oven dengan suhu dan waktu yang

ditentukan. Terlebih dahulu oven tersebut dipanaskan, sebelum cookies masuk

dalam oven. Pemanggangan dilakukan dengan cara memasukkan cookies yang

sudah ditata diatas loyang ke dalam oven, panggang dengan suhu 1500 C selama

20 menit. Selama pemanggangan tidak boleh terlalu sering di buka sebelum

24  

cookies benar-benar matang dan berwarna kuning keemasan. Setelah dikeluarkan

dari oven, kue kering didiamkan diatas loyang, biarkan kue dingin diatas loyang

karena uap air dapat menguap dengan sempurna. Cara lain, pindahkan kue di atas

rak kawat ketika kue masih hangat, tidak boleh memindahkan saat kue masih

panas karena kue akan mudah patah ketika dipindahkan. Setelah kue kering dingin

proses selanjutnya adalah pengemasan. Selain menjaga kualitas produk tetap baik

serta mencegah kerusakan dan kontaminasi mikroorganisme, pengemasan

memudahkan alat penyimpanan dan pengangkutan (Fajiarningsih, 2013). Skema

proses pembuatan cookies disajikan pada Gambar 2.

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2. Skema pembuatan cookies

Seleksi bahan

Pengemasan

Pencetakan bahan

Pemanggangan 20 menit dengan suhu 1500

Pencampuran bahan

Penimbangan

Pendinginan

25  

G. Sifat Organoleptik Cookies

Cookies mempunyai beragam bentuk, warna dan rasa, tergantung pada

bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatannya, seperti coklat atau keju

dan dalam pencetakannya. Pada umumnya cookies berukuran kecil, renyah, dan

manis (Suarni, 2009). Penilaian mutu cookies ditinjau dari aspek sifat karakteristik

bahan pangan dengan menggunakan indera manusia meliputi beberapa hal yaitu

warna, aroma, tekstur, dan rasa (Kartika, 1988).

1. Warna

Warna yang baik untuk cookies adalah kuning kecoklatan atau tergantung

bahan yang digunakan. Waktu pembakaran juga dapat mempengaruhi warna

cookies. Pembakaran yang terlalu lama akan menghasilkan cookies yang berwarna

gelap karena terjadi reaksi pencoklatan non enzimatik, yaitu karamelisasi dan

reaksi maillard.

2. Aroma

Aroma cookies didapat dari bahan-bahan yang digunakan, yang dapat

memberikan aroma tersendiri atau dengan menambah bahan pemberi aroma

seperti susu, vanili atau essen, sehingga dapat menghasilkan aroma cookies yang

harum. Waktu proses pemanggangan adonan, cookies yang ditambahkan dengan

tepung pisang akan menimbulkan aroma khas pisang. Hal ini karena cookies yang

ditambahkan dengan tepung pisang mengandung pati. Pati akan terdegradasi

waktu proses pemanggangan adonan. Pati terjadi perubahan yang ekstensif

dengan eliminasi molekul air dan fragmentasi molekul gula, yaitu terjadi

26  

pemutusan ikatan karbon yang akan menghasilkan senyawa karbonil dan senyawa

volatil sehingga menimbulkan aroma yang khas dari cookies pisang.

3. Tekstur

Tekstur cookies tergantung pada bahan dan penambahan bahan

pengembang. Cookies yang baik mempunyai tekstur yang halus, renyah, ringan,

tidak hancur bila dipotong dan permukaan cookies tidak mengembang.

Berkurangnya tepung terigu dan digantikannya tepung terigu dengan tepung lain

akan menyebabkan kandungan gluten dalam tepung berkurang, sehingga adonan

akan berkurang elastisitasnya dan produk tersebut akan semakin keras

(Permatasari, 2009).

4. Rasa

Rasa cookies cenderung lebih dekat dengan aroma. Rasa cookies yang baik

adalah manis, gurih, dan sesuai dengan bahan yang digunakan dalam membuat

adonan. Menurut Fajri (2012), tepung pisang mempunyai rasa yang khas dan

istimewa sehingga dapat digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan

aneka jenis makanan. Substitusi tepung pisang akan mempengaruhi cookies baik

warna, aroma, tekstur, dan rasa, terutama protein dan daya kembang.

H. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam suatu penelitian meliputi

penilaian subyektif dan penilaian obyektif (Kartika, 1988).

1. Metode penilaian subyektif

a. Uji inderawi

27  

Semua orang pada dasarnya dapat melakukan penilaian subyektif

dan dari penilaian subyektif tersebut akan diperoleh hasil yang berbeda-beda

karena tingkat kepekaan tiap manusia berbeda-beda. Penilaian subyektif

menggunakan alat indera manusia atau uji inderawi yaitu indera

penglihatan, indera penciuman, indera peraba, dan indera perasa. Tipe

pengujian ini digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat

tertentu yaitu warna, aroma, tekstur, dan rasa. Hasil penilaian inderawi

kemudian akan dianalisis secara statistik agar hasil penilaiannya tidak

bersifat subyektif lagi, sehingga data yang diperoleh menjadi valid atau

dapat dipercaya (Kartika, 1988).

b. Uji organoleptik

Penilaian subyektif yang lain yaitu pengujian organoleptik.

Pengujian organoleptik adalah suatu disiplin ilmu yang digunakan untuk

mengungkap, mengukur, menganalisis dan menafsir reaksi indera

penglihatan, perasa, pembau dan peraba ketika menangkap karakteristik

produk. Karakteristik pengujian organoleptik adalah penguji cenderung

malakukan penilaian berdasarkan kesukaan, penguji tanpa melakukan

latihan, penguji umumnya tidak melakukan penginderaan berdasarkan

kemampuan seperti dalam pengujian inderawi, dan pengujian dilakukan di

tempat terbuka sehingga diskusi kemungkinan terjadi. Pada waktu

melakukan uji kesukaan ini digunakan tingkat kesukaan panelis terhadap

sampel (Kartika, 1988).

28  

Uji kesukaan merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan

responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji.

Pada pengujian ini digunakan panelis yang belum terlatih. Panelis diminta

untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan tanpa membandingkan

dengan sampel standar. Oleh karena itu, pengujian dilakukan secara

berurutan, tidak disajikan secara bersama-sama. Uji kesukaan juga disebut

uji hedonik. Panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau

ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat

kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya

dalam hal “suka” dapat mempunyai skala hedonik seperti amat sangat suka,

sangat suka, suka, agak suka, begitu pula untuk “tidak suka”, dan ada satu

lagi skala “netral” (Kartika, 1988). Lembar penilaian yang digunakan dalam

uji organoleptik dapat disajikan pada Lampiran 4.

2. Metode penilaian obyektif

Penilaian obyektif adalah penilaian yang dilakukan di laboratorium kimia

dengan menggunakan alat-alat laboratorium untuk mengetahui kandungan gizi

dari makanan. Alat pengumpulan data yang digunakan pada uji inderawi adalah

panelis agak terlatih dan pada uji organoleptik adalah panelis tidak terlatih

(Kartika, 1988).

a. Panelis agak terlatih

Instrumen atau alat yang digunakan untuk penilaian inderawi adalah

panelis agak terlatih sejumlah 8-25 orang. Panelis agak terlatih adalah

panelis yang sebelum melakukan penilaian dilatih terlebih dahulu, dengan

29  

tujuan agar panelis dapat mengetahui sifat-sifat atau karakteristik suatu

bahan. Untuk menilai karakterisitik mutu pangan, panelis harus memenuhi

syarat atau ketentuan yang ditetapkan sebagai dasar penilaian.

Salah satu syarat untuk mendapatkan panelis agak terlatih adalah

instrumen (panelis) mempunyai kepekaan dan konsistensi yang tinggi

dengan kata lain valid dan reliabel. Upaya yang dapat dilakukan untuk

memperoleh instrumen (panelis) yang valid dan reliabel harus melalui

tahap-tahap seleksi panelis atau tahap-tahap validasi instrumen dan

reliabilitasi instrumen. Untuk mendapatkan panelis agak terlatih maka

dilakukan seleksi panelis, dengan cara melakukan wawancara menggunakan

beberapa pertanyaan yang menyangkut kesediaan panelis, kesehatan panelis,

kebiasaan panelis dan pengetahuan umum tentang produk yang diujikan.

b. Panelis tidak terlatih

Panelis tidak terlatih digunakan untuk menilai tingkat kesukaan pada

suatu produk atau pun menilai tingkat kemauan seseorang untuk

menggunakan suatu produk. Menyangkut tingkat kesukaan terhadap suatu

produk makanan maka semakin banyak jumlah anggota panelis maka

hasilnya akan semakin baik.

30  

I. Pengujian Fisikawi

1. Uji tekstur

Analisis tekstur dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer.

Prinsip pengukuran tekstur adalah memberikan gaya kepada bahan dengan

besaran tertentu sehingga kekerasan dapat diukur (Faridah, 2008). Besarnya nilai

kekerasan suatu produk akan dipengaruhi oleh komposisi penyusun, suhu, dan

waktu pemanggangan (Pratama, 2014). Sebelum melakukan pengujian tekstur,

alat texture analyzer sebaiknya dihidupkan terlebih dahulu minimal 30 menit dan

diprogram sesuai parameter yang diinginkan. Cara pengujian tekstur yaitu

memotong sampel terlebih dahulu dengan ukuran (2x2x2) cm3, kemudian sampel

yang telah dipotong diletakkan di bawah alat penekan dan alat dijalankan. Pada

layar monitor dapat diamati besarnya ukuran tekstur sampel (Galves, 1992).

2. Uji pengembangan

Analisis pengembangan dilakukan dengan cara mengukur volume adonan

yaitu mengukur ketinggian adonan pada keempat sisi dan satu titik pusat,

kemudian menghitung volume cookies menggunakan rumus volume lingkaran.

Hasil dari volume tersebut diubah ke dalam bentuk persen menggunakan rumus

volume sesudah pemanggangan dikurangi dengan volume sebelum pemanggangan

lalu dibagi volume sebelum pemanggangan dan dikali 100% (Matz, 1962). Daya

kembang cookies ditentukan oleh kadar protein, kadar amilopektin dan kadar

lemak. Protein akan mengalami denaturasi sehingga mengurangi daya kembang

cookies, karena granula pati sulit mengembang. Hal ini karena granula pati tanpa

protein akan mudah pecah dan jumlah air yang masuk dalam granula pati akan

31  

lebih banyak sehingga pengembangan pati menjadi meningkat. Pada waktu

pengadonan, pati akan menyerap air dari bahan dan memerangkap udara sehingga

membentuk gelembung udara kecil, kemudian dilanjutkan dengan proses

pemanasan maka terjadi proses gelatinisasi yang diawali dengan penggembungan

pati, pelelehan kristalin, pelarutan pati, penyebaran, pemekaran, dan

pengembangan (Oktavia, 2008).

Hubungan antara tingkat pengembangan dan tingkat kekerasan (tekstur)

dapat dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dalam analisis tersebut

terdapat koefisien determinasi atau sering disimbolkan dengan R2 yang diartikan

sebagai pemberi kontribusi pengaruh yang diberikan variabel bebas (x) terhadap

variabel terikat (y). Nilai koefisien determinasi (R2) dapat dipakai untuk

memprediksi seberapa besar kontribusi pengaruh variabel bebas (x) terhadap

variabel terikat (y) dengan syarat hasil uji F dalam analisis regresi bernilai

signifikan. Semakin kecil nilai koefisien determinasi, maka ini artinya pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat semakin lemah. Sebaliknya, jika nilai R2

semakin mendekati 1, maka pengaruh tersebut akan semakin kuat (Sudjana 1982

dalam Anggraeni 2008).

Tingkat kekerasan dipengaruhi oleh derajat gelatinisasi, derajat

pengembangan, indeks kelarutan air dan indeks penyerapan air. Derajat

gelatinisasi pati yang semakin tinggi akan menyebabkan derajat pengembangan

semakin tinggi, sehingga nilai kekerasan menurun (Muchtadi 1988 dalam

Pitrawati 2008). Tingkat kekerasan yang rendah dapat disebabkan oleh kandungan

lemak. Lemak dapat membentuk suatu kompleks dengan amilosa yang dapat

32  

menurunkan derajat pengembangan, namun perbandingan lemak dengan amilosa

yang semakin tinggi menyebabkan kekerasan menurun karena semakin banyak

lemak yang tidak membentuk kompleks dengan amilosa. Lemak bebas yang tidak

membentuk kompleks dengan amilosa ini menyebabkan produk menjadi tidak

keras (Harper 1981 dalam Pitrawati 2008). Indeks penyerapan air yang tinggi

dapat menurunkan tingkat kekerasan karena semakin banyak air yang diserap

maka produk yang dihasilkan akan semakin lunak (Pitrawati, 2008). Faktor yang

mempengaruhi nilai tingkat kekerasan produk biskuit yang dihasilkan ialah

formulasi biskuit, ketebalan biskuit serta konsentrasi tepung yang ditambahkan

(Kaya, 2008).

Produk dengan kandungan lemak dan gula yang lebih banyak memiliki

struktur yang lebih plastis (Manley, 2000). Kandungan gula dan lemak akan

mempengaruhi pengembangan biskuit karena pada adonan yang kurang diperkaya

oleh lemak dan gula maka glutennya akan terbentuk dan mengembang selama

pemanggangan. Strukturnya juga berbeda, pada adonan yang kaya akan lemak dan

gula strukturnya lebih renyah, terbuka dan tidak beraturan sedangkan pada adonan

lain strukturnya berlapis-lapis (Manley, 2001). Biskuit yang terlalu mengembang

densitasnya berkurang sehingga akan berpengaruh pada tingkat kekerasan.

Perubahan tekstur karena pemanggangan ditentukan oleh sifat makanan

(kandungan alami dan komposisi lemak, protein, karbohidrat struktural (selulosa,

pati dan petin), suhu dan lamanya pemanasan). Pemanasan pada produk makanan

dapat mengakibatkan protein terdenaturasi, kehilangan kemampuannya dalam

mengikat air, lemak meleleh dan terdispersi ke seluruh makanan (Fellows, 2000).

33  

J. Pengujian Kimiawi

1. Uji kadar air

Kadar air akan mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa suatu

produk (Winarno, 2008). Daya ikat adonan disebabkan oleh kandungan gluten

(Candra, 2014). Kandungan gluten yang kecil menyebabkan kemampuan gluten

untuk mengikat air menjadi kecil sehingga menentukan kerenyahan suatu produk.

Selain itu, proses pemanggangan dengan metode oven akan mempengaruhi kadar

air pada suatu produk (Fellows, 2000). Metode yang biasa dilakukan untuk

menentukan kadar air adalah dengan cara destilasi. Sampel yang akan diuji

dipotong kecil-kecil atau berupa bubuk secukupnya dan dipindahkan ke dalam

labu destilasi, lalu ditambahkan kurang lebih 75-100 ml toluene dan memasang

labu destilasi pada alat destilasi khusus dengan penampang air yang menguap,

pemanasan diatur sampai kira-kira 4 tetes toluene jatuh dari kondensor setiap

detik, selanjutnya destilasi sampai semua air menguap dan air dalam penampang

tidak bertambah lagi (kurang lebih 1 jam), kemudian diamati dan menghitung

persen air dari berat sampel (AOAC, 1970).

2. Uji kadar abu

Penentuan kadar abu pada produk pangan bergantung pada besarnya

kandungan mineral bahan yang digunakan (Basito, 2012). Adanya kandungan abu

yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau

kotoran yang lain. Kadar abu ditentukan dengan cara membakar sampel dalam

tanur dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang sampel 3-5 gram

pada cawan dan diletakkan pada tanur pengabuan, dibakar sampai dapat abu

34  

berwarna abu-abu atau beratnya konstan. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap,

tahap pertama 4000C dan tahap kedua 5500C, lalu didinginkan dan ditimbang

untuk dihitung menggunakan rumus kadar abu dalam satuan persen (AOAC,

1970).

3. Uji kadar protein

Protein dalam bahan makanan merupakan sumber asam amino yang

mengandung unsur C,H,O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat.

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini selain

berfungsi sebagai penghasil energi, adalah zat pembangun dan zat pengatur. Salah

satu cara analisis kuantitatif protein adalah dengan mikro kjeldahl. Cara analisis

ini merupakan cara tidak langsung karena yang dianalisis adalah kadar nitrogen

suatu bahan (Winarno, 2008). Terdapat tiga tahap dalam proses analisis protein

mikro kjeldahl, yaitu proses destruksi bahan menggunakan asam sulfat pekat,

destilasi dengan amonium sulfat menjadi ammonia dan titrasi dengan amonium

sulfat menjadi amonia (Sudarmadji, 2010).

4. Uji kadar lemak

Salah satu ciri khas lemak adalah larut dalam pelarut organik seperti eter,

benzena dan kloroform, serta tidak larut dalam air. Proses analisis lemak bertujuan

untuk menentukan kadar kuantitatif lemak dalam bahan makanan. Pada cara

kering, sampel dioven secara vakum namun dalam suhu yang tidak terlalu tinggi

(sekitar 70oC). Jika bahan mengandung banyak air, maka bahan diesktraksi

terlebih dahulu sebab air akan ikut terekstraksi bersama minyak dan

mempengaruhi validitas pengukuran. Ekstraksi lemak dilakukan secara terputus-

35  

putus menggunakan metode soxhlet yang menggunakan alat soxhlet dengan

pelarut heksana untuk mengekstrak lipid dari bahan kering sehingga dapat

dipisahkan dari bahan yang diuji untuk diukur kadarnya (Sudarmadji, 2010).

5. Uji kadar karbohidrat

Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik

bahan makanan seperti rasa, warna, dan tekstur. Nilai kadar karbohidrat dihitung

menggunakan metode by difference, yaitu dengan memperhitungkan jumlah

karbohidrat dari pengurangan komponen total (100%) terhadap kadar air, lemak,

protein, dan abu (El-Shobaki, 2010).

6. Uji kadar pati

Metode analisis hidrolisis pati dengan asam (metode Lane-Eynon)

digunakan sebagai larutan stok pada penentuan kandungan gula pereduksi

(glukosa). Berat glukosa (gula pereduksi) yang terukur dikalikan dengan 0,9 yang

merupakan faktor konversi untuk pembentukan glukosa dari hidrolisis pati

sehingga kadar pati dapat ditentukan (Apriyantono, 1998).

L. Hipotesis

Penggunaan tepung pisang kepok putih dan natrium bikarbonat pada

pembuatan cookies diduga berpengaruh pada sifat fisik dan tingkat kesukaan

panelis pada cookies yang dihasilkan.