Upload
chilmy-setyorini
View
76
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam
segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya bagian yang
peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien).
1.2. Insidensi
Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing – masing penulis mengajukan jumlah
penderita yang berbeda – beda. Kelainan ini umumnya ditemukan pada anak – anak di bawah 1
tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak.
Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki – laki, dengan perbandingan antara
laki – laki dan perempuan tiga banding dua.
Insidens pada bulan Maret – Juni meninggi dan pada bulan September – Oktober juga meninggi. Hal
tersebut mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana pada musim
– musim tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli
yang menganggap bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Etiologi
Terbagi dua :
1. Idiophatic
2. Kausal
I. Idiophatic
Menurut kepustakaan 90 – 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun tidak
dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai “infatile idiphatic
intussusceptions”.
Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia
jaringan follikel submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan
titik awal (lead point) terjadinya invaginasi.
II. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan usus sebagai
penyebab invaginasi seperti : inverted Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomioma,
leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi usus.
Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel, polip,duplikasi usus
dan lymphoma pada 42 kasus dari 702 kasus invaginasi anak.
Universitas Sumatera Utara
Ein’s dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan “Specific leading points”
berupa eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid hyperplasia dari ileum
hemangioma dan perdarahan submukosa karena hemophilia atau Henoch’s purpura.
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas
enam tahun.
Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua
minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus
yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.
1.4. Faktor – faktor yang dihubungkan dengan terjadinya invaginasi
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 – 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi perubahan diet
makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi
invaginasi. Invaginasi kadang – kadang terjadi setelah / selama enteritis akut, sehingga dicurigai
akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman
rota virus adalah agen penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam
fesesnya sebanyak 37 %.
Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita
invaginasi.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Jenis Invaginasi
Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat, pada
ileum dikenal sebagai jenis ileo ileal.
Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dan sekitar ileo caecal disebut ileocaecal, jenis – jenis
yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga
lapisan.
Jika dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut
disebut jenis invaginasi ganda, sebagai contoh adalah jenis – jenis ileo – ileo colica atau colo colica.
Suwandi J. Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981 – 1983) pada pengamatannya
mendapatkan jenis invaginasi sebagi berikut:
Ileo – ileal 25%, ileo – colica 22,5%, ileo – ileo – colica 50% dan colo – colica 22,5%.
1.6. Patologi
Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi.
Obstruksi yang terjadi secara mendadak ini, akan menyebabkan bagiian apex invaginasi
menjadi oedem dan kaku, jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin untuk kembali normal secara
spontan.
Pada sebagian besar kasus invaginasi keadaan ini terjadi pada daerah ileo – caecal.
Universitas Sumatera Utara
Apabila terjadi obstruksi system llimfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif
dim ana ileum dan mesenterium masuk kedalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa
intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan
dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus.
1.7. Gambaran Klinis
Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :
Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba – tiba
menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan
pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar
serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses
invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya berulang – ulang dengan jarak waktu 15 – 20 menit,
lama serangan 2 – 3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah
berisi cairan dan makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya
memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai
datang serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus
secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar
dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses.
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah
teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam
perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah.
Universitas Sumatera Utara
Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan
bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign” ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut
proses invaginasi.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return
sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini
memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6 – 8 jam serangan
sakit yang pertama kali, kadang – kadang sesudah 12 jam. Berak darah lendir ini bervariasi
jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur.
Sesudah 18 – 24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah
menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai
dengan tanda – tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang
jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi.
Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya berupa
darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam
tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat
menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian.
Pemeriksaan colok dubur didapati:
‐ Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio
‐ Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala – gejala invaginasi tidak khas, tanda –
tanda obstruksi usus berhari – hari baru timbul, pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit
Universitas Sumatera Utara
berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps melewati anus, hal ini mungkin
disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul.
Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila kasus itu gagal dibuat diagnosa yang
tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan
dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita.
1.8. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium dan radiologi.
Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba – tiba, nyeri bersifat serang –serangan., nyeri
menghilang selama 10 – 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas
tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3. Buang air besar campur darah dan lendir
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh
karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias invaginasi. Mengingat
invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri
umumnya terjadi pada anak – anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada
Universitas Sumatera Utara
pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi
rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka
pikirkanlah kemungkinan invaginasi.
1.9. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah leukosit ( leukositosis >
10.000/mm3. ).
1.10. Pemeriksaan Radiologi
Photo polos abdomen : didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus terdesak ke
kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda – tanda obstruksi usus dengan gambaran “air fluid level”.
Dapat terlihat “ free air “ bilah terjadi perforasi.
Barium enema : dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila
gejala – gejala klinik meragukan, pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring
appearance.
1.11. Diagnosa Banding
‐ Gastro – enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa
sakit, muntah dan perdarahan.
Universitas Sumatera Utara
‐ Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
‐ Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila
disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.
‐ Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
‐ Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada colok
dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada invaginasi
didapati adanya celah.
1.12. Penatalaksanaan
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika
pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama maka akan memberikan
prognosis yang lebih baik.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup
dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan baik :
1. Reduksi dengan barium enema
2. Reduksi dengan operasi
Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita : dipuasakan, resusitasi cairan,
dekompressi dengan pemasangan pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus
dan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit maka saat ini
Universitas Sumatera Utara
antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik seperti Demerol dapat diberikan (1mg/ kg BB)
untuk menghilangkan rasa sakit.
Reduksi Dengan Barium Enema
Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema berfungsi dalam diagnostik dan
terapi. Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti :
‐ Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto abdomen
‐ Dijumpai tanda – tanda peritonitis
‐ Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam
‐ Dijumpai tanda – tanda dehidrasi berat.
‐ Usia penderita diatas 2 tahun
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis atau gelisah
karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat membantu.
Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi dengan plester, melalui
kateter bubur barium dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran
bubur barium dideteksi dengan alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat diidentifikasi dan
dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum dan bagian proksimal kolon
descendens.
Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila
kolom bubur barium berhenti dapat diulangi 2 – 3 kali dengan jarak waktu 3 – 5 menit. Reduksi
dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahankan selama 10 – 15 menit tetapi tidak dijumpai
Universitas Sumatera Utara
kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih
dahulu.
Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila :
‐ Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa feses dan
udara.
‐ Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian usus halus, jadi
adanya refluks ke dalam ileum.
‐ Hilangnya massa tumor di abdomen.
‐ Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta norit test positif.
Penderita perlu dirawat inap selama 2 – 3 hari karena sering dijumpai kekambuhan selama 36
jam pertama.
Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala
pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya,
Reduksi Dengan Tindakan Operasi
1. Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan tindakan operasi sebelum
terlebih dahulu keadaan umum pasien diperbaiki.
Universitas Sumatera Utara
Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi jaringan telah baik, hal ini di
tandai apabila produksi urine sekitar 0,5 – 1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari 120x/menit,
pernafasan tidak melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah berubah
menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan temperature badan tidak lebih dari
38o C.
Biasanya perfusi jaringan akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk,
sisanya dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah.
Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah :
a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi (resusitasi).
b. Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung.
c. Pemberian antibiotika dan sedatif.
Suatu kesalahan besar apabila buru – buru melakukan operasi karena takut usus menjadi nekrosis
padahal perfusi jaringan masih buruk.
Harus diingat bahwa obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita
serta perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di jaringan
yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum baik
akan mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan – kelainan itu
akan irreversible.
Universitas Sumatera Utara
2. Tindakan untuk mereposisi usus
Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan
cara “milking” dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan
pengalaman operator. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang),
pada anak – anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena
letaknya relatif lebih tinggi.
Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk
eksplorasi malrotasi usus, mereduksi invaginasi dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan.
Tidak ada batasan yang tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu.
Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual,
bila viabilitas usus diragukan atauditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.
Setelah usus direseksi dilakukan anastomosis ”end to end”, apabila hal ini memungkinkan, bila
tidak mungkin maka dilakukan “exteriorisasi” atau enterostomi.
1.13. Perawatan Pasca Operasi
Pada kasus tanpa reseksi Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada saluran
cerna selama 1 – 2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari intestine
menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi intestine ditandai
dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak
distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara
Universitas Sumatera Utara
perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada
kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama.
Universitas Sumatera Utara