Upload
buixuyen
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
20
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografi
Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi
Sulawesi Tenggara. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Buton
yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2003. Pemerintah
pusat pada tahun 1995 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
462/KPTS-11/1995 telah menetapkan bahwa wilayah Wakatobi sebagai Taman
Wisata Alam Laut. Dasar penetapan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa
Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu wilayah yang mempunyai
keanekaragaman laut yang terlengkap di dunia. Pada tahun 1996 dengan SK
Menteri Kehutanan Nomor 393/KPTS-VI/1996 status daerah tersebut
ditingkatkan menjadi wilayah konservasi, dengan status Taman Nasional. Luas
kawasan taman Nasional Wakatobi adalah 1.390.000 ha, sama persis atau overlap
dengan luas wilayah Kabupaten Wakatobi. Secara geografis kawasan Taman
Nasional Wakatobi terletak di sebelah timur Pulau Buton, dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Buton dan
Muna, Sebelah timur berbatasan dengan Laut Banda. Sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Buton, dan Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores.
Secara astronomis, wilayah Taman Nasional Wakatobi terletak antara 5o12’
Lintang Selatan hingga 6o10’ Lintang Selatan dan 123
o20’ Bujur Timur hingga
124o39’ Bujur Timur. Wilayah Taman Nasional Wakatobi terdiri atas 48 pulau, 3
gosong dan 5 atol (Gambar 2).
Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007
tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, maka semua pulau
pada kawasan Taman Nasional tergolong ke dalam pulau kecil. Dalam undang-
undang tersebut yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih
kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya.
Terbentuknya kepulauan Wakatobi dimulai sejak zaman tersier hingga akhir
zaman Miosen. Pembentukan pulau-pulau di kawasan ini akibat adanya proses
geologi berupa sesar geser, sesar naik maupun sesar turun dan lipatan yang tidak
dapat dipisahkan dari bekerjanya gaya tektonik yang berlangsung sejak zaman
21
Gambar 2 Peta wilayah Taman Nasional Wakatobi (Sumber : Balai Taman
Nasional Wakatobi 2009)
dulu hingga sekarang. Kawasan di sekitar Sulawesi, laut Flores, Laut Banda dan
Laut Jawa bagian Timur merupakan kawasan dinamis yang mengalami interaksi
tiga lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia di sebelah barat, lempeng Indo-
Australia di sebelah selatan dan lempeng Filipina di sebelah utara ke arah timur
laut (Daly et al. 1991). Ketiga lempeng ini mengakibatkan tekanan dan tarikan,
baik dari arah barat-timur maupun utara-selatan. Lempeng dasar dari kepulauan
Wakatobi merupakan pecahan lempeng dasar yang berasal dari Papua Nugini.
Lempeng ini memanjang sekitar 200 km ke arah barat laut dan tenggara. Dasar
dari lempeng ini tidak berasal dari vulkanik dan selama ini tidak pernah tercatat
adanya aktivitas vulkanik di daerah Wakatobi ( Hamilton 1979).
B. Topografis
Secara geografis kondisi bentang alam daratan pulau-pulau di kawasan
Taman Nasional Wakatobi relatif kering, bergelombang dan berbukit-bukit. Jenis
tanahnya bervariasi dari batuan kapur, pasir putih, dan tanah lempung. Tanah di
22
daerah ini kurang begitu subur untuk usaha bercocok tanam. Peta geologi Lembar
Kepulauan Tukang Besi Sulawesi Tenggara skala 1:25.000 tahun 1994
menunjukkan bahwa secara umum formasi geologi Wakatobi dikelompokkan
kedalam formasi geologi Qpl dengan jenis bahan induk yaitu batu gamping coral.
Beberapa vegetasi yang bisa ditanam atau bisa tumbuh antara lain jambu mete,
kelapa, ubi kayu, dan jagung. Tanaman keras yang umum tumbuh di wilayah ini
adalah pohon asam (Tamarindus indicus).
C. Iklim
Berdasarkan hasil analisa data curah hujan dalam penentuan tipe iklim
menggunakan sistem klasifikasi Schmidth-Fergusson sebagian besar daerah di
Sulawesi Tenggara memiliki tipe iklim A dan B. Sedangkan berdasarkan sistem
klasifikasi Oldeman sebagian besar wilayah Sulawesi Tenggara memiliki zona
agroklimat B (Stasiun Maritim Kendari 2006).
Jumlah curah hujan di Kabupaten Wakatobi tidak tinggi sepanjang tahun.
Menurut data curah hujan selama 10 tahun (1993-2002), curah hujan terendah
terjadi pada bulan September, rata- rata hanya mencapai 4,7 mm/th dan curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari, dengan rata-rata mencapai 149,2 mm/th.
Sumber mata air di Kabupaten Wakatobi pada umumnya berasal dari air tanah dan
gua-gua karst. Sedangkan air permukaan atau sungai kecil hanya ditemukan di
wilayah Kecamatan Wangi-Wangi dan Kaledupa, terutama pada musim
penghujan. Data curah hujan antara tahun 1993 hingga tahun 2002 di Wakatobi
disajikan pada Tabel 1.
Keadaan angin di Wakatobi sangat dipengaruhi oleh angin muson yang
secara garis besar dapat dibagi menjadi angin musim barat (Desember-Maret) dan
angin musim timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan
April-Mei dan Oktober-Nopember. Kecepatan angin pada musim barat bervariasi
antara 7 sampai 20 knot per jam, yang umumnya bertiup dari barat daya sampai
barat laut. Angin kencang dengan kecepatan 20 knot/ jam biasanya terjadi antara
bulan Desember-Februari. Pada musim timur kecepatan angin berkisar antara 7
sampai 15 knot/ jam yang bertiup dari arah timur sampai tenggara.
23
Tabel 1 Data curah hujan Stasiun Waha Kecamatan Tomia Kabupaten Buton
(sekarang Wakatobi) antara tahun 1993-2002 (10 tahun)
Bulan Tahun
Jumlah
(cm)
Rerata
(cm) 93 94 95 96 97 98 99 00 01 02
Jan. 121 131 343 150 37 8 182 269 X 102 1343 149,2
Feb. 185 145 188 62 42 67 76 250 X 303 1318 146,4
Maret 141 185 78 18 7 175 115 170 148 127 1164 116,4
April 399 119 77 29 34 416 363 188 - 211 1836 204
Mei 103 29 78 37 10 180 123 167 60 X 787 87,4
Juni 280 - 55 65 20 336 - 235 132 X 1123 140,4
Juli 38 - 15 14 3 241 7 X 31 X 349 49,9
Agus. 40 - 0 6 - 9 12 3 X X 70 14
Sep. - - - 6 - - 4 4 X X 14 4,7
Okt. - - - 21 - 20 29 113 X X 183 45,7
Nop. 10 95 55 38 6 106 X 169 X X 479 68,4
Des. 159 38 223 108 54 X X 238 X X 820 136,7
Keterangan : X tidak ada data; - tidak ada hujan
Sumber : Data stasiun klimatologi kelas 1 Panakukang Maros diacu dalam stasiun
maritim Kendari (2006)
D. Kualitas Perairan
Perairan Taman Nasional Wakatobi tergolong masih bersih. Hasil
pengukuran kualitas perairan disajikan pada Tabel 2.
E. Potensi Sumberdaya Alam
Hampir seluruh wilayah Taman Nasional Wakatobi (97%) adalah lautan,
sedangkan sisanya 3% merupakan daratan. Daratan utama di wilayah ini terdapat
di empat pulau, yaitu Pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.
Potensi sumberdaya alam terbesar daerah ini berada di laut, terutama ikan,
budidaya laut dan terumbu karang yang menjadi salah satu objek wisata. Sebagian
besar penduduk di kawasan Taman Nasional Wakatobi menggantungkan
kehidupannya pada sumberdaya laut.
24
Tabel 2 Parameter fisika-kimia perairan Taman Nasional Wakatobi
No Parameter Perairan
Wangi-Wangi Kaledupa Tomia Binongko
1. DO (ppm) 6,35 ± 0,40 6,22 ± 0,64 6,54 ± 0,51 6,37 ± 0,51
2. pH 8,20 ± 0,02 8,24 ± 0,13 8,30 ± 0,10 8,23 ± 0,09
3. Salinitas (‰) 34,50 ± 0,20 35 34,90 ± 0,20 34,80 ± 0,20
4. TTS (mg/l) 3,77 ± 0,64 3,99 ± 0,39 3,99 ± 0,39 3,90 ± 0,39
5. Nitrat (ppb) 1,77 ± 2,42 1,74 ± 2,86 2,85 ± 5,04 2,12 ± 3,5
6. Nitrit (ppb) 0,90 ± 1,34 0,07 ± 0,28 - -
7. Fosfat (ppb) 4,28 ± 2,28 3,98 ± 1,95 5,34 ± 2,42 4,50 ± 2,0
8. Suhu (oC)
2 m 27,26 – 28,73 27,26 – 28,73 27,26 – 28,73 27,26 – 28,73
50 m 23,88 – 27,53 23,88 – 27,53 23,88 – 27,53 23,88 – 27,53
9. Kecerahan (%) 70,80 – 86,10 70,80 – 86,10 70,80 – 86,10 70,80 – 86,10
10. Kekeruhan
(NTU)
< 1 < 1 < 1
11. Intensitas
Matahari (m)
55 - 122 55 - 122 55 - 122
12. Arus air
13 m 25 cm/detik 40 cm/detik 37 cm/detik
20 m 19 cm/detik 40 cm/detik 37 cm/detik
50 m 28 cm/detik 34 cm/detik 35 cm/detik
100 m 23 cm/detik 26cm/detik 32 cm/detik
Smber : Balai Taman Nasional Wakatobi (2009)
Taman Nasional Wakatobi memiliki potensi sumberdaya alam yang
bervariasi. Dari berbagai potensi sumberdaya alam tersebut, terdapat delapan
sumberdaya alam yang menjadi target konservasi, yaitu : 1).terumbu karang, 2)
padang lamun, 3). mangrove, 4). jalur migrasi paus dan lumba-lumba, 5). habitat
burung pantai , 6). pantai tempat bertelur penyu, 7). tempat memijah ikan-ikan
karang, dengan target karapu, kakap, dan napoleon, dan 8). spesies laut dan pesisir
yang memberikan manfaat ekonomi ( Balai Taman Nasional Wakatobi 2008).
Keberadaan sumberdya bakau (mangrove) di Taman Nasional Wakatobi,
memiliki peran yang sangat strategis dalam melindungi pantai dan pemukiman
penduduk dari gelombang, angin, badai serta dapat menunjang kelestarian
25
ekosistem terumbu karang, yang menjadi sumberdaya alam utama di Taman
Nasional Wakatobi. Berdasarkan hasil survei pengelola taman nasional pada tahun
2001, dari 48 buah pulau yang terdapat di kawasan taman nasional Wakatobi,
komunitas mangrove hanya ditemukan pada beberapa pulau saja. Komunitas
mangrove yang terbanyak ditemukan di Pulau Kaledupa. Pada Pulau Derawa,
Lintae Utara, Runduma dan Pulau Tomia komunitas mangrove hanya ditemukan
pada beberapa desa saja, bahkan di Pulau Binongko hanya ditemukan di Desa
Wali ( Anonim 2009)
F. Potensi Sumberdaya Manusia
1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Wakatobi berdasarkan hasil sensus penduduk
tahun 2000 tercatat sebanyak 87.793 jiwa, terdiri dari 42.620 (48.55%) laki-laki
dan 45.173 (51.45%) perempuan. Pada tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten
Wakatobi telah mencapai 93.449 jiwa, yang terdiri dari 45.510 (48.70%) laki-laki
dan 47.939 (51.30%) perempuan. Data ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk
perempuan lebih banyak dibanding penduduk laki-laki. Dalam kurun waktu 6
tahun (2000 – 2006) tingkat pertumbuhan penduduk di Kabupaten Wakatobi
tergolong rendah, hanyak 1.1 % per tahun (Tabel 3).
Tabel 3 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan tingkat pertumbuhan rata-
rata pertahun di Kabupaten Wakatobi (2000 -2006)
Jenis Kelamin Jumlah Penduduk
Pertumbuhan Penduduk/ Tahun
Tahun 2000 Tahun 2006
Laki-Laki 42.620 45.510 1.13%
Perempuan 45.173 47.939 1.02%
Jumlah 87.793 93.449 1.07%
Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi (2007)
2. Penyebaran Penduduk
Penyebaran penduduk di Kabupaten Wakatobi bervariasi antar wilayah.
Tingkat kepadatan penduduk menurut kecamatan disajikan pada Tabel 4
26
Tabel 4 Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk menurut kecamatan di
Kabupaten Wakatobi, tahun 2006
No Kecamatan Jumlah
(jiwa)
Luas Wilayah
(Km2)
Tingkat Kepadatan
Penduduk (Orang/Km2)
1. Wangi-Wangi 21.493 241,53 89
2. Wangi-Wangi Selatan 24.349 206,02 118
3. Kaledupa 9.517 45,50 209
4. Kaledupa Selatan 7.098 38,20 186
5. Tomia 6.658 47,10 141
6. Tomia Timur 9.886 42,00 235
7. Binongko 14.448 156,00 92
Jumlah 93.449 776,35 120
Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi (2007)
Tabel 4 memperlihatkan hanya dua kecamatan yang memiliki jumlah
penduduk paling tinggi, yaitu Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi
Selatan. Besarnya jumlah penduduk pada dua kecamatan tersebut karena letaknya
dekat dengan ibukota kabupaten, memiliki beberapa akses yang lebih besar
daripada kecamatan lainnya, seperti akses transportasi, ekonomi (pelabuhan besar
dan pasar), kesehatan, pendidikan dan akses lainnya.
3. Pendidikan Penduduk
Tingkat pendidikan formal penduduk di Kabupaten Wakatobi secara umum
belum menggembirakan. Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan bahwa
sebagian besar penduduk masih berpendidikan rendah. Pada tahun 2000 sebesar
79,13% penduduk Wakatobi masih berpendidikan SD ke bawah (Tabel 5).
Persentasi ini hampir sama di semua kecamatan yang ada, sehingga secara umum
kondisi pendidikan di seluruh wilayah kecamatan relatif tidak berbeda. Hal ini
diduga berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan, serta akses penduduk
terhadap pendidikan yang ada masih rendah.
4. Pekerjaan Penduduk
Kabupaten Wakatobi merupakan wilayah kepulauan, dimana potensi yang
paling menonjol dan telah ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Wakatobi
menjadi sektor unggulan utama adalah sektor perikanan dan kelautan. Namun
27
Tabel 5 Persentase pendidikan tertiggi yang ditamatkan penduduk menurut
kecamatan di Kabupaten Wakatobi, tahun 2000
No Pendidikan Kecamatan
Wakatobi Wangi-Wangi Kaledupa Tomia Binongko
1 Tidak/Belum
Sekolah
50,09
51,50
50,00
48,14
50,02
2 SD 29,97 25,54 25,66 34,71 29,11
3 SLTP 12,02 12,05 12,96 12,65 12,30
4 SLTA 6,91 9,78 9,93 3,97 7,53
5 Diploma 0,53 0,58 0,71 0,28 0,54
6 Universitas 0,48 0,55 0,75 0,25 0,51
Jumlah 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi (2007)
sampai saat ini belum direspon secara baik oleh sebagian besar penduduk. Kondisi
ini tergambar dari besarnya proporsi angkatan kerja yang bekerja sebagai petani
tanaman pangan yang masih dominan. Secara umum penduduk yang memiliki
pekerjaan sebagai petani tanaman pangan mencapai 48,1%, bahkan kalau
digabung dengan petani perkebunan jumlahnya mencapai sekitar 51,2%,
sedangkan yang tercatat memiliki pekerjaan nelayan hanya 17.7% ( Tabel 6).
Peranan sub sektor perikanan dan kelautan yang kurang dominan di
Kabupaten Wakatobi, merupakan salah satu fenomena yang perlu dicermati lebih
lanjut. Wilayah Wakatobi (97%) merupakan wilayah laut, sehingga idealnya
sebagian besar masyarakat akan bergantung pada laut sebagai potensi sumberdaya
yang ada.
G. Permasalahan dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut
Berdasarkan hasil pengamatan dan data yang tersedia, ditemukan beberapa
kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya laut di
Kabupaten Wakatobi.
1. Perilaku Masyarakat yang Merusak Terumbu Karang
Berdasarkan hasil penelitian LIPI di 52 stasiun pengamatan pada tahun
2006, dilaporkan bahwa kondisi terumbu karang di Kabupaten Wakatobi termasuk
28
Tabel 6 Distribusi penduduk usia 15 tahun ke atas menurut jenis pekerjaan di
empat kecamatan wilayah Kabupaten Wakatobi, tahun 2000
No Pendidikan Kecamatan
Wakatobi Wangi-Wangi Kaledupa Tomia Binongko
1 Petani Tanaman pangan 55,5 26,2 55,8 38,9 48,1
2 Petani Perkebunan 2,7 8,7 0,4 0,3 3,1
3 Petani Peternak 0,1 - 0,1 0,3 0,1
4 Petani Lainya 1,2 1,2 0,2 0,7 1,0
5 Nelayan 14,0 47,0 8,1 2,2 17,7
6 Pengrajin (industri) 0,6 3,5 0,9 5,7 1,8
7 Pedagang 11,1 4,0 19,5 10,1 11,2
8 Pekerja jasa 4,7 6,7 10,0 8,8 6,6
9 Sopir/Oojek) 3,3 0,7 2,2 17,9 4,2
10 Lainnya 6,8 2,0 2,8 15,1 6,2
Jumlah Penduduk 100% 100 % 100% 100% 100%
Sumber : Biro Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi (2007)
dalam kategori sedang, dengan tutupan karang hidup rata-rata mencapai 31%.
Persentasi tutupan karang hidup rata-rata terendah ditemukan di Pulau Wanci
(27%) dan yang tertinggi ditemukan di Pulau Tomia (44%), sedangkan di Pulau
Kaledupa berada dikisaran kedua pulau tersebut.
Kondisi persentase tutupan karang hidup yang ditemukan di Kabupaten
Wakatobi mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan terumbu karang
dikawasan tersebut. Berdasarkan hasil kajian aspek sosial terumbu karang yang
dilakukan LIPI pada tahun 2002, diperoleh hasil bahwa kerusakan terumbu karang
di kawasan Wakatobi telah berlangsung cukup lama. Kerusakan tersebut
disamping karena faktor alami, juga berkaitan erat dengan perilaku masyarakat
yang merusak terumbu karang, terutama penggunaan bahan dan alat tangkap yang
merusak dan penambangan karang dan pasir.
2. Penggunaan Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak Terumbu Karang
Kerusakan terumbu karang yang terkait penggunaan bahan dan alat yang
merusak terumbu karang di Kabupaten Wakatobi antara lain :
29
(a). Bubu Dasar
Sebagian nelayan di Kabupaten Wakatobi menggunakan bubu dasar untuk
menangkap ikan dikawasan terumbu karang. Misalnya di Desa Waha sekitar 20
orang nelayan mengopersikan sebanyak 100 bubu. Sekali pasang nelayan
meletakan 6 buah bubu (ukuran 100 x 50 x 30 cm). Agar bubu tidak hanyut bubu
tersebut ditindih atau dipagari dengan sekitar 20 bongkahan atau patahan karang
yang masih hidup. Dengan demikian untuk 100 buah bubu diperlukan sekitar 2-3
m3 karang. Bubu dipindahkan sebanyak 2 kali per minggu. Diperlukan batu
karang 24-36 m3 per bulan atau 120-180 m
3 per musim/tahun. Dari perhitungan
ini LIPI memperkirakan kerusakan terumbu karang di Desa Waha akibat
penggunaan bubu dasar sekitar 150 m3/tahun.
(b). Bius (Potasium)
Penggunaan bius oleh sebagian nelayan telah sejak lama digunakan di
Wakatobi, yaitu pertengahan tahun 1980-an untuk menangkap ikan karang hidup,
dan pada akhir tahun 1990-an untuk menangkap lobster. Dampak penggunaan
bius menimbulkan kerusakan yang cukup besar terhadap ekosistem terumbu
karang.
(c ). Cungkil Batu
Penangkapan gurita marak dilakukan di Kabupaten Wakatobi, karena nilai
jualnya relatif tinggi (Rp.20.000/kg). Permasalahan muncul karena penangkapan
gurita dilakukan dengan cara membongkar atau menghancurkan terumbu karang,
dimana gurita sering berlindung.
(d). Bom Ikan
Penggunaan bom untuk menangkap ikan pernah marak dilakukan di
kabupaten Wakatobi, sekitar 15 km karang di perairan Waha rusak akibat
penggunaan bom oleh nelayan. Pada saat penelitian, pengguaan bom sudah tidak
ditemukan lagi.
3. Penambangan Batu Karang dan Pasir
Penambangan batu karang dan pasir mempunyai konstribusi yang cukup
signifikan terhadap terjadinya degradasi sumberdaya laut di Kabupaten Wakatobi.
Kegiatan ini hampir menyebar di seluruh kawasan. Pengambilan batu karang
30
mulai marak sejak tahun 1970-an, ketika masyarakat mulai membangun rumah
permanen dengan pondasi rumah dari batu karang. Kebutuhan akan batu karang
dan pasir semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya pembangunan Kota
Wanci sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Wakatobi.
Secara resmi penambangan batu karang dan pasir saat ini telah dilarang oleh
pemerintah setempat. Tetapi kegiatan tersebut belum bisa berhenti sama sekali,
karena merupakan sumber pendapatan sebagian penduduk, khususnya
penambang. Di beberapa tempat penambangan pasir masih terus terjadi secara
intensif, dan akan berhenti jika diketahui akan adanya patroli dari aparat
pemerintah. Bahkan pada beberapa tempat pengambilan pasir dilakukan pada
malam hari secara sembunyi-sembunyi.
4. Pengambilan Kayu Bakau
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian berlangsung, pengambilan
kayu bakau oleh mansyarakat masih berlangsung sampai sekarang, terutama
untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar, dalam kehidupan sehari-hari.
H. Aksesibilitas
Transpotasi menuju Taman Nasional Wakatobi masih relatif terbatas. Dari
ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara (Kendari), Taman Nasional Wakatobi saat
ini hanya dapat ditempuh lewat perjalanan laut dengan dua alternatif, yaitu:
pertama melalui rute Kendari- Bau-Bau - Wanci, dan kedua rute Kendari-Wanci
(Gambar 3)
Rute pertama dari Kendari-Bau-Bau-Wanci ditempuh dengan menggunakan
kapal cepat (motor vessel) dari Kendari ke Bau-Bau, dengan waktu tempuh ± 4
jam. Selanjutnya dari Bau-Bau ke Wanci dilanjutkan dengan kapal kayu, dengan
waktu tempuh ± 9 jam. Kapal Kendari-Bau-Bau pulang pergi 2 kali dalam sehari,
dan dari Bau-Bau ke Wanci hanya 1 kali dalam sehari. Rute kedua yaitu dari
Kendari-Wanci ditempuh dengan menggunkan kapal kayu secara reguler 3 kali
seminggu, dengan waktu tempuh ± 12 jam.
Pulau Kaledupa dapat ditempuh dengan kapal kayu dari Wanci, dengan
waktu tempuh ± 2 jam. Untuk menuju Pulau Tomia dapat ditempuh dari Wanci
selama ± 2 jam dengan speed boat atau kapal kayu, dan dari Tomia ke Pulau
Binongko dapat ditempuh dengan kapal kayu ± 1 jam. Rute Wanci- Kaledupa dan
31
#Y Ke nda ri
#Y
#Y
#Y
KAB UPATEN WAKATOB I
P. Sulawes i
P. W a won ii
Rah a
Ba u-Ba u
W an gi - W ang i
P. Ka le dup a
P. Tom ia
P. Bino ngko
P. Ka bae na
P. M una
P. Buton
6°
6°
5°
5°
4°
4°
122°
122°
123°
123°
124°
124° Peta Jalur Trans porta si Laut
Dari Ibukota Propinsi
Ke Taman N asional W ak atobi
N
EW
S
20 0 20 40 km
Ketera nga n :
Ga ris Pan tai
Ja lu r Tran sp orta si
Darat
#Y Ibuko ta Ka bup ate n/Kota
Pe ta Inde ks :
J am i li
N RP. G 363070071
Program Studi B io log i T um buhan
Sekolah Pas casar jana
Insti tu t Pertan ian Bogor
dari Wanci-Tomia dilayani secara reguler 1 kali/hari, sedangkan rute Tomia-
Binongko 3 kali/minggu.
Gambar 3 Jalur transportasi laut dari ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara
(Kendari) menuju Taman Nasional Wakatobi.
Aksesibilitas menuju menuju pulau-pulau di Kabupaten Wakatobi sangat
sulit dicapai dengan transportasi laut pada saat musim timur (Juni-Agustus), dan
musim barat (Desember-Februari) karena gelombang laut sangat besar. Musim
yang relatif tenang dan nyaman untuk perjalanan laut di Wakatobi adalah pada
bulan September- November dan pada bulan Maret-Mei.