64
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Invaginasi merupakan suatu keadaan dimana bagian proksimal usus masuk ke bagian usus distal. Suatu kegawat daruratan medis dan jika tidak diatasi secepatnya dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perforasi bahkan kematian. Invaginasi pertama sekali ditemukan oleh Hypocrates, sedangkan kelainan patologis ini pertama kali ditunjukkan oleh John Hunter pada tahun 1789. Invaginasi atau intususepsi adalah penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada anak. Di negara - negara barat, penderita invaginasi biasanya datang dalam keadaan yang masih dini, sehingga angka kesakitan dan angka kematian dapat ditekan. Kebanyakan penderita sembuh bila dirawat sebelum 12 jam setelah kejadian. Di negara-negara berkembang seperti di Indonesia, penderita sering datang dalam keadaan yang sudah terlambat atau lebih dari 12 jam setelah kejadian, sehingga sebagian besar memerlukan tindakan pembedahan yang sering disertai dengan reseksi usus. Rendahnya pengetahuan orang tua penderita tentang kesehatan menyebabkan keterlambatan memeriksakan penderita ke dokter atau oleh karena keterlambatan dokter dalam menegakkan diagnosa. Invaginasi anak terjadi pada 1 dari 13.000 penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kejadiaan laki-laki dibandingkan 1

Invaginasi1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penyakit

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Invaginasi merupakan suatu keadaan dimana bagian proksimal usus masuk ke bagian usus distal. Suatu kegawat daruratan medis dan jika tidak diatasi secepatnya dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perforasi bahkan kematian. Invaginasi pertama sekali ditemukan oleh Hypocrates, sedangkan kelainan patologis ini pertama kali ditunjukkan oleh John Hunter pada tahun 1789.Invaginasi atau intususepsi adalah penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada anak. Di negara - negara barat, penderita invaginasi biasanya datang dalam keadaan yang masih dini, sehingga angka kesakitan dan angka kematian dapat ditekan. Kebanyakan penderita sembuh bila dirawat sebelum 12 jam setelah kejadian.Di negara-negara berkembang seperti di Indonesia, penderita sering datang dalam keadaan yang sudah terlambat atau lebih dari 12 jam setelah kejadian, sehingga sebagian besar memerlukan tindakan pembedahan yang sering disertai dengan reseksi usus.Rendahnya pengetahuan orang tua penderita tentang kesehatan menyebabkan keterlambatan memeriksakan penderita ke dokter atau oleh karena keterlambatan dokter dalam menegakkan diagnosa. Invaginasi anak terjadi pada 1 dari 13.000 penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kejadiaan laki-laki dibandingkan wanita sekitar 3:1. Pada neonatus sebesar 0,3%. Sebagian besar invaginasi terjadi dibawah umur 2 tahun dengan puncak kejadian berkisar antara umur 4-11 bulan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah definisi dari invaginasi?2. Bagaimanakah epidemiologi dari invaginasi?3. Bagaimanakah etiologi dari invaginasi?4. Bagaimanakah klasifikasi dari invaginasi?5. Bagaimanakah pathogenesis dari invaginasi?6. Bagaimanakah patofisiologi dari invaginasi?7. Bagaimanakah WOC dari invaginasi?8. Bagaimanakah manifestasi klinik dari invaginasi?9. Bagaimanakah penatalaksanaan dari invaginasi?10. Bagaimanakah asuhan keperawatan dari invaginasi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari invaginasi.2. Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi dari invaginasi.3. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari invaginasi.4. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi dari invaginasi.5. Untuk mengetahui dan memahami pathogenesis dari invaginasi.6. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari invaginasi.7. Untuk mengetahui dan memahami WOC dari invaginasi.8. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinik dari invaginasi.9. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari invaginasi.10. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan dari invaginasi.

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1 DefinisiIntususepsi atau invaginasi adalah suatu keadaan, sebagian usus masuk ke dalam usus berikutnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. (Arifin, 2007)Intususepsi atau invaginasi adalah bagian usus masuk ke dalam usus di bagian belakangnya, terjadi jepitan usus, menyebabkan hambatan aliran usus dan mengganggu aliran darah yang melalui bagian usus yang mengalmi intususepsi. (Hanifah, 2007)Intususepsi terjadi bila salah satu bagian usus masuk kebagian usus lain yang mengakibatkan obstruksi di bagian atas defek (telescoping). (Dons L. Wong, 2004)Invaginasi adalah keadaan masuknya segmen usus ke segmen bagian distalnya yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi usus. (Mansjoer, 2000)Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus bagian proksimal masuk ke bagian segmen usus yang lebih distal dan pada umumnya akan menimbulkan gejala obstruksi usus. (Markum, 1999)Intususepsi adalah invaginasi atau masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian yang lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens). (Nettina, 2002)Suatu intususepsi terjadi bila sebagian saluran cerna terdorong sedemikian rupa sehingga sebagian darinya akan menutupi sebagian lainnya hingga seluruhnya mengecil atau memendek ke dalam suatu segmen yang terletak di sebelah kaudal. (Nelson, 1999)

2.2 Epidemiologi1. Anak yang mengalami invaginasi kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2-12 bulan, dan lebih banyak pada anak laki laki.2. Prevalensi penyakit diperkirakan 1-2 penderita diantara 1000 kelahiran hidup. Anaklelaki lebih banyak daripada perempuan, 3 : 1.3. Bayi yang terkena biasanya bayi sehat, menetek, gizi baik dan dalampertumbuhan optimal.4. Diare dan invaginasi dihubungkan dengan infeksi virus,karena pada pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa mesenterium,terdapat adenovirus bersama-sama invaginasi.5. Invaginasiyang terjadi pada umur lebih dari 2 tahun, biasanya disertai adanya divertikel Meckel, polip, hemangioma dan limfosarkoma.6. Infeksiparasit sering juga menyertai invaginasi anak besar.

2.3 Etiologi1. Factor Penyebaba. 90% kasus tidak dapat diketahui penyebabnya dan diduga karena pembesaran jaringan karena penyakit infeksi virus seperti infeksi oleh adenovirus dan infeksi rotavirus.b. Adanya kelainan bawaan bentuk anatomi usus bayi yang sering menjadi penyebab kejadian intususepsi usus pada bayi berusia antara < 3 bulan hingga atau > 2 tahun. Studi lain menemukan bahwa 57% kasus terjadi pada anak berusia > 4 tahun dengan kelainan anatomi usus ini.c. Bentuk kelainan anatomi usus yang paling sering menjadi penyebab intususepsi usus adalah divertikulum meckel yang sering ditemukan pada kelompok bayi dan anak. Bentuk kelainan anatomi yang lain adalah polip usus dan kelainan pada usus buntu.2. Faktor Predisposisia. Infeksi virus yang baru saja terjadi pada usus.b. Tindakan bedah bagian dan organ perut yang baru saja dilakukan.c. Trauma daerah perut.d. Enteritis karena HIV.e. Gangguan gerak peristaltic usus akibat trauma serius kepala atau karena pemberian obat anti kholinergik (anti diare).3. Faktor Resikoa. Pasien HSP (Purpura Henoch Schonlein).b. CF (Fibrosis Cistik) berresiko jika mengalami dehidrasi.

2.4 KlasifikasiKlasifikasi berdasarkan pada lokasi invaginasi:1. Ileocaecal: Ileum masuk ke dalam colon ascendens pada katub ileocaecal.2. Ileocolic: Ileum (akhir dari usus kecil ) masuk ke dalam colon.3. Colocolic: Colon masuk ke dalam colon.4. Ileo-ileo: Usus kecil masuk ke dalam usus kecil.

2.5 PathogenesisInvaginasi adalah masuknya satu segmen usus kedalam usus lainnya dan biasanya bagian proksimal usus masuk ke bagian distal sebagai akibat peristaltik. Segmen usus penerima disebut Intussuscepien dan segmen usus yang masuk disebut intususceptum. Adanya usus yang masuk ke dalam bagian usus lain terjadi obstruksi.Invaginasi menyebabkan obstruksi usus melalui 2 cara, yaitu:1. Adanya penyempitan lumen usus, karena terisi oleh bagian usus lain.2. Penekanan vasa mesenterika oleh usus di bawahnya yang berakibat dinding usus menjadi oedematus, kemudian terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah merah serta fibrin-fibrin pada lapisan serosa, mengakibatkan terganggunya vaskularisasi ke usus tersebut, sehingga usus nekrosis, perforasi dan terjadi peritonitis. Invaginasi merupakan penyebab obstruksi usus yang paling sering pada anak usia kurang dari 2 tahun. Menurut jenisnya invaginasi dapat berupa:1. Enteric : disebut invaginasi type ileoileal. Usus halus bagian proksimal masuk ke usus halus bagian distal.2. Colic : disebut invaginasi type colocolica. Colon proksimal masuk ke bagian distal colon.3. Enterocolic: usus halus masuk ke bagian colon, jenis ini dapat berupa:a. Ileocaecal : puncaknya ileocaecal valve.b. Ileocolical : ileum masuk colon melalui ileo caecal valve.c. Ileo-ileocaecal : ileum masuk ileum dan kemudian masuk lagi sebagai ileocaecal.Sebagian besar invaginasi pada anak adalah type ileo-colica dan ileo-caecal. Invaginasi type ileocolica biasanya bagian usus masuk sampai ke fleksura hepatica dan jarang lebih distal. Type ileo-ileal adalah type invaginasi yang sering terjadi pasca pembedahan.

2.6 PatofisiologiBerbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi. Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi (Tumen 1964).Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasiIntestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik obstruksi paralitik (Meingots 90 ; Bailey 90).Menurut etiologinya ada 3 keadaan :1. Sebab didalam lumen usus2. Sebab pada dinding usus3. Sebab diluar dinding usus (Meingots 90)Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus halus letak rendah dan obstruksi usus besar.Berdasarkan waktunya dibagi :1. Acuta intestinal obstruksi2. Cronik intestinal obstruksi3. Acut super exposed on cronikSekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di usus besar (Schrock, 82).

2.7 WOC

2.8 Manifestasi KlinisGejala yang dapat timbul adalah :1. Nyeri kolik hebat yang timbul mendadak, hilang timbul, serangan tiap 15-30 menit dan lamanya 1-2 menit.2. Anak merasa tersiksa, gelisah dan menangis keras.3. Anak menjadi rewel, letargi intermiten atau progresif.4. Dehidrasi, nyeri tekan dan distensi abdomen ( penyakit lanjut ).5. Kembung, perut berbentuk scaphoid.6. Muntah, kadang ada cairan empedu.7. Pucat, lemas, berkeringat dan lesu.8. Nadi lemah dan cepat.9. Pernafasan dangkal dan cepat.10. Kentut jarang atau tidak ada.11. Diare, karena penyumbatan sebagian ( sedikit ).12. Sembelit, karena penyumbatan total.13. Palpasi abdomen teraba massa berbentuk sosis.14. Anoreksia, penurunan berat badan ( bila lebih lanjut ).15. Demam, terutama bila usus mengalami perforasi.16. Bila defekasi bercampur darah dan lendir ( curant jelly stool ).17. Kemudian berangsur-angsur defekasi bercampur jaringan nekrosis (terry stool).

2.9 Penatalaksanaan Medis

A. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang menyokong pada invaginasi anak adalah; BAB berdarah dan pada pemeriksaan colok dubur didapatkan darah/lendir, teraba mass pada abdomen. Bila ada febris, harus di pikirkan telah terjadi nekrosis usus.Gejala invaginasi pada neonatus, berbeda dengan gejala pada bayi yang lebih besar, pada neonatus gejala yang utama adalah obstruksi usus, sedangkan kolik dan massa abdomen jarang ditemukan. Massa sering teraba pada bagian atas abdomen, seperti sosis dan pada abdomen kanan bawah tak teraba usus (kosong) yang dikenal sebagai Dances SignWalaupun jarang, invaginasi kadangkadang dapat diraba dari anus dan keadaan ini harus dibedakan dengan prolapsus recti. Pada invaginasi pasca bedah, gejala klinis dan radiologis tidak khas dan biasanya berupa gejala obstruksi ileus. Invaginasi kronis biasanya terjadi berulang, hilang timbul lebih dari 2 minggu, sering disertai enteritis akut dan terjadi pada anak yang lebih besar.

B. Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan radiologis dengan Barium enema dan atau USG akan sangat membantu dalam menegakkan diagnose invaginasi.Foto abdomen 3 posisi biasanya normal, kadang didapatkan gambaran dilatasi ringan bagian proksimal usus atau tidak tampak gambaran udara pada abdomen kanan bawah. Sedangkan pada keadaan invaginasi yang lanjut, tampak tanda-tanda ileus obstruktip dan bayangan massa.

C. Foto Polos AbdomenGambaran foto polos sebagai berikut:1. Tanda-tanda obstruksi mekanik usus halus bagian distal. Multipel air fluid level dan tidak ada bayangan udara pada bagian distal usus.2. Bayangan masa tubular pada abdomen yang merupakan bayangan dari usus yang masuk ke lumen usus yang lain.

ABGambar 1. Foto polos abdomen :A. Tampak bayangan massa (tanda panah) merupakan bagian usus yang masuk ke lumen usus proksimal.B. Invaginasi lanjut, sudah tampak tanda-tanda obstruksi.A. Barium enema (Colon in loop)Pada pemeriksaan barium enema atau colon in loop tampak filling defect oleh masa intraluminar yang menyebabkan kontras tidak dapat melewati segmen usus proksimal. Gambaran khas invaginasi adalah Coiled Spring appearance. Gambaran lain adalah cut off bayangan barium pada lokasi invaginasi.

ABGambar 2. A. Colon in loop pada intussusception, bagian usus masuk hingga fleksuralienalis. B. Intussusception di daerah colon ascenden.

B. Ultrasonografi (USG)Pada scan transversal (potongan melintang) dari invaginasi, USG memberikan gambaran khas berupa targets appearance atau gambaran seperti kue donat.

Gambar 3. Targets appearance atau gambaran donat pada irisan melintang invaginasi pemeriksaan USG.

Gambar 4. A. Irisan melintang dan B, irisan memanjang dari invaginasi pada USG.

D. PengobatanPengobatan dilakukan secara operatip maupun non operatip. Pengobatan non operatip invaginasi dengan barium enema pada anak tanpa komplikasi sampai saat ini masih dipertentangkan.

E. Pengobatan Non Operatip, Dengan Ba-Enema (Teknik Reduksi Hidrostatik)Tahap-tahapan sebagai berikut:1. Paling efektif bila dilakukan pada penderita invaginasi yang belum lebih dari 12-24 jam dari gejala awal.2. Resposisi dengan Ba-enema dilakukan oleh dokter radiologi bersama-sama dokter bedah.3. Digunakan keteter balon, umumnya ukuran 16 Fr, dibasahi/dilembabkan dengan air.4. Kemudian dimasukkan ke dalam rektum tanpa lubrikasi, balon dikembungkan dibawah tuntunan fluoroskopik.5. Kateter ditarik sedikit dan dipertahankan agar Barium tidak keluar. Hal tersebut bertujuan untuk membuat kedap air yang sangat penting untuk keberhasilan tehnik reduksi hidrostatik tersebut.6. Barium ditempatkan kira-kira 1 meter di atas meja penderita.7. Selama pemeriksaan tersebut tidak boleh diberikan tekanan pada abdomen dan juga tidak boleh dilakukan palpasi abdomen, karena dapat meningkatkan tekanan dalam usus dan bahaya perforasi. Kemudian Barium dimasukkan, tekanan hidrostatik dipertahankan. Jika setelah dilakukan tekanan hidrostatik kontinyu selama 10 menit dan ternyata tidak ada kemajuan, dilakukan pemeriksaan ulang. Biasanya dapat diulang sampai 2 atau 3 kali.8. Jika ada kemajuan, maka tekanan hidrostatik di pertahankan meskipun kemajuan sedikit.9. Dikatakan tereduksi sempurna bila terdapat refluks Barium yang signifikan/cukup ke dalam ileum.10. Kemudian dibuat foto post evakuasi Barium.

Keberhasilan reposisi dengan tekanan hidrostatik ditandai dengan:1. Pengisian Barium yang penuh padacaecum sampai ileum terminal2. Hilangnya masa di perut yang sebelumnya teraba3. Nyeri perut menghilang4. Keluarnya Barium disertai feces dan flatus pada proses evakuasi dari Barium5. Membaiknya keadaan klinis dari penderita

Reposisi tersebut di atas dikatakan gagal bila :1. Dalam 2-3 kali usaha reposisi tak berhasil2. Hanya sebagian saja usus yang tereposisi.

Sedangkan kontra indikasi pengobatan invaginasi dengan Barium enema adalah:1. Adanya rangsangan peritoneum yang ditandai dengan defance musculair, nyeri, nadi cepat, panas dan lekositosis akibat nekrose usus, perforasi atau toksik.2. Pada foto polos abdomen ada gambaran ileus obstruktip3. Distensi abdomen.4. Rontgenologis terdapat udara bebas atau cairan bebas dalam rongga abdomen.5. Umur penderita lebih dari 14 tahun6. Timbulnya gejala invaginasi telah lebih dari 24 jam7. Keadaan umum penderita sangat jelek Angka keberhasilan pengobatan dengan tekanan hidrostatik ini berkisar antara 50- 95%.

Keuntungan pengobatan dengan tekanan hidrostatik tersebut adalah:1. Morbiditasnya kecil2. komplikasi akibat pembiusan dan pemdehan dapat dihindarkan3. Proses penyembuhan lebih cepat dan ringan4. Perawatan menjadi lebih singkat5. Biaya lebih murah

Sedangkan kerugiannya:1. Angka kekambuhan lebih tinggi2. Adanya penyebab invaginasi yang kecil dapat tak terlihat3. Pada jenis ileo-ileocolica, maka bagian ileo-colica dapat tereponir sedangkan bagian ileo-ileal tak tereponir oleh karena adanya ileo-caecal valve4. Kehilangan waktu yang baik untuk operasi pada kegagalan reposisi/pada reposisi yang tak sempurna.

Pengobatan Secara Operatif dilakukan pengobatan secara operatif bila:1. Reposisi dengan Ba-enema gagal2. Terjadi invaginasi yang berulang3. Terdapat penyebab invaginasi yang spesifik4. Terdapat nekrosis usus, perforasi atau peritonitis5. Umur penderita lebih dari 1 tahun

Pengobatan secara operatif mempunyai 2 tujuan:1. Sebagai terapi definitive2. Untuk mengurangi residif

Pada pengobatan secara operatif: 1. Reposisi dilakukan dengan milking ke proksimal secara gentle dan membutuhkan kesabaran.2. Bila reposisi gagal atau usus nekrosis, dilakukan reseksi dan dilakukan penyambungan usus secara end to end.3. Bila keadaan umum jelek, dilakukan reseksi usus, kemudian diikuti dengan double enterostomi secara Mikulicz2.10 Aplikasi Teori

1. Pengkajian

1. Lakukan pengkajian fisik secara rutin.2. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama deskripsi keluarga tentang gejala.3. Observasi pola defekasi dan perilaku praoperasi dan pasca operasi.4. Observasi perilaku anak.5. Observasi adanya manifestai intususepsi :a. Nyeri abdomen akut (tiba-tiba) :1. Anak berteriak dan menarik lutut ke dada.2. Anak tampak normal dan nyaman selama interval di antara episode nyeri.3. Muntah.4. Letargi.5. Keluarnya feses seperti jeli merah (feses bercampur darah dan mucus).6. Abdomen lunak (pada awal penyakit).7. Nyeri tekan dan distensi abdomen (penyakit lanjut).8. Massa berbentuk sosis yang dapat diraba dikuadran kanan atas.9. Kuadran kanan bawah kosong (tanda dance).10. Demam, prostasi dan tanda-tanda lain peritonitis.6. Observasi adanya manifestasi intususepsi yang lebih kronis :1. Diare.2. Anoreksia.3. Penurunan berat badan.4. Muntah (kadang-kadang).5. Nyeri periodik.6. Nyeri tanpa gejala lain (pada anak yang lebih besar).

2. Diagnosa keperawatan

A. Pre Operasi1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.3. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.6. Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.7. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi cairan.8. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.9. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.10. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan.B. Post operasi1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.3. Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat, krisis situasional.4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.5. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.

3. IntervensiA. Pre Operasia. Dx 1: Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.b. NOC: Tingkat nyeri c. Tujuan: Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima anakd. Kriteria hasil :a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyerib. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anake. Skala:a. Ekstreamb. Beratc. Sedangd. Ringane. Tidak ada keluhanf. NIC : Menejemen nyerig. Intervensi :a. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi pengunkung).b. Berikan analgesia sesuai ketentuanc. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidurd. Kompreskan air hangat pada dahi

a. Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.b. NOC : Sleep c. Tujuan : Kebutuhan tidur pasien adekuat (10 jam / hari).d. Kriteria hasil :a. Jam tidurb. Pola tidurc. Kualitas tidurd. Tidur tidak terganggue. Kebiasaan tidurf. Skala:a. Ekstreamb. Beratc. Sedangd. Ringane. Tidak ada keluhang. NIC : Sleep Enhancementh. Intervensi:a. Kaji pola tidur pasien.b. Kaji pengaruh tindakan pengobatan terhadap pola tidur.c. Seiakan barang-barang milik pasien yang dapat mendukung pasien untuk tidur (guling, boneka, dll).d. Ajarkan teknik relaksasi.e. Ciptakan lingkungan yang nyaman.

a. Dx 3 : Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasib. NOC : Thermoregulation c. Tujuan: Pasien tidak mengalami menunjukkan peningkatkan suhu badan secara berlebihan. Suhu badan pasien normal 36-37C.d. Kriteria hasil:a. Suhu tubuh dalam rentang normalb. Nadi dan RR dalam rentang normalc. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman.e. Skala:a. Ekstreamb. Beratc. Sedangd. Ringane. Tidak ada keluhanf. NIC : Temperature regulationg. Intervensi :a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali.b. Monitor TD, N, RR.b. Monitor warna dan suhu kulit.c. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.d. Ajarkan pada pasien cara untuk mencegah keletihan akibat panas.

a. Dx 4: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.b. NOC: Fluid balancec. Tujuan: Diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.d. Kriteria hasil :a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuanb. BB ideal sesuai tinggi badanc. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisid. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.e. Skala :a. Selalu dilakukanb. Sering dilakukan.c. Kadang-kadang dilakukand. Jarang dilakukan.e. Tidak pernahf. NIC: Manajemen nutrisig. Intervensi:a. Berikan makanan yang terpilihb. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkanc. Berikan makanan sedikit tapi seringd. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.e. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

a. Dx 5 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyerib. NOC: Mobility levelc. Tujuan: Diharapkan pasien dapat melakukan mobilitas.d. Kriteria hasil : a. Klien meningkat dalam aktivitas fisikb. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitasc. Menverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindahd. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasie. Pergerakan tulangf. Keseimbangan posisi tubuhe. Skala :a. dibantu total b. memerlukan bantuan orang lain dan alatb. memerlukan bantuan orang lainc. dengan bantuand. Mandirif. NIC: Perubahan Posisia. Pantau ketepatan pemasangan traksib. Letakkan matras / tempat tidur terapeutik dengan benarc. Atur posisi pasien dengan postur tubuh yang benard. Letakkan pada posisi terapeutik ( misal ; hindari penempatan puntung amputasi pada posisi fleksi, tinggikan baian tubh yang terkena, jika diperlukan, imobilisasi / sangga bagi tubuh yang terkena).e. Dukung latihan ROM aktif.

a. Dx 6 : Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.b. Tujuan: Konstipasi pasien menurun, dengan pola eliminasi yang diharapkan, feses lunak dan berbentuk dan mengeluarkan feses tanpa bantuan.c. Kriteria hasil :a. Anak menunjukkan pengetahuan program defekasi yang dibutuhkan untuk mengatasi efek samping obat.b. Melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan mengejan.d. Skala : a. Ekstreamb. Beratb. Sedangc. Ringand. Tidak Adae. NIC : Temperature regulationf. Intervensi :a. Campurkan sereal kulit padi kedalam sereal lain jika anak tidak menyukainya. Tawarkan jus buah prem dan campurkan dengan jus lain atau air jika mereka tidak menyukainya.b. Ajarkan orang tua ketika mereka baru memulai latihan eliminasi (toilet training) untuk mengawasi, menahan defekasi secara volunter yang merupakan penyebab umum konstipasi pada anak.c. Meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang tidak normal atau tidak diinginkan.d. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan (kolaborasi).a. Dx 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d kelainan absorbsi cairan.b. NOC: Keseimbangan cairanc. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pada pasien adekuatd. Kriteria hasil:a. Keseimbangan intake & output dalam batas normalb. Elektrolit serum dalam batas normalc. Tidak ada mata cekungd. Tidak ada hipertensi ortostatike. Tekanan darah dalam batas normale. Skala :a. Tidak pernah menunjukkan b. Jarang menunjukkan c. Kadang menunjukkan d. Sering menunjukkane. Selalu menunjukkanf. NIC: Manajemen Cairana. Pertahankan intake & output yang adekuatb. Monitor status hidrasi (membran mukosa yang adekuat)c. Monitor status hemodinamikd. Monitor intake & output yang akurate. Monitor berat badan

a. Dx 8: Keterlambatan tumbang berhubungan dengan malnutrisi.b. NOC: Physical Aging Statusc. Tujuan: Pasien mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal sesuai usianya.d. Kriteria hasil : a. Rata-rata berat badanb. Cardiat out putc. Elastisitas kulitd. Kekuatan otote. Skala :a. Ekstremb. Beratc. Sedangd. ringane. tidak adaf. NIC : Developmental Enhancementa. Bina hubungan saling percaya dengan anakb. Demonstrasikan aktivitas yang meninggkatkan perkembangan anak sesuai dengan umurnya (contoh bermain icik-icik)c. Bantu anak belajar ketrampiland. Bina kesempatan untuk mendukung latihan aktivitas motorik/verbal pasiene. Berikan reinforcement positif

a. Dx 9 : Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.b. NOC: Integritas Kulitc. Tujuan: Diharapkan integritas kulit pasien baik (lembab, tidak terjadi lesi).

d. Kriteria hasil:a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.b. Tidak ada luka.c. Pefusi jaringan baik.d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.e. Skala : a. Tidak pernah menunjukkan b. Jarang menunjukkan c. Kadang menunjukkand. sering menunjukkan.e. selalu menunjukkan.f. NIC : Pressure Managementa. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar.b. Jaga kebersiha kulit agar tetep bersih dan kering.c. Monitor adanya kemerahan.d. Oleskan lotion pada daerah yang tertekan.e. Monitor aktivitas pasien.

a. Dx 10: Konflik pengambilan keputusan b.d kurang informasi yang relevanb. NOC: Decision Makingc. Tujuan: Diharapkan tidak terjadi konflik dalam keluarga. d. Kriteria Hasil:a. Identifikasi informasi yang relevanb. Identifikasi alternatifc. Memilih berbagai alternatife. Skala: a. Tidak menunjukkanb. Jarang menunjukkanc. Kadang menunjukkand. sering menunjukkane. selalu menunjukkanf. NIC: Family Supporta. Informasikan kepada keluarga tentang alternatif pilihan atau solusib. Bantu keluarga mengidentifikasi keuntungan dan kerugian alternatif lainc. Bantu keluarga dalam menjelaskan keputusannya pada anggota keluarga yang lain, jika diperlukand. Berikan dukungan secara penuhB. Post Operasia. Dx 11: Nyeri berhubungan dengan prosedur invasif.b. NOC: Tingkat Nyeri c. Tujuan: Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima anakd. Kriteria hasil:a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyerib. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anake. Skala:a. Ekstreamb. Beratc. Sedangd. ringane. tidak adaf. NIC: Menajemen Nyerig. Intervensi :a. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas nyeri).b. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi pendukung).c. Berikan analgesia sesuai ketentuand. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidure. Ajarkan teknik relaksasi

a. Dx 12: Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasib. NOC: Knowledge: infection controlc. Tujuan: Diharapakan infeksi tidak terjadi (terkontrol)d. Kriteria hasil:a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksib. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksic. Jumlah leukosit dalam batas normald. Menunjukkan perilaku hidup sehate. Skala:a. Tidak pernah menunjukkanb. Jarang menunjukkan c. Kadang menunjukkand. sering menunjukkan.e. selalu menunjukkanf. NIC: Infection controla. Pertahankan teknik isolasib. Batasi pengunjung bila perluc. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatand. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien laine. Tingkatkan intake nutrisi

a. Dx 13: Koping tidak efektif b.d tingkat kontrol persepsi tidak adekuat, krisis situasional.b. NOC: Family Copingc. Tujuan: Diharapkan koping keluarga menguat.d. Kriteria Hasil:a. Mendemonstrasikan fleksibilitas peranb. Menyelesaikan permasalahan yang adac. Percaya dapat memanej masalahd. Melibatkan anggota keluarga dalam mengambil keputusane. Mengekspresikan perasanf. Menggunakan strategi menurunkan stress (devence mecanism)e. Skala :a. Tidak pernah menunjukkanb. Jarang menunjukkan c. Kadang menunjukkand. sering menunjukkan.e. selalu menunjukkanf. NIC: Family Supportg. Intervensi:a. Yakinkan keluarga akan memberikan perawatan terbaik pada pasienb. Hargai reaksi emosional keluarga terhadap kondisi pasienc. Selesaikan prognosis beban psikologis keluargad. Berikan harapan yang realistike. Dengarkan kecemasan keluarga, perasaan dan pertanyaan keluargaf. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan keluarga pasien.

a. Dx 14: Kurang pengetahuan b.d tidak familiar dengan sumber informasi.b. NOC: Knowledge: Proses Penyakitc. Tujuan: Keluarganya dapat mengerti / lebih paham mengenai penyakit anaknya dan pengobatannya.

d. Kriteria Hasil :a. Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi perawatan anakb. Menjelaskan sebab atau faktor yang mempengaruhic. Kolaborasi aktif dengan tim kesehatan dalam pengobatan anaknyae. Skala :a. Tidak mengetahuib. Terbatas pengetahuannyac. Sedikit mengetahuid. Banyak pengetahuannyae. Intensif atau mengetahuinya secara kompleksf. NIC : Pengatahuan Proses Penyakitg. Intervensi:a. Identifikasi faktor dalam atau luar untuk menambah / meningkatkan motivasi pengobatan anaknya.b. Tentukan hubungan individu dengan latar belakang sosial budaya pada individu, keluarga atau masyarakat mengenai tingkah laku kesehatannya.c. Hindari menggunakan teknik menakut-nakutid. Mengikutsertakan keluarga (bila memungkinkan) dalam melaksanakan pengobatan/ terapi anaknya.e. Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman keluarga.

a. Dx 15: Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.NOC: Kontrol Cemasb. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau berkurang.c. Kriteria hasil : a. Monitor intensitas kecemasanb. Rencanakan strategi koping untuk mengurangi stressc. Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasand. Kondisikan lingkungan nyamane. Skala:a. Tidak pernah dilakukanb. Jarang dilakukanc. Kadang-kadang dilakukand. Sering dilakukane. selalu dilakukanf. NIC: Enhancement Family Copinga. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.b. Tetap damping pasien dan keluarga untuk menjaga keselamatan pasien dan mengurangi ansietas keluargac. Instruksikan kepada keluarga untuk melakukan ternik relaksasid. Bantu keluarga mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas.

BAB IIIAPLIKASI KASUS

Anak M usia 4 tahun menangis sambil memegang perut sebelah kanan bagian bawah saat MRS bersama ibunya. Dibawa ke RS dengan keluhan konstipasi, muntah, kembung, distendi abdomen dan demam. Ibu Sinta mengatakan anaknya sering menangis saat nyeri timbul, rewel, muntah saat minum susu, dan tidak mau makan. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, N : 110x/menit, Suhu : 40C, RR : 18x/menit, pucat, perut kembung, dan nyeri hilang-timbul.

3.1 PENGKAJIANI. Data UmumNama: Anak MRuang: HeroNo. Registrasi: 00Umur: 4 tahunJenis kelamin: Laki-lakiAgama: AgamaSuku bangsa: IndonesiaBahasa: IndonesiaAlamat: -Penanggung jawab: Ibu SintaPendidikan terakhir: SarjanaPekerjaan: WartawanGolongan darah: OTanggal MRS: 20 NovemberTanggal pengkajian: 20 NovemberDiagnosa medis: Invaginasi

II. Data Dasar1. Keluhan Utama : a. Konstipasib. Muntahc. Kembungd. Demam2. Alasan masuk rumah sakit:Ibu Sinta khawatir dengan kondisi anaknya yang semakin parah.3. Riwayat penyakit sekarang:Invaginasi.4. Riwayat kesehatan dahulu:Tidak ada.5. Riwayat kesehatan keluarga:Tidak ada.

III. Riwayat Antenatal & Post Natal1. Riwayat selama kehamilan: Tidak ada.2. Obat-obatan yang digunakan: Tidak ada.3. Kecelakan (jatuh)/tindakan yang pernah dilakukan: Tidak ada.4. Tindakan operasi: Tidak ada.5. Riwayat alergi: Tidak ada.6. Imunisasi: 5x.

IV. Pengkajian Perkembangan (DDST atau KKA/ kartu kembang anak)1. Motorik kasar: Normal.2. Motorik halus: Normal.3. Personal sosial: Normal.4. Bahasa: Sedikit lancar.

V. Riwayat Sosial1. Pengasuh: Ayah dan ibu.2. Hubungan: Orang tua.3. Pembawaan secara umum: -4. Lingkungan rumah: Damai dan tentram

VI. Pola Fungsi Kesehatan1. Persepsi keluarga terhadap kesehatan manegemen kesehatanMereka sangat menjaga kesehatan dan mengerti tentang pentingnya kesehatan.2. Pola aktifitas dan latihanAktifitas01234

Mandi x

Berpakaian x

Eleminasi x

Mobilisasi di tempat tidur x

Pindah x

Ambulasi x

Naik tangga x

Makan dan minum x

Gosok gigi x

3. Pola istirahat dan tidurKeteranganSebelum sakitSaat sakit

Jumlah jam tidur siang 2 jam1 jam

Jumlah jam tidur malam 8 jam6 jam

Pengantar tidur MenyanyiTidak ada

Total tidur 10 jam7 jam

Gangguan tidur Minta susuNyeri

4. Pola nutrisi- metabolik1. Berat badan sebelum sakit dan saat sakitTanggal pemeriksaanBB sebelum sakitBB saat sakit

20 November 201417 kg15 kg

2. Tinggi badan: 104 cm3. Kebiasaan pemberian makananKeteranganSebelum sakitSaat sakit

Frekuensi 3x sehari1x sehari

Jenis Nasi, Sayur, LaukBubur

Porsi SedangSedikit

Total konsumsi3x1x

Keluhan -Mual dan muntah

4. Diit khusus: Tidak ada.5. Tanda kecukupan nutrisi (NCHS atau menyesuaikan RS setempat)DehidrasiKeterangan Intake outputTanda dehidrasi

cairanSusu, airCairanMuntah

Total produksi urin---

6. Pola eliminasiEliminasi urinKeteranganSebelum sakitSaat sakit

Frekuensi5x sehari2x sehari

Pancaran--

JumlahSedangSedikit

BauPesingPesing

WarnaKuningKuning pekat

Perasaan setelah BAK--

Total produksi urin--

Eliminasi AlviKeteranganSebelum sakitSaat sakit

frekuensi2x-

KonsistensiSedang-

Bau--

warnaCoklat keemasan-

7. Pola kognitif dan persepsi sensori: Normal8. Pola konsep diri: Normal9. Pola mekanisme koping: Normal10. Pola fungsi seksual-reproduksi: Normal11. Pola hubungan-peran: -12. Pola nilai dan kepercayaan: -KeteranganSebelum sakitSaat sakit

Nilai khusus--

Praktik ibadahBerdoaBerdoa

Pengetahuan tentang praktik ibadah selama sakit-

13. Pola aktifitas bermain: NormalVII. Pemeriksaan Fisik (Data Obyektif)1. Status kesehatan umum: LemahKeadaan/ penampilan umum: Pucat, lesu, dan gelisah.Kesadaran: Compos mentisBB sebelum sakit: 17 kgBB saat ini: 15 kgBB ideal: 16,5kgPerkembangan BB: MenurunStatus gizi: -Tanda-tanda vital:a. TD: 160/60mmHgb. N: 110x/menitc. Suhu: 40Cd. RR: 18x/menit2. Pemeriksaan fisik (B1-B6)a. B1 (breathing): Cuping hidung, sesakb. B2 (Bleeding): Tekanan darah normalc. B3 (Brain): Compos mentisd. B4 (Bladder): Mengeluarkan 300 cce. B5 (Bowel): Nyeri dan kembungf. B6 (Bone): -3. Pemeriksaan diagnostik 1. Laboratorium: -2. Radiologi: -4. Terapi1. Oral: -2. Parenteral: -3. Lain-lain: -

3.2 DIAGNOSIS1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena faktor biologis2. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorpsi cairan.4. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi.5. Nyeri akut berhubungan dengan penyebab cedera.

ANALISA DATANo.DataProblemEtiologi

1. DS : - anak menangis sambil memegang perutnya.DO : - Nyeri skala 7, hilang timbul.Nyeri akutAgen-agen penyebab cedera (biologis ; proses penyakit).

2.DS : - anak dengan keluhan muntah.DO : - Lemas.Ketidakseimbangan nutrisiTidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena faktor biologis.

3.DS : - anak dengan keluhan konstipasi.DO : - Perut kembungKonstipasiKelemahan otot abdomen

4.DS : -anak dengan keluhan demam.DO : -suhu 40CHipertermiaProses inflamasi

5.DS :-anak dengan keluhan muntah,DO :-penurunan berat badanKekurangan volume cairanKelainan absorpsi cairan

3.3 INTERVENSINo. DXTujuan & kriteria hasil (NOC)Intervensi (NIC)Rasional

5.Tujuan :Dalam waktu 2 x 24 jam, pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima anak.Kriteria hasil :a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri.b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak.Skala :a. Ekstrimb. Beratc. Sedangd. Ringan e. Tidak ada

1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (mis, ruangan tenang, batasi pengunjung).2. Berikan analgesik sesuai ketentuan (kolaborasi).3. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur.4. Kompreskan air hangat pada dahi.1. Untuk menentukan keefektifan obat. 2. Untuk meyakinkan pengurangan nyeri yang adekuat.3. Untuk menurunkan ketegangan atau spasme otot dan untuk mendistribusikan kembali tekanan pada bagian tubuh.4. Untuk meminimalkan atau mengurangi nyeri.

2.Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam, konstipasi pasien menurun, dengan pola eliminasi yang diharapkan, feses lunak dan berbentuk dan mengeluarkan feses tanpa bantuan.Kriteria hasil :a. Anak menunjukkan pengetahuan program defekasi yang dibutuhkan untuk mengatasi efek samping obat.b. Melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan mengejan.Skala : a. Ekstreamb. Beratb. Sedangc. Ringand. Tidak Ada1. Campurkan sereal kulit padi kedalam sereal lain jika anak tidak menyukainya. Tawarkan jus buah prem dan campurkan dengan jus lain atau air jika mereka tidak menyukainya.2. Ajarkan orang tua ketika mereka baru memulai latihan eliminasi (toilet training) untuk mengawasi, menahan defekasi secara volunter yang merupakan penyebab umum konstipasi pada anak.3. Meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang tidak normal atau tidak diinginkan.4. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan (kolaborasi).1. Kebanyakan pasien mengalami penurunan tonus otot intestinal dan penurunan kekuatan otot abdomen, yang mengakibatkan peristaltic melambat, feses kering, dan penurunan kemampuan mengejan ketika defekasi. Makanan tinggi serat menyuplai bulk untuk menciptakan eliminasi yang normal dan meningkatkan tonus otot intestinal.2. Penting untuk berespons terhadap keinginan defekasi secara tepat waktu untuk mempertahankan fungsi fisiologis normal dan untuk menghindari tekanan dan ketidaknyamanan pada saluran pencernaan bawah.3. Asupan cairan tidak adekuat menyebabkan feses keras dan konstipasi. Pemantauan keseimbangan cairan yang adekuat dan meningkatkan eliminasi.4. Untuk menghindarkan pasien mengonsumsi makanan yang tidak diperbolehkan.

1Tujuan :Dalam waktu 2x24 jam, Diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.Kriteria hasil :a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuanb. BB ideal sesuai tinggi badanc. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisid. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.Skala :a. Selalu dilakukanb. Sering dilakukan.c. Kadang-kadang dilakukand. Jarang dilakukan.e. Tidak pernah

1. Berikan makanan yang terpilih2. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan3. Berikan makanan sedikit tapi sering4. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

1. Untuk meningkatkan nafsu makan pasien.2. Untuk mengkaji zat gizi yang dikonsumsi dan suplemen yang diperlukan.3. Untuk menurunkan diare dan meningkatkan absorpsi.4. Untuk meningkatkan nafsu makan pasien.5. Untuk mengkaji zat gizi yang dikonsumsi dan suplemen yang diperlukan.

3.Tujuan :Dalam waktu 2x24 jam, Selama proses keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pada pasien adekuat.Kriteria hasil :a. Keseimbangan intake & output dalam batas normalb. Elektrolit serum dalam batas normalc. Tidak ada mata cekungd. Tidak ada hipertensi ortostatike. Tekanan darah dalam batas normal

1. Pertahankan intake & output yang adekuat2. Monitor status hidrasi (membran mukosa yang adekuat)3. Monitor status hemodinamik4. Monitor berat badan1. Untuk mengembalikan kehilangan cairan.2. Membran mukosa yang kering merupakan suatu tanda dehidrasi.3. Tindakan ini mendorong kertelibatan pasien dalam perawatan personal.4. Pengukuran berat badan setiap hari dapat membantu memperkirakan status cairan tubuh.

4.Tujuan :Dalam waktu 2x24 jam, Pasien tidak mengalami menunjukkan peningkatkan suhu badan secara berlebihan. Suhu badan pasien normal 36-37C.Kriteria hasil :a. Suhu tubuh dalam rentang normalb. Nadi dan RR dalam rentang normalc. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman.

1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali.2. Monitor TD, N, RR.3. Monitor warna dan suhu kulit.4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.5. Ajarkan pada pasien cara untuk mencegah keletihan akibat panas.

1. Untuk meyakinkan perbandingan data yang akurat.2. Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan vena sentral, dan penurunan tekanan darah dapat mengindikasikan hipovolemia, yang mengarah pada penurunan perfusi jaringan. Kulit yang dingin, pucat dan burik dapat diindikasikan penurunan perfusi jaringan. Peningkatan frekuensi pernafasan berkompensasi pada hipoksia jaringan.3. Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan vena sentral, dan penurunan tekanan darah dapat mengindikasikan hipovolemia, yang mengarah pada penurunan perfusi jaringan. Kulit yang dingin, pucat dan burik dapat diindikasikan penurunan perfusi jaringan. Peningkatan frekuensi pernafasan berkompensasi pada hipoksia jaringan.4. Tindakan itu menghindari kehilangan air, natrium klorida, dan kalium yang berlebihan.5. Tindakan tersebut meningkatkan kenyamanan dan menurunkan temperature tubuh.

3.4 IMPLEMENTASIHari/Tgl/JamNo.DXTindakan yang dilakukan HasilTanda tangan

Minggu, 20 November.Jam 15.0051. Memberikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (mis, ruangan tenang, batasi pengunjung).2. Memberikan analgesik sesuai ketentuan (kolaborasi).3. Mencegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur.4. Mengompreskan air hangat pada dahi.1. Pasien menjelaskan kadar dan karakteristik nyeri.2. Pasien mengungkapkan rasa nyaman berkurangnya nyeri.3. Pasien Pasien merasa nyaman.4. Pasien mencoba metode non farmakologis untuk mengurangi nyeri.

Minggu, 20 NovemberJam 16.0021. Campurkan sereal kulit padi kedalam sereal lain jika anak tidak menyukainya. Tawarkan jus buah prem dan campurkan dengan jus lain atau air jika mereka tidak menyukainya.2. Ajarkan orang tua ketika mereka baru memulai latihan eliminasi (toilet training) untuk mengawasi, menahan defekasi secara volunter yang merupakan penyebab umum konstipasi pada anak.3. Meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang tidak normal atau tidak diinginkan.4. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan (kolaborasi).1. Pasien menguraikan rencana untuk memasukkan perubahan kebiasaannya kedalam gaya hidup untuk membantu mempertahankan eliminasi yang normal.2. Pasien melaporkan keinginan defekasi, bila memungkinkan.3. Asupan cairan dan serat pasien dapat dikaji.4. Pasien mempertahankan pola eliminasi dalam batas normal.

Minggu, 20 November.Jam 17.0011. Berikan makanan yang terpilih2. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan3. Berikan makanan sedikit tapi sering4. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

1. Pasien mengonsumsi minimal kalori setiap hari.2. Pasien mengonsumsi minimal kalori setiap hari.3. Pasien menoleransi ml.4. Pasien terlihat menikmati makanannya.

Minggu, 20 November Jam 18.0031. Pertahankan intake & output yang adekuat2. Monitor status hidrasi (membran mukosa yang adekuat)3. Monitor status hemodinamik4. Monitor berat badan1. Asupan cairan pasien melebihi haluaran. Asupan ml/24 jam. Haluaran ml/24 jam.2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.3. Volume cairan tetap adekuat.4. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

Minggu, 20 November.Jam 19.0041. Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali.2. Monitor TD, N, RR.3. Monitor warna dan suhu kulit.4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.5. Ajarkan pada pasien cara untuk mencegah keletihan akibat panas.

1. Suhu tetap normal.2. Suhu tetap normal.3. Suhu tetap normal.4. Keseimbangan cairan tetap stabil.5. Pasien menyatakan peningkatan kenyamanannya.

3.5 EVALUASIHari/Tgl/JamPerkembanganTanda tangan

Senin/21/06.00S : Klien sudah tidak menangis lagiO : Nyerinya hilangA : Tujuan teratasiP : Dihentikan

Senin/21/08.00S : Klien tidak muntah lagiO : Tidak terjadi distensiA : Tujuan teratasi sebagianP : Dilanjutkan

Senin/21/10.00S : Klien tidak mengalami konstipasi lagiO : Tidak terjadi perut kembungA : Teratasi sebagianP : Di lanjutkan

Senin/21/12.00S : Klien sudah tidak demam lagiO : Suhu 36 C A : Tujuan TeratasiP : Di hentikan

Senin/21/13.00S : Klien sudah tidak muntah lagiO : Berat badan normal 16 kgA : Tujuan teratasi sebagianP : Di lanjutkan

BAB IVPEMBAHASAN

Anak M usia 4 tahun dirawat di rumah sakit dengan keluhan konstipasi, muntah, kembung, distensi abdomen, demam.Setelah pemeriksaan fisik ditemukan anak dengan nyeri tekan sebelah kanan bagian bawah dengan tingkat nyeri skala 7 dan terjadi obstruksi usus yang melalui 2 cara: pertama adanya penyempitan lumen usus karena terisi oleh bagian usus lain, kedua penekanan vasa mesenterika oleh usus di bawahnya yang berakibat dinding usus menjadi oedematus, kemudian terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah merah serta fibrin-fibrin pada lapisan serosa, mengakibatkan terganggunya vaskularisasi ke usus tersebut, sehingga usus nekrosis, perforasi dan terjadi peritonitis. Dari hasil pengkajian yang dilakukan, maka dapat ditegakkan diagnose keperawatan yang pertama untuk klien adalah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena faktor biologis.

Diagnosa kedua untuk klien adalah konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus. Diagnosa ketiga untuk klien adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorpsi cairan. Diagnosa keempat untuk klien adalah hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi. Diagnosa kelima untuk klien adalah nyeri akut berhubungan dengan penyebab cedera.

BAB VPENUTUP5.1 KesimpulanBerbagai gangguan yang terdapat pada saluran pencernaan bayi dan anak, salah satunya adalah adanya obstruksi pada usus dan hal ini mencakup mekanik maupun parakitik. Sedangkan invaginasi merupakan salah satu bentuk gangguan obstruksi usus yang sifatnya mekanik.

Invaginasi merupakan masuknya bagian usus kedalam perbatasan atau lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk kedalam kolon desenden). Penyebabnya masih belum diketahui, kemungkinan pemicunya adalah infeksi usus, pertumbuhan non-kanker atau tumor kanker di usus. Tanda dan gejalanya nyeri perut secara tiba-tiba, muntah, BAB bercampur darah, muka pucat dan lemah. Komplikasinya adalah peritonitis, perforasi usus, kerusakan atau kematian jaringan, infeksi rongga perut, hingga menyebabkan kematian. Penatalaksanaannya dapat dilakukan suntikan salin, udara atau barium kedalam kolon.

Data yang perlu dikaji adalah pengkajian fisik secara umum, riwayat kesehatan, observasi tingkah laku bayi atau anak, observasi manifestasi : nyeri abdomen proksimal, anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada, muntah, letargi, feses mengandung darah dll, dehidrasi dan demam, kaji prosedur diagnostic dan tes seperti pemerikasaan foto polos abdomen, barium enema dan ultrasonogram. Masalah keperawatan yang muncul adalah resiko kekurangan cairan, kurangnya pengetahuan, dan masalah keperawatan yang muncul setelah pembedahan adalah nyeri, resiko infeksi, resiko perdarahan, inefekstif termoregulasi, dan kurang pengetahuan. Maka perlu dilakukan rencana keperawatan seperti pemberian cairan intravena, pantau ttv, pantau masukan dan haluan, mendiskusikan dengan pasien dan orangtua tentang tata cara pemberian barium enema, serta kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesic. Evaluasinya adalah resti kekurangan volume cairan tidak terjadi, kurangnya pengetahuan dapat teratasi dan nyeri pada abdomen pasca pembedahan dapat berkurang atau hilang.

143 | Page

5.2 Saran

1. Orang tuaDiharapkan kepada orangtua memeriksakan bayi atau anaknya secepat mungkin apa bila bayi atau anaknya menunjukan tanda dan gejala dari invaginasi seperti nyeri perut hebat, muka pucat, lemah, muntah, dan BAB bercampur darah. Makin cepat keadaan ini dikenali, maka makin baik kemungkinan untuk memperbaiki keadaan dan dapat mempertahankan usus dari kematian atau pembusukan, sehingga bagian usus dapat diselamatkan dari kemungkinan di potong.2. MahasiswaDiharapkan kepada seluruh mahsiswa agar melakukan pengkajian dan pemeriksaan dengan tepat pada kasus ini sehingga dapat menegakkan diagnose keperawatan dengan tepat sesuai dengan makalah yang dibuat serta mahsiswa dapat melakukan penyuluhan kesehatan tentang invaginasi, memberikan penjelasan tanda dan gejalanya kepada masyarakat serta tindakan apa yang harus dilakukan apabila terjadi invaginasi pada anak.3. PerawatDiharapkan dalam memberikan perawatan pada bayi atau anak dengan gangguan pada saluran pencernaan obstruksi usus mekanik ini yaitu invaginasi, perawat harus benar-benar memperhatikan tanda-tanda yang mengarah pada rasa nyeri dan dehidrasi. Perawatan yang diberikan perawat pada pra operasi yaitu berupa reduksi dengan barium enema, barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti adanya tanda obstruksi usus yang jelas. Serta memberikan perawatan post operasi yaitu berupa memperbaiki keadaan umum, serta tindakan untuk mereposisi usus, reposisi manual dengan cara milking dilakukan dengan halus dan sabar.