12
20 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografi Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Buton yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2003. Pemerintah pusat pada tahun 1995 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 462/KPTS-11/1995 telah menetapkan bahwa wilayah Wakatobi sebagai Taman Wisata Alam Laut. Dasar penetapan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu wilayah yang mempunyai keanekaragaman laut yang terlengkap di dunia. Pada tahun 1996 dengan SK Menteri Kehutanan Nomor 393/KPTS-VI/1996 status daerah tersebut ditingkatkan menjadi wilayah konservasi, dengan status Taman Nasional. Luas kawasan taman Nasional Wakatobi adalah 1.390.000 ha, sama persis atau overlap dengan luas wilayah Kabupaten Wakatobi. Secara geografis kawasan Taman Nasional Wakatobi terletak di sebelah timur Pulau Buton, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Buton dan Muna, Sebelah timur berbatasan dengan Laut Banda. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Buton, dan Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores. Secara astronomis, wilayah Taman Nasional Wakatobi terletak antara 5 o 12’ Lintang Selatan hingga 6 o 10’ Lintang Selatan dan 123 o 20’ Bujur Timur hingga 124 o 39’ Bujur Timur. Wilayah Taman Nasional Wakatobi terdiri atas 48 pulau, 3 gosong dan 5 atol (Gambar 2). Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, maka semua pulau pada kawasan Taman Nasional tergolong ke dalam pulau kecil. Dalam undang- undang tersebut yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km 2 beserta kesatuan ekosistemnya. Terbentuknya kepulauan Wakatobi dimulai sejak zaman tersier hingga akhir zaman Miosen. Pembentukan pulau-pulau di kawasan ini akibat adanya proses geologi berupa sesar geser, sesar naik maupun sesar turun dan lipatan yang tidak dapat dipisahkan dari bekerjanya gaya tektonik yang berlangsung sejak zaman

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · 20 III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Letak Geografi . Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten baru di

Embed Size (px)

Citation preview

20

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografi

Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi

Sulawesi Tenggara. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Buton

yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2003. Pemerintah

pusat pada tahun 1995 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :

462/KPTS-11/1995 telah menetapkan bahwa wilayah Wakatobi sebagai Taman

Wisata Alam Laut. Dasar penetapan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa

Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu wilayah yang mempunyai

keanekaragaman laut yang terlengkap di dunia. Pada tahun 1996 dengan SK

Menteri Kehutanan Nomor 393/KPTS-VI/1996 status daerah tersebut

ditingkatkan menjadi wilayah konservasi, dengan status Taman Nasional. Luas

kawasan taman Nasional Wakatobi adalah 1.390.000 ha, sama persis atau overlap

dengan luas wilayah Kabupaten Wakatobi. Secara geografis kawasan Taman

Nasional Wakatobi terletak di sebelah timur Pulau Buton, dengan batas-batas

wilayah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Buton dan

Muna, Sebelah timur berbatasan dengan Laut Banda. Sebelah barat berbatasan

dengan Kabupaten Buton, dan Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores.

Secara astronomis, wilayah Taman Nasional Wakatobi terletak antara 5o12’

Lintang Selatan hingga 6o10’ Lintang Selatan dan 123

o20’ Bujur Timur hingga

124o39’ Bujur Timur. Wilayah Taman Nasional Wakatobi terdiri atas 48 pulau, 3

gosong dan 5 atol (Gambar 2).

Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007

tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, maka semua pulau

pada kawasan Taman Nasional tergolong ke dalam pulau kecil. Dalam undang-

undang tersebut yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih

kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya.

Terbentuknya kepulauan Wakatobi dimulai sejak zaman tersier hingga akhir

zaman Miosen. Pembentukan pulau-pulau di kawasan ini akibat adanya proses

geologi berupa sesar geser, sesar naik maupun sesar turun dan lipatan yang tidak

dapat dipisahkan dari bekerjanya gaya tektonik yang berlangsung sejak zaman

21

Gambar 2 Peta wilayah Taman Nasional Wakatobi (Sumber : Balai Taman

Nasional Wakatobi 2009)

dulu hingga sekarang. Kawasan di sekitar Sulawesi, laut Flores, Laut Banda dan

Laut Jawa bagian Timur merupakan kawasan dinamis yang mengalami interaksi

tiga lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia di sebelah barat, lempeng Indo-

Australia di sebelah selatan dan lempeng Filipina di sebelah utara ke arah timur

laut (Daly et al. 1991). Ketiga lempeng ini mengakibatkan tekanan dan tarikan,

baik dari arah barat-timur maupun utara-selatan. Lempeng dasar dari kepulauan

Wakatobi merupakan pecahan lempeng dasar yang berasal dari Papua Nugini.

Lempeng ini memanjang sekitar 200 km ke arah barat laut dan tenggara. Dasar

dari lempeng ini tidak berasal dari vulkanik dan selama ini tidak pernah tercatat

adanya aktivitas vulkanik di daerah Wakatobi ( Hamilton 1979).

B. Topografis

Secara geografis kondisi bentang alam daratan pulau-pulau di kawasan

Taman Nasional Wakatobi relatif kering, bergelombang dan berbukit-bukit. Jenis

tanahnya bervariasi dari batuan kapur, pasir putih, dan tanah lempung. Tanah di

22

daerah ini kurang begitu subur untuk usaha bercocok tanam. Peta geologi Lembar

Kepulauan Tukang Besi Sulawesi Tenggara skala 1:25.000 tahun 1994

menunjukkan bahwa secara umum formasi geologi Wakatobi dikelompokkan

kedalam formasi geologi Qpl dengan jenis bahan induk yaitu batu gamping coral.

Beberapa vegetasi yang bisa ditanam atau bisa tumbuh antara lain jambu mete,

kelapa, ubi kayu, dan jagung. Tanaman keras yang umum tumbuh di wilayah ini

adalah pohon asam (Tamarindus indicus).

C. Iklim

Berdasarkan hasil analisa data curah hujan dalam penentuan tipe iklim

menggunakan sistem klasifikasi Schmidth-Fergusson sebagian besar daerah di

Sulawesi Tenggara memiliki tipe iklim A dan B. Sedangkan berdasarkan sistem

klasifikasi Oldeman sebagian besar wilayah Sulawesi Tenggara memiliki zona

agroklimat B (Stasiun Maritim Kendari 2006).

Jumlah curah hujan di Kabupaten Wakatobi tidak tinggi sepanjang tahun.

Menurut data curah hujan selama 10 tahun (1993-2002), curah hujan terendah

terjadi pada bulan September, rata- rata hanya mencapai 4,7 mm/th dan curah

hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari, dengan rata-rata mencapai 149,2 mm/th.

Sumber mata air di Kabupaten Wakatobi pada umumnya berasal dari air tanah dan

gua-gua karst. Sedangkan air permukaan atau sungai kecil hanya ditemukan di

wilayah Kecamatan Wangi-Wangi dan Kaledupa, terutama pada musim

penghujan. Data curah hujan antara tahun 1993 hingga tahun 2002 di Wakatobi

disajikan pada Tabel 1.

Keadaan angin di Wakatobi sangat dipengaruhi oleh angin muson yang

secara garis besar dapat dibagi menjadi angin musim barat (Desember-Maret) dan

angin musim timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan

April-Mei dan Oktober-Nopember. Kecepatan angin pada musim barat bervariasi

antara 7 sampai 20 knot per jam, yang umumnya bertiup dari barat daya sampai

barat laut. Angin kencang dengan kecepatan 20 knot/ jam biasanya terjadi antara

bulan Desember-Februari. Pada musim timur kecepatan angin berkisar antara 7

sampai 15 knot/ jam yang bertiup dari arah timur sampai tenggara.

23

Tabel 1 Data curah hujan Stasiun Waha Kecamatan Tomia Kabupaten Buton

(sekarang Wakatobi) antara tahun 1993-2002 (10 tahun)

Bulan Tahun

Jumlah

(cm)

Rerata

(cm) 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02

Jan. 121 131 343 150 37 8 182 269 X 102 1343 149,2

Feb. 185 145 188 62 42 67 76 250 X 303 1318 146,4

Maret 141 185 78 18 7 175 115 170 148 127 1164 116,4

April 399 119 77 29 34 416 363 188 - 211 1836 204

Mei 103 29 78 37 10 180 123 167 60 X 787 87,4

Juni 280 - 55 65 20 336 - 235 132 X 1123 140,4

Juli 38 - 15 14 3 241 7 X 31 X 349 49,9

Agus. 40 - 0 6 - 9 12 3 X X 70 14

Sep. - - - 6 - - 4 4 X X 14 4,7

Okt. - - - 21 - 20 29 113 X X 183 45,7

Nop. 10 95 55 38 6 106 X 169 X X 479 68,4

Des. 159 38 223 108 54 X X 238 X X 820 136,7

Keterangan : X tidak ada data; - tidak ada hujan

Sumber : Data stasiun klimatologi kelas 1 Panakukang Maros diacu dalam stasiun

maritim Kendari (2006)

D. Kualitas Perairan

Perairan Taman Nasional Wakatobi tergolong masih bersih. Hasil

pengukuran kualitas perairan disajikan pada Tabel 2.

E. Potensi Sumberdaya Alam

Hampir seluruh wilayah Taman Nasional Wakatobi (97%) adalah lautan,

sedangkan sisanya 3% merupakan daratan. Daratan utama di wilayah ini terdapat

di empat pulau, yaitu Pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.

Potensi sumberdaya alam terbesar daerah ini berada di laut, terutama ikan,

budidaya laut dan terumbu karang yang menjadi salah satu objek wisata. Sebagian

besar penduduk di kawasan Taman Nasional Wakatobi menggantungkan

kehidupannya pada sumberdaya laut.

24

Tabel 2 Parameter fisika-kimia perairan Taman Nasional Wakatobi

No Parameter Perairan

Wangi-Wangi Kaledupa Tomia Binongko

1. DO (ppm) 6,35 ± 0,40 6,22 ± 0,64 6,54 ± 0,51 6,37 ± 0,51

2. pH 8,20 ± 0,02 8,24 ± 0,13 8,30 ± 0,10 8,23 ± 0,09

3. Salinitas (‰) 34,50 ± 0,20 35 34,90 ± 0,20 34,80 ± 0,20

4. TTS (mg/l) 3,77 ± 0,64 3,99 ± 0,39 3,99 ± 0,39 3,90 ± 0,39

5. Nitrat (ppb) 1,77 ± 2,42 1,74 ± 2,86 2,85 ± 5,04 2,12 ± 3,5

6. Nitrit (ppb) 0,90 ± 1,34 0,07 ± 0,28 - -

7. Fosfat (ppb) 4,28 ± 2,28 3,98 ± 1,95 5,34 ± 2,42 4,50 ± 2,0

8. Suhu (oC)

2 m 27,26 – 28,73 27,26 – 28,73 27,26 – 28,73 27,26 – 28,73

50 m 23,88 – 27,53 23,88 – 27,53 23,88 – 27,53 23,88 – 27,53

9. Kecerahan (%) 70,80 – 86,10 70,80 – 86,10 70,80 – 86,10 70,80 – 86,10

10. Kekeruhan

(NTU)

< 1 < 1 < 1

11. Intensitas

Matahari (m)

55 - 122 55 - 122 55 - 122

12. Arus air

13 m 25 cm/detik 40 cm/detik 37 cm/detik

20 m 19 cm/detik 40 cm/detik 37 cm/detik

50 m 28 cm/detik 34 cm/detik 35 cm/detik

100 m 23 cm/detik 26cm/detik 32 cm/detik

Smber : Balai Taman Nasional Wakatobi (2009)

Taman Nasional Wakatobi memiliki potensi sumberdaya alam yang

bervariasi. Dari berbagai potensi sumberdaya alam tersebut, terdapat delapan

sumberdaya alam yang menjadi target konservasi, yaitu : 1).terumbu karang, 2)

padang lamun, 3). mangrove, 4). jalur migrasi paus dan lumba-lumba, 5). habitat

burung pantai , 6). pantai tempat bertelur penyu, 7). tempat memijah ikan-ikan

karang, dengan target karapu, kakap, dan napoleon, dan 8). spesies laut dan pesisir

yang memberikan manfaat ekonomi ( Balai Taman Nasional Wakatobi 2008).

Keberadaan sumberdya bakau (mangrove) di Taman Nasional Wakatobi,

memiliki peran yang sangat strategis dalam melindungi pantai dan pemukiman

penduduk dari gelombang, angin, badai serta dapat menunjang kelestarian

25

ekosistem terumbu karang, yang menjadi sumberdaya alam utama di Taman

Nasional Wakatobi. Berdasarkan hasil survei pengelola taman nasional pada tahun

2001, dari 48 buah pulau yang terdapat di kawasan taman nasional Wakatobi,

komunitas mangrove hanya ditemukan pada beberapa pulau saja. Komunitas

mangrove yang terbanyak ditemukan di Pulau Kaledupa. Pada Pulau Derawa,

Lintae Utara, Runduma dan Pulau Tomia komunitas mangrove hanya ditemukan

pada beberapa desa saja, bahkan di Pulau Binongko hanya ditemukan di Desa

Wali ( Anonim 2009)

F. Potensi Sumberdaya Manusia

1. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Wakatobi berdasarkan hasil sensus penduduk

tahun 2000 tercatat sebanyak 87.793 jiwa, terdiri dari 42.620 (48.55%) laki-laki

dan 45.173 (51.45%) perempuan. Pada tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten

Wakatobi telah mencapai 93.449 jiwa, yang terdiri dari 45.510 (48.70%) laki-laki

dan 47.939 (51.30%) perempuan. Data ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk

perempuan lebih banyak dibanding penduduk laki-laki. Dalam kurun waktu 6

tahun (2000 – 2006) tingkat pertumbuhan penduduk di Kabupaten Wakatobi

tergolong rendah, hanyak 1.1 % per tahun (Tabel 3).

Tabel 3 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan tingkat pertumbuhan rata-

rata pertahun di Kabupaten Wakatobi (2000 -2006)

Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

Pertumbuhan Penduduk/ Tahun

Tahun 2000 Tahun 2006

Laki-Laki 42.620 45.510 1.13%

Perempuan 45.173 47.939 1.02%

Jumlah 87.793 93.449 1.07%

Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi (2007)

2. Penyebaran Penduduk

Penyebaran penduduk di Kabupaten Wakatobi bervariasi antar wilayah.

Tingkat kepadatan penduduk menurut kecamatan disajikan pada Tabel 4

26

Tabel 4 Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk menurut kecamatan di

Kabupaten Wakatobi, tahun 2006

No Kecamatan Jumlah

(jiwa)

Luas Wilayah

(Km2)

Tingkat Kepadatan

Penduduk (Orang/Km2)

1. Wangi-Wangi 21.493 241,53 89

2. Wangi-Wangi Selatan 24.349 206,02 118

3. Kaledupa 9.517 45,50 209

4. Kaledupa Selatan 7.098 38,20 186

5. Tomia 6.658 47,10 141

6. Tomia Timur 9.886 42,00 235

7. Binongko 14.448 156,00 92

Jumlah 93.449 776,35 120

Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi (2007)

Tabel 4 memperlihatkan hanya dua kecamatan yang memiliki jumlah

penduduk paling tinggi, yaitu Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi

Selatan. Besarnya jumlah penduduk pada dua kecamatan tersebut karena letaknya

dekat dengan ibukota kabupaten, memiliki beberapa akses yang lebih besar

daripada kecamatan lainnya, seperti akses transportasi, ekonomi (pelabuhan besar

dan pasar), kesehatan, pendidikan dan akses lainnya.

3. Pendidikan Penduduk

Tingkat pendidikan formal penduduk di Kabupaten Wakatobi secara umum

belum menggembirakan. Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan bahwa

sebagian besar penduduk masih berpendidikan rendah. Pada tahun 2000 sebesar

79,13% penduduk Wakatobi masih berpendidikan SD ke bawah (Tabel 5).

Persentasi ini hampir sama di semua kecamatan yang ada, sehingga secara umum

kondisi pendidikan di seluruh wilayah kecamatan relatif tidak berbeda. Hal ini

diduga berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan, serta akses penduduk

terhadap pendidikan yang ada masih rendah.

4. Pekerjaan Penduduk

Kabupaten Wakatobi merupakan wilayah kepulauan, dimana potensi yang

paling menonjol dan telah ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Wakatobi

menjadi sektor unggulan utama adalah sektor perikanan dan kelautan. Namun

27

Tabel 5 Persentase pendidikan tertiggi yang ditamatkan penduduk menurut

kecamatan di Kabupaten Wakatobi, tahun 2000

No Pendidikan Kecamatan

Wakatobi Wangi-Wangi Kaledupa Tomia Binongko

1 Tidak/Belum

Sekolah

50,09

51,50

50,00

48,14

50,02

2 SD 29,97 25,54 25,66 34,71 29,11

3 SLTP 12,02 12,05 12,96 12,65 12,30

4 SLTA 6,91 9,78 9,93 3,97 7,53

5 Diploma 0,53 0,58 0,71 0,28 0,54

6 Universitas 0,48 0,55 0,75 0,25 0,51

Jumlah 100% 100% 100% 100% 100%

Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi (2007)

sampai saat ini belum direspon secara baik oleh sebagian besar penduduk. Kondisi

ini tergambar dari besarnya proporsi angkatan kerja yang bekerja sebagai petani

tanaman pangan yang masih dominan. Secara umum penduduk yang memiliki

pekerjaan sebagai petani tanaman pangan mencapai 48,1%, bahkan kalau

digabung dengan petani perkebunan jumlahnya mencapai sekitar 51,2%,

sedangkan yang tercatat memiliki pekerjaan nelayan hanya 17.7% ( Tabel 6).

Peranan sub sektor perikanan dan kelautan yang kurang dominan di

Kabupaten Wakatobi, merupakan salah satu fenomena yang perlu dicermati lebih

lanjut. Wilayah Wakatobi (97%) merupakan wilayah laut, sehingga idealnya

sebagian besar masyarakat akan bergantung pada laut sebagai potensi sumberdaya

yang ada.

G. Permasalahan dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut

Berdasarkan hasil pengamatan dan data yang tersedia, ditemukan beberapa

kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya laut di

Kabupaten Wakatobi.

1. Perilaku Masyarakat yang Merusak Terumbu Karang

Berdasarkan hasil penelitian LIPI di 52 stasiun pengamatan pada tahun

2006, dilaporkan bahwa kondisi terumbu karang di Kabupaten Wakatobi termasuk

28

Tabel 6 Distribusi penduduk usia 15 tahun ke atas menurut jenis pekerjaan di

empat kecamatan wilayah Kabupaten Wakatobi, tahun 2000

No Pendidikan Kecamatan

Wakatobi Wangi-Wangi Kaledupa Tomia Binongko

1 Petani Tanaman pangan 55,5 26,2 55,8 38,9 48,1

2 Petani Perkebunan 2,7 8,7 0,4 0,3 3,1

3 Petani Peternak 0,1 - 0,1 0,3 0,1

4 Petani Lainya 1,2 1,2 0,2 0,7 1,0

5 Nelayan 14,0 47,0 8,1 2,2 17,7

6 Pengrajin (industri) 0,6 3,5 0,9 5,7 1,8

7 Pedagang 11,1 4,0 19,5 10,1 11,2

8 Pekerja jasa 4,7 6,7 10,0 8,8 6,6

9 Sopir/Oojek) 3,3 0,7 2,2 17,9 4,2

10 Lainnya 6,8 2,0 2,8 15,1 6,2

Jumlah Penduduk 100% 100 % 100% 100% 100%

Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi (2007)

dalam kategori sedang, dengan tutupan karang hidup rata-rata mencapai 31%.

Persentasi tutupan karang hidup rata-rata terendah ditemukan di Pulau Wanci

(27%) dan yang tertinggi ditemukan di Pulau Tomia (44%), sedangkan di Pulau

Kaledupa berada dikisaran kedua pulau tersebut.

Kondisi persentase tutupan karang hidup yang ditemukan di Kabupaten

Wakatobi mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan terumbu karang

dikawasan tersebut. Berdasarkan hasil kajian aspek sosial terumbu karang yang

dilakukan LIPI pada tahun 2002, diperoleh hasil bahwa kerusakan terumbu karang

di kawasan Wakatobi telah berlangsung cukup lama. Kerusakan tersebut

disamping karena faktor alami, juga berkaitan erat dengan perilaku masyarakat

yang merusak terumbu karang, terutama penggunaan bahan dan alat tangkap yang

merusak dan penambangan karang dan pasir.

2. Penggunaan Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak Terumbu Karang

Kerusakan terumbu karang yang terkait penggunaan bahan dan alat yang

merusak terumbu karang di Kabupaten Wakatobi antara lain :

29

(a). Bubu Dasar

Sebagian nelayan di Kabupaten Wakatobi menggunakan bubu dasar untuk

menangkap ikan dikawasan terumbu karang. Misalnya di Desa Waha sekitar 20

orang nelayan mengopersikan sebanyak 100 bubu. Sekali pasang nelayan

meletakan 6 buah bubu (ukuran 100 x 50 x 30 cm). Agar bubu tidak hanyut bubu

tersebut ditindih atau dipagari dengan sekitar 20 bongkahan atau patahan karang

yang masih hidup. Dengan demikian untuk 100 buah bubu diperlukan sekitar 2-3

m3 karang. Bubu dipindahkan sebanyak 2 kali per minggu. Diperlukan batu

karang 24-36 m3 per bulan atau 120-180 m

3 per musim/tahun. Dari perhitungan

ini LIPI memperkirakan kerusakan terumbu karang di Desa Waha akibat

penggunaan bubu dasar sekitar 150 m3/tahun.

(b). Bius (Potasium)

Penggunaan bius oleh sebagian nelayan telah sejak lama digunakan di

Wakatobi, yaitu pertengahan tahun 1980-an untuk menangkap ikan karang hidup,

dan pada akhir tahun 1990-an untuk menangkap lobster. Dampak penggunaan

bius menimbulkan kerusakan yang cukup besar terhadap ekosistem terumbu

karang.

(c ). Cungkil Batu

Penangkapan gurita marak dilakukan di Kabupaten Wakatobi, karena nilai

jualnya relatif tinggi (Rp.20.000/kg). Permasalahan muncul karena penangkapan

gurita dilakukan dengan cara membongkar atau menghancurkan terumbu karang,

dimana gurita sering berlindung.

(d). Bom Ikan

Penggunaan bom untuk menangkap ikan pernah marak dilakukan di

kabupaten Wakatobi, sekitar 15 km karang di perairan Waha rusak akibat

penggunaan bom oleh nelayan. Pada saat penelitian, pengguaan bom sudah tidak

ditemukan lagi.

3. Penambangan Batu Karang dan Pasir

Penambangan batu karang dan pasir mempunyai konstribusi yang cukup

signifikan terhadap terjadinya degradasi sumberdaya laut di Kabupaten Wakatobi.

Kegiatan ini hampir menyebar di seluruh kawasan. Pengambilan batu karang

30

mulai marak sejak tahun 1970-an, ketika masyarakat mulai membangun rumah

permanen dengan pondasi rumah dari batu karang. Kebutuhan akan batu karang

dan pasir semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya pembangunan Kota

Wanci sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Wakatobi.

Secara resmi penambangan batu karang dan pasir saat ini telah dilarang oleh

pemerintah setempat. Tetapi kegiatan tersebut belum bisa berhenti sama sekali,

karena merupakan sumber pendapatan sebagian penduduk, khususnya

penambang. Di beberapa tempat penambangan pasir masih terus terjadi secara

intensif, dan akan berhenti jika diketahui akan adanya patroli dari aparat

pemerintah. Bahkan pada beberapa tempat pengambilan pasir dilakukan pada

malam hari secara sembunyi-sembunyi.

4. Pengambilan Kayu Bakau

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian berlangsung, pengambilan

kayu bakau oleh mansyarakat masih berlangsung sampai sekarang, terutama

untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar, dalam kehidupan sehari-hari.

H. Aksesibilitas

Transpotasi menuju Taman Nasional Wakatobi masih relatif terbatas. Dari

ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara (Kendari), Taman Nasional Wakatobi saat

ini hanya dapat ditempuh lewat perjalanan laut dengan dua alternatif, yaitu:

pertama melalui rute Kendari- Bau-Bau - Wanci, dan kedua rute Kendari-Wanci

(Gambar 3)

Rute pertama dari Kendari-Bau-Bau-Wanci ditempuh dengan menggunakan

kapal cepat (motor vessel) dari Kendari ke Bau-Bau, dengan waktu tempuh ± 4

jam. Selanjutnya dari Bau-Bau ke Wanci dilanjutkan dengan kapal kayu, dengan

waktu tempuh ± 9 jam. Kapal Kendari-Bau-Bau pulang pergi 2 kali dalam sehari,

dan dari Bau-Bau ke Wanci hanya 1 kali dalam sehari. Rute kedua yaitu dari

Kendari-Wanci ditempuh dengan menggunkan kapal kayu secara reguler 3 kali

seminggu, dengan waktu tempuh ± 12 jam.

Pulau Kaledupa dapat ditempuh dengan kapal kayu dari Wanci, dengan

waktu tempuh ± 2 jam. Untuk menuju Pulau Tomia dapat ditempuh dari Wanci

selama ± 2 jam dengan speed boat atau kapal kayu, dan dari Tomia ke Pulau

Binongko dapat ditempuh dengan kapal kayu ± 1 jam. Rute Wanci- Kaledupa dan

31

#Y Ke nda ri

#Y

#Y

#Y

KAB UPATEN WAKATOB I

P. Sulawes i

P. W a won ii

Rah a

Ba u-Ba u

W an gi - W ang i

P. Ka le dup a

P. Tom ia

P. Bino ngko

P. Ka bae na

P. M una

P. Buton

122°

122°

123°

123°

124°

124° Peta Jalur Trans porta si Laut

Dari Ibukota Propinsi

Ke Taman N asional W ak atobi

N

EW

S

20 0 20 40 km

Ketera nga n :

Ga ris Pan tai

Ja lu r Tran sp orta si

Darat

#Y Ibuko ta Ka bup ate n/Kota

Pe ta Inde ks :

J am i li

N RP. G 363070071

Program Studi B io log i T um buhan

Sekolah Pas casar jana

Insti tu t Pertan ian Bogor

dari Wanci-Tomia dilayani secara reguler 1 kali/hari, sedangkan rute Tomia-

Binongko 3 kali/minggu.

Gambar 3 Jalur transportasi laut dari ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara

(Kendari) menuju Taman Nasional Wakatobi.

Aksesibilitas menuju menuju pulau-pulau di Kabupaten Wakatobi sangat

sulit dicapai dengan transportasi laut pada saat musim timur (Juni-Agustus), dan

musim barat (Desember-Februari) karena gelombang laut sangat besar. Musim

yang relatif tenang dan nyaman untuk perjalanan laut di Wakatobi adalah pada

bulan September- November dan pada bulan Maret-Mei.