Intoksikasi Organofosfat PBL Blok 29

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Organofosfatgejala

Citation preview

Intoksikasi OrganofosfatYosep SutandarMahasiswa Semester VIIFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510AbstrakWalaupun dalam jumlah dan ukuran kecil tetapi pestisida jelas menimbulkan keracunan pada manusia karena efeknya intoksikasi. Data kematian akibat pajanan dengan pestisida tersebut jarang dijumpai, diduga setiap kematian yang terjadi tidak lebih akibat dari 100 kasus keracunan yang tidak fatal. Survei statistik mengenai morbiditas dan mortalitas menunjukkan penurunan jumlah kematian karena kecelakaan dalam penggunaan pestisida. Insektisida organofosfat adalah diantara pestisida yang paling toksik pada manusia dan paling banyak frekuensinya ditemukan keracunan insektisida. Tertelan sedikit saja seperti 2 mg pada anak-anak dapat menimbulkan kematian.Bunuh diri dan keracunan organofosfat menyebabkan 200.000 kematian setiap tahunnya di negara berkembang.Kata kunci: Intoksikasi, Organofosfat, mortalitas.AbstractEven in small amount and particle of pesticide, but pesticide clearly causing intoxication. Mortality caused by exposure of pesticide is rarely be founded, allegedly ecery death caused by intoxication less then 100 cases. Statistic about morbidity and mortality showed that decreasing of motrality in utility of pesticide.Organophosphate is the most toxic pesticide for human being and the most frequent founded in intoxication cases. Children whos exposed only with 2 mg of organophosphate can cause in death. Intention to suicide and intoxication organophosphate cause 200.000 death annualy in development country. Key words: Intoxication, Organophosphate, Mortality.AnamnesisAnamnesis merupakan waancara mendis yang merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yuang profesional dan optimal.1Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:1. Identitas pasien2. Riwayat penyakit sekarangf3. Riwayat penyakit dahulu4. Riwayat kesehatan keluarga5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budayaIdentitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaiatan dengan masalah klinik maupun gangguang sistem organ tertentu.Keluhan utama adalah kuluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya diteluskan secara singkat berserta lamanya, seperti menuliskan judul berita utama surat kabar. Misalnya badan panas sejak 3 hari yang lalu. Menggali pertanyaan terhadap dokter atau keluarga pasien atau saksi mata, yaitu dengan menanyakan Nama pasien, usia, jenis kelamin, nomor telepon yang bisa dihubungi, lokasi pasien; Pertolongan yang sudah diberikan?; Seberapa banyak cairan tersebut terminum?; Apa gejala yang terjadi/ keadaan pasien terakhir?; Apa pasien mengalami kejang, muntah atau tidak. PemeriiksaanPemeriksaan Fisik Pemeriksaan Kesadaran a. secara kualitatif Seseorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Orang normal dapat berada dalam keadaan : sadar, mengantuk atau tidur. Bila ia tidur, ia dapat disadarkan oleh rangsang, misalnya rangsang nyeri, bunyi atau gerak. Rangsang ini disampaikan pada sistem aktivitas retikuler, yang berfungsi mempertahankan kesadaran. Sistem aktifitas retikuler terletak di bagian atas batang otak, terutama di mesensefalon dan hipotalamus. Lesi di otak, yang terletak di atas hipotalamus tidak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kecuali bila lesinya luas dan bilateral. Lesi fokal di cerebrum, misalnya oleh tumor atau strok, tidak akan menyebabkan koma, kecuali bila letaknya dalam dan mengganggu hipotalamus.Dalam memeriksa tingkat kesadaran, seorang dokter melakukan inspeksi, konversasi dan bila perlu memberikan rangsang nyeri.21. Inspeksi. Perhatikan apakah pasien berespons secara wajar terhadap stimulus visual, auditoar dan taktil yang ada di sekitarnya.2. Konversasi. Apakah pasien memberikan reaksi wajar terhadap suara konversasi, atau dapat dibangunkan oleh suruhan atau pertanyaan yang disampaikan dengan suara yang kuat ?3. Nyeri. Bagaimana respons pasien terhadap rangsang nyeri ?Perubahan Patologis Tingkat KesadaranPenyakit dapat mengubah tingkat kesadaran ke dua arah, yaitu : meningkatkan atau menurunkan tingkat kesadaran. Peningkatan tingkat kesadaran dapat pula mendahului penurunan kesadaran, jadi merupakan suatu siklus. Pada kesadaran yang meningkat atau eksitasi serebral dapat ditemukan tremor, euforia, dan mania. Pada mania, penderitanya dapat merasakan ia hebat ("grandios"); alur pikiran cepat berubah, hiperaktif, banyak bicara dan insomnia (tak dapat atau sulit tidur).2Delirium. Penderita delirium menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur- bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien tampak gaduh-gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktivitas motoriknya meningkat meronta-ronta. Penyebab delirium beragam, diantaranya ialah kurang tidur oleh berbagai obat, dan gangguan metabolik toksik. Pada manula, delirum kadang didapatkan waktu malam hari. Penghentian mendadak obat anti-depresan yang telah lama digunakan dapat menyebabkan delirium-tremens. Demikian juga bila pecandu alkohol mendadak menghentikan minum alkohol dapat mengalami keadaan deilrium dengan keadaan gaduh-gelisah.Secara sederhana tingkat kesadaran dapat dibagi atas: kesadaran yang normal (kompos mentis), somnolen, sopor, koma-ringan dan koma.Somnolen. Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai: latergi, obtundasi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.Sopor (stupor). Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.Koma-ringan (semi-koma). Pada keadaan ini, tidak ada respons terhadap rangsang verbal. Refleks (kornea, pupil dlsbnya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respons terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban "primitif. Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.Koma (dalam atau komplit). Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.Pembagian tingkat kesadaran di atas merupakan pembagian dalam pengertian klinis, dan batas antara tingkatan ini tidak tegas. Tidaklah mengherankan bila kita menjumpai penggunaan kata soporo-koma, somnolen-sopor. b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale ) 1. Menilai respon membuka mata (E - Eye) (4) : spontan (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata). (2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) (1) : tidak ada respon 2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V - Verbal) (5) : orientasi baik (4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu. (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)(2) : suara tanpa arti (mengerang) (1) : tidak ada respon 3. Menilai respon motorik (M - Motor) (6) : mengikuti perintah (5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : tidak ada respon Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol EVM Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan : (Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))Pemeriksaan Tanda-Tanda VitalTanda-tanda vitalTanda-tanda vital merupakan enam parameter tubuh: tekanan-darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh. Pentingnya tanda-tanda vital ini dalam perawatan pasien sehari-hari, tidak dapat terlalu dilebih-lebihkan. Perhatian yang diberikan untuk pemantauan dan interpretasi parameter-parameter ini oleh staf perawat selama perawatan pasien di rumah sakit menunjukkan bahwa tanda-tanda vital ini penting dan unik. Parameter-parameter ini menilai fungsi fisiologis sebagai dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya. Sebagian kesalahan paling serius yang dilakukan oleh para dokter muda disebabkan oleh kegagalan menginterpretasikan atau bereaksi terhadap perubahan tanda- tanda vital.3Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia. merupakan gambaran karakteristik dari takar lajak narkotika, klonidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofilin. Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan karena obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik, sali- silat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan otot. Hipotermia dapai disebabkan uieh takar lajak yang berat dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus intravena pada suhu kamar.Denyut Nadi Normal :Frekuensi Pernapasan Normal:Bayi : 120 - 150 x / menitBayi : 25 - 50 x / menitAnak : 80 - 150 x / menitAnak : 15 - 30 x / menitDewasa: 60 - 90 x / menitDewasa : 12 - 20 x / menitMataMata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi pupil (miosis) adalah khas untuk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta koma yang dalam akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antimuskarinik lain. Nistag- mus horizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan obat sedatif lain. Adanya nistag- mus horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat akan keracunan fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia merupakan gambaran karakteristik dari botulisme.MulutMulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat korosif, atau jelaga dari inhalasi asap. Bau yang khas dari alkohol, pelarut hidrokarbon, paraldehid, atau amonia mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali oleh beberapa pemeriksa sebagai bau seperti bitter almonds. Arsen dan organofpsfat telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau bawang putih.KulitKulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan atropin dan antimuskarinik lain. Keringat yang berlebihan ditemukan pada keracunan dengan organofosfat, nikotin, dan obat-obat simpatomimetik. Sianosis dapat disebabkan oleh hipoksemia atau methemoglobinemia. Ikterus dapat memberi kesan adanya nekrosis hati akibat keracunan asetaminofen atau jamur Amanita phalloides.AbdomenPemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada keracunan dengan antimus- karinik, narkotik, dan obat sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif, kramp perut, dan diare adalah umum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi, arsen, teofilin, dan A. phalloides.Sistem sarafPemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial. Kejang fokal atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria, dan ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon, haloperidol, fensik- lidin (PCP), dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disebabkan .oleh takar lajak antidepresan trisikliL, teofilin, isoniazid, dan fenotiazin. Koma ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak. Pemeriksaan PenunjangRadiologiPemeriksaan radiologi perlu dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi atau dugaan adanya perforasi lambung.4LaboratoriumNilai laboratorium tidak spesifik , yang dapat ditemukan bersifat individual pada keracunan akut, diantaranya lekositosis, proteinuria, glikosuria dan hemokonsentrasi. Walaupun demikian, perubahan aktifitas kolinesterase sesuai dengan tanda dan gejala merupakan informasi untuk diagnosa dan penanganan sebagian besar kasus. Pada konfirmasi diagnosa, pengukuran aktifitas inhibisi kolinesterase dapat digunakan, tetapi pengobatan tidak harus menunggu hasil laboratotium.5Pemeriksaan aktivitas kolinesterase darah dapat dilakukan dengan cara acholest atau tinktometer. Enzim kolinesterase dalam darah yang tidak diinaktifkan oleh organofosfat akan menghidrolisa asetilkolin ( yang ditambahkan sebagai substrat) menjadi kolin dan asam asetat. Jumlah asam asetat yang terbentuk, menunjukkan aktivitas kolinesterase darah, dapat diukur dengan cara mengukur keasamannya dengan indikator.Penentuan kadar AchE dalam darah dan plasna dengan cara tintometer (Edson) dan cara Paper-strip (Acholest). Cara Edson: berdasarkan perubahan pH darah. Ach ---------------> kolin + asam asetatAchE Ambil darah korban dan tambahkan indikator brom-timol-biru diamkan beberapa saat maka akan terjadi perubahan warna. Bandingkan warna yang timbul dengan warna standar pada comparator disc (cakram pembanding), maka dapat ditentukan kadar AchE dalam darah. % aktifitas AchE darahInterpretasi

75%-100% dari normalTidak ada keracunan

50% 75% dari normalKeracunan ringan

25% 50% dari normalKeracunan

0% 25% dari normalKeracunan berat

Cara Acholest:Ambil serum darah korban dan teteskan pada kertas Acholest bersamaan dengan kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholest sudah terdapat Ach dan indikator. Waktu perubahan warna pada kertas tersebut dicatat. Perubahan warna harus sama dengan perubahan warna pembanding (serum normal) yaitu warna kuning telur. Interpretasi : Kurang dari 18 menit, tidak ada kercunan. 20-35 menit, keracunan ringan 35-150 menit, keracunan berat.

Kadar Butirilkolinesterase dan Asetilkolinesterase Kada kedua enzim itu sudah jelas menurun sebelum gejala klinis timbul. Kadar normal pada manusia variasinya besar, yaitu 75-100%. Bila kadar ini menurun sampai kurang dari 35% barulah terjadi gejala klinis yang jelas. Pengukuran ini dapat dilakukan secara kasar dengan paperstrips.6Gas Darah Arteri. Pengujian gas darah arteri (GDA) biasanya dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa (A-B) yang disebabkan oleh gangguan pernapasan dan / atau gangguan metabolik. Komponen dasar GDA mencakup pH, PaCO2 (tekanan parsian karbon dioksida), PaO2 (tekanan parsial oksigen), SO2 (saturasi oksigen), HCO3 (ion bikarbonat), dan BE (nilai kelebihan basa). Tujuan pemeriksaan GDA: 1) untuk mendeteksi terjadinya asidosis atau alkalosis metabolik, atau asidosis atau alkalosis respiratorik, dan 2) untuk memantau kadar gas darah selama pasien mengalami penyakit. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2 (hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan yang kurang akibat hipoksia, hipotensi, atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma dan bukan merupakan total oksigen dalam darah, karena itu pada keracunan karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi oksihemoglobin yang nyata dalam darah.Pemeriksaan EKGPemeriksaan ini perlu dilakukan pada kasus keracunan karena sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung yang berupa sibus takikardia, sinus bradikardia, takikardia supraventrikular, takikardia ventrikular, Torsade de pointes, fibrilasi ventrikular, asistol, disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor predisposisi timbulnya aritmia pada keracunan adalah keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan elektrolit darah, hipovolemi.4Sangat penting diperhatikan pada semua kasus aritmia: oksigenasi, koreksi gangguan elektrolit asam-basa, hindari obat antiaritmia, gunakan obat inotropik negatif dan kironotropik. Working DiagnosisManifestasi KlinikKeracunan organofosfat dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten.7Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus.Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung,, sukar bicara, kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila gejala muncul setelah lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karenahal tersebut jarang terjadi.Kematian keracunan akut organofosfat umumnya berupa kegagalan pernafasan. Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai penyebab kematian. Insektisida organofosfat diabsorbsi melalui cara pajanan yang bervariasi, melalui inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Absorbsi perkutan dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan pada mata dapat menimbulkan hanya berupa miosis atau pandangan kabur saja.Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk. Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan organophosphorus-induced delayed neuropathy. Sindrom ini berkembang dalam 8 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori sedikit terjadi. Demikian juga refleks tendon dihambat . Toksisitas non akut:8a. Intermediate syndrome 40% kasus intoksikasi organofosfat 24 96 jam post exposure Kelainan neurogenik : Kelemahan dan flexi leher Turunnya reflek tendon Kelainan nervus cranial Kelemahan otot proximal Respirasi insufisiensi Terapi : supportive careb. Delayed neurotoxicity (OPIDN) Keracunan organofosfat Terjadi 1 3 minggu post keracunan Gejala : Parastesia tangan Polyneuropathy motorik flacid weakness ekstremitas bawah yang diikuti ekstremitas atas Gangguan sensorik ringan

Bahaya terhadap kesehatan yang terjadi, antara lain: Inhalasi : perasaan lelah, sakit kepala, lemah, konsentrasi menurun, muntah, nyeri perut, keringat berlebihan, hipersalivasi, miosis, dan sesak napas oleh karena paralisis atau kongesti paru. Pada keadaan berat dapat terjadi kejang-kejang, penurunan kesadaran atau apneu. Kulit : iritasi, kemerahan. Bila terabsorbsi gejala sama seperti bila terinhalasi. Mata : iritasi, merah. Tertelan : sama seperti pemaparan melalui inhalasi.Berat dan lamanya gejala klinis tergantung dari jenis zat dan dosisnya. Manifestasi klinis terdiri dari 3 efek, yaitu:1. Efek muskarinik (akibat hiperaktivitas parasimpatik): bradikardi, miosis (pin point pupil), penglihatan kabur, lakrimasi, keringat berlebih, hipersalivasi, hipersekresi bronkhial, bronkhospasme (wheezing), muntah, diare, kejang perut, inkontinensia urine dan fekal.2. Efek nikotinik (akibat hiperaktivitas simpatik dan disfungsi neuromuskuler): takikardi, hipertensi, fascikulasi otot, tremor dan lemah otot. Kematian biasanya disebabkan paralisis otot pernapasan. Kematian dapat terjadi dalam 5 menit sampai beberapa hari, karena itu pengobatan harus secepat mungkin dilakukan. Beberapa puluh kali dosis lethal mungkin dapat diatasi dengan pengobatan yang tepat.3. Efek sistem saraf pusat: agitasi, psikosis, konfusi, koma dan kejang.

EfekGejala

1. Muskarinik Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD) Kejang perut Nausea dan vomitus Bradicardia Miosis Berkeringat

2. nikotinik Pegal-pegal, lemah Tremor Paralysis Dyspnea Tachicardia

3. sistem saraf pusat Bingung, gelisah, insomnia, neurosis Sakit kepala Emosi tidak stabil Bicara terbata-bata Kelemahan umum Convulsi Depresi respirasi dan gangguan jantung Koma

Bunuh DiriBunuh diri adalah kematian yang diniatkan dan dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri. Ide-ide bunuh diri dan percobaan bunuh dirin merupakan hal yang sering dijumpai di ruang gawat darurat.9Tema utama pada kasus-kasus ini umumnya meliputi suatu krisis yang menyebabkan penderitaan yang mendalam disertai perasaan tak berdaya dan tak ada harapan, konflik antara keinginan untuk bertahan dengan stress yang tak tertanggungkan lagi, persepsi pasien bahwa ia tak mempunyai banyak pilihan lagi, dan keinginan untuk melepaskan diri dari masalahnya.Ide bunuh diri terjadi pada orang-orang yang rapuh sebagi respons terhadap berbagai tekanan pada setiap usia, dan bisa saja terdapat untuk waktu yang lama tanpa diakhiri dengan suatu tindakan bunuh diri. Gambaran klinis dan diagnosis:Mengidentifikasi pasien yang mempunyai kecendrungan bunuh diri merupakan hal yang sangat penting namun sulit. Penelitian di AS menunjukan bahwa hal-hal berikut ini menunjukan risiko tinggi terjadinya tindak bunuh diri:a. Laki-laki b. Usia makin tua, c. Isolasi sosial/hidup seorang dirid. Riwayat bunuh diri atau percoabaan bunuh diri dalam keluargae. Riwayat menderita sakit atau nyeri kronikf. Baru menjalani operasig. Tidak mempunyai pekerjaanh. Sudah membereskans egala urusan duniawinyai. Akan mengalami ulang tahun suatu kehilanganGangguan jiwa yang sering berkatian dengan bunuh diri:Adalah gangguan mood , ketergantungan alkohol, skizofrenia dalam jumlah yang realtif kecil. Pencegahan tindakan bunuh diri yang terbaik adalah mendeteksi dini dan menatalaksanai gangguan jiwa yang mungkin menjadi faktor kontribusi tadi.Ada beberapa kasus yang melakukan tidndakan menyakiti diri sendiri tapi dengan cara yang jelas-jelas tidak mematikan. Motifnya bervariasi, antara lain manipulasi yang disengaja, atau kemarahan yang tidak disadari terhadap orang-orang yang bermakna bagi dirinya. Secara diagnostik, orang-orang tersebut mungkin memenuhi kriteria gangguan kepribadian antisosial atau ambang, atau prilaku itui berkatian dengan suatu ide atau perilaku yang aneh pada skizofrenia. Yang paling sulit secara klinis dan medikolegal adalah parasuicides, yaitu mereka yang berulangkali melakukan hal-hal berbahaya tetapi menyangkal adanya ide-ide bunuh diri. Mereka ini biasanya minta dipulangkan segera setelah keadaan fisiknya membaik, atau sebelum betul-betul baik, dan sulit bagi terapi untuk memaksa mereka untuk tetap menjalani perawatan inap. Meskipun demikian, lebih bijaksana untuk tetap merawat mereka secara involunter apabila frekuensi perilaku parasuicide-nya meningkat. Panduan Wawancara dan Psikoterapi:a. Pada waktu wawancara, pasien mungkin secara spontan menjelaskan adanya ide bunuh diri. Bila tidak, tanyakan langsung. Tidak benar bahwa membicarakan bunuh diri dalam situasi klinik akan mendorong terjadinya hal itu.b. Mulailah dengan menanyakan: c. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini biasanya diterima oleh hampir setiap orang dan tidak mengandung stigma.d. Setelah itu tanyakan isi pikiran pasien dan catatlah. Begitu topik ini dibuka, gunakan kata-kata seperti membunuh diri atau mati, bukan menyakiti diri, agar pasien tidak bingung, karena sebagian besar pasien tidak ingin menyakiti diri sendiri meskipun mereka ingin membunuh dirinya sendiri. Berapa sering pikiran-pikiran bunuh diri ini muncul? Apakah pikiran-pikiran tentang bunuh diri ini meningkat? Apakah Anda hanya memikirkan kematian, ataukah Anda sudah memikirkan secara pasti bagaiamana Anda akan membunuh diri Anda?e. Pertimbangkan faktor umur dan kecangihan pikiran pasien, dan apakah niat yang dinyatakan pasien sesuai dengan metode yang mereka pilih. Misalnya, seorang wanita dengan tingkat intelegensi normal yang bersikeras bahwa ia ingin mati dengan meminum 6 tablet aspirin, dibandingkan dengan seorang anak kecil yang menyatakan hal yang sama. Kasus pertama tidak begitu berbahaya dibandingkan kasus kedua. f. Selidiki: Apakah pasien bisa mendapatkan alat atau cara untuk melakukan rencana bunuh dirinya? Apakah mereka sudah mengambil langkah-langkah aktif, misalnya mengumpulkan obat, menyelesaikan segala urusannya? Seberapa pesimiskah mereka? Apakah mereka bisa membayangkan atau memikirkan bahwa kehidupannya dapat membaik?g. Pertanyaan terakhir ini dapat membantu assessment dant erapi, karena pasien dapat mengajukan suatu alternatif untuk memecahkan masalahnya. h. Jika tidak, pakah merasa masa depannya suram, tak ada harapan lagi? i. Jika ya, apakah ketakutannya itu rasional atau tidak? Seorang laki-laki muda yang merasa tak berdaya karena ditinggalkan istinya, risikonya lebih kecil dibandingkan seorang laki-laki yang yankin tanpa alasan bahwa ia mengidap kanker dan semua orang menyembunyikan hal ini darinya.j. Jika pasien tidak kooperatif, cari data dari orang-orang penting dalam kehidupannya. Evaluasi dan Penatalaksanaan:Ketika sedang mengevaluasi pasien dengan kecendrungan bunuh diri, jangan tinggalkan mereka sendiri di ruangan. Singkirkan benda-benda yang dapat membahayakan dari ruang tersebut. Ketika mengevaluasi pasien yang baru melakukan percobaan bunuh diri, buatlah penilaian apakah hal itu direncanakan atau dilakukan secara impulsif. Selain itu, tentukan tingkat letalitasnya. kemungkinan pasien dipergoki ketika sedang melakukan tindakan itu (mereka melakukan ya sembunyi-sembunyi atau memperingatkan orang lain dulu), reaksi pasien ketika diselamatkan (lega atau kecewa), atau apakah faktor-faktor yang mendorong tindakan itu sudah berubah. Penatalaksanaan tergantung pada diagnosis yang ditegakkan. Pasien dengan depresi berat boleh saja berobat jalan asalakan keluarganya dpat mangawasi pasien secara ektat di rumah dan bawhaw terapi dapat dilakukan asegera. Jika tidak diperlukan rawat inap.Ide bunuh diri pada pasien-pasien alkoholik umumnya akan hilang sesudah mereka menghentikan penggunaan alkohol itu. Umumnya tak ada terapi spesifik kasus-kasus ini. Jika depresinya menetap setelah gejala putus zatnya teratasi, pertimbangkan kemungkinan depresi berat. Semua pasien bunuh diri yang masuk dalam keadaan intoksikasi harus dinilai kembali setelah mereka terbebas dari pengaruh zat itu. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus dianggap serius, karena biasanya mereka menggunakan cara yang keras atau sadis dan aneh dengan tingkat letalitas yang tinggi. Pasien dengan gangguan kepribadian akan berespons dengan baik bila mereka ditangani secara empatik, dan dibantu untuk memecahkan masalahnya dengan cara rasional dan bertanggungjawab (biasanya mereka sendiri mempunyai andil dalam timbulnya krisis tersebut). Manipulasi lingkungan dengan mengikutsertakan keluarga dan teman-temannya bisanya akan membantunya mengatasi krisisnya. Rawat inap jangka panjang diperlukan bagi pasien yang cenderung dan mempunyai kebiasaan melukai diri sendiri, serta parasuicides. Setelah rehabilitasi jangka panjang ini diperlukan periode stabilisasi singkat. Terapi Psikofarmaka:Seorang yang sedang dalam krisis karena baru ditinggal mati atau baru mengalami suatu kejadian yang jangka wktunya tak lama, biasanya akan berfungsi lebih baik setelah mendapat transquilizer ringanm terutama bila tidurnya terganggu. Obat pilihannya adalah golongan Benzodiazepin, misalnya lorazepam 3x1mg sehari, selama 2 minggu. Hati-hati memberikan benzodiazepines pada pasien yang hostil, karena penggunaan benzodiazepine secara teratur dapat meningkatkan irritabilitas pasien.Jangan memberikan obat dalam jumlah banyak sekaligus kepada pasien(resepkan sedikit-sedikit saja) dan pasien harus control dalam beberapa hari. Pemberian antidepressant biasanya tidak dimulai di ruang gawat darurat, meskipun biasanya terapi definitive pasien-pasien yang mempunyai kecendrungan bunuh diri adalah antidepresan. Boleh diberikan di instalasi gawat darurat asal dibuat perjanjian control keesokan harisnya secara pasti. Diagnosis Banding a. Intoksikasi CarbamateInsektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta.6Strukrure Carbamate insektisida

NameStructure

Physostigmine

Carbaryl

Temik

Struktur karbamate seperti physostigmin, ditemukan secara alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah SevineR.Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim achE dihambat dan mengalam karbamilasi.Dalam bentuk ini enzim mengalami karbamilasi

b. Intoksikasi OrganochlorinOrganokhlorin atau disebut Chlorinated hydrocarbon terdiri dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disinthesis adalah Dichloro-diphenyl-trichloroethan atau disebut DDT.Klasifikasi insektisida organokhlorinKelompokKomponen

CyclodienesAldrin, Chlordan, Dieldrin, Heptachlor, endrin, Toxaphen, Kepon, Mirex.

HexachlorocyclohexanLindane

Derivat Chlorinated-ethanDDT

Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, wlaupun komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/Kg.DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut: Nausea, vomitus Paresthesis pada lidah, bibir dan muka Iritabilitas Tremor Convulsi Koma Kegagalan pernafasan Kematianc. Intoksikasi Agonis Muskarinik Yang termasuk dalam golongan agonis muskarinik adalah Bethanecol, Jamur, dan pilocarpine. Spesies jamur yang banyak mengandung muskarin adalah Clitocybe dan Inocybe. Kadar muskarin dalam Amanita muscaria rendah sehingga keracunan muskarin akibat jamur tersebut jarang terjadi. Pada 2 spesies jamur yang disebut terhadaulu terjadi keracunan dengan cepat, yaitu dalam beberapa menit sampai dua jam setelah makan jamur, sedangkan gejala A.phalloides timbul lambat, kira-kira sesudah 6-15 jam, dengan sifat gejala yang berlaianan. 6Mekanisme kerja dari muskarinik agonis ini dlaah menstilmulasi susunan saraf pusat dan reseptor post ganglion parasimpatis kolnergik. Amanita muscaria dapat menyebabkan gejala muskarinik tetapi efek utamanya diseababkan oleh suatu turunan isoksazol yang merupakan racun susunan saraf pusat dengan gejala bingung, koma, dan kadang-kadang konvulsi. Keracunana dapat berakibat kematian dan atropin hanya merupakan antidotum yang ampuh bila efek muskariniknya yang dominana. Amanita phalloides lebih berbahaya; keracunan yang ditandai dengan gejala-gejala akut di salurang cerna dan dehidrasi yang hebat. Kerusakan hepar menyebabkan ikterus dan mungkin berakhir dengan acute yellow atrophy. Oliguri atau anuri terjadi sebagai akibat kerusakan parenkim ginjal. Sianosis dan hipotensi timbul karena kerusakan otot jantung dan dinding kapiler. Toksin Amanita phalloides juga merusak sel-sel susunan saraf pusat. Gejalanya tidak dapat digolongkan sebagai efek muskarinik, melibatkan banyak organ vital secara langsung, dan berakhir dengan kematian pada 50-100% pasien. EtiologiOrganofosfat adalah nama umum ester dari asam fosfat. Pada tahun 1930an organofosfat digunakan sebagai insektisida.10Struktur umum organofosfatGugus X pada struktur di atas disebut leaving group yang tergantikan saat organofosfat menfosforilasi asetilkholin serta gugus ini paling sensitif terhidrolisis. Sedangkan gugus R1 dan R2 umumnya adalah golongan alkoksi, misalnya OCH3 atau OC2H5. Organofosfat dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain, fosfat, fosforothioat, fosforamidat, fosfonat, dan sebagainya.Berdasarkan sumbernya, racun dapat terbagi menjadi racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, dan sintetik. Berdasarkan tempat ditemukannya, racun dapat berasal dari lingkungan rumah tangga, lapangan pertanian, industri, laboratorium, alam bebas, dan tempat-tempat pelayanan medis. Berdasarkan cara masuknya, racun digolongkan menjadi racun yang masuk peroral atau ingesti, terhisap bersama udara pernafasan atau inhalasi, penyuntikan, penyerapan melalui kulit yang sehat atau kulit yang sakit, melalui anus atau vagina.Berdasarkan cara kerjanya, racun terbagi menjadi :a. Racun yang bekerja lokal karena bersentuhan dengan racun yang hanya menimbulkan kerusakan pada daerah yang dilaluinya. Racun ini dapat bersifat korosif, iritan dan anestetikb. Racun yang bekerja sistemik, yang akan menuju organ-organ dalam tubuh setelah masuk ke dalam darahc. Racun yang bekerja lokal dan sistemikFaktor yang mempengaruhi keracunanBerat ringannya efek yang ditimbulkan dari racun yangmasuk ke dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti cara pemberian, keadaan tubuh, dan sifat racun itu sendiri. Dari cara pemberian, racun paling cepat bekerja pada tubuh secara inhalasi, diikuti dengan intravena, intamuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral, dan paling lambat bila melalui kulit yang sehat. Keadaan tubuh seseorang seperti umur, kesehatan, kebiasaan, dan hipersensitivitas berpengaruh terhadap kerja dari racun tersebut. Sedangkan dari racun itu sendiri tergantung dari besarnya dosis, konsentrasi, bentuk, durasi/waktu pemberian, kombinasi adisi atau sinergisme, susunan kimia, dan antagonis.Keracunan dapat terjadi karena :a. Disengaja, oleh orang lain (penganiayaan, pembunuhan), dan oleh diri sendiri (penyalahgunaan obat, bunuh diri)b. Tidak sengaja atau kebetulan, misalnya kecelakaan industri atau rumah tangga, kesalahan pengobatan,self medication, dan lainnya.Penggolongan Insektisida digolongkan menjadi :a. Hidrokarbon TerklorinasiGolongan ini lambat diabsorpsi melalui saluran cerna. Jenis yang dalam bentuk bubuk tidak diabsorpsi melalui kulit. Absorpsi dapat melalui pernafasan bila terpapar dengan bentuk aerosol. Golongan ini merupakan stimulator SSP yang kuat dengan efek eksitasi langsung pada neuron, yang mengakibatkan kejang-kejang dengan metabolisme yang belum jelas. Kematian dapat terjadi akibat depresi pernafasan atau fibrilasi ventrikelb. Inhibitor KolinesteraseGolongan ini diabsorpsi secara cepat dan efektif melalui oral, inhalasi, mukosa, dan kulit. Setelah masuk ke dalam tubuh, senyawa ini akan mengikat enzim asetilkolinesterase (AChE) sehingga AChE menjadi inaktif dan terjadi akumulasiasetilkolineInhibitor Kolinesterase terbagi menjadi dua kelompok, yaitu: Organofosfat KarbamatInsektisida Golongan Organofosfat yang terdaftar pada Environmental Protection Agency of the United States of AmericaInsektisida Golongan Organofosfat

AcephateIsofenphos

Azinphos-methylMalathion

BensulideMethamidophos

ChlorethoxyphosMethidathion

ChlorpyrifosMevinphos

CoumaphosNaled

DiazinonPhosmet

DichlorvosProfenofos

DicrotophusPropetamphos

DimethoateSulfotepp

DisulfotonSulprofosEthion

EthionTebupirimiphos

EthopropTemephos

Ethyl parathionTerbufos

FenamiphosTetrachlorvinphos

FenitrothionTribufos

FonofosTrichlorfon

EpidemiologiAntikolinesterase Organic Phosphorus Sintetik pertama yang poten ditemukan pertamakali pada tahun 1854. sekarang, WHO mengestimasikan sekurang-kurangnya telah terjadi satu juta keracunan yang tidak disengaja dan dua juta percobaan bunuh diri dengan agen organofosfat setiap tahunnya. Namun demikian, hasil penelitian ini tidak menunjukan angka sebenarnya dan kemungkinan terdapat angka yang tidak diketahui akibat ekspose racun melalui lingkungan.4,11Di antara pestisida, golongan organofosfat yang paling umum ditemukan. Insektisida paling banyak digunakan pada negara yang berkembang, sedangkan herbisida lebih banyak digunakan pada negara yang maju. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO 1986) mendefinisikan adalah setiap zat atau campuran yang diharapkan sebagai pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap hama termasuk vektor terhadap manusia atau penyakit pada binatang, dan tanaman yang tidak disukai atau binatang yang menyebabkan keruskan selama atau dalam proses pencampuran dengan produksi, penyimpanan atau pemasaran makanan, komiditi pertanian, kayu dan produksi kayu, atau bahan makanan binatang, atau yang dapat dilakukan pada binatang sebagai kontrol terhadap serangga, arachnoid, atau hama lain di dalam atau pada tubuh binatang tersebut.Kurang lebih 90 % dari seluruh pestisida yang dihasilkan digunakan untuk tujuan komersil, dan sisanya pada pengawasan hama, perkebunan, dan penggunaan pada rumah dan taman. Pada perkebunan, pajanan pekerjaan terhadap pestisida terutama timbul selama mencampur persenyawaan tersebut dengan air dan penyemprotan campuran tersebut.Organofosfat paling banyak digunakan dalam pertanian dan kemungkinan paling banyak frekuensinya sebagai agen penyebab penyakit saraf di antara pekerja pertanian terutama pada negara yang berkembang. Dijumpai lebih dari 50.000 persenyawaan organofosfat telah disintesa dan diuji aktivitasnya sebagai insektisida, tetapi jumlah sebenarnya yang digunakan untuk tujuan sekarang ini mungkin tidak lebih dari tiga lusin.Insektisida organofosfat adalah diantara pestisida yang paling toksik pada manusiadan paling banyak frekuensinya ditemukan keracunan insektisida. Tertelan sedikitsaja seperti 2 mg pada anak-anak dapat menimbulkan kematian.PatofisiologiOrganophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.6,8

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.

Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi.

Nilai LD50 insektisida organofosfatKomponenLD50 (mg/Kg)

AktonCoroxonDiazinonDichlorovosEthionMalathionMecarbanMethyl parathionParathionSevinSystoxTEPP 146 12 100 56 271375 36 10 3 274 2,5 1

Organofosfat diabsorbsi dengan baik melalui inhalasi, kontak kulit, dan tertelan dengan jalan utama pajanan pekerjaan adalah melalui kulit. Pada umumnya organofosfat yang diperdagangkan dalam bentuk thion (mengandung sulfur) atau yang telah mengalami konversi menjadi okson (mengandung oksigen), dalam okson lebih toksik dari bentuk thion. Konversi terjadi pada lingkungan sehingga hasil tanaman pekrja dijumpai pajanan residu yang dapat lebih toksik dari pestisida yang digunakan. Sebagian besar sulfur dilepaskan ke dalam bentuk mercaptan, yang merupakan hasil bentuk aroma dari bentuk thion organofosfat. Mercaptan memiliki aroma yang rendah, dan reaksi-reaksi bahayanya meliputi sakit kepala, mual, muntah yang selalu keliru sebagai akibat keracunan akut organofosfat.Konversi dari thion menjadi -okson juga dijumpai secara invivo pada metabolisme mikrosom hati sehingga okson menjadi pestisida bentuk aktif pada hama binatang dan manusia. Hepatik esterase dengan cepat menghidrolisa organofosfat ester, menghasilkan alkil fosfat dan fenol yang memiliki aktifitas toksikologi lebih kecil dan cepat diekskresi. Organofosfat menimbulkan efek pada serangga, mamalia dan manusia melalui inhibisi asetilkolinesterase pada saraf. Enzim asetilkolinesterase memegang peranan penting dalam penghentian transmisi kolnergik, maka efek utama antikolinesterase adalah karena penghamabatan hidrolisis Ach di ujung saraf kolinergik. Efek utama antikolinesterase yaitu adalah Mata. Pada mata antikolinesterase dapat menyebabkan miosis, hilangnya daya akomodasi, dan hiperemia konjungtiva. Miosis dapat terjadi cepat sekali dalam beberapa menit, dan menjadi maksimal setelah setengah jam. Saluran cerna. Antikolinesterase dapat meningkatkan peristaltik usus, kontraksi lambung, dan sekresi asam lambung. Otot. Antikolinesterase memperlihatkan efek nikotinik pada otot rangka karena asetilkolin tertumbun di sambungan saraf otot. Hal ini menyebabkan otot rangka dalam keadaan terangsang terus menerus sehingga terjadi tremor, fibrilasi otot, dan dalam keadaan yang berat dapat menimbulkan kejang-kejang. Bila terjadi keracunan yang berat dapat terjadi kelumpuhan akibat depolarisasi menetap (persisten). Efek lain. Pada umumnya antikolinesterase melalui efek muskarinik, mempervesar sekresi semua kelenjar eksokrin misalnya kelenjar pada bronkus, kelenjar air mata, kelenjar keringat, kelenjar air liur, dan saluran cerna. Pada otot polos bronkus dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat menyebabkan keadaan serupa asma bronkial, sedangkan pada ureter meningkatkan peristalsis. Efek pada sistem kardiovaskular agak rumit akibat penumpukan ACh di ganglion, di jantung, dan di SSP. Efek yang dapat terjadi yaitu bradikardia dan efek inotropik negatif sehingga curah jantung menurun. Hal ini disertai dengan memanjangnya waktu refrakter dan waktu konduksi di nodus SA dan AV, yang bila berat akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Kerja antikolinesterase pada ganglion dapat disamakan dengan efek nikotinik asetilkolin, yang merangsang pada dosis rendah dan menghambat pada dosis tinggi. Efek perangsangan akan memperkuat penurunan curah jantung, sedangkan efek penghambatan sebaliknya. Ditambah hipoksia akibat efek Ach pada saluran napas, hasil akhir nya adalah meningkatnya tonus simpatis sehingga akan menyebabkan takikardia. Fungsi normal asetilkolin esterase adalah hidrolisa dan dengan cara demikian tidak mengaktifkan asetilkolin. Pengetahuan mekanisme toksisitas memerlukan pengetahuan lebih dulu aksi kolinergik neurotransmiter yaitu asetilkolin (ACh) . Reseptor muskarinik dan nikotinik-asetilkolin dijumpai pada sistem saraf pusat dan perifer.Pada sistem saraf perifer, asetilkolin dilepaskan di ganglion otonomik :1. sinaps preganglion simpatik dan parasimpatik2. sinaps postgamglion parasimpatik3. neuromuscular junction pada otot rangka.Pada sistem saraf pusat, reseptor asetilkolin umumnya lebih penting toksisitas insektisitada organofosfat pada medulla sistem pernafasan dan pusat vasomotor. Ketika asetilkolin dilepaskan, peranannya melepaskan neurotransmiter untuk memperbanyak konduksi saraf perifer dan saraf pusat atau memulai kontraksi otot. Efek asetilkolin diakhiri melalui hidrolisis dengan munculnya enzim asetilkolinesterase (AChE). Ada dua bentuk AChE yaitu true cholinesterase atau asetilkolinesterase yang berada pada eritrosit, saraf dan neuromuscular junction. Pseudocholinesterase atau serum cholisterase berada terutama pada serum, plasma dan hati.Insektisida organofosfat menghambat AChE melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Ikatan fosfor ini sangat kuat sekali yang irreversibel. Aktivitas AChE tetap dihambat sampai enzim baru terbentuk atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan. Dengan berfungsi sebagai antikolinesterase, kerjanya menginaktifkan enzim kolinesterase yang berfugnsi menghidrolisa neurotransmiter asetilkolin (ACh) menjadi kolin yang tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan ACh pada sinapssinaps kolinergik, dan inilah yang menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat.Pajanan pada dosis rendah, tanda dan gejala umumnya dihubungkan dengan stimulasi reseptor perifer muskarinik. Pada dosis lebih besar juga mempengaruhi reseptor nikotinik dan reseptor sentral muskarinik. Aktivitas ini kemudian akan menurun, dalam dua atau empat minggu pada pseudocholinesterase plasma dan empat minggu sampai beberapa bulan untuk eritrosit.PenatalaksanaanPertolongan pertama yang dapat dilakukan terhadap pasien yaitu segera muntahkan pasien dengan cara mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain, dan/atau dengan memberikan larutan garam dapur satu sendok makan penuh dalam segelas air hangat. Bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena bahaya aspirasi.6,7Hati-hati pada orang tua dan bayi. Bila penderita berhenti nafas, segeralah dimulai pernafasan buatan. Terlebih dulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang menyumbat jalan nafas. Bila organofosfat tertelan, jangan dilakukan pernafasan dari mulut ke mulut.Penanganan lain yang dapat dilakukan antara lain:1. Stabilisasi Terapi suportif berupa:a. Penatalaksanaan jalan nafasb. Penatalaksanaan fungsi pernapasan : ventilasi dan oksigenasic. Penatalaksanaan sirkulasid. Jika terjadi kejang, beri diazepam dengan dosis Dewasa 10-20 mg iv dengan kecepatan 2,5 mg/30 detik atau 0,5ml/30 menit. Jika perlu dosis ini dapat diulangi setelah 30-60 menit. Mungkin perlu infus kontinu sampai maksimal 3 mg/kg BB/24 jam. Sedangkan dosis untuk anak-anak adalah 200-300 g/kg BB2. Dekontaminasi gastrointestinala. Induksi muntah, dengan menyentuh pangkal tenggorokan dengan jari atau ujung sendok. Induksi muntah dilakukan bila terjadi intoksikasi organofosfat dengan konsentrasi 20% atau lebih. Induksi muntah tidak boleh dilakukan pada pasien tidak sadar atau sangat mengantuk/somnolen dan pasien kejang karena dapat menyebabkan aspirasi ke saluran pernapasan dan dapat memperparah keadaan. Induksi muntah juga tidak boleh dilakukan bila sudah terpapar lebih dari empat jam, bila bahan pelarut organofosfat merupakan petroleum distilat. b. Aspirasi dan kumbah lambungJika konsentrasi 20% atau lebih. Efektif bila dilakukan 2-4 jam pertama dan dengan teknik yang baik.c. Arang aktif. Dosis tunggal yaitu 1 gram/kg atau dewasa 30-100 gr dan anak-anak 15-30 gram. Cara pemberian dicampur rata dengan perbandingan 5-10 gram arang aktif dengan 100-200 ml air sehingga seperti sop kental. Dewasa 10 gram, anak 5 gram tiap 20 menit.Obat yang Spesifik dan Antidotum1. Sulfas Atropin : Dosis: dewasa 1-2 mg (4-8 ampul), anak-anak 0,02-0,05 mg/kg BB iv.Dosis ini diulang tiap 10-15 menit sampai tercapai atropinasi, yaitu sekresi pernapasan mengering, pupil midriasis, kulit kemerahan (flushing), takikardi, mulut dan kulit kering.Dosis maksimum: 50 mg (200 ampul) dalam 24 jam. Pada kasus yang berat dapat sampai 100 mg. Dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan selama 2x24 jam dengan Pemberian intermiten dengan interval 30 menit, 60 menit, 2 jam, dst. Atau dengan infus kontinu 0,02-0,08 mg/kg BB/jam. Rata-rata pasien keracunan organofosfat memerlukan 40 mg atropin/hari, tetapi dapat juga sampai 1000 mg/hari. Dosis sulfas atropin yang berlebih dapat menimbulkan agitasi dan takikardi. Jika sulfas atropin tidak dapat diberikan secara iv, dapat diberikan melalui im, subkutan, endotrakheal (2,5 kali dosis iv) atau intraosseus (pada anak). 2. Pralidoxim : dosis awal dewasa 2 gram, anak 30 mg/kg BB iv diikuti infus kontinu 8 mg/kg BB/jam selama 24 jam dan diberikan sampai perbaikan klinis.Diberikan segera setelah pasien diberi atropin yang merupakan reaktivator enzim kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24 jam setelah keracunan, keefektifannya dipertanyakan.Dosis normal yaitu 1 gram pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak ada perbaikan, dosis dapat diulangi dalam 1 2 jam. Pengobatan umumnya dilanjutkan tidak lebih dari 24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan tinggi dalam lemak atau pajanan kronis. Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali enzim kolinesterase pada sinaps-sinaps termasuk sinaps dengan otot rangka sehingga dapat mengatasi kelumpuhan otot rangka.3. Diazepam: untuk meningkatkan toleransi atropin.Dosis dewasa : 5-10 mg, anak-anak 0,24-0,4 mg/kg iv4. Oximes: pada kasus keracunan organofosfat yangsedang-berat (misalnya ada paralisis otot pernapasan atau kejang), perlu diberi reaktivator asetilkolinesterase (Oximes) yang diberikan setelah pemberian antidotum sulfas atropin.5. Obidoxime : dosis awal dewasa 0,25 gram, anak 4 mg/kg BB iv diikuti infus kontinu 0,5 mg/kg BB/jam selama minimal 24 jam dan diberikan sampai perbaikan klinis.

Tatacara Dekontaminasi Gastrointestinal

Jenis TindakanTata CaraKontraindikasi Perhatian Khusus

Induksi MuntahStimulasi mekanis pada orofaring-kesadaran menurun-kejang, apneu-paparan>4jam-keracunan zat korosifPneumopati inhalasi, sindrom Mallory Weis

PengenceranAir dingin atau susu 250 mL-kesadaran menurun-gangguan telan/napas-nyeri abdomen-asam pekat, non kaustik

Aspirasi dan Kumbah LambungPosisi Trendelenberg left lateral dekubitus, pasang NGT, aspirasi, bilas 200-300ml sampai bersih tambah karbon aktif 50 gram-kesadaran turun tanpa pasang intubasi-zat korosif-zat hidrokarbon-asam pekat, non kaustik-petrolium destilat-efektif paparan 1jam-ileus/obstruksi GIT-zat korosif-zat hidrokarbon-konstipasi-distensi lambung

Irigasi UsusPolietilen glikol 60 gr + NaCl 1,46 gr + KCl 0,75 gr + Na bic 1,68 gr + Na Sulfat 5,68 gr + Air sampai 1 literGangguan napas, SSP, jantung tidak stabil, kelainan patologis ususIndikasi kercaunan Fe, Li, tablet lepas lambat atau tablet salut enterik

BedahBila menelan zat sangat korosif (asam kuat), asing

Komplikasia) Gagal NapasGagal napas adalah ketidakmampuan mempertahankan nilai pH (keasaman), oksigen, dan karbondioksida darah arteri supaya tetap dalam batas normal.12Etiologi dari gagal napas adalah penyakit saluran napas (bronkitis kornik, emfisema, asma bronkial, bronkiektasis), penyakit paru parenkim(pneumonia, edema paru, aspirasi, inhalasi asap, gas), gangguan hiperpermeabilitas(edema paru, ARDS), penyakit pembuluh darah (emboli paru, syok kardiogenik, fistula AV pulmoner), trauma (dada, leher, kepala), gangguan neuromuskular(poliomielitis, sindrom tetanus, Guillain Barre, paralisis diafragma), obat-obatan (barbiturat, narkotik, sedatif, obat-obat relaksasi), kelainan dinding dada (kifosis, ankylosing spondylitis), dan hipotermia. Diagnosis dapaat ditegakan bila terdapat sesak napas berat, batuk, sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia, takikardia, konstriksi pupil. Gagal napas dibagi menjadi dua tipe:1. Gagal napas tipe 1: PCO2 normal atau meningkat, PO2 turun, umumnya kurus, warna kulit: pink puffer, hiperventilasi, pernapasan purse-lips.2. Gagal napas tipe2: PCO2 meningkat, PO2 menurun, sianosis, umumnya kegemukan, hipoventilasi, tremor CO2, edema. b) Blok AVAV Blok terjadi bila jalur SA Node ke AV Node (yang membentuk interval PR pada EKG) terhambat, maka Interval PR menjadi lebih panjang. Ibarat jalan tol macet, maka jarak tempuh ke tempat tujuan menjadi lebih lama. AV Blok dibagi menjadi 3 derajat sesuai tengan tingkat keparahan.i. AV Blok derajat I

a. Interval PR memanjang > dari 5 kotak kecilb. Durasi Interval PR setiap beat adalah sama.Pada contoh gambar diatas menunjukkan interval PR lebih panjang dari normal yaitu 7 kk, dan setiap beat panjangnya sama.ii. AV Blok Derajat 2 Type Mobitz I

a. Interval PR makin panjang dari 1 beat ke beat berikutnya.b. Ada gelombang P yang tidak diikuti Kompleks QRS.Pada contoh gambar diatas interval PR makin panjang yaitu 4kk, 9kk, 11kk, kemudian kompleks QRSnya tidak ada/menghilang.iii. AV Blok derajat 2 type mobitz II

a.Interval PR bisa normal, bisa panjang, tetapi tidak seperti mobitz 2 yang makin panjang.b. Ada gelombang P yang tidak diikuti Kompleks QRS.Pada contoh gambar diatas interval PR normal, tetapi ada gelombang P yang tidak diikuti kompleks QRS.iv. AV Blok derajat 3 / Total AV Blok (TAVB)

a. Gelombang P bisa 2 kali lebih banyak dari kompleks QRS.b. Gelombang P dan kompleks QRS membentuk pola irama sendiri-sendiriPreventifPencegahan tindakan bunuh diri yang terbaik adalah mendeteksi dini dan menatalaksanai gangguan jiwa yang mungkin menjadi faktor kontribusi tadi.9PrognosisDubia ad Malam. Kematian intoksikasi organofosfat pada umumnya karena gagal napas. Daftar Pustaka1. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta; 2005.2. Agoes A. Farmakologi dasar dan klinis. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998.h. 937-41. 3. Lumbantobing SM. Kesadaran. Dalam: Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2011.h. 7-16.4. Djoko W, Widodo D. Keracunan bahan kimia, obat, dan makanan. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2007.h.214-6.5. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium & diagnostik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008.h. 67-72. 6. Zunilda DS. Agonis dan antagonis muskarinik. Dalam: Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysaeth, editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,2008.h. 51-5.7. Mubin AH. Panduan praktis kedaruratan penyakit dalam: diagnosis dan terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.h.319-332.8. Ecobihon DJ. Toxic effects of pesticides. In: Wonsiewics MJ, Sheinis LA, editors. Casarett and Doulls Toxicology: The Basic Science of Poisons. 5th edition. New York:McGraw-Hill, 1996.p.655-9.9. Heriani, Kusumadewi I, Siste K. Kedaruratan Psikiatri. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, editor. Buku Ajarf Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.h.345-810. Frank C. Lu. Toksikologi Dasar. Edisi ke-2. UI Press. Jakarta,1995.h.266-8.11. Hoffman RS, Nelson LS, Howland MA, Lewin NA, Flomenbaum NE, Goldfrak LR. Goldfrank;s manual of toxicology emergencies. New York: McGraw-Hill,2007.p.839-40. 12. Rani AA, Soegonodo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, editor. Panduan pelayanan medok perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Jakarta: pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006.h.70-1, 103-4.

Yosep Sutandar, 10-2008-007, C4. Email: [email protected]

2