III Isi - Kual&Kuan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kualitatif kuantitatif

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangInfeksi kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit (berupa cacing) kedalam tubuh manusia, parasit ini mempunyai tubuh yang simestris bilateral dan tersusun dari banyak sel (multi seluler). Cacing yang penting atau cacing yang sering menginfeksi tubuh manusia terdiri atas dua golongan besar yaitu filum Platyhelmithes dan filum Nemathelminthes. Filum Platyhelmithes terdiri atas dua kelas yang penting yaitu kelas Cestoda dan kelas Trematoda, sedangkan filum Nemathelmithes kelasnya yang penting adalah Nematoda. Cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang adalah kelas Nematoda yang selalu parasitik pada tubuh manusia dan menjadikannya sebagai tempat hidup dan berkembang biak atau hospes definitif.

Jenis cacing yang sering ditemukan dapat menimbulkan infeksi adalah cacing ascaris lumbricoides (A. lumbricoides), cacing Trichuris trichiura (T. trichiura) dan cacing tambang Necator americanus (N. americanus) dan Ancylostoma duodenalle (A. duodenalle) dan cacing Strongyloides stercoralis (S. stercoralis) dimana cara penularanya melalui tanah atau yang disebut dengan Soil Transmitted Helminths atau STH. STH adalah kelompok cacing golongan nematoda, yang dalam perkembanganya memerlukan tanah untuk berkembang menjadi bentuk infektif.

Di Indonesia, infeksi kecacingan merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai. Angka kejadian infeksi cacingan yang tinggi tidak terlepas dari keadaan Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi serta tanah yang subur yang merupakan lingkungan yang optimal bagi kehidupan cacing. Infeksi cacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perkotaan, infeksi kecacingan ini berhubungan erat dengan perilaku hidup sehat dan hygiene sanitasi lingkungan, infeksi kecacingan bisa menyebabkan morbiditas yang dapat menyerang semua golongan terutama golongan penduduk yang kurang mampu sehingga beresiko terinfeksi oleh cacing. Salah satunya banyak terjadi pada anak usia anak sekolah yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan mereka.

1.2 Tujuan PembahasanDalam penyusunan makalah ini tentunya memiliki tujuan yang diharapkan berguna bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Dimana tujuannya dibagi menjadi dua macam yang pertama secara umum makalah ini bertujuan menambah wawasan mahasiswa/I dalam menguraikan suatu persoalan secara holistik dan tepat, dan melatih pemikiran ilmiah dari seorang mahasiswa/I fakultas kedokteran, dimana pemikiran ilmiah tersebut sangat dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu persoalan secara cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut : Melengkapi tugas small group discussion skenario tiga modul sebelas dengan judul skenario Merasa Lemas. Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis. Sebagai bahan referensi mahasiswa/I Fakultas Kedokteran UISU dalam menghadapi ujian akhir modul.Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan makalah ini, dan juga sangat diharapkan dapat berguna setiap orang yang membaca makalah ini. Semoga seluruh tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik.1.3 Metode dan TeknikDalam penyusunan makalah ini kami mengembangkan suatu metode yang sering digunakan dalam pembahasan-pembahasan makalah sederhana, dimana kami menggunakan metode dan teknik secara deskriptif dimana tim penyusun mencari sumber data dan sumber informasi yang akurat lainnya setelah itu dianalisis sehinggga diperoleh informasi tentang masalah yang akan dibahas setelah itu berbagai referensi yang didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulan sesuai dengan pembahasan yang akan dilakukan dan sesuai dengan judul makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah ini.

BAB II PEMBAHASAN2.1 Skenario SEMESTER III MODUL 11 (PENYAKIT TROPIS) SKENARIO 3 MERASA LEMAS

Ny. S umur 54 tahun adalah seorang petani sayur di Berastagi, dibawa keluarganya ke rumah sakt karena keluhan merasa lemah, penglihatan berkunang-kunang. Sewaktu tiba di rumah sakit, penderita terlihat pucat, napas pendek dan lemah. Dari anamnesis diketahui keluhan ini telah dialami pasien sejak 3 bulan terakhir tetapi kejadian hari ini adalah yang paling berat. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda anemia berat dan hasil pemeriksaan Hb 5,5 gr/dl, eosinofil 5%. Oleh dokter dilakukan pemeriksaan lanjut berupa pemeriksaan tinja dan ternyata dijumpai banyak telur cacing berbentuk oval dengan dinding tipis, isi 4 sel dan sedikit telur cacing bentuk oval dinding tebal terdiri dari tiga lapis, isi ovum, telur berbentuk barrel-shape, dinding tebal dengan mucoid knop pada kedua kutubnya.

STEP 11. Mukoid Knop: Knop/tonjolan yang berlendir2. Barrel-Shape: Berbentuk seperti tempayan, tong anggur (oval)

STEP 2Topik utama pada skenario: Penyakit cacing > Nematoda

STEP 31. Definisi2. Bagaimana cara cacing menginfeksi Ny. S?3. Apa yang menyebabkan nafas pendek?Jawab:1. Suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing.2. Ancylostoma sp > Larva menembus kulitTrichuris trichiura > OralAscaris lumbricoides > oral usus halus berkembang biak peredaran darah hati/paru naik ke esofagus tertelan lagi usus halus3. Karena mekanisme kompensasi tubuh agar organ tetap mendapat oksigen

STEP 4

INFESTASI CACING

Definisi KlasifikasiEtiologiPatofisiologiTanda & GejalaP. Fisik dan P. PenunjangDiagnosa dan Diagnosa BandingPenatalaksanaan: Promotif, Preventif, Kuratif, RehabilitatifKomplikasiPrognosaFungsi Cacing Menurut Pandangan Islam

STEP 51. Definisi2. Klasifikasi3. Etiologi4. Patofisiologi5. Tanda & Gejala6. P. Fisik dan P. PenunjangInfeksi Cacing7. Diagnosa dan Diagnosa Banding8. Penatalaksanaan: Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif9. Komplikasi10. Prognosa11. Fungsi Cacing Menurut Pandangan Islam

2.2 Necatoriasis/Ancylostomiasis2.2.1 DefinisiInfeksi cacing tambang yang disebabkan oleh Necator Americanus dan terdistribusi luas ke seluruh daerah di negara tropis dan subtropis.

2.2.2 EtiologiPenyebabnya adalah cacing gelang usus, yaitu Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Telur cacing ditemukan pada tinja dan akan menetas menjadi larva rabditiform dalam 1-2 hari atau setelah 3 minggu. Larva rhabditiform kemudian berubah menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit manusia, lalu memasuki kapiler darah menuju jantung kanan kemudian ke paru lalu ke bronkus masuk ke trakea, laring, dan usus halus. Cacing dewasa jantan berukuran panjang 7-11 mm x lebar 0,4 0,5 mm. Cacing dewasa Ancylostoma cenderung lebih besar dari Necator. Cacing dewasa jarang terlihat, karena melekat erat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik (gigi pada Ancylostoma dan lempeng pemotong pada Necator).

2.2.3 Patofisiologi (Siklus Hidup/Penularan)

Telur dari kedua cacing tersebut ditemukan di dalam tinja dan menetas di dalam tanah setelah mengeram selama 1-12 hari. Dalam beberapa hari, larva dilepaskan dan hidup di dalam tanah. Manusia bisa terinfeksi apabila berjalan tanpa alas kaki di atas tanah yang terkontaminasi oleh tinja manusia, karena larva bisa menembus kulit. Larva sampai ke paru-paru melalui pembuluh getah bening dan aliran darah. Lalu larva naik ke saluran pernafasan dan tertelan. Sekitar 1 minggu setelah masuk melalui kulit, larva akan sampai di usus. Larva menancapkan dirinya dengan kait di dalam mulut mereka ke lapisan usus halus bagian atas dan menghisap darah.

2.2.4 Manifestasi Klinis1. Stadium larvaBila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch, dan kelainan pada paru biasanya ringan.

2. Stadium dewasaGejala tergantung pada:a.Spesies dan jumlah cacingb.Keadaan gizi penderitaGejala klinik yang timbul bervariasi bergantung pada beratnya infeksi, gejala yang sering muncul adalah lemah, lesu, pucat, sesak bila bekerja berat, tidak enak perut, perut buncit, anemia, dan malnutrisi. Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 0,1 cc sehari, sedangkan A. duodenale 0,08 0,34 cc. biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Anemia karena Ancylostoma duodenale dan Necator americanus biasanya berat. Hemoglobin biasanya dibawah 10 (sepuluh) gram per 100 (seratus) cc darah jumlah erythrocyte dibawah 1.000.000 (satu juta)/mm3. Jenis anemianya adalah anemia hypochromic microcyic.Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun.

2.2.5 DiagnosaCara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan melakukan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis. Foto polos dada menunjukkan infiltrat di paracardial kanan dan kiri. Laboratorium menunjukkan eosinofilia masif, kadar hemoglobin sangat rendah (1,7 g/dl), hypocrom mikrositik, penurunan saturasi besi, penurunan kadar albumin. Analisa pada tinja tidak menunjukkan adanya infeksi parasit, hasil endoskopi menunjukkan ulkus gaster duodenum multipel, banyak cacing ditemukan pada duodenum, ukuran 1 cm dan teridentifikasi sebagai Necator americanus.

2.2.6 Penatalaksanaan Perawatan Umum:Memberikan nutrisi yang baik, suplemen besi diperlukan untuk pasien dengan gejala klinis berat, terutama anemia. Perawatan Spesifik:a. Albendazole 400 mg dosis tunggalb. Mebendazole 100 mg 2x/hari 5 haric. Tetrakloretilen 0,12 ml/kgBB. Dosis max 5 ml. Pengobatan diulang 2 minggu kemudian apabila dari pemeriksaan feses masih ditemukan telur.d. Befanium hidroksinaftat 5 gr 2x/harie. Pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari 2-3 hari

2.3 Strongyloidiasis2.3.1 DefinisiStrongyloidiasis adalah penyakit parasit manusia yang disebabkan oleh nematoda ( cacing gelang ) Strongyloides. Strongyloides infeksi harus ditangani bahkan tanpa adanya gejala sebagai sindrom hyperinfection membawa tingkat kematian tinggi. strongyloidiasis yang menyebar memerlukan pengobatan selama minimal 7 hari atau sampai parasit tidak bisa lagi diidentifikasi dalam spesimen klinis.

2.3.2 Etiologi1.Strongyloides papillosus terdapat di seluruh dunia pada mukosa usus halus domba, kambing, sapi, berbagai ruminansia lain, dan berbagai hewan lain. Cacing ini lebih banyak terdapat pada hewan muda daripada dewasa. Cacing betina parthenogenetik parasitic panjangnya 3,5 6,0 mm dan berdiameter 50 65 mikron dan menghasilkan telur berbentuk elips, berdinding tipis dan berembrio berukuran 40-64 X 20-42 mikron. Cacing jantan hidup bebas panjangnya 700-825 mikron, dengan spikulum yang kuat, melengkung dengan panjang sekitar 33 mikron dan gubernaculum yang panjangnya 20 mikron dan lebar 2,5 mikron. Cacing betina hidup bebas panjangnya 640-1200 mikron, dengan telur berkulit tipis, telah berembrio, 42-48 x 23-30 mikron. Masa prepatan 7-9 hari.2.Strongyloides ransomi terdapat di seluruh dunia pada mukosa usus halus babi, cacing betina partenogenetik parasitic panjangnya 3,3-4,5 mikron dan berdiameter 54-62 mikron, dan menghasilkan telur telah berembrio berbentuk elips,berkulit tipis, berukuran 45-55 x 26-35 mikron. Cacing jantan hidup bebas mempunyai panjang 868-899 mikron dengan spikulum melengkung yang panjangnya 26-29 mikron dan gubernakulum dengan panjang 18-19 mikron. Cacing betina hidup bebas panjangnya 1,0 1,1 mm. masa prepaten adalah 3-7 hari.3.Strongyloides westeri terdapat di seluruh dunia pada mukosa usus halus kuda, keledai, dan zebra. Cacing ini biasanya tidak banyak terdapat. Cacing betina parasitic panjangnya 8-9 mm dan berdiameter 80-95 mikron ,mereka menghasilkan telur berembrio berbentuk elips, berkulit tipis, berukuran 40-52 x 32-40 mikron. Masa prepaten sekitar 2 minggu.4.Strongyloides stercoralis sangat umum terdapat di seluruh dunia pada mukosa usus halus anjing ,kucing, manusia dan berbagai mamalia lain. Cacing betina parasitic panjangnya 1,7-2,7 mm dan berdiameter 30-40 mikron. Mereka menghasilkan telur berembrio 55-60 x 40-50 mikron yang cepat sekali menetas sehingga larva stadium pertama terdapat pada tinja. Cacing jantan hidup bebas panjangnya 650-1000 mikron dan berdimeter 40-50 mikron dan sebuah gubernakulum. Cacing betina hidup bebas mempunyai panjang 0,9-1,7 mm dan berdiameter 51-84 mikron dan menghasilkan telur berembrio berkulit tipis, berukuran 58-60 x 40-42 mikron masa prepaten 8-17 hari atau lebih.5.Strongyloides avium terdapat di Amerika Utara dan india pada sekum dan usus halus ayam atau burung lain. Cacing ini jarang terdapat di daerah dingin. Cacing betina parasitic panjangnya 2,2 mm dan berdiameter 40-45 mikron dan menghasilkan telur yang berukuran 52-56 x 36-40 mikron. Cacing jantan hidup bebas sekitar 780 mikron dan mempunyai spikulum dengan panjang sekitar 30 mikron. Cacing betina hidup bebas sekitar 860 mikron dan menghasilkan telur 48 x 22 mikron

2.3.3 Daur HidupParasit ini mempunyai tiga macam daur hidup:1. Siklus langsungBila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh masuk ke peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang sudah mulai menjadi dewasa menembus alveolus masuk ke trakhea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi refleks batuk sehingga parasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi.

2. Siklus tidak langsungPada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru atau larva rabditiform tadi dapat juga mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung terjadi jika keadaan lingkungan sekita optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri tropik dengan iklim lembab.

3. Auto infeksi Larva rabditiform menjadi larva filariform di usus atau di daerah sekitar anus (perianal) bila larva filariform menembus mukosa atau kulit perianal, mengalami suatu lingkaran perkembangan di dalam hospes. Auto infeksi menerangkan adanya Strongyloidiasis yang persisten, mungkin selama 36 tahun, di dalam penderita yang hidup di derah non endemik.

2.3.4 Manifestasi KlinisGejala klinis umum yang sering terlihat hanya pada hewan sangat muda adalah diare, anorexia, kusam, penurunan berat badan. Pada waktu cacing menetap di intestinum, akan terjadi penebalan yang luas dari dinding usus. Pada serangan paru dapat terjadi pneumonitis dan eosinophilia.

Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit timbul kelainan kulit yang disebut creeping eruption yang disertai dengan rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda. Infeksi ringan dengan strongiloides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk didaerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada muntah, diare saling bergantian. Pada strongiloidiasis ada kemungkinan terjadi autoinfeksi atau hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan diseluruh traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan diberbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu). Pada pemerikasaan darah mungkin ditemukan eosinofilia atau hipereosinofilia meskipun pada banyak kasus jumlah sel eosinofil normal.2.3.5 Cara penularanCara-cara Penularan Larva infektif ( filaform ) yang berkembang dalam tinja atau tanah lembab yang terkontaminasi oleh tinja, menembus kulit masuk ke dalam darah vena di bawah paruparu. Di paru-paru larva menembus dinding kapiler masuk kedalam alveoli, bergerak naik menuju ke trachea kemudian mencapai epiglottis. Selanjutnya larva turun masuk kedalam saluran pencernaan mencapai bagian atas dari intestinum, disini cacing betina menjadi dewasa. Cacing dewasa yaitu cacing betina yang berkembang biak dengan cara partogenesis hidup menempel pada sel-sel epitelum mukosa intestinum terutama pada duodenum, di tempat ini cacing dewasa meletakkan telornya. Telor kemudian menetas melepaskan larva non infektif rhabditiform. Larva rhabditiform ini bergerak masuk kedalam lumen usus, keluar dari hospes melalui tinja dan berkembang menjadi larva infektif filariform yang dapat menginfeksi hospes yang sama atau orang lain. Atau larva rhabditiform ini dapat berkembang menjadi cacing dewasa jantan dan betina setelah mencapai tanah. Cacing dewasa betina bebas yang telah dibuahi dapat mengeluarkan telur yang segera mentas dan melepaskan larva non infektif rhabditiform yang kemudian dalam 24-36 jam berubah menjadi larva infektif filariform. Kadangkala pada orang-orang tertentu, larva rhabditiform dapat langsung berubah menjadi larva filariform sebelum meninggalkan tubuh orang itu dan menembus dinding usus atau menembus kulit di daerah perianal yang menyebabkan auotinfeksi dan dapat berlangsung bertahun-tahun.

2.3.6 PatogenesisTransimisi dengan penetrasi larva filariform infektif melalui kulit dari tanah yang terkontaminasi, atau per-oral. Transmisi juga mungkin dapat terjadi transplancental (dari ibu janin yang di kandungnya) dan transmammary ( dari ibu ke bayinya melalui air susu ). Penetrasi larva filariform infektif menembus kulit menimbulkan cutaneus larva migrans dan visceral larva migrans. Larva ini kemudian menembus saluran limfatik atau kapiler terbawa sampai ke jantung kanan dan kapiler pulmonal. Kemudian keluar dari kapiler terbawa pulmonal dan penetrasi kedalam aveoli paru-paru. Di duga saat keluar dari kapiler pulmonal parasit menyebabkan perdarahan dan menimbulkan inflantrasi selular pada paru-paru. Kadang dapat terlihat gambaran bercak infiltrate yang menyebar pada gambaran radiologis paru (loeffers pneumonia). Kumpulan gejala klinis yang di timbulkan oleh parasit muda ini saat sedang berada di paru dan saluran pernafasan disebut dengan sindroma loeffler.Parasit ini kemudian bermigrasi ke saluran nafas atas, sampai ke esophagus dan tertelan masuk ke lambung dan usus. Disana parasit ini dengan cepat berkmbang menjadi dewasa. Betina lalu berkambang biak secara parthenogenesis. Hewan betina juga berkembang biak melaui kopulasi yang terjadi di duodenum atau jejunum. Hiperinfeksi stongyloides stercoralis merupakan sindrom autoinfeksi yang meningkatkan migrasi larva dan gejala gejala yang disebabkan oleh peningkatan migrasi larva strongyloides stercoralis. Hiperinfeksi dapat berakibat fatal. Sebagai penanda hiperinfekai adalah peningkatan deteksi jumlah larva dalam feses. Strongyloides stercoralis hidup pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Hanya cacing betina dari jenis cacing ini yang hidup sebagai parasit di usus manusia, terutama di duodenum dan jejunum. Telurnya menetas di kelenjar usus, kemudian keluar bersama feces dalam bentuk larva rhabditiform. Larva ini akan berubah menjadi larva filariform apabila sudah berada di tanah. Namun demikian, larva filariform bisa juga terbentuk di dalam usus sehingga terjadi infeksi yang disebut autoinfeksi interna.

Ada tiga tipe strongyloidiasis (nama penyakit yang disebabkan Strongyloides stercoralis,-red) yaitu tipe ringan, tipe sedang, dan tipe berat. Tipe ringan tidak memberikan gejala apa-apa. Pada tipe sedang, dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, umumnya gejala di usus. Jika sudah pada tipe atau infeksi berat, penderita mengalami gangguan hampir di seluruh sistem tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian.

2.3.7 DiagnosaBerdasarkan literature yang ada, cara mendiagnosis penyakit strongyloidiasis dapat dilakukan beberapa cara, yaitu : Pendekatan Diagnostik Sejarah dan pemeriksaan fisik Memperhatikan faktor risiko, eksposur khususnya steroid, perjalanan ke atau tinggal di daerah endemik Kulit, GI, dan / atau paru-paru tanda / gejala

Laboratorium Evaluasi Serum eosinofilia (sering absen dalam infeksi berat) Serial analisis tinja larva rhabditiform Pemeriksaan contoh tunggal mendeteksi hanya ~ 30% infeksi tanpa komplikasi. Jika analisis tinja negatif, Strongyloides bisa diuji oleh sampling dari isi duodenojejunalis oleh aspirasi atau biopsi. Uji Serologi Pada infeksi disebarluaskan, larva filariform harus dicari dari situs tinja dan lain migrasi larva potensial. Dahak / cairan lavage (BAL) bronchoalveolar Cairan pleura / peritoneum Bedah drainase cairan Laboratorium Pengujian Pemeriksaan untuk parasit Deteksi larva dalam tinja. Larva Rhabditiform adalah 200-250 pM panjang, dengan rongga bukal pendek yang membedakan mereka dari rhabditiform larva cacing tambang. Serial pemeriksaan dan penggunaan metode deteksi plate agar meningkatkan sensitivitas diagnosis tinja pada infeksi rumit. Pemeriksaan Single-bangku mendeteksi hanya sekitar sepertiga dari infeksi ini. Pemeriksaan feses mungkin berulang kali negatif. Filariform larva (550 pM panjang) harus dicari pada infeksi disebarluaskan. Sebuah contoh dari isi duodenojejunalis untuk pengujian dapat diperoleh dengan aspirasi atau biopsi. Pada infeksi disebarluaskan, sampel dari situs migrasi larva potensial harus dianalisis untuk larva filariform. Dahak Cairan pleura / peritoneum Bedah drainase cairanc. ImagingPenelitian berikut harus dipertimbangkan dalam terang presentasi klinis dan keparahan gejala: X-ray dada Dapat menunjukkan infiltrat alveolar atau interstisial Abdominal x-ray Barium menelan Barium Enema

2.3.8 Penatalaksanaan1. IvermectinDosis: 200 mg / kg sehariJangka waktu Infeksi tanpa komplikasi: 1 atau 2 hari Infeksi yang menyebar, perluas pengobatan setidaknya 5-7 hari atau sampai parasit dimusnahkan Lebih efektif daripada Albendazole Lebih baik ditoleransi dibandingkan thiabendazole2. AlbendazoleDosis: 400 mg PO tawaran selama 3 hari untuk infeksi tanpa komplikasi dan 7-10 hari untuk hiperinfeksi3. ThiabendazoleDosis: 25 mg / kg tawaran selama 2 hari (maksimal, 3 g / d)

Gandasuda, Srisasi 2006. Parasit Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia1