63

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia :// · LAPORAN KEBIJAKAN MONETER BANK INdONEsIA Di sisi prospek inflasi, tren penurunan inflasi di tahun 2009 diprakirakan masih berlanjut,

  • Upload
    ngodan

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesiahttp://www.bi.go.id

BANK INDONESIAUntuk informasi lebih lanjut hubungi:Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi KebijakanBiro Kebijakan MoneterDirektorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter

Telepon : +62 61 3818163 +62 21 3818206 (sirkulasi)Fax. : +62 21 3452489E-mail : [email protected] : http://www.bi.go.id

i

LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA

Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah

Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam

rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana

telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama,

yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada

prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii)

sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat

luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan

kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Dewan Gubernur

Darmin Nasution Deputi Gubernur Senior

Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur

Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur

S. Budi Rochadi Deputi Gubernur

Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur

Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur

Budi Mulya Deputi Gubernur

LAPORAN KEBIJAKAN MONETERTRIwuLAN IV-2009

ii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA

iii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA

strategi Kebijakan Moneter

Prinsip Dasar

Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan.

Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.

Sasaran Inflasi

Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2008, 2009, dan 2010 masing-masing sebesar 5%+1%, 4,5%+1%, dan 4%+1%. Sasaran inflasi dimaksud sejalan dengan proses penurunan inflasi secara bertahap (gradual disinflation) mengarah pada sasaran inflasi jangka menengah-panjang yang kompetitif dengan negara lain sekitar 3%.

Instrumen dan Operasi Moneter

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indo-nesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.

Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).

BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).

Proses Perumusan Kebijakan

BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan.

Transparansi

Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimak-sudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Koordinasi dengan Pemerintah

Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.

Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan sasaran Akhir Kestabilan Harga

(Inflation Targeting Frameworks)

Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efek-tivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

iv

LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA

v

LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA

Kata Pengantar

Proses pemulihan perekonomian global masih terus berlanjut di triwulan IV-2009 dan dirasakan semakin

kuat dan merata terjadi di berbagai negara. Berbagai kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral dan otoritas

fiskal selama tahun 2009 telah mampu menahan kejatuhan perekonomian dunia yang lebih dalam. Pemulihan yang

paling tampak adalah di negara-negara emerging markets kawasan Asia, terutama China dan India. Sementara

itu, beberapa negara utama dunia seperti AS, kawasan Eropa, dan Jepang sudah mencatat pertumbuhan ekonomi

positif pada triwulan III-2009. Walaupun demikian, faktor risiko masih membayangi proses pemulihan ekonomi dunia

terkait masih tingginya angka pengangguran di negara maju.

Perbaikan yang terjadi pada perekonomian dunia juga masih tercermin pada perkembangan yang positif

di pasar keuangan global. Di awal tahun, pasar keuangan sempat mengalami intensitas tekanan yang tinggi namun

di akhir tahun tekanan tersebut mulai mereda. Hal tersebut didukung oleh optimisme terkait berlanjutnya proses

pemulihan ekonomi global. Selama triwulan IV-2009, tingkat risiko di negara maju dan emerging markets mulai

membaik dan berada dalam tren yang menurun.

Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi domestik menunjukkan perkembangan yang membaik seiring

dengan pulihnya perekonomian global. Pertumbuhan PDB pada triwulan IV-2009 diperkirakan mencapai 4,4%

(yoy). Kinerja konsumsi diperkirakan akan lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya disebabkan oleh

faktor musiman menjelang akhir tahun dan meningkatnya pendapatan ekspor. Kinerja investasi diprakirakan sedikit

meningkat terutama terkait dengan membaiknya permintaan domestik dan eksternal serta stabilnya iklim usaha pasca

pelaksanaan pemilu Pilpres. Di sisi eksternal, berlanjutnya perbaikan perekonomian global dan perekonomian mitra

dagang yang semakin membaik mendorong kinerja ekspor pada triwulan IV-2009 tumbuh membaik. Sementara itu,

perlambatan kinerja diperkirakan mereda seiring dengan peningkatan permintaan domestik maupun eksternal. Di

sisi penawaran, pengaruh penurunan perekonomian global secara umum berdampak pada sektor tradables seperti

sektor pertanian, sektor pertambangan, dan sektor industri pengolahan. Namun demikian, dampak penurunan

perekonomian global terhadap sektor pertanian dan pertambangan relatif minimal. Asesmen atas perekonomian

daerah oleh Bank Indonesia juga mengkonfirmasi perkembangan ekonomi domestik yang membaik tersebut. Berbagai

daerah di Indonesia, dengan karakteristik kegiatan ekonomi masing-masing, terbukti memberikan sokongan bagi

pertumbuhan ekonomi domestik.

Gubernur Bank Indonesia

vi

LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA

Di sisi harga, tekanan inflasi masih menunjukkan tren yang menurun mencapai 2,41% (yoy) pada triwulan

IV-2009. Rendahnya tekanan inflasi terutama terkait dengan kembali terkoreksinya harga barang kebutuhan pokok.

Dari sisi non fundamental, terjaganya pasokan domestik, lancarnya distribusi, dan harga komoditas internasional yang

masih relatif rendah mendukung penurunan inflasi volatile food. Dari sisi fundamental, penurunan inflasi mitra

dagang, nilai tukar yang cenderung terapresiasi , dan menurunnya ekspektasi inflasi masyarakat turut mendukung

penurunan tekanan inflasi.

Perkembangan global yang kondusif berpotensi memberi dampak positif bagi kinerja Neraca Pembayaran

Indonesia triwulan IV-2009. Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja neraca transaksi berjalan yang membaik

sejalan dengan terus menguatnya pemulihan ekonomi global. Selain itu, kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia

turut mendukung perbaikan transaksi berjalan. Sementara itu, optimisme pemulihan ekonomi global yang disertai

dengan membaiknya persepsi risiko terhadap negara emerging markets diprakirakan dapat menjaga kelangsungan

arus masuk modal asing. Sejalan dengan perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia tersebut, posisi cadangan

devisa Indonesia pada akhir November 2009 tercatat sebesar USD 65,84 miliar atau setara dengan 6,5 bulan impor

dan pembayaran ULN Pemerintah.

Membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) didorong oleh perkembangan perekonomian

global dan domestik yang kian optimis. Di sisi pasar modal, meski sempat mengalami penyesuaian selama

triwulan IV-2009, minat investor asing terhadap instrumen portofolio domestik tetap terjaga. Neraca perdagangan

tetap mampu mencatat surplus yang tinggi meski permintaan impor menunjukkan peningkatan. Dengan demikian,

secara keseluruhan NPI triwulan IV-2009 diprakirakan mencatat surplus.

Di sektor perbankan, kondisi perbankan domestik relatif terjaga. Secara mikro, kondisi perbankan nasional

tetap stabil yang tercermin dari masih terjaganya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) dan rasio

gross maupun net untuk Net Performing Loan (MPL) tetap terkendali di angka cukup rendah. Di sisi lain, respons

suku bunga perbankan masih membaik terbukti dengan menurunnya suku bunga simpanan yang pada akhirnya

akan mendorong turunnya suku bunga kredit lebih lanjut. Diharapkan respon penurunan suku bunga kredit akan

diikuti oleh penyaluran kredit secara optimal oleh perbankan. Sementara itu, likuiditas perbankan masih mencukupi

untuk pembiayaan perekonomian.

Ke depan, prospek perekonomian Indonesia tahun 2009 dan 2010 berpotensi tumbuh lebih baik dari

prakiraan semula. Motor pertumbuhan tersebut adalah kinerja ekspor yang secara bulanan telah berada dalam

tren pertumbuhan yang meningkat sejak Maret 2009 serta pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih kuat.

Akselerasi pertumbuhan ekspor didukung oleh barang ekspor Indonesia berbasis komoditas primer yang mengalami

pemulihan cukup cepat sejalan dengan perbaikan permintaan di negara-negara mitra dagang. Di sisi penawaran,

pertumbuhan berbagai sektor diperkirakan mulai berada pada tahapan yang meningkat, terutama di sektor industri

pengolahan. Perbaikan sektor tersebut didukung oleh kenaikan impor bahan baku serta konsumsi listrik yang relatif

tinggi di kalangan bisnis dan industri. Dengan optimisme tersebut, perekonomian Indonesia pada tahun 2009

diprakirakan tumbuh sekitar 4,3% dan meningkat di kisaran 5,0%-5,5% pada tahun 2010.

Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk tahun 2009 diperkirakan mencatat surplus yang semakin

membaik. Neraca perdagangan semakin membaik sejalan dengan menguatnya pemulihan ekonomi global sejak

semester II-2009 secara lebih merata di berbagai kawasan. Kuatnya permintaan dari negara mitra dagang di Asia

membantu perbaikan kinerja ekspor secara bertahap. Di tengah membaiknya nilai ekspor, nilai impor juga menunjukkan

peningkatan sejalan dengan akselerasi daya serap perekonomian. Optimisme terhadap perekonomian domestik juga

tercermin dari tetap positifnya aliran modal asing, baik dalam bentuk portofolio maupun pinjaman korporasi.

vii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA

Di sisi prospek inflasi, tren penurunan inflasi di tahun 2009 diprakirakan masih berlanjut, namun berpotensi

untuk kembali ke pola normalnya pada tahun 2010. Inflasi tahun 2009 menurun cukup signifikan dan diprakirakan

akan mencapai di bawah kisaran target inflasi 4,5+1%. Untuk tahun 2010, inflasi IHK diprakirakan kembali ke pola

normalnya dalam kisaran 5+1% terkait dengan meningkatnya kegiatan ekonomi domestik, meningkatnya inflasi impor

sejalan dengan prakiraan membaiknya perekonomian global dan meningkatnya harga-harga komoditas internasional

terutama harga minyak dunia.

Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan Gubernur

Bank Indonesia pada 3 Desember 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%.

Keputusan mempertahankan BI Rate tersebut diambil setelah Rapat Dewan Gubernur menyimpulkan bahwa tingkat

suku bunga BI Rate sebesar 6,5% masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010 sebesar 5+1%.

Stance kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi

perbankan.

Jakarta, Desember 2009

Pjs. GUBERNUR BANK INDONESIA

Darmin Nasution

viii

LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA

ix

LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009daftar Isi

Daftar Isi

1. Tinjauan Umum ............................................................................ 1

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini ...................................... 6

Perkembangan Ekonomi Dunia ....................................................... 6

Pertumbuhan Ekonomi .................................................................... 8

Neraca Pembayaran Indonesia ......................................................... 16

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009 ....... 18

Nilai Tukar Rupiah ........................................................................... 18

Inflasi .............................................................................................. 20

Kebijakan Moneter ......................................................................... 23

4. Perekonomian Indonesia ke Depan ............................................ 29

Asumsi dan Skenario yang Digunakan ............................................ 30

Prospek Pertumbuhan Ekonomi ....................................................... 31

Prakiraan Inflasi ............................................................................... 38

5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009 ............................ 41

Tabel Statistik ................................................................................... 42

x

LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009 daftar Isi

Tinjauan Umum

1

1. Tinjauan Umum

Perekonomian Indonesia di tahun 2009 menunjukkan daya tahan yang cukup kuat

di tengah krisis ekonomi global. Hal ini tercermin oleh tingkat pertumbuhan ekonomi

Indonesia yang sampai dengan triwulan III-2009 masih mampu tumbuh di atas 4%. Dan untuk

keseluruhan tahun 2009, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia dapat

tumbuh sebesar 4,3%. Ke depan, untuk tahun 2010 dan 2011, perekonomian Indonesia

diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan tingkat pemulihan perekonomian

dunia yang lebih baik, semakin kondusifnya pasar keuangan dan perbankan yang dibarengi

dengan terjaganya kondisi fundamental domestik. Perekonomian Indonesia di tahun 2010

diperkirakan akan tumbuh mencapai kisaran 5,0-5,5% dan pada tahun 2011 menjadi

6,0-6,5%.

Di sisi perekonomian global, Bank Indonesia memandang bahwa proses pemulihan

ekonomi global masih terus berlanjut. Pemulihan tersebut bahkan dirasakan semakin kuat

dan merata terjadi di berbagai negara dan sektor ekonomi. Berbagai kebijakan yang ditempuh

oleh otoritas fiskal dan moneter selama tahun 2009 telah mampu menahan kejatuhan

perekonomian dunia yang lebih dalam. Tanda-tanda pemulihan kondisi perekonomian

menguat mulai dirasakan sejak triwulan II-2009. Motor penggerak perekonomian dunia

untuk dapat terus bertumbuh di tengah krisis adalah perekonomian di kawasan Asia,

seperti China, Korea, dan India. Dampak positif membaiknya kinerja ekonomi negara-negara

tersebut dirasakan oleh negara lain di kawasan, termasuk Indonesia, melalui meningkatnya

permintaan barang-barang ekspor. Lebih lanjut, paket stimulus yang diluncurkan pemerintah

di negara maju yang disertai dengan membaiknya sumber pembiayaan dari perbankan dan

tingkat keyakinan konsumen, mendukung perbaikan konsumsi sejak paruh kedua tahun

2009. Meski demikian, proses pemulihan ekonomi global masih dibayangi oleh berbagai

faktor risiko. Beberapa risiko tersebut diantaranya berkaitan dengan masih tingginya tingkat

pengangguran serta realisasi defisit fiskal di Amerika Serikat yang cukup tinggi sehingga

menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar terkait dengan kesinambungan

operasi keuangan AS.

Perbaikan pada perekonomian global juga masih tercermin pada pasar keuangan

global yang menunjukkan perkembangan positif. Meski di awal tahun intensitas

tekanan di pasar keuangan global masih tinggi, di akhir tahun 2009 tekanan tersebut mulai

mereda. Hal ini didukung oleh optimisme terkait terus berlangsungnya pemulihan ekonomi

global dan membaiknya kinerja lembaga keuangan di negara maju. Berbagai perkembangan

tersebut telah menumbuhkan persepsi positif sehingga mendorong kenaikan harga aset di

pasar keuangan global sejak triwulan II-2009. Optimisme terhadap kondisi ekonomi global

tersebut mendorong kinerja pasar keuangan dunia yang semakin baik. Indeks harga di pasar

saham global meningkat, sementara persepsi risiko terhadap aset pasar keuangan, baik di

negara maju maupun emerging markets, juga membaik sebagaimana tercermin pada

credit default swaps (CDS) yang menurun.

Berbagai dinamika perekonomian global selama tahun 2009 telah memberikan

warna pada perkembangan ekonomi Indonesia. Pemulihan yang terjadi di perekonomian

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

2

global, bangkitnya ekonomi China dan India, serta kebijakan makroekonomi yang berhati-hati

di dalam negeri telah memberi dampak positif pada perekonomian Indonesia. Di wilayah

kawasan, Indonesia merupakan negara yang menjadi “flavour of the day” karena daya

tahan perekonomiannya sepanjang tahun 2009 di tengah-tengah krisis global. Tumbuhnya

perekonomian Indonesia tersebut terutama didukung oleh kuatnya permintaan domestik.

Ekspansi ekonomi domestik pada periode tersebut lebih didukung oleh pengeluaran

konsumsi akibat tingginya pengeluaran terkait penyelenggaraan Pemilu, rendahnya inflasi,

serta berbagai stimulus fiskal untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan pengurangan

pajak. Sementara itu, seiring dengan proses pemulihan ekonomi dunia yang terus berlanjut

dan semakin merata, serta harga komoditas global yang meningkat, kinerja ekspor Indonesia

menunjukkan perbaikan. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi

untuk keseluruhan 2009 diprakirakan mencapai 4,3%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik selama tahun 2009 tersebut juga

terkonfirmasi oleh hasil asesmen perekonomian daerah yang dilakukan Bank

Indonesia. Secara umum, perekonomian daerah selama tahun 2009 masih menunjukkan

kuatnya konsumsi dan ekspor sejalan meningkatnya permintaan produk primer dari China,

India dan Korea Selatan. Peningkatan ekspor dari wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua

(Kalimantan-Sulawesi-Maluku-Papua) terutama berasal dari komoditas karet, nikel, batubara

dan CPO. Membaiknya ekonomi daerah tersebut juga tidak terlepas dari masih kuatnya

konsumsi domestik terutama di Jabalnustra, Jakarta dan mulai pulihnya aktivitas ekspor,

khususnya untuk komoditas perkebunan dan pertambangan dari Kali-Sulampua dan

Sumatera, seiring dengan pulihnya ekonomi dunia. Sementara itu, realisasi stimulus fiskal

telah mencapai 36,2% dan realisasi belanja modal APBD di Kali-Sulampua dan Jakarta, atau

meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2008. Hal ini memberi sedikit dampak

pada membaiknya pertumbuhan investasi di daerah, meski masih minimal. Di sisi lain, masih

kuatnya konsumsi domestik dan membaiknya ekspor komoditas primer telah direspons oleh

meningkatnya aktivitas sektor utama di daerah, yaitu pertanian di Jabalnustra dan Sumatera,

pertambangan di Kali-Sulampua serta sektor tersier di Jabalnustra dan Jakarta. Selama tahun

2009, meskipun menghadapi terpaan krisis global, kombinasi ekonomi antara daerah yang

berorientasi domestik di Jabalnustra dan Jakarta serta daerah yang berorientasi ekspor di

Sumatera dan Kali-Sulampua telah mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional

daerah pada level yang lebih baik.

Di sisi harga, perekonomian Indonesia di tahun 2009 ditandai oleh tekanan

inflasi yang rendah. Inflasi November tercatat sebesar -0,03% (mtm), atau menurun

dibandingkan bulan sebelumnya (0,19%). Deflasi pada bulan November terutama terkait

dengan kembali terkoreksinya harga barang kebutuhan pokok. Secara tahunan inflasi

IHK menurun dibandingkan bulan sebelumnya menjadi sebesar 2,41% (yoy). Dari sisi non

fundamental, terjaganya pasokan domestik, lancarnya distribusi, dan harga komoditas

internasional yang masih relatif rendah mendukung penurunan inflasi volatile food. Di

kelompok administered prices, penurunan tekanan inflasi yang cukup tajam terkait dengan

kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga bahan bakar minyak di awal tahun. Dari sisi

fundamental, penurunan tekanan inflasi terkait dengan faktor eksternal, yaitu penurunan

inflasi mitra dagang dan nilai tukar yang cenderung apresiasi, serta menurunnya ekspektasi

Tinjauan Umum

3

inflasi masyarakat. Mencermati perkembangan tersebut, inflasi tahun 2009 berpotensi lebih

rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,9% (y-o-y).

Kinerja Neraca pembayaran Indonesia (NPI) selama tahun 2009 membaik sejalan

dengan perkembangan global yang kondusif. Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja

transaksi berjalan yang membaik sejalan dengan terus menguatnya pemulihan ekonomi

global. Selain itu, berlanjutnya kenaikan harga komoditas ekspor Indonesia, terutama

komoditas berbasis sumber daya alam, turut mendukung perbaikan transaksi berjalan.

Surplus transaksi berjalan juga diprakirakan tetap meningkat di tengah meningkatnya impor

nonmigas. Sementara itu, optimisme pemulihan ekonomi global, yang disertai dengan

membaiknya persepsi risiko terhadap negara emerging markets diprakirakan dapat

menjaga kelangsungan arus masuk modal asing. Sejalan dengan perkembangan Neraca

Pembayaran Indonesia tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir November

2009 tercatat sebesar USD 65,84 miliar atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran

ULN pemerintah.

Membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia berdampak pada kestabilan

nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2009. Secara keseluruhan tahun, rupiah bergerak

dengan kecenderungan menguat. Persepsi positif di kalangan investor global terhadap

ekonomi domestik telah meningkatkan selera risiko (risk appetite) dari investor global

terhadap aset pasar keuangan dalam negeri. Hal ini mendorong aliran masuk modal asing

terus masuk ke pasar keuangan Indonesia. Dengan kondisi tersebut, nilai tukar rupiah

mulai mengalami apresiasi sejak triwulan II-2009 dan mencapai level Rp9.445 per dolar

AS pada akhir November atau menguat 15,3% (p-t-p) dari level Rp10.900 per dolar AS di

akhir tahun 2008.

Di pasar keuangan domestik, berbagai perkembangan perekonomian tersebut

telah memberikan dampak positif. Transmisi kebijakan moneter juga membaik

yang tercermin pada respons suku bunga pasar uang dan perbankan pada BI Rate.

Di pasar obligasi, transmisi kebijakan moneter tercermin pada penurunan yield SUN untuk

seluruh tenornya dengan tenor jangka pendek mencatat penurunan yield yang paling besar.

Meski demikian, untuk tenor jangka panjang, transmisi kebijakan masih cenderung lebih

terhambat. Hal ini mengindikasikan persepsi risiko dari para investor jangka panjang yang

relatif belum optimal terhadap ekspektasi inflasi dan prospek sustainabilitas fiskal. Di pasar

saham, indeks harga menunjukkan peningkatan. Kebijakan moneter Bank Indonesia yang

diimbangi oleh pemulihan ekonomi global, telah meningkatkan minat asing pada aset di

pasar keuangan emerging markets, serta indikator makro-mikro ekonomi domestik yang

cukup kondusif mendorong kinerja IHSG untuk tumbuh lebih baik.

Di pasar uang, transmisi suku bunga di pasar uang antar bank (PUAB) semakin menunjukkan

perbaikan. Suku bunga di PUAB overnight (O/N) bergerak di sekitar BI Rate seiring dengan

diubahnya sasaran operasional kebijakan moneter ke PUAB O/N sejak Juli 2008. Penurunan

tersebut juga diikuti oleh suku bunga PUAB untuk tenor di atas O/N. Transmisi BI Rate

ke suku bunga deposito juga telah menunjukkan perbaikan. Sepanjang tahun 2009 suku

bunga deposito 1 bulan menurun sebesar 337bps, atau lebih besar dari penurunan BI Rate

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

4

sebesar 275bps. Dibandingkan dengan periode penurunan BI Rate di tahun 2006, respons

suku bunga deposito terhadap penurunan BI Rate juga menunjukkan perbaikan. Di sisi

suku bunga kredit, respons penurunan BI Rate mengalami perbaikan perlahan dan secara

lebih terbatas. Selama tahun 2009, suku bunga kredit secara agregat (rata-rata suku bunga

KMK, KI, dan KK) menurun sebesar 76 bps. Terbatasnya respon suku bunga kredit tersebut

terkait dengan berbagai faktor, antara lain seperti persepsi risiko perbankan terhadap

kesinambungan sektor riil yang masih tinggi. Terbatasnya respons perbankan tersebut

menyebabkan sumber pembiayaan perbankan tumbuh rendah. Hingga Oktober 2009,

pertambahan kredit (termasuk channeling) baru mencatat pertumbuhan 4,2% (y-t-d), jauh

lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.

Ke depan, prospek perekonomian domestik di tahun 2009 dan tahun 2010 berpotensi

lebih baik dari perkiraan semula. Hal ini juga diperkirakan akan terus berlanjut di tahun

2011. Faktor-faktor yang mendukung perbaikan tersebut adalah kondisi eksternal yang

lebih kondusif berupa pemulihan ekonomi dunia yang lebih cepat dari perkiraan semula,

serta kondisi domestik yang tetap terjaga dengan dukungan konsumsi rumah tangga yang

tetap kuat. Penguatan ekspor yang terjadi sejak akhir triwulan I-2009 diperkirakan akan

terus berlanjut seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi dunia. Selain akibat perbaikan

ekonomi dunia, akselerasi pertumbuhan ekspor juga didukung oleh karakteristik barang

ekspor Indonesia yang berbasis komoditas primer yang mengalami pemulihan yang cukup

cepat sejalan dengan perbaikan permintaan di negara-negara mitra dagang. Di sisi domestik,

meskipun tidak setinggi selama periode Pemilu 2009, pertumbuhan konsumsi rumah tangga

diprakirakan tetap relatif kuat dan menjadi penyumbang utama PDB. Kinerja konsumsi

tersebut didukung oleh terjaganya tingkat keyakinan konsumen, perbaikan pendapatan akibat

kinerja ekspor yang menguat, serta rendahnya laju inflasi. Dengan berbagai perkembangan

tersebut, pertumbuhan ekonomi di tahun 2010 diperkirakan mencapai 5,0-5,5%, sementara

perekonomian Indonesia di tahun 2011 diperkirakan akan tumbuh mencapai 6,0-6,5%

Di sisi Neraca Pembayaran, prospek pemulihan ekonomi global akan berdampak

positif terhadap Neraca Pembayaran Indonesia di tahun 2010. Perbaikan kinerja

NPI didukung baik oleh perbaikan transaksi berjalan maupun neraca transaksi modal dan

finansial. Pemulihan ekonomi dunia yang terus berlanjut yang disertai dengan berlanjutnya

kenaikan harga komoditas dunia akan mendorong penguatan kinerja ekspor. Impor nonmigas

diprakirakan mulai meningkat sejak semester II-2009 sejalan dengan meningkatnya aktivitas

perekonomian domestik. Di sisi transaksi modal dan finansial, perbaikan kinerja ditopang oleh

kondisi domestik dan eksternal yang lebih kondusif dibandingkan prakiraan sebelumnya.

Di sisi inflasi, tren inflasi di tahun 2010 dan tahun 2011 diprakirakan akan kembali ke pola

normalnya. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya gerak mesin perekonomian

Indonesia yang tumbuh membaik. Oleh karena itu, selama tahun 2010 dan 2011, laju inflasi

diprakirakan berada pada kisaran 5%±1%. Di sisi eksternal, prakiraan inflasi tersebut juga

disumbang oleh peningkatan inflasi mitra dagang sejalan dengan prakiraan membaiknya

ekonomi global dan meningkatnya harga-harga komoditas internasional. Sementara dari

sisi domestik, tekanan inflasi juga diprakirakan berasal dari peningkatan harga-harga

Tinjauan Umum

5

administered prices. Di sisi inflasi volatile food, gangguan pasokan akibat kemungkinan

terjadinya El Nino diprakirakan hanya akan memberikan tekanan inflasi yang minimum.

Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas dan mengingat

bahwa tingkat suku bunga BI rate sebesar 6,50% masih konsisten dengan pencapaian sasaran

inflasi pada tahun 2010 sebesar 5%±1%, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 3

Desember 2009 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Stance

kebijakan saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian

dan intermediasi perbankan.

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

6

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

Berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global mendukung kinerja perekonomian

domestik. Selama triwulan IV-2009, pemulihan ekonomi global semakin merata yang

didukung oleh pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang positif dan tetap

solidnya perekonomian di kawasan Asia. Kondisi tersebut memberi dampak positif

pada perkembangan ekonomi di dalam negeri. Selama triwulan IV-2009, konsumsi

diprakirakan akan lebih membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

seiring dengan membaiknya prospek permintaan domestik dan eksternal serta

kestabilan kondisi dalam negeri pasca pelaksanaan Pemilu. Sementara itu, realisasi

investasi juga diperkirakan tumbuh membaik pada triwulan laporan. Merespons

perbaikan permintaan domestik eksternal, perlambatan kinerja pertumbuhan impor

diprakirakan semakin mereda. Di sisi penawaran, melambatnya perekonomian

dunia berpengaruh terhadap kinerja sektor tradables sementara kinerja sektor

nontradables masih membaik. Melambatnya perekonomian dunia berdampak

minimal terhadap sektor pertanian dan perdagangan, namun memberikan dampak

yang cukup signifikan terhadap kinerja sektor indsutri pengolahan seiring dengan

menurunnya permintaan eskpor negara mitra dagang. Sementara itu, sektor

pengangkutan dan 9komunikasi tumbuh tinggi sepanjang tahun 2009, terutama

ditopang oleh subsektor komunikasi.

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA

Proses pemulihan perekonomian dunia diperkirakan akan terus berlanjut pada

triwulan IV-2009. Pemulihan ekonomi terutama didorong oleh perkembangan beberapa

negara utama dunia (seperti AS, kawasan Eropa, dan Jepang) yang telah melewati fase resesi

sebagaimana tercermin dari pertumbuhan positif pada triwulan III-2009. Sementara itu,

negara industri Asia baru seperti Singapura dan Hongkong yang terkontraksi cukup dalam

pada semester pertama tahun 2009 telah kembali tumbuh positif pada triwulan III-2009 dan

diperkirakan akan semakin menguat pada triwulan IV-2009. Perekonomian China dan India

yang menjadi penopang utama kebangkitan ekonomi Asia juga tetap tumbuh solid pada

semester kedua tahun 2009 yang terindikasi dari indeks produksi dan sisi konsumsi yang

masih dalam tren yang meningkat. Meski demikian, masih tingginya tingkat pengangguran

menjadi kendala bagi pemulihan konsumsi di negara maju. Sementara itu, prospek pemulihan

ekonomi global yang lebih cepat dari perkiraan dinilai kondusif bagi percepatan perbaikan

ekonomi domestik.

Perekonomian AS pada triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan yang positif

sebesar 3,5% (qtq). Membaiknya perekonomian AS pada triwulan III-2009 didorong oleh

program stimulus fiskal Pemerintah yang mampu menahan kejatuhan konsumsi domestik dan

berbagai proyek infrastruktur yang mampu mendorong sektor produksi untuk beraktivitas

kembali. Namun demikian, ekonomi AS masih dibayangi oleh tingginya angka pengangguran

Perkembangan Makroekonomi Terkini

7

yang mencapai 10,2% pada Oktober lalu. Pendapatan rumah tangga (personal income) AS

masih tertekan seiring dengan tingginya tingkat pengangguran dan relatif masih ketatnya

kredit perbankan. Di pasar tenaga kerja, gelombang PHK masih terus berlangsung namun

mulai melambat sebagaimana tercermin dari penurunan rata-rata intial jobless claim

triwulan IV-2009 menjadi sebesar 519 ribu orang dari 560 ribu orang. Konsumsi rumah

tangga mengalami peningkatan di tengah-tengah penurunan pendapatan yang didorong

oleh program cash for clunkers sehingga mampu mendongkrak penjualan eceran serta

memicu menguatnya keyakinan konsumen terhadap prospek ekonomi ke depan. Pada

triwulan IV-2009, ekonomi AS diprakirakan akan tumbuh 2,8% (qtq) atau terkontraksi makin

kecil sebesar -0,3% (yoy) secara tahunan.

Pasar keuangan global terus melanjutkan tren penguatan selama triwulan IV-2009.

Meredanya keketatan likuiditas global tergambar dari menyempitnya spread Libor to

Overnight Index Swap (OIS) yang mendorong aksi dollar carry trade akibat rendahnya suku

bunga dolar AS. Arus dana tersebut mengalir masuk ke aset-aset dengan imbal hasil yang

lebih tinggi seiring dengan tanda-tanda perbaikan ekonomi yang semakin sering muncul.

Sementara itu, ekspektasi policy reversal di negara emerging markets yang lebih cepat

dibandingkan negara maju akan semakin memperlebar spread suku bunga dan mendorong

derasnya arus dana asing masuk ke aset-aset yang lebih berisiko termasuk bursa saham dan

aset emerging markets. Namun demikian, pasar keuangan sempat mengalami gejolak yang

cukup signifikan khususnya pada bulan November. Gejolak tersebut disebabkan perilaku

risk aversion pelaku pasar yang meningkat dipicu oleh respons beberapa otoritas keuangan

dan bank sentral yang berusaha untuk membatasi inflow asing serta meredam penguatan

mata uang domestik yang terlalu cepat. Pada akhir November, pasar keuangan kembali

mengalami tekanan yang dipicu oleh laporan kerugian Dubai World akibat anjloknya harga

underlying assets yaitu harga properti dan jeratan krisis utang. Akibatnya risk appetite

investor memburuk sehingga mendorong bursa saham di dunia melemah dan indikator

risiko di negara emerging markets melonjak cukup tajam. Namun demikian, rambatan

krisis Dubai World tidak berlangsung lama, sentimen positif dari kelanjutan stimulus fiskal

oleh pemerintah China, solidnya pertumbuhan ekonomi India pada triwulan III-2009 dan

respons yang cepat dari Pemerintah dan Bank Sentra UAE dalam menjamin dukungannya

kepada bank lokal dan domestik disertai pembukaan fasilitas likuiditas pada sistem keuangan

mampu meredakan gejolak lebih lanjut.

Pertumbuhan ekonomi Asia pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan tetap solid

dan menjadi motor utama perekonomian dunia. Sebagian besar ekonomi Asia telah

rebound setelah mengalami kejatuhan cukup dalam pada semester pertama 2009 dan

telah mengalami pertumbuhan positif pada paro semester tahun 2009. Beberapa negara

yang mengandalkan kinerja ekspor kini beralih pada permintaan domestik seperti terindikasi

dari indikator aktivitas industri domestik China yang melesat ditopang oleh paket stimulus

Pemerintah. Perekonomian China akan tetap menjadi sumber permintaan ekspor produk

negara-negara di Asia sehingga memberikan dampak pada perekonomian di kawasan.

Tekanan inflasi masih rendah meski cenderung menunjukkan sedikit peningkatan.

Berdasarkan data realisasi inflasi yang dikompositkan, inflasi dunia sudah mulai meningkat

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

8

meskipun masih berada di level yang rendah. Tekanan inflasi pada September lalu meningkat

ke level 1,1% (yoy) dibandingkan dengan Juli 2009 yang berada di level 0,5%. Fase deflasi

sudah mulai terlewati di beberapa negara dan tekanan inflasi mulai meningkat seiring dengan

aktivitas ekonomi yang mulai pulih.

PERTUMBUHAN EKONOMI

Permintaan Agregat

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2009 diprakirakan sebesar 4,4% (yoy),

membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perbaikan pertumbuhan ekonomi

tersebut dikonfirmasi oleh perkembangan indikator penuntun PDB yang mengindikasikan

pertumbuhan ekonomi (Grafik 2.1). Membaiknya pertumbuhan ekonomi pada triwulan

IV-2009 terutama ditopang oleh semakin membaiknya kinerja ekspor

yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan konsumsi rumah tangga

dan perbaikan pertumbuhan investasi. Dengan perkembangan tersebut,

maka untuk keseluruhan tahun 2009 perekonomian masih tumbuh

mencapai 4,3% (yoy, Tabel 2.1), menurun dibandingkan dengan tahun

sebelumnya terutama terkait dampak memburuknya kondisi ekonomi

global.

Dilihat dari distribusinya, pangsa utama PDB tahun 2009 masih

bersumber dari konsumsi swasta dan ekspor. Pangsa konsumsi

swasta terhadap PDB pada tahun 2009 cenderung stabil dibandingkan

dengan tahun 2008, sedangkan pangsa ekspor cenderung menurun.

Penurunan pangsa ekspor terhadap PDB sehubungan dengan

memburuknya pertumbuhan ekspor akibat belum pulihnya kondisi

perekonomian negara mitra dagang di paro pertama tahun 2009.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2009 diprakirakan

tumbuh membaik sebesar 4,8% (yoy). Dorongan faktor musiman menjelang akhir tahun

dan peningkatan pendapatan ekspor diperkirakan menopang perbaikan pertumbuhan

konsumsi rumah tangga di triwulan IV-2009. Di samping itu, perbaikan konsumsi rumah

IV I II III IV I II III IV*Indikator

Tabel 2.1

Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan

2007

* Angka Proyeksi Bank Indonesia Sumber : BPS

Total Konsumsi 5,0 4,9 5,5 5,5 6,3 6,4 5,9 7,3 6,3 5,4 4,3

Konsumsi Swasta 5,5 5,0 5,7 5,5 5,3 4,8 5,3 6,0 4,8 4,7 4,8

Konsumsi Pemerintah 2,0 3,9 3,6 5,3 14,1 16,4 10,4 19,2 17,0 10,2 1,7

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 12,4 9,4 13,7 12,0 12,2 9,1 11,7 3,5 2,6 4,0 4,6

Ekspor Barang dan Jasa 7,9 8,5 13,6 12,4 10,6 1,8 9,5 -19,1 -15,7 -8,2 -5,4

Impor Barang dan Jasa 13,9 9,0 18,0 16,1 11,0 -3,5 10,0 -24,1 -23,9 -18,3 -6,2

PDB 5,8 6,3 6,2 6,4 6,4 5,2 6,1 4,4 4,0 4,2 4,4

20072008

20082009

Grafik 2.1

Indikator Penuntun PDB

��������� ���������������

����

����

����

�����

�����

�����

����

����

����

�����

�����

�����

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���

Perkembangan Makroekonomi Terkini

9

tangga diindikasikan oleh kenaikan pertumbuhan konsumsi barang

tahan lama (durable goods) pada bulan Oktober 2009 dan tingginya

angka penjualan eceran pada non-durable goods (kelompok makanan

dan pakaian). Pertumbuhan transaksi kartu kredit dan kartu debit hingga

pertengahan triwulan III-2009 juga menunjukkan peningkatan. Searah

dengan indikasi tersebut, perkembangan indikator penuntun konsumsi

rumah tangga menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga berada

dalam siklus ekspansi setidaknya sampai dengan triwulan ke depan

(Grafik 2.2). Kontribusi konsumsi non-makanan diperkirakan meningkat

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut terlihat dari

tingginya pertumbuhan penjualan barang tahan lama seperti kendaraan

bermotor ( Grafik 2.3) dan produk elektronika. Peningkatan tersebut

antara lain disebabkan oleh kenaikan penghasilan yang mendorong

masih cukup kuatnya daya beli masyarakat menengah ke atas serta

faktor musiman berupa perayaan hari besar keagamaan.

Cukup tingginya konsumsi rumah tangga selama tahun 2009

cukup dipengaruhi oleh faktor pengeluaran Pemilu dan kebijakan

Pemerintah. Pada paro pertama tahun 2009, penurunan ekspor

berimbas pada melemahnya daya beli masyarakat di sektor-sektor

berorientasi ekspor dan meningkatnya jumlah PHK. Namun demikian,

terdapat beberapa faktor yang menopang daya beli masyarakat

sepanjang semester I tahun 2009 yang utamanya adalah pengeluaran

Pemilu sehingga menahan penurunan konsumsi rumah tangga. Selain itu,

implementasi kebijakan jaring pengaman Pemerintah berupa penyaluran

Bantuan Langsung Tunai (BLT), pembayaran gaji ke-13 serta kenaikan

gaji PNS, dan pengurangan pajak penghasilan juga turut membantu

tingginya konsumsi rumah tangga. Sementara itu pada paro kedua tahun

2009, perbaikan pendapatan yang bersumber dari ekspor, berkurangnya

laju penambahan PHK dan masih cukup kuatnya konsumsi masyarakat

menengah ke atas menopang perbaikan konsumsi rumah tangga. Perbaikan daya beli pada

paro kedua tahun 2009 terlihat dari pertumbuhan disposable income riil yang cenderung

meningkat sejalan dengan penurunan tingkat inflasi. Beberapa indikator lain seperti nilai

tukar petani dan tingkat upah buruh juga mengindikasikan kenaikan mulai triwulan III-2009.

Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sepanjang tahun

2009 diperkirakan mencapai 5,1%, melambat dibandingkan tahun sebelumnya.

Pertumbuhan investasi (PMTB) pada triwulan IV-2009 diprakirakan tumbuh membaik

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mencapai 4,6% (yoy). Perbaikan

pertumbuhan investasi tersebut tercemin dari perkembangan indikator penuntun investasi

yang mengindikasikan pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2009 bergerak membaik

(Grafik 2.4). Indikasi membaiknya pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2009 terutama

terkait dengan membaiknya permintaan domestik dan eksternal serta iklim usaha yang

stabil pasca pelaksanaan Pemilu Pilpres. Meningkatnya pertumbuhan investasi diprakirakan

ditopang oleh membaiknya realisasi investasi bangunan sebagaimana ditunjukkan oleh

Grafik 2.2

Indikator Penuntun Konsumsi Rumah Tangga

����

����

����

����

����

�����

�����

�����

�����

��

��

��

���

���

���

���

���

���

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

����������������������������������

���������� ���������������

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �

Grafik 2.3

Pert. Penjualan Mobil-Motor dan PDB Konsumsi Rumah Tangga

���

���

���

���

���

���

���

���

��

��

��

��

���

���

�������� ��������

������� �������

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

10

kenaikan konsumsi semen dan pertumbuhan impor barang modal yang

mengindikasikan perbaikan. Selain itu, belanja modal pemerintah secara

triwulanan pada triwulan IV-2009 diproyeksikan sehingga berpotensi

mendorong pertumbuhan investasi pada Tw IV-2009. Pertumbuhan

investasi untuk keseluruhan tahun 2009 diprakirakan mencapai 3,7%

(yoy), melemah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan

tersebut sejalan dengan respons pengusaha terhadap penurunan

permintaan ekspor di paro pertama tahun 2009 serta melemahnya

tendensi bisnis pelaku usaha. Kontribusi utama pertumbuhan investasi

pada tahun 2009 masih didominasi oleh investasi non-bangunan yang

menurun dibandingkan dengan tahun 2008 (Grafik 2.5).

Perkembangan indikator dini hingga akhir triwulan III-2009

mengkonfirmasi penurunan pertumbuhan investasi pada tahun

2009. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya

pertumbuhan investasi non bangunan yang tercermin dari rendahnya

pertumbuhan impor barang modal dibandingkan dengan tahun 2008

(Grafik 2.6). Namun demikian, pertumbuhan konsumsi semen yang

rendah pada paro pertama tahun 2009 mulai menunjukkan perbaikan

pada triwulan III-2009 searah dengan perbaikan pertumbuhan investasi

di sektor bangunan dan infrastruktur serta keyakinan pelaku usaha

akan prospek kondisi perekonomian yang semakin positif. Di samping

itu, permintaan semen di daerah diperkirakan akan meningkat untuk

rekonstruksi pasca gempa Padang. Di sisi pembiayaan, dukungan

pembiayaan investasi masih relatif memadai sebagaimana ditunjukkan

oleh pertumbuhan kredit investasi riil yang cukup tinggi. Sementara

itu, berdasarkan hasil survei BPS, tendensi bisnis pengusaha sepanjang

tahun 2009 cenderung menurun dibandingkan tahun sebelumnya

karena berkurangnya order barang input dan order luar negeri yang

disertai penurunan harga jual riil (Grafik 2.7). Penurunan ini sejalan

dengan hasil survei Bank Indonesia yang mengindikasikan nilai rencana

investasi pada tahun 2009 menurun dibandingkan tahun sebelumnya,

meskipun kegiatan usaha pada semester kedua 2009 diperkirakan

mengalami ekspansi.

Kinerja ekspor pada triwulan IV-2009 diprakirakan tumbuh

membaik akibat berlanjutnya perbaikan kondisi perekonomian

global. Membaiknya pertumbuhan ekspor pada triwulan IV-2009

ditopang oleh peningkatan harga komoditas internasional disertai dengan

membaiknya permintaan ekspor terutama dari pasar tradisionalnya.

Selain itu, membaiknya indeks produksi, indeks kepercayaan konsumen

serta sentimen bisnis negara G3 dan China juga berpotensi untuk

mendorong peningkatan pertumbuhan ekspor. Indikasi perbaikan

juga tercermin dari meningkatnya volume perdagangan global pada

Grafik 2.4

Indikator Penuntun Investasi

��

��

��

��

��

���

���

���

���

���

���

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � ������ ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���� ���

��������������������������������������������������������������������������

��� ��

�������������������� �� �������������������������� �� �� �����

Grafik 2.5

Kontribusi Investasi Bangunan & Nonbangunan

������������ �������� ����������

� �� ��� ��

����������������

���� ���� ����

��

��

���

���

���

���

���

���

���

���� �� ��� �� � �� ��� ��

Grafik 2.6

Pertumbuhan Impor Barang Modal

���

��

��

��

���������������������������������������

��

����

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

����

��

��

��

��

���

���

Perkembangan Makroekonomi Terkini

11

indeks Baltic Dry yang mengalami peningkatan hingga awal triwulan

IV-2009 (Grafik 2.8). Berdasarkan perkembangan tersebut, ekspor

pada triwulan IV-2009 diprakirakan tumbuh membaik sebesar -5,4%

(yoy). Data ekspor BPS terkini mencatat nilai ekspor pada Oktober 2009

mencapai US$11,88 miliar atau menurun 10,12% (yoy) dibandingkan

dengan Oktober tahun 2008. Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan

ekspor non migas masih ditopang oleh ekspor komoditas primer berupa

produk pertambangan seperti batubara dan produk hasil industri seperti

minyak kelapa sawit.

Seiring dengan meningkatnya permintaan domestik maupun

eksternal, pertumbuhan impor pada triwulan IV-2009 diprakirakan

membaik. Hal tersebut ditunjukkan oleh perkembangan indikator

penuntun impor yang memperkirakan pertumbuhan impor membaik,

meskipun masih berada dalam siklus kontraksi sampai dengan satu

triwulan ke depan (Grafik 2.9). Membaiknya pertumbuhan impor

diperkirakan sejalan dengan membaiknya konsumsi rumah tangga serta

dorongan permintaan bahan baku dan barang modal untuk kegiatan

produksi terutama di sektor industri. Di samping itu, indikasi berlanjutnya

perbaikan pertumbuhan impor dikonfirmasi oleh peningkatan

pertumbuhan bea masuk impor. Dengan perkembangan tersebut,

perlambatan impor pada triwulan IV-2009 diprakirakan semakin

mereda mencapai -6,2% (yoy). Sementara itu, distribusi pertumbuhan

impor terutama disumbang oleh pertumbuhan impor bahan baku/

penolong yang tumbuh membaik. Dilihat dari golongan komoditas

HS 2 dijit, pertumbuhan nilai impor sepanjang Januari-Oktober 2009

masih didominasi oleh impor kelompok bahan baku dan barang modal

yang mendukung kapasitas produksi, seperti komoditas mesin/pesawat

mekanik serta mesin dan peralatan listrik.

Operasi Keuangan Pemerintah

Kinerja operasi keuangan Pemerintah selama tahun 2009

diprakirakan akan mencatat penerimaan dan belanja yang lebih

rendah dari target APBNP 2009. Selama Januari-Oktober, total

penerimaan negara baru mencapai 73,2% dari APBNP, atau lebih rendah

dari pencapaian tahun 2008 sebesar 87,4%. Demikian pula halnya

realisasi belanja negara yang baru mencapai 68% dari APBNP, atau

lebih rendah dari penyerapan tahun lalu sebesar 74,2%. Perlambatan

ekonomi global dan perkembangan harga minyak yang terjadi selama

tahun 2009 menjadi faktor utama rendahnya penerimaan dan belanja

negara tersebut. Dengan kondisi demikian, untuk keseluruhan tahun,

defisit operasi keuangan Pemerintah diperkirakan akan lebih rendah dari

targetnya (2,4% dari PDB).

Grafik 2.8

Indeks Baltic Dry

����

����

����

����

����

��� ��� ���� ��� ��� ���

Grafik 2.9

Indikator Penuntun Impor

����

����

����

����

����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

��

��

��

��

��

���

���

���

���

���

���

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

����

���������

��������������

�������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������������������������������������

�������

���������

����

���������������������������������������������������� �����

��

��

���

���

���

���

��

��

��

��

��

��

��

���

���

���

���

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ����

���� ���� ����

������������� ������������������ �����������������

������������������ ���������������������

������

Grafik 2.7

Sentimen Bisnis – BPS

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

12

Penurunan penerimaan negara masih berlanjut pada triwulan IV-2009 akibat

dampak dari perlambatan ekonomi global dan perkembangan harga minyak. Dari

sektor perpajakan, perlambatan ekonomi domestik dan global berpengaruh signifikan

pada menurunnya PPN dan pajak internasional. Sektor perpajakan lainnya yang mengalami

penurunan signifikan adalah PPh Migas seiring dengan jauh lebih rendahnya harga minyak

selama tahun 2009 dibandingkan tahun 2008. Di tengah kondisi perekonomian yang kurang

kondusif tersebut, penerimaan dari PPh Non Migas dan Cukai masih mampu mencatat

kenaikan akibat kebijakan perpajakan. Selain itu, penerimaan PPN diprakirakan akan mulai

mencatat pertumbuhan yang positif walau masih terbatas seiring dengan perkembangan

ekonomi yang mulai membaik dan aktivitas perdagangan yang meningkat di triwulan IV-

2009. Namun dengan menurunnya penerimaan sebagian besar sektor perpajakan, realisasi

penerimaan perpajakan selama Januari-Oktober 2009 hanya mampu mencapai 75,1% dari

APBNP, atau lebih rendah dari pencapaian tahun lalu sebesar 88,5% untuk periode yang

sama. Dari sektor nonpajak, perkembangan harga minyak yang lebih rendah dari tahun

2008 turut memberi dampak penurunan yang signifikan pada Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP), terutama pada penerimaan sumber daya alam (SDA) migas. Dengan kondisi

tersebut, pencapaian PNBP sampai dengan bulan Oktober baru mencapai 67,5% dari APBNP,

atau lebih rendah dari realisasi tahun 2008 yang mencapai 85,6%.

Penyerapan belanja negara menurun dibandingkan dengan tahun lalu namun dengan

kualitas yang membaik. Sampai dengan Oktober 2009, realisasi belanja Pemerintah pusat

per jenis belanja lebih tinggi dari tahun lalu, kecuali subsidi seiring dengan perkembangan

harga minyak yang lebih rendah. Selain itu, realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yang

mampu memberikan stimulasi secara langsung bagi kegiatan ekonomi juga terlihat lebih

baik dari tahun 2008. Selama Januari-Oktober, realisasi belanja pegawai, barang dan modal

yang berdampak langsung ke sektor riil mencatat realisasi yang lebih baik dari tahun lalu.

Namun, beban subsidi energi yang turun drastis berdampak pada lebih rendahnya realisasi

belanja pemerintah pusat dibandingkan dengan tahun lalu. Belanja pemerintah pusat tercatat

baru mencapai 63,2% dari APBNP, atau lebih rendah dari penyerapan tahun 2008 sebesar

71,7%. Sementara itu, realisasi paket stimulus fiskal yang berupa penghematan pembayaran

pajak (tax saving) serta subsidi pajak-bea masuk ditanggung Pemerintah (DTP) dan subsidi

non pajak kepada dunia usaha masih rendah. Sampai dengan Oktober, stimulus fiskal yang

terpakai baru mencapai 44,9% dari alokasi anggaran sebesar Rp73,3 triliun.

Di sisi pembiayaan, pasar obligasi yang membaik di 2009 mempermudah pencapaian

target pembiayaan defisit. Pergerakan yield SUN yang membaik berdampak pada yield

rata-rata yang diterima Pemerintah dalam setiap lelang terus bergerak menurun selama tahun

2009. Selain menurunkan biaya pembiayaan, kondisi tersebut juga membuat Pemerintah

telah memenuhi target penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di pertengahan November.

Membaiknya pasar obligasi juga berdampak pada tidak digunakannya sebagian besar

dana standby loan. Selama 2009, Pemerintah hanya menggunakan dana standby loan dari

penerbitan Samurai Bond senilai 35 miliar yen di bulan Agustus.

Perkembangan Makroekonomi Terkini

13

Penawaran Agregat

Beberapa sektor perekonomian diprakirakan akan menunjukkan perbaikan pada

triwulan IV-2009 (Tabel 2.2). Sektor-sektor utama seperti sektor perdagangan dan pertanian

diprakirakan tumbuh membaik pada triwulan IV-2009. Kinerja sektor utama lainnya yaitu

sektor industri pengolahan tumbuh relatif stabil. Sektor bangunan serta sektor listrik, gas

dan air bersih juga menunjukkan perbaikan. Sementara itu, kinerja sektor pengangkutan

dan komunikasi mengalami perlambatan pada triwulan IV-2009 namun masih berada dalam

tingkat pertumbuhan yang tinggi. Jika dilihat dari strukturnya, pangsa utama perekonomian

masih berasal dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran,

serta sektor pertanian. Sementara itu, penyumbang utama pertumbuhan berasal dari sektor

pengangkutan dan komunikasi, sektor pertanian, serta sektor keuangan, persewaan dan

jasa.

Kinerja sektor industri pengolahan tumbuh relatif stabil pada triwulan IV-2009.

Jika dilihat dari strukturnya, distribusi terbesar sektor industri pengolahan masih berasal

dari subsektor alat angkutan, mesin dan peralatannya, subsektor makanan, minuman,

dan tembakau, serta subsektor kimia dan barang dari karet. Sementara itu, penyumbang

utama pertumbuhan sektor industri pengolahan berasal dari subsektor makanan, minuman

dan tembakau, subsektor kimia dan barang dari karet, serta subsektor kertas dan barang

cetakan.

Relatif stabilnya pertumbuhan sektor industri pengolahan tercermin dari

perkembangan beberapa indikator dini. Indikator penjualan mobil dari awal tahun

2009 relatif stabil namun berada di bawah rata-rata pertumbuhan tahun sebelumnya.

Hal yang sama juga ditunjukkan oleh perkembangan impor bahan baku industri dan hasil

Survei Produksi – Bank Indonesia sampai dengan akhir triwulan III-2009. Sementara itu, di

sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor industri menunjukkan

tren yang melambat dari awal tahun sampai dengan akhir triwulan III-2009. Program 100

hari pada sektor industri diperkirakan berdampak relatif terbatas karena program yang

% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

IV I II III IV I II III IV*Sektor

Tabel 2.2

Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran

2007

Sumber : BPS

* Angka Proyeksi Bank Indonesia

Pertanian 3.1 3.5 6.3 4.8 3.4 4.7 4.8 5.3 2.5 2.7 4,3

Pertambangan & Penggalian -2.1 2.0 -1.7 -0.5 2.1 2.1 0.5 2.4 3,3 6,5 3,8

Industri Pengolahan 3.8 4.7 4.3 4.2 4.3 1.8 3.7 1.5 1.5 1.3 1,2

Listrik, Gas & Air Bersih 11.8 10.4 12.3 11.8 10.4 9.3 10.9 11.4 15.4 14,6 15,1

Bangunan 9.9 8.6 8.0 8.1 7.6 5.7 7.3 6.3 6.4 8,8 8,9

Perdagangan, Hotel & Restoran 9.1 8.5 6.9 8.1 8.4 5.6 7.2 0.5 -0.3 -0.6 1,2

Pengangkutan & Komunikasi 17.4 14.4 18.3 17.3 15.5 15.8 16.7 17.1 17.5 18,2 15,9

Keuangan, Persewaan & Jasa 8.6 8.0 8.3 8.7 8.6 7.4 8.2 6.3 5.3 4,9 4,8

Jasa-jasa 7.2 6.6 5.9 6.7 7.2 6.0 6.4 6.8 7.4 5,8 5,0

PDB 6.3 6.3 6.2 6.4 6.4 5.2 6.1 4.4 4.0 4.2 4,4

20072008

20082009

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

14

berdampak langsung hanya berupa revitalisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta revitalisasi

pabrik gula dan pupuk.

Setelah sebelumnya mengalami perlambatan, sektor perdagangan, hotel dan

restoran diperkirakan tumbuh membaik pada triwulan IV-2009. Sektor perdagangan

diperkirakan mulai menunjukkan pertumbuhan yang positif pada triwulan IV-2009.

Membaiknya kinerja sektor perdagangan terutama disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya mulai membaiknya permintaan serta daya beli masyarakat yang relatif stabil.

Perkiraan mulai membaiknya pertumbuhan sektor perdagangan juga dikonfirmasi oleh

indikator penuntun sektor perdagangan, hotel dan restoran yang sudah memasuki fase

ekspansi hingga satu triwulan ke depan. Di samping itu, indeks penjualan eceran BI sampai

dengan awal triwulan IV-2009 juga menunjukkan adanya peningkatan. Jika dilihat lebih

rinci, hampir seluruh kelompok komoditas baik durable goods maupun non-durable

goods mengalami peningkatan. Indikator subsektor perdagangan besar yaitu impor non

migas dan indikator subsektor hotel yaitu rata-rata tingkat hunian hotel di Bali hingga akhir

triwulan III-2009 juga menunjukkan perbaikan. Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang

telah disalurkan pada sektor perdagangan menunjukkan tren penurun dari awal tahun

2009 sampai dengan akhir triwulan III-2009 dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan

tahun 2008.

Sektor pertanian pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan tumbuh membaik

sebesar 4,3% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Hal tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan subsektor perkebunan

terkait dengan melemahnya permintaan negara mitra dagang sampai dengan triwulan

III-2009. Berdasarkan strukturnya, pangsa terbesar sektor pertanian berasal dari subsektor

tanaman bahan makanan. Perkembangan subsektor tanaman bahan pangan berdasarkan

Angka Ramalan (ARAM) III BPS, produksi padi dan luas panen akan menurun pada subround

kedua (Mei-Agustus) sampai dengan subround ketiga (September-Desember) seiring dengan

berlalunya musim panen. Namun demikian, jika data subround tersebut ditransformasikan

kedalam data triwulanan, pertumbuhan luas panen masih menunjukkan peningkatan

sementara produksi padi relatif stabil. Sementara itu, kinerja subsektor tanaman perkebunan

menunjukkan perbaikan seiring dengan mulai membaiknya permintaan. Dari sisi pembiayaan,

penyaluran kredit perbankan ke sektor pertanian menunjukkan perbaikan sampai dengan

paro pertama tahun 2009. Namun demikian, pada paro kedua sampai dengan akhir triwulan

III-2009 menunjukkan adanya perlambatan.

Kinerja sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan IV-2009 diprakirakan

tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar

3,8% (yoy). Melambatnya perekonomian dunia berdampak minimal terhadap sektor

pertambangan yang tercermin dari masih membaiknya pertumbuhan sektor pertambahan

pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan III-2009,

ekspor komoditas pertambanan seperti batubara, tembaga, nikel serta bijih, kerak dan abu

logam menunjukkan tren perbaikan seiring dengan membaiknya permintaan dan harga

komoditas. Namun demikian, kredit yang disalurkan ke sektor pertambangan menunjukkan

tren penurunan sejak awal tahun 2009 dan tumbuh di bawah rata-rata tahun 2008.

Perkembangan Makroekonomi Terkini

15

Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan

tumbuh melambat. Kinerja subsektor komunikasi tercermin dari masih meningkatnya

jumlah pelanggan seluler sampai dengan triwulan III-2009. Beberapa operator seluler utama

mengalami peningkatan jumlah pelanggan yang cukup tinggi. Sementara itu, membaiknya

kinerja subsektor pengangkutan terindikasi dari meningkatnya pertumbuhan jumlah

penumpang angkutan udara dan kereta api serta angkutan barang pada lima pelabuhan

utama (Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Balikpapan, dan Makassar) sampai dengan

akhir triwulan III-2009. Dari sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan ke sektor pengangkutan

dan komunikasi tumbuh dalam tren yang melambat dari awal tahun 2009 sampai dengan

akhir triwulan III-2009 dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan tahun 2008.

Sektor bangunan pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan tumbuh relatif stabil

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 8,9% (yoy). Perkembangan

beberapa indikator dini seperti produksi semen dan impor semen mengalami peningkatan.

Hasil survei properti komersial sampai dengan triwulan III-2009 juga menunjukkan

perkembangan yang membaik. Hal tersebut terlihat dari membaiknya pertumbuhan

properti komersial yaitu perkantoran, ritel, serta apartemen seiring dengan telah selesainya

pembangunan beberapa proyek bangunan di Jakarta dan sekitarnya. Sementara itu, kredit

yang disalurkan perbankan ke sektor bangunan menunjukkan pertumbuhan yang melambat

sampai dengan akhir triwulan III-2009 dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan kredit

tahun 2008.

Perekonomian Daerah

Pertumbuhan ekonomi daerah sampai dengan triwulan IV-2009 diperkirakan semakin

membaik. Membaiknya perekonomian disumbang oleh kenaikan pertumbuhan wilayah

Jabalnustra yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya dan masih tingginya

level pertumbuhan Kali-Sulampua. Mengingat Jabalnustra memiliki pangsa terbesar dalam

perekonomian nasional, yaitu sebesar 45,2%, maka membaiknya ekonomi Jabalnustra

mengindikasikan pertumbuhan ekonomi mulai kembali pada kondisi normal.

Secara umum, perekonomian daerah selama tahun 2009 masih menunjukkan kuatnya

konsumsi dan ekspor sejalan dengan meningkatnya permintaan produk primer dari China,

India, dan Korea Selatan. Peningkatan ekspor dari wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua

(Kalimantan-Sulawesi-Maluku-Papua) terutama berasal dari komoditas karet, nikel, batubara

dan CPO. Membaiknya ekonomi daerah tersebut juga tidak terlepas dari masih kondusifnya

konsumsi domestik di wilayah Jabalnustra, Jakarta, serta mulai pulihnya aktivitas ekspor. Hal

itu mengingat konsumsi (rumah tangga dan Pemerintah) di Jabalnustra memiliki porsi 52%

terhadap konsumsi nasional. Masih kuatnya konsumsi di wilayah Jabalnustra disebabkan

oleh faktor masih kuatnya daya beli dan optimisme keyakinan konsumen di Jabalnustra

(Grafik 2.10). Investasi diindikasikan terjadi peningkatan sebagaimana ditunjukkan oleh

meningkatnya belanja modal Pemerintah Daerah (Jakarta, Kali-Sulampua, dan Sumatera) dan

konsumsi semen (Grafik 2.11). Sementara itu, kinerja ekspor menunjukkan pertumbuhan

yang relatif stabil.

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

16

Potensi rendahnya laju inflasi IHK nasional 2009 yang diprakirakan

berada di bawah angka 3,0% dikonfirmasi oleh perkembangan inflasi

daerah yang cenderung melambat hampir di seluruh wilayah. Deflasi

yang terjadi secara nasional pada November 2009 terutama bersumber

dari penurunan harga-harga yang terjadi di wilayah Sumatera, Jakarta,

dan sebagian wilayah Jabalnustra yang dipengaruhi oleh berlanjutnya

koreksi harga pasca kenaikan harga pada berbagai bahan pokok. Secara

tahunan, laju inflasi yang lebih tinggi dibanding inflasi nasional pada

bulan laporan hanya terjadi seluruh zona di wilayah Kali-Sulampua,

zona Sumatera Bagian Selatan, dan zona Jawa Bagian Timur. Selain

itu terdapat kenaikan jumlah kota di Jabalnustra dan di Kali-Sulampua

dengan tingkat inflasi di atas nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa

meskipun secara umum inflasi masih menunjukkan pola penurunan

dengan membaiknya pengaruh dari sisi fundamental, namun beberapa

daerah masih menghadapi kendala yang dipengaruhi oleh faktor

shocks sehingga menyebabkan volatilitas inflasi antar kota yang relatif

membesar.

Prospek pertumbuhan ekonomi daerah diprakirakan akan semakin

membaik sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional pada

triwulan III-2009 yang mencapai 4,2%. Pertumbuhan ekonomi yang

meningkat bersumber dari terus menguatnya konsumsi dan kinerja

ekspor. Daya beli masyarakat diperkirakan akan semakin menguat,

sementara pendapatan petani (NTP) diperkirakan akan membaik seiring

terus membaiknya harga komoditas internasional dan usulan kenaikan

HPP gabah sebesar 15%. Di sisi sektoral, selain rencana investasi yang

diperkirakan akan terjadi pada sektor industri dan pertambangan, sektor

pertanian diperkirakan akan terjadi peningkatan produksi pada beberapa

komoditas utama seperti kelapa sawit dan karet.

NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI)

Perkembangan perekonomian global dan domestik yang kian optimis

berdampak positif terhadap kinerja NPI. Pengaruh eksternal di pasar

barang tercermin dari peningkatan kinerja ekspor, sementara permintaan

ekonomi domestik yang meningkat memacu kenaikan impor. Neraca

perdagangan tetap mampu mencatat surplus tinggi meskipun

permintaan impor meningkat. Surplus tersebut ditopang oleh kinerja

ekspor yang diprakirakan meningkat sejalan dengan prakiraan pemulihan

ekonomi global yang lebih cepat dan merata serta tren harga komoditas

internasional yang diperkirakan tetap positif. Di sisi aliran modal asing,

optimisme akan perekonomian domestik serta kebijakan moneter

global yang masih cukup akomodatif mendorong konsistensi aliran

modal portofolio ke Indonesia. Di sisi pasar modal, meski sempat mengalami penyesuaian

Grafik 2.10

Indeks Keyakinan Konsumen

��

��

��

��

��

���

���

���

���

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� ���

���� ����

������

�������� ������� ����������� �������������

�����������������

Grafik 2.11

Pertumbuhan Konsumsi Semen

����

����

����

��

��

��

��

��

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � ��

���� ����

�������� ����������� ������� �������������

�����

Grafik 2.12

Perkembangan Inflasi Wilayah

����

����

����

����

����

�����

�����

� � � � � � � � � �� ������

������

�������� �������� �������

����������� ���� ���������

Perkembangan Makroekonomi Terkini

17

selama triwulan IV-2009, minat investor asing terhadap instrumen portofolio domestik tetap

terjaga. Dengan berbagai perkembangan tersebut, NPI triwulan IV-2009 diprakirakan

mencatat surplus.

Transaksi Berjalan

Kinerja neraca transaksi berjalan triwulan IV-2009 diprakirakan mencatat surplus

yang lebih rendah dibandingkan triwulan III-2009. Prakiraan surplus yang lebih rendah

dari triwulan sebelumnya disebabkan oleh semakin meningkatnya biaya jasa transportasi

(services) terkait dengan kenaikan harga minyak. Di sisi lain, neraca perdagangan barang

masih mencatat surplus yang tinggi ditopang oleh membaiknya kinerja ekspor. Sementara

itu, daya serap ekonomi domestik yang meningkat telah mendorong peningkatan aktivitas

impor pelaku domestik. Surplus tersebut mampu menutupi defisit di sisi transaksi jasa,

pendapatan, dan transfer berjalan.

Kinerja ekspor mendapat dukungan yang positif dari perkembangan harga

komoditas. Selain karena permintaan eksternal yang membaik, tren kenaikan harga

komoditas ekspor juga menjadi pendorong kinerja ekspor pada triwulan IV-2009. Meski

secara tahunan lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun pergerakan

harga komoditas ekspor selama tahun 2009 terus mengalami peningkatan hingga mencapai

puncaknya pada triwulan IV-2009. Di sisi lain, aktivitas ekonomi domestik yang membaik,

kenaikan harga komoditas serta level nilai tukar yang cukup akomodatif berdampak pada

peningkatan nilai impor pada triwulan IV-2009 meski pertumbuhannya masih berada pada

level negatif.

Neraca Modal dan Finansial

Transaksi modal dan finansial pada triwulan IV-2009 diprakirakan akan tetap mencatat surplus,

meski sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi fundamental domestik

yang terjaga serta menariknya imbal hasil investasi di instrumen rupiah mendorong arus dana

asing tetap masuk ke perekonomian domestik. Meski sempat mengalami penyesuaian yang

menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah, namun investasi portofolio selama Oktober-

November 2009 memperlihatkan minat investor asing terhadap aset komersial domestik

(SBI, SUN, dan saham) masih tetap positif. Di sisi arus modal investasi langsung, prakiraan

meningkatnya harga minyak pada triwulan IV-2009 memicu kegiatan eksplorasi perusahaan

migas sehingga penarikan dana (cash call) dari perusahaan afiliasinya di luar negeri meningkat.

Selama triwulan IV-2009, prakiraan arus masuk investasi langsung dalam bentuk equity dan

reinvested earnings di sektor migas dan nonmigas diprakirakan meningkat.

Cadangan Devisa

Dengan perkembangan pada transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial tersebut

di atas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir November 2009 mencapai

USD 65,84 miliar atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri

Pemerintah.

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

18

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009

Perkembangan ekonomi global pada triwulan IV-2009 semakin menunjukkan

penguatan. Proses pemulihan ekonomi global yang berlangsung lebih cepat

dari perkiraan semula meningkatkan optimisme para investor untuk melakukan

re-investasi di emerging markets. Selain itu, kondisi fundamental perekonomian

domestik yang cukup solid turut memberikan dukungan bagi perkembangan nilai

tukar selama triwulan IV-2009. Nilai tukar Rupiah pada triwulan IV-2009 bergerak

menguat. Rata-rata nilai tukar Rupiah triwulan IV-2009 (s/d akhir November 2009)

menguat 5,39% menjadi Rp9.463 dari Rp9.973 pada triwulan sebelumnya. Apresiasi

yang cukup tajam tersebut menyebabkan tingkat volatilitas sedikit meningkat dari

0,69% pada triwulan III-2009 menjadi 0,74%. Di sisi harga, tekanan inflasi pada

triwulan IV-2009 terus menunjukkan penurunan. Inflasi IHK pada triwulan IV-2009

diperkirakan hanya mencapai sekitar 3% (yoy) atau lebih rendah dari kisaran target

inflasi yang ditetapkan Pemerintah. Rendahnya tekanan inflasi terutama terkait

dengan rendahnya inflasi volatile food dan administered price serta membaiknya

ekspektasi inflasi. Di samping itu, tekanan eksternal relatif menurun terkait dengan

apresiasi rupiah maupun rendahnya imported inflation

Sementara itu, kebijakan moneter yang cenderung longgar selama tahun 2009

ditransmisikan cukup baik melalui jalur suku bunga khususnya di suku bunga jangka

pendek dan simpanan. Namun demikian, penurunan yang cepat di suku bunga

kebijakan dan deposito tersebut direspon secara lebih lambat dan dengan besaran

yang lebih rendah di suku bunga kredit. Di jalur likuiditas, penurunan suku bunga

direspon masih cukup baik oleh perkembangan likuditas perekonomian khususnya

M1. Di kredit, penurunan suku bunga kebijakan kurang direspon oleh kredit yang

masih tumbuh lambat hingga Oktober 2009. Lambatnya aktifitas perekonomian

masyarakat dan masih tingginya suku bunga kredit berdampak pada rendahnya

permintaan kredit masyarakat. Di jalur harga aset, stance kebijakan yang cenderung

longgar juga direspons secara baik di pasar saham maupun obligasi Pemerintah.

Namun demikian, respon suku bunga kebijakan tersebut di pasar keuangan cenderung

terbatas terkait dengan lebih besanya pengaruh berbagai faktor eksternal.

NILAI TUKAR RUPIAH

Kondisi perekonomian global yang terus membaik dan perkembangan fundamental

perekonomian domestik yang solid diprakirakan masih akan mendorong penguatan rupiah

hingga akhir triwulan IV-2009. Sinergi pemulihan ekonomi di berbagai kawasan serta

dukungan fundamental perekonomian domestik berdampak pada membaiknya risk apetite

investor terhadap perekonomian Indonesia. Mengapresiasi kinerja perekonomian domestik

yang cukup baik, lembaga rating Standard & Poors meningkatkan credit outlook Indonesia

dari “stable” menjadi “positive”. Kombinasi dari membaiknya kondisi eksternal, kinerja

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009

19

perekonomian domestik dan membaiknya risk apetite investor global

mendorong masuknya aliran dana asing ke perekonomian domestik.

Sampai dengan akhir November 2009, rupiah secara rata-rata terapresiasi

sebesar 5,39% ke level Rp9.463/USD dari Rp9.973/USD pada triwulan

sebelumnya (Grafik 3.1). Pada akhir November, rupiah ditutup pada

level Rp9.455/USD atau menguat sebesar 2,01% dari level penutupan

triwulan III-2009 yaitu Rp9.645/USD. Apresiasi yang cukup tajam

tersebut menyebabkan peningkatan volatilitas dari 0,69% menjadi

0,74% (Grafik 3.2).

Kondusifnya kondisi eksternal terus mendorong berlangsungnya

apresiasi nilai tukar hingga akhir triwulan IV-2009. Perbaikan indikator

perekonomian terus berlanjut dan semakin merata di berbagai kawasan

baik Amerika, Eropa maupun Asia. Kondisi itu semakin memperkuat

indikasi bahwa perekonomian global mulai memasuki fase stabilisasi.

Pemulihan perekonomian AS mulai terlihat dari perbaikan yang terjadi

di beberapa sektor seperti industri, pasar tenaga kerja dan perumahan.

Di Eropa, sektor industri yang mencatat pertumbuhan positif menjadi

leading sector dalam mendorong pemulihan ekonomi di kawasan

tersebut. Sementara itu di kawasan Asia, selain China, negara-negara

seperti Jepang dan Singapura telah mulai menunjukkan kinerja positif.

Meningkatnya optimisme terhadap prospek perekonomian global

tersebut berdampak pada membaiknya ekspektasi terhadap kegiatan

dunia usaha terutama ekspektasi terhadap peningkatan pendapatan

korporasi (earning emitten). Meningkatnya ekspektasi terhadap dunia

usaha dan membaiknya risk appetite investor terhadap aset – aset

emerging market mendorong investor global kembali masuk ke pasar

saham. Meskipun sempat mengalami guncangan akibat krisis utang luar

negeri Dubai, bursa saham global tetap bergerak menguat.

Selain faktor eksternal, kondisi perekonomian domestik yang kondusif

turut mendukung penguatan rupiah. Perekonomian domestik yang

mencatat pertumbuhan sebesar 4,2% (yoy) serta kinerja neraca

pembayaran Indonesia yang mencatat surplus current account pada

triwulan III-2009 meningkatkan keyakinan investor kepada ketahanan

perekonomian domestik terhadap tekanan dari sektor eksternal. Posisi

cadangan devisa sampai dengan November 2009 mencapai USD65,84

miliar atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran Utang Luar

Negeri Pemerintah. Level cadangan devisa tersebut diharapkan akan

meningkatkan sentimen positif terhadap kemampuan pembiayaan

eksternal Indonesia.

Persepsi risiko terus terjaga. Selama triwulan IV–2009, mayoritas

indikator risiko Indonesia mengalami sedikit peningkatan yang dipicu

oleh sentimen negatif terkait rumor pembatasan kepemilikan asing di

Grafik 3.1

Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah

������

������

�����

����������

������

����

����

����

����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����������

����������� �������������������� �����������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ������ ������� ����

��� ��� ��� ���

Grafik 3.2

Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

�����������

�����

�����

�����

�����

�����

����

����

����

������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ����

��

�����

����

����

����

����������������� ��������������������������������

�������

����

���

Grafik 3.3

Indikator Persepsi Risiko

���

���

���

���

���

���

���

���

���

����

����

���

���

���

���

���

����

��� �� ��� �� ��� �� ��� �� ��� �� ��� �� ��� �� ��� ��

�������������

������������������

����

����������

�����������������

����������������������������������������

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

20

instrumen SBI dan mencuatnya krisis utang luar negeri Dubai. Sejalan

dengan pergerakan CDS di kawasan Asia, CDS Indonesia mengalami

sedikit peningkatan dari 183 bps pada triwulan III-2009 menjadi 229

bps (Nov-09). Yield spread Global Bond RI dengan US T-Note juga

mengalami sedikit peningkatan dari 251 bps pada triwulan III-2009

menjadi 295 bps (Nov-09). Sementara itu, EMBIG spead turun dari 345

bps pada triwulan III-2009 menjadi 336 bps (Nov-09) (Grafik 3.3). Di

sisi lain, indikator premi swap selama triwulan IV-2009 secara umum

terlihat relatif stabil yang mengindikasikan persepsi risiko dan likuiditas

terjaga (Grafik 3.4).

Imbal hasil investasi rupiah masih relatif lebih menarik dibandingkan

negara kawasan Asia. Selisih suku bunga dalam dan luar negeri (UIP)

sedikit menurun dari 6,45% pada akhir triwulan III-2009 ke 6,47%

(Nov’09). Meski menurun, level tersebut masih ‘favourable’ dalam skala

regional. Selisih suku bunga setelah memperhitungkan premi risiko (risk

adjusted interest rate differential – CIP) juga masih ‘favourable’ meski

sedikit menurun dari 3,94% pada triwulan III-2009 menjadi 3,52% (Nov-

09) akibat sedikit meningkatnya indikator risiko dikarenakan krisis ULN di

Dubai (Grafik 3.5). Selain itu, spread antara yield SUN domestik Indonesia

dan US Treasury masih yang tertinggi di kawasan Asia (Grafik 3.6).

Membaiknya kepercayaan investor global, tingginya imbal hasil investasi

rupiah serta terjaganya persepsi risiko mendorong aliran dana asing

masuk ke perekonomian domestik. Sampai dengan November 2009

aliran masuk dana asing yang masuk ke SBI dan SUN masing-masing

tercatat sebesar USD680,56 juta dan USD1,04 miliar. Hal tersebut

menyebabkan posisi asing pada SBI dan SUN menjadi USD5,29 miliar dan

USD10,95 miliar. Sementara itu, di pasar saham, pelaku asing mencatat

net jual sebesar USD55,18 juta (Grafik 3.7). Dengan perkembangan

tersebut, keseimbangan supply demand di pasar valas relatif terjaga

(Grafik 3.8).

INFLASI

IHK November 2009 tercatat deflasi dan kembali dibawah pola

historisnya. Inflasi November tercatat sebesar -0,03% (mtm). Deflasi

pada bulan November tersebut terutama terkait dengan kembali

terkoreksinya harga bahan makanan (volatile food). Secara tahunan

inflasi IHK menurun menjadi sebesar 2,41% (yoy) dari 2,83% pada

triwulan III-2009 (Grafik 3.9). Dengan perkembangan tersebut, inflasi

IHK tahun kalender mencapai 2,45%.

Menutup tahun 2009, inflasi dalam satu bulan ke depan juga

diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan pola historisnya. Hal

Grafik 3.4

Premi Swap Berbagai Tenor

�������� ��������

�������� ���������

���

��

��

���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ����

������������������������

��� ��� ��� ��� ���

Grafik 3.5

CIP Beberapa Negara Kawasan

��������� ���������

�������� �����

����

��������

����

���

���

���

���

���

���

����

����

����

����

����

��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��������� ��� ������ ��� ������

���� ����

��� ��� ��� ��� ���

Grafik 3.6

Yield Spread Kawasan Regional Asia

����

����

����

�����

����

��

��

��

����������� ��������

�������� ��������

���������

����������������������������������������������������������

��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��������� ��� ������ ��� ������

���� ����

��� ��� ��� ��� ���

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009

21

tersebut terutama disebabkan oleh deflasi pada Desember 2008 terkait

penurunan harga BBM. Dengan perkiraan tersebut, inflasi IHK 2009

diperkirakan berada dibawah sasaran inflasi sebesar 4,5±1%.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, secara tahunan

penurunan inflasi pada bulan November terutama terjadi di sisi faktor

fundamental sebagaimana tercermin pada inflasi inti. Inflasi inti November

2009 tercatat 4,29% (yoy) atau menurun dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya (4,86%, yoy). Hal tersebut mengindikasikan bahwa tekanan

dari sisi permintaan masih lemah meski terindikasi mulai meningkat

ditengah relatif stabilnya ekspektasi inflasi. Sementara itu, tekanan dari

faktor eksternal diperkirakan minimal sejalan dengan apresiasi nilai tukar

dalam 8 bulan terakhir. Di sisi faktor non-fundamental, inflasi volatile

food dan administered prices tercatat stabil, yaitu masing-masing sekitar

4,71% (yoy) dan -5,99% (yoy).

Berdasarkan kelompoknya, penurunan inflasi IHK 2009 terutama

didorong oleh penurunan kelompok transportasi, kelompok bahan

makanan, dan kelompok perumahan. Penurunan inflasi kelompok

transportasi terutama terkait dengan penurunan harga BBM subsidi

sebesar 10% dan penurunan tarif angkutan dalam kota. Sementara

itu, kelompok barang lain yang menurun cukup tajam adalah kelompok

bahan makanan terkait dengan terjaganya pasokan serta kelompok

perumahan terutama terkait dengan lancarnya program konversi minyak

tanah ke LPG setelah tahun 2008 mengalami kendala.

Secara tahunan, penurunan inflasi inti masih terus berlanjut. Pada

November 2009 inflasi inti tercatat hanya sebesar 4,29% (yoy). Dengan

rendahnya inflasi inti pada bulan November tersebut dan perkiraan

rendahnya inflasi inti satu bulan kedepan, inflasi inti pada akhir tahun

2009 diperkirakan menurun dari 4,86% di tahun 2008. Penurunan

laju inflasi inti terkait dengan penurunan tekanan faktor eksternal,

sejalan dengan penurunan inflasi mitra dagang dan relatif stabilnya nilai

tukar yang cenderung apresiatif sejak triwulan II-2009 (Grafik 3.11).

Sementara itu, tekanan Output Gap relatif minimal, sejalan dengan

melambatnya pertumbuhan permintaan. Di samping itu, ekspektasi

inflasi cenderung menurun, sejalan tidak adanya shocks dan relatif

menurunnya permintaan dan tekanan eksternal (Grafik 3.12).

Secara umum tekanan sisi permintaan masih lemah meskipun dalam

perkembangan terakhir mulai menunjukkan tren yang meningkat.

Indikator meningkatnya permintaan tercermin dari indeks penjualan

riil per Oktober yang meningkat menjadi 27,2% (yoy) dibandingkan

dengan tahun 2008 sebesar -5% (yoy). Peningkatan tertinggi dicatat

oleh penjualan makanan dan tembakau, pakaian dan perlengkapannya,

Grafik 3.7

Aliran Modal Asing

��

��

��

��

��������������

����

����

�����

�����

�����

�����

�������

�����

���

���

�������������

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���

���� ���� ���� ����

��

Grafik 3.8

Permintaan dan Penawaran Valas

����������������������������

����������������������������

��������������������������������

����

�����

�����

�����

������

������

��������

������������

����

����

�����

�����

�����

�����

�������

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���

���� ���� ���� ����

� �� ��� ��

����

��

Grafik 3.9

Perkembangan Inflasi

��

��

��

��

��

������

�������������������

�������������������������������

� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ����

���� ����

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

22

suku cadang kendaraan serta kontruksi. Namun, tekanan terhadap

harga terindikasi belum cukup kuat. Hal tersebut tercermin pada inflasi

non food kuotasi yang masih relatif rendah. Di sisi lain, indikator sisi

penawaran yang tercermin dari indeks produksi sektor pengolahan

terlihat menunjukkan tren meningkat (Grafik 3.13). Kondisi sejalan

ditunjukkan oleh kapasitas produksi terpakai di sektor industri

pengolahan yang pada Agustus 2009 tercatat sebesar 80,09% atau

meningkat dibandingkan tahun 2008 sebesar 78,2% (Grafik 3.14).

Peningkatan kapasitas produksi tersebut sejalan dengan meningkatnya

aktivitas produksi yang dilakukan untuk mencukupi permintaan pasar

baik dalam maupun luar negeri serta untuk pemenuhan kebutuhan

inventori perusahaan.

Dengan deflasi pada kelompok volatile food pada bulan November yaitu

sebesar -0,85% (mtm) atau 4,71% (yoy), serta perkiraan inflasi volatile

food pada Desember yang sedikit meningkat terkait pola seasonal akhir

tahun, maka sampai dengan akhir tahun 2009, inflasi volatile food

diperkirakan menurun signifikan dari 16,48% di tahun 2008 menjadi

sekitar 5% (yoy). Penurunan inflasi volatile food terutama disebabkan

oleh berbagai kebijakan yg dilakukan Pemerintah, kelancaran distribusi,

disamping harga pangan global yang masih dalam level moderat.

Beberapa komoditas utama (beras, daging dan telur ayam ras, daging

sapi dan minyak goreng) mencatat inflasi yang cukup rendah di tahun

2009.

Inflasi administered price pada akhir tahun 2009 diperkirakan akan

menurun signifikan dibandingkn dengan 2008. Secara tahunan,

penurunan inflasi administered price pada tahun 2009 lebih disebabkan

oleh dampak first round dan second round dari kebijakan Pemerintah

menurunkan harga BBM bersubsidi (Premium dan Solar) per Januari 2009.

Selain memberikan dampak langsung (1st round effect) terhadap inflasi

IHK pada bulan Januari dan Februari 2009 sebesar -0,5%, penurunan

harga yang cukup signifikan tersebut pada gilirannya memberikan

dampak lanjutan (2nd round effect) berupa penurunan tarif angkutan

dalam kota pada bulan Januari s.d Maret 2009 sebesar -0,44%. Sampai

dengan akhir tahun 2009, komoditas bensin memberikan sumbangan

deflasi terbesar akibat penurunan harga BBM baik subsidi maupun non

subsidi.

Sementara itu, beberapa penerapan kebijakan administered prices non

strategis lain berdampak minimal pada inflasi. Kenaikan tarif tol sekitar

15% pada 11 ruas tol pada September 2009, kenaikan harga LPG 12

kg pada Oktober 2009 sebesar 1,7% serta kenaikan tarif air minum

PAM di beberapa daerah berdampak minimal terhadap inflasi. Di sisi

lain, seiring dengan pemberlakuan kenaikan cukui rokok sebesar 7%,

Grafik 3.11

Nilai Tukar dan Inflasi Negara Mitra Dagang

������

��

��

��

���

��������������������������

����������������������������

��

��� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ���

���� ���� ���� ���� ����

������

Grafik 3.10

Inflasi per Kelompok

����

����

����

����

���

���

���

����

����

������

���������������������������������������������������������������������

����������������������������������������������������

� � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � � � �� ��

������������

Grafik 3.12

Ekspektasi Inflasi – Consensus Forecast

�������

��� ���

���

���

���

��� ���

������

���

��� ���

���

���

���

���������

������ ���

��� ���

���

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � ����� ����

����������������������������

���

���

����

���

����

���

� � �

���������������������������

���� ����

��������

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009

23

berbagai jenis rokok mengalami kenaikan harga dengan sumbangan

inflasi sekitar 0,05% di bulan yang bersangkutan. Disisi lain, lancarnya

program konversi minyak tanah ke LPG menyebabkan komoditas bahan

bakar rumah tangga memberikan sumbangan deflasi.

KEBIJAKAN MONETER

Suku Bunga

Selama tahun 2009, penurunan BI Rate sebesar 275bps ditransmisikan

ke suku bunga jangka pendek dengan baik seiring dengan terjaganya

kecukupan likuiditas di pasar uang. Kondisi tersebut tercermin dari

suku bunga PUAB O/N yang bergerak mengikuti BI Rate di setiap

bulannya selama tahun 2009. Rata-rata harian suku bunga PUAB O/N

menurun sebesar 308bps, dari level 9,38% pada akhir 2008 menjadi

6,29% pada November 2009. Hal tersebut semakin mencerminkan

peningkatan kredibilitas BI Rate yang juga sejalan dengan best practice

kisaran pergerakan sasaran operasional di berbagai negara ITF. Perbaikan

transmisi suku bunga secara umum menjadi lebih baik seiring dengan

komitmen Bank Indonesia untuk terus menjaga kecukupan likuiditas

di pasar uang. Komitmen tersebut diupayakan dengan berbagai cara,

baik dengan memperkaya pilihan instrumen bagi perbankan dalam

melakukan manajemen likuiditas (Reverse Repo SUN, FTE tenor 14, 28

dan 91 hari) dan menambah tenor window repo bertenor 3 bulan dari

sebelumnya yang hanya 14 hari dan 1 bulan saja 1. Selain itu, sejak Juni

2009 pelaksanaan operasi moneter FTK lebih dikurangi sehingga posisi

FASBI meningkat yang kemudian berdampak pada cenderung lebih

rendahnya suku bunga PUAB O/N di bawah BI Rate. Upaya ini diantaranya

bertujuan agar penurunan BI Rate dapat lebih ditransmisikan ke suku

bunga dengan jangka waktu lebih panjang secara lebih cepat.

Transmisi moneter di suku bunga jangka pendek diikuti oleh suku bunga dengan jangka

waktu yang lebih panjang. Seiring dengan perbaikan likuiditas di PUAB O/N, kondisi likuiditas

di PUAB dengan jangka waktu yang lebih panjang juga terus membaik di seluruh tenornya

selama 2009. Secara keseluruhan, rata-rata suku bunga PUAB untuk tenor di atas O/N

menurun sebesar 378bps. Penurunan terbesar terjadi pada PUAB dengan jangka waktu di

atas 30 hari yaitu 442bps. Selain itu, sejak Oktober 2009 perbankan melakukan transaksi

PUAB dengan jangka waktu yang lebih panjang dari bulan-bulan sebelumnya, yaitu jangka

waktu 60, 90 hingga 365 hari. Kondisi tersebut juga mengindikasi bahwa persepsi risiko

likuiditas jangka panjang yang membaik dan counterparty risk perbankan yang menurun

khususnya terhadap bank asing dan beberapa BPD. Namun demikian, khusus untuk PUAB

tenor 27-30 hari mengalami peningkatan sejak September 2009 terkait dengan tipisnya

volume transaksi di tenor tersebut. Dengan perkembangan tersebut maka struktur suku bunga

PUAB berbagai tenor sejak September 2009 tidak membentuk garis lurus yang mencerminkan 1 Sejak 7 September 2009

Grafik 3.13

Indeks Produksi Sektor Industri Pengolahan (SP)

��������

������������������������������������������

���� ���� ���� ���� ����

���

���

���

��

� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � �

Grafik 3.14

Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan (SP)

���

��������������������������������������������

���� ���� ���� ���� ����

��

��

��

��

� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � �

���

�����

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

24

persepsi likuiditas antar waktu yang masih belum simetris. Khusus di November 2009, terjadi

peningkatan rata-rata suku bunga PUAB tenor > 30 hari seiring dengan indikasi sempitnya

credit line yang dimiliki oleh beberapa bank skala kecil.

Transmisi BI Rate ke suku bunga deposito lebih baik. Selama tahun 2009 (sampai dengan

Oktober 2009), suku bunga deposito 1 bulan telah turun mencapai 337bps. Sementara itu,

suku bunga deposito berbagai tenor tercatat juga menurun dengan besaran yang bervariasi

kecuali untuk jangka waktu 24 bulan yang masih resisten. Di periode pemberhentian

penurunan BI Rate (September hingga November 2009), penurunan suku bunga deposito

diindikasikan juga masih berlangsung, meskipun dengan besaran yang lebih rendah.

Di sisi lain, transmisi BI Rate ke suku bunga kredit masih belum optimal, khususnya pada suku

bunga kredit konsumsi (KK). Selama tahun 2009, suku bunga kredit secara agregat (rata-rata

suku bunga KMK, KI, dan KK) hanya menurun sebesar 76bps sangat kecil bila dibandingkan

dengan penurunan BI Rate sebesar 275bps dan penurunan suku bunga deposito 1 bulan

sebesar 337bps. Berdasarkan jenis penggunaannya, penurunan suku bunga kredit terutama

terjadi pada suku bunga kredit investasi (128bps) dan modal kerja (113bps). Sementara itu

suku bunga kredit konsumsi justru mengalami peningkatan sebesar 13bps selaras dengan

karakteristik kredit jenis ini yang permintaannya relatif tidak terlalu elastis dengan perubahan

suku bunga. Berdasarkan kelompok bank, penurunan suku bunga terbesar juga terjadi pada

kelompok bank asing dan campuran yaitu sebesar 165bps. Dari sisi level, rata-rata suku bunga

KMK dan KI tertinggi masih ditawarkan oleh Bank Umum Swasta Nasional sementara rata-

rata suku bunga KK tertinggi masih ditawarkan oleh Bank Asing dan Campuran.

Dana, Kredit, dan Uang Beredar

Selama tahun 2009, DPK meningkat dan tumbuh stabil dari tahun sebelumnya. Posisi DPK

sampai dengan Oktober 2009 meningkat sebesar Rp110,2 triliun dari akhir tahun sebelumnya

menjadi Rp1,863 triliun. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan DPK sampai dengan

Oktober 2009 diindikasi melambat menjadi 11,3% (yoy) dari akhir tahun sebelumnya

Suku Bunga (%) Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt

Triwulan IV-2008 Triwulan I-2009 Triwulan II-2009 Triwulan III-2009 Trw IV

Tabel 3.1

Perkembangan Berbagai Suku Bunga

BI Rate 9,50 9,50 9,25 8,75 8,25 7,75 7,50 7,25 7,00 6,75 6,50 6,50 6,50

Penjaminan Deposito 10,00 10,00 10,00 9,50 9,00 8,25 7,75 7,75 7,50 7,25 7,00 7,00 7,00

Dep 1 bulan (Weighted Average) 10,14 10,40 10,75 10,52 9,88 9,42 9,04 8,77 8,52 8,31 7,94 7,43 7,38

Base Lending Rate 13,65 14,07 14,16 14,18 13,98 13,94 13,78 13,64 13,40 13,20 13,00 12,96 13,01

Kredit Modal Kerja (KMK) 14,67 15,13 15,22 15,23 15,08 14,99 14,82 14,68 14,52 14,45 14,30 14,17 14,09

Kredit Investasi (KI) 13,88 14,28 14,40 14,37 14,23 14,05 14,05 13,94 13,78 13,58 13,48 13,20 13,20

Kredit Konsumsi (KK) 16,05 16,24 16,40 16,46 16,53 16,46 16,48 16,57 16,63 16,66 16,62 16,67 16,53

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009

25

pada level 16,1% (yoy) (Grafik 3.15). Meningkatnya posisi DPK terutama bersumber dari

peningkatan deposito rupiah yang sebagian besar merupakan deposito milik perorangan.

Sementara itu, posisi tabungan khususnya perorangan berada dalam tren yang meningkat

sejak triwulan III-2009 seiring dengan menurunnya suku bunga deposito. Di sisi lain, posisi

deposito valas menurun terkait dengan penguatan nilai tukar Rupiah. Sampai dengan akhir

2009, DPK diperkirakan akan kembali naik, khususnya DPK Rupiah sejalan dengan akan

semakin ekspansifnya aliran likuiditas dari Pemerintah Pusat ke Daerah dan penyaluran kredit

perbankan yang diharapkan akan meningkat. Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh indikasi

meningkatnya jumlah dana yang disetor bank untuk pemenuhan GWM.

Perkembangan kredit belum sesuai dengan yang diharapkan. Selama tahun 2009 (Januari

– Oktober), pertambahan kredit (termasuk channeling) baru mencapai Rp56,8 triliun

(5,0% ytd) menjadi Rp1.410,4 triliun, jauh lebih rendah dari pertambahan kredit (termasuk

channeling) di periode yang sama di tahun 2008 yang mencapai Rp297,8 triliun (28,5%,

ytd). Semakin menurunnya pertumbuhan kredit ini sejalan dengan lambatnya pertambahan

kredit baik dalam rupiah maupun valas. Lambatnya pertambahan

kredit sejalan dengan rendahnya permintaan masyarakat sebagaimana

tercermin dari masih stabilnya hubungan antara kredit dengan GDP.

Selain itu, lambatnya pertambahan kredit ini juga sejalan dengan suku

bunga kredit yang masih tinggi saat ini.

Dilihat per jenis kreditnya, faktor utama yang mendorong masih

lambatnya pertumbuhan kredit adalah koreksi yang cukup dalam

pada Kredit Modal Kerja. Jenis kredit yang lain masih mencatatkan

pertambahan yang cukup besar terutama kredit konsumsi. Kontraksi

pada Kredit Modal Kerja khususnya terjadi pada sektor industri yang

merupakan salah satu sektor penyerap kredit terbesar dan sektor jasa

dunia usaha. Di akhir 2009, pertambahan kredit diperkirakan meningkat

cukup besar sesuai pola musimannya.

Sampai dengan Oktober 2009, likuiditas perekonomian masih tumbuh

rendah, khususnya M1. Rata-rata pertumbuhan tahunan likuiditas

perekonomian M1 di 2009 menurun menjadi 6,7% dari 17,1% di 2008.

Sementara itu, rata-rata pertumbuhan tahunan likuiditas perekonomian

M2 dan M2 Rupiah tercatat meningkat masing-masing menjadi 16,7%

dan 16,3%, dari 16,1% dan 15,1% di tahun sebelumnya (Grafik 3.16).

Pertumbuhan M1 yang walaupun melambat dari tahun sebelumnya,

ditopang oleh pergerakan giro sebagai indikasi dini dari aktivitas

ekonomi masyarakat. Sementara pertumbuhan M2 dan M2 Rupiah yang

akseleratif seiring dengan meningkatnya jumlah uang kuasi masyarakat

terkait dengan suku bunga deposito yang relatif masih tinggi hingga

triwulan III-2009. Berbagai kondisi di atas kembali mencerminkan

belum kuatnya indikasi peningkatan aktifitas perekonomian masyarakat

sebagaimana tampak pada pertumbuhan M1 yang masih berada pada

level yang lebih rendah dari historis.

Grafik 3.15

Pertumbuhan Dana, Kredit dan BI Rate

���

���

���

���

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

����������� ������������ �������

���������� �����������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ����

Grafik 3.16

Pertumbuhan Nominal M1 dan M2

���������

��

��

��

��

��

�� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � �

���� ���� ���� ���� ����

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

26

Pasar Keuangan

Kebijakan moneter longgar selama tahun 2009 tertransmisi ke pasar saham. Hal itu tercermin

dari pesatnya kenaikan harga saham yang telah tumbuh sebesar 78,2% selama tahun 2009.

Kuatnya pengaruh faktor eksternal terhadap pergerakan IHSG menunjukkan pemulihan

ekonomi dan pasar keuangan global yang sedang berlangsung berkontribusi positif terhadap

pergerakan harga saham domestik. Selain faktor eksternal, kondisi fundamental makro

ekonomi domestik yang cukup kuat menjadi salah satu faktor yang menopang penguatan

IHSG selama tahun 2009.

Membaiknya perekonomian dan pasar keuangan global berpengaruh terhadap kembalinya

arus modal asing ke pasar saham. Meningkatnya global market confidence disertai

dengan membaiknya likuiditas global mendorong investasi di pasar keuangan global

kembali meningkat. Aliran modal asing kembali masuk ke negara emerging market dan

mendorong kenaikan indeks harga saham. Di Indonesia, masuknya aliran modal asing

ke pasar saham memberikan sentimen positif terhadap kenaikan IHSG. Sejalan dengan

masuknya aliran modal asing, antusiasme investor domestik untuk bertransaksi di pasar

saham juga meningkat.

Di sisi domestik, kondusifnya perkembangan indikator makro ekonomi

dan mikro perusahaan juga turut berperan menopang penguatan IHSG.

Perkembangan beberapa indikator ekonomi, seperti penguatan nilai

tukar, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, inflasi yang masih

terkendali serta stabilitas politik memberikan sentimen positif terhadap

pergerakan IHSG. Sementara di sisi mikro, kemampuan emiten untuk

membukukan laba bersih berperan dalam meningkatkan kepercayaan

pelaku pasar. Dibandingkan dengan pasar saham di kawasan regional

Asia, kinerja pasar saham Indonesia merupakan pasar saham dengan

kinerja yang terbaik.

Meningkatnya aliran modal asing ke pasar saham membantu volume

perdagangan saham tetap stabil. Volume perdagangan saham

selama tahun 2009 mencapai Rp4,06 triliun per hari, relatif stabil jika

dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp4,41 triliun per hari.

Ditengah aliran modal masuk, pelaku asing mencatat net beli sebesar

Rp10,07 triliun selama 2009 atau turun dibanding tahun sebelumnya

yang mencapai Rp18,65 triliun. Rendahnya net beli asing di tahun ini

terkait dengan aksi profit taking yang terjadi pada awal triwulan IV-

2009. Kenaikan yang cukup tajam sejak awal tahun menyebabkan IHSG

secara teknikal berada dalam kondisi overbought sehingga mendorong

terjadinya koreksi dan aksi profit taking.

Di pasar SUN, transmisi kebijakan moneter tercermin dalam bentuk

penurunan yield SUN secara merata untuk seluruh tenornya. Hal

itu terkonfirmasi oleh hasil pengujian yang menunjukkan pengaruh

perubahan BI Rate terhadap pergerakan yield SUN lebih tinggi

dibandingkan pengaruhnya terhadap pergerakan IHSG. Penurunan

Grafik 3.17

IHSG dan Nilai Perdagangan

��

��

��

��

��

��������������������������������������������

����������

� �

������������

��

��

�� ��� �� � �� ��� �� � �� ���

��

Grafik 3.18

IHSG dan Net Beli Asing

�� �����

�����

�����

�����

�������������������

��������������������

����������

������������

�����

���

�� ��� �� � �� ��� �� � �� ���

��

��

��

���

Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009

27

BI Rate sebesar 275bps selama 2009 diikuti oleh penurunan yield secara rata-rata sebesar

230bps. SUN dengan tenor jangka pendek tercatat lebih responsif dalam merespon

penurunan BI Rate, yang tercermin dari penurunannya yang cukup signifikan. Penurunan yield

SUN untuk tenor jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing sebesar 359bps,

221bps, dan 119bps. Bahkan jika dibandingkan dengan periode krisis (Oktober 2008), yield

SUN jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing telah turun sebesar 1198bps,

965bps dan 914bps.

Selain faktor penurunan BI Rate, pergerakan yield pasar SUN juga dipengaruhi oleh

perkembangan di pasar keuangan global. Dominannya faktor eksternal tercermin dari

relatif selarasnya pergerakan yield SUN dengan perkembangan pasar keuangan global.

Yield SUN menurun sejalan dengan menurunnya CDS Indonesia. Dari sisi eksternal,

pulihnya kinerja SUN didorong oleh tingginya minat investor asing di pasar SUN. Sejalan

dengan pemangkasan Fed Fund Rate ke level 0%-0,25% dan meningkatnya likuiditas

global, investor mulai mengalihkan investasinya pada high yielding asset termasuk SUN.

Tingginya penanaman modal asing pada instrumen SUN juga didorong

oleh membaiknya risiko surat utang Indonesia. Sementara dari sisi

domestik, indikator makro ekonomi yang kondusif serta risiko fiskal

yang terjaga relatif tidak memberi tekanan terhadap kinerja pasar

SUN.

Kembali pulihnya kepercayaan investor asing berdampak signifikan

pada likuiditas pasar SUN. Investor asing mencatatkan peningkatan

posisi kepemilikan SUN sebesar Rp15,7 triliun atau naik dibandingkan

dengan periode sebelumnya yang mencapai Rp9,6 triliun. Namun

demikian volume perdagangan SUN secara rata-rata justru mengalami

penurunan. Volume total perdagangan SUN pada tahun 2009 tercatat

sebesar Rp3,44 triliun perhari atau turun dari posisi tahun 2008 sebesar

Rp4,49 triliun perhari (Grafik 3.19). Sementara frekuensi rata-rata

harian perdagangan SUN naik dari 266,3 kali perhari pada tahun 2008

menjadi 281,6 kali perhari pada tahun 2009 (Grafik 3.20).

Di pasar Reksadana, transmisi kebijakan moneter terindikasi berjalan

yang ditopang oleh stabilitas makro. Berlanjutnya pelonggaran

kebijakan moneter di 2009 dan penurunan suku bunga simpanan bank

yang diikuti oleh membaiknya kinerja underlying asset pada triwulan

III-2009 mendorong peningkatan NAB reksadana. Membaiknya kinerja

reksadana juga didukung oleh kondusifnya stabilitas makro ekonomi,

yang direspon oleh pengelola reksadana dengan menerbitkan produk-

produk reksadana baru sehingga turut menggairahkan aktivitas

perdagangan reksadana. Beberapa produk tersebut diantaranya

reksadana syariah dan reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif

(KIK). Beberapa kebijakan lain yang mampu menumbuhkan NAB

reksadana diantaranya adalah pengenaan PPH final sebesar 0% yang

Grafik 3.20

Rata-rata Harian Frekuensi Perdagangan SBN

���

���

���

���

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� ��

���� ���� ����

�������������

�������

Grafik 3.19

Volume Perdagangan & Yield SBN (seluruh tenor)

��

� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ �� � � � � � � ������� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � ��� ������ ���� ���� ���� ����

��

��

��

��������������������������������������

�������������������

����������� �

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

28 2828

masih akan diterapkan untuk bunga dan diskonto atas obligasi yang

diperoleh pada 2009-2010. Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana

meningkat hingga mencapai Rp 101.68 triliun di awal Agustus

2009, dibandingkan pada awal tahun yang hanya sebesar Rp 75,82

triliun (Grafik 3.21). Jenis reksadana yang berkontribusi terhadap

peningkatan NAB ini diantaranya reksadana saham, pendapatan

tetap dan campuran. NAB ketiga jenis reksadana tersebut pada awal

Agustus masing-masing mencapai Rp 35,69 triliun, Rp. 14,16 triliun

dan Rp 12,5 triliun.

Grafik 3.21

Perkembangan NAB Reksadana

��� ���

����

����

�����

����

����

�������� ���� ���� ����

�������� ����

����������

��

��

��

��

���

���

���

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

�������������������

����������

���������������������������������������

Perekonomian Indonesia ke Depan

29

4. Perekonomian Indonesia ke Depan

Perekonomian Indonesia diprakirakan telah kembali berada dalam fase pertumbuhan

ekonomi yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan telah mencapai titik

terendahnya pada triwulan II-2009 yaitu 4,0%, dan setelah itu mengalami akselerasi

pada triwulan-triwulan selanjutnya. Faktor penting yang mendukung perbaikan

tersebut adalah (i) tingkat pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia

yang diprakirakan telah mencapai titik terendah pada triwulan I-2009 dan tingkat

akselerasi perbaikan yang diperkirakan lebih cepat; (ii) tetap kuatnya konsumsi

rumah tangga pasca-periode Pemilu yang terutama didukung oleh rendahnya inflasi

dan terjaganya tingkat keyakinan rumah tangga terhadap kinerja perekonomian

domestik

Dengan keyakinan berlanjutnya tren akselerasi pertumbuhan ekonomi tersebut ke

akhir tahun 2011, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diprakirakan sekitar 4,3% dan

meningkat di kisaran 5,0-5,5% pada tahun 2010 dan 6,0-6,5% di tahun 2011. Motor

pertumbuhan adalah ekspor yang yang secara bulanan telah berada dalam tren

pertumbuhan yang meningkat sejak Maret 2009. Akselerasi pertumbuhan ekspor

didukung oleh barang ekspor Indonesia yang berbasis komoditas primer, yang

mengalami pemulihan cukup cepat sejalan dengan perbaikan permintaan di negara-

negara mitra dagang. Di sisi domestik, meskipun tidak setinggi selama periode Pemilu

2009, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada paruh kedua tahun 2009 dan

tahun 2010-2011 diprakirakan tetap kuat dan menjadi penyumbang utama produk

domestik bruto (PDB). Relatif tingginya konsumsi rumah tangga selain didukung

oleh terjaganya tingkat keyakinan konsumen dan kenaikan pendapatan karena

perbaikan ekspor (income effect), juga didorong oleh faktor terkendalinya inflasi.

Sejalan dengan membaiknya perekonomian domestik, likuiditas perekonomian juga

diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi.

Di sisi penawaran, perbaikan yang cukup penting diprakirakan akan mulai terjadi di

sektor industri. Sektor ini mulai terpuruk sejak kuartal IV-2008 akibat krisis ekonomi

global yang dirasakan menguat pada saat memasuki awal semester II-2008. Indikasi

penting yang mendukung tren perbaikan sektor industri manufaktur adalah kenaikan

impor bahan baku serta konsumsi listrik yang relatif tinggi di kalangan bisnis dan

industri. Selain karena dampak perbaikan permintaan baik domestik maupun

eksternal terhadap sektor-sektor tradable, akselerasi pertumbuhan sektoral secara

keseluruhan terjadi melalui proses backward and forward linkage sektor tradable

tersebut dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian.

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

30

ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN

Kondisi Perekonomian Internasional

Ekonomi dunia yang terkontraksi sangat dalam pada semester I-2009 diprakirakan mengalami

pemulihan yang lebih cepat sehingga dapat tumbuh positif pada semester II-2009. Titik

terendah pertumbuhan ekonomi global diprakirakan sudah terjadi pada triwulan I-2009

untuk selanjutnya mengalami perbaikan. Kondisi ekonomi global yang membaik didukung

oleh proses pemulihan perekonomian global yang semakin menguat dan merata di berbagai

negara. Dengan perkembangan ini pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2009 diperkirakan

sebesar -1,1%.

Pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2010 diperkirakan sudah positif mencapai 3,3%.

Dukungan stimulus fiskal, suku bunga yang rendah, disertai langkah kebijakan pemerintah

dalam mendukung permintaan domestik, serta keberhasilan dalam meredakan risiko sistemik

mampu meningkatkan keyakinan terhadap prospek ekonomi ke depan. Ekonomi negara-

negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang semakin membaik. Pertumbuhan

ekonomi yang positif di ketiga negara tersebut sudah dimulai sejak paruh kedua tahun 2009

dan diprakirakan akan berlanjut ke tahun 2010. Pada triwulan pertama tahun 2010, laju

pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan memasuki teritori positif secara tahunan

(year on year).

Kelompok negara berkembang akan tumbuh semakin solid. Negara-negara berkembang

(emerging market) di Asia secara umum akan kembali pada tren pertumbuhan ekonominya

seiring kondisi eksternal yang pulih dan permintaan domestik yang membaik. Dampak

stimulus fiskal Pemerintah akan mengakibatkan permintaan domestik meningkat sehingga

berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Hal ini tercermin dari indeks

produksi dan keyakinan konsumen yang menguat. Motor utama pertumbuhan ekonomi

Asia yaitu China dan India diperkirakan tumbuh sekitar 9,0% (yoy) dan 6,4% (yoy) pada

tahun 2010.

Skenario Kebijakan Fiskal

Hasil rapat Panja DPR pada Agustus 2009 memutuskan defisit APBNP 2009 sebesar Rp129,8

triliun (2,4% dari PDB), lebih rendah dari yang diusulkan Pemerintah dalam dokumen stimulus

(2,5% dari PDB). Perubahan antara lain mencakup asumsi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar

dan inflasi yang lebih rendah, harga minyak mentah yang lebih tinggi serta penyerapan Belanja

Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lainnya yang lebih rendah dari dokumen

stimulus. Prospek kesinambungan fiskal masih terjaga didukung oleh masih turunnya prospek

rasio utang Pemerintah dari sekitar 33% dari PDB pada tahun 2008 menjadi sekitar 32%

dari PDB pada tahun 2009 dan kondisi makroekonomi yang masih kondusif (pertumbuhan

ekonomi lebih tinggi dari suku bunga riil).

Kebijakan fiskal tahun 2010 diarahkan untuk mendukung pemulihan perekonomian nasional

dan pemeliharaan kesejahteraan rakyat. Sidang Paripurna DPR pada September 2009

mengesahkan UU APBN 2010 sebesar Rp98 triliun atau 1,6% dari PDB. Secara umum, pokok-

Perekonomian Indonesia ke Depan

31

pokok kebijakan fiskal tahun 2010 antara lain mencakup: (a) Pemerintah akan melanjutkan

beberapa insentif fiskal yang telah diberikan di tahun 2009 untuk mendorong revitalisasi

industri dan pemulihan dunia usaha. Jumlah insentif perpajakan yang akan diberikan di tahun

2010 diperkirakan menurun dibandingkan dengan tahun 2009. (b) perbaikan kesejahteraan

aparatur negara melalui kenaikan gaji pokok PNS dan pensiun sebesar 5% dan pemberian

gaji ke-13; (c) meneruskan program kesejahteraan rakyat (antara lain Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Bantuan Operasional Sekolah, Jaminan Kesehatan

Masyarakat, Raskin, Program Keluarga Harapan); (d) melanjutkan pembangunan infrastruktur;

(e) meneruskan reformasi birokrasi; (f) meningkatkan anggaran TNI; dan (g) menjaga rasio

anggaran pendidikan 20% dari APBN.

PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian Indonesia diprakirakan berada dalam fase ekspansi setelah melewati

titik terendahnya pada triwulan II-2009. Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh

membaiknya ekspor dan stabilnya konsumsi rumah tangga. Faktor utama yang memengaruhi

perbaikan ekspor adalah akselerasi pemulihan ekonomi dan volume perdagangan dunia.

Volume perdagangan dunia diprakirakan telah mencapai titik terendah pada triwulan

I-2009 yang pada gilirannya berdampak positif terhadap tren pemulihan ekspor Indonesia

sejak Maret 2009. Di sisi domestik, konsumsi rumah tangga relatif stabil, meskipun tidak

setinggi angka triwulan I-2009 selama periode Pemilu. Stabilnya konsumsi rumah tangga

didorong oleh income effect perbaikan ekspor, rendahnya inflasi, dan terjaganya tingkat

keyakinan konsumen rumah tangga terhadap kinerja perekonomian domestik. Di sisi

penawaran, pemulihan pertumbuhan diprakirakan terjadi di semua sektor, terutama sektor

industri pengolahan. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diperkirakan

sebesar 4,26%, tahun 2010 diperkirakan akan berada di kisaran 5,0-5,5%, dan tahun 2011

diperkirakan berada di kisaran 5,5-6,0%.

Prospek Permintaan Agregat

I II III IV I II III IV* Komponen

Tabel 4.1

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

2008

* Angka Proyeksi Bank Indonesia

Total Konsumsi 5,5 5,5 6,3 6,4 5,9 7,3 6,3 5,4 4,3 5,8 5,1 - 5,3 6,3 - 6,5

Konsumsi Rumah Tangga 5,7 5,5 5,3 4,8 5,3 6,0 4,8 4,8 4,8 5,1 5,1 - 5,3 5,4 - 5,6

Total Investasi 13,7 12,0 12,2 9,1 11,7 3,5 2,6 4,0 4,6 3,7 8,5 - 8,7 10,0 - 10,2

Permintaan Domestik 7,5 7,1 7,9 7,1 7,4 6,3 5,3 5,0 4,4 5,2 6,0 - 6,2 7,3 - 7,5

Ekspor Barang dan Jasa 13,6 12,4 10,6 1,8 9,5 (-18,7) (-15,5) (-8,2) (-5,4) (-12,0) 8,1 - 9,0 9,6 - 10,5

Impor Barang dan Jasa 18,0 16,1 11,0 (-3,5) 10,0 (-26,0) (-23,9) (-18,3) (-6,2) (-18,9) 10,8 - 11,1 14,4 - 14,7

PDB 6,2 6,4 6,4 5,2 6,1 4,4 4,0 4,2 4,4 4,3 5,0 - 5,5 6,0 - 6,5

20082009

2010* 2011*2009*

YOY, Tahun Dasar 2000

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

32

Pada tahun 2009, konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh sebesar 5,1%, relatif tinggi

di tengah terpaan krisis global. Selama semester I-2009 konsumsi rumah tangga menunjukkan

kinerja yang cukup stabil. Proses penyelenggaraan Pemilu legislatif dan presiden serta

wakil presiden telah memberi dampak multiplier yang tinggi terhadap konsumsi rumah

tangga. Selanjutnya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada paruh kedua tahun 2009

diprakirakan tetap stabil dan menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi.

Konsumsi rumah tangga pada tahun 2010 diperkirakan tumbuh relatif stabil di kisaran

5,1-5,3%. Konsumsi rumah tangga yang stabil didukung oleh terjaganya tingkat keyakinan

konsumen, kenaikan income effect perbaikan ekspor sejak triwulan II-2009, dan rendahnya

inflasi. Stabilnya konsumsi rumah tangga tercermin dari berbagai indikator. Pertumbuhan

penjualan mobil dan impor barang konsumsi telah menunjukkan perbaikan. Demikian juga,

konsumsi listrik rumah tangga tercatat mengalami akselerasi. Sementara itu, penjualan

eceran telah menunjukkan kecenderungan membaik setelah mengalami penurunan pada

akhir tahun 2008.

Konsumsi yang relatif tinggi didukung oleh suku bunga yang relatif rendah. Suku bunga

yang rendah secara historis berkorelasi kuat dengan konsumsi yang meningkat. Masyarakat

memandang bahwa penurunan suku bunga menyebabkan opportunity cost menyimpan

uang di bank akan semakin kecil. Dengan demikian, pilihan yang lebih baik adalah melakukan

konsumsi yang lebih tinggi agar tidak tergerus oleh kenaikan harga. Hal tersebut tercermin

pada pergerakan likuiditas masyarakat yang mulai meningkat seiring dengan tendensi untuk

melakukan konsumsi yang lebih tinggi.

Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi, investasi diprakirakan tumbuh

melambat sebesar 3,7% pada tahun 2009. Melemahnya perekonomian global sejak semester

kedua tahun 2008 telah menurunkan kinerja ekspor yang selanjutnya mengakibatkan dampak

rambatan berupa prospek perekonomian yang melambat. Hal tersebut menyebabkan daya

beli masyarakat melemah sehingga investor melakukan penundaan investasi baru, terutama

investasi nonbangunan. Penundaan investasi tercermin pada kontraksi yang terjadi baik pada

impor bahan baku maupun impor barang-barang modal.

Optimisme perbaikan ekonomi diprakirakan dapat mendorong investasi untuk tumbuh di

kisaran 8,5-8,7% pada tahun 2010. Akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan

pemulihan ekspor mulai diikuti oleh peningkatan aktivitas di sisi produksi meskipun belum

signifikan mendorong akselerasi ekspansi usaha. Perbaikan tersebut diperkirakan akan

berlanjut ke tahun 2010 sejalan dengan perbaikan perekonomian global mulai triwulan

kedua 2009. Indikasi tersebut terlihat dari beberapa indikator seperti impor bahan baku

dan konsumsi listrik industri. Belum signifikannya akselerasi ekspansi usaha tercermin dari

indikator impor barang-barang modal.

Investasi nonbangunan diprakirakan akan mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi pada

tahun 2010. Salah satu faktor pendorongnya adalah biaya kredit yang semakin murah.

Tren penurunan suku bunga BI Rate selama semester pertama tahun 2009 diprakirakan

dapat diikuti oleh penurunan suku bunga kredit pada semester kedua tahun 2009. Bunga

kredit yang lebih murah secara historis diikuti oleh pertumbuhan investasi nonbangunan

Perekonomian Indonesia ke Depan

33

yang meningkat karena kucuran kredit investasi yang diprakirakan akan semakin tinggi. Hal

tersebut terkonfirmasi dengan telah terlihatnya tanda-tanda peningkatan kapasitas produksi

terpakai sektor industri pada triwulan III-2009. Selain itu, outlook yang positif terhadap

perekonomian Indonesia akan turut mendorong investor asing untuk menanamkan modal

di Indonesia dalam bentuk investasi langsung. Outlook yang positif terlihat dari perbaikan

credit rating Indonesia. Peningkatan rating tersebut diperkirakan berdampak positif terhadap

aliran modal masuk dan ongkos dalam pembiayaan.

Sementara itu, investasi bangunan tahun 2010 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun

2009, seiring dengan berjalannya stimulus pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur

dan maraknya pembangunan properti. Berjalannya pembangunan proyek infrastruktur

tercermin pada tren pertumbuhan investasi bangunan yang meningkat sejak triwulan I-2009.

Pada semester kedua, investasi bangunan diprakirakan dapat tumbuh semakin meningkat

dibanding dengan semester pertama tahun 2009. Indikasi peningkatan tercermin pada

pertumbuhan konsumsi semen dan peningkatan harga saham untuk perusahaan-perusahaan

yang bergerak di bidang infrastruktur.

Kontraksi perekonomian global menyebabkan penurunan signifikan ekspor barang dan

jasa pada tahun 2009 yang diprakirakan sebesar -12%. Melemahnya perekonomian global

mendorong penurunan aktivitas perdagangan dunia yang dimulai pada semester kedua

tahun 2008. Selanjutnya, turunnya volume perdagangan dunia akan menurunkan permintaan

terhadap barang-barang ekspor Indonesia.

Pemulihan ekonomi global akan mendorong kinerja ekspor untuk kembali terakselerasi

pada tahun 2010, dengan angka pertumbuhan berada dalam kisaran 8,1-9,0%. Kinerja

ekspor diprakirakan telah melewati titik terendahnya yang terjadi pada triwulan I-2009

sebagaimana dikonfirmasi oleh arah pertumbuhan ekonomi dunia dan pergerakan Baltic

Dry Index. Perbaikan perekonomian dunia yang lebih cepat memulihkan kinerja ekspor ke

depan sebagaimana tercermin pada kegiatan ekspor yang telah menunjukkan pertumbuhan

yang meningkat secara bulanan. Selain faktor permintaan, akselerasi pertumbuhan ekspor

juga didukung oleh karakteristik barang ekspor Indonesia yang berbasis komoditas primer

yang mengalami pemulihan yang cukup cepat terhadap perbaikan permintaan di negara-

negara mitra dagang.

Melemahnya permintaan domestik dan anjloknya kinerja ekspor diprakirakan menyebabkan

impor terkontraksi sebesar 18,9% pada tahun 2009. Dalam kondisi ekspor yang menurun,

konsumsi yang melambat, dan penundaan investasi, kebutuhan barang-barang impor akan

menurun tajam. Penurunan barang-barang impor terjadi baik dalam bentuk impor barang

konsumsi, bahan baku, maupun barang modal. Hal tersebut seperti yang terlihat pada

semester I-2009, di mana impor mengalami kontraksi -25%. Namun demikian, perbaikan

yang terjadi pada semester II-2009 diprakirakan akan dapat meningkatkan kembali kebutuhan

terhadap barang-barang impor.

Membaiknya permintaan domestik dan ekspor meningkatkan kebutuhan barang-barang

impor sehingga impor berpotensi tumbuh mencapai kisaran 10,8,0-11,1% pada tahun 2010.

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

34

Indikasi perbaikan impor mulai terlihat dari arah pertumbuhan bulanan

impor sejak triwulan II-2009. Perbaikan yang terjadi di sisi ekspor, daya

beli masyarakat yang meningkat, serta kegiatan investasi yang membaik

diprakirakan dapat mendorong peningkatan kegiatan impor barang

dan jasa. Pertumbuhan impor diprakirakan akan kembali melewati

ekspor pada pertengahan 2010, pada saat pertumbuhan investasi terus

mengalami akselerasi menuju pola normalnya.

Pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan pada tahun 2011 akan

dimotori terutama oleh kegiatan ekspor dan investasi. Pemulihan kondisi

ekonomi baik global dan domestik yang semakin mantap memungkinkan

kedua aktivitas tersebut tumbuh semakin cepat.

Volume perdagangan dunia pada tahun 2011 diperkirakan tumbuh lebih

tinggi lagi dari tahun 2010. Hal itu akan mendorong optimisme akan

kinerja ekspor yang kian membaik. Peran ekspor pada pertumbuhan

ekonomi kian besar dan penting. Pada tahun 2011, ekspor diperkirakan

tumbuh pada kisaran 9,6-10,5%.

Di sisi lain, prospek ekonomi ke depan yang cerah dan didukung oleh

kondisi dunia usaha yang lebih kondusif serta infrastrukur yang lebih

baik akan menarik kegiatan investasi. Seiring dengan optimisme tersebut,

kinerja investasi tahun 2011 diperkirakan akan tumbuh pada kisaran

10,0-10,2%.

Konsumsi rumah tangga pada tahun 2011 diperkirakan tetap tumbuh

tinggi, sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi. Peningkatan konsumsi

rumah tangga didukung oleh meningkatnya pendapatan masyarakat

sebagai hasil dari peluang kegiatan ekonomi yang lebih besar. Konsumsi

rumah tangga pada tahun 2011 diperkirakan tumbuh di kisaran 5,4-

5,6%.

Geliat dunia usaha yang meningkat menimbulkan dorongan berinvestasi yang semakin

kuat. Pada saat pertumbuhan investasi terus mengalami akselerasi menuju pola normalnya,

pertumbuhan impor akan melaju kian cepat dari pertumbuhan ekspor. Berdasarkan hal

tersebut, pertumbuhan impor di tahun 2011 diperkirakan akan berada di kisaran 14,4-14,7%

melaju lebih cepat dari pertumbuhan ekspornya.

Prospek Penawaran Agregat

Meski dibayang-bayangi pengangguran yang tinggi, proses perbaikan kondisi ekonomi

global masih terus berlanjut. Kondisi tersebut membawa optimisme kegiatan ekonomi

domestik. Perkembangan tersebut akan membawa perekonomian Indonesia kembali pada

fase pertumbuhan ekonomi yang meningkat.

Pertumbuhan sektor pertanian tahun 2009 diprakirakan sebesar 3,6% (yoy). Realisasi

produksi sektor pertanian pada triwulan III-2009 menjadi salah satu penyebab terkoreksi

Grafik 4.1

Impor riil dan harga berlaku

���

���

��

��

���

���

���

��

� �

����

� � � � � � � �

����

� � �� � � ��

����

� � � �

�����

������������

����������

���������������������������

�� � �

� ���

��� � ���� ��

��� � �

�� � �

� ��

��� ����� ��

��� � �

Grafik 4.2

Ekspor dan Impor Riil

���

���

���

��

��

��

��

�� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

������� �������

�������

Perekonomian Indonesia ke Depan

35

ke atas perkiraan sektor pertanian untuk keseluruhan tahun 2009. Dampak El Nino di

tahun 2009 diperkirakan relatif kecil sehingga tidak berpengaruh secara signifikan pada

produksi sektor pertanian. Namun, fenomena El Nino diperkirakan meningkat di awal

tahun 2010. Peningkatan intensitas El Nino dapat menyebabkan mundurnya musim tanam

tahun 2010.

Mundurnya musim tanam tahun 2010, sebagai dampak menguatnya intensitas El Nino,

diperkirakan berdampak pada melambatnya pertumbuhan sektor pertanian tahun 2010.

Sektor pertanian di tahun 2010 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan dengan

tahun 2009 menjadi berkisar pada 3,1-3,4% (yoy). Perlambatan ini diperkirakan terjadi di

subsektor tanaman bahan makanan, terutama padi. Meskipun mengalami perlambatan,

ketahanan pangan diperkirakan dapat terjaga. Kelebihan produksi pangan di tahun 2009

akan dimanfaatkan untuk menutupi kebutuhan pangan di tahun 2010.

Untuk mendukung perkembangan sektor pertanian, terutama dalam rangka menjaga

ketahanan pangan dan swasembada pangan, pemerintah akan mengeluarkan peraturan

pemerintah (PP) tentang reforma agrarian. Peraturan Pemerintah tersebut direncanakan akan

diterbitkan tahun 2010. Dengan reforma agrarian pemerintah ingin meningkatkan lahan

garapan petani menjadi minimum 2 ha per keluarga. Besarnya lahan yang tersedia untuk

dibagikan 7,13 juta hektar yang ditujukan untuk perluasan areal tanaman pangan.

Pada tahun 2009, sektor pertambangan diperkirakan tumbuh sebesar 4,0% (yoy) dan di tahun

2010 pertumbuhan sektor ini diperkirakan berada di kisaran 2,2-2,5% (yoy). Pertumbuhan

yang positif di sektor pertambangan tersebut terutama didukung oleh kegiatan eksplorasi

untuk menemukan cadangan-cadangan mineral yang baru, terutama nikel, emas, bauksit dan

batu bara. Selain itu, dalam rangka meningkatkan produksi minyak dan gas bumi nasional

serta dalam rangka meningkatkan eksplorasi serta eksploitasi, Pemerintah dan kontraktor

telah melakukan penandatanganan 14 kontrak kerja sama baru untuk wilayah kerja migas

dan gas metana batu bara (coal bed methane/CBM) pada November 2009.

Ke depan, peran batubara akan semakin meningkat terutama terkait dengan sumber energi

pembangkit listrik. Sejumlah investor asing dari India dan China mulai melirik sektor tambang

Indonesia. Alasan utama kedua negara, dibalik keagresifannya dalam kegiatan tambang di

I II III IV I II III IV* Komponen

Tabel 4.2

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

2008

* Angka Proyeksi Bank Indonesia

Pertanian 6,3 4,8 3,4 4,7 4,8 5,3 2,5 2,7 4,2 3,6 3,1 - 3,4 3,8 - 4,0

Pertambangan & Penggalian (-1,7) (-0,5) 2,1 2,1 0,5 2,4 3,3 6,5 3,8 4,0 2,2 - 2,5 2,4 - 2,5

Industri Pengolahan 4,3 4,2 4,3 1,8 3,7 1,5 1,5 1,3 1,2 1,4 2,8 - 3,4 4,0 - 4,4

Bangunan 8,0 8,1 7,6 5,7 7,3 6,3 6,4 8,8 8,9 7,6 8,0 - 8,3 8,8 - 8,9

Perdagangan, Hotel & Restoran 6,9 8,1 8,4 5,6 7,2 0,5 (-0,3) (-0,6) 1,2 0,2 4,0 - 4,5 5,9 - 6,2

Pengangkutan & Komunikasi 18,3 17,3 15,5 15,8 16,7 17,1 17,5 18,2 15,9 17,1 14,3 - 15,1 14,7 - 15,3

PDB 6,2 6,4 6,4 5,2 6,1 4,4 4,0 4,2 4,4 4,3 5,0 - 5,5 6,0 - 6,5

20082009

2010* 2011*2009*

YOY, Tahun Dasar 2000

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

36

Indonesia, adalah mengamankan pasokan bahan bakar (security energy). Pemerintah juga

mengembangkan coal bed methane (CBM) dalam rangka pengembangan energi terbarukan

yang ramah lingkungan. Proyek ini pun diminati banyak investor tercermin dari banyaknya

perusahaan/konsorsium yang ikut serta dalam lelang penawaran langsung proyek CBM.

Tiga Wilayah Kerja CBM yang ditawarkan pemerintah yaitu CBM Barito, CBM Rengat dan

CBM Sanga Sanga.

Sektor industri pengolahan di tahun 2009 masih belum menunjukkan perkembangan seperti

yang diharapkan. Hal tersebut terlihat dari realisasi pertumbuhan sektor ini hingga triwulan

III-2009 yang cenderung melambat. Pertumbuhan industri yang melambat ini erat kaitannya

dengan investasi, terutama investasi non-bangunan yang juga belum membaik. Kalau dirunut

lebih jauh pokok masalah utama bertumpu pada masih lemahnya permintaan. Kondisi ini juga

yang menyebabkan penyerapan insentif fiskal pemerintah dalam upaya membantu sektor

industri menghadapi krisis tidak efektif. Banyak pengusaha tidak memanfaatkan fasilitas ini

karena menghadapi permintaan yang masih lemah.

Pada tahun 2010, kinerja sektor industri diperkirakan membaik seiring dengan membaiknya

perekonoman domestik dan global. Sektor industri tahun 2010 diperkirakan tumbuh

pada kisaran 2,8-3,4%. Untuk meningkatkan kinerja sektor industri di tahun mendatang,

pemerintah berencana untuk memberikan insentif bagi industri pemasok bahan baku industri

pengolahan dalam negeri. Dengan adanya paket insentif tersebut diharapkan investor asing

tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia, terutama dalam mengembangkan

industri hilir nasional. Selain itu pemerintah yang baru berencana untuk merevitalisasi

beberapa sektor industri antara lain industri semen, pupuk, gula, dan CPO. Rencana

revitalisasi ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan permitaan atas produk

industri-industri tersebut.

Ke depan, sektor industri akan menghadapi tantangan dari diberlakukannya Asean-China

Free Trade Agreement (AC-FTA) awal 2010. Produk-produk dari negara-negara Asean dan

China akan menjadi pesaing kuat di pasar domestik terutama industri besi-baja, petrokimia,

benang dan kain, hortikultura, makanan dan minuman, alas kaki, elektronik, kabel, serat

sintetis, serta mainan. Untuk mengurangi dampak negatif AC-FTA, penerapan standar

nasional industri (SNI) akan diberlakukan dengan cakupan komoditas yang lebih luas. Selain

itu pasokan listrik, kenaikan harga gas dan tariff dasar listrik (TDL) industri menjadikan

tantangan industri kian kompleks.

Pertumbuhan sektor bangunan tahunan 2009 diperkirakan sebesar 7,6%. Daya beli

masyarakat yang mulai meningkat, seiring dengan meningkatnya optimisme perbaikan kondisi

ekonomi ke depan, serta menurunnya suku bunga kredit diperkirakan akan mendorong

bisnis properti. Kondisi ini diantisipasi oleh produsen semen dengan meningkatkan kapasitas

produksinya. Sektor properti merupakan konsumen utama produksi semen berkontribusi

hingga 70% dalam menyerap pasokan semen, sementara infrastruktur berkontribusi sekitar

10%. Peningkatan properti terutama berasal dari residensial untuk rumah kelas menengah,

dan perkantoran (terutama di CBD Jakarta).

Pada tahun 2010, sektor bangunan diperkirakan tumbuh lebih tinggi, yaitu di kisaran 8,0-

8,3%. Dukungan kuat dari pemerintah di bidang infrastruktur mendorong kinerja sektor

Perekonomian Indonesia ke Depan

37

bangunan tumbuh lebih baik lagi. Terkait pengembangan infrastruktur, pemerintah telah

menyatakan komitmennya untuk mendukung pembangunan infrastruktur dalam rangka

mempercepat pembangunan ekonomi. Proyek pembangunan infrastruktur masuk dalam

prioritas program Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2 periode 2010-2014.

Untuk itu pemerintah berencana akan mengeluarkan paket stimulus ekonomi untuk

pengembangan infrastruktur nasional. Program percepatan pembangunan infrastruktur

kelistrikan, yaitu proyek 10.000 MW tahap II akan dimulai tahun 2010.

Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR) merupakan sektor yang paling terpuruk pada

tahun 2009. Pertumbuhan sektor ini diperkirakan hanya mencapai 0,2% (yoy), jauh lebih

rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 yang mencapai 7,2%. Pelemahan

kinerja sektor PHR terutama terjadi pada subsektor Perdagangan Besar dan Eceran.

Memburuknya kinerja subsektor Perdagangan Besar dan Eceran sangat erat kaitannya dengan

memburuknya impor dan sektor industri manufaktur.

Seiring dengan semakin menguatnya pemulihan kondisi ekonomi global dan domestik di

tahun 2010, perbaikan kinerja sektor PHR juga semakin nyata. Sektor PHR diperkirakan akan

tumbuh sebesar 4,0-4,5% pada tahun 2010. Perbaikan kinerja PHR ini didukung terutama

oleh perbaikan daya beli masyarakat yang tercermin dari konsumsi rumah tangga yang

meningkat, dan geliat di sektor industri dan meningkatnya impor.

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi merupakan sektor ekonomi yang mampu tumbuh

relatif tinggi beberapa tahun terakhir, termasuk di saat krisis ekonomi global melanda.

Pertumbuhan sektor Pengangkutan dan Komunikasi pada tahun 2009 diperkirakan sebesar

17,5%. Subsektor Komunikasi memberikan sumbangan yang cukup signifikan pada kinerja

sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Investasi dalam rangka pengembangan teknologi

komunikasi, terutama bertujuan untuk meningkatkan layanan komunikasi, terus menerus

dilakukan.

Dalam program 100 hari, pemerintahan baru mencanangkan program Universal Service

Obligation (USO). Program USO mencakup di dalamnya program 25.000 Desa Berdering

dan program Desa Pintar, antara lain dengan pengadaan 100 desa 100 komputer. Dengan

demikian semakin luas masyarakat Indonesia mengakses komputer. Akses internet ditawarkan

melalu jaringan telepon. Presiden telah mentargetkan paling lambat Desember 2009 seluruh

desa di tanah air bisa mengakses jaringan telekomunikasi.

Proyek besar lain yang akan digarap pemerintah terkait dengan pengembangan sarana

telekomunikasi yaitu proyek Palapa Ring. Palapa Ring merupakan mega proyek membangun

backbone serat optic internasional yang terdiri dari 7 cincin (ring) yang mencakup 33 provinsi

dan 460 kabupaten. Proyek Palapa ring dimulai 30 November 2009 dan akan difokuskan

pada kawasan Timur Indonesia dengan tujuan memperkuat infrastruktur komunikasi di

wilayah Timur Indonesia.

Ke depan, pengembangan telekomunikasi yang akan tumbuh dengan pesat adalah

pengembangan internet. Pasar internet masih besar. Pengguna internet diperkirakan

baru sekitar 2,5 juta, relatif kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.

Pengembangan Broadband Wireless Access (BWA) mendukung layanan internet tersebut.

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

38

Sebanyak 8 WiMAX licenses telah diberikan di beberapa zona sejak Juli 2009 dan diperkirakan

akan mulai berjalan awal tahun 2010.

Seiring dengan kian membaiknya prospek ekonomi ke depan, subsektor pengangkutan

diperkirakan juga meningkat aktivitasnya. Peningkatan aktivitas terkait dengan meningkatnya

kegiatan ekspor impor barang. Dalam rangka mengantisipasi meningkatnya kegiatan

perdagangan (ekspor dan impor), sebagai dampak membaiknya kondisi ekonomi, pemerintah

akan menerapkan layanan pelabuhan 24 jam untuk 13 pelabuhan kelas 1 di Indonesia.

Sebagai tahap awal program ini akan diterapkan di 4 pelabuhan utama yaitu Tanjung Priok

(Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Belawan (Medan), dan Pelabuhan Makassar. Pelayanan 24

jam tersebut akan memperlancar arus keluar masuk barang dan mengurangi waktu tunggu

kapal yang bersandar atau melakukan bongkar-muat barang di pelabuhan. Peningkatan

pelayanan ini sangat mendukung kegiatan ekspor dan impor.

Untuk pengangkutan udara, Departemen melakukan penataan kembali angkutan udara

perintis dan menyempurnakan sistem kontrak dari 1 tahun menjadi 3 tahun. Selain itu

Departemen Perhubungan juga akan meningkatkan subsidi layanan penerbangan perintis

tahun 2010 menjadi sekitar Rp249,95, atau meningkat 29,7% dibandingkan dengan tahun

2009 yang akan melayani 118 rute di 15 provinsi.

Dengan berbagai perkembangan tersebut, sektor pengangkutan dan komunikasi tahun

2010 diperkirakan akan tumbuh relatif tinggi sebesar 14,3-15,1%.

Perkiraan kinerja sektoral tahun 2011 secara umum akan kian membaik sejalan dengan

pulihnya kondisi ekonomi baik eksternal maupun internal. Perekonomian negara mitra

dagang akan mendongkrak kinerja sektor-sektor berorientasi ekspor. Dukungan yang

kuat dari pemerintah akan pengembangan industri-industri hilir akan meningkatkan nilai

tambah sektor industri. Membaiknya konsumsi domestik akan mendorong berkembangnya

sektor perdagangan. Demikian pula untuk sektor pengangkutan dan telekomunikasi akan

tetap tumbuh relatif tinggi seiring dengan kegiatan ekonomi masyarakat yang meningkat.

Kegiatan angkutan, baik barang maupun penumpang, akan kian marak didukung oleh

infrastruktur angkutan yang lebih baik antara lain pelayanan 24 jam di 13 pelabuhan kelas

1 di tanah air. Komitmen pemerintah untuk mencapai swasembada pangan akan menjaga

kinerja sektor pertanian.

PRAKIRAAN INFLASI

Tren penurunan inflasi di tahun 2009 diprakirakan masih berlanjut. Inflasi tahun 2009

menurun cukup signifikan dan diperkirakan akan mencapai di bawah kisaran target inflasi

4,5±1%. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2009 terutama dipicu oleh rendahnya inflasi

administered price sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk menurunkan bahan bakar

minyak (BBM) pada awal tahun. Selain itu, menurunnya inflasi juga berasal dari cenderung

menurunnya inflasi inti seiring dengan kecenderungan penurunan inflasi mitra dagang dan

membaiknya ekspektasi inflasi. Dari sisi volatile food, tekanan inflasi diprakirakan minimal

karena dukungan kecukupan pasokan, kelancaran distribusi, serta harga komoditas pangan

internasional yang masih relatif rendah. Inflasi IHK sampai dengan November 2009 (year to

Perekonomian Indonesia ke Depan

39

date, ytd) tercatat hanya sebesar 2,45%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi

ytd November pada 2008 dan 2007 yang masing-masing sebesar 11,10% dan 5,43%.

Dengan realisasi inflasi ytd yang masih sangat rendah tersebut, tekanan inflasi ke depan

diprakirakan berasal dari peningkatan permintaan terkait Hari Raya Natal dan perbaikan

ekonomi domestik.

Untuk tahun 2010, inflasi IHK diprakirakan kembali ke pola normalnya dalam kisaran

5±1%. Dari sisi eksternal, inflasi terutama disumbang oleh peningkatan inflasi mitra dagang

sejalan dengan prakiraan membaiknya ekonomi global dan meningkatnya harga-harga

komoditas internasional terutama harga minyak dunia. Dari sisi domestik, inflasi selain

berasal dari administered price diprakirakan juga berasal dari peningkatan permintaan

sejalan dengan prakiraan membaiknya perekonomian domestik. Dari sisi inflasi volatile food,

El Nino diprakirakan hanya akan memberikan tekanan inflasi yang minimum yang berasal

dari peningkatan harga akibat berkurangnya produksi domestik dan meningkatnya harga

pangan internasional.

Dari sisi domestik, peningkatan inflasi pada tahun 2010 sejalan dengan membaiknya

pertumbuhan ekonomi tahun 2010 yang diperkirakan lebih tinggi dari perkiraan semula. Hal

tersebut diindikasikan oleh total kapasitas utilisasi yang terlihat sedikit meningkat. Sementara

itu, ekspektasi inflasi tahun 2010 masih cenderung menurun meskipun sedikit menunjukkan

peningkatan akhir triwulan. Membaiknya ekspektasi inflasi ini ditengarai terkait dengan

rendahnya realisasi inflasi di tahun 2009, stabilitas nilai tukar, dan tidak adanya kebijakan

strategis dari pemerintah.

Dari sisi non fundamental, kenaikan tekanan inflasi diprakirakan bersumber dari kenaikan

beberapa administered prices yang bersifat non-strategis. Kenaikan inflasi administered

diperkirakan terkait dengan rencana kebijakan pemerintah baru untuk menyesuaikan

harga-harga barang/jasa non-strategis (diluar BBM subsidi, TDL, dan elpiji). Sementara

itu, inflasi volatile food diprakirakan akan meningkat dibandingkan dengan tahun 2009,

namun diperkirakan masih berada di bawah rata-rata historisnya. Ancaman El Nino yang

dikhawatirkan akan memberikan dampak pada meningkatnya harga komoditas pangan

internasional diperkirakan berdampak minimal terhadap harga bahan pangan domestik.

Perkiraan tersebut dikonfirmasi oleh spread beberapa harga bahan makanan domestik dengan

harga komoditas internasional yang terbilang masih cukup besar. Hal itu menunjukkan

bahwa harga beberapa komoditas domestik tidak terlalu elastis terhadap perubahan harga

internasional. Relatif rendahnya inflasi volatile food juga didukung oleh terjaganya pasokan

serta distribusi bahan makanan, terutama bahan makanan pokok.

Untuk tahun 2011, tingkat inflasi diprakirakan masih berada di kisaran 5,0% ± 1%.

Dibandingkan tahun 2010, inflasi inti diprakirakan sedikit meningkat sejalan dengan terus

meningkatnya permintaan agregat sejalan dengan semakin tingginya perkiraan pertumbuhan

ekonomi domestik dan global, sedangkan inflasi volatile food diprakirakan sedikit menurun.

Turunnya inflasi volatile food terutama karena pada tahun 2011 diprakirakan tidak ada

gangguan iklim (seperti El Nino) yang dapat memengaruhi produksi dan harga bahan

makanan. Produksi dan distribusi bahan makanan diasumsikan akan berjalan lancar. Selain

itu sejumlah program Pemerintah terkait dengan pembangunan infrastruktur diharapkan

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

40

mampu mengurangi kendala distribusi di lapangan. Inflasi administered juga diprakirakan

sedikit menurun setelah pada tahun 2010 diprakirakan terjadi beberapa penyesuaian harga

barang/jasa administered pasca terbentuknya pemerintah baru. Selain itu, pada tahun 2011

juga diasumsikan tidak terjadi kenaikan harga barang/jasa yang bersifat strategis (strategic

administered) seperti BBM subsidi, TDL, tarif angkutan dll.

FAKTOR RISIKO

Pada tahun 2009, pertumbuhan PDB Indonesia diprakirakan sebesar 4,3%. Sementara untuk

tahun 2010, pertumbuhan PDB Indonesia diperkirakan berada di kisaran

5,0-5,5%, meningkat dibandingkan dengan tahun 2009. Meskipun

mengalami perbaikan, pertumbuhan PDB tetap mengandung beberapa

downside risks terutama jika akselerasi perbaikan volume perdagangan

dunia pada tahun 2010 tidak secepat yang diperkirakan. Faktor-faktor

yang dapat mengancam akselerasi pertumbuhan WTV terutama adalah

jika tingkat pengangguran tetap tinggi dan pembiayaan di negara maju

belum mengalami perbaikan yang signifikan. Di sisi lain, apabila nilai

tukar rupiah secara fundamental sedikit mengalami pelemahan, tingkat

competitiveness barang-barang ekspor diprakirakan dapat meningkat

yang selanjutnya dapat mendorong PDB Indonesia tumbuh lebih tinggi.

Prakiraan PDB ke depan beserta imbangan risikonya pada tahun 2009

dan 2010 tergambar pada fan chart PDB (Grafik 4.3).

Berbagai faktor risiko membayangi prospek inflasi tahun 2010. Risiko

terutama terkait dengan rencana Pemerintah untuk menaikkan harga

TDL dan elpiji 12 kg yang direncanakan dilakukan secara bertahap.

Kenaikan TDL terkait dengan masih besarnya harga jual listrik dengan

biaya produksinya serta masih relatif besarnya subsidi yang diberikan

Pemerintah, sedangkan kenaikan elpiji dipicu oleh masih besarnya

perbedaan antara harga jual LPG dengan harga keekonomiannya.

Selain itu, faktor risiko juga timbul dari dampak faktor El Nino yang

dapat menjadi lebih buruk dari yang diprakirakan semula. Kedua faktor

tersebut berpotensi membawa inflasi IHK lebih tinggi dari proyeksi.

Selain faktor risiko yang dapat membawa proyeksi inflasi lebih tinggi

dari yang diprakirakan, juga terdapat faktor yang dapat menurunkan

tekanan inflasi yang berasal dari membaiknya ekspektasi inflasi. Prakiraan

inflasi ke depan beserta imbangan risikonya tercermin pada fan chart

inflasi (Grafik 4.4)

Grafik 4.3

Fan Chart PDB

���� ��� �� ��� ��� �� ��� ��� �� ��� ��� ��

���� ���� ���� �������� ��

����

Grafik 4.4

Fan Chart Inflasi

��

��

��

��

��

��

��

��

����� �����

��� �� ��� ��� �� ��� ��� �� ��� ��� ������ ���� ���� ����

���� ������

��

Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009

41

5. Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 3 Desember 2009 memutuskan

untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Keputusan tersebut diambil setelah

mengevaluasi kinerja perekonomian tahun 2009 dan membahas prospek ekonomi ke depan.

Bank Indonesia memandang bahwa pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan selama

tahun 2009 melalui penurunan suku bunga BI Rate sebesar 300 bps menjadi 6,50% telah

cukup kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan. Tingkat

BI Rate sebesar 6,50% tersebut juga dipandang masih konsisten dengan pencapaian sasaran

inflasi pasa tahun 2010 sebesar 5%+1%. Perkembangan ekonomi global pada triwulan

IV-2009 menunjukkan perbaikan yang makin menguat. Kondisi tersebut memberi dampak

positif pada perkembangan ekonomi domestik.

Inflasi pada November 2009 mencatat deflasi sebesar 0,03% (mtm) atau secara tahunan

tercatat sebesar 2,41% (yoy). Mencermati perkembangan tersebut, inflasi tahun 2009

berpotensi lebih rendah dari sasaran inflasi Bank Indonesia 4,5%+1%,. Inflasi pada tahun

2010 dan 2011 diprakirakan akan kembali ke pola normalnya sejalan dengan semakin

meningkatnya aktivitas perekonomian.

Kondisi perbankan hingga saat ini masih relatif terjaga. Likuiditas perbankan secara agregat

masih akan mencukupi untuk kegiatan perbankan dalam pembiayaan perekonomian. Namun,

penyaluran kredit diperkirakan masih tumbuh terbatas pada tahun 2009 yaitu sekitar 7%.

Di sisi mikro, industri perbankan dalam kondisi stabil seperti tercermin dari masih tingginya

tingkat kecukupan modal CAR dan terjaganya NPL gross di bawah 5%.

Bank Indonesia akan senantiasa mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi yang

rendah sesuai dengan sasaran inflasi 5+1% dengan tetap memperhatikan upaya percepatan

pemulihan ekonomi. Berbagai upaya akan dilakukan untuk meningkatkan efektivitas transmisi

kebijakan moneter, termasuk melalui peningkatan efisiensi perbankan. Bank Indonesia juga

akan selalu berkoordinasi dengan Pemerintah dalam mencermati perkembangan ekonomi

global, regional, dan domestik, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan.

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

42

Tabel Statistik

Tabel 1

Suku Bunga Pasar Uang. Deposito Berjangka. dan Kredit

(Persen per Tahun)

PeriodeSuku Bunga Pasar UangAntarbank*

Tingkat Diskonto

SBI*

Suku Bunga Deposito Berjangka Suku Bunga Kredit**

1bulan

3bulan

6bulan

12bulan

24bulan

4.24 7.34 6.23 6.31 6.36 7.68 9.31 14.10 14.64 4.13 7.39 6.31 6.61 6.89 7.27 8.94 13.80 14.33 3.76 7.43 6.43 6.71 7.12 7.07 8.12 13.41 14.05 5.95 7.44 6.50 6.93 7.35 8.04 9.42 13.31 13.78 6.95 8.25 6.98 7.19 7.11 7.11 8.05 13.36 13.65 6.92 10.00 9.16 8.51 8.01 8.65 8.82 14.51 14.47 9.44 12.75 11.98 11.75 10.17 10.95 12.39 16.23 15.66 10.28 12.73 11.61 12.19 12.10 12.02 12.64 16.35 15.90 10.23 12.50 11.34 11.70 12.09 12.28 12.61 16.15 15.94 8.90 11.25 10.47 11.05 11.52 12.36 12.47 15.82 15.66 5.97 9.75 8.96 9.71 10.70 11.63 11.84 15.07 15.10 7.52 9.00 8.13 8.52 9.29 10.17 11.73 14.49 14.53 5.58 8.75 7.46 7.87 8.40 9.54 11.73 13.88 13.99 6.83 8.25 7.13 7.44 7.80 8.91 11.24 13.31 13.45 4.33 8.00 7.19 7.42 7.65 8.24 10.83 13.00 13.01 8.01 7.96 6.88 7.26 7.57 7.79 10.06 12.88 12.59 8.43 8.73 7.19 7.49 7.79 7.78 9.91 12.99 12.51 9.37 9.71 9.26 9.45 9.14 9.34 9.83 13.93 13.32 9.40 10.83 10.75 11.16 10.34 10.43 8.62 15.22 14.40 8.04 8.21 9.42 10.65 10.45 11.31 8.33 14.99 14.05 6.96 6.95 8.52 9.25 9.75 11.37 9.03 14.52 13.78 6.30 6.48 7.94 8.73 9.11 11.24 9.14 14.30 13.48

ModalKerja

Investasi

2004Trw. IITrw. IIITrw. IV

2005Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV

2006Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV

2007Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV

2008Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV

2009Trw. ITrw. IITrw. III

* Posisi Juli 2009

Tabel Statistik

43

Tabel 2

Perkembangan Transaksi di Pasar Uang

(Miliar Rupiah)

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2)

Periode Transaksi antarbank1) Penerbitan Pelunasan Posisi

2004

Trw. II

Trw. III

Trw. IV

2005

Trw. I

Trw. II

Trw. III

Trw. IV

2006

Trw. I

Trw. II

Trw. III

Trw. IV

2007

Trw. I

Trw. II

Trw. III

Trw.IV

2008

Trw. I

Trw. II

Trw. III

Trw. IV

2009

Trw. I

Trw. II

Trw. III

1) Transaksi pagi hari 2) Hanya mencakup transaksi antar Bank Indonesia dengan perbankan. Sejak Maret 1994 termasuk SBPU Repo.

87.082 283.275 304.891 118.776

165.064 252.542 339.339 31.979

204.336 293.933 252.929 103.825

216.381 369.495 415.784 57.536

237.571 362.770 315.996 101.058

250.610 230.026 289.657 41.427

264.348 183.663 150.534 74.632

310.175 415.638 356.471 133.799

280.836 517.853 483.967 167.685

286.958 599.495 586.715 180.464

329.312 665.673 636.381 209.756

495.786 774.866 740.951 243.671

362.339 846.655 832.325 258.002

413.527 895.562 887.411 266.152

313.544 777.247 795.475 247.926

368.429 858.289 906.767 212.463

246.462 489.529 543.655 165.145

326.315 389.138 437.313 116.969

326.310 404.071 340.913 180.128

265.674 450.275 397.703 232.699

261.958 324.805 324.776 232.731

239.689 420.327 427.198 220.676

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

44

III IV I II III IV I II III IV I II III

1) Tidak termasuk pemerintah pusat. bukan penduduk. nilai lawan valas. RDI dan kredit kelolaan

Tabel 3

Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1)

(Miliar Rupiah)

1 Bank Pemerintah - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain 2 Bank Umum Swasta Nasional - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain 3 Bank Pemerintah Daerah - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain 4 Bank Asing & Campuran - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain 5 Bank Perkreditan Rakyat - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain 6 Sub jumlah (1 s.d. 4) - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain

264.735 282.784 282.633 301.186 314.427 348.973 350.232 394.065 432.850 461.877 466.605 495.440 504.649 23.012 25.816 24.222 26.805 28.433 30.281 30.711 32.381 35.153 37.409 38.367 42.041 41.313 3.485 4.771 7.414 9.006 6.556 10.647 13.371 14.922 14.778 13.807 13.363 11.923 14.205 64.265 71.165 71.600 69.959 69.450 72.810 72.706 81.038 88.181 96.838 98.660 99.825 92.634 61.031 61.431 63.561 68.172 75.722 85.601 79.209 92.719 98.865 102.017 103.408 113.130 118.580 39.269 43.481 39.477 44.868 47.465 55.587 55.271 64.182 77.295 87.505 83.540 88.540 91.532 73.673 76.120 76.359 82.376 86.801 94.047 98.964 108.823 118.578 124.301 129.267 139.981 146.385 313.651 334.943 335.998 367.168 394.451 432.595 451.967 500.718 534.599 552.617 530.642 529.687 549.349 10.316 11.430 11.312 12.053 12.467 15.533 15.571 18.298 18.169 19.150 18.722 19.353 19.112 3.775 6.460 5.409 7.321 7.076 10.678 9.621 10.137 10.850 11.137 8.979 9.697 10.861 58.125 61.525 59.826 63.319 68.670 73.840 77.952 84.610 90.896 97.042 93.414 84.488 86.575 78.679 85.628 86.783 95.549 100.883 108.726 111.756 123.057 125.908 130.687 120.114 121.956 124.949 74.729 78.963 80.252 90.497 98.503 110.144 115.400 131.115 143.486 148.332 144.072 145.936 151.281 88.027 90.937 92.416 98.429 106.852 113.674 121.667 133.501 145.290 146.269 145.341 148.257 156.571 55.009 55.959 58.851 65.123 70.937 71.921 75.065 85.339 93.991 96.440 100.817 110.968 119.552 1.922 2.030 2.090 2.130 2.248 2.274 2.379 2.710 3.067 3.182 3.143 3.289 3.749 54 58 58 58 55 43 53 182 187 270 312 388 615 476 457 487 520 543 631 710 770 787 814 829 943 1.082 8.312 8.239 8.386 8.762 9.295 9.617 10.191 11.504 12.042 12.055 12.638 14.006 14.898 7.531 6.915 6.776 7.747 9.850 8.879 8.615 10.831 13.456 13.356 13.153 15.716 18.790 36.714 38.260 41.054 45.906 48.946 50.477 53.117 59.342 64.452 66.763 70.742 76.626 80.418 107.692 113.450 117.232 121.509 127.445 141.622 151.908 161.998 178.061 189.245 184.654 168.614 168.509 4.727 5.727 5.395 5.460 5.933 7.817 7.449 6.425 6.505 6.419 7.020 6.669 5.535 2.369 2.607 2.287 2.540 2.629 3.972 4.591 3.910 4.478 5.327 6.081 4.712 6.235 49.682 49.285 50.219 51.029 51.259 56.527 60.265 65.896 68.739 74.458 71.358 61.420 58.833 6.663 7.098 7.691 9.035 10.379 11.726 11.383 13.022 14.256 13.246 15.113 13.598 13.364 24.726 28.279 30.709 31.540 34.679 37.831 43.878 46.763 56.523 60.766 57.418 53.919 55.326 19.525 20.454 20.931 21.905 22.566 23.749 24.342 25.982 27.560 29.029 27.664 28.296 29.216 107.692 113.450 117.232 121.509 20.334 20.469 21.592 23.856 25.706 25.413 25.333 26.382 27.434 4.727 5.727 5.395 5.460 1.294 1.339 1.498 1.672 1.769 1.733 1.774 1.915 1.934 2.369 2.607 2.287 2.540 0 0 0 0 0 0 0 0 0 49.682 49.285 50.219 51.029 324 333 367 391 436 426 433 456 486 6.663 7.098 7.691 9.035 7.831 7.664 7.973 8.866 9.516 9.307 8.998 9.368 9.746 24.726 28.279 30.709 31.540 2.084 2.093 2.185 2.433 2.684 2.672 2.705 2.861 2.935 19.525 20.454 20.931 21.905 8.801 9.040 9.569 10.494 11.301 11.275 11.423 11.782 12.333 741.087 787.136 794.714 854.986 913.158 1.004.178 1.038.912 1.148.891 1.249.970 1.313.873 1.308.051 1.331.091 1.369.493 39.977 45.003 43.019 46.448 49.654 57.203 57.562 61.413 64.623 67.828 69.026 73.267 71.643 9.683 13.896 15.168 18.925 16.310 25.336 27.634 29.151 30.293 30.541 28.735 26.720 31.916 172.548 182.432 182.132 184.827 190.242 204.141 212.000 232.705 249.039 269.578 264.694 247.132 239.610 154.685 162.396 166.421 181.518 192.985 214.804 211.719 235.898 249.762 259.953 260.271 272.058 281.537 146.255 157.638 157.214 174.652 188.838 210.561 221.123 249.700 286.740 306.141 300.888 306.972 319.864 217.939 225.771 230.760 248.616 275.129 292.133 308.874 340.024 369.513 379.832 384.437 404.942 424.923

2006 2007 2008 2009

Tabel Statistik

45

1) M1 ditambah uang kuasi 2) Uang Kartal ditambah uang giral 3) Termasuk rekening khusus pemerintah

Tabel 4

Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

(Miliar Rupiah)

M2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar

AkhirPeriode

Jumlah 1) Jumlah2)

M1

UangKartal

UangGiral

UangKuasi

AktivaLuar

NegeriBersih

TagihanBersih

PemerintahPusat3)

Tagihan Pada

LembagaPemerintah

BUMN

Tagihan Pada

PerusahaanSwasta danPerorangan

LainnyaBersih

2004

Trw. I

Trw. II

Trw. III

Trw. IV

2005

Trw. I

Trw. II

Trw. III

Trw. IV

2006

Trw. I

Trw. II

Trw. III

Trw. IV

2007

Trw. I

Trw. II

Trw. III

Trw. IV

2008

Trw. I

Trw. II

Trw. III

Trw. IV

2009

Trw. I

Trw.II

Trw.III

935.247 219.086 86.881 132.205 716.161 275.819 443.440 22.803 454.663 -261.518

975.166 233.726 97.574 136.152 741.440 280.070 468.907 27.806 522.161 -323.778

986.806 240.911 99.505 141.406 745.895 258.684 476.451 25.261 551.562 -325.152

1.033.528 253.818 109.265 144.553 779.710 263.647 498.019 26.919 588.885 -343.940

1.020.693 250.492 98.584 151.908 770.201 268.482 456.274 28.257 612.463 -344.783

1.073.746 267.635 106.125 161.510 806.111 256.058 468.004 28.237 659.129 -337.682

1.150.451 273.954 114.998 158.956 876.497 280.369 488.483 29.805 708.018 -356.224

1.203.215 281.905 124.316 157.589 921.310 313.082 498.901 28.059 710.783 -347.610

1.195.067 277.293 112.625 164.668 917.774 347.970 470.048 25.557 705.321 -353.829

1.253.757 313.153 123.761 189.392 940.604 345.457 481.654 29.746 729.609 -332.709

1.291.396 333.905 129.969 203.936 957.491 401.065 481.641 31.858 758.261 -381.429

1.382.074 361.073 151.009 210.064 1.021.001 413.265 506.488 38.946 798.125 -374.750

1.375.947 341.833 129.618 212.215 1.034.114 457.382 447.655 35.032 810.996 -375.118

1.451.974 381.376 146.715 234.661 1.070.598 496.522 430.956 44.185 865.144 -384.833

1.512.756 411.281 160.327 250.954 1.101.475 519.360 439.649 45.496 916.657 -408.406

1.643.203 460.842 183.419 277.423 1.182.361 524.703 497.478 56.152 984.844 -419.974

1.586.795 419.746 164.995 254.751 1.167.049 549.049 375.976 49.644 1.025.856 -413.730

1.699.480 466.708 189.453 277.255 1.232.772 562.636 359.645 57.304 1.131.796 -411.901

1.768.250 491.729 223.166 268.563 1.276.521 525.702 348.387 64.488 1.222.193 -392.520

1.883.851 466.379 209.378 257.001 1.417.472 602.347 379.217 66.571 1.282.257 -446.541

1.909.681 458.581 186.538 272.043 1.451.100 703.621 348.466 67.164 1.350.570 -492.977

1.967.776 493.384 203.838 289.546 1.474.392 655.130 375.946 71.044 1.380.575 -453.876

1.995.275 507.096 214.037 293.059 1.488.178 694.431 377.160 55.879 1.410.934 -487.250

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

46

Tabel 5

Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi

(Miliar Rupiah)

257.843 297.080 272.239 289.727 310.265 379.582 325.044 349.649 392.136 344.688 304.718 322.994 354.297

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

153.569 178.572 155.498 173.888 189.221 220.785 198.940 224.342 270.243 264.391 226.672 244.634 273.744

129.969 151.009 129.618 146.715 160.327 183.419 164.995 189.453 223.166 209.378 186.538 203.838 210.810

23.600 27.563 25.880 27.173 28.894 37.366 33.945 34.889 47.077 55.013 40.134 40.796 62.935

104.061 118.417 116.558 115.524 120.740 158.452 125.705 124.811 121.302 79.648 77.404 77.744 79.920

213 91 183 315 304 345 399 496 591 650 642 616 633

255.182 274.694 305.744 330.295 337.523 356.883 351.874 351.561 355.967 338.692 354.727 356.930 376.681

2.661 22.386 -33.505 -40.569 -27.258 22.699 -26.830 -1.912 36.169 5.996 -50.009 -33.935 -22.383

219.538 265.919 200.460 187.081 184.961 249.069 128.907 117.614 123.797 172.012 105.571 136.202 144.747

18.226 18.196 18.186 18.136 18.136 8.847 8.838 8.800 8.800 8.711 8.715 8.715 8.715

11.035 10.832 10.598 10.366 10.206 9.994 9.751 9.353 9.227 9.009 8.783 8.622 8.458

5.494 5.352 5.366 5.389 5.357 3.074 3.089 3.295 3.155 3.815 2.545 2.473 2.415

-189.131 -242.001 -247.525 -264.280 -254.096 -281.164 -219.099 -191.525 -152.563 -233.866 -257.701 -267.412 -242.991

-180.382 -208.763 -239.977 -257.998 -265.034 -247.688 -212.463 -165.145 -116.967 -179.879 -232.700 -232.731 -220.676

-16.829 -41.568 -19.298 -21.615 -4.750 -48.933 -5.737 -4.989 -1.403 -4.223 -15.288 -28.277 -22.824

8.080 8.330 11.750 15.333 15.688 15.457 14.356 14.172 15.929 19.569 15.599 22.580 22.675

-62.501 -35.912 -20.590 2.739 8.178 32.879 41.684 50.551 43.752 46.316 82.078 77.465 56.274

2006 2007 2008 2009

III IV I II III IV I II III IV I II III*

I. Uang Primer

a. Statutory Reserve Shortfall

b. Uang yang diedarkan

- Uang kartal di masyarakat

- Kas bank umum

c. Saldo Giro Positif Bank

d. Giro Sektor Swasta

II. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Uang Primer

a. Net International Reserve 1)

b. Net Domestic Assets

- Tagihan Bersih pada Pemerintah

- Bantuan Likuiditas

- Kredit Likuiditas

- Tagihan Lainnya

- Operasi Pasar Terbuka

- SBI (net) 2)

- FASBI

- Lain-Lain 3)

- Net Other Items

1) sebelum Juni 1997 menggunakan NFA. setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000.- per US $ sejak Juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000.- per US $ sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500.- per US $ sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000.- per US $ sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL(Int’l Reserve and Foreign Currency Liquidity) 2) sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah 3) termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)

Tabel Statistik

47

Tabel 6

Neraca Pembayaran Indonesia 1)

(Juta $)

2006 2007 2008* 2009**

IV Total I II III IV Total I II III IV Total I II III

I. Transaksi Berjalan A. Barang bersih (Neraca Perdagangan) 1. Ekspor f.o.b 2. Impor f.o.b B. Jasa-jasa (bersih) C. Pendapatan (bersih) D. Transfer Berjalan II. Transaksi Modal dan Finansial A. Transaksi Modal B. Transaksi Finansial 1. Investasi Langsung a. Ke Luar Negeri (bersih) b. Di Indonesia/FDI (bersih) 2. Investasi Portfolio a. Aset (bersih) b. Kewajiban (bersih) 3. Investasi Lainnya a. Aset (bersih) b. Kewajiban (bersih) 2) III. Jumlah (I + II) IV. Selisih Perhitungan V. Neraca Keseluruhan (III + IV) VI. Lalu Lintas Moneter 3) a. Perubahan Cadangan Devisa b. IMF: Penarikan Pembayaran Memorandum: Posisi Cadangan Devisa 4) Transaksi Berjalan (% PDB) Rasio Pembayaran Utang (%) 5) a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan Otoritas Moneter 6) *) Angka sementara **) Angka sangat sementara 1) Format baru sejak publikasi Januari 2004 2) Tidak termasuk pinjaman IMF3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004. perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi. 4) Sejak 1988. posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000. posisi cadangan devisa memakai konsep

Internasional Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL). 5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa. 6) Terdiri dari Pemerintah. BUMN di luar bank. dan Bank Indonesia.

22.157 10.859 2.640 2.271 2.151 3.430 10.493 2.742 -1.013 -966 -637 125 2.722 2.907 1.739

7.386 29.660 7.712 8.107 7.487 9.448 32.754 7.536 5.443 5.771 4.166 22.916 6.908 8.410 7.796 27.178 103.528 26.626 29.202 30.009 32.177 118.014 34.412 37.345 38.081 29.768 139.606 24.204 28.175 31.735 -19.792 -73.868 -18.914 -21.095 -22.521 -22.729 -85.260 -26.876 -31.902 -32.309 -25.603 -116.690 -17.297 -19.765 -23.939 -2.829 -9.874 -3.163 -2.991 -2.764 -2.922 -11.841 -3.072 -3.387 -3.313 -3.227 -12.999 -2.620 -2.983 -3.162 -3.539 -13.790 -3.163 -4.023 -3.811 -4.527 -15.525 -3.093 -4.425 -4.756 -2.881 -15.155 -2.688 -3.720 -4.071 1.139 4.863 1.254 1.178 1.240 1.432 5.104 1.371 1.356 1.331 1.305 5.364 1.122 1.200 1.176 1.303 3.025 1.836 2.029 -935 660 3.591 -529 2.105 2.370 -5.822 -1.876 1.886 -2.230 2.966 132 350 43 127 255 122 546 17 62 187 29 294 19 29 34 1.170 2.675 1.793 1.902 -1.190 539 3.045 -546 2.043 2.184 -5.850 -2.170 1.867 -2.259 2.962 1.232 2.211 -246 1.426 764 309 2.253 630 197 1.871 720 3.419 843 228 -70 -204 -2.703 -1.282 392 -1.427 -2.358 -4.675 -1.730 -1.436 -1.517 -1.217 -5.900 -1.251 -1.047 -505 1.435 4.914 1.037 1.034 2.191 2.667 6.928 2.360 1.633 3.388 1.937 9.318 2.094 1.275 435 1.312 4.174 2.491 3.810 465 -1.200 5.566 1.984 4.188 -74 -4.377 1.721 1.859 1.959 3.403 -762 -1.933 -497 -1.897 -1.257 -764 -4.415 -823 60 -65 -467 -1.294 133 362 84 2.074 6.107 2.988 5.707 1.722 -437 9.981 2.807 4.128 -9 -3.910 3.015 1.726 1.597 3.319 -1.382 -3.791 -452 -3.334 -2.419 1.430 -4.775 -3.160 -2.342 387 -2.194 -7.309 -835 -4.455 -371 -1.707 -1.588 -105 -2.283 -2.360 262 -4.486 -2.672 -1.974 -1.610 -4.498 -10.755 -307 -2.571 -4.733 325 -2.204 -348 -1.051 -59 1.168 -289 -489 -367 1.998 2.304 3.446 -528 -1.874 4.362 3.459 13.885 4.476 4.300 1.217 4.091 14.805 2.213 1.092 1.404 -6.459 -1.750 4.608 677 4.735 -751 625 -97 -663 -37 -571 -1.368 -1180 233 -1493 2246 -194 -653 375 -1189 2.708 14.510 4.379 3.637 1.179 3.520 12.715 1.032 1.324 -89 -4.212 -1.945 3.955 1.052 3.546 -2.708 -14.510 -4.379 -3.637 -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 292 -6.902 -4.379 -3.637 -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.001 -7.608 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -3.001 -7.608 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 42.586 42.586 47.221 50.924 52.875 56.920 56.920 58.987 59.453 57.108 51.639 51.639 54.840 57.576 62.287 2.9 2.6 2.1 1.9 3.0 2.4 2.3 -0.8 -0.7 -0.5 0.0 2.4 2.2 1.2 33.2 24.8 19.8 21.4 15.2 21.2 19.4 16.2 17.8 15.2 24.2 18.1 23.3 24.3 21.9 18.6 14.2 5.6 9.4 5.1 9.0 7.3 4.4 7.7 4.7 9.2 6.4 6.0 10.0 5.4

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

48

Keterangan :

1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya

Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).

* Mulai 1 Juli 2008. perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100). data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Tabel 7

Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa

(Persen)1)

1.27 6.05 3.71 -1.21 4.00 4.43 5.91 1.28 4.75 0.60 1.44 -1.76 4.94 2.60 8.63 12.16 -6.50 0.69 3.48 2.59 2.11 0.60 0.91 2.76 -0.75 1.06 5.62 -0.25 -2.93 5.12 9.08 -2.04 4.14 0.29 13.94 -4.64 2.39 -0.26 6.47 3.66 1.46 1.37 -2.71 4.65 2.11 5.84 2.01 12.12 2.94 2.25 -2.52 4.63 2.72 1.64 0.35 0.39 3.06 0.73 7.87 1.84 8.04 4.32 2.24 -0.88 1.60 1.96 2.55 -1.02 4.05 11.46 0.26 6.88 -0.19 8.94 -2.51 -0.34 -0.54 1.57 1.00 11.87 -0.30 -1.04 2.17 7.39 2.42 1.68 3.79 6.60 2.59 -5.97 6.34 1.73 1.72 3.81 2.61 4.49 7.90 28.51 1.84 5.93 0.42 0.18 -2.59 1.18 0.50 4.46 2.21 1.39 2.87 1.79 1.38 0.89 7.30 1.68 0.71 3.11 8.14 -13.98 24.41 -3.70 -8.06 -0.43 25.17 2.85 -0.07 -10.49 8.28 1.66 -8.24 23.17 1.41 3.65 8.63 12.79 7.09 6.71 15.72 1.47 -1.65 -6.81 -0.81 0.12 -1.30 4.36 3.13 1.32 1.50 0.75 -1.47 2.02 1.00 3.57 1.20 1.62 0.61 2.37

0.80 2.24 1.89 1.19 1.33 1.85 4.02 1.33 2.62 2.43 2.40 1.18 2.12 0.96 2.25 1.67 1.00 1.35 2.36 5.50 1.63 2.83 2.35 1.59 1.03 1.46 0.31 1.95 1.75 0.20 0.46 -0.20 1.47 1.06 2.15 1.50 5.39 2.15 5.61 0.86 2.59 2.24 2.60 1.85 2.28 1.89 0.73 2.60 3.70 2.42 0.82 1.06 0.78 1.30 1.81 0.75 1.27 0.97 2.79 1.14 3.58 1.00 0.42 0.26 0.47 0.98 1.73 2.12 0.83 1.11 1.58 2.22 1.67 2.16 0.73 1.00 0.12 0.53 0.34 0.56 1.69 0.15 1.92 -0.45 4.69 -0.12 8.94 1.66 -1.48 0.29 0.55 0.67 0.78 1.20 0.52 0.57 1.05 1.45 0.97 1.66 1.10 0.95 0.68 0.75 0.99 0.99 1.70 1.79 1.61 1.30 2.71 0.86 1.71 1.08 1.00 0.53 -0.21 0.57 1.84 0.72 0.39 2.34 4.78 4.30 0.49 0.77 2.58 4.48 -1.88 1.06 0.80 1.81 0.37 0.29 1.29 1.70 0.81 0.27 3.02 0.35 0.38 0.55 2.49 0.69 1.41 0.10 0.71 0.94 1.45 0.68 0.46 2.15 0.30 0.44 0.29 1.24 1.00 1.35 0.50 0.32 1.34 0.86 0.56 0.64 2.13 0.23 0.26 0.39 1.67 -0.22 2.47 2.09 0.35 5.53 13.60 12.66 0.59 -2.46 7.26 13.49 -6.30 -0.37 le 0.70 1.76 1.39 0.71 1.03 1.12 3.00 0.83 1.64 1.10 1.27 1.20 0.77 0.94 3.70 1.92 0.45 0.32 0.44 5.12 0.47 1.07 0.69 1.60 1.72 0.85 -0.19 0.18 1.32 0.82 1.08 1.46 1.96 1.31 2.19 1.60 1.14 1.39 0.42 0.84 0.80 1.16 1.85 0.61 0.73 1.15 1.10 2.36 1.61 1.39 0.73 1.38 0.77 0.72 1.46 0.80 1.56 1.52 2.32 0.90 1.76 1.26 1.01 0.42 0.83 7.44 0.20 0.36 0.01 7.97 0.43 0.14 0.44 3.77 0.82 0.22 0.22 2.94 11.41 0.12 0.46 0.03 12.73 0.36 0.09 0.18 6.76 0.70 0.04 0.06 4.86 2.31 0.23 1.04 0.26 0.87 0.48 0.72 0.45 4.95 0.32 0.59 0.46 1.27 3.61 0.27 0.36 0.36 1.58 0.66 0.30 0.72 1.14 1.11 0.37 0.16 0.74 0.06 0.28 0.13 -0.23 0.01 0.64 0.20 0.92 0.51 1.02 0.48 0.55 0.74 1.19 0.88 0.79 0.36 0.35 2.23 0.47 0.20 0.91 0.49 0.51 0.33 0.52 0.08 0.35 0.22 0.46 0.15 0.42 0.37 8.72 0.92 -2.94 -4.66 0.32 1.16 0.02 0.33 0.24 0.60 0.00 0.49 0.27 12.98 1.03 -4.46 -6.95 0.54 1.70 -0.01 -0.01 0.05 0.01 -0.02 0.00 0.01 -0.12 0.02 0.20 -0.07 -0.31 -0.32 1.26 1.56 0.50 0.24 2.43 1.27 1.40 0.84 1.34 1.64 1.38 0.34 0.87 0.05 0.01 0.01 0.01 0.00 0.00 4.90 0.01 3.89 0.00 0.00 0.00 0.65 1.16 2.44 1.91 0.17 2.28 2.09 3.41 2.46 2.88 0.54 0.36 -0.15 2.07

Kelompok/Sub Kelompok 2006 2007 2008 2009 III IV I II III IV I II* III IV I II III

I. Bahan Makanan A. Padi-padian. umbi-umbian dan hasil-hasilnya B. Daging dan hasil-hasilnya C. Ikan segar D. Ikan diawetkan E. Telur. susu dan hasil-hasilnya F. Sayur-sayuran G. Kacang-kacangan H. Buah-buahan I. Bumbu-bumbuan J. Lemak dan minyak K. Bahan makanan lainnya II. Makanan jadi. Minuman. Rokok dan Tembakau A. Makanan jadi B. Minuman yang tidak beralkohol C. Tembakau dan minuman beralkohol

III. Perumahan A. Biaya tempat tinggal B. Bahan bakar. penerangan dan air C. Perlengkapan rumah tangga D. Penyelenggaraan rumah tangga

IV. Sandang A. Sandang laki-laki B. Sandang wanita C. Sandang anak-anak D. Barang pribadi dan sandang lainnya

V. Kesehatan A. Jasa kesehatan dan obat-obatan B. Obat-obatan C. Jasa perawatan jasmani D. Perawatan jasmani dan kosmetik VI. Pendidikan. Rekreasi dan Olah Raga A. Biaya pendidikan B. Kursus dan pelatihan C. Perlengkapan/peralatan pendidikan D. Rekreasi E. Olah raga VII. Transpor dan Komunikasi A. Transpor B. Komunikasi dan pengiriman C. Sarana dan penunjang transpor D. Jasa Keuangan U M U M

Tabel Statistik

49

Tabel 8

Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota

(Persen)1)

1.09 4.45 2.16 -2.16 5.34 -1.05 4.84 4.38 2.92 2.97 -0.56 -0.37 4.37 2.64 2.81 4.61 -1.67 5.85 1.94 3.49 2.75 1.36 1.39 0.35 0.14 4.12 2.74 4.93 1.92 -2.34 3.76 2.51 4.65 2.53 1.27 1.56 -0.03 -1.07 2.66 1.90 1.07 6.92 -0.29 1.15 2.69 4.63 2.31 3.06 2.22 -0.52 -0.01 3.45 1.68 4.01 2.98 -0.55 3.78 1.97 3.07 2.88 1.37 1.33 -0.20 0.10 3.26 0.85 3.31 1.63 -0.51 1.96 3.23 2.19 2.07 1.21 2.26 -0.84 -0.17 3.35 0.93 5.07 3.68 -1.96 2.06 3.05 4.35 4.09 2.04 2.07 0.04 -1.34 2.79 1.21 3.36 3.67 -1.49 1.92 3.31 4.15 2.46 3.17 0.55 0.48 -0.54 1.70 2.30 1.97 1.40 -0.34 2.15 1.56 2.91 2.29 1.72 0.58 0.64 -0.43 1.76 1.61 6.14 3.17 -1.22 2.57 2.75 2.16 4.19 1.76 -0.19 0.26 -0.72 2.37 0.96 4.27 0.64 0.85 3.23 3.28 3.11 3.41 3.20 -0.29 -0.06 0.09 1.57 1.23 3.76 1.36 -0.88 3.10 1.37 4.09 4.14 3.61 0.34 0.09 -0.74 4.06 0.69 2.31 0.71 0.12 3.40 2.22 3.29 2.93 4.95 0.74 0.92 -1.29 4.85 2.16 0.93 2.62 -0.98 0.67 0.33 6.53 4.20 4.26 0.13 -0.78 -0.74 3.16 - - - - - - - 3.80 3.04 1.22 -0.74 -0.77 3.52 - - - - - - - 2.45 3.33 1.19 0.32 -0.73 1.29 1.21 2.07 1.95 0.51 1.85 1.61 3.51 1.94 2.54 - - - 2.23 3.53 3.73 -0.04 1.65 2.20 2.57 2.54 3.64 - - - - - - - - - - 2.21 4.50 - - - - - - - - - - 3.04 3.21 0.00 0.32 -0.06 2.03 - - - - - - - 2.11 0.88 1.57 0.63 0.36 1.89 - - - - - - - 1.15 2.38 0.46 0.79 -0.27 1.72 - - - - - - - 2.80 3.42 1.32 1.67 0.35 1.25 - - - - - - - 1.24 3.82 0.03 0.01 -0.26 1.76 - - - - - - - 2.45 3.49 0.18 -0.87 -0.20 2.43 1.26 1.87 1.13 -0.26 2.48 1.82 2.81 2.76 2.28 -0.07 0.11 -0.14 1.64 0.63 4.23 3.24 0.15 2.22 2.06 3.52 3.33 4.04 0.19 0.91 0.04 2.49 2.21 2.48 2.22 1.33 2.21 0.26 3.60 2.75 3.53 1.16 0.78 0.11 1.17 0.36 2.41 1.19 -0.34 0.99 1.42 2.74 2.13 1.74 0.13 1.06 0.19 1.21 1.48 1.57 2.37 0.52 1.98 1.72 4.18 2.40 2.83 0.18 0.72 0.06 1.96 1.48 3.19 1.66 1.24 2.84 2.88 2.72 1.82 2.36 0.45 1.05 1.05 3.15 2.52 2.42 1.86 0.18 3.17 2.59 2.85 2.51 3.16 - - - 0.70 2.68 1.26 0.78 2.13 2.91 2.73 3.46 2.77 - - - - - - - - - - 1.62 2.83 1.05 0.25 0.14 1.90 0.80 3.11 2.50 -0.11 1.55 2.76 2.94 2.11 3.10 -0.35 0.90 0.02 2.04 0.60 1.76 1.30 0.13 2.12 2.28 4.06 2.77 2.93 0.38 1.28 0.16 1.38 - - - - - - - 1.81 3.85 0.00 0.60 0.07 1.84 - - - - - - - 4.05 2.27 -0.32 1.02 0.00 1.52 0.81 2.61 1.09 0.90 2.02 2.12 3.59 2.00 2.56 0.14 1.06 -0.41 1.97 -0.12 1.37 2.19 0.29 1.36 1.95 3.35 1.78 3.14 - - - -0.05 1.93 3.59 1.00 1.14 2.78 3.23 3.21 3.23 - - - - - - - - - - 4.94 3.16 0.77 2.41 -1.12 2.06 - - - - - - - 2.24 6.66 -2.44 0.39 1.10 3.47 0.86 3.32 5.29 -0.39 0.90 2.47 3.33 2.31 0.46 - - - 1.72 1.29 2.56 1.14 2.12 2.49 4.21 2.27 3.21 - - - - - - - - - - 2.94 2.73 0.02 0.38 -0.90 2.44 0.30 1.74 0.81 0.39 1.84 4.38 1.60 2.87 1.72 - - - -0.52 3.94 0.62 -0.14 2.38 4.95 4.48 2.22 3.62 - - - 0.10 3.14 3.29 -0.66 2.60 2.39 4.12 2.48 2.23 - - - -0.06 1.05 0.81 0.39 4.54 1.40 3.75 2.88 1.84 - - - 2.44 0.61 1.72 0.52 4.84 1.85 3.97 3.32 2.96 - - -

K o t a 2006 2007 2008 2009

III IV I II III IV I II* III IV I II III*

1. Lhokseumawe2. Banda Aceh3. Padang Sidempuan4. Sibolga5. Pematang Siantar6. M e d a n7. Padang8. Pekanbaru9. Batam10. Jambi11. Palembang12. Bengkulu13. Bandar Lampung14. Pangkal Pinang15. Dumai16. Tanjung Pinang17. Jakarta18. Tasikmalaya19. Serang20. Tangerang21. Cilegon22. Bogor23. Sukabumi24. Bekasi25. Depok26. Bandung27. Cirebon28. Purwokerto29. Surakarta30. Semarang31. Tegal32. Yogyakarta33. Jember34. Sumenep35. Kediri36. Malang37. Probolinggo38. Madiun39. Surabaya40. Denpasar41. Mataram42. Bima43. Maumere44. Kupang45. Pontianak46. Singkawang47. Sampit48. Palangka Raya49. Banjarmasin50. Balikpapan51. Samarinda

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2009

50

Keterangan :

1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya

Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).

* Mulai 1 Juli 2008. perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100) dengan jumlah kota menjadi 66 kota. data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm

(month to month) bulan Juni 2008

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Tabel 8

Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan)

(Persen)1)

- - - - - - - 2.48 5.54 0.82 0.53 1.34 3.52 2.15 1.29 3.34 -0.43 3.45 3.46 1.04 3.63 3.02 0.17 1.18 -2.08 0.74 1.23 1.74 0.60 1.87 1.60 3.84 1.49 2.44 5.01 -0.63 1.78 -0.36 3.35 - - - - - - - 6.26 3.62 0.27 2.14 0.84 2.85 1.58 0.66 2.28 0.51 3.38 -0.54 4.45 3.39 3.50 - - - - - - - - - 2.76 4.21 0.43 0.40 -0.53 1.85 - - - - - - - 3.15 3.50 1.16 1.14 -0.12 2.00 2.29 2.97 1.94 2.20 0.15 2.94 2.91 6.49 3.30 0.74 2.99 -0.34 2.20 2.34 3.48 -1.24 0.46 3.22 4.51 -0.04 2.59 4.01 0.16 2.33 0.59 0.85 - - - - - - - 3.04 5.86 -0.29 -0.35 0.06 1.45 -0.47 1.25 1.77 0.51 2.38 1.07 2.92 1.76 5.06 -4.80 2.26 -2.43 1.82 0.82 1.72 2.39 2.06 0.44 5.21 4.71 1.17 4.30 -0.92 1.25 -0.27 1.32 - - - - - - - 5.78 8.31 0.62 3.52 0.36 2.39 - - - - - - - 5.72 7.29 -1.86 0.77 0.52 0.42 1.57 2.31 4.93 0.15 0.52 4.45 6.49 5.86 2.88 0.31 -0.06 -0.36 1.55 1.16 2.44 1.91 0.17 2.28 2.09 3.41 2.46 2.88 0.54 0.36 -0.15 2.07

K o t a 2006 2007 2008 2009

II III IV I II III IV I II* III IV I II*

52. Tarakan53. Manado54. P a l u55. Watampone56. Makassar57. Parepare58. Palopo59. Kendari60. Gorontalo61. Mamuju62. Ambon63. Ternate64. Manokwari65. Sorong66. Jayapura

NASIONAL

Tabel Statistik

51

Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya.

Perhitungan IHPB menggunakan tahun dasar 2000 (2000 = 100). Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)

Tabel 9

Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar

(Persen) 1)

1.26 9.77 1.18 3.10 3.91 2.90 6.75 2.35

3.20 1.55 2.34 6.67 7.32 2.26 21.16 4.37

-1.29 0.35 0.60 3.41 4.68 0.89 13.39 1.80

1.84 1.02 0.52 0.34 -1.48 2.42 -9.47 0.18

3.80 3.00 8.04 9.11 10.73 4.61 24.20 8.02

0.00 0.70 1.34 0.69 1.43 0.00 5.13 1.38

2.76 0.70 1.32 6.85 9.15 3.28 20.49 4.08

4.03 13.19 22.22 0.64 -3.87 2.38 -13.77 9.15

3.87 0.61 1.60 -0.64 -1.34 -4.65 3.29 -1.20

4.97 1.83 2.11 5.13 8.84 6.50 13.64 4.85

5.33 2.40 2.58 0.61 0.00 2.29 -3.60 2.31

6.74 3.51 1.51 1.82 -5.00 1.49 -16.18 0.56

6.32 3.39 3.47 3.57 2.63 3.68 1.49 3.93

2.97 1.64 3.35 5.75 7.05 2.84 14.63 4.32

7.69 1.61 3.70 3.26 1.80 -0.69 6.38 3.63

7.59 3.70 5.80 11.05 10.00 2.08 24.40 8.50

7.05 4.08 7.17 6.64 5.88 5.44 6.43 6.45

7.75 10.78 12.60 15.56 14.14 5.16 28.10 12.55

4.32 3.54 1.40 -9.23 -5.31 2.45 -15.09 -1.92

0.00 4.27 -4.14 -11.86 -13.55 9.58 -47.22 -6.67

-31.27 -15.57 -41.37 -24.52 -25.95 -17.49 -50.53 -32.35

3.31 -0.64 1.12 0.43 -0.65 -5.30 21.28 1.27

5.19 1.22 1.13 -0.37 -2.86 -4.20 2.63 0.79

Akhir Pertanian Pertambangan Industri Impor Ekspor Umum

Periode Total Nonmigas Migas

2004

Trw.I

Trw.II

Trw.III

Trw.IV

2005

Trw.I

Trw.II

Trw.III

Trw.IV

2006

Trw.I

Trw.II

Trw.III

Trw.IV

2007

Trw.I

Trw.II

Trw.III

Trw.IV

2008

Trw.I

Trw.II

Trw.III

Trw.IV

2009

Trw.I

Trw.II

Trw.III*