Upload
irwansyah-putra-ahmad
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER DISERTAI KUIS DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA
KELAS XI SMK N 1 TILATANG KAMANG
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Oleh:
Ira Yusma Wardesi
NIM. 2411.050
Dosen Pembimbing:
Imammuddin M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2013 M/1434 H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam setiap islam umatnya diwajibkan untuk menuntut ilmu dan Allah pun
memberikan penghargaan kepada umatnya yang beriman dan berilmu. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu, berilah
kelapangan didalam majlis-majlis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, berdirilah kamu maka
berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah maha
teliti apa yang kamu kerjakan.”1
Dari ayat diatas dijelaskan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-
orang yang beriman, dan orang mukmin yang memiliki pengetahuan, kemudian
melaksanakan apa yang telah diketahuinya itu berdasarkan ilmu yang dimiliki
sesuai dengan fungsi dan peranannya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memegang peranan penting dalam
perkembangan peradaban dan kehidupan manusia. Agar manusia dapat menguasai
IPTEK maka sangat diperlukan proses pendidikan yang berkualitas. Salah satu
cara untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan memperbaiki
pembelajaran di sekolah pada semua bidang studi.
1 Depertemen Agama, Al-Qur’an Tajwid Dilngkapi Asbabun Nuzul Inti Sari Ayat dan Hadist,2007
Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu juga merupakan dasar dari ilmu
pengetahuan serta sarana berfikir ilmiah, sangat berperan penting dalam
perkembangan disiplin ilmu pengetahuan lainnya dan kemajuan teknologi. Hal ini
dapat dilihat dari penerapan matematika pada berbagai disiplin ilmu serta
aplikasinya dalam berbagai pengembangan seperti bidang ekonomi, industri, dan
teknologi. Mengingat besarnya peranan matematika, maka matematika dijadikan
sebagai salah satu mata pelajaran wajib bagi pendidikan dasar sampai menengah.
Alasan perlunya matematika diajarkan kepada siswa yaitu karena:
1. Selalu digunakan dalam segala aspek kehidupan
2. Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai
3. Dapat digunakan untuk mengajukan informasi dalam berbagai cara.
Matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu dimaksudkan bahwa matematika
adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain. Dengan perkataan lain banyak ilmu-
ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika.
Dari kedudukan matematika sebagai ratu ilmu pengetahuan seperti yang
telah diuraikan diatas, tersirat bahwa matematika itu sebagai suatu ilmu berfungsi
pula untuk melayani ilmu pengetahuan. Dengan perkataan lain, matematika
tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatu ilmu, juga untuk
melayani kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya.2
Karena itu pemerintah terus berusaha memperbaiki komponen-komponen
penunjang pendidikan seperti kualitas guru, siswa, sarana dan prasarana serta
2 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:JICA Universitas Pendidikan Indonesia(UPI)) hal 28
lingkungan pendidikan. Meskipun demikian usaha pemerintah untuk memajukan
pendidikan khususnya matematika belum membuahkan hasil yang memuaskan.
Hal ini terbukti dari hasil belajar matematika siswa yang belum sesuai
dengan yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil ujian mid siswa kelas X1
semester 1 SMK N 1 Tilatang Kamang pada tahun ajaran 2013/2014, sebagai
berikut:
Tabel 1.1
Persentase Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Kelas X1 Semester 1
SMK N 1 Tilatang Kamang Tahun Ajaran 2013/2014
Persentase Hasil
Belajar Siswa
XI 1
TGB(%)
XI 2
TITL(%)
Xl3
TKJ(%)
XI 4
TKR 1(%)
XI 5
TKR 2(%)
< 75 89 89,47 85 100 68
≥ 75 11 10,53 15 0 32
(sumber: guru matematika kelas XI SMK N I Tilatang Kamang)
Keterangan:
TGB = Teknik Gambar Bangunan
TITL = Teknik Instalasi Tenaga Listrik
TKJ = Teknik Komputer Jaringan
TKR 1 = Teknik Kendaraan Ringan
TKR 2 = Teknik kendaraan Ringan
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa SMK N 1 Tilatang
Kamang masih sangat rendah dan belum mencapai Kriteria ketuntasan minimal
(KKM) yang diberikan oleh guru bidang studi matematika yaitu 75, dari sini
dapat disimpulkan bahwa banyak siswa mendapatkan nilai dibawah KKM yang
telah ditetapkan.
Seseorang dikatakan berhasil dalam belajar matematika jika ia mampu
memahami materi yang diajarkan dan dapat menyelesaikan soal dengan baik.
Secara garis besar keberhasilan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Fakror internal adalah faktor yang
berasal dari dalam diri siswa itu sendiri seperti kesehatan fisik, kemampuan dasar,
perhatian, minat, bakat, kesiapan dalam belajar, motivasi dalam belajar dan
lainnya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa
seperti lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya dan juga termasuk
kurikulum, guru, metode, sarana dan prasarana.
Secara internal, motivasi diri sangat berpengaruh dalam pembelajaran.
Motivasi belajar siswa dapat dilihat dari kesiapan siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran, kesiapan itu berupa bekal materi sebelum materi disampaikan oleh
guru. Namun yang terlihat, siswa lebih sering tidak memiliki bekal materi yang
akan dipelajari. Sehingga dalam proses belajar mengajar mereka terbiasa
menerima dan terkesan tidak siap serta kurang berminat dalam belajar, sehingga
siswa kurang termotivasi dan kurang bersikap kritis dalam mempelajari bahan
pelajaran yang diberikan oleh guru. Ini terbukti setelah guru menjelaskan
pelajaran, dan menanyakan kembali tentang pelajaran yang telah dijelaskan masih
banyak siswa yang tidak mengerti dan tidak bisa menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru. Dan ketika guru memberikan latihan, hanya beberapa orang
saja yang mengerjakan latihan secara mandiri, sedangkan yang lainnya menunggu
jawaban dari temannya.
Berdasarkan hasil observasi penulis, ternyata karena siswa tidak membaca
dirumah, sehingga tidak memiliki bekal pelajaran sedikitpun dan hanya menunggu
penjelasan dari guru. Hal ini disebabkan siswa pada umumnya tidak memiliki
buku penunjang belajar matematika, baik itu berupa buku paket maupun buku
penunjang lainnya. Karena itu guru harus mengerti dengan situasi dan kondisi
siswanya, dan juga harus memahami apa yang dibutuhkan oleh siswanya.
Diantaranya dalam hal kemampuan dan kesiapan siswanya dalam belajar. Guru
harus dapat mengarahkan siswanya agar senantiasa bisa mengadakan pengaitan
antara materi yang akan dipelajari dengan materi terdahulu.
Menurut peneliti salah satu model pembelajaran yang dapat memotivasi
kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran adalah dengan
menggunakan model advance organizer (Pengaturan awal). Advance organizer
berisi tujuan pembelajaran, konsep-konsep atau pokok-pokok materi berupa
batasan yang akan dipelajari yang diberikan kepada siswa diawal atau sebelum
materi sesungguhnya diberikan, sehingga dapat menarik minat dan mendorong
kesiapan siswa untuk belajar.
Selain itu untuk menguji kesiapan siswa dalam mengikuti pelajaran maka
siswa akan diberikan kuis, yang mana soal-soal kuis diambil berdasarkan Advance
Organizer dan latihan yang telah diberikan. Hal ini bertujuan untuk memotivasi
agar mempelajari advance organizer dan mengikuti pelajaran dengan baik.
Berdasarka uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Penerapan Model Advance Organizer Disertai Kuis Dalam
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas XI SMK N 1 Tilatang Kamang
Tahun Ajaran 2013/2014
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat diidentifikasikan
permasalahan dalam pembelajaran matematika sebagai berikut:
1. Konsep dasar matematika yang kurang mantap pada siswa
2. Siswa kurang termotivasi dan kurang bersifat kritis dalam menerima bahan
pelajaran yang diberikan oleh guru
3. Siswa kurang mempersiapkan diri untuk membaca materi yang akan diajarkan
4. Siswa kesulitan dalam belajar dikarenakan buku sumber belajar yang terbatas
5. Hasil belajar siswa masih rendah
6. Sarana dan prasarana masih kurang lengkap.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang peneliti miliki,
maka masalah yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada hasil belajar
matematika siswa kelas XI SMK N 1 Tilatang Kamang.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah maka permasalahan
dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut :
“ Apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model
Advance Organizer disertai kuis lebih baik dari yang tidak menggunakan model
Advance Organizer disertai kuis pada siswa kelas XI SMK N 1 Tilatang
Kamang”.
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika
antara siswa yang diajar dengan menggunakan model Advance Organizer
disertai kuis lebih baik dari yang tidak menggunakan model Advance Organizer
disertai kuis pada siswa kelas XI SMK N 1 Tilatang Kamang.
F. Kegunaan Penelitian
1. Masukan bagi penulis sebagai seorang calon guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran nantinya terutama dengan menggunakan lembaran materi
prasyarat ini.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan keefektifan siswa khususnya guru
matematika di SMK N 1 Tilatang Kamang.
3. Sebagai bahan acuan dan informasi bagi peneliti selanjutnya.
4. Bagi siswa dalam usaha meningkatkan pemahaman pelajaran khususnya
pelajaran matematika
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Belajar dan Pembelajaran Matematika
1. Pengertian Belajar
Belajar dan pendidikan sering digunakan dalam satu rangkaian. Belajar
merupakan istilah kunci yang paling penting dalam setiap usaha pendidikan,
sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Belajar meliputi
tidak hanya mata pelajaran, tetapi juga penguasaan, kebiasaan, persepsi,
kesenangan, minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan, dan cita-
cita. 3
Sedangkan menurut Witherington dalam buku Educational Psychology
mengemukakan “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”. 4
Jadi dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan
tingkah laku yang terjadi pada diri siswa terutama perubahan yang terjadi pada
kepribadiannya berupa sikap, kebiasaan, kepandaian, dan pengertian disaat
keadaan sesoarang itu tak menentu. Jadi disini guru seharusnya dapat memahami
keadaan siswanya, apakah siswanya sudah siap untuk menerima pelajaran atau
belum, dan guru harus bisa menciptakan suasana-suasana belajar yang diinginkan
siswanya.
3 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar & Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), hal. 454 Oemar Hamalik, Psikologi Pendidikan ……, hal. 84
Menurut Sumadi Suryabrata terdapat tiga hal pokok yang terjadi dalam
belajar, yaitu :
1. Belajar itu membawa perubahan
2. Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkan kecakapan baru
3. Perubahan itu terjadi karena usaha. 5
Perubahan-perubahan itu banyak berhubungan dengan orientasi kepribadian,
apakah kita senang atau tidak senang dalam proses belajar mengajar. Pendekatan
belajar merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses dan hasil
belajar siswa, oleh karena itu guru harus melaksanakan kegiatan pengajaran
sebaik mungkin sehubungan dengan tugasnya sebagai pendidik.
2. Pembelajaran Matematika
Proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan,
sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa
dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber atau fasilitas dan teman sesama
siswa. Menurut Erman Suherman Pembelajaran adalah proses komunikasi
fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka
perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang
bersangkutan.6 Guru berperan sebagai komunikator, siswa sebagai komunikasikan
berisi pesan berupa ilmu pengetahuan.
Pembelajaran terjadi jika ada interaksi antara guru dan siswa, antara siswa
dengan siswa. Agar interaksi tercipta dengan baik maka guru harus menjalankan
fungsinya sebagai fasilitator.
5 Sumadi Suyabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2007), hal.2326 Erman suherman dkk,Strategi Pembelajaran MatematikaKotemporer,(Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia, 2001) hal 9
Sedangkan Mengajar adalah suatu usaha yang dilakukan guru dalam
menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Menurut Nana Sudjana mengajar adalah
mengatur dan mengorganisasikan lingkungan sekitar siswa sehingga dapat
mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan pembelajaran.7 Dari
pengertian diatas dapat dipahami bahwa mengajar merupakan proses yang
dilakukan guru untuk membelajarkan siswa. Jadi proses belajar mengajar
bertujuan menghasilkan perubahan tingkah laku.
Adapun karakteristik pembelajaran matematika disekolah tidak bisa terlepas
dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa
yang kita ajar. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau
karakteristik pembelajaran matematika di sekolah. Menurut Erman Suherman dkk
karakteristik pembelajaran matematika yaitu:
a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap) yaitu dimulai dari hal
yang konkrit dilanjutkan ke abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang
kompleks. Atau bisa dikatakan dari konsep yang mudah menuju kekonsep yang
lebih sukar.
b. Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral. Dalam setiap
memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep
atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu
dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari dan sekaligus untuk
mengingatkannya kembali. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara
memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika.
Metoda spiral bukanlah mengajarkan konsep hanya dengan pengulangan atau
7 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 1995) hal 29
perluasan saja tetapi harus ada peningkatan. Spiralnya harus spiral naik
bukanlah spiral datar.
c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif. Matematika adalah
ilmu deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun
demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang cocok dengan kondisi
anak didik yang kita ajar. Maka dalam proses pembelajaran matematika belum
seluruhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan
induktif. Sebagai contoh dalam pengenalan fungsi, tidak diawali oleh defenisi
fungsi tetapi diawali dengan memberikan contoh-contoh relasi yang
diantaranya ada yang merupakan fungsi. Sehingga dari pengamatan terhadap
contoh-contoh tersebut kelihatan bedanya antara relasi biasa dengan relasi yang
khusus yang disebut fungsi.
d. Pembelajaran matematika menganut sistem konsistensi. Kebenaran dalam
matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatik. Kebenaran-kebenaran
dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada
pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya.
Menurut teori Gagne yang dikutip oleh Erman Suherman menyatakan
bahwa dalam pembelajaran matematika ada dua objek yang diperoleh siswa yaitu
objek langsung dan objek tidak langsung. Objek langsung berupa fakta,
keterampilan, konsep dan aturan. Objek tak langsung antara lain kemampuan
menyelidiki dan memecahkan masalah. Belajar mandiri dan mengetahui
bagaimana semestinya belajar.8
8 Erman Suherman, dkk, Stategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (jakarta universitas pendidikan indonesia), hal.33
Berdasarkan teori diatas, pada saat belajar matematika siswa akan
menemukan beberapa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan tertentu. untuk
dapat berinteraksi dengan keadaan tersebut siswa harus memiliki kemampuan
untuk menyelidiki, memecahkan masalah, belajar mandiri dan mengetahui
bagaimana cara belajar yang tepat.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan
yang sangat penting dalam perkembangan ilmu lainnya (khususnya ilmu eksakta).
Sejalan dengan itu, pembelajaran matematika disekolah hendaknya juga
mengalami kemajuan. Salah satu ciri dari pembelajaran matematika masa kini
adalah penyajiannya didasarkan pada teori psikologi pembelajaran. Karena proses
pembelajaran adalah pembentukan diri siswa untuk menuju pada pembangunan
manusia seutuhnya.
Menurut Depdiknas tujuan pembelajaran matematika adalah:
a. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan
b. Mengembangkan aktivitas kreatif
c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan.9
Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika, dapat disimpulkan bahwa
matematika berfungsi mengembangkan kemampuan berhitung, mengukur,
menurunkan, dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu, matematika juga berfungsi mengembangkan
aktivitas, kemampuan mengkomunikasikan ide, dan pendapat dengan bahasa
9 Depdiknas, Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika Buku 3(Jakarta hal 9)
melalui model matematika berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram,
grafik atau tabel.
Menurut Erman Suherman “Dalam pembelajaran matematika disekolah
guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metoda dan
teknik yamg melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik,
maipun sosial”. Pembelajaran matematika yang melibatkan siswa aktif adalah
pembelajaran yang dapat dialami siswa lebih bermakna.
Menurut Depdiknas pembelajaran akan lebih bermakna jika anak
“mengalami” apa yang dipelajarinya bukan “mengetahuinya”. Untuk itu perlu
digunakan suatu strategi yang tepat sehingga dapat melibatkan siswa secara
langsung dan siswa secara sadar belajar karena pembelajaran yang terjadi adalah
pembelajaran yang bermakna. hal ini akan membuat siswa lebih aktif sehingga
tujuan pembelajaran yang telah direncanakan dapat tercapai.
B. Perangkat Pembelajaran
“Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan sumber belajar yang terdiri
dari materi ajar, lembar kegiatan peserta didik, rencana pembelajaran. instrument
tes hasil belajar, dan bahan ajar”. Slameto menyatakan bahwa: “Mengusahakan
alat belajar yang baik dan lengkap adalah perlu, agar dapat mengajar dengan baik
sehingga peserta didik dapat menerima pelajaran dengan baik”. Tentu saja hal ini
sudah menjadi tanggung jawab dari seorang guru dalam menyediakan alat belajar
atau dalam hal ini diistilahkan dengan perangkat pembelajaran.10
Degeng (1994) menjelaskan, terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam merancang suatu perangkat pembelajaran yaitu:
a. Dapat membantu untuk kegiatan pembelajaran secara individu atau kelompok
10 Slameto, Belajar Dan Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya. (Jakarta: rineka cipta) hal.68
b. Dapat merespon secara maksimal
c. Memuat pesan secara potensial
d. Mampu memberikan kesempatan belajar yang diamati
e. Memerikan saran dan petunjuk serta informasi balikan tentang tingkat
kemajuan belajar yang dicapai peserta didik.
Langkah-langkah penyusunan perangkat pembelajaran menurut Degeng
(1994) diuraikan sebagai berikut:
1. Analisis Tujuan Dan Karakteristik Bidang Studi
Analisis tujuan dilakukan pada tahap awal kegiatan perancangan perangkat
pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui tujuan pembelajaran apa
yang diharapkan, dan mengetahui tujuan orientatif pembelajaran apakah fakta,
konsep, prosedur, ataukah prinsip.
2. Analisis sumber belajar
Langkah dilakukan bertujuan untuk mengetahui sumber belajar apa yang
tersedia dan dapat dipergunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran. Dari
kegiatan ini diperoleh daftar sumber belajar yang dapat mendukung proses
pembelajaran.
3. Analisis karakteristik peserta didik
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri perseorangan peserta
didik, sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam mempersiapkan strategi
pengelolaan pembelajaran.
4. Menetapkan tujuan belajar dan isi pembelajaran
Dari kegiatan ini akan diperoleh daftar yang memuat rumusan tujuan belajar
dan tipe serta struktur isi perangkat pembelajaran yang akan dipelajari siswa untuk
mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan.
5. Menetapkan strategi pengorganisasian materi
Pemilihan strategi pengorganisasian pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
tipe isi bidang studi yang dipelajari dan bagaimana struktur materi tersebut. Hasil
dari kegiatan ini adalah berupa penetapan model untuk mengorganisasikan isi
perangkat pembelajaran.
6. Menetapkan strategi penyampaian materi pembelajaran
Penetapan strategi penyampaian isi pembelajaran didasarkan pada analisis
sumber belajar yang telah dilakukan sebelumnya.
7. Menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran
Penetapan strattegi pengelolaan pembelajaran yang akan digunakan sangat
tergantung pada hasil analisis karakteristik peserta didik yang telah dilakukan
sebelumnya. Dari kegiatan ini akan dihasilkan penetapan penjadwalan
penggunaan komponen strategi pengorganisasian dan penyampaian pembelajaran,
pengelolaan motivasi, pembuatan catatan tentang kemajuan belajar dan kontrol
belajar peserta didik.
8. Pengembangan prosedur pengukuran hasil belajar
Kegiatan ini mencakup pengukuran tingkat keefektifan, efisiensi dan daya
tarik pembelajaran, dan dilakukan dengan mengadakan pengamatan proses
pembelajaran dan test hasil belajar.
perangkat pembelajaran merupakan perangkat yang dirancang untuk
membantu peserta didik dalam memahami materi pelajaran dan menunjang
pelaksanaaan pembelajaran yang menuntut keaktifan peserta didik sehingga
pembelajaran menjadi proses pembelajaran yang bermakna. oleh karena itu dalam
penelitian ini dirancang perangkat pembelajaran yaitu Advance Organizer kuis
dan rencana pembelajaran, agar dapat membantu peserta didik memahami
pelajaran dengan baik. Advance Organizer berisi tujuan pembelajaran, konsep-
konsep atau pokok-pokok materi berupa batasan yang akan dipelajari yang
diberikan kepada siswa diawal atau sebelum materi sesungguhnya diberikan.
Dengan adanya Advance Organizer ini juga membantu kemudahan bagi
guru untuk memahamkan materi baru kepada peserta didik. Dimana proses
pembelajaran berjalan tidak terpusat hanya pada guru tetapi peserta didik dapat
berperan aktif dalam membahas materi pelajaran baru dengan melakukan
pengaitan dengan materi yang telah dipelajarinya pada Advance Organizer.
C. Advance Organizer
Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli
dibidang pendidikan, yang bertujuan untuk memperluas wawasan tentang
pembelajaran. Menurut Nasution suatu model mengajar ialah suatu rencana atau
suatu pola pendekatan yang digunakan untuk medesain pengajaran. Salah satu
diantara model-model mengajar itu adalah model Advance Organizer. Advance
Organizer yaitu organisator tertinggi yang bersifat utuh dan komprensif dari
sesuatu materi yang diajarkan.11 Maksudnya adalah penyajian lengkap kerangka
dari bahan yang diajarkan yang mengandung gagasan-gagasan yang bersifat
umum terinci.
Advance Organizer ini pertama kali diperkenalkan oleh David Ausubel yang
mengatakan bahwa salah satu yang membuat siswa belajar bermakna adalah
11 Noehi Nasution, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Depdikbud) hal 110.
Advance Organizer. Pembelajaran matematika menurut pendapat Jeromo Brunner
dikutip oleh Suherman bahwa: “ Belajar matematika akan berhasil jika proses
pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan struktur yang termuat dalam
pokok bahasan yang diajarkan, diajarkan, disamping hubungan terkait antara
konsep-konsep dan struktur-struktur”.
Mengenai konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan pelajaran yang
sedang dibicarakan, siswa akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini
menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu
akan lebih mudah dipahami dan diingat siswa.
Belajar bermakna menuntut kondisi kesiapan siswa untuk memahami dan
mengaitkan pada materi yang disajikan, bukan menghafal materi secara verbal
atau hanya kata-kata, Moedjono dan Moh Dimyati menjelaskan:
struktur berfikir siswa (susunan perilaku berfikir) sejalan dengan susunan
buku pengetahuan (isi kurikulum) dan bagaimana siswa mempelajari bahan
pengetahuan. oleh karena itu perilaku guru mengajar diharapkan sejalan dengan
perilaku siswa belajar. Agar strategi mengajar guru berhasil maka guru perlu
memusatkan perhatian pada kata belajar bermakna (meaningfull verbal learning)
model Advance Organizer memperkenalkan pentingnya strategi guru dalam
melakukan seleksi, mengorganisasikan dan mempresentasikan informasi baru.12
Model Advance Organizer ini merupakan pola belajar mengajar yang
dirancang untuk memperbaiki aktifitas prestasi perilaku belajar yang efesien
sehingga siswa dapat menyerap, mencerna dan mengingat pelajaran dengan baik.
Hal ini sejalan dengan pendapat Dahar (19989) bahwa:
12 Moedjono dan Moh Dimyati, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,1991) hal 130
Advance Organizer mengarahkan siswa kemateri yang akan mereka pelajari dan
menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan dalam
membantu menanamkan pengetahuan baru.
Bentuk Advance Organizer berupa kerangka utama dari konsep, seperti
yang dikemukakan oleh Nasution bahwa:
“Advance Organizer berupa kerangka-kerangka dasar yang menjadi batang
tubuh materi yang akan dipresentasikan isinya, merupakan penjelasan, integritasi
dan interpretasi konsep-konsep dasar dengan struktur organisasi tertinggi dan
umum dari materi yang dipelajari”.13
Jadi Advance Organizer disusun berdasarkan konsep-konsep dasar,
generalisasi prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang ada dalam disiplin ilmu dan
bukan kesimpulan bahan pelajaran. Kerangka ini berfungsi sebagai pengantar bagi
siswa dalam mempelajari materi pelajaran. Tugas guru adalah menyiapkan dan
mempresentasikan kegiatan utama, kemudian siswa berusaha menguasai ide atau
informasi itu.
Nasution menyatakan bahwa: agar tujuan dan penggunaan Advance
Organizer ini sesuai dengan yang telah ditetapkan maka langkah-langkah
pelaksanaan model Advance Organizer:
1. Penyajian Advance Organizer
a. Menjelaskan tujuan pembelajaran
b. Menyajikan secara amat singkat kerangka dasar Advance Organizer
c. Menjelaskan pengertian dari setiap konsep-konsep yang terdapat didalamnya.
13 Noehi Nasution, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: depdiknas, 1992) hal 121
d. Merangsang kembali pengetahuan dan pengalaman siswa yang sudah ada dan
disesuaikan dengan kontak yang diajarkan dengan cara memberi contoh.
2. Eksplorasi lebih lanjut mengenai kerangka yang telah disampaikan menjadi
tugas belajar dan materi pengajaran esensi materi saja tidak cukup hanya
dijelaskan dengan defenisi, tetapi guru menerangkan lebih lanjut. guru dan
murid mengembangkan kerangka Advance Organizer menjadi materi yang
secara logis dapat dimengerti oleh murid terutama keterkaitan unsur-unsur
didalamnya.
3. Memperkuat struktur kognitif anak. pada fase ini lebih ditekankan pada
keaktifan siswa. siswa harus banyak mengambil inisiatif bertanya dan
menyajukan komentar. siswa dan guru banyak bertukaran dalam fase ini.
Siswa diharapkan dapat menggunakan prinsip-prinsip integrative untuk
menjawab dan menghubungkan materi yang sudah dipelajarinya dengan
materi baru. Siswa harus dapat berperan sebagai penangkap yang aktif dan
mampu berfikir aktif.14
Advance organizer disajikan dalam bentuk lembaran, maksudnya dalam
bentuk ini siswa lebih leluasa memahami materi yang akan dipelajari dirumah.
Dengan adanya Advance organizer berarti siswa diberi kesempatan untuk
mendapatkan pengertian tentang topik-topik dan konsep-konsep yang akan
dipelajari disekolah.
Bila siswa telah mempelajari di rumah, maka diharapkan siswa lebih aktif
dalam belajar dikelas dan materi dapat terkuasai dengan baik seperti pendapat
14 Noehi Nasution, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: depdiknas, 1992) hal 123
Hudojo: Bahwa belajar seringkali dipengaruhi oleh kesadaran peserta didik akan
perlunya mempelajari bahan yang akan dipelajarinya.15
Ketika proses pembelajaran berlangsung, guru mengajarkan sesuai dengan
Advance organizer yang telah ada dan dipelajari oleh siswa, sehingga ada
kesinambungan materi yang telah dipelajari dirumah melalui Advance organizer
dengan materi yang akan diterangkan oleh guru selanjutnya. Kemudian siswa
akan berada dalam kindisi lebih siap untuk belajar dan sudah punya pengalaman.
Beberapa para ahli pendidikan telah menguji Advance organizer dalam
pendidikan. Degeng (1989) menyatakan bahwa, sebagian besar peneliti
menunjukkan Advance organizer memudahkan belajar sekaligus memperlihatkan
retensi:
1. Peneliti lain menemukan bahwa pengaruh Advance organizer terhadap belajar
dan retensi signifikan.
2. Beberapa siswa cendrung mendapat keuntungan lebih banyak dari Advance
organizer dari pada siswa lain. Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan diatas
rata-rata lebih diuntungkan oleh Advance organizer.
Menurut Panen (2003) ada tiga hal yang dicapai dengan penggunaan
Advance organizer:
1. Advance organizer memberikan kerangka konseptual untuk belajar yang
bakal terjadi berikutnya.
2. Dapat menjadi penghubung antara informasi yang sudah dimiliki siswa saat
ini dengan informasi baru yang diterima atau dipelajari.
15 Herman Hudojo, Belajar Mengajar Matematika,(Jakarta: P2LPTK, 1998) hal 107
3. Berfungsi sebagai jembatan penghubung antara struktur kognitif yang lama
dengan struktur kognitif yang baru.
Berdasarkan beberapa kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa model
Advance organizer ini merupakan semacam pertolongan mental dan disajikan
sebelum materi baru. Belajar yang seperti ini akan menciptakan transfer dari
konsep pelajaran secara bermakna.
Proses pembelajaran yang menggunakan Advance organizer ini memiliki
kelebihan-kelebihan diantaranya dapat meningkatkan motivasi siswa dan
menjadikan siswa bersikap kritis dalam mempelajari bahan pelajaran, sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
C. Kuis
Kuis digunakan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah
menguasai materi yang telah dipelajari. Selain itu, kuis dapat digunakan untuk
memotivasi pesertaa didik dalam belajar, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Herman (1998):
“Pemberian ulangan dalam bentuk kuis berguna untuk melihat tingkat
penguasaan peserta didik seluruh kelas terhadap materi yang diajarkan. Dengan
memberikan test tersebut diharapkan dapat menumbuhkan motivasi belajar
peserta didik, karena motivasi merupakan salah satu faktor yang bermanfaat
dalam proses belajar secara menyeluruh”.
Motivasi dalam belajar tidak saja merupakan suatu energi menggerakkan
paserta didik untuk belajar tetapi juga sebagai sesuatu yang mengarahkan aktivitas
peserta didik kepada tujuan belajar. Peserta didik yang termotivasi untuk belajar
akan sangat tertarik dengan berbagai pekerjaan rumah, menunjukkan ketekunan
yang tinggi serta variasi aktivitas belajarnya pun lebih banyak.
Para ahli mengemukakan dua tipe motivasi yaitu motivasi intrinsik dan
ekstrinsik. Motivasi Intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan oleh
faktor yang murni berasal dari keinginan dari individu. Sedangkan Motivasi
Ektrinsik kegiatan bertingkah laku sebagai akibat dari adanya rangsangan dari
luar. Dalam proses belajar motivasi intrinsik mendorong peserta didik untuk
memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Namun secara ektrinsik harus tetap
diberikan karena dapat memancing timbulnya motivasi intrinsik. Banyak peserta
didik yang termotivasi secara ektrinsik dapat berhasil dengan baik seperti halnya
peserta didik yang termotivasi secara intrinsik. Salah satu cara untuk termotivasi
peserta didik secara ektrinsik adalah dengan memberikan test. Tipe test yang
diberikan tergantung pada maksud dan tujuan test tersebut. Suatu test dapat sangat
terbatas dan hanya meliputi satu atau dua topik saja. Test semacam ini biasa
disebut kuis. Suatu kuis dimaksudkan untuk mengetahui pengertian peserta didik
tentang satu atau dua buah konsep dan dapat mengecek pemahaman peserta didik
tentang pekerjaan rumah yang diberikan beberapa hari lalu.
Sujono (1988) mengemukakan: Ruang lingkup test dapat sangat terbatas,
hanya meliputi satu atau dua topik dan mungkin hanya berlangsung dalam waktu
singkat, mungkin lima atau sepuluh menit. Test semacam ini disebut kuis atau
ulangan, yang seringkali terdiri atas satu pertanyaan atau mungkin beberapa buah
pertanyaan sederhana.
Pemberian kuis pada peserta didik dapat digunakan sebagai salah satu cara
untuk mengatasi kelemahan dari metode tugas. Kuis adalah suatu test singkat
yang dilaksanakan kira-kira 10 menit diawal atau diakhir proses belajar mengajar
dengan materi yang diajarkan. Kuis ini terdiri dari beberapa pertanyaan sederhana
yang berkenaan dengan materi yang dipelajari.
Menurut Sujono (1988) menyatakan bahwa: Kuis ini bertujuan meninjau
pengertian dan pemahaman peserta didik tentang konsep-konsep dari materi yang
akan dipelajari dan kegiatan belajar peserta didik akan dilaksanakan diluar jam
pelajaran disekolah atau mengecek pemahaman peserta didik tentang pekerjaan
rumah serta untuk menciptakan kondisi yang tepat dengan memulai suatu
pelajaran yang baru.
Pemberian ulangan dalam bentuk kuis berguna untuk melihat tingkat
penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diajarkan. Pemberian kuis
diharapkan dapat menimbulkan motivasi belajar peserta didik, karena motivasi
merupakan salah satu faktor yang bermanfaat dalam proses belajar secara
menyeluruh.
Bentuk soal kuis ini sangat membantu peserta didik untuk mencapai hasil
belajar yang baik, Sujono (1988) menyatakan bahwa: Kuis sering kali hanya
terdiri atas satu pertanyaan atau mungkin beberapa pertanyaan sederhana. Kuis
biasanya dirancang untuk mengukur pengertian peserta didik tentang topik yang
diajar beberapa hari yang lalu atau mungkin diberikan untuk mengetahui apakah
peserta didik mengerjakan pekerjaan rumahnya atau tidak. Dalam hal ini soal-soal
kuis hendaknya dibuat mirip sekali dengan soal-soal pekerjaan rumah yang telah
diberikan.
Kuis yang diberikan kepada peserta didik merupakan test yang memiliki
ruang lingkup yang sempit sebagaimana diungkapkan oleh Sujono (1988) bahwa:
“Ruang lingkup tes itu sangat terbatas, tanpa meliputi satu atau dua topik dan
mungkin hanya berlangsung dalam waktu yang singkat”.
Berdasarkan pengertian tentang kuis, dapat disimpulkan bahwa kuis dapat
memotivasi peserta didik dan dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat
keberhasilan peserta didik dalam memahami suatu materi pelajaran yang
bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
D. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan
oleh guru disekolah yakni pembelajaran yang diberikan dengan menggunakan
metode ceramah dan latihan. Kegiatan guru meliputi kegiatan apersepsi, motivasi,
menerangkan materi didepan kelas secara langsung.
Dilanjutkan dengan pemberian contoh soal dan soal-soal kepada peserta
didik serta diakhiri dengan pemberian pekerjaan rumah.
Menurut Nasution (2000) pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik ke dalam kelakuan yang dapat
diukur.
b. Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan
tanpa memperhatikan peserta didik secara individual.
c. Bahan pelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis dan
media lain menurut pertimbangan guru.
d. Berorientasi pada kegiatan guru dan mengutamakan kegiatan mengajar.
e. Peserta didik kebanyakan bersikap positif mendengar uraian guru.
f. Semua paserta didik harus belajar menurut kecepatan guru mengajar.
g. Penguatan umum diberikan setelah dilakukan ulangan atau ujian.
h. Keberhasilan mengajar umumnya dinilai guru secara subjektif.
i. Pengajar umumnya sebagai penyebar dan penyalur informasi utama.
j. Peserta didik biasanya mengikuti beberapa test atau ulangan mengenai bahan
yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil test atau ulangan mengenai bahan
yang dipelajari itulah nilai rapor diberikan..
Pada pembelajaran konvensional adalah pembelajaran langsung yang dalam
pelaksanaanya lebih banyak menggunakan metode ceramah. Pembelajaran
konvensional dibuat berdasarkan perbandingan dengan pendekatan kontekstual
yang terdapat dalam Depdiknas dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Peserta didik belajar secara individual.
b. Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif.
c. Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman peserta didik
d. Pembelajaran abstrak dan teoritis.
e. Penilaian hanya ditentukan oleh hsil test bukan penilaian pada proses
belajarnya.
Dalam pembelajaran konvensional guru secara berceramah membelajarkan
simbol-simbol matematika dengan penekanan pada pemberian informasi dan
latihan-latihan. Di samping itu pada pembelajaran konvensional guru sangat
bergantung pada metode ceramah, peserta didik pasif, jawaban yang benar
diterima, sedikit tanya jawab dan peserta didik mencatat dari papan tulis.
Pada pembelajaran konvensional dalam penelitian ini metode ceramah yang
dilaksanakan adalah oleh peneliti sendiri menerangkan pelajaran kemudian diberi
sebuah contoh soal dan mengerjakan kuis pada kelas eksperimen.
E. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh, dikuasai atau merupakan
hasil dari adanya proses belajar. Hasil belajar dapat dijadikan sebagai tolak ukur
untuk mengetahui kebrhasilan peserta didik dalam menguasai suatu pelajaran.
Untuk mengetahui hasil belajar dapat dilakukan dengan kegiatan penilaian.
Penilaian pada hakikatnya adalah pengungkapan katakteristik peserta didik sejauh
mana peserta didik secara individual telah menguasai kompetensi dasar yang
diajarkan. Dengan menggunakan standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok, pengalaman belajar, indikator keberhasilan dan instrumen penilaian maka
hasil belajar peserta didik dapat dikembangkan. Teknik yang biasa digunakan
adalah memberikan ulangan atau ujian pada periode-periode tertentu baik secara
lisan maupun tulisan kemudian berdasarkan hasil ujian tersebut penilai berusaha
menentukan sejauh manakah peserta didik itu menguasai pelajarannya dengan
melihat apakah tujuan dari pembelajaran tercapai. Jadi hasil belajar yang
dimaksud adalah penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran. Hasil belajar
merupakan kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah mengalami proses
belajar. W.S Winkel (1995) mengatakan belajar adalah suatu aktivitas mental atau
psikis yang langsung dalam interaksi dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan nilai sikap,
perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.
Dari kutipan diatas dikatakan bahwa belajar menghasilkan perubahan.
Perubahan itulah yang disebut sebagai hasil belajar. Lebih jauh winkel
mengatakan bahwa perubahan itu dapat berupa hasil yang baru, dan dapat pula
berupa penyempurnaan terhadap hasil yang diperoleh.
Hasil belajar terwujud dalam perubahan tingkah laku dari tidak tahu
menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hal ini seperti yang
diungkapkan Arikunto (1999) yang mengatakan bahwa: “Tujuan penilaian hasil
belajar adalah untuk mengetahui apakah materi yang sudah diberikan sudah
dipahami oleh peserta didik dan apakah metode yang digunakan sudah tepat atau
belum.”
Perubahan yang didapat setelah pembelajaran ini berupa perubahan
pengetahuan, pengalaman, keterampilan, nilai dan sikap. Dengan kata lain ini
meliputi penguasaan terhadap ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
Sudjana menyatakan bahwa: “Hasil belajar peserta didik pada hakekatnya
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil proses kegiatan belajar yang berisi
rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan seperti yang tercakup
dalam tujuan pembelajaran”.16 Wina Sanjaya (2005) menyatakan bahwa: “Hasil
belajar merupakan gambaran kemampuan peserta didik dalam memenuhi suatu
tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam suatu kompetensi dasar”.
Hasil belajar yang dimaksud disini adalah hasil belajar yang diperoleh
peserta didik setelah mengalami proses pembelajaran dengan menggunakan
lembaran materi persyarat dan kuis. Hasil belajar dapat diungkapkan berupa angka
atau huruf yang menggambarkan tingkat penguasaan sistem terhadap apa yang
dipelajari.
Sesuai yang dituangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran
(KTSP) maka hasil dari pembelajaran matematika dikelas adalah tercapainya
sejumlah tujuan dalam pembelajaran matematika itu. Baik tidaknya hasil belajar
yang akan diperoleh peserta didik sangat ditentukan oleh bagaimana peserta didik
16 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar,(Jakarta: Remaja Rosdakarya, 1995) hal 2
tersebut melakukan proses belajar. Dalam hasil ini dipengaruhi oleh bagaimana
guru menyajikan proses pembelajaran di kelas.
E. Kerangka Konseptual
Banyak hal yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, salah satu
diantaranya adalah kesiapan siswa untuk belajar. Kesiapan siswa untuk belajar
didukung oleh beberapa faktor. Diantaranya panduan mereka dalam pembelajaran
salah satunya adalah dengan menggunakan model Advance Organizer. Advance
Organizer merupakan kerangka dasar yang berisikan tujuan pembelajaran, materi
yang akan dipelajari, dan beberapa pertanyaan kepada siswa, diberikan sebelum
proses pembelajaran dimulai. Dengan adanya Advance Organizer diharapkan
siswa siap untuk belajar karena sudah membaca yang akan dipelajari dirumah
maupun sebelum pembelajaran dimulai.
Untuk memotivasi siswa agar membaca Advance Organizer yang diberikan
maka diawal pembelajaran siswa diberi kuis. Kuis tersebut berisi satu atau
beberapa pertanyaan sederhana yang diambil dari Advance Organizer.
Untuk melihat apakah siswa benar-benar memahami Advance Organizer
maka guru memberikan latihan setelah menerangkan materi, yang terdapat dalam
Advance Organizer. Gunanya adalah untuk memantapkan pengetahuan serta
menjadikan siswa lebih termotivasi belajar dan hasil belajar siswa lebih baik.
F. Penelitian yang relevan
Penelitian yang berhubungan dengan Advance Organizer dalam kegiatan
belajar mengajar telah dilakukan oleh beberapa orang peneliti, di antaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Reni Oktaviana (2009) yang berjudul penggunaan
Advance Organizer dengan pengontrol tes dan pengaruhnya terhadap hasil belajar
matematika siswa kelas X MAN Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan Tahun
Pelajaran 2008/2009. Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan
menggunakan Advance Organizer 59,52% siswa memperoleh ketuntasan klasikal,
sedangkan yang tidak menggunakan Advance Organizer 30,95% yang
memperoleh ketuntasan secara klasikal.
Dalam penelitiannya, Reni Oktaviani menggunakan pengontrol tes untuk
mengontrol kesiapan siswa setiap awal pelajaran. Sedangkan penelitian ini
menggunakan kuis yang soal-soalnya diambil dari Advance Organizer setiap awal
pertemuan dan Advance Organizer diberikan kepada siswa setiap kali pertemuan
agar dapat dibaca dirumah dan diulang kembali sebelum pembelajaran dimulai.
Sehingga siswa mempunyai konsep dasar ketika guru menjelaskan materi. Selain
itu untuk memotivasi siswa agar mempelajari Advance Organizer dirumah maka
diberikan kuis diawal dan diakhir pembelajaran.
G. Hipotesis
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah:” Hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model
Advance Organizer disertai kuis lebih baik dari yang tidak menggunakan model
Advance Organizer disertai kuis pada siswa kelas XI Tilatang Kamang tahun
ajaran 2013/2014”.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah
penelitian yang subjeknya diberi perlakuan (treatment) lalu diukur akibat
perlakuan pada diri subjek.17 Penelitian eksperimen yang digunakan adalah
penelitian pra eksperimen. Menurut Muri Yusuf, jenis penelitian ini pada
prinsipnya tidak dapat mengontrol validitas internal dan eksternal secara utuh
karena satu kelompok hanya dipelajari satu kali atau kalau menggunakan dua
kelompok di antara kedua kelompok itu tidak disamakan terlebih dahulu.18
Pada penelitian eksperimen ini tujuannya adalah untuk melakukan
perbandingan suatu akibat perlakuan tertentu dengan suatu perlakuan lain yang
berbeda atau dengan yang tanpa perlakuan. Penelitian ini menggunakan dua kelas,
yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen adalah
penggunaan Advance Organizer dan kuis dalam kegiatan pembelajaran,
sedangkan pada kelas kontrol digunakan pembelajaran konvensional. Pada akhir
penelitian ini, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi test untuk melihat hasil
belajarnya.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah The Static Group
Comparison: Randomized Control Group Only Design, seperti yang terlihat pada
tabel berikut:
Tabel 3.1 Rancangan penelitian The Static Group Comparison Design 19
Kelas Perlakuan Tes akhir
Kelas Experimen X T
Kelas Kontrol - T
17 Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: ANDI, 2010), hal. 2218Muri Yusuf, Metode Penelitian: Dasar Penyelidikan Ilmiah, ( UNP, 1997), hal. 23519 Syamsuddin & Vismaia, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 158
Keterangan:
X = Pembelajaran Model Advance Organizer Disertai Kuis
T = Tes akhir
B. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi menurut Arikunto adalah “keseluruhan subjek penelitian”.20
Populasi menurut Walpole adalah “keseluruhan pengamatan yang menjadi
perhatian kita”.21 Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK N 1
Tilatang Kamang Bukittinggi yang terdaftar pada semester 1 Tahun Ajaran
2013/2014 yang terdiri atas 5 kelas. Adapun jumlah populasi dari penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel
Jumlah Siswa Kelas X1.1 s/d X1.5 SMK N 1 Tilatang Kamang
Tahun Pelajaran 2013/2014
No Kelas Jumlah Siswa
1 X1(TGT) 19
2 X1(TITL) 20
3 X1(TKJ) 33
20 Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002) hal 10821 Ronald Walpole,Pengantar Statistik,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama) hal 7
4 X1(TKR 1) 26
5 X1(TKR 2) 24
Sumber : (guru matematika kelas XI SMK N I Tilatang Kamang)
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.22 Untuk
mendapatkan sampel yang representatif, penentuan sampel tersebut dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Melakukan uji normalitas terhadap nilai ujian mid matematika semester 1
siswa kelas X1. Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah populasi
berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan menggunakan SPSS,
yaitu dilakukan dengan melihat kurva. Kenormalan kurva dapat dicari dengan
terlebih dahulu mencari Rasio Skewness dan Rasio Kurtosis.
b. Melakukan uji homogenitas variansi. Uji ini dilakukan menggunakan SPSS.
Uji homogenitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah populasi mempunyai
variansi yang homogen atau tidak.
c. Melihat analisis variansi untuk melihat kesamaan rata-rata populasi yaitu
dengan uji anova satu arah. Analisis ini juga dilakukan dengan SPSS. Untuk
mengetahui apakah populasi memiliki kesamaan rata-rata atau tidak.
d. Jika populasi berdistribusi normal dan homogen serta memiliki kesamaan
rata-rata maka pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak. Dua kelas
yang terambil yaitu satu kelas ditetapkan sebagai kelas eksperimen dan kelas
yang terambil kedua yaitu kelas ditetapkan sebagai kelas kontrol.
C. Variabel dan data
22 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hal 109
1. Variabel
Variabel adalah kondisi-kondisi, karakteristik-karakteristik atau atribut yang
dimanipulasi, dikontrol, diamati atau menjadi pusat perhatian peneliti.23 Variabel
dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Variabel bebas yaitu perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen
yaitu: Advance Organizer dan kuis.
b. Variabel terikat yaitu hasil belajar matematika siswa setelah perlakuan
diberikan
2. Data
Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta ataupun angka.24
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder yaitu:
a. Data primer yaitu data yang langsung diambil dari sampel yang diteliti.
Dalam penelitian ini data primer yaitu data hasil belajar matematika siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari orang lain. Dalam hal ini data
sekundernya adalah nilai ujian mid semester 1 kelas X1 dan data mengenai
jumlah siswa yang menjadi populasi dan sampel dalam penelitian ini.
3. Sumber data
a. Seluruh siswa kelas X1 sMK N 1 Tilatang Kamang Bukittinggi yang terpilih
sebagai sampel untuk memperoleh data primer.
b. Guru matematika kelas X1 SMK N 1 Tilatang Kamang Bukittinggi.
c. Wakil kurikulum SMK N 1 Tilatang Kamang.
23 Tatang yuli eko siswono, Penelitian Pendidikan Matematika, (surabaya: unesa university, 2010) hal 4424 Suharsimi arikunto, Prosedur Penelitian,( Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hal 96
D. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang
berhubungan dengan pelaksanaan penelitian yaitu:
a. Menetapkan jadwal penelitian.
b. Menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen.
c. Mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan
materi yang diajarkan.
d. Mempersiapkan Advance Organizer sesuai dengan materi yang akan
dipelajari siswa.
e. Mempersiapkan soal untuk kuis.
f. Mempersiapkan lembar untuk observasi.
g. Mempersiapkan observer.
h. Membuat kisi-kisi soal untuk tes akhir.
i. Mempersiapkan dan menyusun soal-soal tes akhir.
2. Tahap pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan sebanyak 6 kali pertamuan, dan adapun
pengalokasian waktu setiap kali pertemuan adalah 2 x 45 menit. Perlakuan yang
diberikan pada kedua kelas sampel terdapat pada tabel berikut:
Tabel
Perlakuan yang diberikan pada kedua kelas sampel
No Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pada kelas eksperimen siswa diberikan Pada kelas kontrol siswa tidak diberi
1.
2.
Advance Organizer yang diberikan diawal
pertemuan dan setiap akhir pelaksanaan
pembelajaran.
Pendahuluan (20 menit)
a. Mempersiapkan siswa belajar
dengan menyuruh siswa
mengeluarkan Advance Organizer
yang telah diberikan sebelumnya.
b. Menyampaikan tujuan pembelajaran
(kompetensi dasar dan indikator
pencapaian hasil belajar).
c. Memotivasi siswa dengan
menyampaikan kegunaan materi
pelajaran dalam kehidupan nyata.
d. Melakukan apersepsi dengan
mengingatkan kembali materi-
materi relevan.
Kegiatan Inti (60 menit)
a. Eksplorasi :
Mempersentasikan materi
pelajaran sambil
mendiskusikannya dengan
siswa.
b. Elaborasi
Advance Organizer
Pendahuluan (15 menit)
a. Mempersiapkan siswa belajar
b. Menyampaikan tujuan
pembelajaran (kompetensi
dasar dan indikator
pencapaian hasil belajar).
c. Memotivasi siswa dengan
menyampaikan kegunaan
materi pelajaran dalam
kehidupan nyata.
d. Melakukan apersepsi dengan
mengingatkan kembali materi-
materi relevan.
Kegiatan inti (65 menit)
a. Eksplorasi
Mempersentasikan
materi pelajaran.
b. Elaborasi
Meminta siswa untuk
mengerjakan latihan
c. Konfirmasi
Guru mengecek pemahaman
siswa dengan menugaskan
beberapa orang siswa untuk
menjelaskan jawaban latihan,
kemudian guru memberikan
umpan balik berupa
penghargaan atau penguatan
Guru memperbaiki konsep-
konsep yang kurang tepat dan
mengemukakan letak
kesalahannya.
Guru menanyakan secara
klasikal apa yang sudah atau
yang belum dipahami siswa.
Setelah itu guru memberikan
soal kuis yang berkaitan dengan
materi yang telah dipelajari.
Meminta siswa untuk
mengerjakan latihan.
c. Konfirmasi
Guru mengecek
pemahaman siswa
dengan menugaskan
beberapa orang siswa
untuk menjelaskan
jawaban latihan,
kemudian guru
memberikan umpan
balik berupa
penghargaan atau
penguatan.
Guru memperbaiki
konsep-konsep yang
kurang tepat dan
mengemukakan tepat
dan mengemukakan
letak kesalahannya.
Guru menanyakan
secara klasikal apa
yang sudah atau yang
belum dipahami siswa.
Penutup (10 menit)
a. Guru bersama-sama siswa membuat
kerangka garis besar materi
(rangkuman)
b. Guru memberikan tugas rumah
dengan memilih soal-soal yang
berkaitan dengan materi.
Penutup (10 menit)
a. Guru bersama-sama siswa
membuat kesimpulan tentang
konsep yang telah dipelajari
b. Guru memberikan tugas
rumah dengan memilih soal-
soal yang berkaitan dengan
materi.
3. Tahap penyelesaian
Guru memberikan test pada kelas kontrol dan kelas eksperimen pada akhir
pembelajaran.
E. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuis dan tes hasil
belajar.
1. Lembar observasi
Sudijono (2006) observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran
pengamatan. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai
tingkah laku individu atau terjadinya suatu kegiatan yang diamati, baik situasi
sebenarnya maupun situasi buatan. Penggunaan hasil observasi dimaksudkan
untuk melihat sejauh mana peningkatan aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran.
2. Advance Organizer
Advance Organizer ini sebagai alat untuk membantu siswa dalam
memahami materi pelajaran yang baru berupa bahan yang akan dipelajari siswa
dirumah sebelum melakukan proses pembelajaran di sekolah, dimana lembaran ini
dibagikan kepada siswa pada akhir pelajaran.
3. Kuis
Kuis yang diberikan bertujuan untuk melihat kesiapan siswa untuk
mengikuti proses pembelajaran matematika setiap pertemuan sebelum proses
pembelajaran dimulai yang diambil dari Advance Organizer. Soal kuis yang
diberikan berbentuk essay.
4. Test hasil belajar
Test digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, dan
kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Test yang digunakan adalah test tertulis
dalam bentuk essay sebagai instrumen penelitian. Test yang dilakukan sesuai
dengan materi pelajaran yang diberikan selama penelitian. Untuk mendapatkan tes
yang baik dilakukan beberapa langkah berikut:
1. Membuat kisi-kisi test
2. Menyusun test berdasarkan kisi-kisi test
3. Uji coba test. Sebelum test diberikan kepada siswa kelas sampel, terlebih
dahulu tes diuji pada kelas lain disekolah yang sama.
4. Analisis soal tes
Untuk mendapatkan kualitas soal yang baik maka dilakukan beberapa
langkah berikut:
1). Daya pembeda soal
Menurut arikunto” daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk
membedakan siswa berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah”.25 Daya pembeda soal ditentukan dengan mencari
indeks pembeda soal. Untuk menghitung indeks pembeda soal essay,
dengan cara sebagai berikut:
a. Data diurut dari nilai tertinggi sampai nilai terendah
b. Kemudian diambil 27% dari kelompok yang mendapat nilai tinggi dan
27% dari kelompok yang mendapat nilai rendah
c. Hitung degress of freedom (df) dengan rumus:
df =(nt−1 )+( nr−1 )
nt= nr=27 % × N=n
d. Cari indeks pembeda soal dengan rumus:
I p=
M t−M r
√∑ Xt+∑ X r
2
2
n(n−1)
Keterangan:
I p=¿¿ indeks pembeda soal
M t=¿ ¿ rata-rata skor kelompok tinggi
25 Suharsimi arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Penelitian,(Jakarta: Bumi Aksara, 2001) hal 215
M r=¿ ¿ rata-rata skor kelompok terendah
∑ X t2=¿jumlah kuadrat deviasi skor kelompok tinggi
∑ X r=¿2¿ jumlah kuadrat deviasi skor kelompok terendah
n=¿27% × N
N=¿banyak peserta tes
Suatu soal mempunyai daya pembeda yang berarti (signifikan) jika I p
dihitung ≥ I p tabel pada df yang telah ditentukan.26
2). Indeks kesukaran soal
Analisis kesukaran soal digunakan untuk mengetahui kemampuan
test dalam menyaring banyaknya peserta tes yang dapat mengerjakan tes
dengan benar. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau
tidak terlalu sukar. Untuk menentukan indeks kesukaran (I k) soal essay
dapat digunakan rumus yang dinyatakan oleh Prawironegoro adalah
sebagai berikut:
Ik=
D t+Dr
2mn×100%
Keterangan:
I k=¿¿ indeks kesukaran soal
Dt=¿¿jumlah skor dari kelompok tinggi
Dr=¿ ¿jumlah skor dari kelompok rendah
26 Pratikyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Untuk Bidang Studi Matematika,(Jakarta: Pustaka Jaya, 1985) hal 11
m=¿skor setiap soal jika benar
N=¿banyak peserta test
n=¿ 27% × N
Dengan kriteria:
I k<27 % = soal sukar
27 % ≤ I k ≤73 %=¿ soal sedang
I k=¿73 %=¿¿soal mudah
3). Validitas test
Suatu test dapat dikatakan valid apabila test tersebut dapat mengukur
apa yang hendak diukur. Menurut Prawironegoro suatu test dikatakan valid
apabila:
a. Bahan yang akan ditestkan harus sesuai dengan bahan pelajaran yang
telah diberikan.
b. Bahan test tersebut sesuai dengan kurikulum yang digunakan.
c. Bahan test sesuai dengan pengalaman belajar siawa.
Test yang akan dirancang harus sesuai dengan indikator
pembelajaran dan kisi-kisi soal yang dibuat.27
4). Klasifikasi soal
Klasifikasi soal atau item menurut Prawironegoro adalah:
a. item tetap dipakai jika I k signifikan
27 Pratikyo Prawironegoro, Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal Untuk Bidang Studi Matematika,(Jakarta: Pustaka Jaya, 1985) hal 7
0% ¿ I k<100 %
b. item diperbaiki jika:
I p signifikan dan I k=0 %atau 100%
I ptidak signifikan dan 0% ¿ I k<100 %
c. item diganti jika I p tidak signifikan dan I k=0 % atau I k=100 %
5). Reliabilitas test
Reliabilitas test adalah suatu ukuran apakah test tesebut dapat
dipercaya. Suatu test dikatakan reliable apabila beberapa kali pengujian
menunjukkan hasil yang reliable sama. Untuk menentukan koefisien
reliabilitas digunakan rumus alpha yang dinyatakan oleh Arikunto yaitu:
r11=( nn−1 )(1−
∑ σ12
σ12 )
Keterangan:
r11=¿reliabilitas yang dicari
∑ σ12=¿jumlah variansi skor tiap-tiap item
σ 12=¿variansi total
n=¿jumlah butir soal
Dengan kriteria sebagai berikut:
0.80 ¿ r11<1.00 = reliabilitas tinggi sekali
0.60 ¿ r11<0.80 = reliabilitas tinggi
0.40 ¿ r11<0.60 = reliabilitas sedang
0.20 ¿ r11<0.40 = reliabilitas rendah
0.00 ¿ r11<0.20 = reliabilitas sangat rendah28
F. Tehnik Analisis Data
Setelah data kelas sampel diperoleh, maka data ini dianalisis dengan
beberapa perhitungan statistika:
1. Lembar Observasi
Data aktivitas yang diperoleh melalui lembar observasi dianalisis dengan
menggunakan rumus persentase yang dikemukakan oleh Sudjana yaitu:
P= FN
× 100 %
Keterangan:
P=¿persentase aktivitas
F=¿frekuensi aktivitas yang dilakukan
N=¿jumlah siswa.29
Kriteria penilaian aktivitas belajar yang positif menurut Dimyati dan
Mudjiono adalah:
a. Jika persentase penilaian aktivitas adalah 1% - 25% aktivitas tergolong
sedikit sekali.
b. Jika persentase penilaian aktivitas adalah 26% - 50% maka aktivitas
tergolong sedikit.
c. Jika persentase penilaian aktivitas adalah 51% - 75% maka aktivitas
tergolong banyak.
28 Suharsimi arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) hal 10629 Sudjana, Metode Statistik,(Bandung: Tarsito,2005) hal 130
d. Jika persentase penilaian aktivitas adalah 76% - 100% maka aktivitas
tergolong banyak sekali.
2. Hasil Belajar
untuk kesimpulan maka dilaksanakan pengujian hipotesis secara statistik
yaitu uji_t. Untuk uji_t maka terlebih dahulu dilaksanakan uji normalitas dan
uji homogenitas variansi kedua kelompok data.
a. Uju Normalitas
Bertujuan untuk melihat apakah data sampel berdistribusi normal atau tidak.
Uji ini dilakukan dengan menggunakan SPSS. Data berdistribusi normal
jika nilai Probabilitas atau signifikan yang diperoleh lebih besar dari taraf
nyata (α ¿ = 0.05
b. Uji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas variansi bertujuan untuk melihat apakah kedua kelompok
data mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Uji ini dilakukan
dengan SPSS. Untuk melihat apakah homogen atau tidak adalah jika nilai
probabilitas atau signifikan yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata (α) =
0,05.
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk menentukan apakah hasil belajar matematika
siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Sudjana yaitu:
t=X1−X2
s√ 1n1
+ 1n2
dengan S2=(n1−1 ) S1
2+( n2−1 ) S22
n1+n2−2
Keterangan:
X1 = nilai rata-rata kelas eksperimen
X2=¿nilai rata-rata kelas kontrol
n1=¿jumlah siswa kelas eksperimen
n2=¿ jumlah siswa kelas kontrol
S12=¿simpangan baku kelas eksperimen
S22=¿simpangan baku kelas kontrol
s=¿simpangan baku kedua kelas
Kriteria pengujian adalah terima Ho jika t <t(1−α ) dimana t(1−α ) didapat
dari daftar distribusi t dengan derajat kebebasan n1+n2−2 dan peluang uji
hipotesis ini bertujuan untuk membuktikan apakah hipotesis yang ditetapkan
memang benar atau tidak, maksudnya apakah hasil belajar siswa kelas
eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika
Buku 3. Jakarta.
Hudojo, Herman. 1998. Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : P2LPTK.
Mudjiono dan Moh. Dimyati. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Nasution, Noehi. 1992. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud.
Prawironegoro, Praktiyo. 1985. Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis soal Untuk
Bidang Studi Matematika. Jakarta : Fortuna.
Rusefendi, ET. 1984. Pengajaran Matematika Modern. Jakarta : Pustaka Jaya
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka
Cipta.
Sudjana, Nana. 1995. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Jakarta : Remaja Rosdakarya.
Sudjana. 2005. Metode Statistik. Bandung : Tarsito
Suherman, Erman Dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemperor. Jakarta :
Universitas Pendidikan Indonesia.
Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistik Edisi ke-3. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.